DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA
(PSKW) MULYA JAYA
JAKARTA
SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Disusun Oleh: RIANA AMELIA NIM: 107052002746
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN
SYARIF HIDAYATULLAH
DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA
(PSKW) MULYA JAYA
JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh : RIANA AMELIA NIM: 107052002746
Dibawah Bimbingan
Dra. Hj. Elidar Husein, MA NIP. 194511251971062001
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN
SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi yang berjudul METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA PSKW MULYA JAYA JAKARTA. Telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari senin, 13 Juni
2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
Sarjana Program Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Bimbingan
dan Penyuluhan Islam.
Ciputat, 13 Juni 2011
Sidang Munaqosyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. Mahmud Jalal, M.A Drs. Sugiharto, MA
NIP. 195204221981031002 NIP.196608061996031001 Anggota,
Penguji I Penguji II
Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si
NIP. 196104221990032001 NIP.196906071995032003
Pembimbing
Dra. Hj. Elidar Husein, MA
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) di
Universitas Islam Negeri Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya,
atau merupakan plagiat dari karya ilmiah orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 13 Juni 2011
i
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena hanya dengan kasih sayang-Nya kita dapat menikmati indahnya
kehidupan di dunia ini, dan semoga kasih sayang-Nya tetap menyertai kita di
kehidupan mendatang amin. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah
limpahkan kepada baginda Rasulullah SAW, sebagai sauri tauladan kita menuju
jalan yang Allah ridhoi.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kategori
sempurna, sekalipun penulis telah berusaha untuk melakukan yang terbaik, namun
pasti masih ada kekurangan dan kelemahan baik dari segi isi atau teknik
penyusunannya. Dengan demikian, penulis membuka diri untuk menerima
masukan dan kritik yang konstruktif demi perbaikan skripsi dan diri penulis
sendiri sebagai bahan evaluasi dan introspeksi diri sekarang dan dimasa yang
akan datang.
Sejujurnya penulis akui, bahwa ketika akan menentukan tema skripsi ini
penulis sempat mengalami kebingungan, harus menambil tema apa, dan lokasinya
dimana/ lembaga yang akan diteliti. Selanjutnya jawaban itu terungkap dengan
berusaha banyak membaca skripsi-skripsi dan sumber-sumber lainnya. Kemudian,
pada tahap penyusunan terus melanda, sebab harus terjadi pergantian-pergantian
fokus penelitian. Pergantian-pergantian tersebut karena kendala-kendala yang ada
bertanya pada banyak dosen terutama pada pembimbing untuk mendapatkan
masukan, maka akhirnya penulis mendapat solusi.
Berkat keridhoan Allah SWT sematalah akhirnya penyusunan skripsi ini
dapat diselesaikan. Serta tak lupa penulis menyampaikan ungkapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi arahan, konstribusi
terhadap penyusunan karya ilmiah ini.
Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan
terima kasih kepada;
1. Drs. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Sugiharto, MA. Selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
4. Dra. Hj. Elidar Husein, MA. Sebagai Dosen Pembimbing yang dengan
sabar membimbing penulis dan memberi masukan-masukan yang sangat
berarti dan bermanfaat, yang mana telah meluangkan waktunya untuk
membimbing saya dirumah beliau, serta delalu memberikan motivasi yang
tinggi kepada penulis sehingga dapat terselesaikan skripsi ini.
5. Drs. M. Luthfi, MA. Sebagai Dosen Penasehat Akademik, Jurusan
6. Hj. Asriati Jamil, M. Hum, Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si, Drs. H.
Mahmud Jalal, MA, selaku ketua dan penguji 1 dan penguji 2 dalam
sidang munaqosyah.
7. Keluarga tercinta di Jakarta-Pamulang, mamah dan bapak atas support dan
doa beliau yang telah mendukung secara materi maupun non materi, yang
tidak henti-hentinya kalian mencari nafkah siang malam untuk kelancaran
kuliah, serta doa siang malam yang tiada henti untuk anakmu ini, sehingga
akhirnya ananda dapat menyelesaikan karya ilmiah pada semester akhir
ini. Tiada kata yang pantas ananda ucapkan pada kalian kedua orang tuaku
selain ucapan terima kasih banyak, karena kasih sayang kalian kepada
ananda yang tidak akan pernah dibalas meskipun dengan materi.
8. Drs. Abdul Rahman, S.Sos.I. Sebagai pembimbing penulis di PSKW
Mulya Jaya Jakarta, yang bersedia ditemui kapan saja, meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis, serta bersedia di wawancarai.
9. Achmad Afandy, S.Sos.I selaku penyuluh agama islam di PSKW Mulya
Jaya Jakarta, yang sedia di wawancarai dan meluangkan waktunya.
10.Ibu Narojah selaku pengasuh WTS/Traficking di PSKW Mulya Jaya
Jakarta, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk di wawancarai.
11.Ibu Sri Gantini selaku Ketua Seksi Rehsos di PSKW Mulya Jaya Jakarta,
yang mana telah mengizinkan saya untuk meneliti dan memberikan
disposisi sebelum meneliti.
12.Bambang Sulistiono, S. ST, Seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial), di PSKW
13.Drs. Susanto Asbudi, Koordinator PEKSOS (pekerja sosial), di PSKW
Mulya Jaya Jakarta.
14.Mbak M, N.I, LH, N, E.RN. Sebagai anggota bimbingan mental spiritual
yang bersedia meluangkan waktunya untuk di wawancarai.
15.Kepada teman-temanku satu angkatan di BPI 8 angkatan 2007, teman
seperjuangan yang telah bersama-sama mengajukan judul, dan saling
memberi masukan.
16.Kepada Dinnur Mustika yang selalu memberikan motivasi dan semangat
untuk rajin ke PSKW untuk penelitian karya ilmiah ini agar cepat
terselesaikan, dan selalu mengingatkan ketika saya malas agar tetap
semangat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, makasih untuk semua
dukungan dan doa’nya.
Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya, penulis
mengucapkan terima kasih. Semoga kebaikan kalian diridhoi Allah dan mendapat
pahala dari-Nya.
Sebagai kata terakhir, penulis hanya dapat berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan juga bagi para pembaca pada umumnya. Sekali
lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis, semoga apa yang telah diberikan menjadi amal shaleh disisi Allah SWT.
Amiiin.
Jakarta, 13 Juni 2011
Penulis,
v
LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR………. i
DAFTAR ISI……… v
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah……….. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 7
D. Tinjauan Pustaka……….. 8
E. Sistematika Penulisan………... 12
BAB II ANALISA METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL BAGI PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA… 14
A. Pengertian Metode Bimbingan 1. Pengertian Metode………. 14
2. Pengertian Bimbingan….………... 15
B. Pengertian Mental Spiritual 1. Pengertian Mental……….. 21
2. Pengertian Spiritual……… 31
C. Penyandang Masalah Tuna Susila 1. Pengertian Tuna Susila………... 34
2. Penyebab Timbulnya Pelacuran………. 35
3. Akibat Pelacuran………. 37
4. Penanggulangan Pelacuran Atau Prostitusi…… 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………... 41
A. 1. Lokasi……….….. 41
A. 2. Waktu Penelitian……….. ………... 41
B. 1. Subjek Penelitian……….. 42
B. 2. Objek Penelitian……….... 42
C. 1. Model Penelitian………... 43
E. 1. Sumber Data………. 47
F. 1. Fokus Amatan Penelitian……….. 48
G. 1. Teknik Pemilihan Informan………. 55
H. 1. Asumsi Peneliti……… 57
I. Teknik Analisa Data……….. 59
J. Teknik Pemeriksaan Data……….. 60
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN……… 62
A. Gambaran Umum Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta……….. 62
B. Analisa Hasil Temuan……….. 76
BAB V PENUTUP……….. 98
A. Kesimpulan………... 98
B. Saran-Saran………... 102
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL Struktur Organisasi PSKW ……… 64
Pengelola Panti ……….. 73
1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Berlangsungnya perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan
yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak
individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni,
konflik-konflik eksternal dan internal, juga disorganisasi dalam masyarakat
dan dalam diri pribadi. Peristiwa-peristiwa tersebut di atas memudahkan
individu menggunakan pola-pola responsi/reaksi yang inkonvensional atau
menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Dalam hal ini ada pola
pelacuran, untuk mempertahankan hidup ditengah-tengah hiruk-pikuk alam
pembangunan, khususnya di Indonesia.1
Masalah prostitusi/pelacuran atau tuna susila yang hidup, tumbuh dan
berkembang di masyarakat merupakan masalah yang sangat kompleks dan
rumit serta tidak dapat hilang dari permasalahan hidup manusia. Pelacur
(Wanita Tuna Susila) kadang diistilahkan sebagai Wanita Penjajak Seks dan
akhir-akhir ini lebih popular dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK).2
Kendala utama yang dihadapi dalam penanganan WTS adalah
pendidikan mereka yang umumnya rendah, tidak memiliki keterampilan,
keinginan mendapat uang dengan cara mudah3. Maraknya eksploitasi wanita,
1
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada) 2005. h. 242
2
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
3
rendahnya kontrol sosial pada sebagian masyarakat, sehingga menambah
kompleksnya tantangan yang harus dihadapi oleh petugas di lapangan.
Masalah pelacuran atau masalah tuna susila yang hidup dan berkembang di
masyarakat ini merupakan masalah nasional yang menghambat lajunya
pelaksanaan pembangunan karena:
a. Tindakan Tuna Susila merupakan hal yang bertentangan dengan
nilai-nilai sosial budaya masyarakat, norma-norma serta kaidah agama dan
kesusilaan serta merendahkan harga diri atau martabat bangsa
Indonesia.
b. Mempengaruhi sendi-sendi kehidupan dan penghidupan masyarakat,
baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketertiban dan
keamanan.
c. Masalah tersebut cenderung terus meningkat serta sering kali terjadi
penyimpangan di dalam kegiatan dan kehidupan masyarakat.
d. Pengaruh negatif yang diakibatkan masalah ketunasusilaan ini sangat
membahayakan kehidupan generasi muda serta sumber daya manusia
sebagai harapan bangsa.4
Berdasarkan hal itu, masalah tuna susila merupakan masalah yang
kompleks dan multidimensional, sehingga memerlukan penanganan secara
komprehensif, terpadu dan berkesinambungan, atas dasar kerjasama berbagai
disiplin ilmu dan profesi, seperti pekerjaan sosial, dokter, psikolog, guru serta
profesi lainnya. Selain itu kerjasama antar instansi terkait baik pemerintah
4
maupun swasta di tingkat pusat maupun daerah, dengan ditunjang oleh
organisasi sosial masyarakat. Dalam perkembangan pembangunan
kesejahteraan sosial menunjukan bahwa kesadaran dan tanggung jawab sosial
sebagian masyarakat mulai timbul, sehingga keinginan untuk berperan serta
menangani masalah kesejahteraan sosial termasuk penanganan WTS mulai
tumbuh dan berkembang melalui berbagai usaha kesejahteraan sosial.5
Dalam permasalahan di atas, selain penanganan dari Panti Sosial untuk
menangani masalah kesejahteraan wanita tuna tuna susila, bagi penyandang
masalah tuna susila agama merupakan hal yang berperan penting bagi
kehidupan individu, dan sosial seseorang, karena agama itu sendiri dalam
islam berasal dari kata dalam bahasa Arab “Ad-din” yang artinya
petunjuk/tuntunan tentang tata cara hidup yang ditentukan Allah.6 Itu artinya
dengan adanya tuntunan hidup yang Allah telah tentukan, maka manusia
sebagai ciptaan Tuhan harus menjalaninya, dan kalaupun melanggar aturan
hidup yang Tuhan tentukan maka, akan ada konsekwensinya sendiri berupa
hukuman di dunia dan akhirat kelak. Karna pengertian agama adalah
keyakinan atau individu terhadap “afterlife“, (hari kiyamat), keterkaitan yang
ada di alam ini, Tuhan, doa.7
Permasalahan pelacuran bukan hanya melanggar norma budaya,sosial,
dan Negara, akan tetapi juga melanggar norma agama. Karena agama islam
5
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
6
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (PT. Hidakarya Agung, Jakarta:1989), h.133
7
melarang ummatnya berzina, karena perbuatan tersebut keji dan kotor, Allah
berfirman:
Artinya: dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.8
“Allah Swt telah mengategorikan zina sebagai perbuatan keji dan
kotor. Artinya, zina dianggap keji menurut syara’, akal dan fitrah karena
merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak istri, hak keluarganya atau
suaminya, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan
melanggar tatanan lainnya”.9
Dengan penjelasan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan
adanya prostitusi/pelacuran maka dengan itu juga perzinahan terlaksana.
Sedangkan dalam agama islam Allah telah melarang ummatnya untuk
mendekati zina, karena dengan adanya zina seseorang telah melakukan
perbuatan keji dan kotor. Oleh karena itu perlu adanya bimbingan keagamaan
khususnya terhadap penyandang masalah tuna susila untuk mencegah
terjadinya perzinahan, salah satu diantaranya adalah bimbingan mental
spiritual, mengapa bimbingan mental spiritual dipilih karena bertujuan untuk
membimbing, menuntun penyandang tuna susila agar mereka mengenal dan
mengetahui, ilmu agama lebih dalam dan dapat mempraktikannya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga dengan adanya pengetahuan ilmu agama
tersebut penyandang tuna susila dapat menghindari perbuatan zina.
8
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al-Isra:32, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 429
9
Adapun pengertian bimbingan mental spiritual dalam buku panduan
penyuluh agama di salah satu panti sosial di Jakarta yaitu di PSKW Mulya
Jaya terhadap penyandang tuna susila adalah serangkaian kegiatan/tuntunan
untuk dapat memahami diri sendiri, dan orang lain dengan cara mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan yang
didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik
kegiatan ibadah, demi terwujudnya kebahagiaan di dunia dan di akhirat.10
Metode bimbingan mental spiritual yang digunakan dalam penelitian
ini yang sesuai dengan metode yang digunakan di PSKW Mulya Jaya Jakarta
adalah metode ceramah, tanya-jawab, diskusi kelompok, tadabbur alam,
konseling individu atau kelompok, renungan suci, praktik atau latihan, dan
game islami.11
Adapun pengertian PSKW yang peneliti tetapkan sebagai lokasi dalam
penelitian ini adalah salah satu unit Lembaga Rehabilitasi Sosial yang
ditetapkan Kementerian Sosial RI cq. Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna
Susila, yang bertanggung jawab atas Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)
dengan daya tampung 110 orang, dan jangka waktu kegiatan selama 6 bulan.
PSKW Mulya Jaya berlokasi di Jl. Tat Twam Asi No. 47 Komplek
Departemen Sosial Pasar-Rebo Jakarta.12
10
Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h. 1
11
Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h. 2
12
PSKW “Mulya Jaya” Jakarta merupakan salah satu Unit Pelaksana
Teknis di lingkungan kementerian Sosial RI yang memberikan pelayanan dan
rehabilitasi sosial kepada penyandang Masalah kegiatan sosial khususnya
Tuna Susila atau Wanita Tuna Susila, antara lain melalui kegiatan pembinaan
fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan
keterampilan, resosialisi dan pembinaan lanjut agar mampu melaksanakan
fungsi sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat.13
Salah satu dari pelayanan rehabilitasi yang dilaksanakan yaitu adalah
bimbingan mental spiritual. Berdasarkan latar belakang di atas, maka skripsi
ini melaksanakan penelitian di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya
Jaya Jakarta. Adapun judul penelitian ini adalah “METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) MULYA JAYA JAKARTA”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut agar lebih terarah dan
mencapai sasaran yang tepat, maka peneliti membatasi penelitian ini pada
apa yang dimaksud dengan metode bimbingan mental spiritual, dan
masalah yang dibahas adalah mengenai agama para penyandang wanita
tuna susila yang kurang terarah hingga bisa terjerumus dalam lembah
hitam pelacuran/prostitusi.
13
2. Perumusan Masalah
Adapun masalah yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini
adalah rinciannya sebagai berikut:
1. Bagaimana metode bimbingan mental spiritual terhadap
penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita
Mulya Jaya Jakarta?
2. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam
keberhasilan pelaksanaan metode bimbingan mental spiritual di
Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan titik tolak dari setiap penelitian, sesuai dengan
pembatasan dan perumusan masalah yang telah dikemukakan. Pada
pokoknya penelitian ilmiah bertujuan untuk mengetahui sesuatu yang
belum diketahui.14 Maka tujuan yang ingin peneliti capai adalah:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis metode bimbingan mental
spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial
Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan
penghambat dari pelaksanaan metode bimbingan mental spiritual
di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
14
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian
kegiatan dan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
a. Untuk akademis diharapkan agar memberikan sumbangan
keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Bimbingan dan
Penyuluhan Sosial, Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Khususnya
yang berkaitan dengan “Metode Bimbingan Mental Spiritual
Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila di Panti Sosial
(PSKW) Mulya Jaya Jakarta”.
b. Untuk penelitian diharapkan dapat membantu dan memberi
masukan bagi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya
Jakarta, dalam Bimbingan Mental Spiritual Terhadap Penyandang
Masalah Tuna Susila dalam bentuk program pelaksanaan kerja
Panti.
c. Untuk prediksi diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan
referensi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pengembangan keilmuan dan
kurikulum.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa judul skripsi mahasiswa atau
mahasiswi sebelumnya yang oleh penulis jadikan sebagai tinjauan pustaka.
Namun perlu dipertegas perbedaan antara masing-masing judul dan masalah
1. Fitriyani, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2008, Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul
skripsi “Metode Bimbingan Islam Dalam Pembinaan Akhlak Anak
Yatim di Panti Asuhan Yakiin Larangan Tangerang”.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif,
sasaran yang diteliti adalah Metode Bimbingan Islam terhadap
anak-anak yatim di Panti Asuhan Yakiin Larangan Tangerang ini melakukan
dua metode yaitu metode bimbingan individual dan kelompok.
Penggunaan metode individual ini dilakukan dengan teknik wawancara
dan observasi kegiatan, sedangkan metode kelompok dilakukan
dengan metode ceramah, dialog, Tanya-jawab, dan pembagian
kelompok.
2. Ida Nurfarida, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Judul skripsi “Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di
Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambuapus Jakarta Timur”.
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif,
sasaran yang diteliti adalah anak-anak tunarungu di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Bambuapus Jakarta Timur. Dan metode agama
yang digunakan adalah metode bimbingan tauhid, metode meniru
(latihan melafalkan syahadat, sholawat, mengaji, dll), metode ceramah,
3. Hj. Holipah, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul
skripsi “Metode Bimbingan Mental Pada Jamaah Calon Haji di
Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Mathla’ul Anwar
Karawang”.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, sasaran yang
diteliti adalah Metode Bimbingan Mental pada jamaah calon haji I
kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Mathala’ul Anwar adalah
metode langsung (metode komunikasi langsung) yaitu dimana
pembimbing melakukan komunikasi langsung (tatap muka) dengan
orang yang di bimbingnya (calon jamaah haji) dalam hal ini ada dua
metode bimbingan yang terdiri dari bimbingan individual dan
bimbingan kelompok.
4. Warti Sasmiati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Judul skripsi “Metode Pembinaan Mental Narapidana Anak di
Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita Tangerang”.
Dalam penelitian skripsi ini menjelaskan bahwa metode yang
digunakan pembimbing dalam pembinaan mental spiritual bagi
narapidana anak (anak didik) juga tidak berbeda dari metode
bimbingan pada umumnya (antara teori dan praktik lapangan),
diantaranya seperti metode Group Guidance (bimbingan kelompok)
mengarahkan) dalam metode iqra (pembelajaran Al-qur’an dan hafalan
ayat-ayat Al-qur’an), wawancara, Tanya jawab, pemutaran film dan
muhasabah (introspeksi diri). Dari sekian metode yang digunakan
pembimbingan ada dua metode yang sering digunakan yakni; metode
ceramah dan metode iqra (pengajaran baca tulis Al-qur’an) karena
lebih efektif.
5. Mulia Rahmawati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Judul skripsi “Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai Melalui
Pelaksanaan Bina Mental dan Spiritual di Kantor Pemerintah Daerah
Kabupaten Tangerang”.
Dalam skripsi ini adapun tujuan dari penelitian ini adalah
pembinaan mental yang dilaksanakan oleh BINTAL (Bina Mental dan
Spiritual). Jadi, pengarug terhadap peningkatan kinerja pegawai.
Karena dengan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan dapat
menumbuhkan semangat untuk terus mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Dari hasil pembinaan yang dilakukan oleh BINTAL, manfaat
yang dirasakan oleh para pegawai dalam hal bekerja adalah dapat
meningkatkan disiplin kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja
pegawai; bekerja menjadi lebih semangat dan hasil pekerjaan menjadi
lebih maksimal, begitu juga dalam hal ibadah menjadi semakin rajin
Dari kelima penelitian di atas yang membedakan dengan penelitian ini
adalah metode yang ada di setiap lembaga yang ada di setiap lembaga
tersebut. Metode yang digunakan harus menyesuaikan dengan objek dan
sasaran, agar bimbingan mental spiritual dapat tersampaikan dengan baik dan
bisa diterima objeknya.
Metode bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan di Panti Sosial
Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, adalah dengan metode
ceramah/klasikal, Tanya jawab, diskusi kelompok, taddabur alam, bimbingan
individu atau kelompok (curhat), renungan suci/refleksi diri, praktik/latihan,
game/kuis. Kegiatan bimbingan mental spiritual ini wajib diikuti oleh TS
(sebutan untuk wanita tuna susila) yang ada di PSKW Mulya Jaya ini. Dalam
kegiatan ini Panti telah menyediakan seorang penyuluh agama (mental
spiritual), penyuluh sosial, seorang ustadz dan pegawai rehabilitasi sosial yang
berkompeten dalam bidang kerohanian. Dari hasil bimbingan mental
diharapkan TS bisa menjadi pribadi muslimah yang lebih baik, lebih bisa
menghargai diri mereka, menjadi wanita yang mempunyai
keterampilan/pekerjaan yang positif, memiliki tujuan hidup yang jelas dengan
memegang teguh dan menjalankan agama Allah, menjalankan dan
menterapkan ajaran agama yang diterima dan didapat di panti, dapat menjadi
manusia yang bermanfaat baik untuk orang lain.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini secara sistematika penulis
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis yang terdiri dari pengertian metode, pengertian bimbingan, pengertian mental spiritual, pengertian penyandang
masalah tuna susila, penyebab timbulnya pelacuran, Akibat-akibat pelacuran,
penanggulangan pelacuran atau prostitusi.
BAB III : Metodologi Penelitian yang terdiri dari, Lokasi dan jadwal penelitian, subjek dan objek penelitian, model penelitian, teknik pengambilan
data, sumber data, fokus amatan penelitian, teknik pemilihan informan, asumsi
peneliti, teknik analisa data, teknik pemeriksaan data.
BAB IV : Analisis Temuan Lapangan yang terdiri dari gambaran umum panti sosial karya wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, menguraikan analisa
hasil penelitian mengenai tahapan rehabilitasi “Metode Bimbingan Mental
Spiritual Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila di Panti Sosial Karya
Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta”.
BAB V : Penutup dalam penutup ini penulis akan memberikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan, serta saran mengenai tujuan dan
manfaat yang diharapkan dapat di ambil manfaat dalam penulisan karya
14
TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Metode Bimbingan
1. Pengertian Metode
Metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur
dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dengan ilmu pengetahuan,
dsb).1
Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari
penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” berarti “jalan”.
Bila digabungkan maka metode bisa diartikan “jalan yang harus dilalui”.
Dalam pengertian yang lebih luas, metode bisa diartikan sebagai “segala
sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan”.2
2. Pengertian Bimbingan
Bimbingan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah petunjuk,
penjelasan, atau tuntunan cara mengerjakan sesuatu.3
Secara etimologi, kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris “guidance” yang berarti: “menunjukkan, memberi jalan, menuntun,
membimbing, membantu, mengarahkan, pedoman dan petunjuk.”. Kata dasar
atau kata kerja dari “guidance” adalah “to guide”, yang artinya
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1994), Cet. Ke-2, h. 580
2
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 120
3
“menunjukkan, menuntun, mempedomani, menjadi penunjuk jalan, dan
mengemudikan”. Dan yang paling umum digunakan adalah pengertian
“memberikan bimbingan, bantuan, dan arahan”.4
Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976) mengemukakan;
“Guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and specialized staff services by which each individual can developed to the fullest of his abilities and capacities in term of the democratic idea”.5
Secara terminologi, bimbingan adalah usaha membantu orang lain
dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang dimilikinya.
Sehingga dengan potensi itu, ia akan memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan cara
memahami dirinya, maupun mengambil keputusan untuk hidupnya, maka
dengan itu ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna dan
bermanfaat untuk masa kini dan masa yang akan datang.6
Adapun definisi bimbingan berikut ini akan di kutipkan dan yang
sudah dirumuskan para ahli, yaitu:
a. Menurut Crow and Crow, bimbingan adalah “bantuan yang
diberikan oleh seseorang, yang memiliki kepribadian baik dan
pendidikan yang memadai kepada seseorang individu dari setiap
usia, untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan
hidupnya sendiri, dan memikul bebannya sendiri”.
4
Prof. H. M. Arifin. M. Ed, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Golden Terayon Press, Cet, Ke-5 1994). h. 1
5
Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan
Konseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, h. 6
6
b. Stoops mengatakan bahwa bimbingan adalah “suatu proses yang
berlangsung terus menerus dalam hal membantu individu dalam
perkembangannya untuk mencapai kemampuan secara maksimal,
dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi dirinya,
orang lain maupun masyarakat di sekitarnya”.
c. Menurut Miller, bimbingan adalah “bantuan terhadap individu
untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri secara maksimal
kepada keluarga dan masyarakat”.7
Adapun tujuan dari bimbingan adalah agar individu yang bersangkutan
dapat:
1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir
serta kehidupannya dimasa yang akan datang.
2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya,
seoptimal mungkin.
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan
masyarakat, serta lingkungan kerjanya.
4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi,
penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun
lingkungan kerja.8
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, seseorang harus mendapat
kesempatan untuk, mengenal dan memahami potensi,kekuatan dan tugas
7
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 6-7
8
perkembangannya, mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada
dilingkungannya, serta menentukan rencana tujuan hidupnya.9
Adapun fungsi bimbingan adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman, yaitu membantu individu mengembangkan potensi dirinya secara optimal.
b. Prefentif, mencegah anak didiknya agar tidak melakukan perbuatan yang bisa merugikan dan membahayakan dirinya.
c. Pengembangan, menciptakan situasi belajar yang kondusif dan mem-fasilitasi perkembangan anak didiknya.
d. Perbaikan/Penyembuhan, memberikan bantuan pada anak didik yang sedang mengalami masalah, yang berkaitan dengan
pribadinya, sosial, belajar maupun karirnya.
e. Penyaluran, membantu anak didik agar mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan kemampuan pada bidang dan keahlian yang
dimilikinya.
f. Adaptasi, membantu anak didiknya agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, orang lain, tempat pendidikannya dan dimana
ia tinggal.
g. Penyesuaian, membantu anak didik agar dapat menyesuaikan diri dimanapun ia tinggal dan berada.10
9
Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan
Konseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, h. 13
10
Makna bimbingan dalam penelitian ini adalah upaya dalam
memberikan bantuan kepada seseorang atau kelompok khususnya penyandang
masalah tuna susila yang memiliki masalah dalam hidupnya dan membantu
dalam perkembangannya untuk mencapai kemampuan secara maksimal,
dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi dirinya, agamanya
dan orang lain maupun masyarakat di sekitarnya.
Metode-metode yang biasa digunakan dalam bimbingan adalah
sebagai berikut:
1. Wawancara, cara atau teknik yang digunakan untuk mengetahui mengenai fakta-fakta mental atau kejiwaan (psikis) yang ada pada
diri yang dibimbing.
2. Observasi, cara atau teknik yang digunakan untuk mengamati secara langsung sikap dan perilaku yang tampak pada saat-saat
tertentu, yang muncul sebagai pengaruh dari kondisi mental atau
kejiwaannya.
3. Tes (Kuisioner), merupakan serangkaian pertanyaan yang disiapkan beberapa alternative jawaban pilihan. Metode ini untuk
mengetahui fakta dan fenomena kejiwaan yang tidak bisa diperoleh
melalui wawancara dan observasi.
4. Bimbingan Kelompok (Group Guidance), teknik bimbingan yang digunakan melalui kegiatan bersama (kelompok), seperti; kegiatan
5. Psikoanalisis (Analisa Kejiwaan), teknik yang digunakan untuk memberikan penilaian terhadap peristiwa dan pengalaman
kejiwaan yang pernah dialami anak bimbingan. Misalnya, perasaan
takut, tertekan.
6. Non Directif (Teknik Tidak Mengarahkan), dalam teknik ini yakni mengaktifkan anak bimbing dalam mengungkapkan dan
memecahkan masalah dirinya.
7. Direktif (Bersifat Mengarahkan), teknik ini dapat digunakan bagi anak bimbingan dalam proses belajar.
8. Rasional-Emotif, bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi pikiran-pikiran yang tidak logis yang disebabkan dorongan emosi
yang tidak stabil.
9. Bimbingan Klinikal, yaitu dengan berorientasi pada kemampuan personal secara keseluruhan baik jasmani maupun rohani.11
Metode yang telah di uraikan di atas, maka secara khusus dalam
metode bimbingan atau pendekatan islami (mental spiritual) yang biasa
digunakan adalah metode “bil-hikmah, bil mujadalah, bil mauidzah”.
a. Metode “bil-hikmah”, metode ini digunakan dalam menghadapi
orang-orang terpelajar, intelek, dan memiliki tingkat rasional yang
tinggi, yang kurang yakin akan kebenaran ajaran agama.
11
b. Metode “bil-mujadalah”, perdebatan yang digunakan untuk
menunjukkan dan membuktikan kebenaran ajaran agama, dengan
menggunakan dalil-dalil Allah yang rasional.
c. Metode “bil-mauidzah”, dengan menunjukkan contoh yang benar
dan tepat, agar yang dibimbing dapat mengikuti dan menangkap
dari apa yang diterimanya secara logika dan penjelasan akan teori
yang masih baku.
d. Metode “ceramah”.
e. Metode “Diskusi (Tanya-Jawab)”.
f. Metode “Persuasif”, adalah mengajak dan mengarahkan peserta
bimbingan kearah positif.
g. Metode atau Teknik “Lisan dan Tulisan”.
h. Metode “Hati (Dengan Doa dan Zikrullah)”.12
Dari pengertian metode dan bimbingan serta macam-macam metode
bimbingan di atas, menggambarkan penelitian ini memiliki variable-variabel
dari karakteristik sistem yang ditinjau, penelitian ini bertujuan menampilkan
metode dari pelaksanaan bimbingan mental spiritual di panti sosial yang
memang telah mempunyai variasi dan karakteristik tersendiri dalam
bimbingan mental spiritualnya. Dari metode bimbingan di atas maka akan
menghasilkan salah satu metode yang tertera di atas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini diantara metode
bimbingan yang tertera di atas adalah metode ceramah, metode diskusi
12
jawab, metode persuasif, dan metode hati dengan doa dan zikrullah, yang
paling sering digunakan dalam penelitian ini yang sesuai dalam buku panduan
bimbingan mental spiritual di PSKW Mulya Jaya Jakarta. Alasan mengapa
metode ini digunakan karena lebih efektif dan mudah dipahami untuk
diberikan kepada penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya
Wanita Jakarta. Karena dilihat dari latar belakang pendidikan mereka yang
masih tergolong rendah, dan dengan adanya metode bimbingan mental
spiritual yang efektif maka akan memudahkan mereka dalam menagkap dan
memahami materi dengan mudah pula.13
B. Pengertian Mental Spiritual 1. Pengertian Mental
Mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu
hal yang berhubungan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat
tenaga.14
Menurut Notosoedirjo dan Latipun, Kata mental diambil dari bahasa
Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya
psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknai sebagai
kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan
adanya usaha peningkatan.15
13
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
14
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet, Ke-1, Edisi Tiga, h. 733.
15
Mental itu adalah cara berfikir dan berperasaan berdasarkan nurani
petunjuk yang berasal dari Agama, petunjuk atau pedoman hidup.16
Dalam istilah lain H.M Arifin menyatakan bahwa, “arti mental adalah
sesuatu kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh
pancaindra tentang wujud dan zatnya, melainkan yang tampak adalah hanya
gejalanya saja dan gejala inilah yang mungkin dapat dijadikan sasaran
penyediaan ilmu jiwa atau lainnya.17
Menurut Sigmund Freud, seorang bapak psikolog dari aliran
Psikoanalisa, kejiwaan seseorang terstruktur atas tiga sistem pokok, yaitu:
1. Id (das es) adalah sistem kepribadian biologis yang asli, berisikan
sesuatu yang telah ada sejak lahir. Ia merupakan reservoir energi
psikis yang menyediakan seluruh daya untuk sistem ego dan super
ego. Freud menyebut id dengan the true psychic reality (kenyataan
psikis yang sebenarnya), karena id mempresentasikan dunia batin
pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif.
Prinsip kerjanya adalah serba merngejar kenikmatan (pleasure
principle) yang cenderung bersifat rasional, primitif, impulsif, dan
agresif. Untuk menghindari ketidaknikmatan maka id mempunyai
dua cara: pertama, refleks, yaitu reaksi-reaksi otomatis dalam
tubuh, misalnya bersin, berkedip, dan sebagainya; kedua, proses
primer, yaitu reaksi psikologis yang menghentikan tegangan
melalui hayalan, seperti orang lapar membayangkan makanan.
16
(Diakses pada tanggal 09 Maret 2011). 17
2. Ego (das ich) adalah aspek psikologis kepribadian yang timbul
karena kebutuhan organisme memerlukan transaksi dengan
kenyataan objektif. Ego mengikuti prinsip kenyataan (reality
principle) yang bersifat rasional logis dan reaksinya menurut
proses skunder. Tujuan prinsip ini adalah mencegah terjadinya
ketegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk
pemuasan kebutuhan. Ego disebut eksekutif kepribadian, karena ia
mengontrol tindakan, memilih lingkungan untuk memberi respon,
memuaskan insting yang dikehendaki dan berperan
sebagai arbitrator atau pengendali konflik antara id dan super ego.
3. Super ego (das ueber ich) adalah aspek-aspek sosiologis
kepribadian yang mengintegrasikan nilai-nilai moral dan cita-cita
luhur. Ia mencerminkan yang ideal bukan riil, mengejar
kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatian utamanya adalah
membedakan yang benar dan yang salah dan memilih yang benar.
Timbulnya super ego ini bersumber dari suara
hati (conscience) sehingga fungsinya: merintangi impuls-impuls
seksual dan agresif yang aktualisasinya sangat ditentang
masyarakat, mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang
moralitas daripada realistic, mengejar kesempurnaan. Jadi super
dunia menurut gambarannya sendiri yang tidak rasional bahkan
menunda dan merintangi pemuasan insting.18
Dalam khasanah Islam nafs sendiri banyak pengertian: jiwa (soul),
nyawa, ruh, konasi yang berdaya syahwat dan ghadhab, kepribadian, dan
substansi psikofisik manusia. Namun maksud bahasan ini adalah pengertian
terakhir, dimana nafs memiliki natur gabungan jasadi-ruhani (psikofisik).19
M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky mengatakan bahwa, Apabila hamba
Allah telah berhasil melakukan pendidikan dan pelatihan penyehatan,
pengembangan dan pemberdayaan jiwa (mental), seperti yang ditulis maka ia
akan dapat mencapai tingkat kejiwaan atau mental yang sempurna, yaitu akan
tersingkap;
1. Kesempurnaan Jiwa, yaitu integritasnya jiwa muthmainnah (yang tentram), jiwa radhiyah (jiwa yang meridhai), dan jiwa
yang mardhiyah (yang diridhai) sehingga memiliki stabilitas
emosional yang tinggi dan tidak mudah mengalami stress, depresi
dan frustasi. Jiwa ini selalu akan mengajak pada fitrah Ilahiyah
Tuhannya. Indikasi hadirnya jiwa ini akan terlihat pada prilaku,
sikap dan gerak-geriknya yang tenang, tidak tergesa-gesa, penuh
pertimbangan dan perhitungan yang matang, tepat dan benar, tidak
terburu-buru untuk bersikap apriori dan berprasangka negatif.
Jiwa radhiyah akan mendorong diri bersikap lapang dada,
18
Hall, Calvin S. and Gardner Lindzey, Teori-teori Holistik Organismik Fenomenologi, (Terjemahan: Yustinus, judul asli,”Theories of Personality”, Yogyakarta: Kanisius, 1993).
19
tawakkal, tulus ikhlas dan sabar dalm mengaplikasikan perintah
Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya dan meneima dengan
lapang dada segala ujian dan cobaan yang datang dalam hidup dan
kehidupannya, dalam artian hampir-hampir tidak pernah mengeluh,
merasa susah, sedih dan takut menjalani kehidupan ini.20 Allah
berfirman:
!"#$ %
&
Artinya: 62. Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. 63. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. 64. bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.21
Sedangkan jiwa mardhiyah adalah jiwa yang telah memperoleh title
dan gelar kehormatan dari Allah. Sehingga keimanan,
keislaman,dan keihsanannya tidak akan pernah mengalami erosi, dekadensi
dan distorsi. Dalam hal ini diberikan otoritas penuh kepada jiwa untuk
berbuat, berkarya dan beribadah di dalam ruang dan waktu Tuhannnya yang
terlepas dari jangkauan makhluk.22 Allah berfirman:
20
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2.
21
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Yunus:62-64, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 316
22
' ! dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, 30. masuklah ke dalam syurga-Ku.23
2. Kecerdasan Uluhiyah, yaitu kemampuan fitrah seseorang hamba yang shalih untuk melakukan interaksi vertikal dengan Tuhannya;
kemampuan mentaati segala apa yang telah diperintahkan dan
menjauhi diri dari apa yang dilarang dan dimurkai-Nya serta tabah
terhadap ujian dan cobaan-Nya. Sehingga dengan kecerdasan ini
akan terhindar dari sikap menyekutukan Allah (syirik), sikap
menganggap remeh hukum-hukum-Nya atau sikap menunda-nunda
diri untuk melakukan kebaikan dan kebenaran (fasiq), sikap suka
melanggar hukum Allah (zhalim), sikap mendua
dihadapan-Nya (nifaq), dan sikap suka mengingkari atau mendustakan
ayat-ayat-Nya (kufur). Kedekatan Allah akan membuat hamba-Nya
menyaksikan kebesaran dan kesucian-Nya (ihsan) dengan interaksi
vertikal yang bersifat transendental, empirik dan hidup, bukan
spekulasi dan ilusi.24 Allah berfirman:
4!)56
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al-Fajr:27-30,(Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 1059
24
Artinya: dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.25
Jadi, kecerdasan uluhiyah adalah kesempurnaan fitrah yang dimiliki
oleh seorang hamba yang shalih, sehingga dapat merasakan kehadiran Allah
dalam setiap aktifitasnya, merasakan bekasan-bekasan pengingkaran,
kedurhakaan dan dosa, dan mampu mengalami mukasyafah akal
fikiran, qalb dan inderawi.
3. Kecerdasan Rububiyah, yaitu kemampuan fithrah seorang hamba yang shalih dalam hal: memelihara dan menjaga diri dari hal-hal
yang dapat menghancurkan kehidupanya, mendidik diri agar
menjadi hamba yang pandai menemukan hakekat citra diri dengan
kekuatan ilmu, membimbing diri secara totalitas patuh dan tunduk
kepada Allah serta dapat memberikan kerahmatan pada diri dan
lingkungannya (“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka…”).26 Menyembuhkan
dan menyucikan diri dari penyakit dan gangguan yang dapat
melemahkan bahkan menghancurkan potensi jiwa, akal fikiran,
qalbu dan inderawi di dalam menangkap dan memahami
kebenaran-kebenaran hakiki dengan melakukan pertaubatan dan
perbaikan diri seutuhnya.27 Allah berfirman:
25
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Qaf :16, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 852
26
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat At-Tahrim: 6, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 951
27
= . )>
Artinya; mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, Padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. dan adalah Allah Maha meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.28
Dengan demikian indikasi seseorang yang telah memperoleh
kecerdasan rububiyah biasanya ia memiliki kekuatan, kewibawaan dan
otoritas yang sangat kuat dalam hal menanamkan nilai-nilai kebaikan dan
kebenaran, mempengaruhi dan mengajak untuk melakukan perbaikan dan
perubahan yang positif pada prilakum sikap dan penampilan yang tulus dan
lapang dada tanpa adanya paksaan dan tekanan baik kepada dirinya atau orang
lain dan lingkungannya; memberikan penyembuhan terhadap penyakit, baik
penyakit yang bersifat psikologis, spiritual, moral ataupun fisik; dan
memberikan perawatan terhadap kualitas keimanan, keislaman, keihsanan
baik terhadap diri maupun lingkungan sekitarnya.
4. Kecerdasan Ubudiyah, yitu kemampuan fitrah seseorang yang shalih dalam mengaplikasikan ibadah dengan tulus tanpa merasa
terpaksa dan dipaksa, akan tetapi menjadikan ibadah sebagai
kebutuhan yang sangat primer dam merupakan makanan bagi
ruhani dan jiwanya. Firman Allah:
28
! %
Artinya: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah”.29
Jadi kecerdasan ubudiyah suatu anugerah dari Allah swt berupa
kemampuan dan skill mengaplikasikan sikap penghambaan sangat tulus dan
otomatis, baik dalam keadaan sendiri maupun jamaah, baik secara
terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, baik secara vertikal atau horisontal, baik
dalam kondisi bagaimanapun, dimanapun dan kapanpun.
5. Kecerdasan Khuluqiyah, ialah kemampuan fitrah seseorang yang shalih dalam berperilaku, bersikap dan berpenampilan terpuji.
Dalam hal ini terintegrasi dalam akhlak yang baik. Suatu perbuatan
atau prilaku dapat dikatakan sebagai akhlak apabila memenuhi dua
syarat, yaitu; perbuatan dilakukan dengan berulang-ulang. Apabila
perbuatan hanya dilakukan sesekali saja, maka perbuatan itu tidak
dapat dikatakan sebagai akhlak, perbuatan timbul dengan mudah
tanpa dipikirkan atau diteliti lebih dalam sehingga ia benar-benar
merupakan suatu kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul karena
terpaksa atau setelah dipikirkan atau dipertimbangkan secara
matang, tidaklah disebut akhlak. Karena akhlak Islamiyah
mempunyai ciri yaitu kebaikannya bersifat mutlak (khairiyah
29
muthlaqah), kebaikannya bersifat menyeluruh (as-salahiyyah
al-‘ammah), tetap, langgeng dan mantap, kewajiban yang harus
dipatuhi (al-ilzam al-mustajab), dan pengawasan menyeluruh
(ar-raqabah al-muhithah).30 Firman Allah:
.(
Artinya: “Sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak (budi
pekerti) yang agung”.31
Dengan demikian, atas tersingkapnya karakter lima kecerdasan
sebagaimana disebutkan di atas, merupakan pengejawantahan dari wujud
kesehatan mental sebagai solusi pengembangan qalbiah itu sendiri. Adapun
bentuknya terefleksikan dari struktur kepribadian. Jika struktur dalam kendali
kalbu, maka komponen nafsani manusia memiliki potensi positif, yang apabila
dikembangkan secara maksimal akan mendatangkan kecerdasan yang
teraktualisasikan sebagai kecerdasan qalbiyah yang meliputi: kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan moral, kecerdasan spiritual, dan
kecerdasan beragama. Dari sini insyaallah potensi manusia dalam
aktualisasinya sebagai khalifah fil ardy akan mewujudkan sosok insan
kamil yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin.32
Keterkaitan penjelasan di atas dengan penelitian ini yang membahas
tentang makna mental dan spiritual adalah seseorang dikatakan telah berhasil
30
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2.
31
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al- Qalam: 4, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 960
32
melakukan kesempurnaan pemberdayaan mental spiritualnya apabila yaitu
(jiwa mereka tentram dan diridhoi Allah, yang jauh dari kategori prasangka
buruk, senantiasa menjaga kestabilan emosinya, sehingga dengan adanya sifat
itu dalam dirinya maka dapat mendorong manusia agar bersikap lapang dada,
tawakkal, tulus dan ikhlas Lillahi Ta’ala.). Sedangkan dengan adanya
kecerdasan ulluhiyyah, kecerdasan rubbubiyah, kecerdasan ubudiyah, dan
kecerdasan khuluqiyah maka seseorang akan menggunakan fitrah akal mereka
serta mengaplikasikannya dengan kegiatan spiritual yaitu dengan beribadah
kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta
senantiasa dapat menjaga diri mereka dari hal-hal yang dapat menghancurkan
dirinya, dan selalu menjalankan ibadah dengan ikhlas tanpa adanya paksaan,
sehingga dari semua sikap tersebut jika ada dalam diri manusia yang
sempurna mental dan spiritual mereka maka senantiasa mereka akan selalu
berprilaku terpuji.
2. Pengertian Spiritual
Spiritual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan, “rohani,
batin, mental, moral.33
Sementara itu Mimi Doe & Marsha Walch mengungkapkan bahwa
“spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa
memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan
mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri
kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau
33
apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita. Spiritual juga
berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral”.34
Teori yang menyatakan bahwa sumber kejiwaan atau spitual adalah
satu kesatuan dengan agama, timbul beberapa pendapat yang di kemukakan
para ahli yaitu:
1. Thomas Van Aquino; mgatakan bahwa sumber kejiwaan agama
(spiritual) itu, ialah berpikiren. Manusia ber-Tuhan karena manusia
menggunakan kemampuan berpikirnya.
2. Fredrick Schleimacher; mengatakan bahwa yang menjadi sumber
keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of
depend).
3. Rudolf Otto; berpendapat bahwa sumber kejiwaan agama
(spiritual) adalah rasa kagum yang berasal dari “The Wholly
Others” (yang sama sekali lain). 35
W. H. Thomas mengemukakan pendapatnya melalui teori “The Four
Wishes”, “bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama (spiritual) adalah
enam macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia yaitu:
a. Keinginan untuk keselamatan (security)
b. Keinginan untuk mendapat penghargaan (recognition)
c. Keinginan untuk ditanggapi (response)
34
Tulisan oleh Arya Utama (dikutip dari teori mimi Doe & Marsha Walch, di akses dari, . Pada tanggal 19 Maret 2011.
35
d. Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new
experience).36
Bimbingan spiritual diartikan oleh Yusuf, sebagai; proses pemberian
bantuan kepada individu agar memiliki kemampuan untuk mengambangkan
fitrahnya sebagai mahluk beragama (homo religions), berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan mengatasi masalah-masalah
kehidupan melalui pemahaman, keyakinan, dan praktik-praktik ibadah ritual
agama yang dianutnya. Selanjutnya, tujuan umum bimbingan spiritual adalah
memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan individu untuk mengembangkan
kesadaran spiritualitasnya dalam mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya. Dengan demikian, konseling dapat mencapai kehidupan yang
bermakna. Kesadaran spiritual konseling yang baik diyakini akan berpengaruh
secara positif dan fungsional terhadap aspek-aspek kehidupan pribadi
lainnya.37
Noor berpendapat bahwa; tujuan utama intervensi spiritual
(kerohanian/agama) dalam bimbingan adalah untuk meningkatkan proses
penyesuaian dan pertumbuhan spiritual bimbingan. Hal ini terjadi karena
bimbingan yang sehat spiritualnya akan dapat berfungsi secara efektif dalam
kehidupannya. Kategori intervensi tersebut meliputi aspek kognitif, afektif,
tingkah laku, dan interpersonal dengan Sang Pencipta.38
36
Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulis, h. 29. 37
(Dikutip dari tulisan Noor pada tahun 2006 dan Yusuf pada tahun 2007, mengenai mental-spiritual, mengenai pertolongan bagi pemulihan pecandu NAZA), di akses dari Alamat Web;. (Pada tanggal: 20 April 2011).
38
Jadi mental spiritual adalah cara manusia berfikir dan berperasaan
dengan menggunakan nurani dan menyatukan antara jasmani dengan rohani,
dengan petunjuk agama sebagai pedoman hidupnya.
Dengan demikian metode bimbingan mental spiritual adalah cara atau
teknik yang digunakan pada serangkaian kegiatan atau tuntunan untuk dapat
memahami diri sendiri dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan dan didukung dengan
pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah,
demi terwujudnya kebahagiaan didunia dan kebahagiaan di akhirat kelak.
C. Penyandang Masalah Tuna Susila 1. Pengertian Tuna Susila
Tuna susila atau tindak susila itu diartikan sebagai kurang beradab
karena keroyalan relasi seksualnya dalam bentuk penyerahan diri pada banyak
laki-laki untuk pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang
bagi pelayanannya. Tuna susila juga bisa diartikan sebagai salah satu tingkah,
tidak susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila.39
Peraturan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya Tahun 1967,
mengenai penanggulangan masalah pelacuran, menyatakan sebagai berikut:
“Wanita Tuna Susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di luar pernikahan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak”.40
Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-situere atau pro-stauree, yang
berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan percabulan dan
39
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 207
40
pergendakan. Sedangkan prostitue adalah pelacur atau sundal. Biasa dikenal
dengan istilah WTS (Wanita Tuna Susila).41
Peraturan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, menyatakan
tentang pelacur sebagai berikut:
“Pelacur, selanjutnya disingkat “P”, adalah mereka yang biasa melakukan hubungan kelamin diluar pernikahan yang sah.42
Kedua peraturan di atas menekankan masalah hubungan kelamin di
luar pernikahan, baik dengan mendapat imbalan pembayaran maupun tidak.
Sedang Pasal 296 KUHP mengenai prostitusi tersebut menyatakan
sebagai berikut:
“Barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya, dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah”.43
Profesor W.A. Bonger dalam tulisannya Maatscchappellijke Oorzaken
der Prostitutie menulis definisi sebagai berikut:
“Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri dan melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencarian”.44
2. Penyebab Timbulnya Pelacuran
Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain
sebagai berikut:
41
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 42
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 43
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 44
a. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak
ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks
sebelum pernikahan atau di luar pernikahan. Yang dilarang dan
diancam dengan hukuman ialah: praktik germo (Pasal 296 KUHP)
dan mucikari (Pasal 506 KUHP). KUHP 506: Barang siapa yang
sebagai mucikari mengambil untung dari perbuatan cabul seorang
perempuan, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya
satu tahun. Namun dalam praktik sehari-hari, pekerjaan sebagai
mucikari itu selalu ditoleransi, secara inkonvensional dianggap sah
ataupun dijadikan sumber pendapatan dan pemerasan yang tidak
resmi.
b. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan
kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan perkawinan.
c. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun
germo-germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan
seks. Jadi, seks dijadikan alat yang jamak guna (multipurpose)
untuk tujuan-tujuan komersialisasi diluar perkawinan.
d. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan
pada saat orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan ada pemutar
balikan nilai-nilai pernikahan sejati.
e. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum
f. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya
mengeksploitasi kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.
g. Ekonomi laissez-faire menyebabkan timbulnya system harga
berdasarkan hukum “jual dan permintaan”, yang diterapkan pula
dalam relasi seks.
h. Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri
yang sangat cepat dan menyerap banyak tenaga buruh serta
pegawai pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar
untuk mendapatkan kesempatan kerja terkecuali menjadi wanita
P/panggilan bagi anak-anak gadis.45
3. Akibat-akibat Pelacuran
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran ialah sebagai
berikut:
a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit.
b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, suami-suami yang
tergoda pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala
keluarga.
c. Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada
lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber
dan adolensi.
d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan
narkotika (ganja, morfin, heroin dll.)
45
e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hokum dan agama. Terutama
menggoyahkan norma perkawinan, sehingga menyimpang dari adat
kebiasaan, norma hukum, dan agama.
f. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain.
g. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya;
impotensi, ejakulasi premature, satiriasis dll.46
4. Penanggulangan Pelacuran atau Prostitusi
Prostitusi sebagai masalah sosial sejak sejarah kehidupan manusia
sampai sekarang dan selalu ada pada setiap tingkatan peradaban, perlu
ditanggulangi dengan penuh kesungguhan. Usaha ini sangat sukar melalui
proses dan waktu yang panjang, dan memerlukan pembiayaan yang besar.47
Pada garis besarnya, usaha untuk mengatasi masalah tuna susila ini dapat
dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Usaha yang bersifat preventif. Usaha yang bersifat prefentif
diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya
pelacuran. Usaha ini antara lain berupa;
1. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau
pengaturan penyelenggaraan pelacuran;
2. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian,
untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius, dan
norma kesusilaan;
46
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, h. 242-244
47