• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode bimbingan mental spritual terhadap penyandang masalah tuna susila di panti sosial karyawan wanita (PSKW) mulya jaya Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode bimbingan mental spritual terhadap penyandang masalah tuna susila di panti sosial karyawan wanita (PSKW) mulya jaya Jakarta"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA

(PSKW) MULYA JAYA

JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Disusun Oleh: RIANA AMELIA NIM: 107052002746

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA

(PSKW) MULYA JAYA

JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh : RIANA AMELIA NIM: 107052002746

Dibawah Bimbingan

Dra. Hj. Elidar Husein, MA NIP. 194511251971062001

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN

SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

Skripsi yang berjudul METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA PSKW MULYA JAYA JAKARTA. Telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari senin, 13 Juni

2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar

Sarjana Program Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Bimbingan

dan Penyuluhan Islam.

Ciputat, 13 Juni 2011

Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. H. Mahmud Jalal, M.A Drs. Sugiharto, MA

NIP. 195204221981031002 NIP.196608061996031001 Anggota,

Penguji I Penguji II

Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si

NIP. 196104221990032001 NIP.196906071995032003

Pembimbing

Dra. Hj. Elidar Husein, MA

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) di

Universitas Islam Negeri Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya,

atau merupakan plagiat dari karya ilmiah orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 13 Juni 2011

(5)

i

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah

SWT, karena hanya dengan kasih sayang-Nya kita dapat menikmati indahnya

kehidupan di dunia ini, dan semoga kasih sayang-Nya tetap menyertai kita di

kehidupan mendatang amin. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah

limpahkan kepada baginda Rasulullah SAW, sebagai sauri tauladan kita menuju

jalan yang Allah ridhoi.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kategori

sempurna, sekalipun penulis telah berusaha untuk melakukan yang terbaik, namun

pasti masih ada kekurangan dan kelemahan baik dari segi isi atau teknik

penyusunannya. Dengan demikian, penulis membuka diri untuk menerima

masukan dan kritik yang konstruktif demi perbaikan skripsi dan diri penulis

sendiri sebagai bahan evaluasi dan introspeksi diri sekarang dan dimasa yang

akan datang.

Sejujurnya penulis akui, bahwa ketika akan menentukan tema skripsi ini

penulis sempat mengalami kebingungan, harus menambil tema apa, dan lokasinya

dimana/ lembaga yang akan diteliti. Selanjutnya jawaban itu terungkap dengan

berusaha banyak membaca skripsi-skripsi dan sumber-sumber lainnya. Kemudian,

pada tahap penyusunan terus melanda, sebab harus terjadi pergantian-pergantian

fokus penelitian. Pergantian-pergantian tersebut karena kendala-kendala yang ada

(6)

bertanya pada banyak dosen terutama pada pembimbing untuk mendapatkan

masukan, maka akhirnya penulis mendapat solusi.

Berkat keridhoan Allah SWT sematalah akhirnya penyusunan skripsi ini

dapat diselesaikan. Serta tak lupa penulis menyampaikan ungkapan terima kasih

kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi arahan, konstribusi

terhadap penyusunan karya ilmiah ini.

Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan

terima kasih kepada;

1. Drs. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Sugiharto, MA. Selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

4. Dra. Hj. Elidar Husein, MA. Sebagai Dosen Pembimbing yang dengan

sabar membimbing penulis dan memberi masukan-masukan yang sangat

berarti dan bermanfaat, yang mana telah meluangkan waktunya untuk

membimbing saya dirumah beliau, serta delalu memberikan motivasi yang

tinggi kepada penulis sehingga dapat terselesaikan skripsi ini.

5. Drs. M. Luthfi, MA. Sebagai Dosen Penasehat Akademik, Jurusan

(7)

6. Hj. Asriati Jamil, M. Hum, Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si, Drs. H.

Mahmud Jalal, MA, selaku ketua dan penguji 1 dan penguji 2 dalam

sidang munaqosyah.

7. Keluarga tercinta di Jakarta-Pamulang, mamah dan bapak atas support dan

doa beliau yang telah mendukung secara materi maupun non materi, yang

tidak henti-hentinya kalian mencari nafkah siang malam untuk kelancaran

kuliah, serta doa siang malam yang tiada henti untuk anakmu ini, sehingga

akhirnya ananda dapat menyelesaikan karya ilmiah pada semester akhir

ini. Tiada kata yang pantas ananda ucapkan pada kalian kedua orang tuaku

selain ucapan terima kasih banyak, karena kasih sayang kalian kepada

ananda yang tidak akan pernah dibalas meskipun dengan materi.

8. Drs. Abdul Rahman, S.Sos.I. Sebagai pembimbing penulis di PSKW

Mulya Jaya Jakarta, yang bersedia ditemui kapan saja, meluangkan

waktunya untuk membimbing penulis, serta bersedia di wawancarai.

9. Achmad Afandy, S.Sos.I selaku penyuluh agama islam di PSKW Mulya

Jaya Jakarta, yang sedia di wawancarai dan meluangkan waktunya.

10.Ibu Narojah selaku pengasuh WTS/Traficking di PSKW Mulya Jaya

Jakarta, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk di wawancarai.

11.Ibu Sri Gantini selaku Ketua Seksi Rehsos di PSKW Mulya Jaya Jakarta,

yang mana telah mengizinkan saya untuk meneliti dan memberikan

disposisi sebelum meneliti.

12.Bambang Sulistiono, S. ST, Seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial), di PSKW

(8)

13.Drs. Susanto Asbudi, Koordinator PEKSOS (pekerja sosial), di PSKW

Mulya Jaya Jakarta.

14.Mbak M, N.I, LH, N, E.RN. Sebagai anggota bimbingan mental spiritual

yang bersedia meluangkan waktunya untuk di wawancarai.

15.Kepada teman-temanku satu angkatan di BPI 8 angkatan 2007, teman

seperjuangan yang telah bersama-sama mengajukan judul, dan saling

memberi masukan.

16.Kepada Dinnur Mustika yang selalu memberikan motivasi dan semangat

untuk rajin ke PSKW untuk penelitian karya ilmiah ini agar cepat

terselesaikan, dan selalu mengingatkan ketika saya malas agar tetap

semangat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, makasih untuk semua

dukungan dan doa’nya.

Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya, penulis

mengucapkan terima kasih. Semoga kebaikan kalian diridhoi Allah dan mendapat

pahala dari-Nya.

Sebagai kata terakhir, penulis hanya dapat berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis dan juga bagi para pembaca pada umumnya. Sekali

lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

penulis, semoga apa yang telah diberikan menjadi amal shaleh disisi Allah SWT.

Amiiin.

Jakarta, 13 Juni 2011

Penulis,

(9)

v

LEMBAR PERNYATAAN

KATA PENGANTAR………. i

DAFTAR ISI……… v

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah……….. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 7

D. Tinjauan Pustaka……….. 8

E. Sistematika Penulisan………... 12

BAB II ANALISA METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL BAGI PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA… 14

A. Pengertian Metode Bimbingan 1. Pengertian Metode………. 14

2. Pengertian Bimbingan….………... 15

B. Pengertian Mental Spiritual 1. Pengertian Mental……….. 21

2. Pengertian Spiritual……… 31

C. Penyandang Masalah Tuna Susila 1. Pengertian Tuna Susila………... 34

2. Penyebab Timbulnya Pelacuran………. 35

3. Akibat Pelacuran………. 37

4. Penanggulangan Pelacuran Atau Prostitusi…… 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………... 41

A. 1. Lokasi……….….. 41

A. 2. Waktu Penelitian……….. ………... 41

B. 1. Subjek Penelitian……….. 42

B. 2. Objek Penelitian……….... 42

C. 1. Model Penelitian………... 43

(10)

E. 1. Sumber Data………. 47

F. 1. Fokus Amatan Penelitian……….. 48

G. 1. Teknik Pemilihan Informan………. 55

H. 1. Asumsi Peneliti……… 57

I. Teknik Analisa Data……….. 59

J. Teknik Pemeriksaan Data……….. 60

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN……… 62

A. Gambaran Umum Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta……….. 62

B. Analisa Hasil Temuan……….. 76

BAB V PENUTUP……….. 98

A. Kesimpulan………... 98

B. Saran-Saran………... 102

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL Struktur Organisasi PSKW ……… 64

Pengelola Panti ……….. 73

(11)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Berlangsungnya perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan

yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak

individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni,

konflik-konflik eksternal dan internal, juga disorganisasi dalam masyarakat

dan dalam diri pribadi. Peristiwa-peristiwa tersebut di atas memudahkan

individu menggunakan pola-pola responsi/reaksi yang inkonvensional atau

menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Dalam hal ini ada pola

pelacuran, untuk mempertahankan hidup ditengah-tengah hiruk-pikuk alam

pembangunan, khususnya di Indonesia.1

Masalah prostitusi/pelacuran atau tuna susila yang hidup, tumbuh dan

berkembang di masyarakat merupakan masalah yang sangat kompleks dan

rumit serta tidak dapat hilang dari permasalahan hidup manusia. Pelacur

(Wanita Tuna Susila) kadang diistilahkan sebagai Wanita Penjajak Seks dan

akhir-akhir ini lebih popular dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK).2

Kendala utama yang dihadapi dalam penanganan WTS adalah

pendidikan mereka yang umumnya rendah, tidak memiliki keterampilan,

keinginan mendapat uang dengan cara mudah3. Maraknya eksploitasi wanita,

1

Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada) 2005. h. 242

2

Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.

3

(12)

rendahnya kontrol sosial pada sebagian masyarakat, sehingga menambah

kompleksnya tantangan yang harus dihadapi oleh petugas di lapangan.

Masalah pelacuran atau masalah tuna susila yang hidup dan berkembang di

masyarakat ini merupakan masalah nasional yang menghambat lajunya

pelaksanaan pembangunan karena:

a. Tindakan Tuna Susila merupakan hal yang bertentangan dengan

nilai-nilai sosial budaya masyarakat, norma-norma serta kaidah agama dan

kesusilaan serta merendahkan harga diri atau martabat bangsa

Indonesia.

b. Mempengaruhi sendi-sendi kehidupan dan penghidupan masyarakat,

baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketertiban dan

keamanan.

c. Masalah tersebut cenderung terus meningkat serta sering kali terjadi

penyimpangan di dalam kegiatan dan kehidupan masyarakat.

d. Pengaruh negatif yang diakibatkan masalah ketunasusilaan ini sangat

membahayakan kehidupan generasi muda serta sumber daya manusia

sebagai harapan bangsa.4

Berdasarkan hal itu, masalah tuna susila merupakan masalah yang

kompleks dan multidimensional, sehingga memerlukan penanganan secara

komprehensif, terpadu dan berkesinambungan, atas dasar kerjasama berbagai

disiplin ilmu dan profesi, seperti pekerjaan sosial, dokter, psikolog, guru serta

profesi lainnya. Selain itu kerjasama antar instansi terkait baik pemerintah

4

(13)

maupun swasta di tingkat pusat maupun daerah, dengan ditunjang oleh

organisasi sosial masyarakat. Dalam perkembangan pembangunan

kesejahteraan sosial menunjukan bahwa kesadaran dan tanggung jawab sosial

sebagian masyarakat mulai timbul, sehingga keinginan untuk berperan serta

menangani masalah kesejahteraan sosial termasuk penanganan WTS mulai

tumbuh dan berkembang melalui berbagai usaha kesejahteraan sosial.5

Dalam permasalahan di atas, selain penanganan dari Panti Sosial untuk

menangani masalah kesejahteraan wanita tuna tuna susila, bagi penyandang

masalah tuna susila agama merupakan hal yang berperan penting bagi

kehidupan individu, dan sosial seseorang, karena agama itu sendiri dalam

islam berasal dari kata dalam bahasa Arab “Ad-din” yang artinya

petunjuk/tuntunan tentang tata cara hidup yang ditentukan Allah.6 Itu artinya

dengan adanya tuntunan hidup yang Allah telah tentukan, maka manusia

sebagai ciptaan Tuhan harus menjalaninya, dan kalaupun melanggar aturan

hidup yang Tuhan tentukan maka, akan ada konsekwensinya sendiri berupa

hukuman di dunia dan akhirat kelak. Karna pengertian agama adalah

keyakinan atau individu terhadap “afterlife“, (hari kiyamat), keterkaitan yang

ada di alam ini, Tuhan, doa.7

Permasalahan pelacuran bukan hanya melanggar norma budaya,sosial,

dan Negara, akan tetapi juga melanggar norma agama. Karena agama islam

5

Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.

6

Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (PT. Hidakarya Agung, Jakarta:1989), h.133

7

(14)

melarang ummatnya berzina, karena perbuatan tersebut keji dan kotor, Allah

berfirman:

Artinya: dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.8

“Allah Swt telah mengategorikan zina sebagai perbuatan keji dan

kotor. Artinya, zina dianggap keji menurut syara’, akal dan fitrah karena

merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak istri, hak keluarganya atau

suaminya, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan

melanggar tatanan lainnya”.9

Dengan penjelasan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan

adanya prostitusi/pelacuran maka dengan itu juga perzinahan terlaksana.

Sedangkan dalam agama islam Allah telah melarang ummatnya untuk

mendekati zina, karena dengan adanya zina seseorang telah melakukan

perbuatan keji dan kotor. Oleh karena itu perlu adanya bimbingan keagamaan

khususnya terhadap penyandang masalah tuna susila untuk mencegah

terjadinya perzinahan, salah satu diantaranya adalah bimbingan mental

spiritual, mengapa bimbingan mental spiritual dipilih karena bertujuan untuk

membimbing, menuntun penyandang tuna susila agar mereka mengenal dan

mengetahui, ilmu agama lebih dalam dan dapat mempraktikannya dalam

kehidupan sehari-hari sehingga dengan adanya pengetahuan ilmu agama

tersebut penyandang tuna susila dapat menghindari perbuatan zina.

8

Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al-Isra:32, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 429

9

(15)

Adapun pengertian bimbingan mental spiritual dalam buku panduan

penyuluh agama di salah satu panti sosial di Jakarta yaitu di PSKW Mulya

Jaya terhadap penyandang tuna susila adalah serangkaian kegiatan/tuntunan

untuk dapat memahami diri sendiri, dan orang lain dengan cara mempelajari

berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan yang

didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik

kegiatan ibadah, demi terwujudnya kebahagiaan di dunia dan di akhirat.10

Metode bimbingan mental spiritual yang digunakan dalam penelitian

ini yang sesuai dengan metode yang digunakan di PSKW Mulya Jaya Jakarta

adalah metode ceramah, tanya-jawab, diskusi kelompok, tadabbur alam,

konseling individu atau kelompok, renungan suci, praktik atau latihan, dan

game islami.11

Adapun pengertian PSKW yang peneliti tetapkan sebagai lokasi dalam

penelitian ini adalah salah satu unit Lembaga Rehabilitasi Sosial yang

ditetapkan Kementerian Sosial RI cq. Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna

Susila, yang bertanggung jawab atas Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)

dengan daya tampung 110 orang, dan jangka waktu kegiatan selama 6 bulan.

PSKW Mulya Jaya berlokasi di Jl. Tat Twam Asi No. 47 Komplek

Departemen Sosial Pasar-Rebo Jakarta.12

10

Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h. 1

11

Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h. 2

12

(16)

PSKW “Mulya Jaya” Jakarta merupakan salah satu Unit Pelaksana

Teknis di lingkungan kementerian Sosial RI yang memberikan pelayanan dan

rehabilitasi sosial kepada penyandang Masalah kegiatan sosial khususnya

Tuna Susila atau Wanita Tuna Susila, antara lain melalui kegiatan pembinaan

fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan

keterampilan, resosialisi dan pembinaan lanjut agar mampu melaksanakan

fungsi sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat.13

Salah satu dari pelayanan rehabilitasi yang dilaksanakan yaitu adalah

bimbingan mental spiritual. Berdasarkan latar belakang di atas, maka skripsi

ini melaksanakan penelitian di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya

Jaya Jakarta. Adapun judul penelitian ini adalah “METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) MULYA JAYA JAKARTA”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut agar lebih terarah dan

mencapai sasaran yang tepat, maka peneliti membatasi penelitian ini pada

apa yang dimaksud dengan metode bimbingan mental spiritual, dan

masalah yang dibahas adalah mengenai agama para penyandang wanita

tuna susila yang kurang terarah hingga bisa terjerumus dalam lembah

hitam pelacuran/prostitusi.

13

(17)

2. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini

adalah rinciannya sebagai berikut:

1. Bagaimana metode bimbingan mental spiritual terhadap

penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita

Mulya Jaya Jakarta?

2. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam

keberhasilan pelaksanaan metode bimbingan mental spiritual di

Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan titik tolak dari setiap penelitian, sesuai dengan

pembatasan dan perumusan masalah yang telah dikemukakan. Pada

pokoknya penelitian ilmiah bertujuan untuk mengetahui sesuatu yang

belum diketahui.14 Maka tujuan yang ingin peneliti capai adalah:

a. Untuk mengetahui dan menganalisis metode bimbingan mental

spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial

Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan

penghambat dari pelaksanaan metode bimbingan mental spiritual

di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

14

(18)

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian

kegiatan dan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

a. Untuk akademis diharapkan agar memberikan sumbangan

keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Bimbingan dan

Penyuluhan Sosial, Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Khususnya

yang berkaitan dengan “Metode Bimbingan Mental Spiritual

Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila di Panti Sosial

(PSKW) Mulya Jaya Jakarta”.

b. Untuk penelitian diharapkan dapat membantu dan memberi

masukan bagi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya

Jakarta, dalam Bimbingan Mental Spiritual Terhadap Penyandang

Masalah Tuna Susila dalam bentuk program pelaksanaan kerja

Panti.

c. Untuk prediksi diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan

referensi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pengembangan keilmuan dan

kurikulum.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa judul skripsi mahasiswa atau

mahasiswi sebelumnya yang oleh penulis jadikan sebagai tinjauan pustaka.

Namun perlu dipertegas perbedaan antara masing-masing judul dan masalah

(19)

1. Fitriyani, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2008, Fakultas

Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul

skripsi “Metode Bimbingan Islam Dalam Pembinaan Akhlak Anak

Yatim di Panti Asuhan Yakiin Larangan Tangerang”.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif,

sasaran yang diteliti adalah Metode Bimbingan Islam terhadap

anak-anak yatim di Panti Asuhan Yakiin Larangan Tangerang ini melakukan

dua metode yaitu metode bimbingan individual dan kelompok.

Penggunaan metode individual ini dilakukan dengan teknik wawancara

dan observasi kegiatan, sedangkan metode kelompok dilakukan

dengan metode ceramah, dialog, Tanya-jawab, dan pembagian

kelompok.

2. Ida Nurfarida, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009,

Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Judul skripsi “Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di

Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambuapus Jakarta Timur”.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif,

sasaran yang diteliti adalah anak-anak tunarungu di Panti Sosial Bina

Rungu Wicara Melati Bambuapus Jakarta Timur. Dan metode agama

yang digunakan adalah metode bimbingan tauhid, metode meniru

(latihan melafalkan syahadat, sholawat, mengaji, dll), metode ceramah,

(20)

3. Hj. Holipah, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, Fakultas

Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul

skripsi “Metode Bimbingan Mental Pada Jamaah Calon Haji di

Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Mathla’ul Anwar

Karawang”.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, sasaran yang

diteliti adalah Metode Bimbingan Mental pada jamaah calon haji I

kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Mathala’ul Anwar adalah

metode langsung (metode komunikasi langsung) yaitu dimana

pembimbing melakukan komunikasi langsung (tatap muka) dengan

orang yang di bimbingnya (calon jamaah haji) dalam hal ini ada dua

metode bimbingan yang terdiri dari bimbingan individual dan

bimbingan kelompok.

4. Warti Sasmiati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009,

Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Judul skripsi “Metode Pembinaan Mental Narapidana Anak di

Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita Tangerang”.

Dalam penelitian skripsi ini menjelaskan bahwa metode yang

digunakan pembimbing dalam pembinaan mental spiritual bagi

narapidana anak (anak didik) juga tidak berbeda dari metode

bimbingan pada umumnya (antara teori dan praktik lapangan),

diantaranya seperti metode Group Guidance (bimbingan kelompok)

(21)

mengarahkan) dalam metode iqra (pembelajaran Al-qur’an dan hafalan

ayat-ayat Al-qur’an), wawancara, Tanya jawab, pemutaran film dan

muhasabah (introspeksi diri). Dari sekian metode yang digunakan

pembimbingan ada dua metode yang sering digunakan yakni; metode

ceramah dan metode iqra (pengajaran baca tulis Al-qur’an) karena

lebih efektif.

5. Mulia Rahmawati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009,

Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Judul skripsi “Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai Melalui

Pelaksanaan Bina Mental dan Spiritual di Kantor Pemerintah Daerah

Kabupaten Tangerang”.

Dalam skripsi ini adapun tujuan dari penelitian ini adalah

pembinaan mental yang dilaksanakan oleh BINTAL (Bina Mental dan

Spiritual). Jadi, pengarug terhadap peningkatan kinerja pegawai.

Karena dengan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan dapat

menumbuhkan semangat untuk terus mendekatkan diri kepada Allah

SWT. Dari hasil pembinaan yang dilakukan oleh BINTAL, manfaat

yang dirasakan oleh para pegawai dalam hal bekerja adalah dapat

meningkatkan disiplin kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja

pegawai; bekerja menjadi lebih semangat dan hasil pekerjaan menjadi

lebih maksimal, begitu juga dalam hal ibadah menjadi semakin rajin

(22)

Dari kelima penelitian di atas yang membedakan dengan penelitian ini

adalah metode yang ada di setiap lembaga yang ada di setiap lembaga

tersebut. Metode yang digunakan harus menyesuaikan dengan objek dan

sasaran, agar bimbingan mental spiritual dapat tersampaikan dengan baik dan

bisa diterima objeknya.

Metode bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan di Panti Sosial

Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, adalah dengan metode

ceramah/klasikal, Tanya jawab, diskusi kelompok, taddabur alam, bimbingan

individu atau kelompok (curhat), renungan suci/refleksi diri, praktik/latihan,

game/kuis. Kegiatan bimbingan mental spiritual ini wajib diikuti oleh TS

(sebutan untuk wanita tuna susila) yang ada di PSKW Mulya Jaya ini. Dalam

kegiatan ini Panti telah menyediakan seorang penyuluh agama (mental

spiritual), penyuluh sosial, seorang ustadz dan pegawai rehabilitasi sosial yang

berkompeten dalam bidang kerohanian. Dari hasil bimbingan mental

diharapkan TS bisa menjadi pribadi muslimah yang lebih baik, lebih bisa

menghargai diri mereka, menjadi wanita yang mempunyai

keterampilan/pekerjaan yang positif, memiliki tujuan hidup yang jelas dengan

memegang teguh dan menjalankan agama Allah, menjalankan dan

menterapkan ajaran agama yang diterima dan didapat di panti, dapat menjadi

manusia yang bermanfaat baik untuk orang lain.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini secara sistematika penulis

(23)

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan

sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Teoritis yang terdiri dari pengertian metode, pengertian bimbingan, pengertian mental spiritual, pengertian penyandang

masalah tuna susila, penyebab timbulnya pelacuran, Akibat-akibat pelacuran,

penanggulangan pelacuran atau prostitusi.

BAB III : Metodologi Penelitian yang terdiri dari, Lokasi dan jadwal penelitian, subjek dan objek penelitian, model penelitian, teknik pengambilan

data, sumber data, fokus amatan penelitian, teknik pemilihan informan, asumsi

peneliti, teknik analisa data, teknik pemeriksaan data.

BAB IV : Analisis Temuan Lapangan yang terdiri dari gambaran umum panti sosial karya wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, menguraikan analisa

hasil penelitian mengenai tahapan rehabilitasi “Metode Bimbingan Mental

Spiritual Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila di Panti Sosial Karya

Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta”.

BAB V : Penutup dalam penutup ini penulis akan memberikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan, serta saran mengenai tujuan dan

manfaat yang diharapkan dapat di ambil manfaat dalam penulisan karya

(24)

14

TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Metode Bimbingan

1. Pengertian Metode

Metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur

dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dengan ilmu pengetahuan,

dsb).1

Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari

penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” berarti “jalan”.

Bila digabungkan maka metode bisa diartikan “jalan yang harus dilalui”.

Dalam pengertian yang lebih luas, metode bisa diartikan sebagai “segala

sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang

diinginkan”.2

2. Pengertian Bimbingan

Bimbingan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah petunjuk,

penjelasan, atau tuntunan cara mengerjakan sesuatu.3

Secara etimologi, kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa

Inggris “guidance” yang berarti: “menunjukkan, memberi jalan, menuntun,

membimbing, membantu, mengarahkan, pedoman dan petunjuk.”. Kata dasar

atau kata kerja dari “guidance” adalah “to guide”, yang artinya

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1994), Cet. Ke-2, h. 580

2

Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 120

3

(25)

“menunjukkan, menuntun, mempedomani, menjadi penunjuk jalan, dan

mengemudikan”. Dan yang paling umum digunakan adalah pengertian

“memberikan bimbingan, bantuan, dan arahan”.4

Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976) mengemukakan;

“Guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and specialized staff services by which each individual can developed to the fullest of his abilities and capacities in term of the democratic idea”.5

Secara terminologi, bimbingan adalah usaha membantu orang lain

dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang dimilikinya.

Sehingga dengan potensi itu, ia akan memiliki kemampuan untuk

mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan cara

memahami dirinya, maupun mengambil keputusan untuk hidupnya, maka

dengan itu ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna dan

bermanfaat untuk masa kini dan masa yang akan datang.6

Adapun definisi bimbingan berikut ini akan di kutipkan dan yang

sudah dirumuskan para ahli, yaitu:

a. Menurut Crow and Crow, bimbingan adalah “bantuan yang

diberikan oleh seseorang, yang memiliki kepribadian baik dan

pendidikan yang memadai kepada seseorang individu dari setiap

usia, untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan

hidupnya sendiri, dan memikul bebannya sendiri”.

4

Prof. H. M. Arifin. M. Ed, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Golden Terayon Press, Cet, Ke-5 1994). h. 1

5

Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan

Konseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, h. 6

6

(26)

b. Stoops mengatakan bahwa bimbingan adalah “suatu proses yang

berlangsung terus menerus dalam hal membantu individu dalam

perkembangannya untuk mencapai kemampuan secara maksimal,

dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi dirinya,

orang lain maupun masyarakat di sekitarnya”.

c. Menurut Miller, bimbingan adalah “bantuan terhadap individu

untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri secara maksimal

kepada keluarga dan masyarakat”.7

Adapun tujuan dari bimbingan adalah agar individu yang bersangkutan

dapat:

1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir

serta kehidupannya dimasa yang akan datang.

2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya,

seoptimal mungkin.

3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan

masyarakat, serta lingkungan kerjanya.

4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi,

penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun

lingkungan kerja.8

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, seseorang harus mendapat

kesempatan untuk, mengenal dan memahami potensi,kekuatan dan tugas

7

Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 6-7

8

(27)

perkembangannya, mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada

dilingkungannya, serta menentukan rencana tujuan hidupnya.9

Adapun fungsi bimbingan adalah sebagai berikut:

a. Pemahaman, yaitu membantu individu mengembangkan potensi dirinya secara optimal.

b. Prefentif, mencegah anak didiknya agar tidak melakukan perbuatan yang bisa merugikan dan membahayakan dirinya.

c. Pengembangan, menciptakan situasi belajar yang kondusif dan mem-fasilitasi perkembangan anak didiknya.

d. Perbaikan/Penyembuhan, memberikan bantuan pada anak didik yang sedang mengalami masalah, yang berkaitan dengan

pribadinya, sosial, belajar maupun karirnya.

e. Penyaluran, membantu anak didik agar mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan kemampuan pada bidang dan keahlian yang

dimilikinya.

f. Adaptasi, membantu anak didiknya agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, orang lain, tempat pendidikannya dan dimana

ia tinggal.

g. Penyesuaian, membantu anak didik agar dapat menyesuaikan diri dimanapun ia tinggal dan berada.10

9

Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan

Konseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, h. 13

10

(28)

Makna bimbingan dalam penelitian ini adalah upaya dalam

memberikan bantuan kepada seseorang atau kelompok khususnya penyandang

masalah tuna susila yang memiliki masalah dalam hidupnya dan membantu

dalam perkembangannya untuk mencapai kemampuan secara maksimal,

dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi dirinya, agamanya

dan orang lain maupun masyarakat di sekitarnya.

Metode-metode yang biasa digunakan dalam bimbingan adalah

sebagai berikut:

1. Wawancara, cara atau teknik yang digunakan untuk mengetahui mengenai fakta-fakta mental atau kejiwaan (psikis) yang ada pada

diri yang dibimbing.

2. Observasi, cara atau teknik yang digunakan untuk mengamati secara langsung sikap dan perilaku yang tampak pada saat-saat

tertentu, yang muncul sebagai pengaruh dari kondisi mental atau

kejiwaannya.

3. Tes (Kuisioner), merupakan serangkaian pertanyaan yang disiapkan beberapa alternative jawaban pilihan. Metode ini untuk

mengetahui fakta dan fenomena kejiwaan yang tidak bisa diperoleh

melalui wawancara dan observasi.

4. Bimbingan Kelompok (Group Guidance), teknik bimbingan yang digunakan melalui kegiatan bersama (kelompok), seperti; kegiatan

(29)

5. Psikoanalisis (Analisa Kejiwaan), teknik yang digunakan untuk memberikan penilaian terhadap peristiwa dan pengalaman

kejiwaan yang pernah dialami anak bimbingan. Misalnya, perasaan

takut, tertekan.

6. Non Directif (Teknik Tidak Mengarahkan), dalam teknik ini yakni mengaktifkan anak bimbing dalam mengungkapkan dan

memecahkan masalah dirinya.

7. Direktif (Bersifat Mengarahkan), teknik ini dapat digunakan bagi anak bimbingan dalam proses belajar.

8. Rasional-Emotif, bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi pikiran-pikiran yang tidak logis yang disebabkan dorongan emosi

yang tidak stabil.

9. Bimbingan Klinikal, yaitu dengan berorientasi pada kemampuan personal secara keseluruhan baik jasmani maupun rohani.11

Metode yang telah di uraikan di atas, maka secara khusus dalam

metode bimbingan atau pendekatan islami (mental spiritual) yang biasa

digunakan adalah metode “bil-hikmah, bil mujadalah, bil mauidzah”.

a. Metode “bil-hikmah”, metode ini digunakan dalam menghadapi

orang-orang terpelajar, intelek, dan memiliki tingkat rasional yang

tinggi, yang kurang yakin akan kebenaran ajaran agama.

11

(30)

b. Metode “bil-mujadalah”, perdebatan yang digunakan untuk

menunjukkan dan membuktikan kebenaran ajaran agama, dengan

menggunakan dalil-dalil Allah yang rasional.

c. Metode “bil-mauidzah”, dengan menunjukkan contoh yang benar

dan tepat, agar yang dibimbing dapat mengikuti dan menangkap

dari apa yang diterimanya secara logika dan penjelasan akan teori

yang masih baku.

d. Metode “ceramah”.

e. Metode “Diskusi (Tanya-Jawab)”.

f. Metode “Persuasif”, adalah mengajak dan mengarahkan peserta

bimbingan kearah positif.

g. Metode atau Teknik “Lisan dan Tulisan”.

h. Metode “Hati (Dengan Doa dan Zikrullah)”.12

Dari pengertian metode dan bimbingan serta macam-macam metode

bimbingan di atas, menggambarkan penelitian ini memiliki variable-variabel

dari karakteristik sistem yang ditinjau, penelitian ini bertujuan menampilkan

metode dari pelaksanaan bimbingan mental spiritual di panti sosial yang

memang telah mempunyai variasi dan karakteristik tersendiri dalam

bimbingan mental spiritualnya. Dari metode bimbingan di atas maka akan

menghasilkan salah satu metode yang tertera di atas.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini diantara metode

bimbingan yang tertera di atas adalah metode ceramah, metode diskusi

12

(31)

jawab, metode persuasif, dan metode hati dengan doa dan zikrullah, yang

paling sering digunakan dalam penelitian ini yang sesuai dalam buku panduan

bimbingan mental spiritual di PSKW Mulya Jaya Jakarta. Alasan mengapa

metode ini digunakan karena lebih efektif dan mudah dipahami untuk

diberikan kepada penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya

Wanita Jakarta. Karena dilihat dari latar belakang pendidikan mereka yang

masih tergolong rendah, dan dengan adanya metode bimbingan mental

spiritual yang efektif maka akan memudahkan mereka dalam menagkap dan

memahami materi dengan mudah pula.13

B. Pengertian Mental Spiritual 1. Pengertian Mental

Mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu

hal yang berhubungan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat

tenaga.14

Menurut Notosoedirjo dan Latipun, Kata mental diambil dari bahasa

Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya

psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknai sebagai

kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan

adanya usaha peningkatan.15

13

Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.

14

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet, Ke-1, Edisi Tiga, h. 733.

15

(32)

Mental itu adalah cara berfikir dan berperasaan berdasarkan nurani

petunjuk yang berasal dari Agama, petunjuk atau pedoman hidup.16

Dalam istilah lain H.M Arifin menyatakan bahwa, “arti mental adalah

sesuatu kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh

pancaindra tentang wujud dan zatnya, melainkan yang tampak adalah hanya

gejalanya saja dan gejala inilah yang mungkin dapat dijadikan sasaran

penyediaan ilmu jiwa atau lainnya.17

Menurut Sigmund Freud, seorang bapak psikolog dari aliran

Psikoanalisa, kejiwaan seseorang terstruktur atas tiga sistem pokok, yaitu:

1. Id (das es) adalah sistem kepribadian biologis yang asli, berisikan

sesuatu yang telah ada sejak lahir. Ia merupakan reservoir energi

psikis yang menyediakan seluruh daya untuk sistem ego dan super

ego. Freud menyebut id dengan the true psychic reality (kenyataan

psikis yang sebenarnya), karena id mempresentasikan dunia batin

pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif.

Prinsip kerjanya adalah serba merngejar kenikmatan (pleasure

principle) yang cenderung bersifat rasional, primitif, impulsif, dan

agresif. Untuk menghindari ketidaknikmatan maka id mempunyai

dua cara: pertama, refleks, yaitu reaksi-reaksi otomatis dalam

tubuh, misalnya bersin, berkedip, dan sebagainya; kedua, proses

primer, yaitu reaksi psikologis yang menghentikan tegangan

melalui hayalan, seperti orang lapar membayangkan makanan.

16

(Diakses pada tanggal 09 Maret 2011). 17

(33)

2. Ego (das ich) adalah aspek psikologis kepribadian yang timbul

karena kebutuhan organisme memerlukan transaksi dengan

kenyataan objektif. Ego mengikuti prinsip kenyataan (reality

principle) yang bersifat rasional logis dan reaksinya menurut

proses skunder. Tujuan prinsip ini adalah mencegah terjadinya

ketegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk

pemuasan kebutuhan. Ego disebut eksekutif kepribadian, karena ia

mengontrol tindakan, memilih lingkungan untuk memberi respon,

memuaskan insting yang dikehendaki dan berperan

sebagai arbitrator atau pengendali konflik antara id dan super ego.

3. Super ego (das ueber ich) adalah aspek-aspek sosiologis

kepribadian yang mengintegrasikan nilai-nilai moral dan cita-cita

luhur. Ia mencerminkan yang ideal bukan riil, mengejar

kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatian utamanya adalah

membedakan yang benar dan yang salah dan memilih yang benar.

Timbulnya super ego ini bersumber dari suara

hati (conscience) sehingga fungsinya: merintangi impuls-impuls

seksual dan agresif yang aktualisasinya sangat ditentang

masyarakat, mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang

moralitas daripada realistic, mengejar kesempurnaan. Jadi super

(34)

dunia menurut gambarannya sendiri yang tidak rasional bahkan

menunda dan merintangi pemuasan insting.18

Dalam khasanah Islam nafs sendiri banyak pengertian: jiwa (soul),

nyawa, ruh, konasi yang berdaya syahwat dan ghadhab, kepribadian, dan

substansi psikofisik manusia. Namun maksud bahasan ini adalah pengertian

terakhir, dimana nafs memiliki natur gabungan jasadi-ruhani (psikofisik).19

M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky mengatakan bahwa, Apabila hamba

Allah telah berhasil melakukan pendidikan dan pelatihan penyehatan,

pengembangan dan pemberdayaan jiwa (mental), seperti yang ditulis maka ia

akan dapat mencapai tingkat kejiwaan atau mental yang sempurna, yaitu akan

tersingkap;

1. Kesempurnaan Jiwa, yaitu integritasnya jiwa muthmainnah (yang tentram), jiwa radhiyah (jiwa yang meridhai), dan jiwa

yang mardhiyah (yang diridhai) sehingga memiliki stabilitas

emosional yang tinggi dan tidak mudah mengalami stress, depresi

dan frustasi. Jiwa ini selalu akan mengajak pada fitrah Ilahiyah

Tuhannya. Indikasi hadirnya jiwa ini akan terlihat pada prilaku,

sikap dan gerak-geriknya yang tenang, tidak tergesa-gesa, penuh

pertimbangan dan perhitungan yang matang, tepat dan benar, tidak

terburu-buru untuk bersikap apriori dan berprasangka negatif.

Jiwa radhiyah akan mendorong diri bersikap lapang dada,

18

Hall, Calvin S. and Gardner Lindzey, Teori-teori Holistik Organismik Fenomenologi, (Terjemahan: Yustinus, judul asli,”Theories of Personality”, Yogyakarta: Kanisius, 1993).

19

(35)

tawakkal, tulus ikhlas dan sabar dalm mengaplikasikan perintah

Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya dan meneima dengan

lapang dada segala ujian dan cobaan yang datang dalam hidup dan

kehidupannya, dalam artian hampir-hampir tidak pernah mengeluh,

merasa susah, sedih dan takut menjalani kehidupan ini.20 Allah

berfirman:

!"#$ %

&

Artinya: 62. Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. 63. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. 64. bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.21

Sedangkan jiwa mardhiyah adalah jiwa yang telah memperoleh title

dan gelar kehormatan dari Allah. Sehingga keimanan,

keislaman,dan keihsanannya tidak akan pernah mengalami erosi, dekadensi

dan distorsi. Dalam hal ini diberikan otoritas penuh kepada jiwa untuk

berbuat, berkarya dan beribadah di dalam ruang dan waktu Tuhannnya yang

terlepas dari jangkauan makhluk.22 Allah berfirman:

20

Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2.

21

Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Yunus:62-64, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 316

22

(36)

' ! dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, 30. masuklah ke dalam syurga-Ku.23

2. Kecerdasan Uluhiyah, yaitu kemampuan fitrah seseorang hamba yang shalih untuk melakukan interaksi vertikal dengan Tuhannya;

kemampuan mentaati segala apa yang telah diperintahkan dan

menjauhi diri dari apa yang dilarang dan dimurkai-Nya serta tabah

terhadap ujian dan cobaan-Nya. Sehingga dengan kecerdasan ini

akan terhindar dari sikap menyekutukan Allah (syirik), sikap

menganggap remeh hukum-hukum-Nya atau sikap menunda-nunda

diri untuk melakukan kebaikan dan kebenaran (fasiq), sikap suka

melanggar hukum Allah (zhalim), sikap mendua

dihadapan-Nya (nifaq), dan sikap suka mengingkari atau mendustakan

ayat-ayat-Nya (kufur). Kedekatan Allah akan membuat hamba-Nya

menyaksikan kebesaran dan kesucian-Nya (ihsan) dengan interaksi

vertikal yang bersifat transendental, empirik dan hidup, bukan

spekulasi dan ilusi.24 Allah berfirman:

4!)56

Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al-Fajr:27-30,(Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 1059

24

(37)

Artinya: dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.25

Jadi, kecerdasan uluhiyah adalah kesempurnaan fitrah yang dimiliki

oleh seorang hamba yang shalih, sehingga dapat merasakan kehadiran Allah

dalam setiap aktifitasnya, merasakan bekasan-bekasan pengingkaran,

kedurhakaan dan dosa, dan mampu mengalami mukasyafah akal

fikiran, qalb dan inderawi.

3. Kecerdasan Rububiyah, yaitu kemampuan fithrah seorang hamba yang shalih dalam hal: memelihara dan menjaga diri dari hal-hal

yang dapat menghancurkan kehidupanya, mendidik diri agar

menjadi hamba yang pandai menemukan hakekat citra diri dengan

kekuatan ilmu, membimbing diri secara totalitas patuh dan tunduk

kepada Allah serta dapat memberikan kerahmatan pada diri dan

lingkungannya (“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah

dirimu dan keluargamu dari api neraka…”).26 Menyembuhkan

dan menyucikan diri dari penyakit dan gangguan yang dapat

melemahkan bahkan menghancurkan potensi jiwa, akal fikiran,

qalbu dan inderawi di dalam menangkap dan memahami

kebenaran-kebenaran hakiki dengan melakukan pertaubatan dan

perbaikan diri seutuhnya.27 Allah berfirman:

25

Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Qaf :16, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 852

26

Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat At-Tahrim: 6, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 951

27

(38)

= . )>

Artinya; mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, Padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. dan adalah Allah Maha meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.28

Dengan demikian indikasi seseorang yang telah memperoleh

kecerdasan rububiyah biasanya ia memiliki kekuatan, kewibawaan dan

otoritas yang sangat kuat dalam hal menanamkan nilai-nilai kebaikan dan

kebenaran, mempengaruhi dan mengajak untuk melakukan perbaikan dan

perubahan yang positif pada prilakum sikap dan penampilan yang tulus dan

lapang dada tanpa adanya paksaan dan tekanan baik kepada dirinya atau orang

lain dan lingkungannya; memberikan penyembuhan terhadap penyakit, baik

penyakit yang bersifat psikologis, spiritual, moral ataupun fisik; dan

memberikan perawatan terhadap kualitas keimanan, keislaman, keihsanan

baik terhadap diri maupun lingkungan sekitarnya.

4. Kecerdasan Ubudiyah, yitu kemampuan fitrah seseorang yang shalih dalam mengaplikasikan ibadah dengan tulus tanpa merasa

terpaksa dan dipaksa, akan tetapi menjadikan ibadah sebagai

kebutuhan yang sangat primer dam merupakan makanan bagi

ruhani dan jiwanya. Firman Allah:

28

(39)

! %

Artinya: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah”.29

Jadi kecerdasan ubudiyah suatu anugerah dari Allah swt berupa

kemampuan dan skill mengaplikasikan sikap penghambaan sangat tulus dan

otomatis, baik dalam keadaan sendiri maupun jamaah, baik secara

terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, baik secara vertikal atau horisontal, baik

dalam kondisi bagaimanapun, dimanapun dan kapanpun.

5. Kecerdasan Khuluqiyah, ialah kemampuan fitrah seseorang yang shalih dalam berperilaku, bersikap dan berpenampilan terpuji.

Dalam hal ini terintegrasi dalam akhlak yang baik. Suatu perbuatan

atau prilaku dapat dikatakan sebagai akhlak apabila memenuhi dua

syarat, yaitu; perbuatan dilakukan dengan berulang-ulang. Apabila

perbuatan hanya dilakukan sesekali saja, maka perbuatan itu tidak

dapat dikatakan sebagai akhlak, perbuatan timbul dengan mudah

tanpa dipikirkan atau diteliti lebih dalam sehingga ia benar-benar

merupakan suatu kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul karena

terpaksa atau setelah dipikirkan atau dipertimbangkan secara

matang, tidaklah disebut akhlak. Karena akhlak Islamiyah

mempunyai ciri yaitu kebaikannya bersifat mutlak (khairiyah

29

(40)

muthlaqah), kebaikannya bersifat menyeluruh (as-salahiyyah

al-‘ammah), tetap, langgeng dan mantap, kewajiban yang harus

dipatuhi (al-ilzam al-mustajab), dan pengawasan menyeluruh

(ar-raqabah al-muhithah).30 Firman Allah:

.(

Artinya: “Sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak (budi

pekerti) yang agung”.31

Dengan demikian, atas tersingkapnya karakter lima kecerdasan

sebagaimana disebutkan di atas, merupakan pengejawantahan dari wujud

kesehatan mental sebagai solusi pengembangan qalbiah itu sendiri. Adapun

bentuknya terefleksikan dari struktur kepribadian. Jika struktur dalam kendali

kalbu, maka komponen nafsani manusia memiliki potensi positif, yang apabila

dikembangkan secara maksimal akan mendatangkan kecerdasan yang

teraktualisasikan sebagai kecerdasan qalbiyah yang meliputi: kecerdasan

intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan moral, kecerdasan spiritual, dan

kecerdasan beragama. Dari sini insyaallah potensi manusia dalam

aktualisasinya sebagai khalifah fil ardy akan mewujudkan sosok insan

kamil yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin.32

Keterkaitan penjelasan di atas dengan penelitian ini yang membahas

tentang makna mental dan spiritual adalah seseorang dikatakan telah berhasil

30

Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2.

31

Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al- Qalam: 4, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 960

32

(41)

melakukan kesempurnaan pemberdayaan mental spiritualnya apabila yaitu

(jiwa mereka tentram dan diridhoi Allah, yang jauh dari kategori prasangka

buruk, senantiasa menjaga kestabilan emosinya, sehingga dengan adanya sifat

itu dalam dirinya maka dapat mendorong manusia agar bersikap lapang dada,

tawakkal, tulus dan ikhlas Lillahi Ta’ala.). Sedangkan dengan adanya

kecerdasan ulluhiyyah, kecerdasan rubbubiyah, kecerdasan ubudiyah, dan

kecerdasan khuluqiyah maka seseorang akan menggunakan fitrah akal mereka

serta mengaplikasikannya dengan kegiatan spiritual yaitu dengan beribadah

kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta

senantiasa dapat menjaga diri mereka dari hal-hal yang dapat menghancurkan

dirinya, dan selalu menjalankan ibadah dengan ikhlas tanpa adanya paksaan,

sehingga dari semua sikap tersebut jika ada dalam diri manusia yang

sempurna mental dan spiritual mereka maka senantiasa mereka akan selalu

berprilaku terpuji.

2. Pengertian Spiritual

Spiritual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan, “rohani,

batin, mental, moral.33

Sementara itu Mimi Doe & Marsha Walch mengungkapkan bahwa

“spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa

memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan

mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri

kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau

33

(42)

apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita. Spiritual juga

berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral”.34

Teori yang menyatakan bahwa sumber kejiwaan atau spitual adalah

satu kesatuan dengan agama, timbul beberapa pendapat yang di kemukakan

para ahli yaitu:

1. Thomas Van Aquino; mgatakan bahwa sumber kejiwaan agama

(spiritual) itu, ialah berpikiren. Manusia ber-Tuhan karena manusia

menggunakan kemampuan berpikirnya.

2. Fredrick Schleimacher; mengatakan bahwa yang menjadi sumber

keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of

depend).

3. Rudolf Otto; berpendapat bahwa sumber kejiwaan agama

(spiritual) adalah rasa kagum yang berasal dari “The Wholly

Others” (yang sama sekali lain). 35

W. H. Thomas mengemukakan pendapatnya melalui teori “The Four

Wishes”, “bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama (spiritual) adalah

enam macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia yaitu:

a. Keinginan untuk keselamatan (security)

b. Keinginan untuk mendapat penghargaan (recognition)

c. Keinginan untuk ditanggapi (response)

34

Tulisan oleh Arya Utama (dikutip dari teori mimi Doe & Marsha Walch, di akses dari, . Pada tanggal 19 Maret 2011.

35

(43)

d. Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new

experience).36

Bimbingan spiritual diartikan oleh Yusuf, sebagai; proses pemberian

bantuan kepada individu agar memiliki kemampuan untuk mengambangkan

fitrahnya sebagai mahluk beragama (homo religions), berperilaku sesuai

dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan mengatasi masalah-masalah

kehidupan melalui pemahaman, keyakinan, dan praktik-praktik ibadah ritual

agama yang dianutnya. Selanjutnya, tujuan umum bimbingan spiritual adalah

memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan individu untuk mengembangkan

kesadaran spiritualitasnya dalam mengatasi masalah-masalah yang

dihadapinya. Dengan demikian, konseling dapat mencapai kehidupan yang

bermakna. Kesadaran spiritual konseling yang baik diyakini akan berpengaruh

secara positif dan fungsional terhadap aspek-aspek kehidupan pribadi

lainnya.37

Noor berpendapat bahwa; tujuan utama intervensi spiritual

(kerohanian/agama) dalam bimbingan adalah untuk meningkatkan proses

penyesuaian dan pertumbuhan spiritual bimbingan. Hal ini terjadi karena

bimbingan yang sehat spiritualnya akan dapat berfungsi secara efektif dalam

kehidupannya. Kategori intervensi tersebut meliputi aspek kognitif, afektif,

tingkah laku, dan interpersonal dengan Sang Pencipta.38

36

Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulis, h. 29. 37

(Dikutip dari tulisan Noor pada tahun 2006 dan Yusuf pada tahun 2007, mengenai mental-spiritual, mengenai pertolongan bagi pemulihan pecandu NAZA), di akses dari Alamat Web;. (Pada tanggal: 20 April 2011).

38

(44)

Jadi mental spiritual adalah cara manusia berfikir dan berperasaan

dengan menggunakan nurani dan menyatukan antara jasmani dengan rohani,

dengan petunjuk agama sebagai pedoman hidupnya.

Dengan demikian metode bimbingan mental spiritual adalah cara atau

teknik yang digunakan pada serangkaian kegiatan atau tuntunan untuk dapat

memahami diri sendiri dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu

pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan dan didukung dengan

pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah,

demi terwujudnya kebahagiaan didunia dan kebahagiaan di akhirat kelak.

C. Penyandang Masalah Tuna Susila 1. Pengertian Tuna Susila

Tuna susila atau tindak susila itu diartikan sebagai kurang beradab

karena keroyalan relasi seksualnya dalam bentuk penyerahan diri pada banyak

laki-laki untuk pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang

bagi pelayanannya. Tuna susila juga bisa diartikan sebagai salah satu tingkah,

tidak susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila.39

Peraturan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya Tahun 1967,

mengenai penanggulangan masalah pelacuran, menyatakan sebagai berikut:

“Wanita Tuna Susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di luar pernikahan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak”.40

Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-situere atau pro-stauree, yang

berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan percabulan dan

39

Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 207

40

(45)

pergendakan. Sedangkan prostitue adalah pelacur atau sundal. Biasa dikenal

dengan istilah WTS (Wanita Tuna Susila).41

Peraturan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, menyatakan

tentang pelacur sebagai berikut:

Pelacur, selanjutnya disingkat “P”, adalah mereka yang biasa melakukan hubungan kelamin diluar pernikahan yang sah.42

Kedua peraturan di atas menekankan masalah hubungan kelamin di

luar pernikahan, baik dengan mendapat imbalan pembayaran maupun tidak.

Sedang Pasal 296 KUHP mengenai prostitusi tersebut menyatakan

sebagai berikut:

“Barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya, dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah”.43

Profesor W.A. Bonger dalam tulisannya Maatscchappellijke Oorzaken

der Prostitutie menulis definisi sebagai berikut:

“Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri dan melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencarian”.44

2. Penyebab Timbulnya Pelacuran

Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain

sebagai berikut:

41

Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 42

Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 43

Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 44

(46)

a. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak

ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks

sebelum pernikahan atau di luar pernikahan. Yang dilarang dan

diancam dengan hukuman ialah: praktik germo (Pasal 296 KUHP)

dan mucikari (Pasal 506 KUHP). KUHP 506: Barang siapa yang

sebagai mucikari mengambil untung dari perbuatan cabul seorang

perempuan, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya

satu tahun. Namun dalam praktik sehari-hari, pekerjaan sebagai

mucikari itu selalu ditoleransi, secara inkonvensional dianggap sah

ataupun dijadikan sumber pendapatan dan pemerasan yang tidak

resmi.

b. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan

kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan perkawinan.

c. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun

germo-germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan

seks. Jadi, seks dijadikan alat yang jamak guna (multipurpose)

untuk tujuan-tujuan komersialisasi diluar perkawinan.

d. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan

pada saat orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan ada pemutar

balikan nilai-nilai pernikahan sejati.

e. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum

(47)

f. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya

mengeksploitasi kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.

g. Ekonomi laissez-faire menyebabkan timbulnya system harga

berdasarkan hukum “jual dan permintaan”, yang diterapkan pula

dalam relasi seks.

h. Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri

yang sangat cepat dan menyerap banyak tenaga buruh serta

pegawai pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar

untuk mendapatkan kesempatan kerja terkecuali menjadi wanita

P/panggilan bagi anak-anak gadis.45

3. Akibat-akibat Pelacuran

Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran ialah sebagai

berikut:

a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit.

b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, suami-suami yang

tergoda pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala

keluarga.

c. Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada

lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber

dan adolensi.

d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan

narkotika (ganja, morfin, heroin dll.)

45

(48)

e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hokum dan agama. Terutama

menggoyahkan norma perkawinan, sehingga menyimpang dari adat

kebiasaan, norma hukum, dan agama.

f. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain.

g. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya;

impotensi, ejakulasi premature, satiriasis dll.46

4. Penanggulangan Pelacuran atau Prostitusi

Prostitusi sebagai masalah sosial sejak sejarah kehidupan manusia

sampai sekarang dan selalu ada pada setiap tingkatan peradaban, perlu

ditanggulangi dengan penuh kesungguhan. Usaha ini sangat sukar melalui

proses dan waktu yang panjang, dan memerlukan pembiayaan yang besar.47

Pada garis besarnya, usaha untuk mengatasi masalah tuna susila ini dapat

dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Usaha yang bersifat preventif. Usaha yang bersifat prefentif

diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya

pelacuran. Usaha ini antara lain berupa;

1. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau

pengaturan penyelenggaraan pelacuran;

2. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian,

untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius, dan

norma kesusilaan;

46

Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, h. 242-244

47

Gambar

gambar-gambar porno, film-film biru dan sarana-sarana lain
Gambar C. 2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis berkesimpulan bahwa Progran Bimbingan Keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita Kota Palangka Raya Provinsi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi bimbingan jasmani senam aerobik terhadap rasa percaya diri para penyandang tuna daksa di rehabilitasi sosial

Untuk itu dalam proses pembinaan usaha mandiri selanjutnya, pembinaan tersebut harus dilakukan secara lebih profesional dan sungguh-sungguh agar para Wanita Tuna Susila sebagai

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner kepada WTS yang berada di Panti Sosial “Harapan Mulya”, rendahnya pengetahuan responden mengenai penya- kit kanker serviks

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis berkesimpulan bahwa Progran Bimbingan Keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita Kota Palangka Raya Provinsi

lain terutama orang-orang yang dekat dengannya. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengidentifikasi karakteristik individu para wanita tuna susila yang sedang direhabilitasi

iii STRATEGI PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN DALAM PEMBINAAN MENTAL SPIRITUAL ANAK PANTI ASUHAN AR-RISALAH HIDAYATULLAH KOTA PAREPARE Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas maka rumusan masalah penelitian adalah ”Adakah hubu- ngan antara pengetahuan Wanita Tuna Susila WTS