• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Bimbingan Shalat Pada Warga Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 Jakarta Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Bimbingan Shalat Pada Warga Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 Jakarta Barat"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

METODE BIMBINGAN SHALAT PADA WARGA BINAAN SOSIAL

(WBS) DI PANTI SOSIAL BINA INSANI BANGUN DAYA 1 JAKARTA

BARAT

Skripsi

Universitas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Oleh:

Siti Seirly Maulidy

NIM : 108052000025

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Januari 2013

(5)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrohim.

Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis panjatkan puji dan syukur yang mendalam ke hadirat Allah SWT., karena atas izin dan rahmatNya penulis dapat

menyelesaikan hasil karya tulisan inin dengan judul “Metode Bimbingan Shalat

Pada Warga Binaan Sosial (WBS) Di Panti Bina Insani Bangun Daya 1 Jakarta

Barat”. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi besar

akhir zaman, pemilik akhlak mulia, pembawa risalah islami kepada umat yaitu Muhammad SAW.

Penulis sadari tiada kesuksesan apapun tanpa motivasi dan dorongan orang lain. Dengan kerendahan dan ketulusan hati, penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan terimakasih kepada semua pihak, baik secara langsung ataupun tidak telah membantu menyelesaikan skripsi ini khususnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yaitu bapak Dra. Wahidin Saputa, MA dan Drs. Mahmud Jalal, MA.

2. Ibu Dra. Rini Lili Prihatini, M. Si selaku Ketua Jurusan dan Bapak Drs.Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang telah banyak membantu dalam kelancaran dan kemudahan studi dan proses skripsi penulis.

(6)

iii

dengan penuh kesabaran.

4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya di Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang telah mentransfer ilmu pengetahuan kepada penulis guna memperluas wawasan keilmuwan sabagai kewajiban umat Islam, semoga ilmu yang diberikan selama perkuliahan dapat bermnafaat.

5. Pimpinan dan staff atau karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakkultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas literaturnya baik selama penulisan skripsi maupun perkuliahan berlangsung.

6. Seluruh karyawan PSBIBD 1, khususnya bapak Akmal Towe, M. Si selaku Kepala PSBIBD 1. Serta kepada bapak H. Abdul Khair, S. Ag. M. Si selaku KASUBAG Tata Usaha PSBIBD 1. Serta kepada bapak Drs. Muchlis, M. Si selaku Kepala Seleksi Bimbingan dan Penyuluhan PSBIBD 1 dan serta kepada Ustad H. Bahruddin Hanafi, S. TH.i selaku Pembimbing Rohani di PSBIBD 1 yang bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai dalam mempercepat proses penyelesaian skripsi ini dan serta para responden. 7. Abinda H. Ramli Bin Ridwan dan Uminda Siti Badriah Alwi tercinta yang

telah mencurahkan kasih dan sayangnya kepada penulis, serta kesabaran dan

keikhlasannya dalam Do’a yang tak pernah henti di setiap shalatnya demi

(7)

iv

8. Kakaknda Siti Rifqiatut Taqiah dan Adinda Muhammad Robi Wathoni yang begitu besar mendukung dan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. 9. Segenap keluarga besar “ALWI” yaitu cang-cing dan sepupu tercinta,

penulis mengucapkan terimakasih banyak atas do’a, motivasi, perhatian dan dukungan keluarga besar selalu sampai hingga saat penyelesaian skripsi ini. 10. Teman-teman BPI angkatan 2008 dan kk kelas penulis yang bernama

Za’arasyi Rahmah jurusan KPI Ekstensi yang telah mensuport penulis dari

awal kuliah sampai selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih sekali kepada kalian semua.

11. Tidak lupa pula, penulis ucapkan terima kasih banyak kepada Warjito (Arji) yang telah meluangkan waktu, perhatian, memberikan semangat dan kesabarannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan tulis ini.

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT., penulis berserah diri, semoga semua bentuk perhatian, bantuan dan partisipasi yang sudah diberikan mendapatkan pahala yang setimpal dariNya. Dan harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Bimbingan dan Penyuluhan Islam dan bagi diri penulis maupun pembaca pada umumnya. Amin yaa

robbal’alamin

Jakarta, 22 Januari 2013

(8)

V

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ……… ii

DAFTAR ISI ……… v

BAB 1 PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah …………..……… 1

B. PembatasandanPerumusanMasalah ……….…….……… 4

C. TujuandanManfaatPenelitian ……….……….……….. 5

D. MetodologiPenelitian ………...…………... 6

1. JenisPenelitian ………...……. 6

2. PendekatanPenelitian ……….. 6

3. MetodePenelitian ………...………. 7

4. PenempatanLokasidanWaktuPenelitianPenelitiaan …...…..…. 7

5. SubjekdanObyek ……….….……… 8

6. Sumber Data ……….. 8

7. Instrument danAlat Bantu Penelitian ……..……… 8

8. TeknikKeabsahan Data ….………... 9

9. TeknikPengumpulan Data ………..……. 11

10.TeknikAnalisis Data ………..…... 11

11.TeknikPencatatan Data ………...……… 12

(9)

VI

E. TinjauanPustaka ……….... 14

F. SistematikaPenulisan ……….... 14

BAB II TINJAUAN TEORI A. MetodeBimbinganShalat ……….……….. 17

1. PengertianMetodeBimbinganShalat …………..………. 17

2. Macam-macamMetodeBimbinganShalat ……...……… 20

a. Macam-macamMetode ………...………...…..20

b. MetodeBimbingan ……….……….. 25 c. MetodeBimbinganShalat ………. 25

3. TujuandanFungsiBimbinganShalat ………... 28

a.TujuandanFungsiBimbingan ……….……….. 28

1). TujuanBimbingan ………... 28

2). FungsiBimbingan ………... 31

b. FungsidanTujuanShalat ……… 33

1). FungsiShalat ……….33

2). TujuanShalat ………. 33 4. MetodeBimbinganShalat …………...………..………. 35 B. WargaBinaanSosial ……….……...……… 38 1. PengertianWargaBinaanSosial …...……… 38 2. KarakteristikWargaBinaanSosial ………..………. 38 3. PenyebabMenjadiWargaBinaanSosial ……...……… 39

BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA INSANI BANGUN DAYA 1

(10)

VII

B. Visi, MisidanTujuan……….……….41

C. StrukturOrganisasidanPengelolaan ………...………43

D. Program ……….…...53

E. Metode yang Diberikan ………... 54

F. SaranadanPrasarana ……….….. 54

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS METODE BIMBINGAN SHALAT PADA WARGA BINAAN SOSIAL (WBS) A. ProfilSubjekPenelitian ……….. 56

B. TemuanPenelitiandanMetode yang Digunakan …………...…... 59

1. Program BimbinganShalat …………...………... 59

2. WaktuBimbingan ………...………. 60

3. MateriBimbingan ………...………. 60

4. Media Bimbingan ………...………. 61

5. MetodeBimbingan ………... 61

C. AnalisisHasilMetodeBimbinganShalat PadaWargaBinaanSosial (WBS) ……… 61

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……… 63

B. Saran ………. 64

DAFTAR PUSTAKA ………. 65

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang kedua dan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap umat Islam karena shalat adalah hukumnya

fardhu ‘aiyn (kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang Islam). Karena, shalat wajib dikerjakan oleh setiap muslim yang baligh dan berakal. Shalat merupakan inti segala amal, dan perhitungan amal seseorang (nanti pada hari kiamat) diawali dengan pemeriksaan shalatnya. Kalau shalatnya baik dan sempurna, maka semua amalnya dianggap baik dan sempurna. Namun apabila shalatnya rusak atau tidak sempurna, maka merugilah ia dan sia-sialah semua amal yang pernah dilakukannya. Sebagaimana dijelaskan di dalam sebuah hadits sebagai berikut1:

ل اق ط رق ب ها د ع ع :

سو ه ي ص ها ل وس ر ل اق :

ايقلا وي د علا هي ع بس احي ا لوا

اصلا , ه ع رئ اس ح ص ثح ص ءاف ,

دسف ا و ه ع رئ اس دسف ث

. ى ار طلا هاور

“Dari Abdullah bin Qurti berkata, Rasullah SAW pernah bersabda:

perkara pertama yang dihisab di hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik maka naiklah seluruh amal perbuatannya, dan jika sebaliknya maka rusaklah

seluruh perbuatannya.” (H.R. Thabrani)

Hadits diatas menjelaskan bahwa betapa pentingnya kedudukan dan martabat shalat dalam Islam. Karena jika manusia mengerjakan shalatnya dengan baik, benar dan sempurna, tentu manusia akan memperoleh pahala,

1

(12)

keutamaan dan kemuliaan sesuai janji Allah. Oleh karena itu, shalat tidak bisa dipelajari, dipahami dan dipraktikan sendiri oleh seorang hamba yang baru dan ingin melaksanakan shalat, harus ada yang dibimbing dan pembimbing agama yang membimbingnya mulai dari cara bersuci sampai salam shalat dan

cara berdo’a. Karena di sini ditegaskan, shalat merupakan rukun Islam yang

kedua dan hukumnya fardhu ‘ain (wajib bagi setiap individu). Shalat mulai dilatih dan dibiasakan sejak si anak umur 10 tahun. Jika si anak tersebut umurnya lebih dari 10 tahun, maka pukullah dengan pukulan mendidik dan tidak menyakitinya. Sebagaimana dituliskan dalam sebuah hadits sebagai berikut2:

م ب ا قرف ،رشع ء بأ مه لع مه برضا ع س ء بأ مه اصل ب مكدا أ ا رم

عج ضملا ف

)

د اد با ا ر

)

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka

berusia 7 tahun, dan pukullah mereka bila pada usia 10 tahun tidak mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka ditempat tidurnya”.(Hadits Hasan diriwiyatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang Hasan).

Hadits diatas menjelaskan bahwa dari situ saja, manusia bisa mengambil kesimpulan bahwa betapa pentingnya shalat. Lalu bagaimana dengan orang yang mengaku Islam tetapi sampai tua belum pernah shalat atau malas melaksanakan shalat. Kemalasan dan keengganan melaksanakannya merupakan tanda kemunafikan, dan melalikannya merupakan tanda hilangnya iman.

Di sini penulis mengambil contoh kasus para warga binaan sosial

2

(13)

3 (WBS) dipanti sosial Kedoya Jakarta barat. Di sana para warga binaan sosial (WBS) banyak, akan tetapi mereka sangat jarang sekali shalat bahkan bisa dikatakan belum pernah mengerjakan shalat selama hidupnya karena minimnya pengetahuan tentang agama apalagi shalat kepada mereka. Karena hidup mereka dihabiskan hanya untuk mencari pekerjaan kecil-kecil yang bisa menghasilkan duit, mulai dari shubuh sampai terbenam matahari, mereka kerjakan itu semua dengan sungguh-sungguh agar mereka masih bisa hidup baik hari ini, esok maupun lusa. Oleh sebab itu, mereka sangatlah minim sekali pembekalan agama pada diri mereka apalagi mengenai shalat. Kemudian di dalam hadits pula menjelaskan status orang yang meninggalkan shalat yaitu sebagai berikut3

ل ق د رب نع

:

ملس ه ا لص ها ل س ر ل ق

:

اصلا م ب ب دلا د علا

,

نمف

ار ج رفك د ف اصلا رت

.

(

ن سلا حصا دمحا ا ر

)

.

“Dari Buraidah, ia berkata, Rasullah SAW bersabda, „Suatu perjanjian

yang mengikat kami dengan mereka adalah shalat. Dan siapa yang meninggal shalat maka dia telah kafir secara terang-terangan”.(H.R. Ahmad dan Ashabus Sunan).

Hadits diatas menjelaskan bahwa shalat merupakan hal kedua yang terpenting setelah seseorang beriman dan percaya kepada keesaan Tuhan, dan lalai dari shalat dapat membawa seseorang kepada kekafiran, karena kalau seseorang tidak memperkuat keyakinannya dengan perbuatan nyata, maka lambat laun ia akan kehilangan keyakinannya itu.

Saking mereka tidak mengenal waktu bekerja untuk bisa

3

(14)

melangsungkan hidup mereka sampai-sampai mereka terkena razia dinas panti sosial karena melanggar peraturan UU kedisiplinan Jakarta. Karena setiap waktu mereka habiskan untuk bekerja bukan untuk istirahat dan ibadah sehingga mereka ditangkap dan dimasukan ke dalam panti sosial tidak hanya dimasukan begitu saja, tetapi mereka juga diberikan pembekalan tentang peraturan UU kedisiplinan Jakarta, bimbingan sosial, bimbingan hukum, bimbingan psikis, bimbingan kesenian dan bimbingan rohani yaitu contohnya diajarkan tentang ibadah, mulai berwudhu sampai shalat, tauhid dan akhlak untuk kehidupan sehari-hari mereka.

Panti Bina Insani Bangun Daya 1 telah menyediakan fasilitas tempat beribadah bagi para karyawan-karyawan maupun yang terbimbing untuk beribadah bersama-sama. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan secara mendalam dan sekaligus dijadikan pembahasan skirpsi dengan judul

“Metode Bimbingan Shalat Pada Warga Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial

Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta Barat”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Di PSBIBD 1 cukup banyak program pembinaan yang diberikan kepada terbimbing atau WBS (Warga Binaan Sosial), seperti: Bimbingan Sosial, Bimbingan Hukum, Bimbingan Rohani, Bimbingan Psikis (Olahraga), dan Bimbingan Kesenian (Nyanyi, membuat keset, bubur kedelai dan mebelai ( pengkerajin kayu) )

(15)

5 bimbingan shalat

Berdasarkan pembatasan masalah yang di atas maka rumusan masalah adalah dapat dirinci sebagai berikut:

1. Bagaimana program bimbingan shalat yang ada di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta?

2. Bagaimana metode bimbingan shalat yang ada di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta?

3. Bagaimana penerapan dari metode-metode bimbingan shalat yang ada di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah dalam bimbingan shalat yang diberikan di PSBIBD 1 Jakarta, maka tujuan penelitian ialah untuk mengetahui program bimbingan shalat yang ada di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta, untuk mengetahui metode bimbingan shalat yang ada di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta, dan untuk mnegetahui sejauh mana penerapan dari metode-metode bimbingan shalat yang ada di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

(16)

PSBIBD 1.

Kemudian hasil penelitian praktik ini juga diharapkan bermanfaat untuk praktis yaitu dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran yang akan menjadi bahan masukkan kepada PSBIBD 1 dalam memberikan metode-metode bimbingan shalat kepada warga binaan sosial (WBS) sehingga mereka bisa memperbaiki dan menyempurnakan lagi shalat mereka.

D. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitan, maka penelitian ini adalah deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan buku angka-angka, laporan penelitian akan bersikap kutipan-kutipan atau untuk member gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berdasarkan dari naskah wawncara, catatan laporan, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya.4

2. Pendekatan Penelitian

Yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, karena penulis bermaksud untuk meneliti sesuatu secara mendalam. Dalam hal ini yang akan diteliti adalah metode bimbingan shalat yang diberikan pembimbing rohani kepada warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 PSBIBD 1 Jakarta Barat.

Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian karena penulis berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif ini,

4

[image:16.595.98.514.245.617.2]
(17)

7 didapatkan hasil penelitian yang menyajika data yang akurat, dan digunakan secara jelas dari kondisi sebenarnya.

3. Metode Penelitian

Untuk mendapatkan data dan informasi yang objektif, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan dalam metode komunikasi langsung dan tidak langsung, dengan menggunakan alat sebagai berikut:

a. Observasi merupakan pengamatan dan penelitian dengan sistematika fenomena-fenoma yang diselidiki.5 Sutrisno Hadi mengungkapkan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dalam dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dan di antara yang penting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.6 b. Wawancara (Interview), dimana penulis mengadakan tanya jawab

kepada pembimbing rohani dan yang bersangkutan untuk mendapatkan data yang cukup kuat. Yang terdiri dari kepala PSBIBD 1, KA. SUBAG TU, ketua bagian bimbingan dan penyaluran, pembimbing rohani dan 8 Warga Binaan Sosial (WBS).

4. Penempatan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 Jakarta Barat. Dimana tempat lokasinya tidak terlalu jauh baik dari rumah maupun kampus, lokasinya juga strategis dari jalan raya dan banyak mobil dan meneruskan dari praktikum makro.

Sedangkan waktu pelaksanaanya dimulai pada bulan November

5

Sutrisno Hadi, Metodologi Riset II, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1984), h. 141

6

(18)

2011 hingga Maret 2012. 5. Subyek dan Objek

Adapun yang menjadi subyek penelitian adalah kepala PSIBID 1, KA SUB BAG TU, ketua bagian bimbingan dan penyaluran, pembimbing rohani, dan 8 ornag warga binaan sosial yang ada di PSBIBD 1 Jakarta.

Dan adapun yang menjadi obyek dari penelitian tersebut yaitu penerapan metodebimbingan shalat paada warga binaan sosial (WBS) yang ada di PSBIBD 1 Jakarta.

6. Sumber Data

Adapun sumber data yang dijadikan sebagai bahan skripsi antara lain : a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari narasumber dalam bentuk wawancara dengan kepala PSBIBD 1, KA. SUB BAG TU, ketua bagian bimbingan dan penyaluran, pembimbing rohani, dan 8 warga binaan sosial yang ada di Panti Sosial Bina Insani Bnagun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta yang memenuhi criteria narasumber yang dimbil penulis.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah suatu data yang diperoleh melalui catatan-catatan atau suatu dokumen yang berkaitan dengan penelitian, seperti buku, majalah, foto dan sebagainya.

7. Instrument dan Alat Bantu Penelitian

(19)

9 dokumentasi (foto-foto), dan buku-buku yang menunjang terhadap penelitian yang dilakukan.

8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, yaitu subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan observasi mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa control, dan sumber data kualitatif yang kurang credible akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian.

Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa cara menentukan keabsahan data, yaitu kredibilitas, apakah proses dan hasil penelitian dapat diterima atau dipercaya, beberapa criteria dalam menilai adalah lama penelitian, observasi yang detail, triangulasi, per debriefing, analisis kasus negatif, membandingkan dengan hasil penelitian lain, dan member-check. Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian, yaitu:

a. Pengamatan yang terus menerus, untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang sedang diteliti, serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Penulis dalam hal ini melakukan observasi di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 10 Jakarta secara kontinyu untuk menemukan relevansi penelitian dan peristiwa yang sedang diteliti. b. Triangulasi, pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu

(20)

pembanding terhadap data tersebut. Hal ini dilakukan penulis untuk melihat kebsahan data terkait dengan persoalan bimbingan shalat kepada warga binaan sosial (WBS) secara langsung yang dibandingkan dengan data dokumentasi di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta

c. Transferabilitas yaitu hasil penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang lain. Penulis berinisiatif bahwa penelitian ini menjadi practicion value, yang hasilnya nenti diharapkan dapat diimplementasikan oleh penulis di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta.

d. Konfirmabilitas yaitu hasil penelitian dapat dibuktikan kebenanrannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Penulis melakukan konfirmasi ulang pada data peneltian lapangan di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta agar data yang dihasilkan dapat dipertanggunngjawabkan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif.

(21)

11 keagamaan yang terjadi di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 Jakarta untuk membuka wacana dan memberikan informasi mengenai bimbingan shalat pada warga binaan sosial (WBS).

9. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Dokumentasi, yaitu penulis mencari keterangan dan bacaan yang dibutuhkan mengenai masalah terkait, melalui sumber-sumber yang ada, juga menelaah dokumentasi dan arsip yang dimiliki Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 Jakarta Barat.

b. Observasi atau pengamatan langsung diPanti Sosial Bina Insani Kedoya Jakarta Barat, guna memperoleh gambaran yang jelas tentang metode bimbingan shalat pada warga binaan sosial (WBS) diPanti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 Jakarta Barat.

c. Wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu.7

Dalam hal ini penulis akan mewancarai pihak yang terkait seperti pamong lembaga, bimbingan Rohani, KA SUBAG TU, ketua bagian bimbingan dan penyaluran dan 8 warga binaan sosial (WBS) yang ada di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 Jakarta Barat.

10.Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif dan berkelanjutan yang tujuan akhirnya menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-konsep dan pembangunan suatu teori baru.8 Analisis data merupakan proses mencari dan meyusun secara sistematis data yang

7

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2007 ), h. 4.

8

(22)

diperoleh dari wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Analisis data adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar kemudian dianalisa agar mendapatkan hasil berasarkan data yang ada. Hal ini disesuaikan dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif.9

Setelah penulis mendapatkan data-data informasi yang dibutuhkan, teknik yang penulis lakukan dalam menganalisa data yaitu berupa sebagai berikut :

a. Data yang didapatkan melalui observasi, dimana penulis mengumpulkan data secara akurat dengan car mencatat, fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek hubungan tersebut.

b. Data yang didapatkan melalui wawancara, yakni adanya percakapan antara penulis dengan yang diwawancarai, mengemukakan pendapat, pandangan dan lain sebagainya.

c. Data yang didapatkan melalui dokumentasi, yakni penulis mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan transkip buku dan sebagainya. 11. Teknik Pencatatan Data

Alat penelitian yang sering digunakan adalah catatan lapangan (data lapangan). Catatan lapangan atau dat tidak lain dari pada yang dibuat

9

(23)

13 peneliti sewaktu mengadakan wawancara terbuka (pada subjek penelitian tahu mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara itu), atau menyaksikan kejadian tertentu. Catatan lapangan (data) itu dibuat dalam bentuk kata-kata kunci, singkat, pokok utama saja, kemudian dilengkapi dan di sempurnakan apabila sudah pulang ketempat tinggal.

Pencatat data di lapangan hendaknya direkam apa yang perlu dan yang tidak perlu dicatat. Uraian tentang data dan orang yang diamati atau yang diwawancarai, bagaimana menghadapi perubahan latar penelitian, dan bagaimana cara memberikan pendapat dan tanggapan sendiri mengenai informasi yang dikumpulkan.10

12. Teknik Pengolahan Data

Setelah penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penelitian akan mengolah dan menganalisis data yang sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Hal itu dilakukan seperti orang merajut sehingga tiap bagian di talaah satu demi satu. Pertanyaan dengan kata tanya “mengapa”alasan apa”dan “bagaimana

terjadinya” akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti”.11

Menurut Patton sebagaimana dikutip oleh Lexy. J. Moleong dalam

bukunya “Metode Penelitian Kualittif” bahwa analisis data adalah proses menurut urutan data, mengorganisasikannya ke dalam satu pola, katagori sebagai suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan sebuah tema dan dapat ditemukan hipotesis kerjanya.12

10

Lexy.J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: LPSP 3 UI, 1998), Cet, Ke-1, h.5

11

E. KristiPoerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologis, (Jakarta: LPSP 3 UI, 1998) cet, ke-1, h.57.

12

(24)

13.Tinjauan Pustaka

Sebelum mengadakan penelitian lebih lanjut, perlu penulis kemukakan suatu tinjauan pustaka sebagai langkah awal dalam penyusuanan skripsi yang akan penulis buat terhadap beberapa skripsi yang memiliki kemiripan secara judul untuk menghindari plagiat.

Tinjuan pustaka pertama yang penulis telusuri adalah skripsi yang

berjudul “ Pendekatan Bimbingan Shalat Pada Anak Tunagrahita – C Di

SLB / BC Muara Sejahtera Pondok Cabe Ilir Pamulang Tangerang”,

Khusnul Mubarok, Mahasiswi Bimbingan dan Penyuluhan Islam angkatan 2009. Penelitian dalam skripsi ini berfokus pada metode atau cara memberikan bimbingan shalat kepada anak Tunagrahita – C SLB / BC Muara Sejahtera.

Penulusan skripsi yang kedua pemulis lakukan terhadap skripsi

yang berjudul “ Upaya Pembimbing Dalam Meningkatkan Pengetahuan

Ibadah Shalat Siswa SDN Kunciran 4”. Yang disusun oleh Mumun Mulyanah, Mahasiswi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam tahun 2006. Penelitian dalam skripsi ini berfokus kepada sampai sejauh mana upaya pembimbing agama yang ada di SDN Kunciran 4 dalam meningkatkan ibadah shalat siswa atau anak bimbingannya.

(25)

15 diberikan kepada para warga binaan sosial (WBS), memakai program apa saja dan bagaimana penerapan dari metode bimbingan shalat yang ada di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1 Jakarta).

11. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembatasan skripsi ini, penulis merangkaikan secara sistematis penulisannya dibagi ke dalam lima bab: adapun sistematis penulisannya sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, meliputi; Latar Belakang Masalah, Perumusan dan

Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, metodologi penelitian (jenis penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian, subyek dan obyek, sumber data, instrument dan alat bantu, teknik pemeriksaan keabsahan data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, teknik pencatatan data, teknik pengolahan data, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan).

BAB II Tinjauan Teori, meliputi Metode bimbingan shalat yaitu; pengertian metode bimbingan shalat (pengertian metode, pengertian bimbingan dan pengertian shalat), macam-macam metode bimbingan shalat (macam-macam metode, metode bimbingan dan metode bimbingan shalat), tujuan dan fungsi bimbingan shalat, metode bimbingan shalat,. Warga Binaan Sosial (pengertian warga binaan sosial, karakteristik warga binaan sosial, dan penyebab menjadi warga binaan sosial).

BAB III Metode Bimbingan Shalat Pada Warga Binaan Sosial (WBS)

Di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta Barat

(26)

pengelolaan, sarana dan prasarana.

BAB IV Temuan dan Analisis Metode Bimbingan Shalat Pada Warga

Binaan Sosial (WBS) meliputi; profil subjek penelitian, Temuan

Penelitian dan Metode yang Digunakan terdiri dari: Program Bimbingan Shalat, Waktu Bimbingan, Materi Bimbingan, Media, dan Metode Bimbingan.

(27)

17 BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Metode Bimbingan Shalat

1. Pengertian Metode Bimbingan Shalat

Metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai metode (dengan ilmu pengetahuan, dan sebagainya).1 Secara etimologi metode berasal dari

bahasa Yunani, yang terdiri dari penggalan kata “meta” yang berarti

melalui” dan “hodos” berarti “jalan”. Bila digabungkan maka metode

bisa diartikan “jalan yang harus dilalui”. Dalam pengertian yang lebih

luas, metode bisa diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan”.2

Sedangkan bimbingan memiliki pengertian menuntun, membantu seseorang yang mengalami masalah agar ia dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Bimbingan merupakan terjemahan dari

guidance”. Bentuk kata kerjanya yaitu “to guide” yang menunjukan.

Bimbingan berarti menunjukan kepada seseorang yang secara psikologis membutuhkan bantuan, sehingga bimbingan adalah suatu pemberi bantuan psikologis agar yang bersangkutan dapat menyelesaikan atau mengurangi sendiri masalah yang sedang dihadapinya.3

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), Cet. Ke-2, h. 580

2

M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 120

3

(28)

Prayitno mengungkapkan bahwa bimbingan adalah “bantuan yang diberikan kepada orang lain, baik secara perorangan (individu) maupun kelompok agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Yaitu mengenal diri sendiri dan lingkungannya, menerima diri sendiri dan lingkungannya, secara positif dan dinamis, mengenal keputusan diri sendiri, mengarahkan diri sendiri, dan mewujudkan diri

sendiri”.4

Untuk memudahkan mengingat tentang pengertian bimbingan, maka Prayitno menyimpulkan unsur-unsur pokok yang ada dalam usaha pelayanan bimbingan, yaitu5:

B = bantuan B = bahan G = gagasan

I = individu I = interaksi A = asuhan

M = mandiri N = nasehat N = norma

Arthur J Jones berpendapat seperti yang dikutip oleh Hallen A.

“Bimbingan adalah sebagai pertolongan yang diberikan oleh seseorang

kepada orang lain dalam hal membuat pilihan-pilihan, penyesuaian diri dan pemecahan problem-problem6”.

Menurut DR. Moh Surya seperti yang dikutip oleh Hallen A. mengemukakan definisi bimbingan sebagai berikut: “Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengerahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri

4

Prayitno., dan Erman Anti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), Cet. Ke-1.

5

M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 2008), h. 8

6

(29)

19

dengan lingkungan”.7

Menurut Rachman Natawijaya seperti yang dikutip dari Hallen A.

menyatakan bahwa “Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan

kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntunan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat, serta kehidupan umunya. Dengan demikian ia dapat mengecap kebahagiaan hidup dan dapat memberikan sumbanngan yang berarti bagi kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai

perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial”.8

Adapun makna shalat menurut bahasa berarti doa. Sedangkan menurut syara’ berarti menghadapkan jiwa dan raga kepada Allah; karena takwa hamba kepada Tuhannya, mengagumkan kebesaran-Nya dengan khusyu dan ikhlas dalam bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, sesuai dengan cara-cara dan syarat-syarat yang telah ditentukan.9 Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Taubah 9: 103 dan Hajj 22: 77 sebagai berikut:

























“Dan berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu

menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi

Maha Mengetahui”. (Taubah 9: 103).

7

Ibid, h. 5

8

Ibid. h. 5.

9

(30)

Kata shalat dalam firman Allah tersebut di atas berarti do’a.

Sedangkan pengertian shalat menurut istilah dapat dilihat dari beberapa definisi10 “Shalat adalah suatu ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir bagi Allah SWT, dan

diakhiri dengan memberi salam. Sulaiman Rasyid mengatakan “Shalat

adalah ibarat yang tersusun dari beberapa perkataan dan beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, dan

memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”.

Dari definisi diatas mengenai pengertian metode, bimbingan dan shalat, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan metode bimbingan shalat itu sendiri ialah cara atau jalan yang ditempuh secara berkesinambungan atau terus menerus untuk memahami ibadah kepada Allah dalam bentuk doa yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, sesuai dengan cara-cara dan syari’at-syari’at yang telah ditentukan.

2. Macam-macam Metode Bimbingan Shalat

a. Macam-macam Metode

Penulis akan menjelaskan beberapa metode, diantaranya: 1). Wawancara

Adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengungkapkan dan mengetahui mengenai fakta-fakta mental atau kejiwaan (psikis) yang ada pada diri terbimbing atau warga binaan sosial (WBS).

10

(31)

21

2). Observasi

Adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengamati secara

langsung sikap dan perilaku yang tampak pada saat-saat tertentu, yang

muncul sebagai pengaruh dari kondisi mental atau kejiwaannya. Pada

saat melakukan observasi, observer melakukan pencatatan terhadap

semua yang diamatinya dengan teliti dan obyektif. Selanjutnya

diadakan analisa dan merumuskan kesimpulan sesuai dengan yang

sesungguhnya.

3). Tes (kuisioner)

Penggunaan metode ini adalah untuk mengetahui fakta dan

fenomena kejiwaan yang tidak bisa diperoleh melalui metode

wawancara atau observasi. Dalam penggunaan angket atau kuis agar

mendapatkan data-data dan informasi yang sesuai dan obyektif maka

yang perlu diperhatikan ialah penggunaan kata-kata atau istilah dalam

pertanyaan yang dituliskan, yakni disesuaikan dengan keadaan obyek

yang dituju.

Kemudian ketepatan pertanyaan-pertanyaan yang dijadikan

modus dalam pengidentifikasian permasalahan, serta struktur dari

masakah-masalah yang ditanyakan. Demikian pula ketelitian dalam

memahami jawaban-jawaban yang diberikan terbimbing, berikut

diberikan orientasi atau petunujuk kepada terbimbing yang akan

mengisi atau memilih jawaban yang disediakan, sehingga tingkat

(32)

4). Bimbingan Kelompok

Ialah metode bimbingan yang digunakan melalui kegiatan bersama (kelompok), seperti kegiatan diskusi, ceramah, seminar dan sebagainya. Penggunaan metode ini biasanya untuk mempelajari dan mengetahui komunikasi dan interaksi sosial yang dilakukan individu-individu (terbimbing atau warga binaan sosial ), hubungan timbal balik dan partisipasi terbimbing atau warga binaan sosial berada dalam kelompoknya. Hal ini bisa dilakukan untuk menumbuhkan atau mengembangkan potensi-potensi sosial warga binaan sosial atau bimbingan yang diberikan bagi warga binaan sosial yang mengalami kesulitan dalam melakukan kontak sosial dengan masyarakat. Maka melalui bimbingan kelompok secara bertahap warga binaan sosial diberikan peluang untuk berinteraksi dan bergaul dalam kelompoknya. 5). Psikoanalisis

(33)

23

6). Metode bil-hikmah

Yaitu cara yang bijaksana, bersifat akademis dan elegant. Metode ini biasanya digunakan dalam menghadapi klien yang terpelajar, intelek, dan memiliki tingkat rasional yang tinggi, tetapi bersifat ragu-ragu atau bahkan kurang yakin terhadap kebenaran ajaran agama, sehingga menjadi masalah bagi dirinya.

7). Metode bil-mujadalah

Yaitu melalui perdebatan yang digunakan dalam menunjukkan dan membuktikan ajaran agama, dengan menggunakan dalil-dalil yang rasional. Teknik ini digunakan terhadap klien yang sangat kritis atau tidak mudah menerima begitu saja apa-apa yang disampaikan pembimbing agama.

8). Metode bil-mau’idzah

Yaitu menunujukkan contoh yang benar dan tepat, agar warga binaan sosial bisa mengikutinya dengan mudah, sebab kekuatan logikanya sulit menangkap bila hanya berupa penjelasan atau teori-teori yang masih baku.

9). Metode Ceramah

Yaitu penjelasan yang bersifat umum, cara ini lebih tepat diberikan dalam bmbingan kelompok. Tetapi pembimbing mesti berupaya untuk menyesuaikan apa-apa yang disampaikannya dengan kondisi terbimbing yang beragam.

10). Metode Diskusi atau Dialog dan Tanya Jawab

(34)

terselesaikan secara langsung, tetapi membutuhkan waktu yang banyak. 11). Metode Lisan

Yaitu melalui pesan-pesan langsung yang disampaikan dengan ucapan atau kata-kata, guna membantu penyelesaian masalah klien, atau untuk menjelaskan sesuatu dan pesan-pesan tertentu untuk kebaikan dirinya dengan menggunakan kata-kata atau bahasa yang mudah dimengerti.

12). Metode Do’a

Dalam Islam setiap permasalahan tidak mungkin diatasi sendiri tanpa bantuan dari Yang Maha Kuasa (Tuhan). Karena itu, dalam mengatasi dan memecahkan masalah klien, pembimbing membimbing untuk bersama-sama memohon pertolongan dan bantuan dari Tuhan. Sebab terapis yang terbaik adalah Allah Swt., jadi kesembuhan yang hakiki dan sejati hanya datang dan milik-Nya. Hal ini sekaligus menunujukkan kepada klien bahwa, siapa pun pembimbing tugas mereka hanya membantu sebagai sahabat dan fasilitator dalam menetapkan pilihan hidupnya serta dapat menghadapi masalah dengan baik.11

Dengan demikian, puncak dari semua metode yang sudah dipaparkan tersebut di atas ialah menjadikan para warga binaan sosial (WBS) sadar terhadap potensi dan kemampuan diri para warga binaan sosial (WBS), serta mengerti pula mengenai tugas dan kewajiban mereka terhadap Sang Pencipta (al-Khaliq).

11

(35)

25

b. Metode Bimbingan

Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang

terdiri dari penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos

berarti “jalan”. Bila digabungkan maka metode bisa diartikan “jalan

yang harus dilalui”. Dengan demikian metode bimbingan shalat

adalah cara atau jalan yang ditempuh untuk tercapainya suatu tujuan bimbingan shalat yang efektif dan efesien.12

Kemudian berdasarkan pengertian dari bimbingan shalat itu sendiri, maka menurut Ainur Rahim Faqih, membagi kepada dua macam metode bimbingan shalat yaitu bimbingan shalat dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu sebagai berikut:13

1). Bimbingan Langsung

Yaitu komunikasi langsung di mana pembimbing dan klien langsung bertatap muka. Dalam bimbingan langsung, pembimbing dapat menggunakan teknik:

(a). Individual, cara ini memungkinkan pembimbing dan klien berbicara langsung empat mata. Hal ini dapat dilakukan pada saat percakapan pribadi, kunjungan ke rumah, kunjungan dan obserfasi kerja klien.

(b). Kelompok, pembimbing melakukan komunikasi langsung

12

M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 2008), h. 120

13

Ainur Rahim Faqih. Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UII Perss, 2001), Cet. Ke-2,

(36)

dengan klien dalam kelompok. Hal yang dapat diterapkan dalam bimbingan kelompok adalah diskusi kelompok, karyawaisata, sosiodarma, dan group teaching.

2). Bimbingan Tidak Langsung

Adalah bimbingan yang dilakukan melalui media masa. Bimbingan tidak langsung dapat pula dilakukan secara individual maupun kelompok. Teknik yang digunakan adalah:

(a). Individual, dilakukan melalui surat, telepon, fax, email dan lain sebagainya.

(b). Kelompok, dapat dilakukan melalui papan bimbingan, surat kabar atau majalah, brosur, radio atau televisi.

c. Metode Bimbingan Shalat

Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang

terdiri dari penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan

hodos” berarti “jalan”. Bila digabungkan maka metode bisa

diartikan “jalan yang harus dilalui”. Dengan demikian metode

bimbingan shalat adalah cara atau jalan yang ditempuh untuk tercapainya suatu tujuan bimbingan shalat yang efektif dan efesien.14

Pada uraian berikut ini penulis akan menguraikan secara singkat beberapa metode yang digunakan dalam kegiatan bimbingan shalat pada umumnya.

14

(37)

27

1). Metode Ceramah15

Yaitu suatu teknik atau metode bimbingan yang banyak diwarnai oleh cirri karakteristik bicara seorang pembimbing pada aktivitas bimbingan. Ceramah dapat pula bersifat berpidato (retorika), khutbah, mengajar dan sebagainya.

Kelebihan dari metode ceramah ini adalah sifatnya yang fleksibel, mudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta waktu yang tersedia, jika waktunya terbatas, bahan atau materinya dapat dipersingkat. Dan sebaliknya jika waktunya memungkinkan (banyak) dapat disampaikan materi yang sebanyak-banyaknya dan lebih mendalam. Sedangkan kelemahannya adalah kurang efektifnya pemahaman materi oleh objek pembinaan / pendengar, Karena komunikasinya hanya bersifat satu arah.

2). Metode Tanya Jawab atau Dialog16

Yaitu penyampaian materi bimbingan dengan cara mendorong audience (peserta bimbingan) agar lebih aktif dan bersungguh-sungguh memperhatikan materi yang diberikan. Sehingga dengan metode ini audience akan langsung memahami persoalan-persoalan yang dihadapinya.

Disamping itu kelebihan lain dari metode ini yaitu sangat berguna untuk mengurangi kesalahfahaman objek bimbingan, menjelaskan perbedaan-perbedaan pandangan dalam

15

Asmuni Syukri, Dasar-dasar Strategi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 104-107.

16

(38)

memahami bimbingan shalat dan menerangkan suatu persoalan yang belum pernah dimengerti, yang kesemuanya itu dapat secara jelas dengan langsung dijelaskan kepada objek bimbingan. Dalam metode ini terdapat komunikasi dua arah maka penyampaian materi akan dengan efektif dapat difahami oleh objek bimbingan. Sehingga pokok-pokok persoalan tentang shalat dapat lebih luas dan lebih dalam diketahui oleh audience.

Jadi dapat difahami bahwa yang dimaksud dengan metode bimbingan shalat adalah suatu cara yang ditempuh untuk tercapainya suatu bimbingan shalat yang efektif dan efesien lagi sesuai dengan ketentuan agama.

3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Shalat

a. Tujuan dan Fungsi Bimbingan

1). Tujuan Bimbingan

Bimbingan dilakukan secara berkesinambungan, dikarenakan memiliki tujuan yang pasti dan terarah. Di antara tujuan bimbingan agama adalah, yakni:

(a). Tujuan Umum:

(39)

29

Dalam bukunya Ainur Rahim Faqih menjelaskan bahwa secara umum bimbingan agama (Islam) bertujuan membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.17

Sedangkan menurut Prayitno yang dikutip oleh Hallen A., bimbingan agama dilakukan dengan tujuan sebagai upaya agar klien atau konselor dapat menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan.18

Jadi dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan tujuan umum dari bimbingan yaitu diharapkan agar klien mengetahui dirinya sekaligus merencanakan masa depan dan mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

(b). Tujuan Khusus:

Ainur Rahim Faqih mengemukakan beberapa tujuan khusus dari bimbingan agama diantaranya:

(1). Membantu Individu mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

(2). Membantu Individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap atau menjadi lebih

17

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UII Pers, 2001),Cet. Ke-2 h. 35

18

(40)

baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.19

Pada uraian berikut ini penulis akan menguraikan mengenai rumusan tujuan dari bimbingan yang dapat dirincikan sebagai berikut:20

1. Melakukan bimbingan mengenai tata cara pengamalan, memahami dan melaksanakan agama dengan benar.

2. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah yang timbul sebagai efek dari interaksi personal dan kelompok dengan pendekatan agama.

3. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah psikologis seseorang.

4. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental atau kejiwaan individu dan kelompok yang timbul karena penyakit fisik yang dideritanya. 5. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah

mental atau spiritual yang dialami penyandang masalah-masalah sosial dan cacat fisik pada lembaga-lembaga rehabilitasi sosial.

6. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental atau spiritual yang dialami para tahanan dan

19

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UII Perss, 2001), Cet. Ke-2, h. 36

20

(41)

31

lembaga permasyarakatan. Serta pembinaan mental bagi anak jalanan, panti jompo dan masalah sosial lainnya.

7. Dan memberikan bimbingan bagi karyawan, tenaga kerja dan prajurit guna meningkatkan kinerja dan produktivitas kerja dengan pendekatan agama.

Dan dapat dipahami pula pada penjelasan diatas mengenai tujuan khusus dari bimbingan yaitu membantu individu dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapinya dengan melakukan bimbingan personal diharapkan permasalahan individu tersebut tidak menjadi sumber masalah bagi dirinya maupun untuk orang lain lagi.

2). Fungsi Bimbingan

Fungsi bimbingan adalah sebagai fasilitator dan motivator dalam upaya mengatasi dan memecahkan masalah kehidupan dengan menggunakan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.21

Sedangkan menurut Ainur Rahim Faqih fungsi dari bimbingan rohani Islam dibagi menjadi empat fungsi, yakni: (a). Fungsi Preventif, yakni membantu Individu menjaga atau

mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.

(b). Fungsi Kuratif atauKorektif, yakni membantu Individu

21

(42)

memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.

(c). Fungsi Preservatif, yakni membantu Individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama (in state of good).

(e). Fungsi Developmental atau Pengembangan; yakni membantu Individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik.22

Dari beberapa pengertian mengenai macam-macam fungsi maka dapat dipahami bahwa fungsi bimbingan adalah membantu individu (terbimbing) untuk memahami potensi dan kemampuan dirinya dan mengatasi problem yang dihadapi sehingga dia mampu mengaktualisasikan diri dan mengadaptasikan diri dengan lingkungannya secara sadar dan penuh sesuai dengan ajaran Islam.

Melalui bimbingan shalat, diharapkan agar para terbimbing (WBS) dapat mengetahui, mengenal dan memahami keadaan dirinya sendiri, menerima keadaan dirinya dan menerapkan pengertian diri sendiri dalam kenyataan hidup sehari-hari.

22

Aunur Rahim Faqih. Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UII Perss, 2001), Cet. Ke-2,

(43)

33

b. Tujuan dan Fungsi Shalat

1). Tujuan Shalat

Shalat mempunyai tujuan pokok dan tambahan.Tujuan pokoknya adalah menghadapkan diri kepada Allah Yang Maha Esa dan mengkonsentrasikan niat kepada-Nya dalam setiap keadaan. Dengan adanya tujuan itu seseorang akan mencapai derajat yang paling tinggi di akhirat. Sedangkan tujuan tambahan adalah agar terciptnya kemaslahatan diri manusia dan terwujudnya usaha yang terbaik.23

Ada tiga macam tujuan shalat yaitu:

(a). Untuk membuktikan diri kita sebagai hamba Allah Swt (b). Untuk membuktikan diri sebagai manusia, dan

(c). Untuk memberikan ketaqwaan dalam diri manusia.24 2). Fungsi Shalat

Adapun shalat berfungsi sebagai menghidupkan kesadaran tauhid serta memantapkannya di dalam hati, menghapuskan kepercayaan kepada berbagai kuasa ghaib yang selalu disembah oleh orang-orang musyrik untuk meminta pertolongan, melalui ibadah shalat, perasaan takut, dan harapan kepada Allah akan meresap ke dalam hati. Inilah ruh ibadah yang sebenarnya dan bukan bentuk perilaku lahir, perbuatan

23

Lahmuddin Nasution, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. Ke-1, h. 2.

24

(44)

atau ucapan-ucapan.25

Kemudian fungsi lain dari shalat ialah sebagai penawar yang mujarab bagi kesehatan jiwa, rohani dan fisik manusia serta memberikan keterangan batin manusia.26Shalat juga dapat berfungsi sebagai:

(a). Sarana komunikasi langsung antara hamba dengan sang khaliqnya dan salah satu sarana untuk mencapai kebahagiaan

(b). Merupakan sarana terbesar dalam taskiyah an-nafs (pembersihan jiwa)

(c). Sarana terbatas untuk meningkatkan keimanan seseorang kepada Allah Swt27

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat di fahami bahwa tujuan dan fungsi bimbingan shalat adalah agar kita sebagai manusia menjadi hamba Allah yang selalu menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Banyak ayat al-qur’an yang mewajibkan untuk mengerjakan shalat di antaranya:                     

“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan

(yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah

shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Thoha.20: 14)

25

Lahmuddin Nasution, Fiqih Ibadah, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. ke-2, h.67.

26

Nasruddin Razak, Dinul Islam, (Bandung : Al- Ma’arif, 1993), Cet. ke-11, h.182. 27

(45)

35

Ayat di atas menjelaskan bahwa shalat itu mengingat

Allah, memuji dan memohon do’a kepada-Nya. Karena dalam

shalat itu hubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya.

Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa shalat berfungsi untuk mencegah seseorang melakukan perbuatan keji dan munkar, seperti dalam firman Allah Swt:

                                            

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu

Al kitab (al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. 29: 45)

4. Metode Bimbingan Shalat

Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari

penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” berarti “jalan”. Bila

digabungkan maka metode bisa diartikan “jalan yang harus dilalui”.Dengan

demikian metode bimbingan shalat adalah cara atau jalan yang ditempuh untuk tercapainya suatu tujuan bimbingan shalat yang efektif dan efesien.28

Pada uraian berikut ini penulis akan menguraikan secara singkat beberapa

28

(46)

metode yang digunakan dalam kegiatan bimbingan shalat pada umumnya. a. Metode Ceramah29

Yaitu suatu teknik atau metode bimbingan yang banyak diwarnai oleh cirri karakteristik bicara seorang pembimbing pada aktivitas bimbingan.Ceramah dapat pula bersifat berpidato (retorika), khutbah, mengajar dan sebagainya.

Kelebihan dari metode ceramah ini adalah sifatnya yang fleksibel, mudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta waktu yang tersedia, jika waktunya terbatas, bahan atau materinya dapat dipersingkat.Dan sebaliknya jika waktunya memungkinkan (banyak) dapat disampaikan materi yang sebanyak-banyaknya dan lebih mendalam.Sedangkan kelemahannya adalah kurang efektifnya pemahaman materi oleh objek pembinaan / pendengar, Karena komunikasinya hanya bersifat satu arah. b. Metode Tanya Jawab atau Dialog30

Yaitu penyampaian materi bimbingan dengan cara mendorong audience (peserta bimbingan) agar lebih aktif dan bersungguh-sungguh memperhatikan materi yang diberikan. Sehingga dengan metode ini audience akan langsung memahami persoalan-persoalan yang dihadapinya.

Disamping itu kelebihan lain dari metode ini yaitu sangat berguna untuk mengurangi kesalahfahaman objek bimbingan, menjelaskan perbedaan-perbedaan pandangan dalam memahami bimbingan shalat dan menerangkan suatu persoalan yang belum pernah dimengerti, yang

29

Asmuni Syukri, Dasar-dasar Strategi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 104-107.

30

(47)

37

kesemuanya itu dapat secara jelas dengan langsung dijelaskan kepada objek bimbingan. Dalam metode ini terdapat komunikasi dua arah maka penyampaian materi akan dengan efektif dapat difahami oleh objek bimbingan. Sehingga pokok-pokok persoalan tentang shalat dapat lebih luas dan lebih dalam diketahui oleh audience.

Jadi dapat difahami bahwa yang dimaksud dengan metode bimbingan shalat adalah suatu cara yang ditempuh untuk tercapainya suatu bimbingan shalat yang efektif dan efesien lagi sesuai dengan ketentuan agama.

B. Warga Binaan Sosial

1. Pengertian Warga Binaan Sosial (WBS)

Disini Panti Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) menyebutkan para PMKS dengan sebutan warga binaan sosial (WBS).Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani dan sosial secara memadai dan wajar.Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan atau keterpencilan dan perubahan lingkungan (secara mendadak) yang kurang mendukung, seperti terjadinya bencana.31

31

(48)

Berikut ini akan dijelaskan secara terinci definisi operasional dan karakterisitik dari masing-masing jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) :

2. Karakteristik Warga Binaan Sosial (WBS)

Berikut ini akan dijelaskan secara terinci definisi operasional dan karakterisitik dari masing-masing jenis Warga Binaan Sosial atau Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) 32

a. Pengemis

Orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.33

b. Gelandangan

Menurut Departemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.34

c. Keluarga Fakir Miskin

Adalah Keluarga yang tidak mempunyai sumber mata pencaharian yang tetap dan tidak mempunyai ketrampilan untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak.

32

Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur http://www.imadiklus.com/2011/01/definisi-penyandang-masalah-kesejahteraan-sosial-pmks.html

33

Departemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbal, Gelandangan-Pengemis di Kecamatan Kubu Kabupaten Karang Asem, Oktober 2006.

34

(49)

39

d. Pekerja Migran Terlantar

Adalah Seseorang yang bekerja di luar tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial, sehingga menjadi terlantar.

3. Faktor-faktor Penyebab Menjadi Warga Binaan Sosial (WBS)

Tidak dapat dipungkiri, kesejahteraan sosial merupakan masalah krusial dalam pembangunan nasional, belum tercapainya kesejahteraan sosial terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar berpotensi menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin meluas. Di sadari bahwa tantangan kedepan akan semakin lebih berat, karena kompleksitas permasalan sosial yang semakin berkembang searah dengan perkembangan kondisi sosial masyarakat

Berkembangnya permasalahan sosial menjadi penyebab meningkatnya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial akibat dari kemiskinan, krisis, konflik sosial, bencana alam dan bencana sosial.Penanggulangan masalah tersebut memerlukan perhatian yang serius dan penanganan yang bersifat komprehensif dan menyeluruh. Dan belum meratanya pembangunan di seluruh wilayah, diakui merupakan salah satu hal yang makin mendukung masih banyaknya jumlah penduduk miskin di indonesia. 35

Belum meratanya pembangunan di seluruh wilayah, diakui merupakan salah satu hal yang makin mendukung masih banyaknya jumlah penduduk miskin di indonesia. Pembangunan yang relatif

35

(50)
(51)
[image:51.595.99.511.219.593.2]

41 BAB III

GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA INSANI

A.Sejarah dan Latar Belakang

1. Sejarah

Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1, yang berdiri sejak tahun 1993, yang semula bernama Panti Karya Sosial Kedoya, dahulu masyarakat menyebut dengan Panti Penjara Wanita, diarahkan untuk menerima dan memberikan layanan sosial diwilayah Provinsi DKI Jakarta. Dalam rangka memfungsionalkan dan mengembangkan minat harkat, martabat serta kualitas hidup WBS.1

Kemudian dengan Keputusan Gubernur Nomor 163 Tahun 2010, menjadi Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1, berfungsi sebagai penampungan sementara bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) antara lain : pengemis, gelandangan, wanita tuna susila, waria, pedagang, asongan, parkir liar, psykotik, pengamen dll.2

2. Latar Belakang

Setiap lembaga pembangunan pasti mempunyai latar belakang terbentuknya lembaga tersebut bertujuan agar lembaga tersebut terbangun dan berjalan sesuai dengan fungsi dan manfaat dari lembaga tersebut. Begitu juga dengan lembaga PSBIBD 1 ini mempunyai latar belakang, diantaranya

1

Wawancara Pribadi dengan Drs. Muchlis, M.Si. (Ketua Pembimbing dan Penyaluran) Jakarta, 15 Maret 2012.

2

Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta nomor 163,

(52)

yaitu:3

a. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang tersebar di wilayah Provinsi DKI Jakarta, senantiasa ditertibkan untuk mendapatkan perlindungan dan kemandirian.

b. Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi PMKS hasil penertiban dan Penjangkauan Sosial, merupakan usaha kesejahteraan sosial yang

c. dilakukan secara integrasi seiring dengan usaha pembangunan kesejahteraan sosial Provinsi DKI Jakarta dan perwujudannya dilakukan melalui sistem panti di Jakarta masih banyak PMKS Jalanan sebagai akibat dari kemiskinan,

d. Urbanisasi, terbatasnya lapangan kerja, pendidikan rendah dengan keterampilan terbatas, sehinggga perlu penertiban sosial dan panti penampungan, sebelum dirujuk ke panti pelayanan dan rehabilitasi sosial.

e. Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya (PSBI BD) 1 sebagai UPT Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta dalam Penampungan Sementara dan Bimbingan Sosial Awal PMKS hasil penertiban dan penjangkauan Sosial bertugas Menyelenggarakan Kegiatan Pelayanan Kesejahteraan Sosial PMKS hasil penertiban dan penjangkauan sosial yang meliputi: Identifikasi, Seleksi, Motivasi, Assesment, Penampungan Bimbingan sosial, Mental Fisik, Penyaluran dan Bina Lanjut.

3

Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta nomor 163,

(53)

43

B. Visi, Misi dan Tujuan

Setiap lembaga, baik itu lembaga pendidikan, rumah sakit, penjara, maupun lembaga panti sosial, pasti lembaga tersebut mempunyai visi, misi dan tujuan berdirinya lembaga tersebut. Bertujuan agar lembaga tersebut kelihatan jelas terbangunnya lembaga dan kedepannya bagaimana dan seperti apa.

1. Visi

Terentasnya PMKS Jalanan dalam kehidupan yang layak, normatif.

2. Misi

a. Meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan WBS b. Melaksanakan kualitas pelayanan WBS

c. Melaksanakan sosialisasi terhadap pelayanan sosial d. Memberikan motivasi dan rasa percaya diri

e. Melaksanakan penyaluran ke panti-panti rehabilitasi atau lembaga sosial, keluarga dan ke daerah asal.

3. Tujuan

a. Tumbuhnya kesadaran mematuhi peraturan-peraturan tentang ketertiban umum dan tertib sosial.

b. Tumbuhnya motivasi dan kemauan untuk mengikuti pembinaan dan rehabilitasi sosial di dalam panti

c. Terkendalinya PMKS jalanan dan terlantar.

C. Struktur Organisasi dan Tata Kelola

(54)

pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggung jawab, rentang kendali dan system pimpinan organisasi.4

Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisah kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lainnya dan struktur organisasi juga menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-berbeda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Bagan atau struktur organisasi mutlak harus dibuat dan diinformasikan secara jelas kepada semua pegawai, karena dengan struktur inilah dapat diketahui garis wewenang dan tannggung jawab, membantu menjelaskan arti dan status dari bermacam-macam unit organisasi serta memperbaiki hubungan-hubungan yang ada.

Dengan adanya pembagian kerja serta adanya tujuan organisasi yang berupa kebijakan-kebijakan organisasi maka perlu dibentuknya suatu badan pengelolaan organisasi yang bersifat kerja sama antar manusia agar sumber tenaga manusia dan bahan-bahan material dapat digunakan secara efektif dalam rangka mencapai tujuan yang direncanakan.

Di bawah ini adalah pembagian tugas dan struktur ortganisasi Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) yang berdasrkan surat peraturan gubernur provinsi daerah khusus Ibu kota Jakarta nomor 76 tahun 2010 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya (PSBIBD) yang disusun sedemikian rupa berdasarkan tujuan organisasi (kelembagaan) yang berfokus pada visi dan misi pembentukan organisasi dan tata kerja PSBIBD dalam mencapai tujuan yaitu mempunyai pegawai yang memiliki ketahanan spiritual dan akhlak mulia sehingga dapat membantu dalam pembangunan dan perkembangan perusahaan.

4

(55)

45

Adapun tujuan dan tangggung jawab PSBIBD sebagai berikut: 5 1. Tugas Kepala Panti:

a. Memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi panti sebagaimana dimaksud dalam pasal 4;

b. Mengoordinasikan pelaksanaan tugas sub bagian, seksi dan subkelompok jabatan fungsional;

c. Melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) Daerah dan atau instansi dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi panti; dan

d. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi panti

2. Tugas Sub bagian Tata Usaha:

a. Sub bagian Tata Usaha merupakan Satuan Kerja Staff dalam pelaksanaan administrasi panti.

b. Sub bagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Sub bagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Panti. c. Sub bagian Tata Usaha mempunyai tugas:

1) Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) panti sesuai dengan lingkup tugasnya;

2) Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) panti sesuai dengan lingkup tugasnya;

5

(56)

3) Mengoordinasikan penyusunan Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) serta rencana strategis Panti;

4) Melaksanakan monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Panti;

5) Menyusun rencana kebutuhan penyediaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana teknis Panti;

6) Melaksanakan kegiatan surat menyurat dan kearsiapan;

7) Melaksanakan pengelolaan kepegawaian,

Gambar

gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berdasarkan dari
GAMBARAN UMUM  PANTI SOSIAL BINA INSANI

Referensi

Dokumen terkait

Panti lanjut usia ini telah memberikan bimbingan rohani kepada lansia dengan metode yang secara khusus diberikan oleh pihak panti yang berupa memberikan jalan

Tanggapan Responden mengenai program bimbingan keterampilan sudah sesuai metode pelaksanaan yang telah ditentukan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara

Penelitian ini bertujuan untuk; 1) Mendiskripsikan pelaksanaan keterampilan menjahit sebagai upaya pemberdayaan perempuan warga binaan sosial A, 2) Mendiskripsikan

Dari pengrekrutan yah, masalah penerimaan, penerimaan anak asuh yang kita sebut sekarang kalo udah masuk panti namanya WBS (Warga Binaan Sosial), eh..ni kita ada

Dalam menerapkan bimbingan bagi anak tuna wicara di Panti Sosial Bina Serumpun terjadi faktor penghambat dari interaksi anak kelainan bicara yang meliputi dari

Persepsi warga belajar terhadap pelaksanaan pembelajaran keterampilan tata rias di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Rumbai Pekanbaru, dari data penelitian pada

Penelitian ini bertujuan untuk; 1) Mendiskripsikan pelaksanaan keterampilan menjahit sebagai upaya pemberdayaan perempuan warga binaan sosial A, 2) Mendiskripsikan

terlihat beberapa upaya yang dilakukan pemerintah yaitu Dinas Sosial Kota Padang dalam rangka menerapkan pelaksanaan Program Desaku Menanti Bagi Warga Binaan Sosial di