Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia”
Sumatera Utara
Diajukan Guna Memenuhi Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh :
ASA MITRA IMANUEL
(110902018)
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh :
Nama : Asa Mitra Imanuel NIM : 110902018
Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial
Judul : Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap
Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina
Daksa “Bahagia” Sumatera Utara
Medan, Agustus 2015
PEMBIMBING
(Drs. Bengkel Ginting, M.Si) NIP. 19630103 198903 1 003
KETUA DEPARTEMEN
ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
(Hairani Siregar, S.Sos, M.SP) NIP. 19710927 199801 2 001
DEKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Asa Mitra Imanuel
Nim : 110902018
ABSTRAK
PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN KETERAMPILAN TERHADAP KEMANDIRIAN PENYANDANG DISABILITAS TUBUH DI PANTI SOSIAL
BINA DAKSA “BAHAGIA” SUMATERA UTARA
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 95 halaman, 26 kepustakaan, 27 tabel, dan lampiran)
Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial. Masalah yang dihadapi dalam skripsi ini adalah pengaruh program bimbingan keterampilan terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh yang dilihat dari perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian pada penyandang disabilitas tubuh.
Populasi dari penelitian ini adalah 47penyandang disabilitas tubuh yang menerima
program bimbingan keterampilan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera
Utara dengan tingkat usia 15-38 tahun. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner, wawancara dan observasi. Data yang didapat ditabulasikan kedalam tabel selanjutnya dianalisis dengan teknik Product Moment.
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisis bahwa pengaruh program bimbingan keterampilan terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh dimana nilai korelasi Product Momentlebih besar dari moment tabel, maka H0 di tolak dan Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh signifikan antaraprogram bimbingan keterampilan terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh.
Kesimpulan bahwa program bimbingan keterampilan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE
DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Asa Mitra Imanuel
Nim : 110902072
ABSTRACT
INFLUENCE OF SKILLS COUNSELING PROGRAM FOR PERSONS WITH DISABILITIES INDEPENDENCE IN PANTI SOSIAL BINA DAKSA
“BAHAGIA” SUMATERA UTARA
(This thesis consists of 6 chapters, 95 pages, 26 libraries, 27 tables, and attachments)
This thesis put forward in order to qualify a bachelor's degree of Social Welfare. Problems encountered in this thesis is the influence of skills counseling program for persons with disabilities independence of the body as seen from the development of social and personal development of persons with disabilities in the body.
Population of this research are 47 persons with disabilities who receive skills counseling program in Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara with a level of 15-38 years of age. This type of research used in this study using an explanatory research with a quantitative approach. Data collection through questionnaires, interviews and observation. The data obtained are tabulated into a table then analyzed by Product Moment technique.
Based on the data that has been collected and analyzed that influence skills counseling program for persons with disabilities independence of the body where the product moment correlation value is greater than the moment the table, then H0 is rejected and Ha accepted. This means that there is significant influence between skills counseling program for persons with disabilities independence.
The conclusion that the skills counseling program have a significant influence on the independence of persons with disabilities.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Bapa di Surga, Tuhan Yesus
Kristus bersama para malaikat-Nya yang selalu menyertai penulis dalam setiap
perjalanan hidup, yang selalu menopang serta memberi jalan keluar, terkhusus dalam
proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bunda
Maria yang senantiasa mengiringi penulis dalam doa sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh Program
Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di
Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara” Skripsi ini disusun untuk
diajukan sebagai salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Sosial pada
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sumatera Utara.
Penulis mempersembahkan skripsi ini bagi keluargaku yang senantiasa
menjadi tempat berbagi suka dan duka. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibunda
tercinta (Ibu R. Tarigan) yang selalu menjadi wanita terhebat dalam keluarga, yang
senantiasa memberikan dukungan secara moril maupun materil, sabar, memberi
kasih sayang dan mendoakan penulis. Terima kasih juga kepada Alm. bapak (P.
Barus) dan kakak-kakak dan Alm abangku tersayang (Anita Karolina, Alm. Andi
Suranta dan Aan Iriani).
Penulis menyadari bahwasanya dalam banyak hal, dimulai dari awal sampai
akhir Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu dengan rasa hormat penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos. M.SP. selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan
Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Bengkel Ginting Msi selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah
bersedia menyediakan waktu dan tenaga untuk penulis. Terimakasih banyak
Bapak atas bimbingan, kritik, saran dan juga dukungan yang berikan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Kepada seluruh staf pengajar FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial yang telah membimbing dan mengajar penulis selama masa
perkuliahan.
5. Seluruh staf pegawai administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang
telah memberikan informasi dan mempersiapkan segala kebutuhan penulis dalam
menjalani perkuliahan dan menyusun skripsi.
6. Kepada Sahabat dari kecil Riki Rinaldi, Tri Sandi, Natanail Ginting, dan Mandra
Sinuraya yang selalu memberikan doa, nasihat, semangat serta kasih dan
motivasi, agar penulis dapat menjadi orang sukses yang dapat membahagiakan
orang-orang tersayang kelak.
7. Kepada Kepala, Staf Pegawai, dan Pegawai Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia”
Sumatera Utara yang sudah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.
Terimakasih buat semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
8. Kepada seluruh responden yang telah membantu penulis selama mengadakan
penelitian. Penulis ucapkan terimakasih atas bantuan data dan informasinya.
9. Kepada teman seperdopingan Noni Gulo, Fery Arif, Herawati Anastasia, Revor
Manuel, dan Roni Situmorang terimakasih buat kebersamaan suka duka yang
10.Buat sahabat kampus sebeskem (Anugrah Ganteng, Bang Maco, Ecko sang papa,
dan sang Pemalu) dimanapun kalian berada kalian tetap memberikan sumber
semangat buat aku. Terimakasih buat semangat, waktu, yang kalian berikan
kepadaku dan menjadi pendengar seluruh keluh-kesahku Sukses buat kita yaa,
sampai jumpa lagi.
11.Buat teman yang selalu memberikan motivasi, doa dan semangat Elisabet
Sidabutar, Henny Sidabutar, Sawitri Manurung, Dewi Riris, Katrina Sinaga, dan
4 lelaki perkasa (10 Petualang) terimakasih banyak juga buat tawa canda yang
kita lalui selama kuliah ini dan membantu memotivasi dalam menyelesaikan
skripsi ini.
12.Buat Keluarga Besar UKM KMK Yohannes Don Bosco FISIP (Pengurus saat ini
Lilis, Anita, Santa dan anggota2nya). Caritas Christy, Urgetnos!!. Terimakasih
buat kebersamaan, dukungan dan semangat yang diterima penulis. Sukses buat
kita semuanya.
13.Buat Ikata Mahasiwa/i Karo Eguaninta FISIP . Terimakasih buat semangat dan
doa yang selalu kalian berikan. Baik-baik kuliah kalian semua biar cepat nyusul.
14.Buat teman-teman sejalan-jalan Estina Aritonang, Fanni Simanjuntak, Angelita
Purba, Dwitika Tarigan, Santi Tarigan dan semuanya, terimakasih dukungan dan
penghiburan atas suka-duka yang kita jalani selama ini.
15.Buat teman seperjuangan ketika di PKBMEmphaty (Cindi CS, Elvana
Togatorop, Febriany Simanjuntak) sekarang saya menyusul kalian.
16.Buat Kessos 2011, Elvin Zebua, Ricky Anto Manulang, Marcelinus Manurung,
danseluruh teman-teman Kessos semoga kita tetap menjaga pertemanan ini ya.
17.Buat seluruh junior Kessos 2012, Kessos 2013, Kessos 2014 seluruhnya. Semoga
kita semua menjadi orang yang sukses dan berguna bagi orang yang
membutuhkan.
18.Kepada seluruh teman-teman yang lainnya yang namanya tidak disebut satu
persatu yang sudah ikut turut serta membantu dan memberikan dukungan serta
semangat saya mengucapkan terimakasih banyak.
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Namun demikian, skripsi ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Maka untuk
itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mohon maaf atas ketidaksempurnaan
tersebut. Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terimakasih.
Medan, Juli 2015
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
ABSTRACT...ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL...x
DAFTAR BAGAN...xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 9
1.3Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 9
1.4Sistematika Penulisan... 10
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Program Bimbingan Keterampilan...12
2.1.1 Pengertian Program... . 12
2.1.2 Bimbingan Keterampilan...12
2.2Kemandirian... . 14
2.2.1 Pengertian Kemandirian... 14
2.2.2 Ciri-ciri Kemandirian... . 16
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian... 16
2.2.4 Proses Terbentuknya Kemandirian... 18
2.3 Penyandang Disabilitas Tubuh... 20
2.4 Pelayanan Sosial... 22
2.5.1 Pengertian Rehabilitasin Sosial... 24
2.5.2 Tujuan Rehabilitasin Sosial... 25
2.5.3 Sasaran Rehabilitasi... 26
2.5.4 Prinsip Dasar Filosofi Rehabilitasi... 27
2.5.5 Fungsi Rehabilitasi Sosial... 27
2.5.6 Model Pelayanan Rehabilitasi Sosial... 28
2.5.7 Kegiatan yang Dilakukan dalam Rehabilitasi Sosial.... 29
2.5.8 Tahap-Tahap Rehabilitasi Sosial... 29
2.5.9 Kode Etik dalam Layanan Rehabilitasi... 32
2.6 Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh... 33
2.7 Sistem Kesejahteraan sosial... 35
2.8Kerangka Pemikiran... 37
2.9Hipotesis... 40
2.10 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional... 40
2.10.1 Konsep... 40
2.10.2 Defenisi Operasional... 42
BAB III Metode Penelitian 3.1 Tipe Penelitian...44
3.2Lokasi Penelitian... 44
3.3Populasi... 45
3.4Teknik Pengumpulan Data... 45
3.5Teknik Analisa Data... 46
4.1.1 Sejarah Lembaga... 48
4.1.2 Visi dan Misi... 49
4.1.3 Pelayanan Sosial... 50
4.2Gambaran Umum Binaan... 52
4.2.1 Kondisi Geografis... 52
4.2.2 Kondisi Demografis... 55
4.2.3 Sosial Budaya... 56
BAB V ANALISA DATA 5.1Data Identitas Responden... 59
5.2Gambaran Variabel... 69
5.2.1 Program Bimbingan Keterampilan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara (Variabel X)... 69
5.2.2 Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara (Variabel Y)... 78
5.3Uji Hipotesa... 84
5.4Analisis Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh... 86
5.4.1 Sikap... 86
5.4.2 Kemampuan Keterampilan yang dimiliki... 88
BAB VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan... 89
6.2 Saran... 90
DAFTARTABEL
Tabel 1. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 60
Tabel 2. Identitas Responden Berdasarkan Umur... 61
Tabel 3. Identitas Responden Berdasarkan Agama... 62
Tabel 4. Identitas Responden Berdasarkan Suku... 63
Tabel 5. Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 64
Tabel 6. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Disabilitas... 65
Tabel 7. Identitas Responden Berdasarkan Cara Masuk Panti... 66
Tabel 8. Identitas Responden Berdasarkan Pemakaian Alat Bantu... 67
Tabel 9. Identitas Responden Berdasarkan Kelengkapan Keluarga... 68
Tabel 10. Tanggapan Responden mengenai pemberian bimbingan keterampilan sesuai dengan minat dan bakat di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara... 69
Tabel 11. Tanggapan Responden mengenai program bimbingan keterampilan sudah sesuai dengan sasaran yang ditentukan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara... 70
Tabel 13. Tanggapan Responden mengenai tingkat kesulitan yang dihadapi ketika
mengikuti program bimbingan keterampilan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia”
Sumatera Utara... 72
Tabel 14. Tanggapan Responden mengenai keseriusan mengikuti program
bimbingan keterampilan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera
Utara... 73
Tabel 15. Tanggapan Responden mengenai keahlian keterampilan di Panti Sosial
Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara... 73
Tabel 16.Tanggapan Responden mengenai program bimbingan yang diikuti dapat
membantu dalam bersosialisasi di luar panti... 74
Tabel 17.Tanggapan Responden mengenai waktu bimbingan keterampilan telah
sesuai ketentuan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera
Utara... 75
Tabel 18. Tanggapan Responden mengenai cara pembelajaran di Panti Sosial Bina
Daksa “Bahagia” Sumatera Utara... 76
Tabel 19. Tanggapan Responden mengenai ilmu pengetahuan dibagian keterampilan
di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara... 77
Tabel 20. Tanggapan Responden mengenai instruktur keterampilan di Panti Sosial
Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara... 78
Tabel 21. Tanggapan Responden mengenai pemberian bimbingan keterampilan
dapat meningkatkan kepercayaan diri... 78
Tabel 22. Tanggapan Responden mengenai keterampilan yang diikuti memiliki
peluang didunia kerja... 79
Tabel 23. Tanggapan Responden mengenai keterampilan dijadikan pekerjaan
Tabel 24. Tanggapan Responden mengenai bimbingan keterampilan mampu
memimpin diri sendiri... 81
Tabel 25. Tanggapan Responden mengenai bimbingan keterampilan mampu
meningkatkan rasa bertanggung jawab... 82
Tabel 26. Tanggapan Responden mengenai bimbingan keterampilan membuat
mereka tidak bergantung pada orang lain... 83
Tabel 27. Tanggapan Responden mengenai perbandingan kehidupan sebelum dan
DAFTAR BAGAN
Bagan Alur Pikir ... ... 39
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1,2,3, dan 4
2. Kuesioner Penelitian
3. Dokumentasi
4. Surat Pengajuan Judul Skripsi
5. Surat Keputusan Komisi Pembimbing
6. Lembar Daftar Hadir Seminar Proposal
7. Surat Permohonan Izin Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Asa Mitra Imanuel
Nim : 110902018
ABSTRAK
PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN KETERAMPILAN TERHADAP KEMANDIRIAN PENYANDANG DISABILITAS TUBUH DI PANTI SOSIAL
BINA DAKSA “BAHAGIA” SUMATERA UTARA
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 95 halaman, 26 kepustakaan, 27 tabel, dan lampiran)
Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial. Masalah yang dihadapi dalam skripsi ini adalah pengaruh program bimbingan keterampilan terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh yang dilihat dari perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian pada penyandang disabilitas tubuh.
Populasi dari penelitian ini adalah 47penyandang disabilitas tubuh yang menerima
program bimbingan keterampilan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera
Utara dengan tingkat usia 15-38 tahun. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner, wawancara dan observasi. Data yang didapat ditabulasikan kedalam tabel selanjutnya dianalisis dengan teknik Product Moment.
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisis bahwa pengaruh program bimbingan keterampilan terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh dimana nilai korelasi Product Momentlebih besar dari moment tabel, maka H0 di tolak dan Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh signifikan antaraprogram bimbingan keterampilan terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh.
Kesimpulan bahwa program bimbingan keterampilan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE
DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Asa Mitra Imanuel
Nim : 110902072
ABSTRACT
INFLUENCE OF SKILLS COUNSELING PROGRAM FOR PERSONS WITH DISABILITIES INDEPENDENCE IN PANTI SOSIAL BINA DAKSA
“BAHAGIA” SUMATERA UTARA
(This thesis consists of 6 chapters, 95 pages, 26 libraries, 27 tables, and attachments)
This thesis put forward in order to qualify a bachelor's degree of Social Welfare. Problems encountered in this thesis is the influence of skills counseling program for persons with disabilities independence of the body as seen from the development of social and personal development of persons with disabilities in the body.
Population of this research are 47 persons with disabilities who receive skills counseling program in Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara with a level of 15-38 years of age. This type of research used in this study using an explanatory research with a quantitative approach. Data collection through questionnaires, interviews and observation. The data obtained are tabulated into a table then analyzed by Product Moment technique.
Based on the data that has been collected and analyzed that influence skills counseling program for persons with disabilities independence of the body where the product moment correlation value is greater than the moment the table, then H0 is rejected and Ha accepted. This means that there is significant influence between skills counseling program for persons with disabilities independence.
The conclusion that the skills counseling program have a significant influence on the independence of persons with disabilities.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Sebelum istilah “Disabilitas” mungkin
kurang akrab disebagian masyarakat Indonesia berbeda dengan “Penyandang Cacat”.
Istilah ini banyak yang mengetahui atau sering digunakan ditengah masyarakat.
Istilah Disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari serapan kata bahasa
Inggris disability yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Namun, dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata “Disabilitas” belum tercantum. Penyandang Disabilitas
dapat diartikan individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau mental atau
intelektual. Jadi, penyandang disabilitas tubuh adalah individu yang mempunyai
keterbatasan atau kekurangan fisik, seperti cacat tubuh bawaan lahir, mengidap
penyakit polio dan amputasi.
Munculnya diskriminasi dalam masalah sosial yang sering tidak bisa
dielakkan diantaranya kemampuan fisik yang berbeda antara masyarakat dengan
keadaan fisik sempurna dibandingkan masyarakat penyandang disabilitas tubuh.
Perbedaan kesempatan maupun perlakuan terhadap penyandang disabilitas dalam
kehidupan berbangsa, bermasyarakat akan menimbulkan perbedaan kehidupan sosial
maupun ekonomi pada kehidupan penyandang disabilitas yang pada akhirnya akan
mengarah pada masalah sosial yaitu kemiskinan. Selain masalah sosial seperti
kemiskinan, diskriminasi yang dihadapi oleh para masyarakat atau manusia yang
mempunyai kekurangan secara fisik atau mental yang bisa disebut disabilitas yang
secara kuantitas cenderung meningkat yang menjadi dasar pertimbangan terbitnya
disabilitas. Dimana disebutkan “bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional
yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, penyandang disabilitas merupakan bagian masyarakat
Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama”.
Perundang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1997 dalam pasal 1, yang dimaksud
dengan penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik
atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan
baginya untuk melakukan secara selayaknya. Disabilitas menyebabkan seseorang
mengalami keterbatasan atau gangguan yang mempengaruhi keleluasaan aktivitas
fisik, kepercayaan dan harga diri, hubungan antar manusia maupun dengan
lingkungannya. Dampak dari disabilitas tersebut menimbulkan permasalahan sosial
antara lain adalah ketidak berfungsian sosial, yaitu penyandang disabilitas kurang
mampu melaksanakan peran-peran sosialnya secara wajar dan hal ini yang semakin
meyakini pandangan masyarakat untuk meremehkan kemampuan penyandang
disabilitas dengan kekurangan fisiknya.
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas, sebagai penjabaran dari
Undang-Undang tentang penyandang disabilitas pasal 8 yang menyatakan bahwa pemerintah
dan atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang
disabilitas. Serta pasal 16 yang menyatakan bahwa pemerintah dan atau masyarakat
menyelenggarakan upaya: 1.Rehabilitasi; 2.Bantuan Sosial; 3.Pemeliharaan Taraf
Kesejahteraan Sosial.
Berdasarkan data tahun 2011, menurut Siswadi, Ketua Umum Persatuan
Penyandang Disabilitas Indonesia, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia
juta jiwa. Sementara bila mengacu pada standar yang diterapkan Organisasi
Kesehatan Dunia PBB dengan persyaratan lebih ketat, jumlah penyandang disabilitas
di Indonesia mencapai 10 juta jiwa (tribunnews.com, 11 Maret 2014).
Menurut ILO, prinsip untuk mengatasi diskriminasi yang terjadi pada
penyandang disabilitas ini adalah hak, kesempatan dan perlakuan yang adil dalam
semua siklus kehidupan dan pekerjaan untuk semua orang tanpa memandang
disabilitas mereka. Semua orang bebas mengembangkan kemampuan pribadi mereka
dan melakukan pilihan tanpa dibatasi oleh stereotip, asumsi dan prasangka tentang
disabilitas mereka. Jadi, semua orang punya kemampuan yang sama atau harus
diperlakukan dengan cara yang sama, tapi perilaku, aspirasi dan kebutuhan
masyarakat yang berbeda perlu secara adil dipertimbangkan, dinilai dan didukung,
tanpa memandang status disabilitas mereka diperlukannya upaya pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas.
Data Depkes tahun 2011 diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
jumlah penyandang disabilitas setiap tahun. Pada tahun 2010 sekitar 5,3 juta jiwa
pada tahun 2011 sekitar 6,7 juta jiwa. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi
pemerintah maupun masyarakat agar diskriminasi terhadap penyandang disabilitas
bisa diperkecil seperti yang diharapkan oleh PP Nomor 43 tahun 1998 yang dalam
penjelasan menyatakan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang
disabilitas yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi kesamaan
kesempatan, rehabilitasi, pemberian bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial yang dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab bersama
Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang disabilitas sendiri dengan
memberikan keterampilan sesuai dengan minat dan bakat dari penyandang disabilitas
Menangani penyandang disabilitas, dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang
manusiawi agar mereka dapat lebih mudah mengadakan penyesuaian diri dalam
kehidupan, karena penyandang disabilitas pada umnya sangat perasa, yang kadang
berlebihan seperti rendah diri dan kemudian menjadi terisolasi dari kehidupan
masyarakat.
Keadaan disabilitas yang dimiliki oleh seseorang hanyalah sekedar kelainan
belaka. Sebenarnya mereka juga mempunyai kemampuan untuk mencari nafkah
sebagai sumber penghidupan bagi dirinya pribadi maupun keluarga. Hanya saja yang
mereka perlukan untuk itu adalah adanya suatu pembinaan dan pelayanan yang
intensif, dalam arti lebih tinggi intesitasnya dari orang yang normal, sehingga
mereka punya suatu bekal untuk dapat hidup secara mandiri tanpa perlu bergantung
pada orang lain. Disamping itu juga supaya dapat berinteraksi dengan sesama
anggota masyarakat disekelilingnya. Mereka juga sangat membutuhkan santunan
sosial dan bimbingan keterampilan, serta pertolongan medis. Dengan adanya
latihan-latihan bimbingan sosial dan bimbingan keterampilan tersebut diharapkan para
penyandang disabilitas dapat memiliki kepribadian sebagai manusia yang utuh,
produktif serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat.
Menurut Maslow, pada dasarnya manusia mempunyai lima kebutuhan dasar
yang membentuk tingkatan-tingkatan atau hirarki yang disusun berdasarkan
kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak penting dan yang mudah hingga
yang sulit untuk dicapai atau didapat. Kebutuhan tersebut adalah a) kebutuhan
fisiologis yaitu sandang, pangan dan kebutuhan biologis; b) kebutuhan keamanan
dan keselamatan yaitu bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa
sakit, dan bebas dari teror; c) kebutuhan sosial yaitu memiliki teman, keluarga, dan
piagam, tanda jasa, dan hadiah; dan e) kebutuhan aktualisasi diri yaitu keutuhan dan
keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya (Maslow
1988:39).
Namun salah satu kebutuhan manusia yang paling penting didalam hidupnya
adalah kebutuhan akan harga diri. Kebutuhan akan harga diri yang dibagi dalam dua
bagian. Pertama adalah penghormatan atau penghargaan pada diri sendiri yang
mencangkup pada rasa percaya diri, kemandirian dan kebutuhan pribadi. Kedua
adalah penghargaan dari orang lain, yang meliputi prestasi dan pengakuan dari orang
lain. (Nurdin 1990:20). Apabila kebutuhan akan harga diri pada individu itu
terpuaskan maka akan menghasilkan sikap percaya diri, rasa berharga, rasa kuat dan
mampu serta perasaan berguana. Sebaliknya pemuasan kebutuhan akan harga diri itu
terlambat maka akan menghasilkan sikap rendah hati, rasa tak pantas, rasa lemah,
rasa tidak mampu, dan perasaan tidak berguna yang menyebabkan seseorang
mengalami kehampaan, keraguan, dan keputusasaan dalam menghadapi tujuan
hidupnya, serta penilaian yang rendah atas dirinya sendiri dalam hubungannya
dengan orang lain. Hal ini berlaku pada setiap manusia ciptaan Tuhan, tidak
terkecuali pada penyandang disabilitas tubuh.
Penyandang disabilitas sebagai individu pada hakekatnya masih mempunyai
potensi yang dapat dikembangkan. Dalam mengembangkan potensi tersebut
diperlukan adanya program khusus, yaitu Program usaha kesejahteraan sosial bagi
orang dengan kecacatan. Oleh karena itu, penanganan terhadap orang dengan
disabilitas tubuh perlu ditingkatkan dan dikembangkan serta disempurnakan baik
kuantitas maupun kualitasnya menuju kearah tercapainya tujuan rehabilitasi secara
tuntas yang tercermin pada terwujudnya peningkatan kesejahteraan sosial dan
diusahakan agar dapat berusaha secara aktif dan positif mengembangkan
kemampuan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat.
Pembangunan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas saat ini
diarahkan pada upaya rehabilitasi sosial, dimana secara teknis dilaksanakan oleh
Direktoriat Rehabilitasi Sosial orang dengan kecacatan Kementerian Sosial Republik
Indonesia. Dalam menangani masalah disabilitas ini Kementerian Sosial telah
melaksanakan usaha Rehabilitasi Sosial melalui sistem panti.
Panti Rehabilitasi Sosial orang dengan disabilitas tubuh sebagai unit
pelaksana teknis, mempunyai kedudukan sebagai lembaga yang melaksanakan
kegiatan operasional dibidang rehabilitasi sosial penyandang disabilitas, untuk
mempersiapkan mereka agar memiliki berbagai keterampilan dan kesiapan mental,
fisik, sosial yang dibutuhkan bagi kepentingan hidupnya secara wajar sebagai warga
negara dan anggota masyarakat umumnya. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya
Panti Sosial penyandang disabilitas tubuh perlu dilengkapi dengan berbagai
perangkat , baik yang berupa sarana dan prasarana fisik, alat-alat keterampilan kerja,
tenaga pelaksanaan agar panti sosial penyandang disabilitas tubuh dapat
mempersiapkan para klien secara optimal. Hal ini sangat penting artinya, mengingat
program rehabilitasi sosial merupakan proses dari suatu sistem yang melibatkan
berbagai disiplin ilmu dari tahap pendekatan awal sampai dengan terminasi.
Lahirnya suatu lembaga seperti Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera
Utara bagi penyandang disabilitas tubuh dimaksudkan untuk membantu para orang
tua dan masyarakat dalam membina dan melayani penyandang disabilitas tubuh
segingga mereka dapat mengembangkan potensi dan bakat dengan pengetahuan dan
keahlian yang dimilikinya. Usaha mewujudkan kesejahteraan penyandang disabilitas
seutuhnya. Para penyandang disabilitas tubuh merupakan bagian dari tunas bangsa
yang memerlukan perhatian khusus dalam pembinaan tingkah lakunya dan
pemikiran intelektualnya.
Salah satu usaha dalam meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas
tubuh adalah dengan pendidikan bagian keterampilan. Akan tetapi sering
berbenturan oleh karena diri pribadi seorang penyandang disabilitas itu sendiri. Oleh
karenanya dalam mencapai taraf hidup yang sejahtera, pendidikan dan keterampilan
memiliki peran yang penting. Pendidikan merupakan faktor utama dan sekaligus
dapat dijadikan alat ukur dalam melihat maju mundurnya peradapan manusia.
Pendidikan merupakan kunci utama pemberantasan kebodihan, tanpa menempuh
proses pendidikan yang wajar agar hal tersebut dapat terwujud, disini perlu diberikan
rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas sehingga mereka mempunyai
kepercayaan diri dan mempunyai keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai manusia.
Program rehabilitasi bagi penyandang disabilitas tubuh melalui bimbingan
keterampilan mengarah pada membantu pribadi penyandang disabilitas tubuh serta
meningkatkan kualitas hidup mereka melalui bantuan-bantuan teknis dan
usaha-usaha untuk memperbaiki lingkungan hidupnya, membuka kesempatan bagi mereka,
menjamin dan menghormati hak manusia dan hak-hak mereka untuk duduk dalam
lembaga perwakilan. Disamping itu berusaha keras untuk mendapatkan pengertian
yang lebih baik dari masyarakat untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan dan
solidaritas serta tanggung jawab kepada anggotanya yang menyandang kecacatan,
dengan menciptakan suatu masyarakat untuk sema yang didukung seluruh anggota
Adapun alasan peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan ini adalah bahwa
setiap penyandang disabilitas tubuh mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan
bimbingan keterampilan dalam hidupnya, namun sering kali mereka merasa tidak
mampu untuk berdiri sendiri atau melakukan segala kegiatan mereka dengan
bergantung pada orang lain. Usaha-usaha pembinaan dan pelayanan program
bimbingan keterampilan untuk meningkatkan kemandirian terhadap penyandang
disabilitas tubuh merupakan tanggung jawab bersama, orang tua, masyarakat serta
pemerintah.
Salah satu usaha dalam mewujudkan kemandirian penyandang disabilitas
tubuh tersebut adalah melalui program bimbingan keterampilan di Panti Sosial Bina
Daksa “Bahagia” Sumatera Utara sebagai salah satu panti naungan Kementerian
Sosial Republik Indonesia. Yang khususnya melayani peyandang disabilitas tubuh di
Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Riau, dan Sumatera Barat. Total hasil data
penyandang disabilitas wilayah Sumatera bagian Utara pada tahun 2008-2009
sejumlah 84.121 jiwa, dan yang sudah direhabilitasi atau mendapat bimbingan
keterampilan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara dari tahun 2009
-2012 sejumlah 273 jiwa. (Propil Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara)
Program bimbingan keterampilan yang dilaksanakan dipanti meliputi
bimbingan keterampilan menjahit, servis Hp, servis Elektronik dan Otomotif Sepeda
Motor. Tapi, disaat program bimbingan keterampilan di Panti Sosial Bina Daksa
“Bahagia” Sumatera Utara berlangsung, sering kali banyak klien penyandang
disabilitas pulang atau dipulangkan sebelum waktu pemulangan klien dilaksanakan.
Untuk itu peneliti ingin melihat bagaimana pengaruh Program Bimbingan
Berdasarkan latar belakang pemasalahan diatas, penulis tertarik untuk
meneliti dan mengetahui bagaimana pengaruh program bimbingan keterampilan
terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh di Panti Sosial Bina Daksa
“Bahagia” Sumatera Utara.
Penulis membatasi penelitian ini hanya pada ruang lingkup proses sedang
berjalannya program bimbingan keterampilan yang diberikan kepada klien
penyandang disabilitas tubuh. Penulis mengangkat permasalahan yang dirangkum
dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “Pengaruh
Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang
Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara.”
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis
merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah “BagaimanaPengaruh
Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang
Disabilitas Tubuh Di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara?”
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh
gambaran pelaksanaan program bimbingan keterampilan terhadap kemandirian
penyandang disabilitas tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah
1. Bagi Penulis sendiri menambah pengetahuan apakah pelaksanaan program
“Bahagia” Sumatera Utara dapat mengubah kemandirian penyandang disabilitas
tubuh.
2. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik penelitian ini diharapkan dapat
menambah refrensi karya ilmiah dan sebagai bahan kajian yang menyangkut
Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan dalam meningkatkan Kemandirian
penyandang disabilitas tubuh.
3. Mencari strategi pemikiran untukmemberi masukan kepada pemerintah,
lembaga-lembaga masyarakat maupun instansi terkait dalam upaya
meningkatkan kemandirian penyandang disabilitas tubuh.
1.4Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam
skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan skripsi ini meliputi :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,tujuan dan
manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan denganmasalah dan
obyek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik
pengumpulan data, serta teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian dan
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta
dengan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Bimbingan Keterampilan
2.1.1 Pengertian Program
Program adalah unsur pertama yang dirancang demi pencapaian suatu tujuan
tertentu. Program adalah produk yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perencanaan ,
program dapat juga diartikan sebagai pelayanan tertulis mengenai:
a. adanya tujuan yang mau dicapai.
b. Adanya cara pencapaian tujuan
c. Adanya berbagai kebijakan yang diambil dalam upaya penangan masalah yang
dihadapi.
d. Adanya pemikiran atau rancangan tentang anggaran yang diperlukan.
e. Adanya strategi yang harus diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas (Wahab
dalam Siagian dan Agus, 2010:117).
2.1.2 Bimbingan Keterampilan
Pada dasarnya bimbingan merupakan upaya pembimbingan untuk membantu
mengoptimalkan individu. Model bimbingan yang berkembang saat ini adalah
bimbingan perkembangan. Visi bimbingan perkembangan bersifat edukatif,
pengembangan, dan outreach. Edukatif karena titik berat layanan bimbingan
perkembangan ditekankan pada pencegahan dan pembangunan, bukan korektif atau
terapuektif, walaupun layanan tersebut juga tidak diabaikan. Pengembangan karena
titik sentral sasaran bimbingan perkembangan dalah perkembangan optimal seluruh
aspek kepribadian individu dengan upaya pokoknya memberikan kemudahan
perkembangan melalui perekayasa lingkungan perkembangan. Outreach karena
bermasalah, tetapi semua individu berkenaan dengan semua aspek kepribadiannya
dalam semua konteks kehidupan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan yaitu kemampuan
untuk menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah
ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah
nilai dari hasil pekerjaan tersebut.
Bimbingan keterampilan di lingkungan Panti sosial merupakan pemberian
bantuan kepada seluruh penyandang disabilitas tubuh yang dilakukan secara
kesinambungan agar mereka dapat memahami dirinya, lingkungan, dan
tugas-tugasnya sehingga mereka sanggup mengarahkan diri, menyesuaikan diri, serta
bertindak wajar sesuai dengan keadaan dan tuntutan lembaga sosial, keadaan
keluarga, masyarakat dan lingkungan kerja yang akan kelak dimasukinya. Dengan
pemberian layanan bimbingan, mereka lebih produktif, dapat menikmati
kesejahteraan hidupnya, dan dapat memberikan sumbangan yang berarti pada
lembaga tempat mereka bekerja kelak, serta masyarakat pada umumnya. Pemberian
bimbingan juga membantu mereka mencapai tugas-tugas perkembangan secara
optimal.
Tujuan utama bimbingan keterampilan kepada penyandang disabilitas tubuh
adalah memberikan keterampilan kepada penyandang disabilitas tubuh sesuai minat
dan bakat dan kemampuan dalam upaya meningkatkan keterampilan kerja untuk
kemandirian dalam masyarakat. Jenis-jenis keterampilan yang diberikan :
1. Keterampilan diri meliputi keterampilan hidup sehari-hari :
a. Music
b. Keterampilan tangan
2. Keterampilan kerja antara lain :
a. Menjahit
b. Otomotif
c. Servis Elektorik
d. Servis Ponsel
Secara umum manfaat bimbingan keterampilan bagi klien penyandang
disabilitas tubuh adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan
problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga
masyarakat maupun sebagai warga negara. Pelaksanaan layanan bimbingan
keterampilan merupakan bentuk praktek pemberian bekal dan penyaluran potensi,
bakan dan minat, serta latihan kerja sesuai dengan pilihan karir yang diminati.
(Pedoman Rehabilitasi Sosial orang dengan Penyandang Disabilitas Tubuh dalam
panti, 2013:19-20).
Program bimbingan keterampilan adalah suatu proyek yang berhubungan
dengan mengoptimalkan individu dalam mengembangan suatu kemampuan
kreatifitas intektual diri yang dimiliki sebagai bekal pengenalan diri dan penyiapan
diri untuk memilih bidang pekerjaan nantinya. Maka program bimbingan
keterampilan yang diterapkan dipanti sosial adalah sebagai penyiapan bekal bagi
penyandang disabilitas tubuh untuk direhabilitasi sebagai modal awal
mengembalikan fungsi sosial dan sebagai awal memulai pemilihan pekerjaan dimasa
depannya.
2.2 Kemandirian
2.2.1 Pengertian Kemandirian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemandirian adalah suatu sikap
dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain,
maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu
mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh kepuasan
dari usahanya(kbbi.web.id/mandiri, 12 Maret 2015).
Kemandirian secara psikologis dan mentalis yaitu keadaan seseorang yang
dalam kehidupannya mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan
dari orang lain. Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang
berkemampuan memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya
atau diputuskannya, baik dalam segi manfaat atau keuntungannya, maupun
segi-segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang agar berhasil sesuai keinginan dirinya maka diperlukan adanya
kemandirian yang kuat.
Kemandirian pada hakikatnya dapat dikatakan sebagai kemampuan manusia
atau suatu bangsa untuk bertahan dalam lingkungan yang berubah, baik lingkungan
alam, masyarakat ataupun lingkungan antar bangsa tanpa mengorbankan falsafah
hidupnya. Dalam pengertian yang lebih dinamis, kemandirian bukan hanya
kemampuan bertahan hidup, tetapi untuk tumbuhnberkembang dengan kekuatan
sendiri. (Ginandjar Kartasasmita, 1992:6)
Menurut Kartini Kartono (1985:21) kemandirian seseorang terlihat
padawaktu orang tersebut menghadapi masalah. Bila masalah itu dapat diselesaikan
sendiri tanpa meminta bantuan dariorang tua dan akan bertanggung jawab terhadap
segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan maka hal ini
menunjukkan bahwa orang tersebut mampu untuk mandiri.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan kemampuan mengatur diri
sendiri, sesuai dengan hak dan kewajibannya sehingga dapat menyelesaikan sendiri
masalah-masalah yang dihadapi tanpa meminta bantuan atau tergantung dari orang
lain dan dapat bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil
melalui berbagai pertimbangan sebelumnya.
2.2.2 Ciri-ciri Kemandirian
Ciri-ciri kemandirian tersebut antara lain:
a. Individu yang berinisiatif dalam segala hal
b. Mampu mengerjakan tugas rutin yang dipertanggungjawabkan padanya, tanpa
mencari pertolongan dari orang lain
c. Memperoleh kepuasan dari pekerjaannya
d. Mampu mengatasi rintangan yang dihadapi dalam mencapai kesuksesan
e. Mampu berpikir secara kritis, kreatif dan inovatif terhadap tugas dan kegiatan
yang dihadapi
f. Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda pendapat dengan orang lain, dan
merasa senang karena dia berani mengemukakan pendapatnya walaupun
nantinya berbeda dengan orang lain
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian pada remaja
menurut Kartini Kartono, (1985:8) yaitu:
1.Usia
Pengaruh dari orang lain akan berkurang secara perlahan-lahan pada saat
anak menginjak usia lebih tinggi. Pada usia remaja mereka lebih berorientasi
tindakannya sendiri. Anak-anak akan lebihtergantung pada orang tuanya, tetapi
ketergantungan itu lambat laun akan berkurang sesuai dengan bertambahnya usia.
2.Jenis kelamin
Keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri merupakan
kecenderungan yang ada pada setiap remaja. Perbedaan sifat-sifat yang dimiliki oleh
pria dan wanita disebabkan oleh perbedaan pribadi individu yang diberikan pada
anak pria dan wanita. Dan perbedaan jasmani yang menyolok antara pria dan wanita
secara psikis menyebabkan orang beranggapan bahwa perbedaan kemandirian antara
pria dan wanita.
3. Konsep diri
Konsep diri yang positif mendukung adanya perasaan yang kompeten pada
individu untuk menentukan langkah yang diambil. Bagaimana individu tersebut
memandang dan menilai keseluruhan dirinya atau menentukan sejauh mana pribadi
individualnya. Mereka yang mmandang dan menilai dirinya mampu, cenderung
memiliki kemandirian dan sebaliknya mereka yang memandang dan menilai dirinya
sendiri kurang atau cenderung menggantungkan dirinya pada orang lain.
4. Pendidikan
Semakin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang,
kemungkinan untuk mencoba sesuatu baru semakin besar, sehingga orang akan lebih
kreatif dan memiliki kemampuan. Dengan belajar seseorang dapat mewujudkan
dirinya sendiri sehingga orang memiliki keinginan sesuatu secara tepat tanpa
5. Keluarga
Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam melatarkan
dasar-dasar kepribadian seorang anak, demikian pula dalam pembentukan kemandirian
pada diri seseorang.
6. Interaksi sosial
Kemampuan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial serta
mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan mendukung perilaku remaja
yang bertanggung jawab, mempunyai perasaan aman dan mampu menyelesaikan
segala permasalahan yang dihadapi dengan baik tidak mudah menyerah akan
mendukung untuk berperilaku mandiri.
Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai
kemandirian seseorang tidak dapat terlepas dari faktor-faktor yang mendasari
terbentuknya kemandirian itu sendiri. Faktor-faktor ini mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kehidupan yang selanjutnya akan menentukan seberapa jauh
seorang individu bersikap dan berpikir cara mandiri dalam menjalani kehidupan
lebih lanjut.
2.2.4 Proses Terbentuknya Kemandirian
Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi
perkembangan kepribadian seseorang, baik segi-segi positif maupun negatif.
Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan
kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadiannya, dalam hal ini adalah
kemandiriannya. Lingkungan sosial yang mempunyai kebiasaan yang baik dalam
melaksanakan tugas-tugas dalam kehidupan mereka, demikian pula keadaan dalam
kehidupan keluarga akan mempengaruhi perkembangan keadaan kemandirian anak.
secara wajar dan menggembirakan. Sebaliknya anak yang dimanjakan akan
mengalami kesukaran dalam hal kemandiriannya.
Pola pendidikan yang baik selalu ditegakkan dengan prinsip-prinsip memberi
hadiah dan memberi hukuman yang akan menyebabkan anak-anak dalam keluarga
memiliki taraf kesadaran dan pengalaman nilai-nilai kehidupan yang lebih baik.
Kehidupan yang terkesan amburadul, anormatif dan gersang dari keteladanan yang
terpuji, menyebabkan anak-anak didikyang tumbuh dalam keluarga tersebut akan
menunjukkan keadaan kepribadian yang kurang bahkan tidak menggembirakan. Dan
indikator dari kemandirian bagi penyandang disabilitas tubuh adalah sikap dan
keterampilan yang dimilik.
Lingkungan sosial ekonomi yang memadai dengan pola pendidikan dan
pembiasaan yang baik akan mendukung perkembangan anak-anak menjadi mandiri,
demikian pula sebaliknya. Keadaan sosial ekonomi yang belum menguntungkan
bahkan paspasan jika ditunjang dengan penanaman taraf kesadaran yang baik
terutamadalam hal upaya mencari nafkah dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan,
akan menyebabkan anak-anak mempunyai nilai kemandirian yang baik. Sebaliknya
jika keadaan sosial ekonomi masih kurang menggembirakan, sedang kedua orang tua
tidak menghiraukan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya, dan taraf keteladanan
pun jauh dari taraf keluhuran, maka bukan tidak mungkin anak-anak berkembang
salah dan sangat merugikan masa depannya jika tidak tertolong dengan pendidikan
selanjutnya.
Lingkungan keluarga yang mempunyai nilai-nilai yang baik akan
memungkinkan anak berkemampuan untuk melakukan pilihan terhadap sesuatu
secara baik. Sebaliknya keluarga yang tidak mempunyai nilai-nilai baik akan
selalu memperhatikan teman sepergaulannya. Dianjurkan untuk selalu mencari
teman yang baik akhlaknya, bukan sekedar mempunyai teman dalam kehidupan
tanpa memperhatikan taraf kebaikan sikap dan tingkah lakunya. Individu yang
memiliki konsep diri positif akan menilai dirinya mampu, cenderung memiliki
kemandirian dan sebaliknya individu yang memiliki konsep diri negatif akan menilai
dirinya sendiri kurang atau cenderung menggantungkan dirinya pada orang lain.
(http://dansite.wordpress.com/2010/10/kemandirian.html?m=1, 12 Maret 2015)
2.3 Penyandang Disabilitas Tubuh
Penyandang disabilitas tubuh adalah seseorang yang mempunyai kelainan
tubuh pada alat gerak yang meliputi tulang, otot dan persendian, baik dalam struktur
maupun fungsinya yang dapat menggangu atau merupakan rintangan dan hambatan
baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. (Pedoman rehabilitasi sosial
orang dengan kecacatan tubuh dalam panti, kementerian sosial Republik Indonesia,
direktorat jenderal rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan 2013:5).
Kelainan fisik dimaksudkan pada hakikatnya bukan berarti membuat
penyandang disabilitas tubuh kehilangan hak dan peluang untuk hidup sejajar dengan
orang lain, karena mereka memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara
maksimal. Untuk dapat hidup sejajar dengan orang lain, penyandang disabilitas
tubuh perlu mendapat program rehabilitasi yang merupakan proses refungsionalsasi
dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang disabilitas untuk mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, kurikulum bimbingan keterampilan ini
diharapkan dapat mendekatkan pada usaha pencapaian UU no. 4 tahun 1997 yang
menyebutkan bahwa setiap penyandang disabilitas tubuh mempunyai kewajiban
setiap penyandang disabilitas mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapat
pendidikan pada satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan derajat
kedisabilitasan dan kemampuannya. (Kurikulum rehabilitasi penyandang disabilitas
tubuh, PSBD “Bahagia” Sumatera Utara, 2013:5).
Menurut Herman Sukarman, penyebab timbulnya ketunaan atau kecacatan
tubuh dikarenakan hal-hal sebagai berikut :
1. Penyakit, misalnya polio, rematik, catitis, dan lepra. Sebab, dengan kemajuan
ilmu kedokteran orang yang menderita penyakit tertentu dapat diselamatkan
jiwanya, tetapi meninggalkan bekas dalam bentuk kecacatan. Sedangkan
penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan misalnya polio, TBC
tulang dan TBC sendi.
2. Kecacatan dalam pekerjaan atau perusahaan. Apabila bekerja disuatu pabrik atau
perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta tentu berhadapan dengan
mesin-mesin., dalam menjalankan mesin-mesin ada hal si pekerja tersebut
mengalami suatu kelengahan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.
Kecelakaan kerja akibat dari mesin-mesin tersebut dapat berupa anggota
tubuhnya tergilas oleh mesin yang menyebabkan anggota tubuhnya putus atau
harus diamputasi.
3. Peperangan, juga merupakan bencana yang tidak menimbulkan keuntungan bagi
semua pihak, bagi mereka yang menang juga mengalami pengorbanan yang
besar dan yang kalah pun mengalami pengorbanan yang lebih banyak.
Pengorbanan itu meliputi harta benda, nyawa dan pula perjuangan yang masih
hidup namun menjalani kecacatan akibat dari peperangan. Banyak para pejuang
dapat berupa kaki atau lengannya dipotong (amputasi), lumpuh dan
ketidakberfungsian sebagian tubuh.
4. Cacat sejak lahir. Majunya ilmu pengetahuan dan majunya teknoligi modern
atau kebudayaan yang menganut faham kebebasan yang masuk sedikit banyak
akan mempengaruhi bahkan mengubah kebudayaan dan tingkah laku pergaulan
masyarakat kita. Ekses dari masuknya pengetahuan dan teknologi modern
tersebut tidak menimbulkan kecacatan tubuh, misalnya karena obat-obatan yang
mengakibatkan anak ketergantungan lahir cacat(Sudjadi, 2005 : 72-74).
2.4 Pelayanan Sosial
Pengertian pelayanan sosial adalah perihal atau cara melayani atau usaha
melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang). Pelayanan
sosial adalah aktivitas yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu para
anggota masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dengan sesamanya dan dengan
lingkungan sosialnya.
Selanjutnya, Alfred J. Khan memberikan pengertian pelayanan sosial sebagai
berikut:“Pelayanan sosial terdiri dari program-program yang diadakan tanpa
mempertimbangkan kriteria pasar untuk menjamin suatu tingkatan dasar dalam
penyediaan fasilitas pemenuhan kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan
kesejahteraan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat serta kemampuan
perorangan untuk pelaksanaan fungsi-fungsinya, untuk memperlancar kemampuan
menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan serta lembaga-lembaga yang
telah ada dan membantu warga masyarakat yang mengalami kesulitan dan
keterlantaran”.
Penggunaan kata mempertimbangkan kriteria pasar mengungkapkan bahwa
warga negara untuk menjangkau dan menggunakan setiap bentuk pelayanan yang
sudah menjadi haknya. Ketidakmampuan seseorang untuk membayar pelayanan
karena penghasilannya tidak mencukupi ( karena berdasarkan kriteria pasar) jangan
menjadi hambatan untuk memperoleh pelayanan. Berarti di sini, pemberi pelayanan
harus melayani tanpa mempertimbangkan si penerima pelayanan mampu membayar
atau tidak.
Pelayanan sosial pada hakekatnya dibuat untuk memberikan bantuan kepada
individu dan masyarakat untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang
semakin rumit itu. Y.B.Suparlan mengatakan bahwa, “Pelayanan adalah usaha untuk
memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik materi maupun non
materi agar orang lain dapat mengatasi masalahnya sendiri”.
Pelaksanaan pelayanan sosial mencakup adanya perbuatan yang aktif antara
pemberi dan penerima. Bahwa untuk mencapai sasaran sebaik mungkin maka
pelaksanaan pelayanan sosial mempergunakan sumber-sumber tersedia sehingga
benar-benar efisien dan tepat guna. Sehubungan dengan itu maka dalam konsepsi
sosial service delivery, sasaran utama adalah si penerima bantuan (beneficiary
group).
Dilihat dari sasaran perubahan maka sasarannya adalah sumber daya manusia
dan sumber-sumber natural. Pelayanan sosial tidak hanya mengganti atau berusaha
memperbaiki keluarga dan bentuk-bentuk organisasi sosial, tetapi juga merupakan
penemuan sosial yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia
modern dalam berbagai hubungan dan peran-perannya sama halnya seperti inovasi
teknologis yang berfungsi sebagai tanggapan terhadap persyaratan fisik dari
2.5 Rehabilitasi sosial
2.5.1 Pengertian Rehabilitasin Sosial
Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang ditujukan pada penderita cacat
agar mereka cakap berbuat untuk memiliki kegunaan jasmani, rohani, sosial,
pekerjaan dan ekonomi. Rehabilitasi didefinisikan sebagai “satu program holistik
dan terpadu atas intervensi-intervensi medis, fisik, psikososial, dan vokasional yang
memberdayakan seorang (individu penyandang cacat) untuk meraih pencapaian
pribadi kebermaknaan sosial, dan interaksi efektif yang fungsional dengan dunia.
(Pedoman Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tubuh dalam Panti.
Kementerian Sosial RI.)
Sifat kegiatan yang dilakukan oleh petugas rehabilitasi adalah berupa
bantuan, dengan pengertian setiap usaha rehabilitasi harus selalu berorientasi kepada
pemberian kesempatan kepada peserta didik yang dibantu untuk mencoba melakukan
dan memecahkan sendiri masalah-masalah yang disandangnya.
Arah tujuan rehabilitasi adalah refungsionalisasi dan pengembangan.
Refungsionalisasi dimaksudkan bahwa rehabilitasi lebih diarahkan pada
pengembalian fungsi dari peserta didik, sedangkan pengembangan diarahkan untuk
menggali atau menemukan dan memanfaatkan kemampuan siswa yang masih ada
serta potensi yang dimiliki untuk memenuhi fungsi diri dan fungsi sosial dimana ia
berada.
Rehabilitasi mangandung makna pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama
baik) yg dahulu (semula) atau perbaikan anggota tubuh yg cacat dan sebagainya atas
individu supaya menjadi manusia yg berguna dan memiliki tempat di masyarakat
Jadi apabila kata rehabilitasi dipadukan dengan kata sosial, maka rehabilitasi
sosial bisa diartikan sebagai pemulihan kembali keadaan individu yang mengalamai
permasalahan sosial kembali seperti semula. Rehabilitasi sosial merupakan upaya
yang ditujukan untuk mengintegrasikan kembali seseorang ke dalam kehidupan
masyarakat dengan cara membantunya menyesuaikan diri dengan keluarga,
masyarakat, dan pekerjaan. Seseorang dapat berintegrasi dengan masyarakat apabila
memiliki kemampuan fisik, mental, dan sosial serta diberikan kesempatan untuk
berpartisipasi. Semisal terdapat seseorang yang mengalami permasalahan sosial
seperti gelandangan atau pengemis, maka mereka akan dicoba untuk dikembalikan
kedalam keadaan sosial yang normal seperti orang pada umumnya. Mereka diberi
pelatihan atau keterampilan sehingga mereka tidak kembali lagi menjadi
gelandangan atau pengemis dan bisa mencari nafkah dari keterampilan yang ia miliki
tadi.
Dijaman sekarang ini sudah banyak panti-panti rehabilitasi sosial yang banyak
menampung berbagai orang yang mengalami gangguan sosial seperti panti
rehabilitasi anak jalanan, gelandangan dan pengemis(gepeng), tuna wisma, tuna
susila, panti rehabilitasi narkoba dll.
2.5.2 TujuanRehabilitasin Sosial
Dalam undang-undang Nomor 4 tahun 1997 dijelaskan bahwa rehabilitasi
diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik,
mental dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara
wajar sesuai dengan bakat,kemampuan, pendidikan dan pengalaman. Tujuan utama
rehabilitasi adalah membantu mencapai kemandirian optimal secara fisik, mental,
sosial, vokasional dan ekonomi sesuai dengan kemampuannya. Jadi tujuan
Aspek berguna dapat mencakup self realization, human relationship,
economic efficiency, dan civic responsibility. Artinya melalui kegiatan-kegiatan
rehabilitasi peserta didik cacat diharapkan :
1. Dapat menyadari kelainannya dan dapat menguasai diri sedemikian rupa,
sehingga tidak menggantungkan diri pada orang lain (self realization).
2. Dapat bergaul dan bekerjasama dengan orang lain dalam kelompok, tahu akan
perannya, dan dapat menyesuaikan diri dengan perannya di lingkungannya
(human relationship).
3. Mempunyai kemampuan dan keterampilan ekonomis produktif tertentu yang
dapat menjamin kehidupannya kelak dibidang ekonomi (economic efficiency).
4. Memiliki tanggungjawab dan mampu berpartisipasi terhadap lingkungan
masyarakat (civic responsibility).
Rehabilitasi sosial mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung
jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan
sosialnya.
2. Memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar.
2.5.3 Sasaran Rehabilitasi
Sasaran rehabilitasi adalah individu sebagai suatu totalitas yang terdiri dari
aspek jasmani, kejiwaan dan sebagai anggota masyarakat. Sasaran rehabilitasi cukup
luas, karena tidak hanya terfokus pada penderita cacat saja, tetapi juga pada
petugas-petugas panti rehabilitasi, orang tua dan keluarga, masyarakat, lembaga-lembaga
2.5.4 Prinsip Dasar Filosofi Rehabilitasi
Prinsip dasar rehabilitasi adalah sebagai berikut :
a. Setiap orang menganut nilai-nilainya sendiri dan itu harus dihormati.
b. Setiap orang adalah anggota dari masyarakat, dan rehabilitasi memupuk agar
orang itu diterima sepenuhnya oleh masyarakatnya.
c. Aset yang terdapat dalam diri individu harus ditekankan, didukung dan
dikembangkan.
d. Faktor-faktor realita ditekankan dalam membantu individu menghadapi
lingkungannya.
e. Perlakuan yang komprehensif harus melibatkan orang itu seutuhnya karena
bidang-bidang kehidupan itu saling ketergantungan.
f. Perlakuan bervariasi dan fleksibel sesuai dengan karakteristik dan pribadi orang.
g. Rehabilitasi merupakan proses berkelanjutan selama masih dibutuhkan.
h. Reaksi psikologis dan personal selalu ada dan sering kali sangat penting
diperhatikan.
2.5.5 Fungsi Rehabilitasi Sosial
Pada umumnya, rehabilitasi yang diberikan pada peserta didik berkelainan
berfungsi untuk pencegahan, penyembuhan atau pemulihan dan pemeliharaan.
a. Fungsi pencegahan,melalui program dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi
peserta didik dapat menghindari hal-hal yang dapat menambah kecacatan yang
lebih berat/lebih parah. Misalnya melalui terapi,penyebaran kecacatan dapat
dicegah dan dibatasi.
b. Fungsi penyembuhan/pemulihan, melalui kegiatan rehabilitasi peserta didik
dapat sembuh dari sakit, organ tubuh yang semula tidak kuat menjadi kuat, yang
penyembuhan dapat berarti pemulihan atau pengembalian atau penyegaran
kembali.
c. Fungsi pemeliharaan/penjagaan, bagi peserta didik yang pernah memperoleh
layanan rehabilitasi tertentu diharapkan kondisi medik, sosial, dan keterampilan
organ gerak/keterampilan vokasional tertentu yang sudah dimiliki dapat tetap
terpelihara/tetap terjadi melalui kegiatan-kegiatan rehabilitasi yang dilakukan.
Ditinjau dari bidang pelayanan, rehabilitasi memiliki fungsi medik, sosial dan
keterampilan :
a. Fungsi medik, kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh petugas rehabilitasi
medik memiliki fungsi untuk mencegah penyakit, menyembukan dan
meningkatkan serta memelihara status kesehatan individu/peserta didik.
b. Fungsi sosial, peserta didik yang cacat pada umumnya memiliki masalah sosial,
baik yang bersifat primer (misalnya : rendah diri, isolasi diri, dsb). Melalui
upaya rehabilitasi dapat berfungsi memupuk kemampuan anak dalam
bersosialisasi dengan lingkungannya.
c. Fungsi keterampilan, melalui kegiatan rehabilitasi peserta didik akan memiliki
dasar-dasar keterampilan kerja yang akan menjadi fondasi dalam memilih dan
menekuni keterampilan profesional tertentu di masa depan.
2.5.6 Model Pelayanan Rehabilitasi Sosial
Dalam rehabilitasi sosial terdapat tiga model pelayanan yang diberikan kepada
klien, yaitu sebagai berikut :
1. Institutional Based Rehabilitation (IBR), suatu sistem pelayanan rehabilitasi
sosial dengan menempatkan penyandang masalah dalam suatu institusi