• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan Keterampilan Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh Di Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) “Bahagia” Sumatera Utara Unit Pelaksana Teknis(UPT).Kementerian Sosial RI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan Keterampilan Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh Di Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) “Bahagia” Sumatera Utara Unit Pelaksana Teknis(UPT).Kementerian Sosial RI"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BIMBINGAN KETERAMPILAN

BAGI PENYANDANG DISABILITAS TUBUH DI

PANTI SOSIAL BINA DAKSA (PSBD) “BAHAGIA” SUMATERA UTARA UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT).KEMENTERIAN SOSIAL RI

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Sosial Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Oleh

PRIMADOLA MOURYTZ HARIANJA 100902027

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Primadola Mourytz Harianja

NIM : 100902027

ABSTRAK

Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan Keterampilan Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh Di Panti Sosial Bina Daksa “BAHAGIA” Sumatera Utara

Unit Pelaksana Teknis (UPT).KEMENTERIAN SOSIAL RI

Salah satu masalah sosial yang dihadapi bangsa Indonesia pada saat ini adalah masalah penyandang disabilitas tubuh. Penyandang disabilitas tubuh juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, diantaranya adalah berhak memperoleh pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan yang ada pada mereka. Penyandang disabilitas diharapkan mampu mengembangkan dan meningkatkan kemampuan mental dan sosialnya sehingga diharapkan yang bersangkutan mampu bekerja sesuai dengan tingkat kemampuan, pendidikan dan keterampilan yang dimiliki serta sesuai dengan minat dan pengalamannya, sehingga mencapai kemandirian ditengah kehidupan masyarakat. Salah satu usaha pemberdayaan bagi penyandang disabilitas yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat khususnya bagi penyandang disabilitas tubuh yaitu pemberian bimbingan program keterampilan bagi penyandang disabilitas tubuh yang dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementrian Sosial di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia”.

Penelitian ini tergolong kedalam tipe penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan mengenai evaluasi pelaksanaan program bimbingan keterampilan bagi penyandang disabilitas tubuh. Adapun jumlah populasi adalah 70 orang dan sampel adalah 26 orang, dalam penentuan sampel peneliti menggunakan purposive sampling yaitu mempunyai tujuan. Sampel yang diambil jadi sumber penelitian adalah remaja, dimana usia remaja ini mempunyai kemampuan yang belum matang dengan baik, usia remaja ini mempunyai tingkat pemahaman yang baik dan juga ingin mengetahui keseriusan mereka dalam menjalankan program keterampilan yang diberikan. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik kuantitatif.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai evaluasi pelaksanaan program bimbingan keterampilan bagi penyandang disabilitas tubuh berjalan dengan baik dan para responden menerima program dengan baik dan juga proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang telah ditentukan bersama, dan materi yang dipelajari sangat membantu mereka untuk meningkatkan kemapuannya untuk kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari indikator yang telah ditentukan yaitu kesesuaian perencanaan program, kesesuaian dengan pelaksanaan pembelajaran dan juga kesesuaian hasil pembelajaran.

(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE Name : Primadola Mourytz Harianja

NIM : 100902027

ABSTRACT

Skills Evaluation Program Implementation Guidance For Body Disability Development In Social Institution Daksha "BAHAGIA" North Sumatra

Technical Implementation Unit. MINISTRY OF SOCIAL RI

Minutes of the social problems faced by Indonesia at this time is the issue of persons with disabilities of the body. Persons with disability also have the same rights and obligations in all aspects of life and living, including the right to obtain employment in accordance with the type and degree of disability that exist on them. Persons with disabilities are expected to develop and enhance mental and social abilities so it is expected that the relevant able to work according to ability level, education and skills possessed and in accordance with the interests and experiences, so as to achieve self-sufficiency amid people's lives. One of the empowerment of persons with disabilities conducted by the central government body, especially for persons with disabilities is the provision of guidance skills programs for persons with disability held in the Technical Implementation Unit (UPT) in the Ministry of Social Development Social Institution Daksha "BAHAGIA".

This research is classified into the type of descriptive research that aims to describe the implementation of the guidance program evaluation skills for persons with disability. The total population is 70 people and the sample is 26 people, the researchers used purposive sampling sampling that has a purpose. Samples were taken so the source of the study was a teenager, where the age of these girls have the ability immature well, the age of these girls have a good level of understanding and also want to know the seriousness of their skills in running a given program. Data analysis techniques in this study using quantitative techniques.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judu skripsi ini adalah “Ebaluasi Program Bimbingan Keterampilan bagi Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “BAHAGIA” Sumatera Utara” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,Medan.

Dalam Kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini,secara khusus Penulis mengucapkan Terima Kasih dan hormat kepada

1. Bapak Prof.Dr.Baddaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

3. Bapak Agus Suriada S.Sos M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia membimbing, meluangkan waktu,kesabaran dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan selam perkuliahan

(5)

Sinarta sebagai Kepala Tata Usaha dan Ibu Rosdiana Simarmat ,Ibu Yeti, Pak Andri, Ibu Ninik sebagai Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial ,Ibu Lyana,Bang Nobel dan Pak Winner,Ibu Nelly Perangin-angin,Ibu Wartina Sitohang,dan khusus nya untuk Ibu Maidinse Hutasooit S.ST,atas bimbingannya selama berada di PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara. 6. Kedua orang tua saya .Bapak H.Harianja dan Ibu R.Br.Situmorang yang

dengan setia ,sabar menyayangi, menafkai memberikan dan mengorbankan waktu dan materi yang tak terhitung nilainya demi keberhasilan penulis meriah cita-cita. Semoga Harapan , doa dan perjuangan kedua orang tua saya akan terus memotivasi saya menjadi yang terbaik.Serta doa, bantuan dan dukungan saudara2 saya Bang Dedy Harianja, Ito ku Asri Harianja dan anggi ku Advent Jimmy Harianja

7. Dan Kepada seluruh Teman-teman Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU stambuk 2010 terimaksih atas dukungan,motivasi bantuan dan doanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan, Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2014

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... ... i

KATA PENGANTAR... ... iii

DAFTAR ISI... ... v

DAFTAR TABEL... ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 11

1.4 Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi... ... 13

2.1.1 Pengertian Evaluasi ... 13

2.1.2 Fungsi Evaluasi ... 14

2.1.3 Proses Evaluasi ... 15

2.1.4 Jenis Evaluasi ... 18

2.2 Pengertian Program ... 19

2.3 Pengertian Evaluasi Program ... 19

2.4 Penyandang Disabilitas Tubuh ... 22

2.5 Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh ... 24

2.6 Pelayanan Sosial ... 26

2.7 Rehabilitasi Sosial ... 31

(7)

2.7.2 Tujuan Rehabilitasi Sosial ... 33

2.7.3 Sasaran Rehabilitasi Sosial ... 34

2.7.4 Pelayanan Rehabilitasi Sosial ... 35

2.8 Bimbingan Keterampilan Penyandang Disabilitas Tubuh ... 36

2.9 Sistem Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Disabilitas Tubuh ... 39

2.10 Kerangka Pemikiran ... 41

2.11 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 43

2.11.1 Defenisi Konsep ... 43

2.11.2 Defenisi Operasional ... 45

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 46

3.2 Lokasi Penelitian ... 46

3.3 Populasi dan Sampel ... 47

3.3.1 Populasi... ... 47

3.3.2 Sampel ... ... 47

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.5 Teknik analisis Data ... 48

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian ... 50

4.2 Sejarah berdirinya PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara ... 50

4.3 Tugas dan Fungsi PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara ... 52

4.4 Struktur organisasi PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara ... 53

4.4.1 Struktur Organisasi ... 53

4.4.2 Keadaan Pegawai ... 54

4.5 Keadaan PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara ... 56

(8)

4.5.2 Keadaan Klien Penyandang Disabilitas Tubuh ... 56

4.6 Kegiatan Pelayanan ... 57

4.7 Alur Pelayanan Sosial Lembaga ... 58

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Identitas Responden ... 62

5.2 Evaluasi Pelaksanaan Program bimbingan keterampilan ... 67

5.2.1 Kesesuaian Perencanaan Pembelajaran ... 67

5.2.2 Kesesuaian Pelaksanaan Pembelajaran ... 73

5.2.3 Kesesuaian Hasil Pembelajaran ... 80

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... ... 91

6.2 Saran ... ... 92

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Karakteristik Responden berdasarkan umur... ... 62

Tabel 5.2 Karakteristik Responden berdasarkan Agama... ... 63

Tabel 5.3 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin... ... 64

Tabel 5.4 Karakteristik Responden berdasarkan Suku Bangsa... ... 65

Tabel 5.5 Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir... ... 66

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tahu tidaknya tujuan utama bimbingan keterampilan...67

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber utama mengetahui tujuan bimbingan keterampilan... 69

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Sesuai tidaknya waktu keterampilan yang diberikan... 70

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Sesuai tidaknya instruktur dengan keahliannya... 72

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Sesuai tidaknya bimbingan keterampilan dengan minat atau bakat ... 73

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan serius tidaknya mengikuti program bimbingan keterampilan... 74

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan tingkat kesulitan yang dialami saat mengikuti program keterampilan... 76

Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Berdasarkan Program keterampilan yang diikuti... 77

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan mendukung tidaknya bimbingan keterampilan bagi kehidupan diri sendiri... 78

(10)

Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan

Kehidupan setelah memperoleh bimbingan keterampilan... 80

Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan membantu tidaknya program

bimbingan keterampilan terhadap kemampuan bersosialisasi dengan

lingkungan... 81

Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan membantu tidaknya program

bimbingan keterampilan dapat menolong teman yang ada di panti... 82

Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan meningkat tidaknya kepercayaan diri

setelah mendapat bimbingan keterampilan ... 83

Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan meningkat tidaknya kreativitas

setelah mendapatkan program bimbingan keterampilan... 84

Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan apa yang dilakukan setelah

tamat menerima program bimbingan keterampilan secara

keseluruhan... 86

Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan membantu tidaknya program

bimbingan keterampilan dalam menambah pemasukan materi... 87

Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan membantu tidaknya program

bimbingan keterampilan dalam mendapatkan pekerjaan... 88

Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan keterampilan yang diberikan

menjadikan sebagai pekerjaan pokok atau utama ... 89

Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan waktu yang ditentukan klien

(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Primadola Mourytz Harianja

NIM : 100902027

ABSTRAK

Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan Keterampilan Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh Di Panti Sosial Bina Daksa “BAHAGIA” Sumatera Utara

Unit Pelaksana Teknis (UPT).KEMENTERIAN SOSIAL RI

Salah satu masalah sosial yang dihadapi bangsa Indonesia pada saat ini adalah masalah penyandang disabilitas tubuh. Penyandang disabilitas tubuh juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, diantaranya adalah berhak memperoleh pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan yang ada pada mereka. Penyandang disabilitas diharapkan mampu mengembangkan dan meningkatkan kemampuan mental dan sosialnya sehingga diharapkan yang bersangkutan mampu bekerja sesuai dengan tingkat kemampuan, pendidikan dan keterampilan yang dimiliki serta sesuai dengan minat dan pengalamannya, sehingga mencapai kemandirian ditengah kehidupan masyarakat. Salah satu usaha pemberdayaan bagi penyandang disabilitas yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat khususnya bagi penyandang disabilitas tubuh yaitu pemberian bimbingan program keterampilan bagi penyandang disabilitas tubuh yang dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementrian Sosial di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia”.

Penelitian ini tergolong kedalam tipe penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan mengenai evaluasi pelaksanaan program bimbingan keterampilan bagi penyandang disabilitas tubuh. Adapun jumlah populasi adalah 70 orang dan sampel adalah 26 orang, dalam penentuan sampel peneliti menggunakan purposive sampling yaitu mempunyai tujuan. Sampel yang diambil jadi sumber penelitian adalah remaja, dimana usia remaja ini mempunyai kemampuan yang belum matang dengan baik, usia remaja ini mempunyai tingkat pemahaman yang baik dan juga ingin mengetahui keseriusan mereka dalam menjalankan program keterampilan yang diberikan. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik kuantitatif.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai evaluasi pelaksanaan program bimbingan keterampilan bagi penyandang disabilitas tubuh berjalan dengan baik dan para responden menerima program dengan baik dan juga proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang telah ditentukan bersama, dan materi yang dipelajari sangat membantu mereka untuk meningkatkan kemapuannya untuk kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari indikator yang telah ditentukan yaitu kesesuaian perencanaan program, kesesuaian dengan pelaksanaan pembelajaran dan juga kesesuaian hasil pembelajaran.

(12)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE Name : Primadola Mourytz Harianja

NIM : 100902027

ABSTRACT

Skills Evaluation Program Implementation Guidance For Body Disability Development In Social Institution Daksha "BAHAGIA" North Sumatra

Technical Implementation Unit. MINISTRY OF SOCIAL RI

Minutes of the social problems faced by Indonesia at this time is the issue of persons with disabilities of the body. Persons with disability also have the same rights and obligations in all aspects of life and living, including the right to obtain employment in accordance with the type and degree of disability that exist on them. Persons with disabilities are expected to develop and enhance mental and social abilities so it is expected that the relevant able to work according to ability level, education and skills possessed and in accordance with the interests and experiences, so as to achieve self-sufficiency amid people's lives. One of the empowerment of persons with disabilities conducted by the central government body, especially for persons with disabilities is the provision of guidance skills programs for persons with disability held in the Technical Implementation Unit (UPT) in the Ministry of Social Development Social Institution Daksha "BAHAGIA".

This research is classified into the type of descriptive research that aims to describe the implementation of the guidance program evaluation skills for persons with disability. The total population is 70 people and the sample is 26 people, the researchers used purposive sampling sampling that has a purpose. Samples were taken so the source of the study was a teenager, where the age of these girls have the ability immature well, the age of these girls have a good level of understanding and also want to know the seriousness of their skills in running a given program. Data analysis techniques in this study using quantitative techniques.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Sebelumnya istilah “Disabilitas” mungkin kurang akrab disebagian masyarakat Indonesia berbeda dengan “Penyandang Cacat”, istilah ini banyak yang mengetahui atau sering digunakan di tengah masyarakat. Istilah Disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari serapan kata bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan.Namun, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Disabilitas” belum tercantum. Disabilitas adalah istilah baru pengganti Penyandang Cacat. Penyandang Disabilitas dapat diartikan individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau mental atau intelektual.

Dalam UU RI No. 4 tahun 1997 disebutkan tentang “Penyandang Cacat”. Penyandang cacat seakan subyek hukum yang dipandang kurang diberdayakan. Istilah “Cacat” berkonotasi sesuatu yang negatif. Kata “penyandang” memberikan predikat kepada seseorang dengan tanda atau label negatif yaitu cacat pada keseluruhan pribadinya. Namun kenyataan bisa saja seseorang penyandang disabilitas hanya mempunyai kekurangan fisik tertentu, bukan disabilitas secara keseluruhan. Untuk itu istilah “cacat” dirubah menjadi “disabilitas” yang lebih berarti ketidakmampuan secara penuh.

(14)

peran dan kewajiban yang sama dengan yang anggota masyarakat lainnya, namun mereka mempunyai hambatan-hambatan yang disebabkan keadaan yang ada pada dirinya untuk mendapatkan kesempatan yang luas dalam mengembangkan kemampuannya. Bila para penyandang disabilitas ini tidak serius kita perhatikan, hal ini dapat menjadi suatu masalah sosial yang dapat menghambat pembangunan, karena berarti akan menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah dalam hal pemeliharaannya, sedangkan dimata luar, hal itu dapat menjadi nilai minus bagi bangsa Indonesia, padahal para penyandang disabilitas tubuh tersebut dapat menjadi sangat berguna bila ditangani dengan baik.

(15)

(http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf)

Untuk menangani penyandang disabilitas, dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang manusiawi agar mereka dapat lebih mudah mengadakan penyesuaian diri dalam kehidupan, karena penyandang disabilitas pada umumnya sangat perasa, yang kadang berlebihan seperti rendah diri dan kemudian menjadi terisolir dari kehidupan masyarakat.

Keadaan disabilitas yang dimiliki oleh seseorang hanyalah sekedar kelainan belaka. Sebenarnya mereka juga mempunyai kemampuan untuk mencari nafkah sebagai sumber penghidupan bagi dirinya pribadi maupun keluarga. Hanya saja yang mereka perlukan untuk itu adalah adanya suatu pembinaan dan pelayanan yang intensif, dalam arti lebih tinggi intesitasnya dari orang yang normal, sehingga mereka punya suatu bekal untuk dapat hidup secara mandiri, tanpa perlu bergantung kepada orang lain. Disamping itu juga supaya dapat berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat sekelilingnya. Mereka juga sangat membutuhkan santunan yang bersifat rehabilitatif, santunan itu terdiri dari latihan-latihan, bimbingan sosial dan bimbingan keterampilan, serta pertolongan medik. Dengan adanya, latihan-latihan bimbingan sosial dan bimbingan keterampilan tersebut diharapkan para penyandang disabilitas dapat memiliki kepribadian sebagai manusia yang utuh, produktif serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat.

(16)

hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Kebutuhan tersebut adalah: a) Kebutuhan fisiologis yaitu sandang, pangan, dan kebutuhan biologis; b) Kebutuhan keamanan dan keselamatan yaitu bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, dan bebas dari teror; c) Kebutuhan sosial yaitu memiliki teman, memiliki keluarga, dan kebutuhan cinta dari lawan jenis; d) Kebutuhan penghargaan, berupa pujian, piagam, tanda jasa, dan hadiah; dan e) Kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya (Maslow 1988:39).

(17)

Sesuai dengan amanat Undang-undang No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat khususnya penyandang disabilitas tubuh, bahwa salah satu upaya pemerintah dan atau masyarakat adalah menyelenggarakan rehabilitasi yang diarahkan untuk memfungsikan kembali serta mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial, orang dengan kecacatan dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman. Sedangkan Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1998 tentang upaya peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang disabilitas mengamanatkan bahwa pemerintah maupun masyarakat berkewajiban melakukan upaya kesejahteraan sosial dengan menyelenggarakan Rehabilitasi Sosial orang dengan disabilitas tubuh dapat memiliki keterampilan kerja sesuai bakat dan kemampuannya.

Penyandang disabilitas sebagai individu pada hakekatnya masih mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Untuk mengembangkan potensi tersebut perlu adanya program khusus, yaitu Program usaha kesejahteraan sosial bagi orang dengan kecacatan. Oleh karena itu penanganan terhadap orang dengan disabilitas tubuh perlu ditingkatkan dan dikembangakan serta disempurnakan baik kuantitas maupun kualitasnya menuju kearah tercapainya tujuan rehabilitasi secara tuntas yang tercermin pada terwujudnya peningkatan kesejahteraan sosial dan kemandirian bagi golongan disabilitas tubuh. Orang dengan disabilitas tubuh diusahakan agar dapat berusaha secara aktif dan positif mengembangkan kemampuan dirinya dalam hidup bermasyarakat.

(18)

warga negara. Pendekatan ini berhubungan langsung dengan harkat dan martabat manusia yang tidak bisa dinegosiasikan dan menempatkan negara (pemerintah, pemerintah daerah, serta masyarakat) sebagai pemangku kepentingan yang menyelenggarakan upaya kesejahteraan sosial dalam upaya-upaya perlindungan dan pemenuhan hak orang dengan kecacatan.

Pembangunan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas saat ini diarahkan pada upaya rehabilitasi sosial, dimana secara teknis dilaksanakan oleh Direktorat Rehabilitasi Sosial orang dengan kecacatan Kementerian Sosial Republik Indonesia. Dalam menangani masalah disabilitas ini Kementeriaan Sosial telah melaksanakan usaha Rehabilitasi Sosial melalui sistem panti. Panti Rehabilitasi Sosial orang dengan disabilitas tubuh sebagai unit pelaksana teknis, mempunyai kedudukan sebagai lembaga yang melaksanakan kegiatan operasional dibidang rehabilitasi sosial penyandang disabilitas, untuk mempersiapkan mereka agar memiliki berbagai keterampilan dan kesiapan mental, fisik, sosial yang dibutuhkan bagi kepentingan hidupnya secara wajar sebagai warga negara dan anggota masyarakat umumnya. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya Panti Sosial penyandang disabilitas tubuh perlu dilengkapi dengan berbagai perangkat, baik yang berupa sarana dan prasarana fisik, alat-alat keterampilan kerja, tenaga pelaksana maupun pedoman rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dalam panti.

(19)

disabilitas itu sendiri dengan mengikuti pola yang telah ditentukan. Hal ini sangat penting artinya, mengingat program rehabilitasi sosial merupakan proses dari suatu sistem yang melibatkan berbagai disiplin ilmu dari tahap pendekatan awal sampai dengan terminasi.

Lahirnya suatu lembaga seperti PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara bagi penyandang disabilitas tubuh dimaksudkan untuk membantu para orang tua dan masyarakat dalam membina dan melayani penyandang disabilitas tubuh sehingga mereka dapat mengembangkan potensi dan bakat dengan pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya. Usaha mewujudkan kesejahteraan penyandang disabilitas tubuh merupakan bagian integral dari pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Para penyadang disabilitas tubuh merupakan bagian dari tunas bangsa yang memerlukan perhatian khusus dalam pembinaan tingkah lakunya dan pemikiran intelektualnya.

(20)

mempunyai kepercayaan diri dan mempunyai keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai manusia.

Program rehabilitasi bagi Penyandang disabilitas tubuh melalui bimbingan keterampilan mengarah pada membantu pribadi penyandang disabilitas tubuh serta meningkatkan kualitas hidup mereka melalui bantuan-bantuan teknis dan usaha-usaha untuk memperbaiki lingkungan hidupnya, membuka kesempatan bagi mereka, menjamin dan menghormati hak manusia dan hak-hak mereka untuk duduk dalam lembaga perwakilan. Disamping itu berusaha keras untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik dari masyarakat untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan dan solidaritas serta tanggung jawab kepada anggotanya yang menyandang kecacatan, dengan menciptakan suatu masyarakat untuk semua, yang didukung seluruh anggota masyarakat.

(21)

Adapun alasan peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan ini adalah bahwa setiap warga negara termasuk para penyandang disabilitas tubuh mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan kesejahteraan dalam hidupnya. Usaha-usaha pembinaan dan pelayanan kesejahteraan terhadap penyandang disabilitas tubuh merupakan tanggung jawab bersama, orangtua, masyarakat serta pemerintah. Salah satu usaha dalam mewujudkan kesejahteraan penyandang disabilitas tubuh tersebut adalah melalui program bimbingan keterampilan, dan PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara merupakan lembaga kesejahteraan sosial yang mendampingi para penyandang disabilitas tubuh tersebut. Dan juga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di PSBD (Panti Sosial Bina Daksa) “BAHAGIA” karena Panti ini merupakan salah satu UPT dibawah naungan Kementeriaan Sosial RI, yang khusus melayani penyandang disabilitas tubuh di Provinsi Sumatera Utara dan memiliki wilayah kerjanya meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Riau, dan Sumatera Barat. Sehingga peneiliti ingin melihat bagaimana proses berjalannya Program Bimbingan Keterampilan saat ini bagi penyadang disabilitas tubuh yang saat ini masih berjalan. Perhatian khusus terhadap penyandang disabilitas tubuh merupakan suatu tindakan atau langkah untuk mewujudkan partisipasi secara penuh bagi para penyandang disabilitas tubuh dalam pembangunan nasional.

(22)

reaksi para klien penyandang disabilitas tubuh terhadap program bimbingan keterampilan, sudah seberapa jauh penguasaan konsep selama program bimbingan keterampilan itu mulai berlangsung dan dampaknya untuk saat ini bagi klien. Penulis membatasi penelitian ini hanya pada ruang lingkup proses sedang berjalannya program bimbingan keterampilan yang diberikan kepada klien penyandang disabilitas tubuh. Penulis mengangkat permasalahan yang dirangkum dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “Evaluasi Program Bimbingan Keterampilan Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh di PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara UPT. Kementeriaan Sosial RI.”

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pelaksanaan Program Bimbingan Keterampilan Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh di PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara UPT. Kementerian Sosial RI ?’’

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah

(23)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah

1. Bagi Penulis sendiri menambah wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan program bimbingan keterampilan yang dilaksanakan oleh PSBD “Bahagia” Sumatera Utara.

2. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi karya ilmiah dan sebagai bahan kajian yang menyangkut Evaluasi Lembaga dalam menangani penyandang disabilitas tubuh.

(24)

1.4Sistematika Penulisan

Penulisan Penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah,perumusan masalah,tujuan dan manfaat Penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran,defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan Tipe Penelitian, lokasi Penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi

2.1.1 Pengertian Evaluasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi mempunyai arti penilaian, Penilaian berarti nilai atau penentuan manfaat dari pada suatu kegiatan. Layaknya sebuah penilaian yang dipahami secara umum, penilaian itu diberikan dari orang yang lebih tinggi atau yang lebih tahu kepada orang yang lebih rendah, baik dari jabatan strukturalnya atau orang yang lebih rendah keahliannya. Dalam praktek dunia kerja, evaluasi ini kerap dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari sebuah keputusan yang ditetapkan dan dijalankan.

Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur secara objektif terhadap pencapaian hasil yang telah dirancang dari suatu aktifitas atau program yang telah dilaksanakan sebelumnya, yang mana hasil penilaian yang dilakukan menjadi umpan balik bagi aktifitas perencanaan baru yang akan dilakukan berkenaan dengan aktifitas yang sama di masa depan (Yusuf dalam Siagian dan Agus, 2010: 116).

Evaluasi adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Evaluasi sangat penting dan bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan. Alasannya adalah dengan melakukan evaluasi itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan

(26)

Dari rumusan pengertian evaluasi yang dikemukan diatas maka dapat diartikan bahwa evaluasi adalah sebagai suatu proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya. Dimana hasil dari penilaian yang dilakukan akan menjadi suatu umpan balik untuk perencanaan baru yang akan dilakukan.

2.1.2 Fungsi Evaluasi

Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan antara lain:

1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai.

2. Evalusi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefenisikan dan mengoperasikan tujuan daan target.

(27)

Dari fungsi-fungsi evaluasi yang telah dikemukakan beberapa ahli diatas, kita dapat kesimpulan tentang evaluasi yakni evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut.

Beberapa istilah yang serupa dengan evaluasi itu, yang intinya masih mencakup evaluasi, yaitu diantaranya :

1. Measurement, pengukuran diartikan sebagai proses kegiatan untuk

menentukan luas atau kuantitas sesuatu untuk mendapatkan informasi atau data berupa skor mengenai prestasi yang telah dicapai siswa pada periode tertentu dengan menggunakan berbagai teknik dan alat ukur yang relevan. 2. Tes, secara harafiah diartikan suatu alat ukur berupa sederetan pertanyaan

atau latihan yang digunakan untuk mengukur kemampuan, tingkah laku, potensi, prestasi sebagai hasil pembelajaran.

3. Assesment, suatu proses pengumpulan data dan pengolahan data tersebut menjadi suatu bentuk yang dapat dijelaskan (Dunn dalam Suharto,2008:8).

2.1.3 Proses Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi terdiri dari dua tahap yakni: 1. Pra Kegiatan

(28)

mengetahui atau menyelidiki perubahan-perubahan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan dan arah prioritas sebelum saat itu dan dimasa mendatang umtuk mengetahui apakah program yang sedang dievaluasi, tersebut masih relevan dan diperlukan.

2. Kegiatan Evaluasi

Dalam melakukan proses evaluasi selama evaluasi ada beberapa etik birokrasi yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang erat hubungannya dengan tugas-tugas evaluasi diantaranya adalah:

a. Semua tugas dan tanggung jawab pemberi tugas dan pemberi tugas harus jelas.

b. Pengertian dan konotasi yang tersirat dalam evaluasi yaitu mencari kesalahan harus dihindari.

c. Kegiatan evaluasi dimaksudkan disini adalah membandingkan rencana dengan pelaksanaan dengan melakukan pengukuran-pengukuran kwantitatif/kwalitatif totalitas program secara teknis.

d. Team yang melakukan evaluasi adalah pemberi saran/nasehat tersebut serta pembuat keputusan atas dasar nasehat/saran-saran terscebut berada ditangan manajemen program.

e. Dalam proses pengambilan keputusan yang telah didasarkan atas data-data penemuan teknis perlu dikonsultasikan sebaik mungkin karena menyangkut kelanjutan program.

(29)

Menurut P.P No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, di dalam pelaksanaannya, kegiatan evaluasi dapat dilakukan pada berbagai tahapan yang berbeda, yaitu;

1) Evaluasi pada Tahap Perencanaan (ex-ante), yaitu evaluasi dilakukan

sebelum ditetapkannya rencana pembangunan dengan tujuan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya;

2) Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan (on-going), yaitu evaluasi dilakukan

pada saat pelaksanaan rencana pembangunan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan rencana dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya, dan

3) Evaluasi pada Tahap Pasca-Pelaksanaan (ex-post), yaitu evaluasi yang

(30)

2.1.4 Jenis Evaluasi

Menurut Kelman (1987) terdapat 4 jenis evaluasi sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai, yang dapat dicapai, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Evaluasi Kecocokan menguji dan mengevaluasi hasil kebijakan yang sedang dilakukan apakah layak untuk diteruskan,dan bagaimana prospek kebijakan alternatif yang dibutuhkan untuk mengganti kebijakan ini? Elemen yang penting pada jenis evaluasi ini adalah mengkaji aktor pelaksana kebijakan antara pemerintah dan sektor privat.

2. Evaluasi efektifitas menguji dan menilai apakah tindakan kebijakan (program) yang dilakukan menghasilkan dampak yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan, dan apakah yang diraih dapat terwujud, apakah biaya dan manfaatnya sebanding.

3. Evaluasi efisiensi, dengan menggunakan kriteria ekonomis dengan melakukan perbandingan antara input yang dipergunakan dengan output yang dihasilkan, apakah sumberdaya yang digunakan berjalan secara efisien dan mampu mencapai hasil yang optimal.

(31)

2.2 Program

Program adalah cara tersendiri dan khusus yang dirancang demi pencapaian suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program, maka segala rancangan akan lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, maka progam adalah unsur pertama yang harus ada bagi berlangsungnya aktivitas yang teratur, karena dalam program telah dirangkum berbagai aspek, seperti :

1. Adanya tujuan yang mau dicapai.

2. Adanya berbagai kebijakan yang diambil dalam upaya pencapaian tujuan tersebut.

3. Adanya prinsip-prinsip dan metode-metode yang harus dijadikan acuan dengan prosedur yang harus dilewati.

4. Adanya pemikiran atau rancangan tentang anggaran yang diperlukan.

5. Adanya strategi yang harus diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas. (Wahab dalam Siagian dan Agus, 2010:117).

2.3 Evaluasi Program

(32)

Menurut Tyler dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), “Evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan”. Selanjutnya menurut Cronbach dan Stufflebeam dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), “Evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan”. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa “Evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan”.

Menurut Endang Mulyatiningsih (2011: 114-115), evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk :

a. Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama ditempat lain. b. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah program

perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.

(33)

1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan.

3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan, yaitu menganalisis hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang sebelumnya ditetapkan (Siagian dan Agus,2010:118).

Oleh Stufflebeam dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), diusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk proses sebagai berikut :

1. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal?

2. Apakah staf yang terlibat didalam pelaksanaan program akan sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan jika dilanjutkan?

3. Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal?

(34)

2.4 Penyandang Disabilitas Tubuh

Penyandang disablitas tubuh adalah seseorang yang mempunyai kelainan tubuh pada alat gerak yang meliputi tulang, otot dan persendian, baik dalam struktur maupun fungsinya yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. (Pedoman rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dalam panti, kementerian sosial

Republik Indonesia, direktorat jenderal rehabilitasi sosial orang dengan

kecacatan 2013:5)

Kelainan fisik dimaksud pada hakekatnya bukan berarti membuat penyandang disabilitas tubuh kehilangan hak dan peluang untuk hidup sejajar dengan orang lain, karena mereka memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara maksimal. Untuk dapat hidup sejajar dengan orang lain, penyandang disabilitas tubuh perlu mendapatkan program rehabilitasi yang merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang disabilitas untuk mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

(35)

Menurut Herman Sukarman, penyebab timbulnya ketunaan atau kecacatan tubuh dikarenakan hal-hal sebagai berikut :

1. Penyakit, misalnya polio, rematik, catitis, dan lepra. Sebab, dengan kemajuan ilmu kedokteran orang yang menderita penyakit tertentu dapat diselamatkan jiwanya, tetapi meninggalkan bekas dalam bentuk kecacatan. Sedangkan penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan misalnya polio, TBC tulang, TBC sendi.

2. Kecelakaan dalam pekerjaan atau perusahaan. Apabila bekrja di suatu pabrik atau perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta tentu berhadapan dengan mesinmesin, dalam menjalankan mesin-mesin ada hal si pekerja tersebut mengalami suatu kelengahan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja akibat dari mesin-mesin tersebut dapat berupa anggota tubuhnya tergilas oleh mesin yang menyebabkan anggota tubuhnya putus dan harus diamputasi.

(36)

4. Cacat sejak lahir. Majunya ilmu pengetahuan dan majunya teknologi modern atau kebudayaan yang menganut faham kebebasan yang masuk sedikit banyak akan mempengaruhi bahkan mengubah kebudayaan dan tingkah laku pergaulan masyarakat kita. Ekses dari masuknya pengetahuan dan teknologi modern tersebut tidak menimbulkan kecacatan tubuh, misalnya karena obat-obatan yang mengakibatkan anak keturunannya lahir cacat. (Sudjadi, 2005 : 72-74)

2.5 Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh

Panti sosial adalah lembaga/unit pelayanan yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi satu jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.(PP No.39 Tahun 2012 pasal 38). Panti Sosial merupakan tempat merawat serta mendidik para penyandang disabilitas dalam pendidikannya, sehingga mereka itu diharapkan dapat menolong dirinya sendiri serta berfungsi dalam masyarakat. Sebagai Panti Sosial menurut M. Fadhil Nurdin(1990), Panti Sosial merupakan perwujudan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang melahirkan bentuk-bentuk pelayanan sosial yang bervariasi. Penanganan Kesejahteraan Penyandang disabilitas tubuh ini adalah pelayanan yang dilakukan dalam panti sosial dimana panti berfungsi sebagai lembaga substitusi keluarga yaitu keluarga pengganti untuk memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan para klien penyandang disabilitas tubuh.

(37)

keterampilan anak binaan, pemenuhan kebutuhan rohani, sosial dan kesehatan, sehingga para klien penyandang disabilitas tubuh tersebut diharapkan dapat mengembangakan pribadi, potensi, kemampuan dan minatnya secara optimal, sehingga panti asuhan sebagai lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab memberikan pelayanan pengganti fungsi keluarga harus benar-benar memperhatikan fisik, mental dan sosial mereka, agar keberfungsian sosial mereka bangkit.

Tugas dan Fungsi Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh adalah, memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas tubuh, yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan,resosialisasi serta pembinaan lanjut,agar Penyandang disabilitas tubuh mampu melaksanakan fungsi sosialnya,serta mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya.Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

a. Pelayanan rehabilitasi sosial

Panti diharapkan dapat memberikan pelayanan secara optimal kepada masyarakat.

b. Pusat informasi/Rujukan.

Panti merupakan lembaga yang dapat memberikan informasi tentang Penyandang Disabilitas pada umumnya dan pelaksanaan program pelayanan dan rehabiltasi sosial pada khususnya. Disamping itu,balai/panti sosial melakukan kegiatan rujukan kelembaga lain yang terkait dan kepada masyarakat.

(38)

Panti sosial pada dasarnya adalah laboratorium dalam kaitannya dengan program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penerima manfaat,oleh sebab itu maka panti sosial diharapkan mampu mengembangkan perangkat keras dan lunak untuk meningkatkan kualitas hasil pelayanan

d. Tempat Latihan Tenaga Sosial

Panti sosial penyandang disabilitas tubuh dapat digunakan sebagai tempat untuk latihan tenaga sosial bagi masyarakat yang memerlukan,baik perorangan, organisasi maupun instansi dalam rangka mempersiapkan tenaga pekerja sosial sepanjang tidak mengganggu aktifitas panti.(Pedoman rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan penyandang disabilitas tubuh dalam panti,Kementerian Sosial RI Direktoran Jenderal

Rehabilitasi Sosial RI, 2013: 5-6)

2.6 Pelayanan Sosial

(39)

Sementara Elizabeth Wickenden dalam Muhidin mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial termasuk didalamnya peraturan perundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketentraman dalam masyarakat (Wickenden, dalam Muhidin,1992:1).

Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi dapat terlihat dari rumusan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1 : “Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjungjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila” (Muhidin,1992:5).

Dari berbagai pengertian diatas dapat terlihat luas lingkup pengertian kesejahteraan sosial yang sebenarnya sangat meluas dan melingkupi berbagai aspek kehidupan. Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial, dimana pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu didalamnya. Pelayanan sosial diartikan dalam dua macam, yaitu:

a. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.

(40)

tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya (Muhidin, 1992:41).

Di Negara Amerika Serikat, pelayanan sosial diartikan sebagai suatu aktifitas yang terorganisir yang bertujuan untuk menolong orang-orang agar terdapat suatu penyesuaian timbal balik antara individu dengan lingkungan sosialnya. Tujuan ini dapat dicapai melalui teknik dan metode yang diciptakan untuk memungkinkan individu, kelompok dan masyarakat dan melalui tindakan-tindakan kooperatif untuk meningkatkan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi. Sedangkan di Inggris, pelayanan sosial mencakup suatu peralatan luas untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan dimana mereka hidup dalam keseluruhan yang mempunyai tanggung jawab untuk menolong masyarakat yang lemah dan kurang beruntung dan memberikan perlindungan dengan pelayanan-pelayanan yang tidak mungkin dipenuhi oleh mereka sendiri secara perseorangan.

Pada umumnya baik kualitas maupun kuantitas daripada pelayanan sosial akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemakmuran suatu Negara dan juga sesuai dengan faktor sosiokultural dan politik yang juga menentukan masalah prioritas pelayanan. Semakin tersebarnya dan dipraktekkan secara universal pelayanan sosial, maka pelayanan sosial cenderung menjadi pelayanan yang ditujukan kepada golongan masyarakat yang membutuhkan pertolongan khusus.

Pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung dari tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi pelayanan sosial sebagai berikut:

(41)

2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.

3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian sosial.

4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan pembangunan.

5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar pelayanan-pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi (Muhidin, 1992:42).

Richard M. Titmuus dalam Muhidin (1992:43) mengemukakan fungsi pelayanan sosial ditinjau dari perspektif masyarakat sebagai berikut :

1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok dan masyarakat untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan dating.

2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk melindungi masyarakat.

3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial misalnya, kompensasi kecelakaan industri dan sebagainya.

4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial.

Alfred J. Khan dalam Muhidin (1992:43) menyatakan fungsi pelayanan sosial adalah:

1. Pelayanan sosial untuk pengembangan.

(42)

Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan dimaksudkan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam diri anak dan pemuda melalui program-program pemeliharaan, pendidikan (non formal) dan pengembangan. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi mempunyai tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara individual maupun didalam kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-masalahnya. Kebutuhan akan program pelayanan akses disebabkan oleh karena :

a. Adanya birokrasi modern

b. Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahamam masyarakat terhadap hal-hal dan kewajiban/tanggung jawabnya.

c. Diskriminasi

d. Jarak geografi antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang memerlukan pelayanan sosial (Muhidin, 1992:44).

Dengan adanya berbagai kesenjangan, maka pelayanan sosial disini mempunyai fungsi sebagai “akses” untuk menciptakan hubungan bimbingan yang sehat antara berbagai program, sehingga program-program pelayanan tersebut dapat berfungsi dan dimamfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya. Pelayanan sosial bukanlah semata-mata memberikan informasi, tetapi juga termasuk menghubungkan seseorang dengan sumber-sumber yang diperlukan dengan melaksanakan program-program referral.

(43)

individu dan masyarakat) dan untuk mengatasi hambatan-hambatan sosial dalam pembagian politis, yaitu untuk mendistribusikan sumber-sumber dan kekuasaan.

Partisipasi mungkin merupakan konsekuensi dari bagaimana program itu diorganisir, dilaksanakan dan disusun. Partisipasi terkadang merupakan alat, terkadang merupakan tujuan. Ada yang memandang bahwa partisipasi dan pelayanan merupakan dua fungsi yang selalu konflik, karenanya harus dipilih salah satu. Karena itu harus dipilih partisipasi sebagai tanggung jawab masyarakat dan pelayanan sebagai tanggung jawab program. Pada umumnya suatu program sulit untuk meningkatkan kedua-duanya sekaligus.

2.7 Rehabilitasi Sosial

2.7.1 Pengertian Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat (PP No.39 Tahun 2012 pasal 1 ayat 3). Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar (PP No.39 Tahun 2012 pasal 4 ayat 1). Rehabilitasi sosial dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial (PP No.39 Tahun 2012 pasal 5 ayat 1)

(44)

NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan zat adiktif lainnya), WTS, dan penderita HIV atau ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).

Proses rehabilitasi sosial terutama dalam panti harus melalui pendaftaran (registrasi), kontrak layanan (intake), pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment), menyusun rencana pemecahan masalah (planning), pemecahan masalah (intervention), evaluasi, terminasi dan pembinaan lanjut. Rehabilitasi sosial didalam panti tersebut menggunakan pendekatan praktik pekerjaan sosial. (Pedoman penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial, pusat penyuluhan sosial sekretariat jenderal, 2010:5)

Merujuk pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang disabilitas (pasal 1), Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang disabilitas mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang upaya peningkatan Kesejahteraan Penyandang Diabilitas, Rehabilitasi diarahkan untuk mengembalikan keberfungsiaan secara fisik mental dan sosial, serta memberikan dan meningkatkan keterampilan (pasal 4 ayat 2). Rehabilitasi bagi penyandang disabilitas meliputi motivasi, rehabilitasi medik, pendidikan, pelatihan, resosialisai dan bimbingan lanjut (pasal 7 ayat 1).

(45)

Dari batasan sebagaimana telah dikutip diatas, nampak bahwa dalam pengertian rehabilitasi sosial termuat pokok-pokok pikiran yang mendasar sebagai berikut:

a. Rehabilitasi sosial merupakan proses kegiatan pelayanan yang terkoordinir.

b. Bertujuan memulihkan dan mengembangkan kemauan dan kemampuan penyandang disabilitas, agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal.

c. Mencakup upaya-upaya medis, sosial, edukasional dan vokasional.

d. Dalam penerapannya disesuaikan dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman penyandang disabulitas serta situasi dan kondisi keluarga, kelompok dan masyarakat. (Panduan umum pelaksanaan bimbingan sosial penyandang cacat dalam panti,

Departemen Sosial RI. Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi

Sosial. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang

Cacat 2007:8)

2.7.2 Tujuan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh

(46)

1. Menyeleraskan peraturan perundang-undangan dan kebijakan terhadap rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.

2. Meningkatkan kesadaran, kepedulian, komitmen, dan partisipasi masyarakat terhadap rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.

3. Meningkatkan kompetensi, keterpaduan, dan kualitas pelayanan terhadap rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.

4. Meningkatkan jangkauan dan akses terhadap rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.

5. Mendorong upaya pemenuhan hak-hak dasar orang dengan kecacatan. (Direktorat Rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan, 2010:15)

2.7.3 Sasaran Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh

Penerima manfaat dari rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas Tubuh adalah : 1. Penyandang Disabilitas Tubuh, diutamakan usia 17-35 tahun dan belum

menikah.

2. Dalam kasus tertentu, Penyandang Disabilitas Tubuh usia 15-16 tahun dan atau usia 36-40 tahun, yang sebelumnya dibahas dan diputuskan untuk diterima, melalui pembahasan kasus.

3. Dalam kasus tertentu, Penyandang Disabilitas Tubuh yang sudah menikah, yang diputuskan melalui pembahasan kasus.

4. Masyarakat, yang mencakup :

(47)

d. Sumber daya dan sumber dana masyarakat.

(Pedoman Rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan (Penyandang Disabilitas)

tubuh dalam panti 2013:7).

2.7.4 Pelayanan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh

Sebagai salah satu bentuk dari pelayanan rehabilitasi, rehabilitasi sosial akan melibatkan berbagai disiplin keahlian metode dan teknik serta fasilitas-fasilitas yang spesifik. Dalam Terapannya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat (pasal 51). Rehabilitasi sosial dilakukan dengan pemberian pelayanan sosial secara utuh dan terpadu melalui kegiatan pendekatan fisik mental dan sosial yang berupa :

a. Bimbingan mental, meliputi bimbingan mental spiritual keagamaan oleh pembimbing agama, kepercayaan masing-masing, bimbingan etika dan budi pekerti, bimbingan psikososial, outbond dialam terbuka, bimbingan pramuka. b. Bimbingan fisik meliputi kegiatan senam, kegiatan olahraga, pemeriksaan

kesehatan dan fisioterapi.

c. Bimbingan Sosial, adalah kegiatan bimbingan sosial yang dilakukan oleh masing-masing pekerja sosial kepada klien yang ditangani, mengenai tentang masalah, keluhan dan tingkat perkembangan klien.

d. Bimbingan Keterampilan meliputi : Keterampilan otomotif

(48)

Keterampilan service telepon selular.

e. Bimbingan resosialisasi, klien dipersiapkan untuk terjun ketengah masyarakat, keluarga maupun disalurkan kelapangan kerja yang tersedia atan instansi pengirim.

f. Bimbingan Lanjut, tahapan bimbingan lanjutan dilakukan setelah diadakan evaluasi sejak tahap input proses,output dan outcome maka telah mencapai titik akhir dalam proses pelayanan sosial dalam UPT, pada gilirannya harus mengakhiri kegiatan pelayanan sosial, dengan pertimbangan tindak lanjut purna pelayanan sosial.

2.8 Bimbingan Keterampilan Penyandang disabilitas Tubuh

(49)

dalam keterampilan hidup manusia di masyarakat. Kata keterampilan berawal dari kata terampil yaitu cakap dalam menyelesaikan tugas; mampu dan cekatan. Sedangkan Keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan atau kecakapan hidup (life Skill) adalah sebagai kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya.

Bimbingan keterampilan atau disebut juga life skill helping (LSH) atau life

skill theraphy merupakan suatu model integratif untuk membantu klien agar

mampu mengembangkan keterampilan mengembangkan dirinya sendiri (self helping). Keterampilan (skills) diartikan sebagai kemampuan untuk membuat dan

mengimplementasikan sequensi pilihan untuk mencapai tujuan. Sementara Life

Skills diartikan sebagai sikap dan kemampuan untuk menghadapi berbagai

problema kehidupan secara proaktif dan kreatif menemukan solusinya. Jadi bimbingan keterampilan/life skill (kecakapan hidup) adalah bimbingan yang memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada siswa tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya yaitu dapat menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.

(50)

Tujuan utama bimbingan keterampilan penyandang disabilitas tubuh adalah memberikan bimbingan keterampilan kepada penerima manfaat sesuai bakat minat dan kemampuan dalam upaya meningkatkan keterampilan kerja untuk kemandirian dalam masyarakat.Jenis Keterampilan yang diberikan :

a. Keterampilan diri meliputi Keterampilan Kehidupan Sehari-hari (ADL)

b. Keterampilan Kerja antara lain seperti : Menjahit, Otomotif, elektronik, service ponsel.

Secara umum manfaat bimbingan keterampilan bagi klien penyandang diabilitas tubuh adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat maupun sebagai warga negara. Pelaksanaan layanan bimbingan keterampilan yang berupa program ketrampilan merupakan bentuk praktek pemberian bekal dan penyaluran potensi, bakat dan minat, serta latihan kerja sesuai dengan pilihan karir yang diminati.(Pedoman Rehabilitasi Sosial orang dengan Penyandang disabilitas tubuh dalam panti,2013:19-20)

(51)

2.9 Sistem Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh Walter A. Friedlander (1961) mendefenisikan Kesejahteraan Sosial adalah sistem yang terorsganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan dan keluarga masyarakatnya. Dengan kata lain, tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan kemampuan individu, baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan sosial mendefenisikan Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Sedangkan menurut defenisi diatas menjelaskan :

1. Konsep Kesejahteraan Sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.

2. Tujuan dan sistem tersebut ialah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkunganya.

(52)

Berdasarkan defenisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Kesejahteraan Sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik itu dibidang fisik, mental, emosional, sosial ekonomi, ataupun kehidupan spritual. Berdasarkan PP No: 36 tahun 1980 tentang usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat dinyatakan bahwa: Rehabilitasi adalah usaha proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk penyandang cacat sehingga mereka mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Usaha Kesejahteraan Sosial penyandang cacat juga terdapat pada Keputusan Mensos No : 55/1981 yaitu : Maka sistem usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat dilaksanakan didalam panti dan diluar panti.

(53)

2.10 Kerangka Pemikiran

Pelayanan dam rehabilitasi sosial penyandang disabilitas tubuh melalui program bimbingan keterampilan adalah suatu bentuk perwujudan dari tanggung jawab dan kewajiban bersama,antara orangtua/keluarga,masyarakat, dan pemerintah.Selain itu dalam prosesnya,pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan juga harus didukung oleh kemudahan/aksesbilitas bagi penyandang cacat untuk membantu anak dalam menjalankan kehidupannya secara mandiri.

Pemberian pelayanan sosial itu sendiri diselenggarakan untuk membantu keluarga/orang tua dan anak dengan kecacatan.Pelayanan sosial, disamping ditujukan untuk memberi bantuan, pelayanan sosial juga dilakukan untuk memberikan upaya rehabilitasi sosial maupun memberikan perlindungan anak. Disisi lain, pelayanan dan rehabilitasi sosial diselenggarakan agar anak terpenuhi kebutuhan perlindungannya. Melalui perlindungan juga diharapkan akan terpeliharanya taraf kesejahteraan anak dan keluarganya, dan perlu adanya penyelenggaraan pelayanan sosial maupun rehabilitasi sosial.

(54)

BAGAN ALUR PEMIKIRAN

PSBD “BAHAGIA” SUMATERA UTARA UPT.KEMENSOS RI

Program Bimbingan Keterampilan PSBD “BAHAGIA” SUMATERA UTARA

1.Keterampilan Otomotif 2.Keterampilan Elektronika 3.Keterampilan Menjahit

4.Keterampilan Servis Telepon Seluler.

Indikator Evaluasi

1.

Kesesuaian Perencanaan Pembelajaran(ex-ante)

2.

Kesesuaian Pelaksanaan Pembelajaran(on-going)

3.

Kesesuaian Hasil Pembelajaran (ex-post)

(55)

2.11 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.11.1 Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah batasan arti dan gambaran hubungan dari antara unsur-unsur yang ada didalamnya (Siagian, 2011:56), Konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan istilah dan mendefenisikan istilah dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan tidak muncul salah pengertian pemakaian istilah yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Untuk memperjelas penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut :

1. Evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan. 2. Program adalah cara tersendiri dan khusus yang dirancang demi

pencapaian suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program, maka segala rancangan akan lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, maka progam adalah unsur pertama yang harus ada bagi berlangsungnya aktivitas yang teratur.

(56)

4. Keterampilan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan adalah suatu kecakapan untuk menyelesaikan tugas.Pembelajaran keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah perilaku siswa menjadi cekat, cepat dan tepatmelalui belajaran kerajinan dan teknologi rekayasa dan teknologi pengolahan. Perilaku terampil ini dibutuhkan dalam keterampilan hidup manusia di masyarakat.

5. Program bimbingan keterampilan adalah suatu program atau kumpulan proyek-proyek yang berhubungan dengan keterampilan telah dirancang untuk mengembangkan keterampilan penyandang disabilitias tubuh agar bisa lebih mandiri dengan keterampilan yang telah dimilikinya.

6. Penyandang disabilitas tubuh adalah seseorang yang mempunyai kelainan tubuh pada alat gerak yang meliputi tulang, otot dan persendian, baik dalam struktur maupun fungsinya yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya.

(57)

2.11.2 Defenisi Operasional

Perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defini konsep. Jika perumusandefinisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi. Definisi operasional sering disebut sebagai proses operasionalisasi konsep. Operasional konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Definisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu varibel dapat diukur (Siagian, 2011: 141).

Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini diukur dari indikator-indikator berikut ini:

1. Kesesuaian perencanaan program - Ketepatan waktu

- Penerima program - Tepat sasaran

2. Kesesuaian pelaksanaan program

- Pemantauan akan pelaksanaan program

- Keterlibatan penerima program dalam pelaksanaan program 3. Kesesuaian hasil program

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang ingin diteliti. Termasuk di dalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi berlangsung (Siagian, 2011 : 52).

Melalui penelitian ini, penulis ingin membuat gambaran mengenai kondisi secara menyeluruh tentang pelaksanaan Program Bimbingan Keterampilan bagi Penyandang Disabilitas tubuh di PSBD “Bahagia” Sumatera Utara UPT. Kementerian Sosial RI.

3.2 Lokasi Penelitian

(59)

manfaat lebih mandiri, meningkatkan keberfungsiaan sosialnya di tengah masyarakat sehingga mereka dapat lebih percaya diri ditengah masyarakat.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Secara sederhana populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan obyek, peristiwa maupun individu yang akan dikaji dalam suatu penelitian. Berdasarkan pengertian ini dapat di pahami bahwa mengenal populasi termasuk langkah awal dan penting dalam proses penelitian. Secara umum populasi merujuk pada sekumpulan individu atau obyek yang memliki persamaan (Siagian, 2011: 155). Berdasarkan pendapat tersebut maka populasi dalam penelitian adalah sebanyak 70 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti yang dianggap dapat menggambarkan populasinya (Soehartono, 2004:57). Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah teknik penarikan sampel yaitu purposive sampling yang dimana dalam penentuan sampel ada tujuan yang ingin didapatkan.

(60)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi atau data yang dibutuhkan penelitian ini, maka peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data atau informasi menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah, surat kabar, tulisan yang ada kaitannya terhadap masalah yang diteliti.

2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian dengan turun langsung ke lokasi Penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu :

a). Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek Penelitian.

b). Penyebaran kuesioner, yaitu kegiatan mengumpulkan data dengan cara menyebar daftar pertanyaan untuk dijawab atau diisi dengan responden sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

3.5 Teknik Analisa Data

(61)

Dengan demikian analisis data statistik deskriptif hanya berlaku pada satu tabel tanpa generalisasi. Kekuatan pada analisis data statistik deskriptif terletak pada kemampuan interpretasi data yang disajikan dalam tabel. Dalam teknik analisi data ini, diperlukan kemampuan interpretasi data peneliti yang kuat (Siagian 2011:228).

Gambar

Tabel 4.1. Daftar Nama Pegawai PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan dengan adanya pelayanan rehabilitasi sosial dapat memberikan perlindungan, pengetahuan, keterampilan dan kemandirian kepada para penyandang tuna daksa/cacat

Untuk menangani penyandang disabilitas, dibutuhkan pendekatan- pendekatan yang manusiawi agar mereka dapat lebih mudah mengadakan penyesuaian diri dalam kehidupan mereka,

Penyandang disabilitas sangat membutuhkan dukungan utama yaitu berasal dari keluarga.Keluarga merupakan faktor penentu dalam memberikan pelayanan terpadu,

Peyandang disabilitas tubuh ini adalah pelayanan yang dilakukan dalam panti sosial. yang berfungsi sebagai lembaga subtitusi keluarga yaitu keluarga pengganti

Penyandang disabilitas tubuh juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, diantaranya adalah berhak memperoleh pekerjaan sesuai dengan

maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apa Dampak dari Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina

“Perekrutan yang dilaksanakan lembaga Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar terhadap para penyandang disabilita tubuh melalui Dinas Sosial daerah setempat meliputi

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana informan utama dalam penelitian itu adalah klien penyandang disabilitas dan sedang mendapatkan pembinaan