OLEH:
ISWATUN HASANAH
NIM : 10018218258
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
ii
Belajar IPS Ekonomi, Jurusan Kependidikan Islam, Program Studi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS Ekonomi. Penelitian ini dilakukan SMP Al-Ihsan Tanah Abang Jakarta pusat tahun ajaran 2008-2009, melibatkan siswa kelas VII (n=40). Instrumen Penelitian berupa angket sikap siswa terhadap guru dan tes hasil belajar IPS Ekonomi.
Penelitian ini menggunakan metode analisis dan kuantitatif, yaitu analisis yang dilakukan terhadap data yang berwujud angka, dengan cara menjumlahkan, mengklasifikasikan, mentabulasikan dan selanjutnya dilakukan perhitungan-perhitungan. dengan berdasarkan hasil penelitian sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar terdapat korelasi yang sedang atau cukupan. Hasil tersebut terlihat dari indeks korelasi product moment rxy 0,641. Hasil belajar siswa di SMP Al-Ihsan Jakarta ini baik, ditunjukkan dengan nilai rata-rata 6, nilai tertinggi 88 dan nilai terendah 40 untuk tes hasil belajar. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatara sikap siswa terhadap guru dengam hasil belajar IPS. Hasil analisis terdapat respon siswa menunjukkan bahwa mereka memiliki respon yang positif terhadap guru dan hasil belajar IPS.
iii
Alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammada SAW,
keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir
zaman.
Salah satu syarat untuk meyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana
Satu (S1) diperguruan tinggi termasuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah
membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam langkah itulah penulis
membuat skripsi ini dengan judul “Hubungan Antara Sikap Siswa Terhadap Guru
Dengan Hasil Belajar IPS”.
Dalam pembuatan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
dihadapi dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu
pengumpulan bahan-bahan (data) maupun pembiayaan dan lain sebagainya.
Namun berkat kesungguhan hati dan kerja keras disertai dorongan dan bantuan
berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan
sebaik-baiknya, sehingga skripsi ini dapat di selesaikan. Oleh karena itu
seyogyanyalah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan atas terselesainya skripsi ini, terutama kepada Bapak
Drs. Ahmad Sofyan M. Pd sebagai pembimbing yang telah mengarahkan dan
memberikan petunjuk-petunjuk yang sangat berharga kepada penulis.
Selanjutnya, ucapan terima kasih yang tiada terhingga penulis sampaikan pula
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di almamater ini.
iv
stafnya yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
5. Ibu Dra. Dwi Budiarti, guru IPS SMP Al-Ihsan yang telah banyak
membantu penulis dalam proses penelitian skripsi ini.
6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan pelayanan dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
penulis untuk menelaah dan meminjam buku-buku yang diperlukan dalam
rangka penyusunan skripsi ini.
7. Ayah bunda tercinta yang telah merawat dan mendidik dengan penuh
kasih sayang, memberikan pengorbanan yang tidak terhitung nilainya, dan
senantiasa mendorong serta mendoakan penulis dalam menempuh
perjalanan hidup ini.
8. Suami dan anak-anakku tercinta yang selalu memberikan dorongan dan
saran kepada penulis.
9. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi
ini.
Mudah-mudahan amal dan jasa baik mereka diterima oleh Allah SWT dan
dibalas-Nya dengan pahala yang berlipat ganda, Amiin. Mudah-mudahan pula
skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan dan
kelemaannya, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca
akan penulis terima dengan senang hati dan lapang dada.
Jakarta, Agustus 2010
v
4. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Sikap...
B. Hasil Belajar...
1. Pengertian Belajar...
2. Pengertian Hasil Belajar...
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar...
vi
D. Metode Penelitian...
E. Populasi dan Sampel...
F. Tekhnik Pengumpulan Data...
G. Instrumen pengumpulan Data...
H. Tehnik Analisis Data...
BAB IV HASIL PENELITIAN...
A. Profil Sekolah...
B. Deskripsi Data...
C. Analisa Data...
D. Interprestasi Data...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...
A. Kesimpulan...
B. Saran...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN-LAMPIRAN... 35
36
36
37
41
46
46
51
54
57
59
59
1
A.
Latar Belakang Masalah
Salah satu diantara masalah besar dalam bidang pendidikan adalah salah
satu aspek kehidupan yang banyak mendapat perhatian baik dari masyarakat
maupun pemerintah. Sekolah merupakan sarana pendidikan formal yang timbul
dan berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.1 Dengan demikaian, dalam undang-undang sistem pendidikan nasional tersebut berupaya mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman yang bertakwa kepada Allah
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Bila pendidikan mencapai tujuan tersebut, yaitu manjadi manusia yang
bertakwa, maka akan menghailkan manusia yang mempunyai sikap takut berbuat
salah, takut merusak tatanan bumi, saling menghargai sesama makhluk, rendah
hati, penuh rasa pengabdian dan selalu berupaya agar dalam hidupnya selalu
bemanfaat bagi sesama.
Hakikat pendidikan adalah perubahan tingkah laku.apabila tidak terjadi
perubahan perilaku, maka pada hakikatnya tidak ada pendidikan atau pendidikan
yang dilaksanakan tidak berhasil. Oleh karena itu, perubahan perilaku siswa
merupakan tujuan akhir dari suatu pendidikan
“Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap objek
sikap. Sikap memiliki tiga komponen, yaitu komponen kognitif, afektif, dan
1
konatif.”2 Kemudian sikap memiliki sifat yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik (positif) atau buruk (negatif) terhadap objek sikap.3 Namun sikap pun dapat berubah dari sikap yang positif menjadi sikap yang negative dan
ataupun sebaliknya karena pada dasarnya sikap merupakan hasil dari proses
interaksi, sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang
diterimanya atau objek sikap yang dihadapinya. Dengan demikian, bahwa
terbentuk dan berubahnya suatu sikap-sikap itu yang banyak dipengaruhi atau
dirangsang (stimulus) oleh objek sikap yang dihadapinya. Dengan demkian,
bahwa terbentuk dan berubahnya suatu sikap-sikap itu banyak yang dipengaruhi
atau dirangsang (stimulus) oleh objek sikap baik itu dilingkungan sosial maupun
kebudayaan, misalnya, dunia pendidikan, keluarga, norma, golongan, agama, dan
adat istiadat. Jadi sikap hasil belajar dapat dibentuk maupun diubah sepanjang
perkembangan (hidup) si individu.
Sikap merupakan aspek perilaku yang tidak statis, potensi reaksi yang
sudah terbentuk dalam diri individu akan muncul berupa perilaku aktual sebagai
cerminan sikapnya terhadap sesuatu. Suatu stimulus yang sama belum tentu akan
menimbulkan bentuk reaksi yang sama dari individu tergantung kepada situasi
dan kondisi lingkungan dimana dan kapan stimulus itu terjadi
Jadi, perubahan sikap tergantung kepada ada tidaknya perubahan
pengalaman, motivasi, persepsi, keyakinan, dan kondisi lingkungan seorang
individu..
Ilmu pengetahuan sosial merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep,
dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk
membangun dirinya, masyarakat, bangsa, dan lingkungannya berdasarkan pada
pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi
untuk masa yang akan datang.4 Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan suatu perencanaan program pelajaran yang baik, pemilihan dan penggunaan metode
2
Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007) h. 5
3
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya) h. 120
4
yang tepat serta evaluasi sebagai perbaikan dan penyempurnaan menuju tujuan
yang ditetapkan.
Namun demikian, pelaksanaan di sekolah SMP/MTs pembelajaran IPS
sebagian masih dilaksanakan secara terpisah. Pencapaian standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran IPS masih dilakukan sesuai dengan bidang
kajian masing-masing (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi) tanpa ada
keterpaduan di dalamya. Hal ini tentu saja menghambat ketercapaian tujuan IPS
itu sendiri yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang
mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu
sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya) guru
mempunyai tanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakan program
pembelajaran di kelas, sedangkan pimpinan sekolah mempunyai tanggung jawab
untuk mengevaluasi program pembelajaran yang telah disusun dan dilaksanakan
oleh guru.
Hasil belajar siswa dalam belajar IPS secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga macam sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS, yaitu :
1. Kecakapan akademik (academic skill)
2. Kecakapan personal (personal skill), dan
3. Kecakapan sosial (sosial skill)
Sikap yang positif maupun negatf, akan ditemukan pula dalam pelajaran
IPS sebagai salah satu mata pelajaran pada proses belajar mengajar di sekolah.
Sikap positif terhadap pelajaran IPS misalnya, seorang siswa menganggap bahwa
IPS itu menyenangkan. Sedangkan sikap siswa yang negatif mengatakan bahwa
IPS itu membosankan. Dan secara kebetulan dilihat dari kedua kasus siswa
tersebut, akan didapatkan bahwa sering prestasi siswa yang memiliki sikap positif
akan lebih baik prestasinya atau hasil belajarnya bila dibandingkan dengan siswa
yang memiliki sikap negatif.
Masalah-masalah dalam dunia pendidikan, khususnya: hubungan antara
guru dan siswa, dan materi pelajaran, sering menjadi bahan pembicaraan para
penanggung jawab pendidikan dan para penanggung jawab pendidikan itu
usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan membentuk sikap anak didik sesuai
dengan harapan guru.
Dari kedua hal tersebut di atas, maka penulis tertarik mengadakan
penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara sikap siswa terhadap
guru dengan hasil belajar IPS di SMP Al-Ihsan Jakarta Pusat.
B.
Identifikasi Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
1. Bagaimana hubungan sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS?
2. Bagimana hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar?
3. Bagaimana sikap siswa terhadap guru dalam kegiatan belajar mengajar?
4. Apakah sikap siswa dalam menerima pelajaran berhubungan dengan hasil
atau prestasi belajar IPS?
5. Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa yang bersikap positif dengan
siswa yang bersikap negatif
C.
Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan maka penulis memberikan batasan
terhadap permasalah, yaitu hubungan antara sikap siswa terhadap guru dengan
hasil belajar IPS, di kelas VII SMP Al-Ihsan Jakarta Pusat.
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dirumuskan sebagai
berikut: “bagaimana hubungan antara sikap siswa terhadap guru dengan hasil
E.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi guru bidang studi IPS,
siswa-siswi dan seluruh pihak yang berkecimpung di dalam dunia pendidikan. Adapun
manfaat tersebut dapat diperinci sebagai berikut :
1. Bagi guru adalah, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan di
dalam mengajar di sekolah, agar penyampaian pembelajaran IPS dapat
dengan cepat tanggap dalam melihat sikap-sikap siswa dalam menerima
pelajaran IPS,
2. Bagi orang tua, hendaknya memperhatikan putra dan putrinya yang sedang
mengikuti pendidikan sekolah dan senatiasa memberikan dorongan atau
motivasi belajar agar siswa tidak mengalami kesulitan yang berarti. Selain
itu hasil penelitian ini diharapkan berguna pula untuk meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah-sekolah, khususnya di SMP Al-Ihsan Jakarta Pusat.
3. Bagi peneliti, untuk menambah khasanah dan wawasan dalam
6
BAB II
KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN
PERUMUSAN HIPOTESIS
A.
Sikap Siswa
1. Pengertian Sikap
Masalah sikap dewasa ini merupakan masalah yang cukup menarik
perhatian para ahli. Hal tersebut didasarkan bahwa dengan memahami sikap
seseorang maka pada umumnya akan dipahami tingkah lakunya karena tingkah
laku seseorang dilatar belakangi oleh sikapnya. Tampaknya para ahli sendiri
mempunyai pandangan yang berbeda-beda, walaupun pada dasarnya tidak
bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
Banyak penelitian dilakukan tentang sikap, namun sebelum membahas
lebih jauh tentang sikap, maka akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian sikap.
“Sikap atau dalam bahasa Inggris (attitude) adalah suatu cara bereaksi
terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Bagaimana reaksi seseorang
jika ia terkena suatu rangsangan baik mengenai orang, benda-benda ataupun
situasi yang mengenai dirinya.”1
Tiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap suatu objek
perangsang. Semakin kompleks situasinya dan semakin banyak faktor yang ikut
menjadi pertimbangan dalam bertindak maka semakin sulitlah memprediksikan
prilaku dan semakin sulit pula menafsirkannya sebagai indikator sikap seseorang.
Hal ini disebabkan berbagai faktor yang ada pada individu masing-masing seperti
adanya perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas
perasaan dan juga situasi lingkungan. Demikian pula sikap pada diri seseorang
terhadap suatu perangsang yang sama mungkin juga tidak berlaku sama.2
Di dalam kehidupan manusia, sikap selalu mengalami perubahan dan
perkembangan. Peranan pendidikan dalam pembentukan sikap pada anak didik
1
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1998), Cet. 14, h 141 2
adalah sangat pentingnya. Menurut Ellis yang dikutip oleh Ngalim Purwanto,
faktor-faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan sikap
anak-anak yang perlu diperhatikan di dalam pendidikan adalah : kematangan
(maturation), keadaan fisik anak, pengaruh keluarga, lingkungan sosial,
kehidupan sosial, guru, kurikulum sekolah dan cara guru mengajar.3
Reaksi perasaan sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan
menurut Muhibbinsyah, dalam arti sempit adalah sikap pandangan atau
kecenderungan mental. Sedangkan menurut Bruno seperti yang dikutip oleh
Muhibbinsyah, sikap adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi
dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan
demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat dianggap suatu kecenderungan siswa
untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini perwujudan perilaku belajar
siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang
telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap objek, tata nilai, peristiwa dan
sebagainya.4
Banyak defenisi dan pengertian itu pada umunya dapat dimasukan ke
dalam salah satu di antara tiga kerangka pemikiran, yaitu:
Pertama adalah pemikiran yang dimiliki oleh para ahli psikologi di bidang
pengukuran sikap seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood,
menurut mereka sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap
seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak.
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable)
pada objek tersebut.5
Kelompok pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli psikologi sosial
dan psikologi kepribadian seperti, Chave (1928), Bogardus (1931), LaPierre
(1934), Mead (1934), dan Gordon Allport (1935) mengkonsepsi mengenai sikap
lebih kompleks. Kelompok ini berpendapat, sikap merupakan semacam kesiapan
untuk bereaksi terhadap sesuatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan
3
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan…, h 142 4
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada 2007), Cet. VI, h 123 5
bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk
bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulasi yang
menghendaki adanya respon.6
Kelompok pemikiran yang ketiga adalah kelompok yang berorientasi
kepada skema triadik. Menurut kelompok ini, sikap merupakan konstelasi
komponen-komponen kognitif, afektid, dan konatif yang saling berinteraksi dalam
memahami, merasakan dan berprilaku terhadap suatu objek.7
Secord dan Beckhaman (1964) yang dikutip oleh Azwar, mendefinisikan
“sikap sebagai keteraturan tertentu dalam perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi)
dan predisposisi tindakan (konasi) seorang terhadap suatu aspek di lingkungan
sekitar.”8
“Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk
berespons (secara positif dan negatif) terhadap suatu objek atau situasi tertentu.”9 Dalam istilah kecenderungan, terkandung pengertian arah tindakan yang akan
dilakukan seseorang berkenaan dengan satu objek. Arah tersebut dapat bersifat
mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai.
2. Komponen-komponen Sikap
Seperti telah dinyatakan di atas oleh para ahli dalam mendefinisikan
mengenai masalah sikap cukup menunjukan adanya pandangan yang berbeda satu
dengan yang lain. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas pada umumnya
pendapat yang paling banyak diikuti ialah bahwa sikap itu mengandung tiga
komponen yang dapat membentuk struktur sikap, yaitu komponen pengetahuan
(kognitif), komponen emosional (afektif), dan komponen pre-disposisi tindakan
(konatif)10.
Selanjutnya Mar’at (1981 : 13) yang dikutip oleh Amir Fadhillah, juga
membagi sikap menjadi tiga komponen yang paling menunjang. Sikap merupakan
6
Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya…, h 5 7
Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya…, h 5 8
Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya…, h 5 9
Sorlito w. Sarwono, Sosilogi Kesehatan, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1997) h. 2 10
kesedian bereaksi terhadap suatu objek atau hal. Sikap terdiri dari tiga komponen,
yaitu :
a. Komponen kognitif, yaitu pengetahuan seseorang terhadap suatu objek. b. Komponen afeksi, yaitu hubungan emosional terhadap suatu objek yang
dapat dirasakan sebagai suatu yang disukai atau tidak disukai.
c. Komponen tingkah laku, yaitu kecenderungan untuk bertindak, sesuai dengan kognisi dan afeksinya terhadap sikap.11
Keterkaitan tiga komponen tersebut harus selaras dan konsisten agar bisa
memunculkan suatu sikap tertentu. Dalam kata lain, apabila dihadapkan pada
suatu obek sikap yang sama maka ketiga komponen tersebut harus mempolakan
hal yang sama. Hal ini menunjukan bahwa sikap merupakan kemampuan internal
yang berperan sekali dalam mengambil tindakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai
kemungkinan untuk bertindak. Orang yang memiliki sikap, mampu memilih
secara tegas di antara beberapa kemungkinan. Sikap terbentuk dari
pengalaman-pengalaman masa lampau terhadap suatu objek, situasi atau kondisi mental di saat
menerima atau mengorganisasikan informasi.
Menurut David O. Sears dkk (1994 : 169) yang dikutip oleh Fadhilah
“pendekatan yang sering digunakan ada tiga pendekatan yang biasa digunakan
dalam disiplin psikologi sosial untuk menganalisa sikap manusia, yaitu teori
belajar, teori insentif, dan pendekatan kognisi.”12
Pertama, teori belajar dengan asumsi bahwa sikap dipelajari dengan cara
yang sama seperti kebiasaan lainnya, orang memperoleh informasi dan
fakta-fakta, mereka juga mempelajari perasaan-perasaan dan nilai-nilai yang berkaitan
dengan fakta tersebut, induvidu dapat memperoleh informasi dan perasaan melalui
proses asosiasi. Dalam kontek ini asosiasi terbentuk bila stimulus muncul pada
saat dan tempat yang sama proses lainnya dalam pendekatan belajar adalah
adanya peneguhan kembali dan proses imitasi.
11
Amir Fadhilah, Islam dan Lingkungan Hidup. Jurnal Pusat Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup UIN Syarif Hidayatullah. Vol 4, Oktobr 2003, h. 67
12
Kedua, pendekatan insentif yang memandang pembentukan sikap sebagai
proses menimbang baik buruknya berbagai kemungkinan posisi dan kemudian
mengambil alternatif terbaik, pendekatan ini mempunyai kesamasan dengan
pendekatan belajar dalam pengertian bahwa sedikit banyak sikap ditentukan oleh
jumlah dari unsur negatif dan positif. Sedangkan letak perbedaannya adalah teori
insentif mengabaikan asal usul sikap dan hanya mempertimbangkan
keseimbangan insentif yang terjadi, perbedaan lainnya jika teori insentif
menekankan keuntungan atau kerugian apa yang akan dialami seseorang bila
mengambil posisi tertentu.
Ketiga, pendekatan kognitif yang memandang orang sebagai mahluk yang
berusaha mempertahankan konsistensi antara berbagai sikap mereka, antara afeksi
dan kognitif mereka terhadap suatu objek tertentu, serta sikap dan perilaku mereka
Gambar 1. Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi.13
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sikap timbul karena ada stimulus.
Jadi sikap adalah hasil belajar individu yang dapat dibentuk maupun diubah
sepanjang perkembangan (hidup) individu yang bersangkutan. Hal ini akan
mengakibatkan perbedaan sikap antar individu yang satu dan yang lain karena
perbedaan pengaruh atau lingkungan yang dihadapi atau diterima. Sikap tidak
akan terbentuk tanpa adanya interaksi manusia, terhadap objek sikap tertentu atau
suatu objek sikap.
13
Soekidjo Notoatmojo, Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007) h. 143
Stimulus Rangsangan
Proses Stimulasi Reaksi
Tingkah laku (terbuka)
3. Ciri-ciri dan Fungsi Sikap
Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya
dengan yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian. Dapat dikatakan bahwa
sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap.
Maka demikian perlu kiranya mengetahui ciri-ciri sikap untuk membedakan sikap
dengan pendorong-pendorong lainnya.
Adapun Sarlito Memberikan ciri-ciri sikap sebagai berikut :
a. Dalam sikap selalu terdapat hubungan objek-subjek. Tidak ada sikap yang tanpa objek
b. Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman.
c. Sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan disekitar individu
d. Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan. e. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi.
f. Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat bermacam-macam sesuai dengan banyaknya objek.14
Sedangkan Sobur, Alex memberikan ciri khas dari sikap sebagai berikut: a) Mempunyai objek tertentu (oang, perilaku, konsep, situasi, bnda, dan
sebagainya)
b) Mengandung penilaian (suka-tidak suka: setuju-tidak setuju)15
Dengan demikian, ciri-ciri tersebut merupakan ciri-ciri sikap yang dapat
digunakan untuk membedakan sikap dengan pendorong-pendorong lain yang ada
dalam diri manusia. Adapun fungsi dari sikap menurut Katz Iih. Secord dan
Beckman (1964) yang dikutip oleh Bimo Walgito, sikap mempunyai empat
fungsi, yaitu : 16
a. Fungsi instrumental, atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat. Fungsi ini adalah berkaitan dengan sarana-tujuan. Di sini sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Orang memandang sampai sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana atau alat dalam rangka pencapaian tujuan.
b. Fungsi pertahanan ego, ini merupakan sikap yang diambil seseorang demi untuk mempertahankan ego dan aku-nya. Sikap ini diambil pada seseorang
14
Sarlito W. Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta : Bulan Bintang, 2003) h. 101 15
Hendra Arif, Sikap (At t it ude), diambil pada 30 sept em ber 2010 dari ht t p:/ / ajangberkarya.w ordpress.com/ 2008/ 10/ 13/ sikap-at it t ude
16
pada waktu orang yang bersangkutan terancam keadaan dirinya atau egonya.
c. Fungsi ekspresi, nilai sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada pada dirinya. Dengan mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dapat menunjukan dirinya.
d. Fungsi pengetahuan, individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti, dengan pengalaman-pengalamannya, untuk memperoleh pengetahuannya. e. Fungsi utilitarian, mengacu pada ide bahwa orang mengekspresikan
perasaan untuk mamaksimalkan hukuman yang mereka terima dari orang lain17
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sikap
siswa terhadap guru adalah suatu pemikiran/pandangan, penilaian siswa yang
dapat bersifat negatif atau positif yang diwujudkan dalam bentuk ungkapan
maupun kecenderungan untuk bertindak pada proses belajar mengajar. Pengajaran
berintikan interaksi antara siswa dengan guru dalam proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar merupakan dua hal yang berbeda tetapi membentuk satu
kesatuan.
Dalam interaksi belajar-mengajar terjadi proses pengaruh-mempengaruhi.
Bukan hanya guru yang mempengaruhi siswa, tetapi siswa juga dapat
mempengaruhi guru. Perilaku guru akan berbeda, apabila menghadapi kelas yang
aktif dengan yang pasif, dan kelas yang berdisiplin dengan yang kurang disiplin.
Peranan sikap dalam kehidupan manusia besar sekali, sebab apabila sudah
terbentuk maka akan menentukan cara-cara tingkah laku manusia terhadap
objek-objeknya..
4. Beberapa faktor yang berhubungan dengan Sikap
Menurut Heri Purwanto, “pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi
demikian saja, melainkan suatu proses tertentu, melalui kontak sosial terus
menerus antara individu dengan individu lain di sekitarnya.”18
17
Wart a w arga, sikap, mot ivasi, dan konsep diri, diambil pada 30 sept em ber 2010 dari ht t p/ / w art aw arga.gunadarma.ac.id/ 2009/ 12/ sikap-mot ivasi-dan-konep=dii-5/ DIUNDUH PADA:8/ 19/ 2008
18
Menurut Sarlito ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap, yaitu :
a. Faktor intern adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri sendiri, seperti
selektivitas.
b. Faktor ekstern selain faktor-faktor yang terdapat dalam diri sendiri, maka
pembentukan sikap ditentukan pula oleh faktor-faktor yang berada di luar,
seperti sifat objek, media komunikasi, dan lingkungan.19
Di samping hal-hal tersebut, berkaitan dengan pembentukan atau
pengubahan sikap, terdapat faktor-faktor yang dapat mengubah sikap, yaitu :20 a. Faktor kekuatan atau force ini dapat memberikan situasi yang dapat
mengubah sikap. Kekuatan untuk dapat bermacam-macam bentuknya misal kekuatan fisik. Kekuatan ekonomi, kekuatan yang berwujud peraturan-peraturan dan sejenisnya.
b. Berubahnya norma kelompok bila seseorang telah menginternalisasi norma kelompok maka apa yang menjadi norma kelompok akan diambil oper dan dijadikan sebagai normanya sendiri.
c. Membentuk kelompok baru akan dapat pula mengubah atau membentuk sikap yang baru pula, dengan pembentukan kelompok yang baru, akan terbentuk pula norma yang baru. Dengan terbentuknya norma-norma yang baru, hal ini akan memungkinkan terbentuknya sikap-sikap yang baru pula.
Tidak semua faktor harus dipenuhi untuk membentuk suatu sikap, tetapi
makin banyak faktor yang ikut mempengaruhi, semakin cepat terbentuknya sikap.
Dengan kata lain bahwa sikap merupakan kesiapan bertindak terhadap objek, dan
merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi terus
menerus dengan lingkungannya dan untuk dapat menjelaskan bagaimana
terbentuk dan berubahnya suatu sikap seseorang terhadap objek sikap akan dapat
jelas diikuti pada bagan sikap di bawah ini :
19
Sarlito W. Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta : Bulan Bintang, 2003) Cet. 9 h. 103 20
Gambar 2. Bagan Sikap (Dikutip dari Mar’at, 1982, h. 22 : dengan beberapa perubahan)
Dari bagan tersebut dapat dikemukakan bahwa sikap yang ada pada diri
seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan
psikologis, serta faktor internal. Faktor eksternal dapat berwujud situasi yang
dihadapi oleh individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat, semua ini akan
berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang.21
Dari uraian di atas, menunjukan bahwa sikap dipandang sebagai hasil
belajar dan sangat tergantung pada kemampuan kognitif seseorang dalam
menerima dan mengelola informasi yang diperolehnya melalui pendidikan.
Sehingga terjadi mekanisme psikologis yang memberikan motivasi pasif atau aktif
yang menyebabkan individu terdorong untuk mengubah sikapnya.
Bagian dari koefisiensi korelasi dalam hubungan antara perubahan sikap
dan pemahaman kognitif sangat signifikan. Jadi, kemungkinannya individu
dengan tingkat kognitif yang lebih tinggi akan lebih cenderung untuk merubah
sikap. Hubungan antara ranah afektif dengan ranah kognitif, keduanya
berhubungan dengan tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Keputusan-keputusan
dari sikap, membuat kedua domain tersebut pada saat sebelum dan sesudah
pembelajaran sangat tergantung pada pertimbangan emosional atau informasi
yang telah dipelajari memungkinkan untuk membuat proses keputusan.
21
Bimo Walgito, Psikologi Sosial…, h. 131 Faktor Internal :
- Fisiologi - Psikologi
Sikap
Reaksi Faktor eksternal
- Pengalaman - Situasi - Norma-norma - Hambatan - Pendorong
Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru memerlukan kesiapan yang
matang agar dalam pelakasanaanya dapat berjalan dengan lancar. Guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar tidak hanya sekedar menjalaskan
tugasnya, namun haruslah diiringi dengan tanggung jawab dan pembentukan
sikap, dengan adanya pembentukan sikap yang baik antara guru dan siswa maka
kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan dan
keinginan bersama.
Proses belajar mengajar akan terlaksana dengan baik apabila di antara guru
dan siswa memiliki hubungan timbal balik dalam suasana yang menyenangkan.
Untuk itu, pembentukan sikap yang baik perlu diciptakan agar dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa di sekolah.
B.
Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya
tentang “belajar”. Sering kali pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama
lain. Guna melengkapi dan memperluas pandangan kita tentang belajar, maka
terlebih dahulu kita harus mengetahui arti yang sebenarnya tentang belajar itu
sendiri, tujuannya agar kita sebagai pendidik mengerti betul arti, proses, faktor
yang mempengaruhi hal dalam belajar, dan tujuan yang hendak dicapai dalam
proses belajar mengajar.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini
berarti berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses
belajar yang dialami oleh siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di
lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Menurut Nana Sudjana, “belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang”.22 Perubahan sebagai hasil proses belajar
22
dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuan, sikap,
tingkah laku, keterampilan dan kemampuan seseorang.
Secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh
tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan melibatkan proses kognitif.
Definisi lain dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto, belajar yaitu
“belajar merupakan sauatu proses belajar yang menimbulkan terjadinya suatu
perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan”.23
Belajar dapat dipandang dan dipahami sebagai perbaikan perilaku dan
kecakapan-kecakapan pada diri seseorang atau memperoleh kecakapan-kecakapan
dan tingkah laku baru kearah yang lebih baik. Oleh karena itu belajar merupakan
kebutuhan primer bagi setiap orang untuk merubah bentuk perilaku kearah yang
lebih baik lagi serta diharapkan perubahan itu relatif menetap dalam diri
seseorang.
Sementara itu Biggs (1991) dalam pendahuluan Teaching for Learning
The View From Cognitive Psychologi, sebagaimana dikutip oleh Muhibbin Syah
mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan yaitu “rumusan kuantitatif,
rumusan intitusional, dan rumusan kualitatif”.24
a. Tinjauan dari sudut jumlah (kuantitatif), belajar merupakan pengisian atau perkembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa.
b. Tinjauan kelembagaan (intitusional), belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atau materi-materi yang telah dipelajari.
c. Tinjauan mutu (kualitatif), belajar merupakan proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.
23
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 198) Cet, 14, h. 102 24
Adapun definisi belajar menurut Oemar Hamalik adalah sebagai berikut :
a. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil belajar atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. b. Sejalan dengan perumusan di atas, adapun tafsiran lain tentang belajar
yang menyatakan, bahwa belajar suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dibandingkan pengertian yang pertama maka jelas tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan perilaku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengertian ini menitik beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam interkasi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar.
c. Belajar adalah suatu proses bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi, merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh.25
Pengertian tentang belajar yang telah dikemukanakn oleh para ahli di atas
memberikan sebuah pandangan serta pemahaman bahwa belajar merupakan suatu
usaha seseorang untuk merubah perilaku kearah yang lebih positif dari segi
pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang didapat dari hasil latihan dan
pengalaman.
2. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan istilah yang sudah lazim dalam dunia pendidikan.
Umumnya hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari pengertian belajar. Oleh
karena itu akan dikemukakan pengertian masing-masing kedua kata tersebut.
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan sebuah proses dari seseorang yang
berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap
serta untuk mencapai hasil tersebut dilakukan dengan kegiatan belajar mengajar
yang terprogram dan terkontrol dalam pelaksanaannya.
25
Secara harfiah atau etimologi, Hasil ialah “ sesuatu yang diadakan (dibuat,
dijadikan, dan sebagainya) oleh usaha. Jadi jelaslah bahwa hasil itu adalah setelah
adanya usaha yang dilakukan seseorang.”26
Suatu kegiatan belajar dikatakan efisien jika prestasi belajar yang
diinginkan dapat tercapai dengan usaha yang minimal. “Usaha dalam hal ini
segala sesuatu yang digunakan untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan
seperti, tenaga dan pikiran, waktu, peralatan belajar, hal yang lain-lain yang
relevan dengan kegiatan belajar”.27
Benyamin S Bloom yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto bahwa “hasil
belajar meliputi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.”28 Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan, maka evaluasi hasil belajar memiliki sasaran
berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Dari ketiga ranah tersebut
ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai karena berkaitan dengan kemampuan
siswa dalam menguasai materi pelajaran. Adapun tujuan belajar kognitif untuk
memperoleh pengetahuan fakta/ingatan, pemahaman, aplikasi, dan kemampuan
berfikir analisis, sintesis dan evaluasi. Tujuan afektif untuk memperoleh sikap,
apresiasi, karakterisasi dan tujuan psikomotorik untuk memperoleh keterampilan
fisik yang berkaitan dengan keterampilan gerak maupun keterampilan ekspresi
verbal dan non verbal.29
Dari beberapa pengertian tentang hasil belajar yang dikemukakan oleh
para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan produk yang
telah tercapai oleh siswa dalam bentuk perubahan-perubahan pada diri siswa yang
diharapkan terjadi setelah proses belajar yang meliputi tiga ranah sebagai akibat
dari proses belajar mengajar yang dialaminya.
26
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, edisi Kedua, h. 343
27
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007) Cet. 6, h. 134 28
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008) Cet. 18, h. 117
29
Tiga ranah tersebut adalah :
a. Ranah kognitif, meliputi perubahan dalam penguasaan pengetahuan
terhadap fakta, konsep, dan teori tertentu.
b. Ranah afektif, meliputi perubahan-perubahan dalam segi sikap mental,
perasaan, dan kesadaran.
c. Ranah psikomotorik, meliputi perubahan-perubahan kemampuan motorik
seseorang dalam kerja ilmiah.
Dalam ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yaitu:
1) Pengetahuan/ingatan, yaitu kemampuan mengenal atau mengingat materi
yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai hal-hal yang sukar.
2) Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna materi yang dipelajari.
3) Penerapan/aplikasi, yaitu kemampuan menggunakan atau menerapkan
pengetahuan yang sudah dimiliki pada situasi baruyang menyangkut
penggunaan aturan, prinsip, dan sebagainya, dalam memecahkan persoalan
tertentu.
4) Analisis, yaitu kemampuan mengkaji atau menguraikan sesuatu kedalam
komponen-komponen atau bagian-bagian yang lebih spesifik, serta mampu
memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan yang lain, sehingga
struktur dan aturannya dapat lebih difahami.
5) Sintesis, yaitu kemampuan memadukan berbagai konsep atau komponen,
sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk yang baru.
6) Evaluasi, yaitu kemampuan memberikan pertimbangan atau penilaian
terhadap gejala atau peristiwa berdasarkan norma-norma atau
patokan-patokan tertentu.30
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu:
1) Penerimaan, yaitu mengacu pada kesediaan menerima dan menaruh perhatian
terhadap nilai tertentu
30
2) Pemberian respon, yaitu mengacu pada kecenderungan memperlihatkan
reaksi terhadap norma tertentu, menunjukkan kesediaan dan kerelaan untuk
merespon serta merasakan kepuasan dalam merespon.
3) Penghargaan, yaitu mengacu pada kecenderungan menerima suatu norma
tertentu, menghargai suatu norma, serta mengikat diri pada suatu norma.
4) Pengorganisasian, yaitu mngacu pada proses membentuk konsep tentang
suatu nilai serta menyusun suatu system nilai-nilai dalam dirinya.
5) Karakterisasi, yaitu mengacu pada proses mewujudkan nilai–nilai dalam
pribadi sehingga merupakan watak, dimana norma itu tercermin dalam
pribadinya.31
Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak yang terdiri dari tujuh aspek, yaitu:
1) Persepsi, yaitu mengacu pada penggunaan alat drior untuk memperoleh
kesadaran akan suatu objek/gerakan dan mengalihkannya kedalam
kegiatan/perbuatan.
2) Kesiapan (set), yaitu mengacu ada kesiapan memberikan respon secara
mental, fisik maupun perasaan untuk suatu kegiatan.
3) Respon terbimbing, yaitu mengacu pada pemberian respon sesuai dengan
contoh prilaku/gerakan-gerakan yang diperlihatkan/ didemonstrasikan
sebelumnya.
4) Mekanisme, yaitu mengacu pada keadaan dimana respon fisik yang dipelajari
telah menjadi kebiasaan.
5) Respon dan kompleks, yaitu mengacu pada pemberian respon atau
prilaku/gerakan yang cukup rumit dengan terampil dan efisien.
6) Adaptasi, yaitu mengacu pada kemempuan menyesuaikan respon atau
prilaku/gerakan dengan situasi yang baru.
7) Organisasi, yaitu mengacu pada kemampuan menampilkan dalam arti
menciptakan prilaku/gerakan yang baru.32
31
Adapun tiga ranah tujuan pendidikan yang menjadi sasaran evaluasi hasil
belajar harus dijabarkan dahulu ke dalam indikator hasil belajar yang kemudian
diukur dan dinilai untuk memperoleh kesimpulan hasil belajar, yakni berupa nilai.
Meskipun secara teoritis, belajar dapat diartikan sebagai perubahan
tingkah laku, namun tidak semua perubahan tingkah laku organisme dapat
dianggap belajar. Setiap prilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan
yang spesifik. Oleh karena itu perlu diketahui ciri-ciri perubahan tingkah laku
yang dimaksud dalam kategori hasil belajar.
1) Perubahan yang terjadi secara sadar, berarti bahwa individu yang belajar akan
menyadari terjadinya perubahan itu, atau sekurang-kurangnya individu
merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, yaitu sebagai hasil
belajar, perubahan yang terjadi dalam individu berlangsung secara terus
menerus dan tidak statis.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. Bahwa perubahan tersebut
senantiasa akan bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih
baik dari sebelumnya.
4) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah bahwa perubahan tingkah
laku itu terjadi karena adanya tujuan yang ingin dicapai.
5) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Bahwa suatu proses belajar
tersebut meliputi perubahan tingkah laku.33
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar
Di dalam proses belajar mengajar di kelas siswa memiliki karakteristik
tertentu, baik fisiologis maupun psikologis. Menurut Muhibbin Syah faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Faktor internal (faktor dari luar diri siswa), yakni keadanaan atau kondisi
jasmani dan rohani siswa.
32
R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran..., h. 74 33
b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar
siswa.
c. Faktor pendekatan belajara (approach to learning), yakni jenis upaya
belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.34
Jadi bila definisi hasil dan belajar dipadukan menjadi hasil belajar, maka
pengertian hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar
dalam mengikutu program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan.
Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibagi
menjadi dua bagian sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto
dalam bukunya yang berjudul psikologi pendidikan, yaitu :35
a. Faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang belajar (faktor
intern), yang meliputi fakttor fisiologis (mencakup kondisi fisik dan
panca indera) dan faktor psikologis (mencakup minat, tingkat
kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif)
b. Faktor yang berasal dari luar diri orang yang belajar (faktor ekstern),
yang meliputi faktor instrumental (kurikulum, guru, sarana dan
fasilitas, serta manajemen yang berlaku di sekolah yang bersangkutan).
Para ahli psikologi kognitif juga memperhitungkan faktor eksternal dan
internal ini dalam mengembangkan teorinya. Mereka berpendapat bahwa kegiatan
belajar merupakan proses yang bersifat internal yang di pengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal, antara lain metode pengajaran. Proses belajar tersebut
digambarkan pada bagan di bawah ini.
34
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007) Cet. 6, h. 144 35
Gambar 3. Faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi peristiwa belajar
Beberapa ahli pendidikan, antara lain J. Guilbert yang dikutip oleh
Soekidjo Notoatmodjo, mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar ke dalam empat kelompok besar, yakni :
a. Faktor materi atau hal yang dipelajari, ikut menentukan proses dan hasil belajar. Misalnya, belajar pengetahuan, dan belajar sikap atau keterampilan.
b. Faktor lingkungan yang dikelompokkan menjadi 2, yakni lingkungan fisik yang antara lain terdiri dari suhu, kelembaban udara, dan kondisi tempat belajar. Sedangkan lingkungan sosial, yakni manusia dengan segaa interaksinya serta reprensentasinya seperti keramaian atau kegaduhan. c. Faktor instrumental yang terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti
perlengkapan belajar dan alat peraga, dan perangkat lunak (software) seperti kurikulum, pengajar atau fasilitator belajar, dan metode belajar mengajar.
d. Sektor individu subjek belajar yang dibedakan ke dalam kondisi fisiologi seperti kekurangan gizi dan kondisi panca indera, sedangkan kondisi psikologi, seperti intelegensi, pengamatan, daya tangkap, ingatan dan motivasi.36
Pandangan yang beragam mengenai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas pada
intinya memiliki kesamaan yaitu, bahwa hasil belajar merupakan produk yang
36
dicapai setelah terjadinya proses belajar yang dipengaruhi oleh faktor internal,
faktor eksternal, serta faktor pendekatan-pendekatan belajar yang keseluruhannya
saling mendukung dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran yang merupakan
titik puncak dari kegiatan belajar mengajar di kelas.
4. Teori-teori Belajar
Belajar adalah proses tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan.
Proses perubahan tingkah laku atau proses belajar yang terjadi pada diri individu
itu merupakan proses internal psikologi yang tidak dapat diketahui secara nyata.
Oleh karena terjadinya proses belajar itu tidak dapat diketahui secara jelas
maka timbullah perbedaan pendapat di kalangan para ahli psikologi, sehingga
akibatnya terjadi bermacam-macam teori belajar.
Teori adalah pendapat yang dikemukakan oleh para ahli. Pendapat ahli
yang bersifat teoritis itu biasanya bersisi “konsep” (pengertian/defenisi) dan
“prinsip” (aplikasi konsep/cara-cara pelaksanaan konsep tersebut)
Teori-teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli psikologi itu dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Daya;
Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Asosiasi; Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa
Gesalt.37
a. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya
Teori ini dikemukakan oleh ahli psikologi zaman filsafat seperti Plato, dan
Aristoteles.
Menurut teori ini jiwa manusia itu terdiri dari berbagai daya di mana
masing-masing daya itu mempunyai fungsinya sendiri. Daya jiwa tersebut adalah
daya ingatan, daya berfikir, daya fantasi dan lain sebagainya.
Belajar menurut teori ini ialah dengan mengasah/melatih daya-daya itu
agar berfungsi daya itu sudah tajam, maka daya jiwa itu dapat digunakan untuk
apa saja dalam hidup ini.
37
Cara belajar dengan teori ini ialah : untuk mengasah/melatih daya berfikir
dilakukan dengan cara siswa disuruh mengerjakan soal-soal hitungan atau ilmu
pasti sebanyak-banyak setiap hari, sedangkan untuk melatih daya ingatan
dilakukan dengan cara siswa disuruh menghafal angka-angka, kata-kata yang
sedikitpun tidak mengandung arti. Dengan demikian tujuan belajar menurut teori
Ilmu Jiwa Daya ini bukan untuk menguasai materi pengetahuan yang diajarkan
tetapi untuk membentuk kemampuan daya jiwa agar dapat berfungsi secara tajam,
atau disebut dengan tujuan pembentukan formil.
b. Teori Belajar Menurut Jiwa Asosiasi
Ilmu jiwa asosiasi berpendirian bahwa keseluruhan itu merupakan
penjumlahan dari bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Teori-teori belajar
berdasarkan ilmu jiwa ini tampaknya lebih menekankan kepada segi hubungan
yang erat antara stimulus dan respon.
Menurut teori ilmu jiwa asosiasi, belajar itu diasosiakan dengan
memperkuat hubungan stimulus dengan respon.
Dalam aliran ini dikenal dua macam teori yaitu : teori Connectionisme
(Thordike) dan teori Conditioning. Teori Conditioning ada tiga macam, yakni :
teori Classical Conditioning dari Pavlon, teori Operant Conditioning dari Skinner
dan teori Conditioning dari Guthrie.
Keempat macam teori belajar intinya hampir sama yaitu menekankan pada
bagaimana upaya memperkuat hubungan stimulus-respon. Segi perbedaan dari
keempat teori tersebut terletak pada bentuk/macam cara yang disarankan oleh
masing-masing teori tersebut dalam upaya memperkuat terjadinya hubungan
stimulus dan respon.
c. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt
Jika dilihat dari latar belakang psikologinya ini berbeda dengan teori-teori
yang telah diuraikan terlebih dahulu. Teori ini berpendirian bahwa keseluruhan itu
lebih penting dari bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Dan bahwa manusia itu
adalah organisme yang kreatif berusaha mencapai tujuan, bahwa individu itu
Jadi manusia menurut pandangan ini bukan hanya mahluk reaksi yang
hanya berbuat atau bereaksi jika ada perangsang yang mempengaruhinya seperti
anggapan terori-teori terdahulu, akan tetapi reaksi manusia terhadap dunia luar itu
sangat tergantung bagaimana dia menerima rangsangan, bagaimana sifat
rangsangan dan bagaimana motif-motif yang ada pada dirinya.
Oleh karena itu menurut teori ilmu Gestalt belajar itu bukan hanya sekedar
proses asosiasi antara stimulus dengan respon yang diperkuat dengan
koneksi-koneksi atau conditioning dengan melalui latihan-latihan atau ulangan-ulangan,
akan tetapi menurut teori ini belajar itu terjadi jika ada pemahaman (insight). Jadi
seseorang belajar jika dia membuat insight, dan insight itu diperoleh jika ia dapat
melihat hubungan tertentu antara berbagai hal dalam situasi atau masalah yang
dipelajari. Sehingga ia memahami sangkut pautnya dan mengerti maknanya. Dan
insight akan dapat diperoleh jika orang yang belajar mau/mencoba memahami dan
memperoleh kejelasan mengenai konsep masalah yang dipelajari. Menururt
psikologi Gestalt, mengetahui kejelasan atau memahami makna masalah (insight)
yang dipelajari atau diamati dalam situasi belajar seseorang dari pada dengan
memberikan ganjaran atau hukuman.
Dengan demikian, cara belajar menurut teori Gestalt itu harus dilakukan
dengan sadar dan bertujuan memperoleh insight (pemahaman) tentang masalah
yang dipelajari dalam proses belajar memperolh insight itu memang tidak mudah,
ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya insight, yaitu :
a. Kesanggupan atau kemampuan intelegensi individu
b. Pengalaman seseorang dalam bidang yang dipelajari/bahan apresiasi c. Taraf kompleksitas suatu masalah, makin komplek masalahnya makin
rumit dan sulit untuk memperoleh insight
d. Latihan, dengan sering berlatih dapat mempertinggi kesanggupan memperoleh insight
e. Trial and error, karena struktur masalahnya tidak pernah segera dapat diketahui, maka perlu mencoba kembali sampai akhirnya dapat dipahami dengan jelas hubungan berbagai unsur dalam masalah tersebut.
Dalam proses belajar mengajar di sekolah teori belajar menurut ilmu
Gestalt ini digunakan selain untuk memperoleh penguasaan pengetahuan yang
diharapkan dapat mencapai tujuan pembentukan kemampuan problem solving,
agar siswa kelak mampu memecahkan setiap masalah yang dihadapi dengan baik.
Beberapa prinsip belajar yang penting diperhatikan menurut teori belajar
ilmu jiwa Gestalt ini, yakni :
a. Manusia bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya.
b. Belajar adalah penyesuaian diri dari lingkungan. Seseorang belajar jika ia berbuat dan bertindak sesuai dengan apa yang dipelajarinya
c. Manusia berkembang secara keseluruhan dari sejak masa fetus sampai masa dewasa. Dalam setiap fase perkembangan manusia senantiasa lengkap yang berkembang segala aspeknya.
d. Belajar adalah perkembangan kearah differensiasi yang lebih luas
e. Belajar hanya akan berhasil jika tercapai kematangan untuk memperoleh
insight
f. Belajar tidak mungkin terjadi tanpa adanya kemauan dan motivasi untuk belajar
g. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan yang mengandung arti bagi individu h. Dalam proses belajar anak itu harus senantiasi merupakan organisme yang
aktif, bukan ibarat suatu bejana yang harus diisi.38
Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dilihat dari prilakunya baik
prilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berfikir atau
keterampilan motorik, hampir sebagian besar dari kegiatan atau prilaku yang
diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Di sekolah hasil belajar ini dapat
dilihat dari penguasaan siswa terhadap mata pelajaran yang ditempuhnya. Tingkat
penguasaan pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut disekolah
dilambangkannya dengan angka-angka atau hurup.
Seperti halnya pada kecerdasan, hasil belajar juga dapat diukur. Alat untuk
mengukur hasil belajar disebut tes hasil belajar, yang juga sering dikenal dengan
istilah tes pencapaian (achievement test), yakni test yang biasa digunakan untuk
mengungkap pencapaian atau prestasi belajar.39
38
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1995), Cet. 3, h. 73-74 39
5. Hakikat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah
memperdayakan siswa agar memiliki kecakapan berfikir, membentuk warga
negara yang aktif dan bertanggung jawab serta mampu memecahkan masalah
yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari, dengan menggunakan
konsep-konsep IPS.
Ilmu pengetahuan sosial atau studi sosial itu merupakan bagian dari
kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi meteri cabang-cabang ilmu-ilmu
sosial; sosiolosgi, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi
sosial.
IPS adalah “integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti :
sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya.”40
Kurikulum 2004 Departemen Pendidikan Nasional mendefinisikan IPS
merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep dan generalisasi yang berkaitan
dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakat,
bangsa , dan lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat
dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang.41
Dengan demikian penulis menarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya
pembelajaran IPS berupaya memberikan pengetahuan dengan memanfaatkan
ilmu-ilmu sosial berarti siswa mempelajari fakta, konsep, dan prinsip-prinsip yang
terdapat dan terjadi dalam kehidupan masyarakat baik di dalam maupun di luar
lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian dihararapkan siswa dapat dengan mudah
melihat, menganalisa, dan memahami gejala-gejala kemayarakatan dan
masalah-masalah sosial yang kompleks, saling berhubungan dan pengaruh mempengaruhi
antara unsur yang satu dengan yang lain.
Adapun tujuan umum pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah
memperdayakan siswa agar memiliki kecakapan berfikir, membentuk warga
negara yang aktif dan bertanggung jawab serta mampu memecahkan masalah
40
Admin. 2008. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu SMP/MTs. (Model IPS), diambil pada 13 juni 2009 dari http://mgmpips.wordpress.com, h. 1
41
yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari, dengan menggunakan
konsep-konsep IPS.
National Council for the Social Studies (NCSS) menyebutkan bahwa
tujuan studies (IPS) adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan untuk
membuat keputusan yang rasional sebagai warga negara dengan kultur yang
beragam, dan masyarakat demokrasi di dunia yang saling ketergantungan.42 Awan Mutakin (1998) menyatakan bahwa tujuan utama IPS ialah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang
terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi
sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa
masyarakat.43
Pengetahuan sosial di SMP dan MTs mempunyai tujuan dan fungsi
sebagai berikut :44
a. Mengembangkan pengetahuan dasar kesosiologian, kegeografian,
keekonomian, dan kewarganegaraan.
b. Mengembangkan kemampuan berfikir, inquiri, pemecahan masalah, dan
keterampilan sosial.
c. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
d. Meningkatkan kemampuan berkompetensi dan bekerja sama dalam
masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun skala
internasional.
Pengetahuan sosial berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai,
sikap, dan keterampilan sosial dan kewarganegaraan.
42
S. Eko Putro Widoyoko, Model Evaluasi Program Pembelajaran IPS di SMP, diambil pada 13 Juni 2009 dari http://www.suwenda.googlepages.com/060-model-ips-terpadu.pdf, h.5
43
Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu, diambil pada 13 Desember 2008 dari http://akhmadsudrajatfiles.wordpress.com/2008-model-IPS-Terpadu-SMP.pdf, h. 5
44
Menurut Zamroni arah pengajaran ilmu-ilmu sosial adalah
mengembangkan kemampuan berfikir kritis (critical thinking) dan kesadaran serta
komitmen siswa terhadap perkembangan masyarakat.45
Sarifudin menyatakan bahwa IPS bertujuan untuk mengembangkan
pengetahuan sikap dan keterampilan sosial (sosial skill).46
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran IPS mempunyai tujuan untuk mengembangkan kecakapan akademik
(academic skill), kecakapan personal (personal skill) dan kecakapan sosial (social
skill) siswa. Kecakapan akademi merupakan kecakapan untuk menguasai berbagai
konsep dasar dalam ilmu-ilmu sosial yang menjadi sumber pembelajaran IPS.
Kecakapan personal (personal skill) merupakan kecakapan yang diperlukaan agar
siswa dapat eksis dan mampu mengambil peluamg yang positif dalam kondsi
kehidupan yang berubah dengan sangat cepat. Kecakapan personal tersebut
diantaranya kecakapan berfikir kritis dan kecakapan memecahkan masalah.
Kecakapan sosial merupakan kecakapan yang dibutuhkan untuk hidup dalam
masyarakat yang multi kultur, masyarakat yang demokratis dan masyarakat global
yang penuh persaingan dan tantangan. Kecakapan kecakapan sosial meliputi
kecakapan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis dan kecakapan
bekerjasama dengan orang lain, baik kelompok kecil maupun kelompok besar.
Peraturan Mendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi pendidikan
dasar dan menengah menyebutkan bahwa mata pelajaran IPS di SMP secara rinci
memiliki 4 tujuan :
a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya.
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
45
S. Eko Putro Widyoko, Model Evaluasi Program Pembelajaran IPS di SMP, diambil pada 13 Juni 2009 dari http://www.suwenda.googlepages.com/060-model-ips-terpadu.pdf
46
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi
dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.
Keempat kecakapan tersebut pada dasarnya untuk membentuk dan
mengembangkan 3 kecakapan peserta didik, yaitu kecakapan akademik,
kecakapan personal, kecakapan sosial. Kecakapan akademik dijabarkan lebih
rinci dalam tujuan pertama, yaitu memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis
dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial serta memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai
sosial dan kemanusiaan. Sedangkan kecakapan sosial diuraikan lebih rinci dalam
tujuan yang keempat, yaitu siswa diharapkan memiliki kemampuan
berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetensi dalam masyarakat yang
majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bertujuan untuk “mengembangkan
kemampuan berfikir, sikap dan nilai peserta didik sebagai individu maupun
sebagai budaya”.
Secara sederhana ini berarti, pengajaran IPS dilakukan terhadap siswa
adalah untuk dapat memahami bahwa masyarakat itu merupakan suatu kesatuan
(system) yang permasalahannya bersangkut paut dan pemecahannya memerlukan
pendekatan-pendekatan indisipliner, yaitu pendekatan yang komperhensif dari
sudut ilmu hukum, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, geografi, sejarah,
antropologi, dan sebagainya.
Maka dalam hal ini peneliti akan mencoba melakukan penelitian untuk