• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN EKSTRAK BUAH Rhizophora sp. SEBAGAI ANTI BAKTERI TERHADAP BAKTERI PATOGEN IKAN AIR TAWAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMANFAATAN EKSTRAK BUAH Rhizophora sp. SEBAGAI ANTI BAKTERI TERHADAP BAKTERI PATOGEN IKAN AIR TAWAR"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN EKSTRAK BUAH Rhizophora sp.

SEBAGAI ANTI BAKTERI TERHAVAP BAKTERI PATOGEN

IKAN AIR TAWAR

Oleh

HERMAN APRIYANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

pada

Jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PEMANFAATAN EKSTRAK BUAH Rhizophora sp. SEBAGAI ANTI BAKTERI TERHADAP BAKTERI PATOGEN IKAN AIR TAWAR

Oleh

HERMAN APRIYANTO

Buah Rhizophora sp. mengandung berbagai macam senyawa anti bakteri dan berpotensi sebagai antibiotik alami. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari potensi anti bakteri dari ekstrak buah Rhizophora sp. terhadap beberapa bakteri patogen pada ikan air tawar. Buah Rhizophora sp. diekstraksi dengan menggunakan tiga pelarut yaitu metanol, etil asetat, dan heksana. Ekstrak diuji aktivitas antibakterinya terhadap empat spesies bakteri air tawar Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda, Pseudomonas stutzeri dan Streptococcus iniae dengan beberapa jenis pengujian yaitu sensitifitas, zona penghambatan, MIC (Konsentrasi Penghambatan Minimum), MBC (Konsentrasi Bakterisidal Minimum), toksisitas dan ITC (Inhibition Time Course). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak buah Rhizophora sp. yang diekstraksi dengan etil asetat, memiliki kemampuan paling besar untuk menghambat pertumbuhan bakteri S. Iniae pada MIC dengan konsentrasi ekstrak 500 mg/L dan MBC pada konsentrasi ekstrak 600 mg/L. Pengujian toksisitas dengan BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) ekstrak buah Rhizophora sp. dengan etil asetat bersifat toksik dengan nilai LC50 610,9 mg/L (< 1000 mg/L). Dan pengujian ITC selama 24 jam tidak menghasilkan penghambatan terhadap pertumbuhan S. iniae.

(3)
(4)
(5)

xiii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

(6)

xiv

D. Edwardsiella tarda . ... 9

E. Pseudomonas stutzeri ... 10

F. Streptococcus iniae ... 11

G. Senyawa Antibakteri . ... 12

H. Penggunaan Rhizophora sp. Sebagai Antibakteri ... 14

III. METOVE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

B. Alat dan Bahan ... 17

c. Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration) ... 20

d. Uji MBC (Minimum Bactericidal Concentration) ... 21

e. Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) ... 22

f. Uji Inbibition time course... 23

IV. HASIL VAN PEMBAHASAN A .Hasil Penelitian Dan Pembahasan ... 24

1. EkstraksiSenyawa Aktif ... 24

2. Uji Sensitivitas ... 25

3. Uji Zona Hambat ... 28

4. Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration) ... 30

5. Uji MBC (Minimum Bactericidal Concentration) ... 32

6. Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) ... 33

(7)

xv ✁SIMPULAN VAN SARAN

A. Kesimpulan ... 38 B. Saran ... 38

(8)

xvi VAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Zonasi Mangrove ... 5

2. Daun, Bunga, dan Buah Rhizophora mucronata ... 6

3. Daun, Bunga, dan Buah Rhizophora apiculata ... 6

4. Daun, Bunga, dan Buah Rhizophora stylosa ... 7

5. Hasil Uji Sensitivitas ... 26

6. Hasil Uji Zona Hambat ... 29

7. Hasil Uji MIC Bakteri S. iniae ... 31

8. Hasil Uji MBC Bakteri S. iniae ... 33

(9)

xvii VAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Uji Zona Hambat Mangrove Terhadap Vibrio sp. ... 15

2. Hasil Uji Zona Hambat Daun Rhizophora mucronata Terhadap Bakteri A. salmonicida Dan V. harveyi ... 16

3. Hasil Uji Zona Hambat Ekstrak Daun Rhizophora apiculata Terhadap V. parahemolyticus ... 16

4. Hasil Akhir Ekstraksi Buah Rhizophora sp. ... 24

5. Hasil Uji Sensitivitas Ekstrak Buah Rhizophora sp. Konsentrasi 100% ... 25

6. Hasil Uji Zona Hambat Terhadap Bakteri S. iniae ... 28

7. Hasil Uji MIC Bakteri S. iniae Dengan Konsentrasi Ekstrak 200 – 600mg/L ... 31

8. Hasil Uji MBC Bakteri S. iniae Dengan Konsentrasi Ekstrak 500 dan 600mg/L ... 32

(10)

xviii VAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Perhitungan Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) ... 42

2. Sterilisasi Alat dan Bahan ... 44

3. Ekstraksi Buah Mangrove Rhizophora sp. ... 45

4. Proses Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration)... 46

5. Proses Uji MBC (Minimum Bactericidal Concentration) ... 47

6. Proses Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) ... 48

7. Proses Uji Inhibition Time Course ... 49

(11)

1 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam

pembangunan perikanan di Indonesia. Namun berbagai permasalahan

menghambat upaya peningkatan produksi tersebut, antara lain kegagalan produksi

akibat serangan wabah penyakit ikan yang bersifat patogenik baik dari golongan

parasit, jamur, bakteri, dan virus. Timbulnya serangan wabah penyakit tersebut

pada dasarnya sebagai akibat terjadinya gangguan keseimbangan dan interaksi

antara ikan, lingkungan yang tidak menguntungkan ikan dan berkembangnya

patogen penyebab penyakit. Masalah ini akan semakin serius apabila sistem

budidaya ikan sudah mencapai tahapan budidaya intensif dan kualitas lingkungan

yang kurang memadai sehingga kondisi tersebut akan melahirkan tekanan atau

stress terhadap komoditas yang dibudidayakan, sehingga rentan terhadap

munculnya penyakit (Purwaningsih dan Taukhid, 2010).

Penyakit bakterial merupakan masalah yang cukup serius. Penyakit yang

disebabkan oleh bakteri umumnya bersifat oportunis artinya akan menyerang saat

ikan berada dalam kondisi stress atau terluka. Ikan yang sakit karena serangan

bakteri pada umumnya diobati dengan menggunakan antibiotik dan bahan kimia

(12)

2 dapat menghambat bahkan membunuh mikroorganisme patogen, tetapi pemakaian

antibiotik ternyata menimbulkan masalah baru karena sifatnya yang tidak ramah

lingkungan. Zat-zat antibiotik tersebut dapat meningkatkan resistensi hama yang

ingin ditanggulangi sehingga semakin tidak mempan atau dosis yang digunakan

akan terus meningkat (Trianto dkk, 2004). Oleh karena itu perlu dilakukan

pencarian metode lain yang aman bagi biota dan lingkungannya, seperti

memanfaatkan bahan-bahan alami dari tanaman.

Beberapa keuntungan menggunakan bahan-bahan alami dari tanaman antara lain

relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan

relatif tidak berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu bahan alami

yang dapat dimanfaatkan adalah dari tanaman mangrove jenis Rhizophora sp.

Hampir semua bagian tanaman Rhizophora sp. mengandung senyawa alkaloid,

saponin, flavonoid dan tannin dimana senyawa ini merupakan antibakteri (Rohaeti

dkk, 2010). Oleh karena itu Rhizophora sp. memiliki potensi yang sangat baik

untuk dikelola dan dikembangkan, terutama sebagai antibiotik alami.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukan penelitian ini adalah untuk:

1. mengetahui respon hambat dan nilai ketoksikan ekstrak buah Rhizophora sp.

terhadap bakteri patogen ikan air tawar.

2. mengetahui waktu hambat ekstrak buah Rhizophora sp. terhadap bakteri

(13)

3 C. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat

tentang potensi ekstrak buah mangrove Rhizophora sp. sebagai antibakteri alami

terhadap beberapa bakteripenyebab penyakit pada ikan air tawar.

D. Kerangka Pemikiran

Penyakit merupakan salah satu pembatas keberhasilan dalam usaha budidaya

perikanan yang bisa diakibatkan oleh virus, jamur, parasit, dan juga bakteri.

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang sering menyerang ikan beberapa

diantaranya antara lain bakteri jenis Aeromonas sp. yang menyebabkan penyakit

aeromoniasis pada ikan air tawar seperti ikan lele, ikan mas, dan gurame; bakteri

dari jenis Streptococcus sp. yang menyebabkan penyakit streptococcosis pada

ikan nila; serta bakteri jenis Edwarsiella sp. yang menyebabkan penyakit

edwardsiellosis.

Selama ini pencegahan dan pengobatan terhadap serangan bakteri dilakukan

dengan pemberian antibiotik sintesis dan bahan kimia. Akan tetapi obat-obatan

kimiawi memiliki dampak negatif apabila diberikan secara terus menerus karena

selain dapat menyebabkan organisme patogen menjadi resisten, juga residu dari

antibiotik dapat mencemari lingkungan perairan yang mengakibatkan penurunan

kualitas air. Hingga saat ini pencarian bahan-bahan alami sebagai alternatif

antibiotik kimiawi terus dilakukan dengan harapan dapat ditemukannya bahan

yang ampuh digunakan sebagai antibakteri, sekaligus tidak memiliki dampak

negatif yang tidak diinginkan. Salah satu tumbuhan yang memiliki potensi sebagai

(14)

4 bagian Rhizophora sp. mengandung senyawa antibakteri seperti alkaloid, saponin,

flavonoid dan tannin (Rohaeti dkk, 2010)

Bagian-bagian Rhizophora sp. seperti pada bagian kulit kayu, bunga, dan daunnya

telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir untuk pengobatan alami

(Purnobasuki, 2004). Bagian lain Rhizophora sp. yang perlu diteliti potensinya

dalam pengobatan adalah bagian buahnya. Bagian ini diduga mengandung

senyawa-senyawa antibakteri yang berguna bagi pengobatan infeksi yang

disebabkan oleh bakteri. Penelitian terhadap buah Rhizophora sp. belum banyak

dilakukan, oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap buah

Rhizophora sp. akan potensinya sebagai bahan alami yang bisa digunakan sebagai

antibakteri alternatif yang ampuh dalam pengobatan penyakit bakterial dan juga

bersifat aman, baik terhadap ikan budidaya, lingkungan, dan manusia, apabila

(15)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Rhizophorasp.

Rhizophora sp. merupakan salah satu jenis tanaman mangrove, yaitu kelompok

tanaman tropis yang bersifat halophytic atau toleran terhadap garam (Irwanto,

2006). Mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi

lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang

tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Kondisi lingkungan seperti itu

menyebabkan beberapa jenis mangrove mengembangkan mekanisme yang

memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan, sementara yang

lainnya mengembangkan sistem akar napas untuk membantu memperoleh oksigen

bagi sistem perakarannya (Setyawan dkk, 2002).

Gambar 1. Zonasi Mangrove

Rhizophora sp. termasuk dalam famili Rhizophorazceae. Ada tiga jenis yang

tergolong dalam Rhizophora sp., yaitu R. mucronata, R. apiculata dan R. stylosa.

Laut

Daratan

Avicennia & Sonneratia Rhizophora Bruguiera

(16)

6

Jenis-jenis ini dikenal dengan nama bakau, dan merupakan jenis yang umum dan

selalu tumbuh di hutan mangrove (Sukardjo, 1984). Noor (2006) mengemukakan

taksonomi jenis Rhizophora sp.adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotiledonae

Sub kelas : Dialypetalae

Ordo : Myrtales

Famili : Rhizophoraceae

Genus : Rhizophora

Spesies : Rhizophora sp.

(A) (B) (C)

Gambar 2. daun (A) bunga (B) dan buah (C) Rhizophora mucronata

(A) (B) (C)

(17)

7

(A) (B)

Gambar 4. Daun dan bunga (A) serta buah (B) Rhizophora stylosa

Hampir semua bagian tanaman Rhizophora sp. mengandung senyawa alkaloid,

saponin, flavonoid dan tannin (Rohaeti dkk, 2010). Alkaloid bersifat toksik

terhadap mikroba, sehingga efektif membunuh bakteri dan virus (Sari, 2008).

Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba karena akan merusak

membran sitoplasma dan membunuh sel (Rahayu, 2007). Senyawa flavonoid

mekanisme kerjanya mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel

tanpa dapat diperbaiki lagi (Rinawati, 2011). Tanin merupakan senyawa fenolik

komplek yang dapat menghambat aktivitas bakteri sehingga tumbuhan yang

mengandung tanin sering digunakan dalam bidang farmasi karena tanin

mengandung asam tanik yang telah digunakan sebagai antiseptik (Trianto dkk,

2004).

B. Bakteri

Bakteri adalah sel prokariota yang khas dan bersifat uniseluler. Bakteri umumnya

memiliki dinding sel, seperti sel hewan dan jamur, tetapi dengan komposisi yang

(18)

8

beragam bentuk seperti berbentuk bulat, batang, atau spiral dan berdiameter antara

0,5 sampai dengan 1,0 μm dan panjang antara 1,5 sampai dengan 2,5 μm

(Underwood, 2006).

Bakteri dapat dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif

berdasarkan perbedaan pada komposisi dan struktur dinding selnya. Bakteri Gram

positif mempunyai struktur dinding sel yang tebal antara 15-80 nm dan berlapis

tunggal. Bakteri gram positif lebih rentan terhadap penisilin (Juliantina dkk,

2009). Bakteri Gram negatif mempunyai struktur dinding sel berlapis tiga dengan

ketebalan yang tipis berkisar antara 10-15 nm. Komposisi dinding sel bakteri

Gram negatif pada lapisan luar terdiri dari 5-10% peptidoglikan, sedangkan pada

lapisan lainnya terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein. Lapisan ini

merupakan lapisan lipid kedua yang disebut lapisan lipopolisakarida (LPS)

(Underwood, 2006). Bakteri gram negatif umumnya kurang rentan terhadap

penisilin, dan kurang resisten terhadap gangguan fisik (Juliantina dkk, 2006).

C. Aeromonas hydrophila

Klasifikasi A. hydrophila menurut Janda & Sharon (2010):

Kingdom : Bacteria

(19)

9

Kelompok bakteri dari genus Aeromonas merupakan bakteri yang dapat

ditemukan di daerah perairan tawar, bersifat Gram Negatif dan berbentuk batang

(Gardenia dkk, 2010). A. hydrophila mempunyai morfologi batang pendek

dengan ukuran bervariasi antara lebar 0,8 sampai 1,0 mikron dengan panjang 1,0

sampai 3,5 mikron, tidak memiliki spora, bakteri bersifat motil karena mempunyai

flagela monotrichous. Morfologi koloni permukaannya agak menonjol, berbentuk

bulat, dan mengkilat (Herupradoto dan Gandul, 2010).

Bakteri A. hydrophila merupakan penyebab penyakit hemoragic septicaemia yang

juga disebut sebagai MAS (Motile Aeromonas Septicaemia), dan bakteri ini

dikenal bersifat oportunis karena akan menyerang saat ikan mengalami stress.

Gejala ikan yang terinfeksi MAS bervariasi tetapi umumnya ditandai oleh adanya

pendarahan (hemoragik) pada kulit, insang, rongga mulut, borok pada kulit, dan

bola mata menonjol (exopthalmia) dan perut kembung serta ikan lemas dan sering

di permukaan atau dasar kolam (Jayavignesh dkk, 2011).

D. Edwardsiella tarda

Park (2012) menjelaskan klasifikasi ilmiah dari bakteri Edwardsiella tarda :

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Edwardsiella

(20)

10 E. tarda merupakan bakteri Gram-negatif yang berbentuk batang bengkok, dengan

ukuran 1 x 2-3 µm, bersifat gram negatif bergerak dengan bantuan flagella, tidak

membentuk spora atau kapsul dan bersifat fakultatif anaerob. Bakteri ini dapat

dijumpai di lingkungan air tawar dan air laut, dengan suhu optimal bagi

pertumbuhannya sekitar 35oC, sedangkan pada suhu di bawah 10oC atau di atas

45oC tidak dapat tumbuh (Park dkk, 2012).

E. tarda merupakan bakteri penyebab penyakit edwardsiellosis. Bakteri ini

menyerang spesies-spesies ikan di daerah tropis dan bisa menjadi patogen

oportunistik pada manusia, menyebabkan meningitis dan diare (Wyatt dkk, 1979).

Penularannya secara horizontal yaitu kontak antara inang satu dengan inang

lainnya atau melalui air (Tan dkk, 2002). Nadirah (2012) menjelaskan ikan yang

terjangkit edwardsiellosis akan memperlihatkan gejala sebagai berikut:

1. Terjadi luka pada kulit yang kemudian akan meluas ke bagian daging,

sehingga dengan segera akan mengakibatkan perdarahan. Luka semacam ini

sering dijumpai pada hati ikan.

2. Jika tidak segera diobati, luka-luka ini akan berkembang menjadi bisul dan

mengeluarkan nanah (abses).

3. Pada jaringan daging, hati dan ginjal sering terjadi nekrosa.

E. Pseudomonas stutzeri

Klasifikasi Pseudomonas stutzeri menurut Sijderius (1946)

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

(21)

11

Ordo : Pseudomonadales

Famili : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas stutzeri

P. stutzeri adalah anggota dari genus Pseudomonas. Ciri Genus Pseudomonas

antara lain memiliki sel berbentuk lurus atau sedikit berlekuk. Bersifat motil oleh

satu atau beberapa flagella. Bersifat aerob, tipe metabolisme respirasi

menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron, pada beberapa kasus nitrat dapat

digunakan sebagai alternatif akseptor elektron. dan termasuk bakteri Gram negatif

(Bryan, 1999). P. stutzeri banyak ditemukan di tanah, dan juga sering menyerang

ikan air tawar. Bakteri P. stutzeri disebut juga sebagai dinitrifiers karena bakteri

ini mampu merubah nitrat menjadi gas nitrogen (Hardhianto, 2010).

P. stutzeri mempunyai tiga tahap infeksi, yang pertama dimulai dengan bakteri

yang berkolonisasi, kemudian infeksi lokal, dan yang ketiga adalah penyebaran ke

dalam aliran darah (Bisharat, 2012). P. stutzeri umumnya bersifat oportunistik

ketika mekanisme pertahanan ikan mulai melemah. P. stutzeri dapat

menghasilkan eksotoksin, yang menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat

mematikan ikan (Guasp dkk, 2000).

F. Streptococcus iniae

Klasifikasi bakteri Streptococcus iniae menurut Pier (1976):

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

(22)

12

Ordo : Lactobacillales

Famili : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus iniae

S. iniae adalah bakteri Gram-Positif yang berbentuk bulat dengan karakteristik

membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya (Locke dkk, 2007).

Buchanan (2008) menjelaskan morfologi bakteri S. iniae adalah koloni tumbuh

pada suhu 25 - 45°C (suhu optimum 37°C) selama 24 - 48 jam, dan berdiameter

0,5 mm.

Bakteri S. iniae menyebabkan penyakit streptococcosis. Penyakit ini biasa

menyerang pada ikan nila dan merupakan golongan HPIK (Hama Penyakit lkan

Karantina) golongan bakteri. Ikan yang terserang streptococosis menunjukkan

gejala seperti sisiknya hilang, gerakan berenang yang tidak menentu (erratic),

sirip gripis (Purwaningsih dan Taukhid, 2010), pigmen kulit lebih gelap

(melanosis), bola mata menonjol (exopthalmia), pendarahan (haemorhagic), perut

kembung (dropsy), pada infeksi yang akut terdapat infeksi pada hati menjadi

pucat, limpa membesar (bengkak), dan terjadi kerusakan pada otak (Purwaningsih

dan Taukhid, 2010).

G. Senyawa Antibakteri

Senyawa antibakteri adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan

dapat digunakan untuk pengobatan infeksi pada manusia, hewan dan tumbuhan.

Senyawa antibakteri dalam bidang farmakologi digunakan untuk membasmi

(23)

13

digunakan dengan baik, adalah antibiotik yang memiliki sifat toksisitas selektif

setinggi mungkin. Sifat toksisitas selektif artinya zat antibakteri tersebut harus

toksik untuk bakteri tetapi tidak toksik untuk inang (host). Bila ada zat antibakteri

yang sangat toksik untuk bakteri tetapi membahayakan untuk inang bukan kriteria

antibakteri yang baik, bahkan dianggap beracun. Karena dasar pengobatan

terhadap suatu penyakit adalah usaha untuk menyembuhkan penyakit tersebut

tanpa mengakibatkan adanya bahaya ataupun adanya efek samping yang

merugikan pengguna suatu obat-obatan (Budyanto dan Joni, 2012).

Berdasarkan cara kerjanya antibakteri dibedakan menjadi bakteriostatik dan

bakterisida. Antibakteri bakteriostatik dengan cara menghambat perbanyakan

populasi bakteri dan tidak mematikan, sedangkan bakterisida bekerja membunuh

bakteri. Bakteriostatik dapat bertindak sebagai bakterisida pada konsentrasi tinggi.

(Sari, 2008). Mekanisme kerja senyawa yang bersifat antimikroba ada beberapa

cara, yaitu penghambatan sintesis dinding sel yang menyebabkan kerusakan

dinding sel sehingga terjadi lisis, perubahan permeabilitas membran sel atau

transpor aktif melalui membran sel yang dapat menyebabkan kebocoran dan

kematian sel, penghambatan sintesis protein, dan penghambatan sintesis asam

nukleat (Ramachandran dkk, 2004). Suada (2012) memaparkan, ketentuan kekuatan

antibiotik-antibakteri antara lain:

1. Daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat

2. Daerah hambatan 10-20 mm (kuat)

3. Daerah hambatan 5-10 mm (sedang)

(24)

14

Penghambatan aktivitas mikroba oleh komponen bioaktif tanaman dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa

penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang

menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktifkan enzim

metabolik, dan (4) dekstruksi atau kerusakan 13 material genetik (Sari, 2008).

Ciri-ciri antibakteri yang baik menurut Pelczar dan Chan (2005) adalah:

1) Mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.

2) Substansi itu harus dapat larut dalam air atau pelarut-pelarut lain sampai pada

taraf yang diperlukan.

3) Perubahan yang terjadi pada substansi itu bila dibiarkan beberapa lama harus

seminimal mungkin dan tidak boleh mengakibatkan kehilangan sifat

antimikrobialnya dengan nyata.

4) Tidak bersifat racun bagi manusia maupun hewan lain.

5) Komposisinya harus seragam sehingga bahan aktifnya selalu terdapat pada

setiap aplikasi.

6) Tidak bergabung dengan bahan organik.

7) Aktivitas antimikrobial pada suhu kamar atau pada suhu tubuh.

8) Kemampuan untuk menembus dinding sel.

9) Tidak menimbulkan karat dan warna.

10) Kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap.

H. Penggunaan Rhizophora sp. sebagai Antibakteri

Hampir semua bagian tanaman Rhizophora sp. mengandung senyawa alkaloid,

(25)

15

bersifat bakterisidal. Oleh karena itu beberapa bagian Rhizophora sp. telah

digunakan sebagai bahan penelitian untuk melihat potensinya sebagai antibakteri.

Penelitian yang dilakukan oleh Feliatra (2000) terhadap beberapa spesies

mangrove terhadap bakteri vibrio sp. menunjukkan adanya zona antibakteri (Tabel

1). Zona hambat terbesar dihasilkan oleh Avicennia alba, sementara untuk

Rhizophoraapiculata memiliki zona hambat terkecil.

Tabel 1. Hasil Uji Zona Hambat Mangrove terhadap Vibrio sp. (Feliatra, 2000)

No. Spesies Mangrove Diameter Zona bebas Bakteri

1 Rhizoopra apiculata 1,5 – 3 mm

2. Nypa fruticans 2,5 – 4,5 mm

3. Bruiuiera gymnorrhiza 1,5 – 3, 5 mm

4. Aviciennia alba 3,5 – 5,5 mm

Penelitian lain yang memanfaatkan mangrove Rhizophora adalah Suciati (2012),

dan Setyaningrum (2011). Pada penelitian oleh Suciati, menggunakan 3 jenis daun

dari Rhizophora mucronata sebagai antibakteri terhadap bakteri Aeromonas

salmonicida dan Vibrio harveyi dengan 3 pelarut yang berbeda kepolaran melalui

metode cakram (Tabel 2). Hasil zona hambat terbesar terdapat pada daun pucuk

dengan pelarut methanol. Sedangkan pada A. salmonicida zona hambat bakteri

(26)

16 Tabel 2. Hasil Uji Zona Hambat Daun Rhizophora mucronata terhadap

Bakteri A. salmonicida dan V. harveyi (Suciati, 2012)

No. Daun/Pelarut Jenis Sampel Jenis Bakteri & Diameter Zona Hambat A. salmonicida V. harveyi

1. Daun Pucuk/Methanol - 14,8 mm

Pada penelitian oleh Setyaningrum (2011), menggunakan daun Rhizophora

apiculata sebagai antibakteri terhadap bakteri Vibrio parahemolyticus dengan

menggunakan metode cakram menunjukkan kisaran zona bebas bakteri yang

cukup besar (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil Uji Zona Hambat ekstrak daun Rhizophora apiculata terhadap V.

parahemolyticus (Setyaningrum, 2011)

No. Konsentrasi Diameter zona bebas bakteri

1. 100 ppm 6,73 mm

2. 200 ppm 7,17 mm

3. 300 ppm 8,53 mm

Pada hasil penelitiannya menunjukkan makin besar konsentrasi ekstrak daun

Rhizophora apiculata maka diameter zona bebas bakteri yang ditimbulkan juga

(27)

17

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2012 bertempat di

Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan Kelas I Lampung dan Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: timbangan digital, gelas ukur,

blender, vortex (BOECO, GermanyTM), mikropipette (Nesco®), autoklaf, vacum

evaporator (Heidolph), lemari es, jangka sorong 0,05 mm, lampu bunsen,

inkubator, cawan petri 150 x 15 mm (Normax®), tabung reaksi 5 ml (Iwaki

glassTM), erlenmeyer 500 ml dan 250 ml (Pyrex®), spreader, pipet tetes, jarum

ose, magnetic stirer, hot plate (Stuart CB162TM), aluminium foil, plastik tahan

panas, kertas kopi, kapas steril, kertas label, masker, karet gelang, sarung tangan,

pisau, korek api, kertas saring, kertas cakram, saringan, tisu, corong, mikroskop,

wadah penetasan Artemia salina, lampu, spektrofotometer (Genesys-20,

Thermospectronic), kamera digital, dan alat tulis.

(28)

18

Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah inokulum

murni bakteri A. hydrophila, E. tarda, S. iniae, dan P. stutzeri, ekstrak buah

Rhizophora sp., kista Artemia salina, media TSA (Trypticase Soy Agar)

(OXOID®), media TSB (Trypticase Soy Broth) (OXOID®), media MHB

(Mueller-Hilton Broth) (OXOID®), alkohol 70%, metanol, heksan, etil asetat dan

aquades steril.

C. Metode Penelitian

Pelaksanaan penelitian terbagi menjadi 2 tahap, yaitu:

1. Tahap Persiapan

a. Sterilisasi Alat

Sterilisasi merupakan usaha yang dilakukan untuk membebaskan alat dan

bahan dari mikroorganisme kontaminan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan

cara mencuci alat dan bahan yang akan digunakan sampai bersih. Setelah

kering, alat-alat dibungkus menggunakan kertas kopi, hal ini bertujuan untuk

mencegah alat-alat tersebut terkena air, selanjutnya masukan alat-alat tersebut

ke dalam autoklaf dengan suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15-20 menit.

b. Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan menggunakan metode maserasi.

Buah dicuci sampai bersih kemudian dikeringkan pada suhu ruangan sampai

kering, selanjutnya buah dihaluskan dengan blender dan diayak dengan

saringan sampai didapatkan bubuk halus.

Proses ekstraksi dilakukan dengan melarutkan 500 gram bubuk buah

(29)

19

masing-masing sebanyak 2500 ml. Kemudian hasil maserasi disaring

dengan menggunakan kertas saring dan dievaporasi menggunakan vacum

evaporator dan didapatkan ekstrak buah Rhizophora sp.

c. Penyiapan Bakteri Uji

Bakteri uji yang akan digunakan pada penelitian ini adalah E. tarda, S.

iniae, dan A. hydrophila yang berasal dari Laboratorium Hama dan

Penyakit Ikan, Strasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan

Hasil Perikanan Kelas I Lampung.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Uji Sensitivitas

Uji sensitivitas bertujuan untuk mengetahui potensi antibakteri yang terkandung

di dalam ekstrak buah Rhizophora sp. dengan konsentrasi 100 % yang dilarutkan

menggunakan 3 pelarut berbeda terhadap bakteri A. hydrophilla, E. tarda, P.

stutzeri, dan S. iniae. Uji sensitivitas dilakukan dengan menggunakan metode

difusi (Diffusion Test) menggunakan kertas cakram. Hasil uji aktivitas antibakteri

dengan metode kertas cakram ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar

kertas cakram. Sebanyak 20 isolat cair bakteri uji masing – masing dengan

kepadatan 107 cfu/ml diinokulasikan pada media TSA dan diratakan dengan

spreader. Kertas cakram dengan diameter 6 mm yang telah direndam di dalam

ekstrak buah Rhizophora sp yang dilarutkan dengan 3 jenis pelarut berbeda

(heksana, etil asetat dan methanol) selama 15 menit, kemudian diletakkan pada

permukaan media TSA, lalu media TSA diinkubasi selama 18-24 jam.

(30)

20

Rhizophora sp. yang terbentuk terhadap bakteri A. hydrophilla, E. tarda, P.

stutzeri, dan S. iniae. Hasil dari uji sensitivitas yang menunjukkan diameter

terbesar dari 1 pelarut ke 1 bakteri yang akan dipakai di dalam uji zona hambat.

b. Uji Zona Hambat

Uji zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode difusi (Diffusion Test)

menggunakan kertas cakram. Uji zona hambat dilakukan berdasarkan hasil dari uji

sensitivitas ekstrak buah Rhizophora sp. yang menunjukan potensi antibakteri.

Sebanyak 20 isolat cair bakteri yg ditentukan dari uji sensitivitas dengan hasil

diameter zona hambat terbesar dengan kepadatan 107 cfu/ml diteteskan pada

media TSA lalu diratakan dengan spreader. Kertas cakram dengan diameter 6

mm yang telah direndam di dalam ekstrak buah Rhizophora sp. pada konsentrasi

100, 200, 300, 400, 500 dan 600 mg/l selama 15 menit, kemudian diletakkan

pada permukaan media TSA. Kontrol positif dilakukan dengan memberikan

kertas cakram berisi antibiotik oxytetracycline, sedangkan kontrol negatif berupa

kertas cakram netral (hanya diberi akuades). Setelah masa inkubasi, kemudian

diamati dan diukur diameter zona hambat yang terbentuk di sekitar kertas cakram

tersebut dengan jangka sorong.

c. Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration)

Uji MIC dilakukan berdasarkan hasil uji zona hambat. Uji MIC bertujuan untuk

mencari konsentrasi terendah bahan anti bakteri yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri. Metode Penentuan MIC langkah awal yang dilakukan yaitu

disiapkan tabung reaksi steril dan dimasukkan 4,5 ml media MHB ke dalam

(31)

21

100, 200, 300, 400, 500, 600 mg/l dan kontrol, kontrol positif berupa antibiotik

oxytetracyline, sedangkan kontrol negatif hanya diberi bakteri, dimasukkan

sebanyak 0,5 ml ke dalam masing-masing tabung reaksi. Kemudian suspensi

bakteri uji dengan kepadatan 107 cfu/ml sebanyak 0,1 ml ditambahkan kedalam

masing-masing tabung reaksi dan divortek hingga homogen. Media MHB

diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Hasil pengamatan dibandingkan

dengan larutan pembanding (larutan MHB dicampur ekstrak buah Rhizophora

tanpa ditambah bakteri) sehingga dapat diketahui adanya media yang mulai

bening/jernih yang menunjukkan nilai MIC. Nilai-nilai MIC ditafsirkan sebagai

pengenceran tertinggi dan konsentrasi terendah (Wilson, 2005).

Pengamatan uji MIC dilakukan dengan melihat kekeruhan media MHB yang

telah diberi ekstak buah Rhizophora sp.

d. Uji MBC (Minimum Bactericidal Concentration)

Penentuan MBC dapat dilakukan setelah menginokulasikan larutan dari tabung

MIC terjernih pada media. Diambil 0,1 ml suspensi bakteri dari tabung pada

perlakuan yang menunjukkan nilai MIC sampai konsentrasi sebesar 100%,

kemudian ditumbuhkan dalam medium TSA. Diinkubasi pada suhu ruang selama

24 jam. Setelah diinkubasi, dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada medium

TSA. Nilai MBC ditentukan dari konsentrasi terendah ekstrak yang menunjukkan

tidak adanya pertumbuhan koloni pada cawan petri. Pengamatan uji MBC

dilakukan dengan melihat konsentrasi terendah ekstrak yang menunjukkan tidak

(32)

22

e. Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test)

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode uji toksisitas

yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik

dari bahan alam. Uji Toksisitas dengan Metode BSLT digunakan untuk

mempelajari toksisitas sampel secara umum dengan menggunakan Artemia salina.

Penetasan Kista A. salina.

Wadah berbentuk kerucut disiapkan untuk penetasan kista A. salina. Lampu

diletakkan di atas wadah untuk menghangatkan suhu dalam penetasan. Wadah

diisi air laut dan diberi aerasi, kemudian dimasukan kista A. salina sebanyak 1 gr.

Lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan kista. Setelah menetas larva

A. salina diambil dengan pipet.

Persiapan Larutan Sampel yang akan diuji.

Larutan sampel yang akan diuji dibuat dengan perbandingn 0,5 : 1 : 1,5 : 2 : 2,5 :

3 kali dari konsentrasi hasil terbaik uji MIC.

Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT.

Larutan sampel yang akan diuji masing-masing perbandingan konsentrasi 0,5 : 1 :

1,5 : 2 : 2,5 : 3. Setiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan. Kontrol

dilakukan tanpa penambahan sampel. Penambahan larutan ekstrak dan air laut

sampai volume 2 ml. Larva A. salina dimasukkan masing-masing 20 ekor dengan

menggunakan pipet ke dalam wadah uji. Larutan dibiarkan selama 24 jam,

kemudian dihitung jumlah larva yang hidup dan mati dari tiap perlakuan.

Selanjutnya dihitung mortalitas A. salina. Grafik dibuat dengan log konsentrasi

sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai sumbu y. Nilai LC50 merupakan

(33)

23

memakai persamaan regresi linier y = a + bx. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik

bila nilai LC50 < 1000 ppm untuk ektrak (Juniarti, 2011).

= 100%

f. Uji Inhibition Time Course

Uji inhibition time course bertujuan untuk melihat waktu ekstrak Rhizopora sp.

dapat menghambat bakteri. Langkah awal dalam uji inhibition time course

pertama membuat media TSB dengan aquades steril, dimasukan kedalam tabung

erlemayer masing – masing sebanyak 50 ml, kemudian ekstrak dimasukan

kedalam masing – masing tabung erlenmayer sehingga dosis ekstrak menjadi 1

MIC, 2 MIC, dan 3 MIC, dengan kontrol positif menggunakan oxytetracyline, dan

kontrol negatif tanpa pemberian antibiotik. Kemudian, sebanyak 50 µl dengan

kepadatan 105 sel/ml inokulasi bakteri yang telah disiapkan 1 hari sebelumnya

dimasukan kedalam erlenmayer. Pengamatan dilakukan setiap 3 jam selama 24

jam, pengamatan dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer. Pengamatan

Uji Inhibition Time Course dilakukan dengan menghitung kepadatan bakteri

(34)

✂ ✄☎ESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

1. ekstrak buah Rhizophora sp. memiliki respon hambat yang lemah dalam

menghambat pertumbuhan bakteri S. iniae, dan melalui uji toksisitas

menunjukkan ekstrak buah Rhizophora sp. bersifat toksik sehingga tidak

dapat digunakan pada uji In vivo.

2. uji Inhibition Time Course selama 24 jam belum menunjukan waktu ekstrak

buah Rhizophora sp. dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. iniae

B. Saran

1. Perlu dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan bahan alami yang

terdapat pada buah Rhizophora sp. sehingga dapat dieksplorasi potensinya

lebih jauh.

2. Perlu dilakukan perbaikan pada proses pengeringan bahan dan metode

ekstraksi, seperti bahan sediaan untuk ekstraksi, dan tingkat kehalusan

sediaan ekstraksi.

3. Perlu penambahan waktu dalam uji Inhibition Time Course ekstrak buah

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Aryanti, 2004. Isolasi Senyawa Antikanker Dari Tanaman Keladi Tikus (Typhonium divaricatum L. Decne). Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol.3(2): 188-190.

Baiano, Justice C.F. and Andrew C. Barnes. 2009. Towards Control Of Streptococcus iniae. Emerging Infectious Diseases. Vol. 15(12): 1891-1896 p.

Bisharat, Naiel, Tatiana Gorlachev and Yoram Keness. 2012. 10-Years Hospital Experience In Pseudomonas stutzeri and Literature Review. The Open Infectious Disease Journal, 6: 21-24 p.

Bromage, E.S, A. Thomas, and L. Owens. 1999. Streptococcus iniae, A Bacterial Infection In Barramundi Lates calcalifer. Disease Of Aquatic Organisms. Vol. 36: 177-181p.

Bryan, Sheri-Ann J. 1999. Starvation Responses of Pseudomonas Stutzeri. Thesis. Seton Hall University.

Buchanan, John T., Kelly M. Colvin, Mike R. Vicknair, Silpa K. Patel, Anjuli M. Timmer, and Victor Nizet. 2008. Strain-Associated Virulence Factors Of Streptococcus iniae In Hybrid-Striped Bass. Veterinary Microbiology 131: 145-153p.

Budyanto, Ponco, dan Joni Kusnadi. 2012. Formulasi Edible Film Antibacterial Active Packaging Dengan Penambahan Ekstrak Antibakteri Daun Jati. Jurnal. Universitas Brawijaya, Malang.

Damayanti, Ema., dan T.B. Supardjana. 2007. Efek Penghambatan Beberapa Fraksi Ekstrak Buah Mengkudu Terhadap Shigella dysenteriae. Prosiding Semnas Teknik Kimia. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto

Gardenia, Lila, Isti Koesharyani, Hambali Supriyadi, dan Tatik Mufidah. 2010. Aplikasi Deteksi Aeromonas hydrophila Penghasil Aerolysin Dengan Menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Jurnal Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Hal: 877-883.

Guasp, Caterina, Edward R.B. Moore, Jorge Lalucat, and Antonio Bennasar.

(36)

40

The Definition of Pseudomonas stutzeri Genomovars and Other

Pseudomonas Species. International Journal of Systematic and Evolutionary

Microbiology. Great Britain. 50: 16291639p.

Hardhianto, Mochammad Dwi, Boedi S. Rahardja, dan Gunanti Mahasri. 2010. Efektivitas Bakteri Pseudomonas Sebagai Pengurai Bahan Organik (Protein Karbohidrat, Lemak) Pada air Limbah Pembenihan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Sistem Sirkulasi Tertutup. Abstrak Tesis.

Herupradoto, B. A, dan Gandul Atik Yuliani. 2010. Karakterisasi Protein Spesifik Aeromonas hydrophila Penyebab Penyakit Ulser Pada Ikan Mas. Jurnal

Veteriner Vol. 11 No. 3: 158162.

Irwanto. 2008. Hutan Mangrove dan Manfaatnya. Ambon.

Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove. Yogyakarta.

Janda, J. Michael and Sharon L. Abbott. 2010. The Genus Aeromonas: Taxonomy, Pathogenicity, and Infection. Clinical Microbiology Review Vol.23 (1): 35-73.

Jayavignesh, V., K. Sendesh Kannan, and Abhijith D. Bath. 2011. Biochemical Characterization and Cytotoxicity of The Aeromonas hydrophila Isolated From Catfish. Archives of Applied Science Research Vol 3 (3): 85-93.

Juliantina, F., Dewa Ayu C.M., Bunga Nirwani, Titis Nurmasitoh, dan Endrawati Tri Bowo. 2009. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Antibakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteraan dan Kesehatan Indonesia.

Juniarti, Delvi Osmeli, dan Yuhernita. 2009. Kandungan Kimia, Uji Toksisitas

(Brine Shrimp Lathalitytest) Dan Antioksidan

(1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl) Dari Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.). Makara Sains Vol.13(1): 50-54.

Locke, J.B., Kelly M. Colvin, Nissi Varki, Mike R. Vicknair, Victor Nizet, and John T. Buchanan. 2007. Streptococcus iniae B-Hemolysin Streptolysin S Is A Virulence Factor In Fish Infection. Disease of Aquatic Organisms. Vol.76: 17-26.

Masibo, M. and He, Q. 2009. In Vitro Antimicrobial Activity and The Major Polyphenol In Leaf Extract of Mangifera indica L. Malaysian Journal of Microbiology. Vol.5(2): 73-80.

(37)

41

Noor, Y.R., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor

Park, Seong Bin, Takashi Aoki, and Tae Sung Jung. 2012. Pathogenesis of and Strategies for Preventing Edwardsiella tarda Infections In Fish. Veterinary Research, 43:67

Pelczar MJ, and Chan ECS. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Hadioetomo RSi Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL. Penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Elements of Microbiology.

Pier GB, Madin SH. 1976. Streptococcus iniae sp. nov., a betahemolytic

streptococcus isolated from an Amazon freshwater Dolphin, Inia

geoffrensis. International Journal of Systematic bacteriology 26 (4): 545-53.

Purnobasuki, Hery. 2004. Potensi Mangrove Sebagai Tanaman Obat. Biota IX (2): 125-126.

Purwaningsih, Uni dan Taukhid. 2010. Vaksin Anti Streptococcus spp. Inaktivasi Melalui Heatkilled Untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis Pada Ikan

Nila (Oreochromis niloticus). Prosiding Forum Inovasi Teknologi

Akuakultur. Hal.: 901-904

Rahayu, I.D. 2008. Produksi Antibiotik Alami Hasil Isolasi Aloe barbadensis

Miller :Penanggulangan Mastitis pada Sapi Perah. Laporan Penelitian

Hibah

Ramachandran, T., Rajendrakumar K., dan Rajendran R., 2004. Antimicrobial

Textilesan Overview. IE (I) Journal. Vol.84: 42-47.

Rinawati. N. D., 2011. Daya Antibakteri Tumbuhan Majapahit (Cresentia cujete L.) Terhadap Bakteri Vibrio Alginolyticus. Tugas Akhir Program Studi Biologi ITS. Surabaya.

Rohaeti, E., Batubara, I., Lieke, A., dan Darusman, LK. 2010. Potensi Ekstrak Rhizophora sp. Sebagai Inhibitor Tirosinase. Prosiding Semnas Sains III. IPB. Bogor.

Sari, D.K. 2008. Penapisan Antibakteri dan Inhibitor Topoisomerase I dari Xylocarpus granatum. Tesis. ITB. Bogor

(38)

42

Soeroyo dan Suyarso. 2000. Kondisi Dan Inventarisasi Hutan Mangrove Di Kawasan Teluk Lampung. Puslitbang Oseanografi. LIPI. Hal. 95-102

Suada, I Ketut. 2012. Keragaman Aktivitas Antifungi Biota Laut Terhadap Fusarium oxysporum f.sp. vanillae Penyebab Busuk Batang Vanili. Jurnal Bumi Lestari, Vol. 12 (1): 66-70.

Sukardjo, Sukristijono. 1984. Ekosistem Mangrove. Oseana. Volume IX (4): 102-115.

Tan, Y.P., Q. Lin, X.H. Wang, S. Joshi, C.L. Hew, and K.Y. Leung. 2002. Comparative Proteomic Analysis of Extracellular Proteins of Edwardsiella tarda. Infections and Immunity Vol.70(11): 6475-6480.

Trianto A. Wibowo, E. Suryono, dan Sapta R. 2004. Ekstrak daun mangrove Aegiceras corbiculatum sebagai antibakteri Vibrio harveyi dan vibrio parahaemolyticus. Ilmu kelautan 9(4):186-189.

Underwood, J.C.E. 2006. Patologi Umum dan Sistematik. Penerjemah: Prof. Dr. Sarjadi, dr., SpPA. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Weinstein, M.R., Margaret Litt, Daniel A. Kertesz, Phyllis Wyper, David Rose, Mark Coulter, Allison McGeer, Richard Facklam, Carola Ostach, Barbara M. Willey, Al Borczyk, and Donald E. Low. 1997. Invasive Infections Due To A Fish Pathogen, Streptococcus iniae. The New England Journal of Medicine Vol.337(9): 589-594.

Gambar

Gambar 1.  Zonasi Mangrove
Gambar 3. Daun (A) bunga (B) dan buah (C) Rhizophora apiculata
Gambar 4. Daun dan bunga (A) serta buah (B) Rhizophora stylosa
Tabel 1. Hasil Uji Zona Hambat Mangrove terhadap Vibrio sp. (Feliatra, 2000)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang berhubungan positif sangat nyata dengan tingkat partisipasi ibu rumah tangga dalam kegiatan kelompok peduli lingkungan adalah pengetahuan IRT, struktur

Berdasarkan hasil uji F dapat diketahui bahwa semua variabel bebas yang terdiri dari pemahaman Wajib Pajak atas mekanisme pembayaran pajak, persepsi terhadap

sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80,  pada usia diatas

• Suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksinya dengan.

Pipa untuk Jaringan Distribusi Utama (JDU) juga sudah tidak sesuai lagi karena dengan pipa yang sekarang terpasang tidak bisa dideteksi dengan peralatan deteksi

Dari hasil tersebut algoritma optimal yang dapat digunakan untuk kompresi citra bitmap adalah AMBTC karena AMBTC memiliki rasio kompresi dan kualitas citra hasil kompresi