• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SSCS PADA PELAJARAN KIMIA SMA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBERIKAN ALASAN DAN MENGEMUKAKAN HIPOTESIS SERTA MEMBUAT ISI DEFINISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SSCS PADA PELAJARAN KIMIA SMA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBERIKAN ALASAN DAN MENGEMUKAKAN HIPOTESIS SERTA MEMBUAT ISI DEFINISI"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga me-rupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wa-hana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2006).

(2)

Pembelajaran kimia dapat dikaitkan dengan kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Namun, yang terjadi selama ini guru jarang menghubung-kan materi kimia dengan kehidupan sehari-hari, akibatnya siswa mengalami ke-sulitan dalam menghubungkan materi kimia dengan apa yang terjadi di lingku-ngan sekitar dan siswa semakin kesulitan dalam memahami materi pembelajaran sehingga penguasaan konsep siswa rendah. Selain itu juga pembelajaran kimia di sekolah masih berpusat pada guru (teacher centered learning).

Kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan bagian materi dalam pelajaran kimia, yang dalam pembelajarannya siswa dapat diajak untuk mengkonstruk pengetahuan secara aktif melalui pemahaman atas pengalaman mereka sendiri. Namun, fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran kimia khususnya pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan cenderung berpusat pada guru (teacher centered learning). Dalam mengajar, kebanyakan guru masih ku-rang memperhatikan kemampuan berpikir siswa dan lebih sering dalam menyam-paikan materi menggunakan metode ceramah. Pada pembelajaran ini, siswa di-tuntut untuk menghafal sejumlah konsep yang diberikan oleh guru tanpa siswa dilibatkan langsung dalam penemuan konsep tersebut. Oleh karena itu, diperlu-kan suatu model pembelajaran yang dapat menarik minat siswa untuk turut ber-peran aktif dalam proses pembelajaran.

(3)

berpikir kritis dan meningkatkan pemahaman terhadap konsep ilmu (Baroto, 2009). Penggunaan model ini dalam pembelajaran di kelas dapat memberikan bantuan kepada guru untuk mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelaja-ran yang berorientasi pada masalah. Model ini terdiri dari 4 tahapan pembelajapembelaja-ran yang akan memudahkan siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis.

Pada tahap search siswa menyelidiki tentang masalah yang ada. Selanjutnya pada tahap solve siswa membuat desain untuk rancangan yang akan digunakan untuk penyelidikan tersebut. Setelah melakukan penyelidikan siswa melakukan analisis dan menginterpretasikan data yang diperolehnya. Siswa selanjutnya menentukan cara yang akan digunakan untuk mengkomunikasikan temuannya, dan tahap ini merupakan tahap create. Tahap terakhir dalam model pembelajaran SSCS adalah tahap share. Pada tahap ini siswa membagi atau memberikan hasil dan evaluasi dari penyelidikan yang dilakukannya.

(4)

Salah satu keterampilan berpikir kritis yang penting untuk dilatihkan diantaranya keterampilan memberikan alasan. Kemampuan untuk memberikan alasan meru-pakan salah satu keterampilan yang penting untuk dilatihkan karena keterampilan tersebut merupakan kemampuan dasar untuk membangun keterampilan berpikir kritis siswa. Disamping itu keterampilan berpikir kritis lainnya yang penting adalah kemampuan untuk menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi khususnya mengemukakan hipotesis. Mengemukakan hipotesis merupakan salah satu keterampilan berpikir kritis yang harus dicapai agar siswa mampu menyim-pulkan apa yang telah siswa peroleh dari permasalahan yang ada. Selain itu ke-mampuan memberikan penjelasan lanjut juga sangat penting dalam mengembang-kan keterampilan berpikir kritis siswa. Salah satunya yaitu membuat isi definisi. Dalam proses pembelajarannya guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang dapat melatih siswa memberikan penjelasan lebih lanjut.

(5)

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka dilakukan penelitan dengan judul ”Efektivitas Model Pembelajaran SSCS pada Pelajaran Kimia SMA dalam Meningkatkan Keterampilan Memberikan Alasan dan Mengemukakan Hipotesis serta Membuat Isi Definisi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas model pembelajaran SSCS pada materi pokok kelaru-tan dan hasil kali kelarukelaru-tan dalam meningkatkan keterampilan memberikan alasan?

2. Bagaimana efektivitas model pembelajaran SSCS pada materi pokok kelaru-tan dan hasil kali kelarukelaru-tan dalam meningkatkan keterampilan mengemuka-kan hipotesis?

3. Bagaimana efektivitas model pembelajaran SSCS pada materi pokok kelaru-tan dan hasil kali kelarukelaru-tan dalam meningkatkan keterampilan membuat isi definisi?

C. Tujuan Penelitian

(6)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa, guru dan sekolah yaitu :

1. Dapat memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada siswa, mem permudah siswa dalam mengkonstruksi konsep pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan, dan meningkatkan keterampilan memberikan alasan, mengemukakan hipotesis, dan membuat isi definisi.

2. Pembelajaran SSCS menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan produktif bagi guru dalam memilih model pembelajaran sebagai upaya meningkatkan keterampilan memberikan alasan, mengemuka-kan hipotesis dan membuat isi definisi.

3. Sumbangan pemikiran dan informasi dalam upaya meningkatkan mutu pem-belajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Berikut beberapa penjelasan mengenai istilah-istilah untuk membatasi rumusan masalah yang akan diteliti, istilah-istilah tersebut adalah :

1. Lokasi penelitian adalah MAN 1 Bandar Lampung.

(7)

3. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pem-belajaran SSCS yang merupakan sebuah model pembelajaran yang berpusat pada siswa. (Pizzini, 1996)

(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadi- nya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa itu. Pem- belajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar. Lebih lanjut lagi Slavin (Nurhadi dan Senduk, 2002) mengemukakan, teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembe-lajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan in-formasi kompleks, mengecek inin-formasi baru dengan aturan-aturan lama dan mere-visinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecah-kan masalah, menemumemecah-kan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori-teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori-teori Bruner.

(9)

(Dahar 1988), dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Anak tidak berinteraksi dengan ling- kungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelom- pok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan ling- kungan fisiknya. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegia-tan mental yang disebut ”skema” atau pola tingkah laku.

Mengkonstruksi pengetahuan menurut Piaget dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif yang terbentuk melalui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses penyempur-naan skema yang telah terbentuk, dan akomodasi adalah proses perubahan skema (Sanjaya, 2011).

Piaget (Dahar, 1988) mengemukakan bahwa asimilasi adalah proses kognitif di- mana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melain- kan perkembangan skemata. Dengan kata lain, asimilasi merupakan salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan ling- kungan baru.

(10)

Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertum-buhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila ter-jadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya (Dahar, 1988).

Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pe-ngetahuan yang bermakna, sedangkan pepe-ngetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengeta-huan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan (Sanjaya, 2011).

Satu prinsip yang penting dalam psikologi pendidikan menurut teori ini adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Menu- rut Nur (Trianto, 2007) siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan mem- beri kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sen- diri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang mem- bawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.

(11)

bukanlah suatu tiruan atau gambaran dari kenyataan (realitas) yang ada. Pengeta-huan adalah ciptaan manusia yang dikontruksikan dari pengalaman yang dialami-nya yang diakibatkan dari suatu kontruksi kognitif kedialami-nyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengeta-huan yang diperlukan untuk pengetapengeta-huan. Para kontruktivis percaya bahwa pe-ngetahuan itu tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru kepada siswa. Me-nurut Lorsbach dan Tobin (Komalasari, 2010), siswa sendirilah yang harus meng-artikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka.

Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali penga-laman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pe-ngalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan in-teraksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan

mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membanding-kan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuan-nya.

3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pemben-tukan pengetahuannya.

Menurut Purnomo (2002), kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi konstruk-tivisme antara lain:

1. Diskusi yang menyediakan kesempatan agar semua peserta didik mau me-ngungkapkan gagasan

2. Pengujian dan penelitian sederhana

(12)

4. Kegiatan praktis lain yang memberi peluang peserta didik untuk memper-tanyakan, memodifikasi dan mempertajam gagasannya

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran secara konstruktivis-me adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa belajar dari konstruktivis- mengala-mi, di mana siswa mencari sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, bukan diberi begitu saja oleh guru. Guru hanya berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah dimana pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan masalah yang di-simulasikan.

B. Model Pembelajaran

SSCS adalah model pembelajaran yang didesain untuk mengembangkan keteram-pilan berpikir kritis dan meningkatkan pemahaman terhadap konsep ilmu (Baroto, 2009). Model pembelajaran SSCS melibatkan siswa dalam menyelidiki sesuatu, membangkitkan minat bertanya serta memecahkan masalah-masalah yang nyata.

Menurut Pizzini dalam Ramson (2010), ada 4 tahapan atau fase yang terdapat dalam model pembelajaran SSCS.

1. Fase Search menyangkut ide-ide lain yang mempermudah dan mengidenti-fikasi serta mengembangkan pertanyaan yang dapat diselidiki (researchable question) atau, masalah dalam sains. Selain proses identifikasi dan mengem-bangkan pertanyaan dan masalah selama fase search, siswa juga mengidenti-fikasi kriteria untuk menetapkan permasalahan dan menyatakan pertanyaan dalam format pertanyaan yang dapat diselidiki. Fase search membantu siswa untuk menghubungkan konsep-konsep yang terkandung dalam permasalahan ke konsep-konsep sains yang relevan. Kemudian masalah diidentifikasi dan diterapkan oleh siswa.

(13)

mengorganisasikan kembali konsep-konsep yang diperoleh dari fase search dan mengidentifikasikan cara untuk menyelesaikan permasalahan dan jawa-ban yang diinginkan. Penerapan konsep-konsep sains dalam fase solve mem-berikan kebermaknaan terhadap konsep sewaktu siswa memperoleh pengala-man untuk menghubungkan antara konsep yang termuat dalam permasalahan, konsep dari permasalahan yang diselesaikan.

3. Fase Create mengharuskan siswa untuk menghasilkan suatu produk yang ter-kait dengan permasalahan, membandingkan data dengan masalah, melakukan generalisasi, jika diperlukan memodifikasi. Siswa menggunakan keterampi-lan seperti mereduksi data menjadi suatu penjelasan tingkat paling sederhana. Fase Create menyebabkan siswa untuk mengevaluasi proses berpikir mereka. Hasil dari fase create adalah pengembangan suatu produk inovatif yang mengkomunikasikan hasil fase search ke fase solve ke siswa lainnya. 4. Prinsip dasar fase Share adalah untuk melibatkan siswa dalam

mengkomuni-kasikan jawaban terhadap permasalahan atau jawaban pertanyaan. Produk yang dihasilkan menjadi fokus dari fase share. Fase share tidak hanya seba-tas mengkomunikasikan ke siswa lainnya. Siswa menyampaikan buah piki-rannya melalui komunikasi dan interaksi, menerima dan memproses umpan balik, yang tercermin pada jawaban permasalahan dan jawaban pertanyaan, menghasilkan kembali pertanyaan untuk diselidiki pada kegiatan lainnya. Bermunculnya pertanyaan terjadi bila yang diterima menciptakan pertanyaan baru atau bila kesalahan dalam perencanaan hasil untuk mengidentivikasi ke-terampilan yang diperlukan.

5.

Keunggulan model SSCS lebih spesifik di jelaskan Pizzini dalam Ramson (2010) sebagai berikut:

a. Bagi guru; (1) Dapat melayani minat siswa yang lebih luas; (2) Dapat meli-batkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran IPA; (3) Me-libatkan semua siswa secara aktif dalam proses pembelajaran; (4) Mening-katkan pemahaman antara sains teknologi dan masyarakat dengan memfokus-kan pada masalah-masalah real dalam kehidupan sehari-hari.

(14)

Model SSCS memberikan sebuah kerangka kerja yang dibuat untuk memperluas keterampilan dalam penggunaan pada konsep ilmu pengetahuan, model ini mem-bantu guru berpikir kreatif untuk menciptakan siswa mampu berpikir secara kritis. Peranan guru pada model SSCS adalah memfasilitasi pengalaman untuk menam-bah pengetahuan siswa. Peranan guru lebih lengkap pada tiap fase dijelaskan oleh Pizzini dalam Ramson (2010) sebagai berikut:

1. Fase Search (mendefinisikan masalah): (a). Menciptakan situasi yang dapat mempermudah munculnya pertanyaan; (b) Menciptakan dan mengarahkan kegiatan; (c) Membantu dalam pengelompokan dan penjelasan permasalahan yang muncul.

2. Fase Solve (mendesain solusi): (a) Menciptakan situasi yang menantang bagi siswa untuk berpikir; (b) Membantu siswa mengaitkan pengalaman yang sedang dikembangkan dengan ide, pendapat atau gagasan siswa tersebut; (c) Memfasilitasi siswa dalam hal memperoleh informasi dan data.

3. Fase Create (Memformulasikan hasil): (a) Mendiskusikan kemungkinan pe-netapan audien dan audiensi; (b) Menyediakan ketentuan dalam analisis data dan tehnik penayangannya; (c) Menyediakan ketentuan dalam menyiapkan presentasi.

4. Fase Share (Mengkomunikasikan hasil): (a) Menciptakan terjadinya interaksi antara kelompok/ diskusi kelas; (b) Membantu mengembangkan metode atau cara-cara dalam mengevaluasi hasil penemuan studi selama persentasi, baik secara lisan maupun tulisan.

C. Keterampilan Berpikir Kritis

(15)

thinking). Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan karena dalam kehidupan di masyarakat, manusia selalu dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan pe-mecahan. Untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu diperlukan data-data agar dapat dibuat keputusan yang logis, dan untuk membuat suatu keputusan yang tepat, diperlukan kemampuan kritis yang baik. Ennis (1985) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir secara beralasan dan reflektif de-ngan menekankan pembuatan keputusan, sebagai apa yang harus dipercaya atau dilakukan.

Pada dasarnya keterampilan berpikir kritis (abilities) Ennis (Costa, 1985) dikem-bangkan menjadi indikator-indikator keterampilan berpikir kritis yang terdiri dari lima kelompok besar yaitu:

1. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification). 2. Membangun keterampilandasar (basic support).

3. Menyimpulkan (interference).

4. Memberikan penjelasan lebih lanjut (advanced clarification). 5. Mengatur strategi dan taktik (strategy and tactics).

Dari masing-masing kelompok keterampilan berpikir kritis di atas, diuraikan lagi menjadi indikator-indikator yang dituliskan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis

Keterampilan

a.Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan

b.Mengidentifikasi atau memformulasikan kriteria jawaban yang mungkin

c.Menjaga pikiran terhadap situasi yang sedang dihadapi Menganalisis argumen:

a. Mengidentifikasi kesimpulan

(16)

Keterampilan

Berpikir Kritis Indikator

e.Mengidentifikasi dan menangani ketidakrelevanan f.Mencari struktur dari sebuah pendapat/argumen g.Meringkas

Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang:

a.Mengapa?

b.Apa yang menjadi alasan utama? c.Apa yang kamu maksud dengan? d.Apa yang menjadi contoh? e.Apa yang bukan contoh?

f.Bagaiamana mengaplikasikan kasus tersebut? g.Apa yang menjadikan perbedaannya? h.Apa faktanya?

i.Apakah ini yang kamu katakan?

j.Apalagi yang akan kamu katakan tentang itu? 2. Membangun

Keterampilan dasar (basic support).

Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak? a.Keahlian

b.Mengurangi konflik interest c.Kesepakatan antar sumber d.Reputasi

e.Menggunakan prosedur yang ada f.Mengetahui resiko

g.Keterampilan memberikan alasan h.Kebiasaan berhati-hati

Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi: a.Mengurangi praduga/menyangka

b.mempersingkat waktu antara observasi dengan laporan c.Laporan dilakukan oleh pengamat sendiri

d.Mencatat hal-hal yang sangat diperlukan e.penguatan

f.Kemungkinan dalam penguatan g.Kondisi akses yang baik

h.Kompeten dalam menggunakan teknologi i.Kepuasan pengamat atas kredibilitas criteria 3.

Menyimpul-kan

(interference).

Mendeduksi dan mempertimbangkan deduksi: a.Kelas logika

b.Mengkondisikan logika

c.Menginterpretasikan pernyataan

Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi: a.Menggeneralisasi

b.Berhipotesis

Membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil pertimbangan: a.Latar belakang fakta

b.Konsekuensi

c.Mengaplikasikan konsep ( prinsip-prinsip, hukum dan asas) d.Mempertimbangkan alternatif

e.Menyeimbangkan, menimbang dan memutuskan 4. Membuat Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi:

Ada 3 dimensi:

(17)

Keterampilan

Berpikir Kritis Indikator

penjelasan lebih lanjut (advanced clarification).

operasional, contoh dan noncontoh b. Strategi definisi

c. Konten (isi)

Mengidentifikasi asumsi a.Alasan yang tidak dinyatakan

b.Asumsi yang diperlukan: rekonstruksi argumen 5. Strategi dan

taktik (strategy and tactics).

Memutuskan suatu tindakan: a.Mendefisikan masalah

b.Memilih kriteria yang mungkin sebagai solusi permasalahan c.Merumuskan alternatif-alternatif untuk solusi

d.Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan e.Merivew

f.Memonitor implementasi Berinteraksi dengan orang lain:

a.Memberi label b.Strategi logis c.Strategi retorik

d.Mempresentasikan suatu posisi, baik lisan atau tulisan

(Costa, 1985)

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada membangun keterampilan dasar dengan indikator yang dikembangkan yaitu memberikan alasan, keterampilan me-nyimpulkan dengan indikator yang dikembangkan yaitu mengemukakan hipotesis dan keterampilan memberikan penjelasan lanjut dengan indikator yang dikem-bangkan yaitu membuat isi definisi.

D. Konsep

(18)

analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.

(19)

Tabel 2. Analisis konsep materi kelarutan dan hasil kali kelarutan

No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

(20)
(21)
(22)

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Ramson (2010) dengan menggunakan metode eksperimen semu dan mengguna-kan randomized control group pretest-posttest design. Hasil penelitian menun-jukkan bahwa penggunaan pembelajaran SSCS pada materi pokok cahaya secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibanding-kan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukdibanding-kan dengan perolehan rata-rata n-gain keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen sebesar 0,54 (54%) dan n-gain pada kelas kontrol sebesar 0,35 (35%).

Junaidi (2010) dengan menggunakan metode eksperimen semu dan metode des-kriptif serta menggunakan randomized control group pretest-posttest design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran SSCS secara signifikan lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan generik sains siswa pada materi listrik dinamis dibandingkan dengan model pembelajaran kon-vensional. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan rata-rata n-gain keterampilan generik sains siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk KGS 1 sebesar 0,90 dan 0,54. Rata-rata n-gain KGS 2 kelas eksperimen dan kelas kontrol 0,44 dan 0,37. Rata-rata n-gain KGS 3 kelas eksperimen dan kelas kontrol 0,64 daan 0,62. Dan rata-rata n-gain KGS 4 kelas eksperimen dan kelas kontrol 0,59 dan 0,46.

(23)

siswa SMA pada materi listrik dinamis. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan rata-rata n-gain keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen sebesar 0,50 (50%) dan n-gain pada kelas kontrol sebesar 0,30 (30%).

Hidayati, Rusdiana, dan Suhandi (2008) dengan menggunakan metode eksperi-men semu dan eksperi-menggunakan randomized control group pretest-posttest design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran generatif meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa SMK pada materi momentum dan implus. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan rata-rata n-gain keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen sebesar 0,61 (50%) dan n-gain pada kelas kontrol sebesar 0,47 (47%).

F. Kerangka Berpikir

Model pembelajaran adalah salah satu faktor yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang menempati peran penting dalam proses pembelajaran. Ke-mampuan guru untuk memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat akan menentukan hasil belajar siswa terhadap konsep yang diberikan dalam pro-ses pembelajaran.

(24)

dan pada tahap ini siswa menetapkan jawaban sementara dari permasalahan yang diberikan, siswa akan dilatih untuk dapat mengemukakan hipotesis. Pada tahap ini siswa juga akan menguji kebenaran dari jawaban sementara yang mereka buat, siswa akan terpacu untuk melakukan eksperimen dalam rangka untuk memecah-kan masalah berdasarmemecah-kan fakta dalam eksperimen tersebut. Dengan eksperimen ini, maka siswa akan dapat memberikan alasan terhadap jawaban yang dibuat. Pada tahap ketiga yakni mengkontruksi jawaban, ketika siswa telah mendapatkan jawaban dari permasalahan yang telah diberikan diharapkan siswa dapat meng-hasilkan suatu produk yang nantinya akan mengkomunikasikan hasilnya dengan yang lain dan memberikan penjelasan sederhana dari data yang didapat untuk me-nyelesaikan masalah. Pada akhirnya, berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, diharapkan model pembelajaran SSCS efektif dalam meningkatkan keteram-pilan mengemukakan hipotesis, memberikan alasan dan membuat isi definisi.

G.Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 semester genap MAN 1 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012 yang menjadi subjek penelitian mempunyai ke-mampuan kognitif yang sama.

2. Tingkat kedalaman dan keluasan materi yang dibelajarkan sama.

(25)

4. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA semester genap MAN 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011-2012 diabaikan.

H.Hipotesis

Sebagai pemandu dalam melakukan analisis maka perlu disusun hipotesis umum dengan perumusan sebagai berikut:

(26)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA MAN 1 Bandar Lampung semester genap tahun ajaran 2011-2012 yang berjumlah 188 siswa yang tersebar kedalam 4 kelas. Dalam penelitian ini diambil dua kelas sebagai sampel.

Sedangkan sampel penelitian diambil melalui teknik purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Syaodih, 2009). Dari penggunaan teknik tersebut diperoleh dua kelas yaitu kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran dengan model SSCS dan kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Hasil pemilihan melalui teknik tersebut diperoleh kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 41 siswa dan kelas XI IPA 3 sebagai kelas kontrol yang berjumlah 41 siswa.

B. Metode dan Desain Penelitian

(27)

(Sugiyono, 2011) yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Tabel 3. Desain penelitian

Pretest Perlakuan Posttest

Kelas eksperimen O1 X O2

Kelas kontrol O1 - O2

Sumber: Sugiyono, 2002

Keterangan:

O1 : Kelas eksperimen dan kontrol diberi pretest X : Perlakuan berupa penerapan pembelajaran SSCS O2 : Kelas eksperimen dan kontrol diberi posttest

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan data hasil tes setelah pembelajaran diterapkan (postest). Data ini bersumber dari seluruh siswa kelas eksperimen dan seluruh siswa kelas kontrol.

D. Variabel Penelitian

Variabel- variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(28)

2. Variabel terikat adalah variabel akibat atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan mem-berikan alasan, mengemukakan hipotesis dan membuat isi definisi.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu.

Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997).

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa silabus, RPP, LKS, soal pretes dan postes yang masing-masing terdiri atas soal keterampilan memberikan alasan, mengemukakan hipotesis dan membuat isi definisi dalam bentuk uraian. Dalam pelaksanaannya, kelas kontrol dan kelas eksperimen diberikan soal yang sama. Soal pretes adalah materi sebelumnya (hidrolisis garam) yang terdiri dari 4 butir soal uraian untuk mengukur ketrampilan berpikir kritis siswa sebelum penera-pan pembelajaran, sedangkan soal postes adalah materi kelarutan dan hasil kali kela-rutan yang terdiri dari 6 butir soal uraian untuk mengukur ketrampilan memberikan alasan, mengemukakan hipotesis dan membuat isi definisi siswa setelah penerapan pembelajaran.

(29)

dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap persiapan, peneliti menyusun silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), LKS dan instrumen tes.

2. Tahap pelaksanaan proses pembelajaran, adapun prosedur pelaksanaan penelitian adalah

a. melakukan pretes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali ke-larutan sesuai dengan pembelajaran yang telah ditetapkan di masing-masing kelas, pembelajaran dengan model SSCS di kelas eksperimen dan pembelaja-ran konvensional di kelas kontrol.

c. melakukan postes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

(30)

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan di bawah ini:

Gambar 1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

analisis konsep-konsep materi kelarutan dan hasil kali kelarutan

kelas eksperimen validasi instrumen

 penyusunan kisi-kisi butir soal pretes dan postes

 butir soal pretes dan postes

penyusunan perangkat pembelajaran SSCS penyusunan perangkat

pembelajaran konvensional

pembelajaran SSCS pretes

postes tabulasi dan analisis

data

kesimpulan kelas kontrol

pembelajaran konvensional

pretes

(31)

G. Hipotesis Kerja

1. Keterampilan memberikan alasan

Rata-rata n-gain keterampilan memberikan alasan siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas yang diterapkan model pembelajaran SSCS lebih tinggi dari rata-rata n-gain keterampilan memberikan alasan siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional.

2. Keterampilan mengemukakan hipotesis

Rata-rata n-gain keterampilan mengemukakan hipotesis siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas yang diterapkan model pembelajaran SSCS lebih tinggi dari rata-rata n-gain keterampilan mengemukakan hipotesis siswa dikelas yang diterapkan pembelajaran konvensional.

3. Keterampilan membuat isi definisi

Rata-rata n-gain keterampilan membuat isi definisi siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas yang diterapkan model pembelajaran SSCS lebih tinggi dari rata-rata n-gain keterampilan membuat isi definisi siswa dikelas yang diterapkan pembelajaran konvensional.

D. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Teknik analis data

(32)

a. Perhitungan Nilai Siswa

Nilai pretest dan postest dirumuskan sebagai berikut:

100

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan menghitung n-gain yang selanjutnya digunakan untuk menguji hipotesis.

b. Perhitungan n-gain

Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran SSCS dalam meningkatkan ke-terampilan memberikan alasan, mengemukakan hipotesis dan membuat isi definisi, maka dilakukan analisis skor nilai gain ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai pretes dan postes dari kedua kelas. Rumus n-gain menurut Hake (1999) adalah sebagai berikut:

n-gain = � �� � − � �� � �

� �� � � − � �� � � ………..……….……..(2)

2. Pengujian hipotesis

a. Uji Normalitas

(33)

Jadi bagaimanapun model populasinya, asal variansnya terhingga maka rata-rata sampel mendekati distribusi normal.

b. Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.

H0 :σ12= σ22 : Data n-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homogen.

H1 : σ12≠ σ22 : Data n-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians

yang tidak homogen.

Sedangkan untuk uji homogenitas kedua varians kelas sampel, digunakan uji kesamaan dua varians, dengan rumusan statistik :

F =

v i n e ev i n e e i ………….………...………...…………..(3)

Kriteria uji :

Pada tingkat kesalahan 5%, tolak � hanya jika F ≥ F 1/2α (υ1,υ2) dan terima H0 jika F < F 1/2α (υ1,υ2).

c. Uji perbedaan dua rata-rata

(34)

yang lebih tinggi antara pembelajaran dengan model SSCS dengan pembelajaran konvensional siswa MAN1 Bandar Lampung.

Langkah-langkah pengujian hipotesis sebagai berikut : 1. Keterampilan memberikan alasan

H0 : μ1x ≤μ 2x : Rata-rata n-gain keterampilan memberikan alasan siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas yang diterapkan model pem-belajaran SSCS lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-gain kete-rampilan memberikan alasan siswa di kelas yang diterapkan pembela-jaran konvensional.

H1

:

μ 1x > μ 2x

:

Rata-rata n-gain keterampilan mengemukakan hipotesis siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas yang diterapkan

model pembelajaran SSCS lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata n-gain keterampilan memberikan alasan siswa di kelas yang

diterap-kan pembelajaran konvensional.

2. Keterampilan mengemukakan hipotesis

H0 : µ1y≤ µ2y : Rata-rata n-gain keterampilan mengemukakan hipotesis siswa pada

materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas yang diterapkan model pembelajaran SSCS lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-gain keterampilan mengemukakan hipotesis siswa di kelas yang di-terapkan pembelajaran konvensional.

(35)

n-gain keterampilan mengemukakan hipotesis siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional.

3. Keterampilan membuat isi definisi

H0 : µ1z≤ µ2z : Rata-rata n-gain keterampilan membuat isi definisi siswa pada materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas yang diterapkan model pem-belajaran SSCS lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-gain kete-rampilan membuat isi definisi siswa di kelas yang diterapkan pembe-lajaran konvensional.

H1

:

μ1z > μ 2z

:

Rata-rata n-gain keterampilan membuat isi definisi siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas yang diterapkan model pem-belajaran SSCS lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata n-gain ke-terampilan membuat isi definisi siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional.

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-gain (x,y,z) pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan siswa pada kelas yang diterapkan model pembelajaran SSCS.

µ2 : Rata-rata n-gain (x,y,z) pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan siswa pada kelas dengan pembelajaran konvensional

x: keterampilan memberikan alasan y : keterampilan mengemukakan hipotesis z : keterampilan membuat isi definisi

(36)

=

�̅̅̅̅− �̅̅̅̅ √�

� +

� �

………....……….(5)

Keterangan:

�̅̅̅ = Rata-rata n-gain keterampilan memberikan alasan, mengemukakan hipotesis dan membuat isi definisi yang diterapkan pembelajaran SSCS.

�̅̅̅ = Rata-rata n-gain keterampilan memberikan alasan, mengemukakan hipotesis dan membuat isi definisi yang diterapkan pembelajaran konvensional.

� = Jumlah siswa pada kelas yang diterapkan SSCS.

� = Jumlah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

� = Simpangan baku n-gain siswa yang diterapkan SSCS.

� = Simpangan baku n-gain siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Pada tingkat kesalahan 5%, tolak � jika � ≥� +�

� +� dan terima � jika �′<

� +�

� +� ……....………....……..…………....…………(6)

dengan :

� = � =

� = � −� , − � = � −� , − (Sudjana, 2005).

(37)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam pene-litian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran dengan model SSCS efektif dalam meningkatkan keterampilan memberikan alasan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

2. Pembelajaran dengan model SSCS efektif dalam meningkatkan keterampilan mengemukakan hipotesis pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. 3. Pembelajaran dengan model SSCS efektif dalam meningkatkan keterampilan

memberikan alasan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Agar pembelajaran SSCS berjalan efektif, hendaknya guru menguasai langkah-langkah pembelajaran, serta sebaiknya guru membagi kelompok siswa dengan memperhatikan kemampuan masing-masing siswa.

(38)
(39)

DAFTAR PUSTAKA

Amri, S. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. PT Prestasi Pustakaraya. Jakarta.

Arifin, M. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Arikunto. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara.

Jakarta.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Kimia SMA/MA. BSNP. Jakarta.

Baroto, G. 2009. Pengaruh Model Pembelajaran PBL dan Model Pembelajaran SSCA Ditinjau dari kreativitas dan Intelegensi Siswa. Tesis. PPs Universitas Sebelas Maret. Tidak diterbitkan.

Costa, A. L. 1985. Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking. Association for Supervision and Curriculum Development. Virginia. Dahar, R.W. 1988. Teori-teori belajar. Erlangga. Jakarta

Ennis, R. H. 1985. Goals for A Critical Thiking Curriculum. Costa, A.L. (Ed). Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandra. Assosiation for Supervisions and Curriculum Development (ASCD). Virginia.

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. SPs-UPI Bandung. (Tidak diterbitkan).

Gallagher, J.J., 2007. Teaching Science for Understanding: A Practical Guide for School Teachers., Pearson Merril Prentice Hall. New Jersey.

Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Hidayati, Dadi R., dan Andi S. 2008. Model Pembelajaran Generatif untuk

(40)

Nurhadi, B.Y. dan Senduk, A.G. 2002. Pembelajran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri Malang. Malang. Nursalam, L., Agus S., dan Andi S. 2007. Pengaruh Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Peningktan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMS pada Materi Listrik Dinamis. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA. Volume 1 No. 3, November 2007.

Pannen, P., Dina M., dan Mestika S. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

Pizzini, E. L. 1996. Implementation Handbook for The SSCS Problem Solving Instructional Model. The University of Iowa. Iowa.

Purba, M. 2007. Kimia 2B Untuk SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta

Purnomo, P. 2002. Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (Diktat). FKIP Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Ramson. 2010. Model Pembelajaran SSCS untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis siswa SMP pada Topik Cahaya. Tesis. SPs-UPI Bandung. (Tidak diterbitkan).

Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.

Syaodih, N. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

(41)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SSCS PADA PELAJARAN KIMIA

SMA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBERIKAN

ALASAN DAN MENGEMUKAKAN HIPOTESIS SERTA MEMBUAT ISI DEFINISI

(Skripsi)

Oleh KHUSUSIYAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(42)

PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan Saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan Saya diatas, maka Saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

Bandar Lampung, 6 November 2012

(43)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SSCS PADA PELAJARAN KIMIA

SMA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBERIKAN

ALASAN DAN MENGEMUKAKAN HIPOTESIS SERTA MEMBUAT ISI DEFINISI

Oleh

KHUSUSIYAH

(44)

alasan, mengemukakan hipotesis dan membuat isi definisi yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran SSCS efektif dalam meningkatkan kete-rampilan memberikan alasan, mengemukakan hipotesis dan membuat isi definisi.

(45)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SSCS PADA PELAJARAN KIMIA

SMA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBERIKAN

ALASAN DAN MENGEMUKAKAN HIPOTESIS SERTA MEMBUAT ISI DEFINISI

Oleh

KHUSUSIYAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(46)

MEMBERIKAN ALASAN DAN

MENGEMUKAKAN HIPOTESIS SERTA MEMBUAT ISI DEFINISI

Mahasiswa : Khususiyah Nomor Pokok Mahasiswa : 0813023034 Program Studi : Pendidikan Kimia Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dra. Chansyanah Diawati, M.Si. Dra. Nina Kadaritna, M. Si

NIP 19660824 199111 2 002 NIP 19600407 198503 2 003

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.

(47)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Chansyanah Diawati, M.Si. ______________

Sekretaris : Dra. Nina Kadaritna, M.Si ______________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Noor Fadiawati, M.Si ______________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

(48)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kalirejo Lampung Tengah, pada tanggal 25 September 1989, anak kesembilan dari duabelas bersaudara buah hati Bapak Suratmin dan Ibu Fatonah.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 1 Kalirejo yang diselesaikan pada tahun 2002. Tahun 2002 diterima di SMP Negeri 1 Kalirejo yang diselesai-kan pada tahun 2005. Tahun 2005 masuk SMA 1 Kalirejo yang diselesaidiselesai-kan tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Lampung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan MIPA Program Studi Pendidikan Kimia melalui jalur SPMB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Kimia Dasar. Pada tahun 2011, penulis mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang terintegrasi dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di SMA

(49)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, dengan rasa syukur ku persembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang telah mengisi hati penulis dengan cinta dan kasih sayang, merekalah orang-orang terkasih:

Teristimewa Bapak dan ibu tercinta;

Sosok mulia yang telah membimbing dan mendidik penulis menemani penulis dengan kelembutan doa, kesabaran dan keikhlasan karena Allah. Terimakasih, atas jerih payah dan kerja keras beliau yang tidak akan terlupakan dan tidak mungkin dapat

terbalaskan. Semoga Allah SWT membalas semua jasa dan pengorbanan beliau.

Kakak-kakak ku, Adik-adik ku, orang terkasih dan para sahabatku Terima kasih atas dukungan, doa dan semangat

yang telah kalian berikan.

(50)

MOTTO

“Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat. Tidak ada

yang menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu

dengan kesiapan”. (Thomas Alfa Edision)

“Selama kita mau berdoa dan berusaha, Allah pasti akan

(51)

iii

SANWACANA

Puji syukur hanyalah untuk-Mu Allah, Rabb semesta alam, yang mencurahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembe-lajaran SSCS Pada Pelajaran Kimia SMA dalam Meningkatkan Keterampilan Memberikan Alasan dan Mengemukakan Hipotesis serta Membuat Isi Definisi” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan dapat

diselesaikan.

Ucapan terima kasih pun tak lupa dihaturkan kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.

3. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia serta Pembahas, terima kasih atas kesediaannya memberi bimbingan dan motivasi serta meminjami segala fasilitas.

4. Ibu Dra. Chansyanah Diawati, M.Si. selaku Pembimbing I serta dosen pembimbing akademik, terima kasih atas kritik dan saran untuk perbaikan skripsi, kesediaannya memberi bimbingan dan motivasi, meminjami segala fasilitas, sudi menjadi tempat berbagi.

(52)

iv 7. Bapak Drs. Husnul Khaitami,selaku Waka Kurikulum MAN 1 Bandar

Lampung, atas izin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.

8. Ibu Dra. Sainu Paria sebagai guru mitra atas waktu yang terluangkan yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.

9. Seluruh staff, guru, siswa dan siswi MAN 1 Bandar Lampung.

10. Teman-temanku di P.Kimia ’08, khususnya, Titin, Febri, Lia, Sulastri, Indah, Dena, Reli, Tohir atas dukungan, doa, dan semangat yang diberikan.

11. Untuk sahabatku Rizki Mitra Amalia dan Rian Sumantri, terima kasih atas dukungan, doa, bantuan serta semangat yang telah diberikan.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 6 November 2012 Penulis,

(53)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 30

2. Diagram rerata perolehan nilai pretes dan postes keterampilan

memberikan alasan di kelas kontrol dan kelas eksperimen. ... 38

3. Diagram rerata perolehan nilai pretes dan postes keterampilan

mengemukakan hipotesis di kelas kontrol dan kelas eksperimen ... 39

4. Diagram rerata perolehan nilai pretes dan postes keterampilan

membuat isi definisi di kelas kontrol dan eksperimen... ... 40

5. Rerata n-gain pada penilaian keterampilan memberikan alasan,

(54)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme... 8

B. Model Pembelajaran ...... 12

C. Keterampilan Berpikir Kritis... 14

D. Konsep... 17

E. Hasil Penelitian Yang Relevan... 22

F. Kerangka Berpikir... 23

G. Anggapan Dasar... 24

H. Hipotesis ... 25

(55)

vi

D. Variabel Penelitian... 27

E. Instrumen Penelitian... 28

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 29

G. Hipotesis Kerja... 31

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 1. Teknik analisis data a. Perhitungan nilai siswa... 32

b. Perhitungan n-gain... 32

2. Pengujian Hipotesis a. Uji normalitas... 32

b. Uji homogenitas dua varians... 33

c. Uji perbedaan dua rata-rata... 33

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 37

B. Pembahasan ... 44

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Silabus Kelas Eksperimen ... 60

2. RPP Kelas Eksperimen... 67

3. Silabus Kelas Kontrol... 102

4. RPP Kelas Kontrol... 107

(56)

vii

7. Rubrik Penilaian Pretes... 158

8. Kisi-kisi Postes... 163

9. Rubrik Penilaian Postes... 167

10.Nilai Keterampilan Memberikan Alasan... 173

11.Nilai Keterampilan Mengemukakan Hipotesis... 175

12.Nilai Keterampilan Membuat Isi Definisi... 177

13.Perhitungan... 179

14.Lembar Penilaian Aspek Afektif Kelas Eksperimen... 186

15.Lembar Penilaian Aspek Psikomotor Kelas Eksperimen... 198

16.Lembar Observasi Kinerja Guru Kelas Eksperimen... 202

(57)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis... .... 15 2. Analisis Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan... ... 19 3. Desain Penelitian ... 27 4. Perolehan rata-rata nilai pretes, nilai postes dan n-gain keterampilan

memberikan alasan di kelas kontrol dan kelas eksperimen ... 37 5. Perolehan rata-rata nilai pretes, nilai postes dan n-gain keterampilan

mengemukakan hipotesis di kelas kontrol dan kelas eksperimen... 37

6. Perolehan rata-rata nilai pretes, nilai postes dan n-gain keterampilan

Gambar

Tabel 1. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis
Tabel 2.  Analisis konsep materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
Tabel 3.  Desain penelitian
Gambar 1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

KONSERVASI FURNITUR BERLANGGAM GOTHIC PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK SANTO YUSUF.

“ Hubungan Antara Pencarian Informasi Komunitas Milanisti Indonesia Sezione Bandung Dengan Pemenuhan Kebutuhan Informasi”.. Dede Mulkan sebagai pembimbing utama dan

operasi pengurangan matriks. 6 mengalikan skalar dengan matriks. Matriks-matriks berukuran berbeda tidak bisa ditambahkan atau dikurangkan. Jika A adalah sembarang matriks dan

This research is about a victim of crime who should die because of wrong execution in John Grisham’ s The Confession novel (2010) the researcher analyzed this

Model DSI-PK, yaitu gambaran proses rancangan sistematis tentang pengembangan pembelajaran baik mengenai proses maupun bahan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan

Eucheuma cottonii di Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru secara optimal dan berkelanjutan 2) Mendapatkan kebijakan dan strategi pengelolaan untuk pengembangan kegiatan budidaya

Bekas dengan Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi Sebagai Alternatif. Bahan Bakar Mesin

High Gain Active Microstrip Antena for 60-GHz.