• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) - RIZKI NUR ELISSA BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) - RIZKI NUR ELISSA BAB II"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Masalah keagenan (agency problems) muncul dalam dua bentuk, yaitu antara perusahaan (principal) dengan pihak manajemen (agent) dan antara pemegang saham dan pemegang obligasi. Tujuan normatif pengambilan keputusan keuangan yang menyatakan bahwa keputusan diambil untuk memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan, hanya benar apabila pengambil keputusan keuangan (agent) memang mengambil keputusan dengan maksud untuk kepentingan para pemilik perusahaan (Husnan dan Pudjiastuti, 2004).

(2)

Oleh karena itu kontrak yang baik antara investor dan manajer adalah kontrak yang mampu menjelaskan apa saja yang harus dilakukan manajer dalam melakukan pengelolaan dana yang diinvestasikan dan pembagian return antara manajer dan investor. Perataan laba muncul ketika semua pihak yang terlibat mempunyai dorongan untuk melakukan kepentingannya sendiri-sendiri sehingga timbul adanya konflik antara prinsipal dan agen.

Manajemen sebagai agen juga mempunyai keinginan untuk meningkatkan kesejahteraannya, sebagai contoh manajemen ingin mendapatkan bonus atas kinerjanya. Masalah yang kemudian timbul dalam teori agensi adalah ketidaklengkapaan informasi yaitu ketika tidak semua keadaan diketahui oleh kedua belah pihak, hal inilah yang disebut dengan asimetri informasi (asymetry information). Terdapat tipe-tipe asimetri informasi, yaitu:

a. Adverse Selection, adalah tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih pelaku transaksi bisnis atau transaksi usaha yang potensial mempunyai informasi lebih atas yang lain. Adverse Selection dapat terjadi karena beberapa orang seperti manajer dan para pihak internal perusahaan lainnya lebih mengetahui kondisi saat ini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor.

(3)

lain. Moral Hazard dpat terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian sehingga principal tidak dapat mengamati seluruh aksi manajer yang mungkin berbeda dengan apa yang diinginkan principal.

2. Teori Akuntansi Positif

Menurut Sulistyanto (2008), ada tiga hipotesis dalam teori akuntansi positif yang digunakan untuk menguji perilaku etis seseorang dalam mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan.

a. Bonus Plan hypothesis

Rencana bonus atau kompensasi manajerial akan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkannya menjadi lebih tinggi. Konsep ini membahas bahwa bonus yang dijanjikan pemilik kepada manajer perusahaan tidak hanya memotivasi manjer untuk bekerja dengan lebih baik tetapi juga memotivasi manager untuk melakukan kecenderungan manajerial. b. Debt (equity) hypothesis

(4)

sesungguhnya memperoleh informasi yang keliru dan membuat keputusan bisnis menjadi keliru pula, akibatnya terjadi kesalahan dalam mengalokasikan sumberdaya.

c. Political cost hypothesis

Perusahaan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat memperkecil atau memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah, seperti undang-undang perpajakan, apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang diperolehnya. Manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban pembayaran tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba sesuai dengan kemauan perusahaan.

3. Laba

Laba adalah selisih total pendapatan dengan total beban yang tidak termasuk komponen dari penghasilan komprehensif lainnya. Tujuan utama dari pelaporan laba adalah memberikan informasi yang berguna bagi mereka yang paling berkepentingan dalam laporan keuangan, tanpa memperhatikan masalah yang muncul tujuan utama yang paling penting dari pelaporan laba untuk pemakai laporan keuangan adalah kebutuhan untuk membedakan antara modal yang diinvestasikan dan laba antara saham dan arus sebagai bagian dari proses deskriptif dari akuntansi. Tujuan tersebut mencakup (Prasetya, 2013):

(5)

b. Penggunaan angka laba historis untuk membantu meramalkan arah masa depan dari perusahaan atau pembagian devidenmasa depan. c. Penggunaan laba sebagai pengukuran pencapaian dan sebagai pedoman

untuk keputusan manajerial masa depan.

Menurut akuntansi yang dimaksud laba akuntansi adalah perbedaan antara revenue yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada periode tertentu dihadapkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut. Menurut Belkaoui definisi tentang laba itu mengandung lima sifat (Harahap, 2001) sebagai berikut:

a. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi yaitu timbulnya hasil dan biaya untuk mendapatkan hasil tersebut.

b. Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodik laba itu, artinya merupakan prestasi perusahaan itu pada periode tertentu.

c. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip revenue yang memerlukan batasan tersendiri tentang apa yang termasuk hasil.

d. Laba akuntansi memerlukan perhitungan terhadap biaya dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan hasil tertentu.

e. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip matching artinya hasil dikurangi biaya yang diterima/dikeluarkan dalam periode yang sama.

4. Perataan Laba (Income Smoothing)

(6)

perusahaan dengan cara menaikan atau menurunkan pendapatan maupun biaya periode berjalan menjadi lebih tinggi atau rendah dari pendapatan maupun biaya sesungguhnya. Laba yang relatif stabil lebih disukai investor karena kestabilan laba dapat mempermudah investor dalam pengambilan suatu keputusan. Dalam mengatur agar laba relatif stabil manajer dapat menggunakan metode akuntansi seperti menentukan harga pokok persediaan, dengan membuat harga pokok penjualan relatif stabil selama beberapa periode sehingga laba yang diperoleh tidak terlalu tinggi dan tidak juga terlalu rendah. Manajer juga dapat menggunakan metode depresiasi aktiva tetap yaitu metode garis lurus dimana dalam mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap relatif sama besarnya dalam beberapa periode. Pola ini biasanya dilakukan perusahaan dengan motivasi bonus bagi manajer dan investor terkait pentingnya informasi sebagai pengambilan keputusan (Prasetya, 2013).

(7)

Menurut Jatiningrum (2000), motivasi dan alasan praktik perataan laba yang dilakukan manajemen merupakan suatu tindakan yang rasional dan logis karena sebagai:

1. Teknik untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya pada tahun berjalan sehingga pajak yang terutang atas perusahaan menjadi kecil. 2. Bentuk peningkatan citra perusahaan dimata investor, karena

mendukung kestabilan penghasilan dan kebijakan dividen sesuai dengan keinginan investor ketika perusahaan mengalami kenaikan atas laba yang diperolehnya.

3. Jembatan penghubung antara manajemen perusahaan dengan karyawannya. Perataan laba menstabilkan adanya fluktuasi laba, sehingga dengan adanya penurunan upah dan manajemen pun dapat terhindar dari adanya tuntutan kenaikan upah yang diminta oleh karyawan ketika perusahaan mengalami penurunan atas laba yang diperolehnya.

5. Profitabilitas

(8)

laba. Profit merupakan hasil kebijakan manajemen, maka kinerja perusahan dapat diukur dengan profit, adapun kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba disebut profitabilitas.

Profitabilitas merupakan ukuran penting yang seringkali dijadikan dasar investor dalam menilai sehat tidaknya perusahaan, yang selanjutnya dapat mempengaruhi keputusan untuk menjual ataumembeli saham suatu perusahaan (Butar dan Sudarsi, 2012). Tingkat profitabilitas yang stabil akan memberikan keyakinan pada investor bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik. Tingkat profitabilitas yang stabil memiliki keuntungan bagi manajemen, yaitu mengamankan posisi atau jabatan dalam perusahaan. Tingkat profitabilitas yang stabil dapat memberikan keyakinan pada investor atas investasi yang dilakukan karena perusahaan dinilai baik dalam menghasilkan laba (Kustono dan Sari, 2012).

6. Risiko Keuangan

Risiko keuangan diproksikan financial leverage menurut Sartono (2001), menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Perusahaaan yang tidak mempunyai leverage berarti menggunakan modal sendiri, penggunaan utang sendiri bagi perusahaan mengandung beberapa dimensi:

(9)

b. Dengan menggunakan utang maka apabila perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya maka pemilik perusahaan keuntungannya akan meningkat,

c. Dengan menggunakan utang maka pemilik memperoleh dana dan tidak kehilangan pengendalian perusahaan.

Financial leverage merupakan perbandingan antara hutang dan aset yang menunjukkan berapa bagian aset yang digunakan untuk menjamin hutang (Butar dan Sudarsi, 2012). Tingginya financial leverage menggambarkan semakin banyak pembiayaan-pembiayaan yang dibiayai oleh utang (Christina, 2012). Hal tersebut merupakan kondisi yang kurang baik bagi investor karena resiko yang dihadapi semakin besar.

(10)

7. Nilai Perusahaan

Merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan oleh para investor dan calon investor. Prayudi dan Rochmawati (2013), nilai perusahaan merupakan pandangan investor terhadap perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham, semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan. Menurut Cahyani (2012), semakin tinggi nilai perusahaan maka perusahaan akan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba, karenadengan melakukan perataan laba, variabilitas laba dan risiko saham dari perusahaan akan semakin menurun. Variabilitas laba yang minim itulah yang berusaha dipertahankan oleh perusahaan agar disukai oleh investor supaya nilai pasar perusahaan tetap tinggi dan perusahaan semakin mudah menarik sumberdaya ke dalam perusahaan.

8. Kepemilikan Institusional

(11)

dalam pasar modal. Apabila institusional merasa tidak puas atas kinerja manajerial, maka mereka akan menjual sahamnya ke pasar.

9. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara antara lain dengan total aktiva, log size, harga pasar saham dan lain-lain. Besar kecilnya perusahaan akan mempengaruhi kemampuan dalam menanggung resiko yang mungkin timbul dari berbagai situasi yang dihadapi perusahaan. Perusahaan besar memiliki resiko yang lebih rendah dari pada perusahaan kecil, hal ini dikarenakan perusahaan besar memiliki kontrol yang lebih baik terhadap kondisi pasar, sehingga mereka mampu menghadapi persaingan ekonomi.

(12)

menjatuhkan nilai suatu perusahaan yang dianggap tidak menyampaikan informasi sesungguhnya yang berdampak pada penilaian kinerja perusahaan (Praseyta dan Rahardjo, 2013).

B. Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul

Penelitian

Variabel Penelitian

Hasil Penelitian 1. Butar dan

Sudarsi (2012)

Pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas,

leverage, dan kepemilikan institusional terhadap perataan laba. Variabel dependen: Perataan laba. Variabel independen: Ukuran perusahaan, profitabilitas,

leverage, dan kepemilikan institusional. Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap perataan laba. Profitabilitas,

leverage, dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap perataan laba.

2. Zuhriya dan Wahidahwati (2015)

Perataan laba dan faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan

manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Variabel dependen: Perataan laba. Vaariabel independen: Profitabilitas, solvabilitas, risiko saham, nilai perusahaan. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh positif terhadap perataan laba.

Return on assets

berpengaruh positif terhadap perataan laba. Financial laverage berpengaruh positif terhadap perataan laba.

net profit margin

ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap perataan laba.

(13)

berpengaruh negatif terhadap perataan laba. 3. Christina

(2012)

Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur di BEI.

Variabel dependen: Perataan laba.

Variabel independen: Ukuran perusahaan, profitabilitas,

financial leverage,

divident payout ratio. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Financial leverage tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

Dividend payout ratio tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba. 4. Santoso dan

Salim (2012)

Pengaruh profitabilitas,

financial leverage, dividen, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, dan kelompok usaha terhadap perataan laba studi kasus pada perusahaan non-finansial yang terdaftar di BEI.

Variabel dependen: Perataan laba.

Variabel independen: Profitabilitas,

financial leverage, dividen, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, kelompok usaha. Variabel profitabilitas dan kelompok usaha tidak berpengaruh terhadap tindakan perataan laba, variabel financial leverage

dan dividen berpengaruh negatif terhadap tindakan perataan laba dan variabel ukuran perusahaan dan kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap tindakan perataan laba.

5. N. Widana

dan Gerianta (2013)

Perataan laba serta faktor-faktor yang mempengaruhi di Bursa Efek Indonesia.

Variabel dependen: Perataan laba. Variabel independen: Ukuran perusahaan, profitabilitas, dividend payout Ukuran perusahaan, dividend payout ratio, serta

financial leverage

(14)

ratio, net profit margin, financial leverage.

tindakan perataan laba pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007-2011. Sedangkan profitabilitas dan

net profit margin

berpengaruh positif signifikan terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2011 6. Aji dan Mita

(2010) Pengaruh profitabilitas, risiko keuangan, nilai perusahaan, dan kepemilikan terhadap praktik perataan laba : studi empiris

(15)

membahayakan perusahaan dalam jangka panjang. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

7. Dewi dan

Sujana (2014)

Pengaruh ukuran perusahaan dan profitabilitas pada praktik perataan laba dengan jenis industri sebagai variabel pemoderasi di Bursa Efek Indonesia. Variabel dependen: Perataan laba. Variabel independen: Ukuran perusahaan, profitabilitas. Variabel moderasi: Jenis industri. Ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sedangkan jenis industri tidak dapat memoderasi ukuran perusahaan dan profitabilitas pada praktik perataan laba. 8. Iskandar dan

Suardana (2016)

Pengaruh ukuran perusahaan, return on asset,dan winner/loser stock terhadap praktik perataan laba. Variabel dependen: Perataan laba. Variabel independen: Ukuran perusahaan,

return on asset,

winner/loser stock.

Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba. ROA berpengaruh terhadap praktik perataan dan winner/loser stock tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

9. Kuswara dan

Triyono (2016)

Pengaruh

profitabilitas, ukuran perusahaan, financial leverage, kepemilikan institusional dan jenis industri terhadap praktik perataan laba.

Variabel dependen: Perataan laba. Variabel independen: Profitabilitas, ukuran perusahaan, , financial leverage,kepemilikan institusional, jenis industri. profitabilitas, ukuran perusahaan,

(16)

10. Pratama (2012) Pengaruh profitabilitas, resiko keuangan, nilai perusahaan, struktur kepemilikan dan

dividend payout ratio

terhadap perataan laba. Variabel dependen: Perataan laba. Variabel independen: Profitabilitas, resiko keuangan, kepemilikan manajerial, kepemilikan publik, dividend payout ratio. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap probabilitas perataan laba. Sedangkan variabel profitabilitas, resiko keuangan, nilai perusahaan, kepemilikan publik dan dividend payout ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap probabilitas perataan laba. Sedangkan pada variabel profitabilitas, resiko keuangan, nilai perusahaan dan dividend payout ratio tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok perusahaan perata dan bukan perata laba.

C. Kerangka Pemikiran

(17)

terjadinya praktik perataan laba. Dalam penelitian ini melakukan pengujian menggunakan variabel independen profitabilitas, risiko keuangan, nilai perusahaan, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan, sedangkan variabel dependen adalah perataan laba.

Menurut Dwiatmini dan Nurkholis (2001), dengan adanya melakukan perataan laba maka perusahaan akan mampu mengendalikan abnormal return yang terjadi ketika laba diumumkan. Jika informasi laba yang diumumkan merupakan good news bagi investor maka harga saham akan meningkat dan memberikan abnormal return yang besar bagi investor sehingga hal tersebut menarik perhatian investor lain untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Tetapi jika informasi laba tersebut merupakan bad news maka harga saham akan turun dan menyebabkan investor melepas atau menarik investasinya dari perusahaan tersebut. Investor menilai kinerja manajemen dan kondisi perusahaan melalui laporan laba rugi. Dengan menampilkan laba yang relatif stabil diharapkan akan meningkatkan persepsi pihak eksternal mengenai kinerja manajemen perusahan tersebut.

(18)

manipulasi atas laporan laba rugi. Contohnya adalah bonus compensation plan yang terkait dengan kinerja manajemen, dengan menampilkan laba yang stabil maka kinerja manajemen akan dinilai baik oleh prinsipal sehingga manajer akan menerima bonus sebagai kompensasinya. Umumnya, manajemen atas laba (earnings management) terjadi jika manajer berkepentingan langsung terhadap angka laba (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001).

Profitabilitas berpengaruh secara positif terhadap praktik perataan laba, semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka manajer cenderung melakukan praktik perataan laba untuk menjaga kestabilan perusahaan dalam suatu pengambilan keputusan. Risiko keuangan berpengaruh secara positif terhadap praktik perataan laba, perusahaan yang memiliki risiko keuangan yang tinggi akan cenderung melakukan perataan laba agar terhindar dari pelanggaran kontrak atas perjanjian utang (Cahyani, 2012). Nilai perusahaan berpengaruh secara positif terhadap praktik perataan laba, karena semakin tinggi nilai perusahaan maka perusahaan akan cenderung untuk melakukan praktek perataan laba, dengan melakukan perataan laba variabilitas laba dan risiko saham dari perusahaan akan semakin menurun. Variabilitas laba yang minim itulah yang berusaha dipertahankan oleh perusahaan agar disukai olehinvestor agar nilai pasar perusahaan tetap tinggi dan perusahaan semakin mudah menarik sumber daya ke dalam perusahaan (Aji dan Miita, 2010).

(19)

owner) sehingga hanya terfokus pada laba sekarang (current earnings). Perubahan pada laba sekarang dapat mempengaruhi keputusan investor institusional. Jika perubahan ini tidak dirasakan menguntungkan oleh investor, maka investor dapat melikuidasi sahamnya. Investor institusional biasanya memiliki saham dengan jumlah yang besar, sehingga jika mereka melikuidasi sahamnya akan mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk menghindari tindakan tersebut maka manajer akan cenderung melakukan tindakan perataan laba (Kuswara dan Triyono, 2016).

(20)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Hubungan Antar Variabel

D. Perumusan Hipotesis

1. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Praktik Perataan Laba

Semakin tinggi profitabilitas maka tingkat kembalian return, semakin besar dan akan meningkatkan kepercayaan pasar sehingga perusahaan mempunyai kecenderungan untuk menjaga konsistensi tingkat labanya dengan melakukan praktik perataan laba (Cahyani, 2012).

Menurut Butar dan Sudarsi (2012), profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba. Hal ini berarti bahwa besar kecilnya profitabilitas tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Semakin besar profitabilitas perusahaan semakin besar kemungkinannya untuk melakukan tindakan perataan laba, namun semakin kecil profitabilitas perusahaan semakin kecil kemungkinannya untuk melakukan tindakan pertaan laba. Kondisi ini dimungkinkan terjadi ketika investor kurang memperhitungkan dengan sungguh-sungguh profitabilitas perusahaan karena pada umumnya investor tersebut belum menggunakan secara Profitabilitas

Risiko Keuangan

Nilai Perusahaan

Ukuran Perusahaan

Praktik Perataan Laba Kepemilikan

Institusional

H1 + H2 + H3+ H4+

(21)

maksimal informasi yang dipraktikkan dalam pengambilan keputusan investasi yang mereka laksanakan. Manajemen juga harus menjaga stabilitas informasi laba sehingga manajemen akan cenderung mengolah informasi laba yang diperoleh.

Menurut N. Widana dan Gerianta (2013) profitabilitas berpengaruh terhadap praktik perataan laba karena investor cenderung memperhatikan return on asset dalam menilai sehat tidaknya perusahaan, disamping itu laba yang digunkana dalam rasio return on asset yaitu laba setelah pajak.

Menurut Cahyani (2012) profitabilitas secara parsial mempunyai pengaruh terhadap perataan laba karena sebagian besar perusahaan sampel melaporkan keuntungan sehingga dapat mempengaruhi pengukuran dan kemungkinan tingkat profitabilitas yang positif pada sampel. Hal ini mengindikasikan profitabilitas mempengaruhi perataan laba, sehingga apabila perusahaan melaporkan laba ataupun rugi ada pengaruhnya terhadap perataan laba. Adanya pengaruh mengindikasikan manajemen berorientasi pada laba, manajemen mempunyai persepsi jika laporan laba merupakan gambaran utama untuk pengukuran kinerja manajemen. Persepsi ini didukung juga dengan sistem reward bagi manajemen puncak yang ditentukan oleh aktivitas laba, profitabilitas akan mempengaruhi keputusan investasi dan pemberian kredit. Dari penjelasan diatas hipotesis yang dapat dirumuskan adalah

(22)

2. Pengaruh Risiko Keuangan Terhadap Praktik Perataan Laba

Semakin tinggi risiko keuangan maka perusahaan akan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba, karena perusahaan berusaha untuk menghindari pelanggaran kontrak perjanjian utang, yaitu perusahaan berusaha untuk menjaga nilai leverage agar tidak berada diatas 1 yaitu dengan menjaga nilai profitabilitas agar tetap stabil (Cahyani, 2012).

Menurut Prayudi dan Rochmawati (2013), risiko keuangan tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba karena risiko keuangan merupakan salah satu hal yang diperhatikan oleh masyarakat khususnya kreditur. Risiko keuangan berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk membiayai atau melunasi kewajiban perusahaan, yaitu perjanjian utang dengan kreditur.

Menurut Kustiani dan Ekawati (2006), perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi mempunyai risiko yang lebih tinggi pula maka laba perusahaan berfluktuasi dan perusahaan cenderung untuk melakukan perataan laba supaya laba perusahaan kelihatan stabil karena investor cenderung mengamati fluktuasi laba pada suatu perusahaan.

Menurut Aji dan Mita (2010), risiko keuangan berpengaruh positif terhadap perataan laba karena agar terhindar dari pelanggaran kontrak atas perjanjian utang. Dari penjelasan diatas hipotesis yang dapat dirumuskan adalah

H2 : Risiko keuangan berpengaruh positif terhadap praktik perataan

(23)

3. Pengaruh Nilai Perusahaan Terhadap Praktik Perataan Laba

Semakin tinggi nilai perusahaan, maka perusahaan akan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba, karena dengan melakukan perataan laba, variabilitas laba dan risiko saham dari perusahaan akan semakin menurun. Variabilitas laba yang minim itulah yang berusaha dipertahankan oleh perusahaan agar disukai oleh investor supaya nilai pasar perusahaan tetap tinggi dan perusahaan semakin mudah menarik sumberdaya ke dalam perusahaan (Aji dan Mita, 2010).

Menurut Prayudi dan Rochmawati (2013), nilai perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba karena manajemen ingin menarik minat calon investor, dimana investor akan selalu melihat nilai perusahaan sebelum berinvestasi.

Menurut Pratama (2012), nilai perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba karena tidak ada perbedaan rata-rata nilai perusahaan antara kelompok perata dan bukan perata serta rendah harga saham menunjukkan rendah pula nilai perusahaannya.

Menurut Cahyani (2012), nilai perusahaan berpengaruh terhadap perataan laba karena perusahaan yang memiliki nilai pasar tinggi akan menjaga konsistensi labanya sehingga cenderung untuk melakukan perataan laba. Dari penjelasan diatas hipotesis yang dapat dirumuskan adalah

H3: Nilai perusahaan berpengaruh positif terhadap praktik perataan

(24)

4. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Praktik Perataan

Laba

Semakin besar kepemilikan saham institusional, maka perusahaan akan melakukan praktik perataan laba karena membuat manajer merasa terikat untuk memenuhi target laba dari investor (Makaryanawati dan Milani, 2008).

Menurut Santoso dan Salim (2012), kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap perataan laba karena hubungannya dengan fungsi monitor, investor institusional diyakini memiliki kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan investor individual karena investor institusional adalah pemilik sementara sehingga hanya berfokus pada laba sekarang, kepemilikan institusional akan membuat manajer merasa terikat untuk memenuhi target laba dari investor sehingga mereka akan cenderung terlibat dalam praktik perataan laba.

(25)

positif terhadap perataan laba, hal ini berarti besar kecilnya kepemilikan institusional berpengaruh terhadap perataan laba.

H4 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap praktik

perataan laba

5. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Praktik Perataan Laba

Semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan mendapat perhatian terkait kinerja perusahaan, perataan laba dilakukan manajer sebagai bentuk manipulasi laba dianggap tidak memberikan informasi yang sesungguhnya terkait kinerja perusahaan sehingga perusahaan besar yang tergolong mendapat perhatian besar akan membatasi manajer dalam melakukan perataan laba karena jika perusahaan besar terbukti melakukan perataan laba maka akan dapat menjatuhkan nilai suatu perusahaan yang dianggap tidak menyampaikan informasi sesungguhnya yang berdampak pada penilaian kinerja perusahaan (Prasetya dan Rahardjo, 2013).

Menurut Butar dan Sudarsi (2012), ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap perataan laba, hal ini berarti besar kecilnya ukuran perusahaan akan mempengaruhi perataan laba. Perusahaan dengan size besar mempunyai insentif yang besar untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena perusahaan yang memiliki aktiva dalam jumlah besar akan lebih diperhatikan oleh publik dan pemerintah.

(26)

laba ditahun berjalan tidak dipengaruhi oleh ukuran perusahaan sebelumnya.

Menurut Santoso dan Salim (2012), ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap perataan laba karena semakin besar ukuran sebuah perusahaan, maka publik cenderung akan menyoroti perusahaan tersebut. Perusahaan yang mendapatkan sorotan dari pemerintah pasti akan terbebani oleh biaya politik terutama dalam hal pemungutan pajak dari pemerintah, dimana biasanya perusahaan enggan membayar pajak yang tinggi.

H5 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap praktik

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Hubungan Antar Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Kami menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian yang akan dilakukan oleh mahasiswa progam studi keperawatan S1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Pada penelitian sebelumnya telah dibahas aplikasi matematika dalam bidang ekonomi khususnya analisis input-output. Aplikasi matematika khususnya dalam menyelesaikan

a) Mengetahui profil pasien geriatri yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan formula MDRD di Rumah Sakit Kabupaten Bantul periode 2009.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada tingkat kecemasan dalam menghadapi Ujian

Puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberkati dan menyertai sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Kemampuan Menggunakan Tanda

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dilihat keadaan yang ada di ruang VIP RSUD Banyumas, yaitu perawat baru dengan keterbatasan kemampuan caring yang

6 Sekiranya perusahaan tidak menguntungkan lagi maka saya akan cepat-cepat keluar 7 Tujuan saya sejalan dengan perusahaan ini 8 Saya tidak peduli dengan tujuan perusahaan 9

Maka, dilakukan penelitian membuat tinta dengan menggunakan limbah organik berupa sabut kelapa dengan memanfaatkan arangnya sebagai pigmen warna hitam pada