i
PENINGKATAN HASIL BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATERI FIQIH
DENGAN METODE
BAHTSUL MASA’IL
PADA SISWA
KELAS VII DI SMP IT AL-ITTIHAD SALAMAN
MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
CHASNA MASRUROH NIM : 114–13–005
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : CHASNA MASRUROH
NIM : 114-13-005
Jurusan : S1-Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini adalah asli
hasil karya atau penelitian saya sendiri dan bukan plagiasi dari karya orang
lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalum penelitian ini dan disebutkan
dalam acuan daftar pustaka.
Demikan pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 11 Maret 2017 M 12 Jumadil Tsani 1438 H Penulis
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar Salatiga, Maret 2017
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada :
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga
هتكاربو الله ةحمرو كميلع ملاسلا
Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan seperlunya, maka skripsi saudara :
Nama : CHASNA MASRUROH
NIM : 114-13-005
Judul : Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Materi Fiqih Dengan Metode Bahtsul Masa‟il Pada Siswa Kelas VII di SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017.
dapat diajukan dalam sidang munaqasyah.
Demikian untuk menjadikan periksa.
هتكاربو الله ةحمرو كميلع ملاسلاو
Pembimbing
iv
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Lingkar Salatiga KM 2 Telp (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: www.tarbiyah.iainsalatiga.ac.id E-mail: tarbiyah@iainsalatiga.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATERI FIQIH DENGAN METODE BAHTSUL MASA’IL PADA
SISWA KELAS VII DI SMP IT AL-ITTIHAD SALAMAN MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017
DISUSUN OLEH CHASNA MASRUROH
114-13-005
Telah dipertahankan di depan Dewan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Kamis tanggal 30 Maret 2017 dan dinyatakan LULUS, sehingga dapat diterima sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Pendidikan.
Susunan Dewan Panitia Penguji
Ketua Penguji Dr. Agus Waluyo, M.Ag.
Sekretaris Penguji Imam Mas Arum, M.Pd.
Penguji I Siti Rukhayati, M.Ag.
Penguji II Dra. Nur Hasanah, M.Pd.
Salatiga, 3 April 2017
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Suwardi, M.Pd
v MOTTO
JANGAN PERNAH BOSAN UNTUK MENEBAR KEBAIKAN SENANTIASA BERKHUSNUDZAN MESKI ITU DENGAN ORANG
YANG TAK SUKA PADA KITA
TERUS MEMBERI MANFAAT KEPADA SESAMA
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini kepada:
Almamaterku Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga
Ayahanda (Alm) Bp. H Bafadlol Mansyur dan Ibunda
Alfin Bafadlol, Yang tidak henti-hentinya selalu
mendo’akan, membimbing dan mendukungku.
Suamiku tercinta Saifuddin dan Anakku Ahmad Rifki
Bihar Isqi
Kakak dan adik –adikku yang selalu menyemangati dan
mendukungku dalm setiap langkah hidupku
vii ABSTRAK
Masruroh, Chasna. (2017). Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Materi Fiqih Dengan Metode Bahtsul Masa’il Pada Siswa Kelas VII di SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.
Kata Kunci : Pendidikan Agama Islam, Fiqih, Metode Bahtsul Masail
Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi Fiqih di kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017 setelah proses pembelajaran dengan menggunakan metode bahtsul masa’il.
Penelitian ini mengacu pada permasalahan pokok, apakah penggunaan metode bahtsul masa’il dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi fiqih di kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017?
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, metode tes/penilaian. Metode observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas dan kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran, metode tes/penilaian digunakan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa dalam mengikuti metode bahtsul masa‟il.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil`alamin, segala puji bagi Allah yang telah
memberikan segala nikmat kepada makhluk yang ada di alam semesta ini.
Berkat qudrat, iradat serta izin-Nyalah penulis bisa menyelesaikan laporan
penelitian yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam
Materi Fiqih Dengan Metode Bahtsul Masa’il Pada Siswa Kelas VII di SMP
IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017.
Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul
anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia
dari gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang.
Banyak pihak yang telah banyak memberikan konstribusi dalam
penyelesaian karya ini. Kami menghaturkan terima kasih yang tulus kepada
mereka semua yang telah berjasa untuk ini semua:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri Salatiga.
2. Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd., selaku Ketua Kajur Pendidikan Agama Islam
yang telah mengizinkan penulis untuk membahas judul skripsi ini.
4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd., selaku pembimbing yang selalu
ix
5. Para staf administrasi yang begitu sabar mengurusi segala macam
kepentingan dalam skripsi ini.
6. Bapak Kyai Faizin selaku Ketua Yayasan At-Thoyyib Salaman Magelang
7. Ibu Siti Khalimatu S., S.Pd. selaku kepala Sekolah SMP IT Al-Ittihad
Salaman Magelang
8. Segenap dewan guru Sekolah SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang.
9. Bapak. Dr (HC). Wahyu Gumelar. MHD, SH yang selalu memberikan
dukungan dan bantuannya dalam skripsi ini.
10.Kepada Ayahhanda H. Bafadlol Mansyur dan Ibunda Alfin Bafadlol serta
keluarga besar saya yang telah mengorbankan segalanya dengan tulus dan
ikhlas dan kebesaran jiwa
11.Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian ini
yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.
Harapan bagi penulis semoga apa yang sudah disuguhkan dapat
bermanfaat bagi semua orang khususnya kami selaku penulis. Walaupun jauh
dari kesempurnaan tapi semoga mendekati kepada kebenaran. Semoga Allah
SWT ridha dengan apa yang kita lakukan. Amin.
Salatiga, 11 Maret 2017 M 12 Jumadil Tsani 1438 H Penulis
x DAFTAR ISI
COVER ... i
SURAT PERNYATAAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iv
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Kegunaan Penelitian ... 6
E. Hipotesis Penelitian ... 7
F. Definisi Operasional ... 8
G. Metode Penelitian ... 9
H. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar ... 14
1. Pengertian Hasil Penelitian ... 14
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 15
B. Pendidikan Agama Islam Materi Fiqih ... 18
1. Pendidikan Agama Islam ... 18
xi
C. Metode Bahstul Masail ... 24
1. Sejarah Metode Penetapan Hukum Dalam Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama ... 24
2. Metode Diskusi Bahstul Masail (Sidang Bahtsul Masail) ... 36
3. Komponen dan Tugas Komponen Dalam Sidang Bahtsul Masail ... 43
D. Penelitian Yang Relevan ... 46
BAB III PAPARAN DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang ... 48
1. Sejarah ... 48
2. Visi dan Misi ... 48
3. Struktur Organisasi ... 49
4. Sarana dan Prasarana ... 50
5. Prestasi Yang Pernah Diraih ... 51
6. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 51
B. Penyajian Data ... 51
1. Subjek Penelitian ... 51
2. Pelaksanaan Penelitian ... 53
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Paparan Siklus ... 62
B. Pembahasan ... 69
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71
B. Saran-saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Foto Hasil Penelitian
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I
Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II
Lampiran 4 Lembar Observasi Siswa
Lampiran 5 Lembar Observasi Pembelajaran
Lampiran 6 Lembar Konsultasi Asli
Lampiran 7 Surat Bukti Observasi
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Model Penelitian Tindakan Kelas
Gambar 2 Struktur Organisasi SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Daftar tenaga guru dan pegawai SMP IT Al-Ittihad Salaman
Magelang
Tabel 2 Data Siswa Kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang
Tabel 3 Daftar nilai hasil belajar kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman
Magelang Pra Siklus
Tabel 4 Frekuensi Hasil Belajar Siswa Pra Siklus
Tabel 5 Daftar nilai hasil belajar kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman
Magelang Siklus I
Tabel 6 Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus I
Tabel 7 Daftar nilai hasil belajar kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman
Magelang Siklus II
Tabel 8 Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus II
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam sebagai salah satu aspek dari ajaran Islam yang
didasarkan pada Al-Qur‟an dan Al-Hadits Nabi Muhammad SAW. Menuntut
ilmu merupakan hal yang paling wajib yang dilakukan manusia untuk
memperluas wawasan sehingga derajat manusia bisa terangkat.
Allah akan meninggikan orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.S. Al-Mujaadilah (58):11)
Pendidikan merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945
dimana tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional, yang
di atur dengan undang-undang. Dalam menyelenggarakan pendidikan di
perguruan pinggi perlu adanya peningkatan mutu yang mengacu pada
kebutuhan lapangan kerja untuk mengantisipasi kebutuhan masyarakat
membangun. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
2
Pendidikan merupakan wahana yang sangat efektif dalam
menerjemahkan pesan-pesan konstitusi dan merupakan sarana yang tepat
dalam membangun watak bangsa (national character building). Kontribusi
pendidikan terhadap pembangunan suatu bangsa adalah sangat besar.
Masyarakat yang cerdas sebagai output pendidikan memberi nuansa
kehidupan yang lebih berkualitas dan secara progresif akan membentuk
kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan suatu potensi bagi
investasi besar dalam perjuangan keluar dari krisis multidimensi dan
tantangan dunia global.
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dari kelas tujuh sampai kelas
sembilan, penulis tertarik pada materi fiqih yang terdapat dalam kelas tujuh
semester satu. Pemilihan kelas dianggap sangat tepat untuk menerapkan
metodebahtsul masa’il. Penggunaan metode ini membuat pelajaran mengenai
konsep ataupun klasifikasi materi menjadi mudah untuk dipahami. Penulis
berpendapat bahwa penerapan metode bahtsul masa’il ini membuat ingatan
siswa tentang suatu materi meningkat dan mempengaruhi hasil belajar siswa
menjadi lebih memuaskan dan mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
Bahtsul masa’il adalah forum diskusi yang berfungsi memecahkan
segenap permasalahan yang ada dimasyarakat atau permasalahan yang telah
diajukan oleh individu atau kelompok masyarakat untuk dicarikan
pemecahannya dari pandangan fiqh. Fiqih adalah suatu ilmu yang mempelajari
3
bagi manusia baik yang bersifat individu baik yang berbentuk masyarakat
sosial (Bakry, 1996: 7).
Pembelajaran fiqih adalah merupakan suatu proses pendidikan yang
bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna serta materi pelajaran
yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari- hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga
santri memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat
diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya. Ide yang paling
mendasar dari model ini adalah siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide
yang mereka peroleh dari materi belajar.
Dalam metode bahtsul masa’il siswa di tuntut untuk mencoba masuk
dalam suatu masalah yang nyata dan ada di sekitar mereka serta mencoba
merasakan dan memecahkan segala permasalahan yang melingkupinya.
Materi Fiqih dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama adalah salah satu
bagian mata pelajaran pendidikan agama Islam yang diarahkan untuk
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan
mengamalkan hukum Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidup.
Pada saat melakukan wawancara dengan guru. Peneliti menemukan
fakta bahwa proses pembelajaran masih dilakukan dengan metode yang klasik
atau biasa. Guru biasanya hanya menggunakan metode ceramah tanpa
4
dikarenakan sumber daya guru dan sarana prasarana sekolah belum memadai
untuk diadakan adanya pengkombinasian metode pembelajaran.
SMP IT Al-Ittihad terletak di Dusun Kembaran RT 1/ RW II Desa
Sidomulyo Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang. Sekolah ini
mempunyai 3 ruang kelas, 3 ruang toeri, 2 asrama siswa, 1 ruang guru, 1
ruang kepala sekolah dan ruang tamu, perpustakaan, serbaguna, tata usaha,
OSIS, UKS, 1 kantin sekolah, 4 kamar kecil, tempat parkir dan lapangan
upacara. Selain itu, terdapat tenaga pengajar 10 guru yaitu 6 guru kelas dan 4
guru mata pelajaran, kepala sekolah, dan penjaga sekolah. Sekolah ini
memiliki KKM 75 untuk semua mata pelajaran kecuali Penjas 77, Pendidikan
Agama Islam 78, IPA dan Matamatika 70.
Siswa kelas VII berjumlah 22 anak, dengan 14 siswa laki-laki dan 8
siswa perempuan. Dari jumlah siswa tersebut kurang dari 50% atau sekitar
45% siswa yang hasil belajar masih dibawah standar KKM. Biasanya guru
hanya menggunakan metode ceramah tanpa menggunakan metode
pembelajaran apapun, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam pemahaman
materi serta hasil pembelajarannya pun belum memuaskan. Hal ini menuntut
profesionalitas seorang guru untuk mendesain suatu pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan efektifitas dan hasil belajar dari proses pembelajaran.
Perubahan diharapkan pada proses pembelajaran sehingga guru sebagai
fasilitator dan siswa aktif belajar.
Pelaksanaan proses pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama
5
variatif dan terorientasi konstruktivitas, yang salah satunya dengan metode
bahtsul masa’il (pembahasan masalah) yaitu pembelajaran dengan diskusi
keagamaan untuk merespon dan memberikan solusi terhadap problematika
aktual yang muncul dalam kehidupan dengan cara siswa dibuat berkelompok
untuk mencari informasi (biasanya tercakup dalam pelajaran) dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada mereka.
Dari latar belakang di atas maka kami penulis ingin mencoba meneliti
dari permasalahan diatas yang kami simpulkan dengan judul “Peningkatan
Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Materi Fiqih Dengan Metode Bahtsul
Masa’il Pada Siswa Kelas VII di SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun
Pelajaran 2016/2017”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka skripsi ini akan mengacu
pada permasalahan pokok yaitu apakah penggunaan metode bahtsul masa’il
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam materi fiqih di kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang
6 C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Objektif
Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam materi Fiqih di kelas VII SMP IT
Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017 setelah proses
pembelajaran dengan menggunakan metode bahtsul masa’il.
2. Tujuan Subjektif
Untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan penulis
dibidang pendidikan agama Islam dan guna memenuhi persyaratan
akademis untuk memperoleh gelar S1 dalam bidang Pendidikan Agama
Islam di Fakultas Tarbiyah Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pembangunan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan agama Islam dan
dapat memperkaya referensi dan literatur kepustakaan dan sebagai acuan
untuk penelitian selanjutnya.
2. Kegunaan Praktis
Membantu mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi
7
pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu
pembelajaran.
Guna mengembangkan penalaran ilmiah dan wacana keilmuan
penulis serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan
ilmu yang diperoleh melalui bangku perkuliahan.
E. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Tindakan
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2011: 64).
Hipotesis tindakan merupakan jawaban sementara berupa tindakan
atau rumusan permasalahan yang ditetapkan dalam perencanaan penelitian
tindakan kelas. Hipotesis penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah
apabila penerapan metode bahtsul masa’il dalam pembelajaran fiqih dapat
berjalan dengan efektif, maka hasil belajar siswa akan meningkat.
2. Indikator Keberhasilan
Indikator hasil belajar Pendidikan Agama Islam materi Fiqih
dengan penerapan metode bahtsul masa’il ini dikatakan efektif apabila ada
indikator yang diharapkan tercapai. Adapun indikator ketuntasan siswa
adalah sebagai berikut:
a. Secara Individu
8 b. Secara Klasikal
Siklus akan berhenti apabila 85% dari total siswa dalam satu
kelas mendapat nilai ≥ 78
F. Definisi Operasional
Penegasan judul ini dimaksud untuk menghindari adanya interprestasi
lain yang dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam memahaminya. Adapun
pengertian istilah judul tersebut adalah sebagai berikut:
1. Prestasi berasal dari bahasa Belanda yang artinya hasil dari usaha. Prestasi
diperoleh dari usaha yang telah dikerjakan. Prestasi dapat dicapai dengan
mengandalkan kemampuan intelektual, emosional, dan spiritual, serta
ketahanan diri dalam menghadapi situasi segala aspek kehidupan
(id.wikipedia.org diakses pada7 November 2016)
2. Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan (Jihad,
2009: 1)
3. Fiqih adalah suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syariat atau
hukum islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia baik yang
bersifat individu baik yang berbentuk masyarakat sosial (Bakry, 1996: 7).
4. Metode secara bahasa (etimologi) istilah metododlogi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu dari kata Metodos yang berarti cara atau jalan, dan Logos
artinya ilmu. Sedangkan secara istilah (sematik) metodologi berarti ilmu
9
untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien (Tayar,
1997: 1).
5. Bahtsul Masa’il adalah forum kajian & penetapan hokum Islam ciri khas
Nahdlatul Ulama‟ dan Pesantren. Secara harfiah, bahtsul masa’il berarti
pembahasan berbagai masalah yang berfungsi sebagai forum resmi untuk
membicarakan al-masa‟il al-diniyah (masalah-masalah keagamaan)
terutama berkaitan dengan al-masa‟il al-fiqhiyah (masalah-masalah fiqih)
(Chaq, 2015: 1).
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
adalah penelitian lapangan (Maslikhah: 2013) dalam hal ini yang menjadi
objek kajian penelitiannya adalah pembelajaran mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam materi fiqih di kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman
Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017 dengan menggunakan metode
bahtsul masa’il sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.
Penelitian tindakan kelas (PTK) ini mengambil bentuk penelitian
kerjasama antara peneliti dengan guru mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang, dalam penelitian
kerjasama ini pihak yang melakukan tindakan adalah guru sedangkan yang
10 2. Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada di siswa kelas VII SMP IT Al-Ittihad
Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017. Subyek ini perlu
ditingkatkan hasil belajarnya karena nilai yang diperoleh pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam materi fiqih belum memuaskan. Untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas ini digunakan media bahtsul
masa’il.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
a. Wawancara
Dengan metode ini dapat diperoleh data tentang sistem
pengajaran dan usaha untuk mengembangkan pembelajaran dengan
sistem bahtsul masa’il untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas
VII SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017,
metode ini ditujukan kepada guru kelas dan subyek penelitian.
b. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang
bersumber pada dokumen. Metode ini digunakan untuk mendapatkan
data tentang nama siswa kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman
11 c. Tes Dengan Diskusi
Metode diskusi merupakan suatu metode pengajaran yang
mana guru memberi suatu persoalan atau masalah kepada siswa dan
para siswa diberi kesempatan secara bersama-sama untuk memecahkan
masalah itu dengan teman-temannya. Dalam diskusi siswa dapat
mengemukakan pendapat, menyangkal pendapat orang lain,
mengajukan usul-usul dan mengajukan saran-saran dalam rangka
pemecahan masalah yang ditinjau dari berbagai segi dan sumber.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data dari data kualitatif hasil penelitian pertama
akan diperoleh hasil yang menjadi evaluasi pelaksanaan pembelajaran dan
digunakan untuk meningkatkan keaktifan pembelajaran selanjutnya,
sehingga dapat dikatakan bahwa teknik analisis yang digunakan yaitu
analisis kualitatif.
Sesuai dengan rancangan penelitian yang digunakan maka analisis
data dilakukan dalam setiap siklusnya berdasarkan hasil observasi yang
tercatat dalam setiap siklusnya.
a. Ketuntasan Individual
Ketuntasan setiap individu dapat diketahui apabila siswa
mancapai skor ≥ 78 pada materi fiqih dapat dilihat dari nilai hasil tes
12 b. Ketuntasan Klasikal
Presentase ketuntasan klasikal adalah ≥ 80% dari jumlah total
siswa dalam satu kelas mendapat nilai ≥ 78. Pengukuran presentase
kompetensi secara klasikal dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
P = Jumlah Siswa Yang Tuntas
Jumlah Sisw a x 100%
5. Model Penelitian
Model penelitian tindakan kelas (PTK) dengan bahan secara garis
besar terdapat empat tahapan yang lazim di lalui, yaitu sebagai berikut:
a. Perencanaan c. Pelaksanaan
b. Pengamatan d. Refleksi
Gambar. 1
13 H. Sistematika Pembahasan
Sebagai gambaran-gambaran umum dalam skripsi ini, penulis akan
paparkan sekilas tentang sistematika penulisan dalam skripsi ini dengan
menggunakan system sebagai berikut :
Bab I : merupakan bab pendahuluan yang menguraikan gambaran singkat
dari penelitian ini, bab I ini terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotesis penelitian,
definisi operasional, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : merupakan bab kajian pustaka yang didalamnya akan diuraikan
mengenai tinjauan umum tentang hasil belajar, metode bahstul
masail, Pendidikan Agama Islam materi Fiqih dan Penelitian yang
Relevan.
Bab III : pada bab ini akan di paparkan mengenai paparan data dan temuan
penelitian dengan menggunakan dua metode yaitu, metode
wawancara dan observasi, yang didalamnya akan dipaparkan
mengenai gambaran umum SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang
dan penyajian data.
Bab IV : pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisis data, meliputi
deskripsi persiklus dan pembahasan.
Bab V : merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan
14 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar berasal dari dua kata yaitu “hasil” dan “belajar”. Hasil
(Product) merupakan suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas
atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional
(Purwanto, 2009:44). Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga
untuk memperoleh suatu tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya, yang menyangkut
kognitif, efektif dan psikomotorik (Djamarah 2011: 141).
Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan
dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa
dan raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang
menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Gerak raga yang
ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan
perubahan (Djamarah 2002: 13).
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai setelah mengalami proses
15
untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang akan menimbulkan tingkah
laku sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Belajar merupakan proses yang menimbulkan terjadinya perubahan
atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecapakan. Jadi berhasil
tidaknya seseorang dalam proses belajar tergantung dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil prestasi
belajar dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu faktor intern dan faktor
ekstern (Slameto, 1995: 54-72).
Faktor ekstern adalah faktor yang mempengaruhi hasil prestasi
belajar yang berasal dari luar diri siswa. Faktor-faktor ekstern itu antara
lain :
a. Latar belakang pendidikan orang tua
Latar belakang pendidikan orang tua paling mempengaruhi
prestasi belajar. Semakin tinggi pendidikan orang tua, maka anak
dituntut harus lebih berprestasi dengan berbagai cara dalam
pengembangan prestasi belajar anak.
b. Status ekonomi sosial orang tua
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar
anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan
pokoknya. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan
pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu.
16
c. Ketersediaan sarana dan prasarana di rumah dan sekolah
Sarana dan prasarana mempunyai arti penting dalam
pendidikan dan sebagai tempat yang strategis bagi berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sekolah harus mempunyai ruang
kelas, ruang guru, perpustakaan, halaman sekolah dan ruang kepala
sekolah. Sedangkan di rumah diperlukan tempat belajar dan bermain,
agar anak dapat berkeasi sesuai apa yang diinginkan. Semua tujuan
untuk memberikan kemudahan pelayanan anak didik
d. Media yang di pakai guru
Media digunakan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan
pendidikan di sekolah tergantung dari baik tidaknya media yang
digunakan dalam pendidikan yang dirancang. Bervariasi potensi yang
tersedia melahirkan media yang baik dalam pendidikan yang berlainan
untuk setiap sekolah.
e. Kompetensi guru
Kompetensi guru adalah cara guru dalam pembelajaran yang
dilakukannya terhadap siswa dengan metode atau program tertentu.
Metode atau program disusun untuk dijalankan demi kemajuan
pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung dari baik
tidaknya program pendidikan yang dirancang. Bervariasi potensi yang
tersedia melahirkan metode pendidikan yang berlainan untuk setiap
17
Faktor Intern adalah faktor yang mempengaruhi hasil pretasi
belajar yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor-faktor intern itu antara
lain :
a. Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya
terhadap kemampuan belajar. Siswa yang kesehatannya baik akan
lebih mudah dalam belajar dibandingkan dengan siswa yang kondisi
kesehatannya kurang baik, sehingga hasil belajarnya juga akan lebih
baik.
b. Kecerdasan / intelegensia
Kecerdasan/intelegensia besar pengaruhnya dalam menentukan
seseorang dalam mencapai keberhasilan. Seseorang yang memiliki
intelegensi yang tinggi akan lebih cepat dalam menghadapi dan
memecahkan masalah, dibandingkan dengan orang yang memiliki
intelegensi rendah. Dengan demikian intelegensi memegang peranan
dalam keberhasilan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Demikian pula dalam prestasi belajar. Siswa yang memiliki tinggi,
prestasi belajarnya juga akan tinggi, sementara siswa yang memiliki
intelegensia rendah maka prestasi yang diperoleh juga akan rendah.
c. Cara belajar
Cara belajar seseorang mempengaruhi pencapaian hasil
18
psikologis dan ilmu kesehatan akan memperoleh hasil yang kurang
memuaskan.
d. Bakat
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Siswa yang
belajar sesuai dengan bakatnya akan lebih berhasil dibandingkan
dengan orang yang belajar di luar bakatnya.
e. Minat
Seorang siswa yang belajar dengan minat yang tinggi maka
hasil yang akan dicapai lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
kurang berminat dalam belajar.
f. Motivasi
Motivasi sebagai faktor intern berfungsi menimbulkan,
mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Dengan adanya motivasi
maka siswa akan memiliki prestasi yang baik, begitu pula sebaliknya.
B. Pendidikan Agama Islam Materi Fiqih 1. Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah suatu usaha sadar
terencana untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, dan
mengamalkan Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau
19
perkembangannya juga dimaksud sebagai rumpun mata pelajaran yang
diajarkan disekolah atau madrasah dan perguruan tinggi (Nazarudin,
2007: 12).
Sehingga dari pemaparan pengertian diatas dapat disimpulan
bahwa PAI merupakan sebuah rumpun mata pelajaran yang diajarkan
disekolah/madrasah dan perguruan tinggi dalam hal ini dari mualai
pendidikan dasar sampai dengan bangku perkuliahan, yang bertujuan
untuk menyiapkan siswa dalam memahami dan mengamalkan ajaran
agama Islam dengan melalui kegiatan belajar mengajar.
b. Dasar Pendidikan Agama Islam
Dasar pendidikan agama Islam secara garis besar ada 3 yaitu
sebagia berikut:
1) Al-Qur‟an
Al Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita
Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju
cahaya yang terang benderang. Al-Qur‟an adalah sumber pertama
bagi hukum-hukum fiqih Islam. Jika menjumpai suatu
permasalahan, maka pertama kali harus kembali kepada Kitab
Allah guna mencari hukumnya.
2) As-Sunnah
Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa
perkataan, perbuatan atau persetujuan. Sunnah adalah sumber
20
permasalahan dalam Al-Qur‟an maka dapat merujuk kepada
Sunnah dan wajib mengamalkannya jika mendapatkan hukum
tersebut. Dengan syarat, benar-benar bersumber dari Nabi SAW
dengan sanad yang sahih. Sunnah berfungsi sebagai penjelas
al-Qur‟an dari apa yang bersifat global dan umum.
3) Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 29 Ayat
(1 dan 2) yang berbunyi: Ayat 1: “Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dan Ayat 2: “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan
kepercayaanya itu”
Selain itu yang menjadi dasar pendidikan agama Islam ialah
Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tenteng sistem Pendidikan
Nasional. Dimana didalamnya bahwa pendidikan keagamaan
bermaksud mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
perannya sebagai pemeluk agama yang benar-benar memadahi.
c. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam pada sekolah umum bertujuan untuk
meningkatkan keimanan, ketaqwaan, pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan siswa terhadap ajaran Islamsehingga menjadi manusia
muslim yeng bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlaq mulia
dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
21 d. Materi Pendidikan Agama Islam
Berdasarkan inti ajaran pokok agama Islam, materi yang
diajarkan dalam Pendidikan Agama Islam ialah aqidah, syariah, dan
akhlak yang kemudian lahirlah inti pokok dari tiga unsur tersebut
antara lain: Ilmu Tauhid/ Keimanan; Ilmu Fiqih; Al-Qur‟an; Al-Hadits;
Akhlak dan Tarikh Islam.
2. Fiqih
Segala tindakan manusia baik berupa ucapan atau perbuatan yang
ada didalam ibadah dan muamalah berupa pidana atau perdata yang terjadi
dalam soal-soal akad atau pengelolaan, dalam syariat islam semua itu
masuk dalam lapangan hukum. Hukum-hukum itu sebagian telah
dijelaskan didalam nash-nash al-qur'an dan sunah. Sedangkan sebagian
yang lain belum dijelaskan. Namun demikian syariat islam telah membuat
dalil dan tanda-tanda bagi hukumtersebut, sehingga mujtahid dengan
media dalil dan tanda-tanda itu mampu melahirkan ketetapan dan
penjelasan tentang hukum yang belum dijelaskan tersebut.
Dari kumpulan hukum-hukum syariat yang berhubungan dengan
segala tindakan manusia baik berupa ucapan atau perbuatan yang diambil
dari nash-nash yang ada atau dari me-istinbath-kan (mengeluarkan hukum
syara‟ dari dalilnya) dalil syariat islam lain bagi kasus yang tidak terdapat
nashnya, terbentuklah ilmu fiqih (Wahab. 1993: 1).
Menurut Abdul Hamid Hakim, fiqih menurut bahasa artinya paham.
22
dengan cara atau jalan ijtihad. Menurut para pengikut imam syafi'i, fiqih
adalah ilmu yang menerangkan segala hukumagama yang berhubungan
dengan perbuatan para mukalllaf yang dikeluarkan (di-istinbath-kan) dari
dalil-dalil yang jelas. Definisi ilmu fiqih secara umum dalah suatu ilmu
yang mempelajari bermacam-macam syariat atau hukum islam dan
berbagai macam aturan hidup bagi manusia baik yang bersifat individu
baik yang berbentuk masyarakat social (Bakry, 1996: 8).
Jadi fiqih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat islam
mengenai perbuatan manusia yang diambil dalil-dalilnya secara rinci
(Wahab. 1993: 2). Dalil-dalil yang dijadikan hukum syar'iyah mengenai
perbuatan manusia ada empat yaitu Al-Qur'an, sunah, ijma', qiyas.
a. Al-Qur‟an
Al Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita
Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju
cahaya yang terang benderang. Al-Qur‟an adalah sumber pertama bagi
hukum-hukum fiqih Islam. Jika menjumpai suatu permasalahan, maka
pertama kali harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari
hukumnya.
b. Sunnah
Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa
perkataan, perbuatan atau persetujuan. Sunnah adalah sumber kedua
setelah al- Qur‟an. Bila tidak mendapatkan hukum dari suatu
23
dan wajib mengamalkannya jika mendapatkan hukum tersebut.
Dengan syarat, benar-benar bersumber dari Nabi SAW dengan sanad
yang sahih. Sunnah berfungsi sebagai penjelas al-Qur‟an dari apa yang
bersifat global dan umum.
c. Ijma‟
Ijma‟ bermakna kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat
Muhammad SAW dari suatu generasi atas suatu hukum syar‟i, dan jika
sudah bersepakat ulama-ulama tersebut, baik pada generasi sahabat
atau sesudahnya, akan suatu hukum syari‟at maka kesepakatan mereka
adalah ijma‟, dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma‟
hukumnya wajib. Dan dalil akan hal tersebut sebagaimana yang
dikabarkan Nabi saw, bahwa tidaklah umat ini akan berkumpul
(bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi kesepakatan
adalah hak (benar).
d. Qiyas
Qiyas yaitu mencocokan perkara yang tidak didapatkan di
dalamnya hukum syar‟i dengan perkara lain yang memiliki nash yang
sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan antara
keduanya. Qiyas meruju‟ apabila tidak mendapatkan nash dalam suatu
hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur‟an, sunnah
maupun ijma‟. Ia merupakan sumber rujukan keempat setelah Al
Qur‟an, as Sunnah dan Ijma‟. Qiyas memiliki empat rukun:
24 2) Masalah yang akan diqiyaskan.
3) Hukum yang terdapat pada dalil.
4) Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan.
(http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/fiqih-islam.html diakses
pada 18 November 2016).
C. Metode Bahtsul Masail
1. Sejarah Metode Penetapan Hukum Dalam Bahtsul Masail NU
Istilah istinbat dalam bahtsul masail tidak banyak digunakan
karena pengertian istinbat mengambil hukum secara langsung dari sumber
aslinya, yaitu al-Qur‟an dan hadis. Akan tetapi, istilah istinbath yang
dikenal dalam bahtsul masail NU adalah penggalian hukum dilakukan
dengan men-tathbiq-kan secara dinamis nash-nash fuqaha. Hal ini
dikarenakan ulama‟-ulama‟ NU meyakini bahwa dirinya tidak memiliki
kemampuan sebagaimana mujtahid pada masa lalu. Sebuah sikap yang arif
dan sangat tawadlu’.
Sejak adanya bahtsul masail sampai NU lahir, belum ada system
yang ditetapkan terkait tentang pengambilan keputusan. Yang berlaku
adalah penyelesaian masalah melalui pencarian terhadap ibarat kitab /
karya ulama‟ empat madzhab yang sudah ada, yang terkadang jawabannya
langsung ditemukan secara jelas dalam teks kitabnya, dan terkadang tidak
ditemukan tetapi dilakukan upaya penyamaan masalah yang ada dengan
25
Walaupun selalu terjadi kesepakatan untuk khilaf. Hal ini dikarenakan,
selain bahtsul masail belum menjadi lembaga otonom dalam NU sampai
tahun 1990, juga pandangan umum bahwa apa yang sudah diputuskan oleh
ulama atau qaul al-faqih dipandang selalu memiliki relevansi dengan
konteks kehidupan masa kini dan harus dipakai tanpa resesve atau krikik.
Qaul ulama yang dikemukakan dalam kitab-kitab rujukan dianggap
sebagai kata final. Boleh jadi pandangan demikian juga berkaitan dengan
hakikat ilmu itu sendiri. Pada masa lampau ilmu dirumuskan sebagai
sesuatu yang diketahui dan diyakini secara tuntas.
Mengenai sistem pengambilan keputusan hukum dalam bahtsul
masa’il di lingkungan Nahdlatul Ulama baru disahkan dalam keputusan
Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama yang diselenggarakan di Bandar
Lampung pada tanggal 16-20 Rajab 1412 H./21-25 Januari 1992 M:
a. Penjelasan Umum
1) Yang dimaksud dengan kitab adalah al-Kutubul mu‟tabarah
(redaksi lain: kutub al-madzahib al-arba'ah), yaitu kitab-kitab
tentang ajaran Islam yang sesuai dengan aqidah Ahlussunnah wal
Jama'ah.
2) Yang dimaksud dengan bermadzhab secara qawli adalah mengikuti
pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup salah satu
26
3) Yang dimaksud dengan bermadzhab secara manhaji adalah
bermadzhab dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan
hukum yang telah disusun oleh imam madzhab empat.
4) Yang dimaksud dengan istinbath jama'iy adalah mengeluarkan
hukum syara' dari dalilnya dengan qawaid ushuliyyah secara
kolektif.
5) Yang dimaksud dengan qawl dalam referensi madzhab Syafi'i
adalah pendapat imam Syafi'i.
6) Yang dimaksud dengan wajah adalah pendapat ulama' madzhab
Syafi'i.
7) Yang diamaksud dengan taqrir jama'iy adalah upaya secara
kolektif untuk menetapkan pilihan terhadap satu diantara beberapa
qaul/wajah dalam madzhab Syafi'i.
8) Yang dimaksud dengan ilhaq (ilhaqul masail bi nazhairiha) adalah
menyamakan hukum suatu kasus/masalah dengan kasus/masalah
serupa yang telah dijawab oleh kitab (menyamakan suatu kasus
dengan pendapat yang sudah jadi) (Chaq, 2015: 2-3).
b. Sistem Pengambilan Keputusan Hukum
1) Kerangka Analisa Masalah
Dalam memecahkan dan merespon masalah, maka bahtsul
masail hendaknya mempergunakan kerangka pembahasan masalah,
27
a) Analisa Masalah (sebab mengapa terjadi kasus) ditinjau dari
berbagai faktor antara : ekonomi, politik, budaya, sosial dan
lainnya.
b) Analisa Dampak (dampak positif dan negativ yang ditimbulkan
oleh suatu kasus yang sedang dicari hukumnya) ditinjau dari
berbagai aspek, antara lain : sosial ekonomi, sosial budaya,
sosial politik dan lainnya.
c) Analisa Hukum (keputusan bahtsul masail tentang suatu kasus
setelah mempertimbangkan latar belakang dan dampaknya
disegala bidang), disamping mempertimbangkan hukum Islam,
keputusan ini juga memperhatikan hukum yuridis formal.
2) Prosedur Penjawaban
Keputusan bahtsul masail dilingkungan NU dibuat dalam
kerangka bermadzhab kepada salah satu madzhab empat yang
disepakati dan mengutamakan bermadzhab secara qawli. Oleh
karena itu prosedur penjawaban masail disusun dalam urutan
sebagai berikut :
a) Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab
dari kutubul madzahib al-arba'ah dan disana terdapat hanya
satu pendapat, maka dipakailah pendapat tersebut.
b) Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan
28
jama'iy untuk memilih salah satu pendapat. Pemilihan itu dapat
dilakukan sebagai berikut :
(1).Dengan mengambil pendapat yang lebih maslahah dan/atau
yang lebih kuat.
(2).Khusus dalam madzhab Syafi'i sesuai dengan keputusan
muktamar I tahun 1926, perbedaan pendapat diselesaikan
dengan cara memilih :
Pendapat yang disepakati oleh al-Syaikhani (al-Nawawi
dan al-Rafi'i)
Pendapat yang dipegangi oleh al-Nawawi.
Pendapat yang dipegangi oleh al-Rafi'i.
Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama'.
Pendapat ulama' yang terpandai.
Pendapat ulama' yang paling wara'.
(3).Untuk madzhab selain Syafi'i berlaku ketentuan-ketentuan
menurut madzhab yang bersangkutan.
c) Dalam kasus tidak ada pendapat yang memberikan
penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilhaqul masail bi
nazhairiha secara jama'iy oleh para ahlinya. Ilhaq dilakukan
dengan memperhatikan mulhaq, mulhaqbih dan wajah ilhaq
oleh mulhiq yang ahli.
d) Dalam kasus tidak mungkin dilakukan ilhaq, maka dilakukan
29
oleh para ahlinya, yaitu dengan mempraktekkan qawa'id
ushuliyyah oleh ahlinya.
Secara garis besar prosedur atau metode penetapan hokum dalam
bahtsul masail NU adalah secara hirarki sebagai berikut:
a. Jika dinilai mencukupi dengan cara menetapkan hokum dengan satu
pendapat yang sama (qaul/wajah) di berbagai kitab empat madzhab,
maka pendapat tersebut digunakan sebagai jawaban.
b. Jika ternyata jawaban masalah sangat beragam dari pendapat ulama‟
(qaul/wajah), maka dilakukan taqrir jama‟i:
1) Sesuai dengan keputusan MUNAS 1992 di atas maka dilakukan
taqrir jama’i untuk memilih satu pendapat yang dinilai lebih
maslahat atau lebih kuat serta dengan pertimbangan klasifikasi
ulama‟ yang sudah di tetapkan di atas.
2) Dalam praktiknya, ulama‟ sering memutuskan dengan sepakat
untuk khilaf. Sepertinya hal ini merupakan interpretasi dari yang
lebih maslahat.
c. Jika tidak ada ibaroh kitab atau pendapat ulama‟ yang menjelaskan /
menjawab secara tekstual tentang permaslahan yang dibahas, maka
dilakukan ilhaq atau ilhaqul masail bi nazhairiha secara jama'iy. Yaitu,
menyamakan hukum suatu masalah yang belum dijawab oleh kitab
dengan masalah serupa yang ada dalam kitab. Sedangkan prosedur
ilhaq adalah dengan memperhatikan unsure (persyaratan berikut),
30
mulhaqalaih (sesuatu yang sudah ada kepastian hukumnya) dan wajh
al-ilhaq (faktor keserupaan antara mulhaq bih dengan mulhaq alaih)
oleh para mulhiq (pelaku ilhaq) yaitu ahli.
d. Jika tidak ada penjelasan tekstual dalam kitab dan tidak mungkin
dilakukan ilhaq, maka dilakukan istinbat jama‟i dengan prosedur
bermadzhab secara manhaji. Menurut KH. Aziz Masyhuri, Proses
istinbath atau manhaj ini adalah setelah tidak dapat dirujukkan kepada
teks suatu kitab mu‟tabar, juga tidak dapat diilhaqkan kepada hukum
suatu masalah yang mirip dan telah terdapat rujukannya dalam suatu
kitab mu‟tabar maka digunakanlah metode istinbath atau manhajy
dengan mendasarkan jawaban mula-mula pada al-Qur‟an, setelah tidak
ditemukan lalu pada hadits dan begitu seterusnya yang akhirnya
sampailah pada jawaban dari qaidah fiqhiyyah “daf‟al-mafasid
muqaddam „ala jalb al-mashalih” (menghindari kerusakan lebih
didahulukan dari pada upaya memperoleh kemaslahatan). Hal
demikian dimungkinkan karena prosedur istinbath hukum bagi metode
manhajy adalah dengan mempraktekkan qawaid ushuliyyah
(kaidah-kaidah ushul al-fiqh) dan qawaid fiqhiyyah (kaidah-kaidah fiqh).
Dalam keputusan MUNAS tahun 1992 tersebut dinilai warga
nahdliyin terdapat progress yang luar biasa terkait metode penetapan
hokum bahtsul masail, yaitu dengan adanya penegasan teoritis dalam hal
metode dan prosedur istinbath hukum,terutama upaya penerapan metode
31
mulanya dalam tataran praktis dan teoritis ulama‟ NU hanya berani
bermadzhab secara qouli. Kesepakatan tentang sistem pengambilan
keputusan bahtsul masail NU tersebut setelah sebelumnya mengalami
diskusi panjang dan tarik ulur yang dilakukan oleh akademisi dan ulama‟
NU.
Munculnya istilah bermazhab secara manhajy dan timbulnya
gagasan untuk mempopulerkannya dapat ditelusuri sejak tahun 1987
ketika intlektual muda NU mengadakan kajian-kajian kritis terhadap kitab
kuning, walaupun akhirnya mendapat tanggapan negatif dan hambatan
dari beberapa ulama senior dengan melarang pelaksanaan diskusi di kantor
PBNU. Namun demikian para intlektual dan ulama‟ muda NU tetap
mengadakan diskusi-diskusi kritis di tempat lain, di antaranya yaitu di
P3M (Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat). Melalui diskusi di
P3M inilah hasil-hasil diskusi tersebut dipublikasikan oleh Jurnal
Pesantren.
Tahun berikutnya (1988) atas dukungan KH. AM. Sahal Mahfudl
(Margoyoso-Kajen-Pati) dan KH. Imron Hamzah
(Ngelom-Sepanjang-Sidoarjo), para intlektual muda NU mengadakan mudzakarah (seminar)
dengan tema “Telaah Kitab Secara Konseptual” di pondok pesantren
Watucongol Muntilan Magelang Pada tanggal 15-17 Desember 1988, yang
menghasilkan pokok-pokok pikiran berikut; memahami teks kitab harus di
barengi dengan konteks sosial historisnya,mengembangkan
32
kitab, memperbanyak muqabalah (komparasi mengenai hal-hal yang
berbeda) dengan kitab-kitab lain, mengingatkan intensitas diskusi
intlektual antara pakar disiplin ilmu terkait dengan materi yang tercantum
dalam kitab klasik, dan menghadapkan kajian teks kitab klasik dengan
wacana aktual dan bahasa yang komunikatif.
KH. AM. Sahal Mahfudl sendiri menyatakan bahwa kaidah-kaidah
pengambilan hukum yang di rumuskan ulama terdahulu masih tetap
relevan hingga kini. Jadi yang perlu di lakukan adalah pengembangan fiqh
melalui kaidah-kaidah tadi,menuju fiqh yang kontekstual.
Kemudian pada pertengahan Oktober 1989 (menjelang Muktamar
XXVIII) di pondok Pesantren Al-Munawir Krapyak di selenggarakan
halaqah (sarasehan) mengenai “Masa Depan NU”yang salah seorang
pembicaranya adalah Ahmad Qodri Abdillah Azizy,mengagas perlunya
redenifisi bermazhab yang kemudian dicetuskan istilah bermazhab fi
al-manhaj (mengikuti metodologi).
Selanjutnya dalam Muktamar XXVIII di Yogyakarta, tanggal
25-28 Nopember 1989, bahtsul masail tetap menjadi topic utama sekalipun
pada saat itu belum menjadi lembaga otonom NU. Sehingga Komisi I
(Bahtsul Masail) merekomendasikan kepada PBNU untuk membentuk
Lajnah Bahtsul Masail Diniyyah sebagai lembaga permanen yang khusus
menangani persoalan keagamaan.
Untuk memperkuat wacana pembentukan lembaga permanen itu,
33
Mamba‟ul Ma‟arif Denanyar Jombang, yang juga merekomendasikan
pembentukan Lajnah Bahtsul Masa`il Diniyah. Harapannya, dapat
mengkonsolidasi ulama dan cendekiawan NU untuk melakukan ijtihad
jama’i. Akhirnya, empat bulan setelah itu, berdasarkan rekomendasi itu
dengan surat keputusannya Nomor: 30/A.I.05/5/1990, PBNU membentuk
Lajnah bahtsul Masail Diniyah. Namun demikian istilah Lajnah masih
menjadi masalah karena dinilai masih mengandung makna kepanitian ad
hoc, bukan organ yang permanen. Karena itulah, setelah Muktamar 2004,
status “lajnah” ditingkatkan menjadi “lembaga”, sehingga bernama
Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama.
Tema selanjutnya yang menjadi topik adalah bermadzhab secara
manhaji yang sejak 1987 telah digulirkan di NU utamanya di LBM NU.
Dan akhirnya, disepakatilah dalam Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama
yang diselenggarakan di Bandar Lampung pada tanggal 16-20 Rajab 1412
H./21-25 Januari 1992 M tentang prosedur pengambilan keputusan hokum
dalam bahtsul masail NU yang didalamnya mencakup prosedur
bermadzhab secara manhaji.
Selanjutnya dalam muktamar NU ke-31 di Donohudan Solo Jawa
Tengah pada 28 November hingga 2 Desember 2004, bahtsul masail NU
melaksanakn tindakan progress dengan menetapkan keputusan hokum
sambil menyertakan ayat al-Qur‟an dan hadits dalam setiap masalah yang
dijawab, di mana hal ini sama sekali tidak pernah ada dalam tradis bahtsul
34
Tahun 2006 pada saat Munas Alim Ulama di Surabaya, para ulama‟
menetapkan kalsifikasi atau pengelompokan secara hirarki tentang
kitab-kitab empat madzhab. Artinya, pada saat itu, ulama‟ NU dalam bahtsul
masail mulai melirik madzhab lain yang sejatinya memang telah disahkan
dalam ADART NU. Sekalipun madzhab selain syafiiyah diperbolehkan
untuk diikuti di kalangan NU sesuai ADART, namun seringkali dalam
bahtsul masail tidak disentuh sama sekali. Namun usaha dalam munas di
Surabaya ini memang akan mengarahkan bahtsul masail pada
muqoronatul madzahib dalam setiap rumusan jawaban bahtsul masail NU
yang akan datang.
Perjalanan bahtsul masail NU sejak 1992 sampai dengan 2006
terlihat sangat progress dengan munculnya istilah bermadzhab secara
manhaji. Dan sejak saat itu format bermadzhab secara manhaji terus
diupayakan dengan cara mencantumkan ayat al-qur‟an, hadits serta upaya
yang mengarah pada muqoranatul madzahib. Bermadzhab secara manhaji
terus menjadi topik utama, bahkan sampai muktamar selanjutnya pada
22-29 Maret 2010 di Asrama Haji Hudiang Makasar. Dan pada akhirnya
bahtsul masail muktamar NU ke 32 di Makasar tersebut memutuskan
sebagai berikut:
a. Pertanyaan dalam Bahtsul Masail Muktamar NU ke-32 Makasar
1) Apakah perlu mencantumkan ayat al-Quran, al-Hadits, dan
35
2) Jika memang diperlukan mencantumkan ayat al-Quran, al-Hadits
dan dalil-dalil syara‟ lainnya, bagaimana formatnya? Apakah
menggunakan urutan sesuai dengan tingkat kekuataannya, yaitu
al-Quran, al-Hadits, dan dalil-dalil syara‟ lainnya kemudian aqwalul
ulama, ataukah aqwalul ulama baru kemudian ayat Quran,
al-Hadits, dan dalil-dalil syara‟ lainnya?
3) Sejauh mana muqaranatul madzahib diperlukan dalam bahtsul
masail NU dengan menggunakan kutub mu‟tamadah yang telah
dirumuskan dalam Munas Alim Ulama NU di Surabaya?
b. Jawaban dalam Bahtsul Masail Muktamar NU ke-32 Makasar
1) Pencantuman ayat al-Quran, al-Hadits, dan dalil-dalil syara‟
lainnya diperlukan dalam setiap jawaban, karena pada hakikatnya
setiap hukum pasti berdasarkan al-Qur‟an, al-Hadits dan dalil-dalil
syara‟ lainnya, dengan ketentuan bahwa ayat al-Qur‟an, al-Hadits
dan dalil-dalil syara‟ lainnya tersebut merupakan bagian dari
pendapat Ulama yang terdapat dalam kutub mu’tamadah. Hal ini
karena Ulama NU menyadari, bahwa yang mampu berijtihad
langsung dari al-Qur‟an, al-Hadits dan dalil-dalil syara‟ lainnya
adalah para mujtahid, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab, di
antaranya Tarsyihul Mustafidin.
2) Aqwalul ulama didahulukan, baru kemudian dilengkapi dengan
ayat al-Qur‟an beserta tafsirnya, al-Hadits beserta syarahnya, dan
36
syara‟ lainnya dalam pandangan Ulama NU tidak dijadikan sebagai
dalil yang mandiri, tetapi meruppakan bagian dari ijtihad ulama.
3) Muqaranatul madzahib dalam madzhab empat diperlukan untuk
memperoleh pendapat yang ansab (lebih sesuai) dengan tetap
berpegang pada prinsip صخرلا عبتت مدع (tidak ada maksud mencari
kemudahan) sejalan dengan AD NU tentang prinsip bermadzhab.
Demikianlah sejarah metode bahtsul masail NU dari awal hingga
sekarang. Terlihat jelas adanya dinamika yang menarik dalam bahtsul
masail NU. Upaya untuk memenuhi reseptifitas masalah yang terjadi di
masyarakt terus diupayakan dengan memunculkan berbagai metode yang
dinamis dan moderat (Chaq, 2015: 3-6).
2. Metode Diskusi Bahstul Masail (Sidang Bahtsul Masail)
Model Sistem bahtsul masail coraknya beragam. Secara garis
besar di kalangan Nahdliyin terdapat tiga macam model bahtsul masail:
a. Bahtsul Masail model pesantren yang lebih menonjolkan semangat
I‟tiradl, yaitu perdebatan argumentatif dengan berlandaskan al-Kutub
al-Mu‟tabaroh. Dalam hal ini, peserta bebas berpendapat,
menyanggah pendapat peserta lain dan juga diberikan kebebasan
mengoreksi rumusan-rumusan yang ditawarkan oleh Tim Perumus.
b. Bahtsul Masail model NU, dalam hal ini lebih menonjolkan porsi
I’tidladl yaitu penampungan aspirasi jawaban sebanyak mungkin.
37
Peserta hanya diberikan hak menyampaikan masukan-masukan
seperlunya.
c. Bahtsul Masail Kontemporer, yaitu bahtsul masail yang dimodifikasi.
Dimana sebagian peserta yang dianggap mampu, di minta menuangkan
rumusan jawaban berikut sumber pengambilan keputusan dalam
bentuk makalah. Bahtsul masail seperti ini kurang diminati oleh
kalangan pesantren, karena kesempatan untuk memberikan tanggapan
dan sanggahan lebih mendalam sangat terbatas.
Metode diskusi dalam bahtsul masail beragam sesuai dengan
model-model bahtsul masail yang ada di atas. Untuk kalangan pesantren
biasanya ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam bahtsul masail:
a. Pembukaan & Mukaddimah
b. Tashowwur Masalah
c. Penyampaian Jawaban (I’tidlodl)
d. Kategorisasi Jawaban
e. Perdebatan Argumentatif (I’tirodl)
f. Pencerahan Refrensi dan/atau perumusan jawaban
g. Tabyyun
h. Perumusan Jawaban
i. Pengesahan
Sekalipun telah dirumuskan beberapa tahapan bahtsul masail
seperti di atas, namun tentunya tahapan-tahapan itu biasanya juga akan
38
atau sangat sulit ditemukan jawabannya. Sebagai upaya standarisasi atau
pedoman dasar, tahapan-tahapan di atas dapat dijadikan pegangan dalam
pelaksanaan bahtsul masail. Berikut adalah penjelasan masing-masing
tahapan tersebut.
a. Pembukaan & Mukaddimah
Dalam sesi ini, moderator harus pandai-pandai mencuri
perhatian musyawirin. Tugas utamanya adalah menggambarkan
permaslahan dengan sedikit mendramatisir atau menjelaskan
pentingnya permaslahan tersebut di bahas di era sekarang.
b. Tashowwur Masalah
Sesi ini adalah sesi tentang penjelasan secara detail masalah
yang dipertanyakan. Yang bertugas adalah sail (penanya) jika ada. Jika
tidak maka menjadi tugas moderator untuk menjelaskan.
Target utama dalam sesi ini mendapatkan pemahaman yang
utuh tentang soal sehingga ada kesatuan pemahaman masalah di antara
para musyawirin, termasuk antara musyawirin dan sail.
Jika memang sangat diperlukan, dapat didatangkan tim ahli.
Semisal masalah yang dibahas adalah masalah operasi cesar. Sangat
dianjurkan untuk mendatangkan dokter ahli serta beberapa pelaku
cesar yang motivasi pelakunya berbeda-beda.
c. Penyampaian Jawaban (I’tidlodl)
Sesi ini adalah sesi penampungan jawaban dan ibaroh. Jika
39
kesempatan untuk menjawab. Hanya saja ditentukan kesamaan
jawaban di antara para musyawirin sehingga moderator bias
mengelompokkan jawaban.
Selain ibaroh harus disetorkan pada tim perumus (muharrir),
moderator setidaknya mencatat poin-poin penting yang terdapat dalam
jawaban dan ibaroh tersampaikan. Oleh sebab itu, moderator haruslah
orang yang faham tentang masalah (fiqh) yang dibahas.
Pada sesi ini, peserta hanya diberi hak untuk menjawab dan
membacakan ibaroh tanpa harus memberikan tanggapan atau
sanggahan.
d. Kategorisasi Jawaban
Setelah ibaroh dan jawaban terkumpul, maka moderator harus
mengkelompokkan jawaban-jawaban yang ada. Lalu menyampaikan
kategorisasi / pengelompokan jawaban yang ada dan disampaikan pada
seluruh musyawirin agar musyawirin tahu tentang perkembangan
jawaban-jawaban yang ada.
Diupayakan, jawaban-jawaban yang ada dikesankan
bertentangan antar dua kelompok atau lebih agar pada sesi selanjutnya
tercipta diskusi / debat argumentative.
e. Perdebatan Argumentatif (I’tirodl)
Sesi ini adalah sesi musyawirin saling menguatkan
40
berbeda/bertentangan. Selain itu, moderator harus berupaya “mengadu”
musyawirin yang ada.
Selanjutnya musywarin diajak untuk saling melemahkan
pendapat kelopmpok lain yang bertentangan. Dalam sesi ini,
musywairin ketika melemahkan pendapat kelompok lain harus disertai
dengan ibaroh yang melemahkan kelompok lain. Sedangkan kelompok
yang dilemahkan diberi waktu untuk menguatkan pendapatnya disertai
dengan penjelasan dan ibaroh lain yang menguatkan, bahkan
kelompok ini dapat langsung melemahkan balik jawaban/ibaroh
musyawirin yang melemahkannya. Begitu seterusnya sampai ada yang
terlihat dominan.
Dalam sesi ini, moderator harus benar-benar faham materi,
bahkan kemungkinan-kemungkinan jawaban pada sesi ini sudah
diprediksi oleh moderator sehingga kemungkinan kecil akan mengarah
pada jawaban yang salah. Yang boleh terjadi adalah mengarah pada
jawaban yang lemah atau yang kuat dan tentunya yang benar menurut
fiqh.
Pada sesi ini musyawirin harus mengeluarkan seluruh
kemampuannya untuk memperkuat jawaban dan ibarohnya serta
melemahkan jawaban / ibaroh yang bertentangan dengannya.
Sebelum sesi ini dianggap jenuh atau berakhir, moderator harus
merumuskan jawaban sementara baik berstruktur jawaban
41
pada musyawirin apakah musywairin setuju dengan kesimpulan
moderator dan apakah musywarin setuju jika perlu pencerahan tim
perumus. Semua keputusan harus berdasarkan musyawarah.
f. Pencerahan Refrensi dan/atau perumusan jawaban
Pada sesi ini, setelah sebelumnya moderator sepakat dengan
musyawirin untuk merumuskan/menyimpulkan jawaban sementara dan
sepakat untuk menyerahkan masalah pada tim perumus, maka
moderator lalu menyerahkan permasalahan pada perumus untuk dua
kemungkinan. Kemungkinan pertama, tim perumus memberikan
penjelasan tentang permaslahan yang sedang sulit untuk diselesaikan.
Kemungkinan kedua, perumus menyetujui rumusan / menyarankan
untuk merubah rumusan jawaban.
Pada sesi ini perumus memberikan kritik terhadap ibarot-ibarot
dan jawaban serta poin-poin yang telah di bahas dan memberikan
masukan-masukan tentang masalah yang dibahas. Selanjutnya
perumus memberikan jalan tengah jika terjadi perselisihan pendapat.
Atau perumus memberikan usulan rumusan baru yang didasarkan pada
ibarot-ibarot dan pendapat musyawirin. Untuk selanjutnya diserahkan
pada moderator agar disetujui atau dilakukan pembahasan lanjutan.
g. Tabyyun
Pada sesi ini, moderator menerima hasil tim perumus dan
sampaikan pada musyawirin untuk ditindaklanjuti dalam bentuk
42
menyanggah dengan santun rumusan tim perumus sehingga
melanjutkan diskusi dengan musyawirin / tim perumus.
Sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat antara musyawirin
dengan tim perumus. Maka perlu ditindaklanjuti oleh tim perumus
untuk meluruskan jawaban. Bahkan moderator juga harus pandai
mengambil keputusan jalan tengah jika terjadi perbedaan pendapat
antara musyawirin dengan tim perumus. Pada praktik umumnya, tim
perumus lebih dimenangkan daripada musyawirin, tentunya dengan
melihat dan mendengar hasil diskusi antara musyawirin dengan tim
perumus.
Jika memang benar-benar terjadi perbedaan pendapat antara
tim perumus dengan musyawirin, maka moderator harus segera
memutuskan dengan memberikan jalan tengah atau usulan. Bahkan
usulan yang terburuk adalah mauquf. Jika sudah diusulkan dan kedua
belah pihak telah sepakat, maka dirumuskan redaksi jawaban sekalipun
mauquf.
h. Perumusan Jawaban dan Mauquf
Jika sudah terjadi kesepakatan musyawirin atas masukan tim
perumus. Maka moderator mempertegas rumusan agar disetujui oleh
tim perumus. Artinya, rumusan jawaban dan keputusan apapun harus