• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATERI FIQIH DENGAN METODE BAHTSUL MASA’IL PADA SISWA KELAS VII DI SMP IT AL-ITTIHAD SALAMAN MAGELANG TAHUN PELAJARAN 20162017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATERI FIQIH DENGAN METODE BAHTSUL MASA’IL PADA SISWA KELAS VII DI SMP IT AL-ITTIHAD SALAMAN MAGELANG TAHUN PELAJARAN 20162017"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN HASIL BELAJAR

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATERI FIQIH

DENGAN METODE

BAHTSUL MASA’IL

PADA SISWA

KELAS VII DI SMP IT AL-ITTIHAD SALAMAN

MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

CHASNA MASRUROH NIM : 114–13–005

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : CHASNA MASRUROH

NIM : 114-13-005

Jurusan : S1-Pendidikan Agama Islam

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini adalah asli

hasil karya atau penelitian saya sendiri dan bukan plagiasi dari karya orang

lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalum penelitian ini dan disebutkan

dalam acuan daftar pustaka.

Demikan pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Salatiga, 11 Maret 2017 M 12 Jumadil Tsani 1438 H Penulis

(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar Salatiga, Maret 2017

Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada :

Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga

هتكاربو الله ةحمرو كميلع ملاسلا

Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan seperlunya, maka skripsi saudara :

Nama : CHASNA MASRUROH

NIM : 114-13-005

Judul : Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Materi Fiqih Dengan Metode Bahtsul Masa‟il Pada Siswa Kelas VII di SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017.

dapat diajukan dalam sidang munaqasyah.

Demikian untuk menjadikan periksa.

هتكاربو الله ةحمرو كميلع ملاسلاو

Pembimbing

(4)

iv

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

Jl. Lingkar Salatiga KM 2 Telp (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: www.tarbiyah.iainsalatiga.ac.id E-mail: tarbiyah@iainsalatiga.ac.id

PENGESAHAN SKRIPSI

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATERI FIQIH DENGAN METODE BAHTSUL MASA’IL PADA

SISWA KELAS VII DI SMP IT AL-ITTIHAD SALAMAN MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017

DISUSUN OLEH CHASNA MASRUROH

114-13-005

Telah dipertahankan di depan Dewan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Kamis tanggal 30 Maret 2017 dan dinyatakan LULUS, sehingga dapat diterima sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Pendidikan.

Susunan Dewan Panitia Penguji

Ketua Penguji Dr. Agus Waluyo, M.Ag.

Sekretaris Penguji Imam Mas Arum, M.Pd.

Penguji I Siti Rukhayati, M.Ag.

Penguji II Dra. Nur Hasanah, M.Pd.

Salatiga, 3 April 2017

Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Suwardi, M.Pd

(5)

v MOTTO

JANGAN PERNAH BOSAN UNTUK MENEBAR KEBAIKAN SENANTIASA BERKHUSNUDZAN MESKI ITU DENGAN ORANG

YANG TAK SUKA PADA KITA

TERUS MEMBERI MANFAAT KEPADA SESAMA

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Almamaterku Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga

Ayahanda (Alm) Bp. H Bafadlol Mansyur dan Ibunda

Alfin Bafadlol, Yang tidak henti-hentinya selalu

mendo’akan, membimbing dan mendukungku.

Suamiku tercinta Saifuddin dan Anakku Ahmad Rifki

Bihar Isqi

Kakak dan adik –adikku yang selalu menyemangati dan

mendukungku dalm setiap langkah hidupku

(7)

vii ABSTRAK

Masruroh, Chasna. (2017). Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Materi Fiqih Dengan Metode Bahtsul Masa’il Pada Siswa Kelas VII di SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.

Kata Kunci : Pendidikan Agama Islam, Fiqih, Metode Bahtsul Masail

Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi Fiqih di kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017 setelah proses pembelajaran dengan menggunakan metode bahtsul masa’il.

Penelitian ini mengacu pada permasalahan pokok, apakah penggunaan metode bahtsul masa’il dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi fiqih di kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017?

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, metode tes/penilaian. Metode observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas dan kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran, metode tes/penilaian digunakan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa dalam mengikuti metode bahtsul masa‟il.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil`alamin, segala puji bagi Allah yang telah

memberikan segala nikmat kepada makhluk yang ada di alam semesta ini.

Berkat qudrat, iradat serta izin-Nyalah penulis bisa menyelesaikan laporan

penelitian yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam

Materi Fiqih Dengan Metode Bahtsul Masa’il Pada Siswa Kelas VII di SMP

IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017.

Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul

anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia

dari gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang.

Banyak pihak yang telah banyak memberikan konstribusi dalam

penyelesaian karya ini. Kami menghaturkan terima kasih yang tulus kepada

mereka semua yang telah berjasa untuk ini semua:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam

Negeri Salatiga.

2. Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd., selaku Ketua Kajur Pendidikan Agama Islam

yang telah mengizinkan penulis untuk membahas judul skripsi ini.

4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd., selaku pembimbing yang selalu

(9)

ix

5. Para staf administrasi yang begitu sabar mengurusi segala macam

kepentingan dalam skripsi ini.

6. Bapak Kyai Faizin selaku Ketua Yayasan At-Thoyyib Salaman Magelang

7. Ibu Siti Khalimatu S., S.Pd. selaku kepala Sekolah SMP IT Al-Ittihad

Salaman Magelang

8. Segenap dewan guru Sekolah SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang.

9. Bapak. Dr (HC). Wahyu Gumelar. MHD, SH yang selalu memberikan

dukungan dan bantuannya dalam skripsi ini.

10.Kepada Ayahhanda H. Bafadlol Mansyur dan Ibunda Alfin Bafadlol serta

keluarga besar saya yang telah mengorbankan segalanya dengan tulus dan

ikhlas dan kebesaran jiwa

11.Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian ini

yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.

Harapan bagi penulis semoga apa yang sudah disuguhkan dapat

bermanfaat bagi semua orang khususnya kami selaku penulis. Walaupun jauh

dari kesempurnaan tapi semoga mendekati kepada kebenaran. Semoga Allah

SWT ridha dengan apa yang kita lakukan. Amin.

Salatiga, 11 Maret 2017 M 12 Jumadil Tsani 1438 H Penulis

(10)

x DAFTAR ISI

COVER ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

E. Hipotesis Penelitian ... 7

F. Definisi Operasional ... 8

G. Metode Penelitian ... 9

H. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar ... 14

1. Pengertian Hasil Penelitian ... 14

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 15

B. Pendidikan Agama Islam Materi Fiqih ... 18

1. Pendidikan Agama Islam ... 18

(11)

xi

C. Metode Bahstul Masail ... 24

1. Sejarah Metode Penetapan Hukum Dalam Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama ... 24

2. Metode Diskusi Bahstul Masail (Sidang Bahtsul Masail) ... 36

3. Komponen dan Tugas Komponen Dalam Sidang Bahtsul Masail ... 43

D. Penelitian Yang Relevan ... 46

BAB III PAPARAN DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang ... 48

1. Sejarah ... 48

2. Visi dan Misi ... 48

3. Struktur Organisasi ... 49

4. Sarana dan Prasarana ... 50

5. Prestasi Yang Pernah Diraih ... 51

6. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 51

B. Penyajian Data ... 51

1. Subjek Penelitian ... 51

2. Pelaksanaan Penelitian ... 53

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Paparan Siklus ... 62

B. Pembahasan ... 69

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71

B. Saran-saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Foto Hasil Penelitian

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II

Lampiran 4 Lembar Observasi Siswa

Lampiran 5 Lembar Observasi Pembelajaran

Lampiran 6 Lembar Konsultasi Asli

Lampiran 7 Surat Bukti Observasi

Lampiran 8 Surat Izin Penelitian

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Model Penelitian Tindakan Kelas

Gambar 2 Struktur Organisasi SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daftar tenaga guru dan pegawai SMP IT Al-Ittihad Salaman

Magelang

Tabel 2 Data Siswa Kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang

Tabel 3 Daftar nilai hasil belajar kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman

Magelang Pra Siklus

Tabel 4 Frekuensi Hasil Belajar Siswa Pra Siklus

Tabel 5 Daftar nilai hasil belajar kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman

Magelang Siklus I

Tabel 6 Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus I

Tabel 7 Daftar nilai hasil belajar kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman

Magelang Siklus II

Tabel 8 Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus II

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam sebagai salah satu aspek dari ajaran Islam yang

didasarkan pada Al-Qur‟an dan Al-Hadits Nabi Muhammad SAW. Menuntut

ilmu merupakan hal yang paling wajib yang dilakukan manusia untuk

memperluas wawasan sehingga derajat manusia bisa terangkat.

Allah akan meninggikan orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.S. Al-Mujaadilah (58):11)

Pendidikan merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945

dimana tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan pemerintah

mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional, yang

di atur dengan undang-undang. Dalam menyelenggarakan pendidikan di

perguruan pinggi perlu adanya peningkatan mutu yang mengacu pada

kebutuhan lapangan kerja untuk mengantisipasi kebutuhan masyarakat

membangun. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah

menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

(16)

2

Pendidikan merupakan wahana yang sangat efektif dalam

menerjemahkan pesan-pesan konstitusi dan merupakan sarana yang tepat

dalam membangun watak bangsa (national character building). Kontribusi

pendidikan terhadap pembangunan suatu bangsa adalah sangat besar.

Masyarakat yang cerdas sebagai output pendidikan memberi nuansa

kehidupan yang lebih berkualitas dan secara progresif akan membentuk

kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan suatu potensi bagi

investasi besar dalam perjuangan keluar dari krisis multidimensi dan

tantangan dunia global.

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dari kelas tujuh sampai kelas

sembilan, penulis tertarik pada materi fiqih yang terdapat dalam kelas tujuh

semester satu. Pemilihan kelas dianggap sangat tepat untuk menerapkan

metodebahtsul masa’il. Penggunaan metode ini membuat pelajaran mengenai

konsep ataupun klasifikasi materi menjadi mudah untuk dipahami. Penulis

berpendapat bahwa penerapan metode bahtsul masa’il ini membuat ingatan

siswa tentang suatu materi meningkat dan mempengaruhi hasil belajar siswa

menjadi lebih memuaskan dan mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

Bahtsul masa’il adalah forum diskusi yang berfungsi memecahkan

segenap permasalahan yang ada dimasyarakat atau permasalahan yang telah

diajukan oleh individu atau kelompok masyarakat untuk dicarikan

pemecahannya dari pandangan fiqh. Fiqih adalah suatu ilmu yang mempelajari

(17)

3

bagi manusia baik yang bersifat individu baik yang berbentuk masyarakat

sosial (Bakry, 1996: 7).

Pembelajaran fiqih adalah merupakan suatu proses pendidikan yang

bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna serta materi pelajaran

yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks

kehidupan mereka sehari- hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga

santri memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat

diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya. Ide yang paling

mendasar dari model ini adalah siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah,

menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide

yang mereka peroleh dari materi belajar.

Dalam metode bahtsul masa’il siswa di tuntut untuk mencoba masuk

dalam suatu masalah yang nyata dan ada di sekitar mereka serta mencoba

merasakan dan memecahkan segala permasalahan yang melingkupinya.

Materi Fiqih dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama adalah salah satu

bagian mata pelajaran pendidikan agama Islam yang diarahkan untuk

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan

mengamalkan hukum Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidup.

Pada saat melakukan wawancara dengan guru. Peneliti menemukan

fakta bahwa proses pembelajaran masih dilakukan dengan metode yang klasik

atau biasa. Guru biasanya hanya menggunakan metode ceramah tanpa

(18)

4

dikarenakan sumber daya guru dan sarana prasarana sekolah belum memadai

untuk diadakan adanya pengkombinasian metode pembelajaran.

SMP IT Al-Ittihad terletak di Dusun Kembaran RT 1/ RW II Desa

Sidomulyo Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang. Sekolah ini

mempunyai 3 ruang kelas, 3 ruang toeri, 2 asrama siswa, 1 ruang guru, 1

ruang kepala sekolah dan ruang tamu, perpustakaan, serbaguna, tata usaha,

OSIS, UKS, 1 kantin sekolah, 4 kamar kecil, tempat parkir dan lapangan

upacara. Selain itu, terdapat tenaga pengajar 10 guru yaitu 6 guru kelas dan 4

guru mata pelajaran, kepala sekolah, dan penjaga sekolah. Sekolah ini

memiliki KKM 75 untuk semua mata pelajaran kecuali Penjas 77, Pendidikan

Agama Islam 78, IPA dan Matamatika 70.

Siswa kelas VII berjumlah 22 anak, dengan 14 siswa laki-laki dan 8

siswa perempuan. Dari jumlah siswa tersebut kurang dari 50% atau sekitar

45% siswa yang hasil belajar masih dibawah standar KKM. Biasanya guru

hanya menggunakan metode ceramah tanpa menggunakan metode

pembelajaran apapun, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam pemahaman

materi serta hasil pembelajarannya pun belum memuaskan. Hal ini menuntut

profesionalitas seorang guru untuk mendesain suatu pembelajaran sehingga

dapat meningkatkan efektifitas dan hasil belajar dari proses pembelajaran.

Perubahan diharapkan pada proses pembelajaran sehingga guru sebagai

fasilitator dan siswa aktif belajar.

Pelaksanaan proses pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama

(19)

5

variatif dan terorientasi konstruktivitas, yang salah satunya dengan metode

bahtsul masa’il (pembahasan masalah) yaitu pembelajaran dengan diskusi

keagamaan untuk merespon dan memberikan solusi terhadap problematika

aktual yang muncul dalam kehidupan dengan cara siswa dibuat berkelompok

untuk mencari informasi (biasanya tercakup dalam pelajaran) dengan

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada mereka.

Dari latar belakang di atas maka kami penulis ingin mencoba meneliti

dari permasalahan diatas yang kami simpulkan dengan judul “Peningkatan

Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Materi Fiqih Dengan Metode Bahtsul

Masa’il Pada Siswa Kelas VII di SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun

Pelajaran 2016/2017”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka skripsi ini akan mengacu

pada permasalahan pokok yaitu apakah penggunaan metode bahtsul masa’il

dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan

Agama Islam materi fiqih di kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang

(20)

6 C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Objektif

Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran Pendidikan Agama Islam materi Fiqih di kelas VII SMP IT

Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017 setelah proses

pembelajaran dengan menggunakan metode bahtsul masa’il.

2. Tujuan Subjektif

Untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan penulis

dibidang pendidikan agama Islam dan guna memenuhi persyaratan

akademis untuk memperoleh gelar S1 dalam bidang Pendidikan Agama

Islam di Fakultas Tarbiyah Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri

Salatiga.

D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pembangunan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan agama Islam dan

dapat memperkaya referensi dan literatur kepustakaan dan sebagai acuan

untuk penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan Praktis

Membantu mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi

(21)

7

pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu

pembelajaran.

Guna mengembangkan penalaran ilmiah dan wacana keilmuan

penulis serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan

ilmu yang diperoleh melalui bangku perkuliahan.

E. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Tindakan

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan

dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2011: 64).

Hipotesis tindakan merupakan jawaban sementara berupa tindakan

atau rumusan permasalahan yang ditetapkan dalam perencanaan penelitian

tindakan kelas. Hipotesis penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah

apabila penerapan metode bahtsul masa’il dalam pembelajaran fiqih dapat

berjalan dengan efektif, maka hasil belajar siswa akan meningkat.

2. Indikator Keberhasilan

Indikator hasil belajar Pendidikan Agama Islam materi Fiqih

dengan penerapan metode bahtsul masa’il ini dikatakan efektif apabila ada

indikator yang diharapkan tercapai. Adapun indikator ketuntasan siswa

adalah sebagai berikut:

a. Secara Individu

(22)

8 b. Secara Klasikal

Siklus akan berhenti apabila 85% dari total siswa dalam satu

kelas mendapat nilai ≥ 78

F. Definisi Operasional

Penegasan judul ini dimaksud untuk menghindari adanya interprestasi

lain yang dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam memahaminya. Adapun

pengertian istilah judul tersebut adalah sebagai berikut:

1. Prestasi berasal dari bahasa Belanda yang artinya hasil dari usaha. Prestasi

diperoleh dari usaha yang telah dikerjakan. Prestasi dapat dicapai dengan

mengandalkan kemampuan intelektual, emosional, dan spiritual, serta

ketahanan diri dalam menghadapi situasi segala aspek kehidupan

(id.wikipedia.org diakses pada7 November 2016)

2. Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat

fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan (Jihad,

2009: 1)

3. Fiqih adalah suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syariat atau

hukum islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia baik yang

bersifat individu baik yang berbentuk masyarakat sosial (Bakry, 1996: 7).

4. Metode secara bahasa (etimologi) istilah metododlogi berasal dari bahasa

Yunani, yaitu dari kata Metodos yang berarti cara atau jalan, dan Logos

artinya ilmu. Sedangkan secara istilah (sematik) metodologi berarti ilmu

(23)

9

untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien (Tayar,

1997: 1).

5. Bahtsul Masa’il adalah forum kajian & penetapan hokum Islam ciri khas

Nahdlatul Ulama‟ dan Pesantren. Secara harfiah, bahtsul masa’il berarti

pembahasan berbagai masalah yang berfungsi sebagai forum resmi untuk

membicarakan al-masa‟il al-diniyah (masalah-masalah keagamaan)

terutama berkaitan dengan al-masa‟il al-fiqhiyah (masalah-masalah fiqih)

(Chaq, 2015: 1).

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini

adalah penelitian lapangan (Maslikhah: 2013) dalam hal ini yang menjadi

objek kajian penelitiannya adalah pembelajaran mata pelajaran Pendidikan

Agama Islam materi fiqih di kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman

Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017 dengan menggunakan metode

bahtsul masa’il sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.

Penelitian tindakan kelas (PTK) ini mengambil bentuk penelitian

kerjasama antara peneliti dengan guru mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam di SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang, dalam penelitian

kerjasama ini pihak yang melakukan tindakan adalah guru sedangkan yang

(24)

10 2. Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada di siswa kelas VII SMP IT Al-Ittihad

Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017. Subyek ini perlu

ditingkatkan hasil belajarnya karena nilai yang diperoleh pada mata

pelajaran Pendidikan Agama Islam materi fiqih belum memuaskan. Untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas ini digunakan media bahtsul

masa’il.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

a. Wawancara

Dengan metode ini dapat diperoleh data tentang sistem

pengajaran dan usaha untuk mengembangkan pembelajaran dengan

sistem bahtsul masa’il untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas

VII SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017,

metode ini ditujukan kepada guru kelas dan subyek penelitian.

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang

bersumber pada dokumen. Metode ini digunakan untuk mendapatkan

data tentang nama siswa kelas VII SMP IT Al-Ittihad Salaman

(25)

11 c. Tes Dengan Diskusi

Metode diskusi merupakan suatu metode pengajaran yang

mana guru memberi suatu persoalan atau masalah kepada siswa dan

para siswa diberi kesempatan secara bersama-sama untuk memecahkan

masalah itu dengan teman-temannya. Dalam diskusi siswa dapat

mengemukakan pendapat, menyangkal pendapat orang lain,

mengajukan usul-usul dan mengajukan saran-saran dalam rangka

pemecahan masalah yang ditinjau dari berbagai segi dan sumber.

4. Metode Analisis Data

Metode analisis data dari data kualitatif hasil penelitian pertama

akan diperoleh hasil yang menjadi evaluasi pelaksanaan pembelajaran dan

digunakan untuk meningkatkan keaktifan pembelajaran selanjutnya,

sehingga dapat dikatakan bahwa teknik analisis yang digunakan yaitu

analisis kualitatif.

Sesuai dengan rancangan penelitian yang digunakan maka analisis

data dilakukan dalam setiap siklusnya berdasarkan hasil observasi yang

tercatat dalam setiap siklusnya.

a. Ketuntasan Individual

Ketuntasan setiap individu dapat diketahui apabila siswa

mancapai skor ≥ 78 pada materi fiqih dapat dilihat dari nilai hasil tes

(26)

12 b. Ketuntasan Klasikal

Presentase ketuntasan klasikal adalah ≥ 80% dari jumlah total

siswa dalam satu kelas mendapat nilai ≥ 78. Pengukuran presentase

kompetensi secara klasikal dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

P = Jumlah Siswa Yang Tuntas

Jumlah Sisw a x 100%

5. Model Penelitian

Model penelitian tindakan kelas (PTK) dengan bahan secara garis

besar terdapat empat tahapan yang lazim di lalui, yaitu sebagai berikut:

a. Perencanaan c. Pelaksanaan

b. Pengamatan d. Refleksi

Gambar. 1

(27)

13 H. Sistematika Pembahasan

Sebagai gambaran-gambaran umum dalam skripsi ini, penulis akan

paparkan sekilas tentang sistematika penulisan dalam skripsi ini dengan

menggunakan system sebagai berikut :

Bab I : merupakan bab pendahuluan yang menguraikan gambaran singkat

dari penelitian ini, bab I ini terdiri dari latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotesis penelitian,

definisi operasional, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : merupakan bab kajian pustaka yang didalamnya akan diuraikan

mengenai tinjauan umum tentang hasil belajar, metode bahstul

masail, Pendidikan Agama Islam materi Fiqih dan Penelitian yang

Relevan.

Bab III : pada bab ini akan di paparkan mengenai paparan data dan temuan

penelitian dengan menggunakan dua metode yaitu, metode

wawancara dan observasi, yang didalamnya akan dipaparkan

mengenai gambaran umum SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang

dan penyajian data.

Bab IV : pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisis data, meliputi

deskripsi persiklus dan pembahasan.

Bab V : merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan

(28)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar berasal dari dua kata yaitu “hasil” dan “belajar”. Hasil

(Product) merupakan suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas

atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional

(Purwanto, 2009:44). Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga

untuk memperoleh suatu tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman

individu dalam interaksi dengan lingkungannya, yang menyangkut

kognitif, efektif dan psikomotorik (Djamarah 2011: 141).

Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan

dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa

dan raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang

menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Gerak raga yang

ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan

perubahan (Djamarah 2002: 13).

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai setelah mengalami proses

(29)

15

untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang akan menimbulkan tingkah

laku sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Belajar merupakan proses yang menimbulkan terjadinya perubahan

atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecapakan. Jadi berhasil

tidaknya seseorang dalam proses belajar tergantung dari faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil prestasi

belajar dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu faktor intern dan faktor

ekstern (Slameto, 1995: 54-72).

Faktor ekstern adalah faktor yang mempengaruhi hasil prestasi

belajar yang berasal dari luar diri siswa. Faktor-faktor ekstern itu antara

lain :

a. Latar belakang pendidikan orang tua

Latar belakang pendidikan orang tua paling mempengaruhi

prestasi belajar. Semakin tinggi pendidikan orang tua, maka anak

dituntut harus lebih berprestasi dengan berbagai cara dalam

pengembangan prestasi belajar anak.

b. Status ekonomi sosial orang tua

Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar

anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan

pokoknya. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan

pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu.

(30)

16

c. Ketersediaan sarana dan prasarana di rumah dan sekolah

Sarana dan prasarana mempunyai arti penting dalam

pendidikan dan sebagai tempat yang strategis bagi berlangsungnya

kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sekolah harus mempunyai ruang

kelas, ruang guru, perpustakaan, halaman sekolah dan ruang kepala

sekolah. Sedangkan di rumah diperlukan tempat belajar dan bermain,

agar anak dapat berkeasi sesuai apa yang diinginkan. Semua tujuan

untuk memberikan kemudahan pelayanan anak didik

d. Media yang di pakai guru

Media digunakan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan

pendidikan di sekolah tergantung dari baik tidaknya media yang

digunakan dalam pendidikan yang dirancang. Bervariasi potensi yang

tersedia melahirkan media yang baik dalam pendidikan yang berlainan

untuk setiap sekolah.

e. Kompetensi guru

Kompetensi guru adalah cara guru dalam pembelajaran yang

dilakukannya terhadap siswa dengan metode atau program tertentu.

Metode atau program disusun untuk dijalankan demi kemajuan

pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung dari baik

tidaknya program pendidikan yang dirancang. Bervariasi potensi yang

tersedia melahirkan metode pendidikan yang berlainan untuk setiap

(31)

17

Faktor Intern adalah faktor yang mempengaruhi hasil pretasi

belajar yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor-faktor intern itu antara

lain :

a. Kesehatan

Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya

terhadap kemampuan belajar. Siswa yang kesehatannya baik akan

lebih mudah dalam belajar dibandingkan dengan siswa yang kondisi

kesehatannya kurang baik, sehingga hasil belajarnya juga akan lebih

baik.

b. Kecerdasan / intelegensia

Kecerdasan/intelegensia besar pengaruhnya dalam menentukan

seseorang dalam mencapai keberhasilan. Seseorang yang memiliki

intelegensi yang tinggi akan lebih cepat dalam menghadapi dan

memecahkan masalah, dibandingkan dengan orang yang memiliki

intelegensi rendah. Dengan demikian intelegensi memegang peranan

dalam keberhasilan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Demikian pula dalam prestasi belajar. Siswa yang memiliki tinggi,

prestasi belajarnya juga akan tinggi, sementara siswa yang memiliki

intelegensia rendah maka prestasi yang diperoleh juga akan rendah.

c. Cara belajar

Cara belajar seseorang mempengaruhi pencapaian hasil

(32)

18

psikologis dan ilmu kesehatan akan memperoleh hasil yang kurang

memuaskan.

d. Bakat

Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang

untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Siswa yang

belajar sesuai dengan bakatnya akan lebih berhasil dibandingkan

dengan orang yang belajar di luar bakatnya.

e. Minat

Seorang siswa yang belajar dengan minat yang tinggi maka

hasil yang akan dicapai lebih baik dibandingkan dengan siswa yang

kurang berminat dalam belajar.

f. Motivasi

Motivasi sebagai faktor intern berfungsi menimbulkan,

mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Dengan adanya motivasi

maka siswa akan memiliki prestasi yang baik, begitu pula sebaliknya.

B. Pendidikan Agama Islam Materi Fiqih 1. Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah suatu usaha sadar

terencana untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, dan

mengamalkan Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau

(33)

19

perkembangannya juga dimaksud sebagai rumpun mata pelajaran yang

diajarkan disekolah atau madrasah dan perguruan tinggi (Nazarudin,

2007: 12).

Sehingga dari pemaparan pengertian diatas dapat disimpulan

bahwa PAI merupakan sebuah rumpun mata pelajaran yang diajarkan

disekolah/madrasah dan perguruan tinggi dalam hal ini dari mualai

pendidikan dasar sampai dengan bangku perkuliahan, yang bertujuan

untuk menyiapkan siswa dalam memahami dan mengamalkan ajaran

agama Islam dengan melalui kegiatan belajar mengajar.

b. Dasar Pendidikan Agama Islam

Dasar pendidikan agama Islam secara garis besar ada 3 yaitu

sebagia berikut:

1) Al-Qur‟an

Al Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita

Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju

cahaya yang terang benderang. Al-Qur‟an adalah sumber pertama

bagi hukum-hukum fiqih Islam. Jika menjumpai suatu

permasalahan, maka pertama kali harus kembali kepada Kitab

Allah guna mencari hukumnya.

2) As-Sunnah

Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa

perkataan, perbuatan atau persetujuan. Sunnah adalah sumber

(34)

20

permasalahan dalam Al-Qur‟an maka dapat merujuk kepada

Sunnah dan wajib mengamalkannya jika mendapatkan hukum

tersebut. Dengan syarat, benar-benar bersumber dari Nabi SAW

dengan sanad yang sahih. Sunnah berfungsi sebagai penjelas

al-Qur‟an dari apa yang bersifat global dan umum.

3) Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 29 Ayat

(1 dan 2) yang berbunyi: Ayat 1: “Negara berdasarkan atas

Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dan Ayat 2: “Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan

kepercayaanya itu”

Selain itu yang menjadi dasar pendidikan agama Islam ialah

Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tenteng sistem Pendidikan

Nasional. Dimana didalamnya bahwa pendidikan keagamaan

bermaksud mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan

perannya sebagai pemeluk agama yang benar-benar memadahi.

c. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam pada sekolah umum bertujuan untuk

meningkatkan keimanan, ketaqwaan, pemahaman, penghayatan, dan

pengamalan siswa terhadap ajaran Islamsehingga menjadi manusia

muslim yeng bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlaq mulia

dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

(35)

21 d. Materi Pendidikan Agama Islam

Berdasarkan inti ajaran pokok agama Islam, materi yang

diajarkan dalam Pendidikan Agama Islam ialah aqidah, syariah, dan

akhlak yang kemudian lahirlah inti pokok dari tiga unsur tersebut

antara lain: Ilmu Tauhid/ Keimanan; Ilmu Fiqih; Al-Qur‟an; Al-Hadits;

Akhlak dan Tarikh Islam.

2. Fiqih

Segala tindakan manusia baik berupa ucapan atau perbuatan yang

ada didalam ibadah dan muamalah berupa pidana atau perdata yang terjadi

dalam soal-soal akad atau pengelolaan, dalam syariat islam semua itu

masuk dalam lapangan hukum. Hukum-hukum itu sebagian telah

dijelaskan didalam nash-nash al-qur'an dan sunah. Sedangkan sebagian

yang lain belum dijelaskan. Namun demikian syariat islam telah membuat

dalil dan tanda-tanda bagi hukumtersebut, sehingga mujtahid dengan

media dalil dan tanda-tanda itu mampu melahirkan ketetapan dan

penjelasan tentang hukum yang belum dijelaskan tersebut.

Dari kumpulan hukum-hukum syariat yang berhubungan dengan

segala tindakan manusia baik berupa ucapan atau perbuatan yang diambil

dari nash-nash yang ada atau dari me-istinbath-kan (mengeluarkan hukum

syara‟ dari dalilnya) dalil syariat islam lain bagi kasus yang tidak terdapat

nashnya, terbentuklah ilmu fiqih (Wahab. 1993: 1).

Menurut Abdul Hamid Hakim, fiqih menurut bahasa artinya paham.

(36)

22

dengan cara atau jalan ijtihad. Menurut para pengikut imam syafi'i, fiqih

adalah ilmu yang menerangkan segala hukumagama yang berhubungan

dengan perbuatan para mukalllaf yang dikeluarkan (di-istinbath-kan) dari

dalil-dalil yang jelas. Definisi ilmu fiqih secara umum dalah suatu ilmu

yang mempelajari bermacam-macam syariat atau hukum islam dan

berbagai macam aturan hidup bagi manusia baik yang bersifat individu

baik yang berbentuk masyarakat social (Bakry, 1996: 8).

Jadi fiqih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat islam

mengenai perbuatan manusia yang diambil dalil-dalilnya secara rinci

(Wahab. 1993: 2). Dalil-dalil yang dijadikan hukum syar'iyah mengenai

perbuatan manusia ada empat yaitu Al-Qur'an, sunah, ijma', qiyas.

a. Al-Qur‟an

Al Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita

Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju

cahaya yang terang benderang. Al-Qur‟an adalah sumber pertama bagi

hukum-hukum fiqih Islam. Jika menjumpai suatu permasalahan, maka

pertama kali harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari

hukumnya.

b. Sunnah

Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa

perkataan, perbuatan atau persetujuan. Sunnah adalah sumber kedua

setelah al- Qur‟an. Bila tidak mendapatkan hukum dari suatu

(37)

23

dan wajib mengamalkannya jika mendapatkan hukum tersebut.

Dengan syarat, benar-benar bersumber dari Nabi SAW dengan sanad

yang sahih. Sunnah berfungsi sebagai penjelas al-Qur‟an dari apa yang

bersifat global dan umum.

c. Ijma‟

Ijma‟ bermakna kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat

Muhammad SAW dari suatu generasi atas suatu hukum syar‟i, dan jika

sudah bersepakat ulama-ulama tersebut, baik pada generasi sahabat

atau sesudahnya, akan suatu hukum syari‟at maka kesepakatan mereka

adalah ijma‟, dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma‟

hukumnya wajib. Dan dalil akan hal tersebut sebagaimana yang

dikabarkan Nabi saw, bahwa tidaklah umat ini akan berkumpul

(bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi kesepakatan

adalah hak (benar).

d. Qiyas

Qiyas yaitu mencocokan perkara yang tidak didapatkan di

dalamnya hukum syar‟i dengan perkara lain yang memiliki nash yang

sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan antara

keduanya. Qiyas meruju‟ apabila tidak mendapatkan nash dalam suatu

hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur‟an, sunnah

maupun ijma‟. Ia merupakan sumber rujukan keempat setelah Al

Qur‟an, as Sunnah dan Ijma‟. Qiyas memiliki empat rukun:

(38)

24 2) Masalah yang akan diqiyaskan.

3) Hukum yang terdapat pada dalil.

4) Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan.

(http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/fiqih-islam.html diakses

pada 18 November 2016).

C. Metode Bahtsul Masail

1. Sejarah Metode Penetapan Hukum Dalam Bahtsul Masail NU

Istilah istinbat dalam bahtsul masail tidak banyak digunakan

karena pengertian istinbat mengambil hukum secara langsung dari sumber

aslinya, yaitu al-Qur‟an dan hadis. Akan tetapi, istilah istinbath yang

dikenal dalam bahtsul masail NU adalah penggalian hukum dilakukan

dengan men-tathbiq-kan secara dinamis nash-nash fuqaha. Hal ini

dikarenakan ulama‟-ulama‟ NU meyakini bahwa dirinya tidak memiliki

kemampuan sebagaimana mujtahid pada masa lalu. Sebuah sikap yang arif

dan sangat tawadlu’.

Sejak adanya bahtsul masail sampai NU lahir, belum ada system

yang ditetapkan terkait tentang pengambilan keputusan. Yang berlaku

adalah penyelesaian masalah melalui pencarian terhadap ibarat kitab /

karya ulama‟ empat madzhab yang sudah ada, yang terkadang jawabannya

langsung ditemukan secara jelas dalam teks kitabnya, dan terkadang tidak

ditemukan tetapi dilakukan upaya penyamaan masalah yang ada dengan

(39)

25

Walaupun selalu terjadi kesepakatan untuk khilaf. Hal ini dikarenakan,

selain bahtsul masail belum menjadi lembaga otonom dalam NU sampai

tahun 1990, juga pandangan umum bahwa apa yang sudah diputuskan oleh

ulama atau qaul al-faqih dipandang selalu memiliki relevansi dengan

konteks kehidupan masa kini dan harus dipakai tanpa resesve atau krikik.

Qaul ulama yang dikemukakan dalam kitab-kitab rujukan dianggap

sebagai kata final. Boleh jadi pandangan demikian juga berkaitan dengan

hakikat ilmu itu sendiri. Pada masa lampau ilmu dirumuskan sebagai

sesuatu yang diketahui dan diyakini secara tuntas.

Mengenai sistem pengambilan keputusan hukum dalam bahtsul

masa’il di lingkungan Nahdlatul Ulama baru disahkan dalam keputusan

Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama yang diselenggarakan di Bandar

Lampung pada tanggal 16-20 Rajab 1412 H./21-25 Januari 1992 M:

a. Penjelasan Umum

1) Yang dimaksud dengan kitab adalah al-Kutubul mu‟tabarah

(redaksi lain: kutub al-madzahib al-arba'ah), yaitu kitab-kitab

tentang ajaran Islam yang sesuai dengan aqidah Ahlussunnah wal

Jama'ah.

2) Yang dimaksud dengan bermadzhab secara qawli adalah mengikuti

pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup salah satu

(40)

26

3) Yang dimaksud dengan bermadzhab secara manhaji adalah

bermadzhab dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan

hukum yang telah disusun oleh imam madzhab empat.

4) Yang dimaksud dengan istinbath jama'iy adalah mengeluarkan

hukum syara' dari dalilnya dengan qawaid ushuliyyah secara

kolektif.

5) Yang dimaksud dengan qawl dalam referensi madzhab Syafi'i

adalah pendapat imam Syafi'i.

6) Yang dimaksud dengan wajah adalah pendapat ulama' madzhab

Syafi'i.

7) Yang diamaksud dengan taqrir jama'iy adalah upaya secara

kolektif untuk menetapkan pilihan terhadap satu diantara beberapa

qaul/wajah dalam madzhab Syafi'i.

8) Yang dimaksud dengan ilhaq (ilhaqul masail bi nazhairiha) adalah

menyamakan hukum suatu kasus/masalah dengan kasus/masalah

serupa yang telah dijawab oleh kitab (menyamakan suatu kasus

dengan pendapat yang sudah jadi) (Chaq, 2015: 2-3).

b. Sistem Pengambilan Keputusan Hukum

1) Kerangka Analisa Masalah

Dalam memecahkan dan merespon masalah, maka bahtsul

masail hendaknya mempergunakan kerangka pembahasan masalah,

(41)

27

a) Analisa Masalah (sebab mengapa terjadi kasus) ditinjau dari

berbagai faktor antara : ekonomi, politik, budaya, sosial dan

lainnya.

b) Analisa Dampak (dampak positif dan negativ yang ditimbulkan

oleh suatu kasus yang sedang dicari hukumnya) ditinjau dari

berbagai aspek, antara lain : sosial ekonomi, sosial budaya,

sosial politik dan lainnya.

c) Analisa Hukum (keputusan bahtsul masail tentang suatu kasus

setelah mempertimbangkan latar belakang dan dampaknya

disegala bidang), disamping mempertimbangkan hukum Islam,

keputusan ini juga memperhatikan hukum yuridis formal.

2) Prosedur Penjawaban

Keputusan bahtsul masail dilingkungan NU dibuat dalam

kerangka bermadzhab kepada salah satu madzhab empat yang

disepakati dan mengutamakan bermadzhab secara qawli. Oleh

karena itu prosedur penjawaban masail disusun dalam urutan

sebagai berikut :

a) Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab

dari kutubul madzahib al-arba'ah dan disana terdapat hanya

satu pendapat, maka dipakailah pendapat tersebut.

b) Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan

(42)

28

jama'iy untuk memilih salah satu pendapat. Pemilihan itu dapat

dilakukan sebagai berikut :

(1).Dengan mengambil pendapat yang lebih maslahah dan/atau

yang lebih kuat.

(2).Khusus dalam madzhab Syafi'i sesuai dengan keputusan

muktamar I tahun 1926, perbedaan pendapat diselesaikan

dengan cara memilih :

 Pendapat yang disepakati oleh al-Syaikhani (al-Nawawi

dan al-Rafi'i)

 Pendapat yang dipegangi oleh al-Nawawi.

 Pendapat yang dipegangi oleh al-Rafi'i.

 Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama'.

 Pendapat ulama' yang terpandai.

 Pendapat ulama' yang paling wara'.

(3).Untuk madzhab selain Syafi'i berlaku ketentuan-ketentuan

menurut madzhab yang bersangkutan.

c) Dalam kasus tidak ada pendapat yang memberikan

penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilhaqul masail bi

nazhairiha secara jama'iy oleh para ahlinya. Ilhaq dilakukan

dengan memperhatikan mulhaq, mulhaqbih dan wajah ilhaq

oleh mulhiq yang ahli.

d) Dalam kasus tidak mungkin dilakukan ilhaq, maka dilakukan

(43)

29

oleh para ahlinya, yaitu dengan mempraktekkan qawa'id

ushuliyyah oleh ahlinya.

Secara garis besar prosedur atau metode penetapan hokum dalam

bahtsul masail NU adalah secara hirarki sebagai berikut:

a. Jika dinilai mencukupi dengan cara menetapkan hokum dengan satu

pendapat yang sama (qaul/wajah) di berbagai kitab empat madzhab,

maka pendapat tersebut digunakan sebagai jawaban.

b. Jika ternyata jawaban masalah sangat beragam dari pendapat ulama‟

(qaul/wajah), maka dilakukan taqrir jama‟i:

1) Sesuai dengan keputusan MUNAS 1992 di atas maka dilakukan

taqrir jama’i untuk memilih satu pendapat yang dinilai lebih

maslahat atau lebih kuat serta dengan pertimbangan klasifikasi

ulama‟ yang sudah di tetapkan di atas.

2) Dalam praktiknya, ulama‟ sering memutuskan dengan sepakat

untuk khilaf. Sepertinya hal ini merupakan interpretasi dari yang

lebih maslahat.

c. Jika tidak ada ibaroh kitab atau pendapat ulama‟ yang menjelaskan /

menjawab secara tekstual tentang permaslahan yang dibahas, maka

dilakukan ilhaq atau ilhaqul masail bi nazhairiha secara jama'iy. Yaitu,

menyamakan hukum suatu masalah yang belum dijawab oleh kitab

dengan masalah serupa yang ada dalam kitab. Sedangkan prosedur

ilhaq adalah dengan memperhatikan unsure (persyaratan berikut),

(44)

30

mulhaqalaih (sesuatu yang sudah ada kepastian hukumnya) dan wajh

al-ilhaq (faktor keserupaan antara mulhaq bih dengan mulhaq alaih)

oleh para mulhiq (pelaku ilhaq) yaitu ahli.

d. Jika tidak ada penjelasan tekstual dalam kitab dan tidak mungkin

dilakukan ilhaq, maka dilakukan istinbat jama‟i dengan prosedur

bermadzhab secara manhaji. Menurut KH. Aziz Masyhuri, Proses

istinbath atau manhaj ini adalah setelah tidak dapat dirujukkan kepada

teks suatu kitab mu‟tabar, juga tidak dapat diilhaqkan kepada hukum

suatu masalah yang mirip dan telah terdapat rujukannya dalam suatu

kitab mu‟tabar maka digunakanlah metode istinbath atau manhajy

dengan mendasarkan jawaban mula-mula pada al-Qur‟an, setelah tidak

ditemukan lalu pada hadits dan begitu seterusnya yang akhirnya

sampailah pada jawaban dari qaidah fiqhiyyahdaf‟al-mafasid

muqaddam „ala jalb al-mashalih” (menghindari kerusakan lebih

didahulukan dari pada upaya memperoleh kemaslahatan). Hal

demikian dimungkinkan karena prosedur istinbath hukum bagi metode

manhajy adalah dengan mempraktekkan qawaid ushuliyyah

(kaidah-kaidah ushul al-fiqh) dan qawaid fiqhiyyah (kaidah-kaidah fiqh).

Dalam keputusan MUNAS tahun 1992 tersebut dinilai warga

nahdliyin terdapat progress yang luar biasa terkait metode penetapan

hokum bahtsul masail, yaitu dengan adanya penegasan teoritis dalam hal

metode dan prosedur istinbath hukum,terutama upaya penerapan metode

(45)

31

mulanya dalam tataran praktis dan teoritis ulama‟ NU hanya berani

bermadzhab secara qouli. Kesepakatan tentang sistem pengambilan

keputusan bahtsul masail NU tersebut setelah sebelumnya mengalami

diskusi panjang dan tarik ulur yang dilakukan oleh akademisi dan ulama‟

NU.

Munculnya istilah bermazhab secara manhajy dan timbulnya

gagasan untuk mempopulerkannya dapat ditelusuri sejak tahun 1987

ketika intlektual muda NU mengadakan kajian-kajian kritis terhadap kitab

kuning, walaupun akhirnya mendapat tanggapan negatif dan hambatan

dari beberapa ulama senior dengan melarang pelaksanaan diskusi di kantor

PBNU. Namun demikian para intlektual dan ulama‟ muda NU tetap

mengadakan diskusi-diskusi kritis di tempat lain, di antaranya yaitu di

P3M (Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat). Melalui diskusi di

P3M inilah hasil-hasil diskusi tersebut dipublikasikan oleh Jurnal

Pesantren.

Tahun berikutnya (1988) atas dukungan KH. AM. Sahal Mahfudl

(Margoyoso-Kajen-Pati) dan KH. Imron Hamzah

(Ngelom-Sepanjang-Sidoarjo), para intlektual muda NU mengadakan mudzakarah (seminar)

dengan tema “Telaah Kitab Secara Konseptual” di pondok pesantren

Watucongol Muntilan Magelang Pada tanggal 15-17 Desember 1988, yang

menghasilkan pokok-pokok pikiran berikut; memahami teks kitab harus di

barengi dengan konteks sosial historisnya,mengembangkan

(46)

32

kitab, memperbanyak muqabalah (komparasi mengenai hal-hal yang

berbeda) dengan kitab-kitab lain, mengingatkan intensitas diskusi

intlektual antara pakar disiplin ilmu terkait dengan materi yang tercantum

dalam kitab klasik, dan menghadapkan kajian teks kitab klasik dengan

wacana aktual dan bahasa yang komunikatif.

KH. AM. Sahal Mahfudl sendiri menyatakan bahwa kaidah-kaidah

pengambilan hukum yang di rumuskan ulama terdahulu masih tetap

relevan hingga kini. Jadi yang perlu di lakukan adalah pengembangan fiqh

melalui kaidah-kaidah tadi,menuju fiqh yang kontekstual.

Kemudian pada pertengahan Oktober 1989 (menjelang Muktamar

XXVIII) di pondok Pesantren Al-Munawir Krapyak di selenggarakan

halaqah (sarasehan) mengenai “Masa Depan NU”yang salah seorang

pembicaranya adalah Ahmad Qodri Abdillah Azizy,mengagas perlunya

redenifisi bermazhab yang kemudian dicetuskan istilah bermazhab fi

al-manhaj (mengikuti metodologi).

Selanjutnya dalam Muktamar XXVIII di Yogyakarta, tanggal

25-28 Nopember 1989, bahtsul masail tetap menjadi topic utama sekalipun

pada saat itu belum menjadi lembaga otonom NU. Sehingga Komisi I

(Bahtsul Masail) merekomendasikan kepada PBNU untuk membentuk

Lajnah Bahtsul Masail Diniyyah sebagai lembaga permanen yang khusus

menangani persoalan keagamaan.

Untuk memperkuat wacana pembentukan lembaga permanen itu,

(47)

33

Mamba‟ul Ma‟arif Denanyar Jombang, yang juga merekomendasikan

pembentukan Lajnah Bahtsul Masa`il Diniyah. Harapannya, dapat

mengkonsolidasi ulama dan cendekiawan NU untuk melakukan ijtihad

jama’i. Akhirnya, empat bulan setelah itu, berdasarkan rekomendasi itu

dengan surat keputusannya Nomor: 30/A.I.05/5/1990, PBNU membentuk

Lajnah bahtsul Masail Diniyah. Namun demikian istilah Lajnah masih

menjadi masalah karena dinilai masih mengandung makna kepanitian ad

hoc, bukan organ yang permanen. Karena itulah, setelah Muktamar 2004,

status “lajnah” ditingkatkan menjadi “lembaga”, sehingga bernama

Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama.

Tema selanjutnya yang menjadi topik adalah bermadzhab secara

manhaji yang sejak 1987 telah digulirkan di NU utamanya di LBM NU.

Dan akhirnya, disepakatilah dalam Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama

yang diselenggarakan di Bandar Lampung pada tanggal 16-20 Rajab 1412

H./21-25 Januari 1992 M tentang prosedur pengambilan keputusan hokum

dalam bahtsul masail NU yang didalamnya mencakup prosedur

bermadzhab secara manhaji.

Selanjutnya dalam muktamar NU ke-31 di Donohudan Solo Jawa

Tengah pada 28 November hingga 2 Desember 2004, bahtsul masail NU

melaksanakn tindakan progress dengan menetapkan keputusan hokum

sambil menyertakan ayat al-Qur‟an dan hadits dalam setiap masalah yang

dijawab, di mana hal ini sama sekali tidak pernah ada dalam tradis bahtsul

(48)

34

Tahun 2006 pada saat Munas Alim Ulama di Surabaya, para ulama‟

menetapkan kalsifikasi atau pengelompokan secara hirarki tentang

kitab-kitab empat madzhab. Artinya, pada saat itu, ulama‟ NU dalam bahtsul

masail mulai melirik madzhab lain yang sejatinya memang telah disahkan

dalam ADART NU. Sekalipun madzhab selain syafiiyah diperbolehkan

untuk diikuti di kalangan NU sesuai ADART, namun seringkali dalam

bahtsul masail tidak disentuh sama sekali. Namun usaha dalam munas di

Surabaya ini memang akan mengarahkan bahtsul masail pada

muqoronatul madzahib dalam setiap rumusan jawaban bahtsul masail NU

yang akan datang.

Perjalanan bahtsul masail NU sejak 1992 sampai dengan 2006

terlihat sangat progress dengan munculnya istilah bermadzhab secara

manhaji. Dan sejak saat itu format bermadzhab secara manhaji terus

diupayakan dengan cara mencantumkan ayat al-qur‟an, hadits serta upaya

yang mengarah pada muqoranatul madzahib. Bermadzhab secara manhaji

terus menjadi topik utama, bahkan sampai muktamar selanjutnya pada

22-29 Maret 2010 di Asrama Haji Hudiang Makasar. Dan pada akhirnya

bahtsul masail muktamar NU ke 32 di Makasar tersebut memutuskan

sebagai berikut:

a. Pertanyaan dalam Bahtsul Masail Muktamar NU ke-32 Makasar

1) Apakah perlu mencantumkan ayat al-Quran, al-Hadits, dan

(49)

35

2) Jika memang diperlukan mencantumkan ayat al-Quran, al-Hadits

dan dalil-dalil syara‟ lainnya, bagaimana formatnya? Apakah

menggunakan urutan sesuai dengan tingkat kekuataannya, yaitu

al-Quran, al-Hadits, dan dalil-dalil syara‟ lainnya kemudian aqwalul

ulama, ataukah aqwalul ulama baru kemudian ayat Quran,

al-Hadits, dan dalil-dalil syara‟ lainnya?

3) Sejauh mana muqaranatul madzahib diperlukan dalam bahtsul

masail NU dengan menggunakan kutub mu‟tamadah yang telah

dirumuskan dalam Munas Alim Ulama NU di Surabaya?

b. Jawaban dalam Bahtsul Masail Muktamar NU ke-32 Makasar

1) Pencantuman ayat al-Quran, al-Hadits, dan dalil-dalil syara‟

lainnya diperlukan dalam setiap jawaban, karena pada hakikatnya

setiap hukum pasti berdasarkan al-Qur‟an, al-Hadits dan dalil-dalil

syara‟ lainnya, dengan ketentuan bahwa ayat al-Qur‟an, al-Hadits

dan dalil-dalil syara‟ lainnya tersebut merupakan bagian dari

pendapat Ulama yang terdapat dalam kutub mu’tamadah. Hal ini

karena Ulama NU menyadari, bahwa yang mampu berijtihad

langsung dari al-Qur‟an, al-Hadits dan dalil-dalil syara‟ lainnya

adalah para mujtahid, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab, di

antaranya Tarsyihul Mustafidin.

2) Aqwalul ulama didahulukan, baru kemudian dilengkapi dengan

ayat al-Qur‟an beserta tafsirnya, al-Hadits beserta syarahnya, dan

(50)

36

syara‟ lainnya dalam pandangan Ulama NU tidak dijadikan sebagai

dalil yang mandiri, tetapi meruppakan bagian dari ijtihad ulama.

3) Muqaranatul madzahib dalam madzhab empat diperlukan untuk

memperoleh pendapat yang ansab (lebih sesuai) dengan tetap

berpegang pada prinsip صخرلا عبتت مدع (tidak ada maksud mencari

kemudahan) sejalan dengan AD NU tentang prinsip bermadzhab.

Demikianlah sejarah metode bahtsul masail NU dari awal hingga

sekarang. Terlihat jelas adanya dinamika yang menarik dalam bahtsul

masail NU. Upaya untuk memenuhi reseptifitas masalah yang terjadi di

masyarakt terus diupayakan dengan memunculkan berbagai metode yang

dinamis dan moderat (Chaq, 2015: 3-6).

2. Metode Diskusi Bahstul Masail (Sidang Bahtsul Masail)

Model Sistem bahtsul masail coraknya beragam. Secara garis

besar di kalangan Nahdliyin terdapat tiga macam model bahtsul masail:

a. Bahtsul Masail model pesantren yang lebih menonjolkan semangat

I‟tiradl, yaitu perdebatan argumentatif dengan berlandaskan al-Kutub

al-Mu‟tabaroh. Dalam hal ini, peserta bebas berpendapat,

menyanggah pendapat peserta lain dan juga diberikan kebebasan

mengoreksi rumusan-rumusan yang ditawarkan oleh Tim Perumus.

b. Bahtsul Masail model NU, dalam hal ini lebih menonjolkan porsi

I’tidladl yaitu penampungan aspirasi jawaban sebanyak mungkin.

(51)

37

Peserta hanya diberikan hak menyampaikan masukan-masukan

seperlunya.

c. Bahtsul Masail Kontemporer, yaitu bahtsul masail yang dimodifikasi.

Dimana sebagian peserta yang dianggap mampu, di minta menuangkan

rumusan jawaban berikut sumber pengambilan keputusan dalam

bentuk makalah. Bahtsul masail seperti ini kurang diminati oleh

kalangan pesantren, karena kesempatan untuk memberikan tanggapan

dan sanggahan lebih mendalam sangat terbatas.

Metode diskusi dalam bahtsul masail beragam sesuai dengan

model-model bahtsul masail yang ada di atas. Untuk kalangan pesantren

biasanya ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam bahtsul masail:

a. Pembukaan & Mukaddimah

b. Tashowwur Masalah

c. Penyampaian Jawaban (I’tidlodl)

d. Kategorisasi Jawaban

e. Perdebatan Argumentatif (I’tirodl)

f. Pencerahan Refrensi dan/atau perumusan jawaban

g. Tabyyun

h. Perumusan Jawaban

i. Pengesahan

Sekalipun telah dirumuskan beberapa tahapan bahtsul masail

seperti di atas, namun tentunya tahapan-tahapan itu biasanya juga akan

(52)

38

atau sangat sulit ditemukan jawabannya. Sebagai upaya standarisasi atau

pedoman dasar, tahapan-tahapan di atas dapat dijadikan pegangan dalam

pelaksanaan bahtsul masail. Berikut adalah penjelasan masing-masing

tahapan tersebut.

a. Pembukaan & Mukaddimah

Dalam sesi ini, moderator harus pandai-pandai mencuri

perhatian musyawirin. Tugas utamanya adalah menggambarkan

permaslahan dengan sedikit mendramatisir atau menjelaskan

pentingnya permaslahan tersebut di bahas di era sekarang.

b. Tashowwur Masalah

Sesi ini adalah sesi tentang penjelasan secara detail masalah

yang dipertanyakan. Yang bertugas adalah sail (penanya) jika ada. Jika

tidak maka menjadi tugas moderator untuk menjelaskan.

Target utama dalam sesi ini mendapatkan pemahaman yang

utuh tentang soal sehingga ada kesatuan pemahaman masalah di antara

para musyawirin, termasuk antara musyawirin dan sail.

Jika memang sangat diperlukan, dapat didatangkan tim ahli.

Semisal masalah yang dibahas adalah masalah operasi cesar. Sangat

dianjurkan untuk mendatangkan dokter ahli serta beberapa pelaku

cesar yang motivasi pelakunya berbeda-beda.

c. Penyampaian Jawaban (I’tidlodl)

Sesi ini adalah sesi penampungan jawaban dan ibaroh. Jika

(53)

39

kesempatan untuk menjawab. Hanya saja ditentukan kesamaan

jawaban di antara para musyawirin sehingga moderator bias

mengelompokkan jawaban.

Selain ibaroh harus disetorkan pada tim perumus (muharrir),

moderator setidaknya mencatat poin-poin penting yang terdapat dalam

jawaban dan ibaroh tersampaikan. Oleh sebab itu, moderator haruslah

orang yang faham tentang masalah (fiqh) yang dibahas.

Pada sesi ini, peserta hanya diberi hak untuk menjawab dan

membacakan ibaroh tanpa harus memberikan tanggapan atau

sanggahan.

d. Kategorisasi Jawaban

Setelah ibaroh dan jawaban terkumpul, maka moderator harus

mengkelompokkan jawaban-jawaban yang ada. Lalu menyampaikan

kategorisasi / pengelompokan jawaban yang ada dan disampaikan pada

seluruh musyawirin agar musyawirin tahu tentang perkembangan

jawaban-jawaban yang ada.

Diupayakan, jawaban-jawaban yang ada dikesankan

bertentangan antar dua kelompok atau lebih agar pada sesi selanjutnya

tercipta diskusi / debat argumentative.

e. Perdebatan Argumentatif (I’tirodl)

Sesi ini adalah sesi musyawirin saling menguatkan

(54)

40

berbeda/bertentangan. Selain itu, moderator harus berupaya “mengadu”

musyawirin yang ada.

Selanjutnya musywarin diajak untuk saling melemahkan

pendapat kelopmpok lain yang bertentangan. Dalam sesi ini,

musywairin ketika melemahkan pendapat kelompok lain harus disertai

dengan ibaroh yang melemahkan kelompok lain. Sedangkan kelompok

yang dilemahkan diberi waktu untuk menguatkan pendapatnya disertai

dengan penjelasan dan ibaroh lain yang menguatkan, bahkan

kelompok ini dapat langsung melemahkan balik jawaban/ibaroh

musyawirin yang melemahkannya. Begitu seterusnya sampai ada yang

terlihat dominan.

Dalam sesi ini, moderator harus benar-benar faham materi,

bahkan kemungkinan-kemungkinan jawaban pada sesi ini sudah

diprediksi oleh moderator sehingga kemungkinan kecil akan mengarah

pada jawaban yang salah. Yang boleh terjadi adalah mengarah pada

jawaban yang lemah atau yang kuat dan tentunya yang benar menurut

fiqh.

Pada sesi ini musyawirin harus mengeluarkan seluruh

kemampuannya untuk memperkuat jawaban dan ibarohnya serta

melemahkan jawaban / ibaroh yang bertentangan dengannya.

Sebelum sesi ini dianggap jenuh atau berakhir, moderator harus

merumuskan jawaban sementara baik berstruktur jawaban

(55)

41

pada musyawirin apakah musywairin setuju dengan kesimpulan

moderator dan apakah musywarin setuju jika perlu pencerahan tim

perumus. Semua keputusan harus berdasarkan musyawarah.

f. Pencerahan Refrensi dan/atau perumusan jawaban

Pada sesi ini, setelah sebelumnya moderator sepakat dengan

musyawirin untuk merumuskan/menyimpulkan jawaban sementara dan

sepakat untuk menyerahkan masalah pada tim perumus, maka

moderator lalu menyerahkan permasalahan pada perumus untuk dua

kemungkinan. Kemungkinan pertama, tim perumus memberikan

penjelasan tentang permaslahan yang sedang sulit untuk diselesaikan.

Kemungkinan kedua, perumus menyetujui rumusan / menyarankan

untuk merubah rumusan jawaban.

Pada sesi ini perumus memberikan kritik terhadap ibarot-ibarot

dan jawaban serta poin-poin yang telah di bahas dan memberikan

masukan-masukan tentang masalah yang dibahas. Selanjutnya

perumus memberikan jalan tengah jika terjadi perselisihan pendapat.

Atau perumus memberikan usulan rumusan baru yang didasarkan pada

ibarot-ibarot dan pendapat musyawirin. Untuk selanjutnya diserahkan

pada moderator agar disetujui atau dilakukan pembahasan lanjutan.

g. Tabyyun

Pada sesi ini, moderator menerima hasil tim perumus dan

sampaikan pada musyawirin untuk ditindaklanjuti dalam bentuk

(56)

42

menyanggah dengan santun rumusan tim perumus sehingga

melanjutkan diskusi dengan musyawirin / tim perumus.

Sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat antara musyawirin

dengan tim perumus. Maka perlu ditindaklanjuti oleh tim perumus

untuk meluruskan jawaban. Bahkan moderator juga harus pandai

mengambil keputusan jalan tengah jika terjadi perbedaan pendapat

antara musyawirin dengan tim perumus. Pada praktik umumnya, tim

perumus lebih dimenangkan daripada musyawirin, tentunya dengan

melihat dan mendengar hasil diskusi antara musyawirin dengan tim

perumus.

Jika memang benar-benar terjadi perbedaan pendapat antara

tim perumus dengan musyawirin, maka moderator harus segera

memutuskan dengan memberikan jalan tengah atau usulan. Bahkan

usulan yang terburuk adalah mauquf. Jika sudah diusulkan dan kedua

belah pihak telah sepakat, maka dirumuskan redaksi jawaban sekalipun

mauquf.

h. Perumusan Jawaban dan Mauquf

Jika sudah terjadi kesepakatan musyawirin atas masukan tim

perumus. Maka moderator mempertegas rumusan agar disetujui oleh

tim perumus. Artinya, rumusan jawaban dan keputusan apapun harus

Gambar

Tabel 1 Daftar tenaga guru dan pegawai SMP IT Al-Ittihad Salaman
Gambar. 1 Model Penelitian Tindakan Kelas
Gambar. 2 Struktur Organisasi SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang
Tabel. 1 Daftar tenaga guru dan pegawai SMP IT Al-Ittihad Salaman Magelang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan mata pelajaran Fiqih itu sendiri adalah salah satu mata pelajaran kelompok pendidikan agama yang menjadi ciri khas Islam pada madrasah yang dikembangkan

Pedoman pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar menjelaskan bahwa mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah memuat materi al-Quran dan Hadits, Aqidah,

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih materi Sholat Jenazah dengan menggunakan media animasi di kelas VII MTs.. Jenis

agama Islam mata pelajaran fiqih terkait dengan program Adiwiyata yang diterapkan pada SMP Bhakti Pertiwi berhubungan dengan hal-hal mengenai hubungan manusia dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam terhadap akhlak siswa kelas VII SMP

Conclusion. Dari hasil penelitian diperoleh temuan bahwa: 1). Latar belakang kesulitan belajar anak mata pelajaran pendidikan agama Islam belajar siswa kelas VII

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui siswa SMP Negeri 1 Grabag Kelas VII pada mata pelajaran PAI, nama yang lebih unggul antara yang berasal dari SD, SDIT, atau MI

Skripsi yang berjudul PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER MATA PELAJARAN FIQIH MATERI WUDU DAN TAYAMUM KELAS VII DI MTsN 2 PALANGKA RAYA Oleh: