• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP SEMANGAT KERJA KARYAWAN DIVISI MARKETING BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT) DI KOTA SALATIGA DAN KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP SEMANGAT KERJA KARYAWAN DIVISI MARKETING BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT) DI KOTA SALATIGA DAN KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP

SEMANGAT KERJA KARYAWAN DIVISI

MARKETING

BAITUL MAL WAT TAMWIL

(BMT) DI KOTA SALATIGA

DAN KABUPATEN SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah

Oleh:

HANANTYA ARYANA WIN DARMAWAN

NIM 21310044

JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH S1

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Jangan hanya menghindari yang tidak mungkin.

Dengan mencoba sesuatu yang tidak mungkin,

Kita akan bisa mencapai yang terbaik dari yang mungkin kita capai.

(Mario Teguh)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk

Kedua orang tuaku dan adik-adik tercinta,

Saudara dan seluruh keluarga besarku,

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan

hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul: “Analisis Pengaruh Gaya Keemimpinan Terhadap Semangat kerja karyawan Divisi Marketing Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang” dengan lancar tanpa kendala yang berarti. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi agung baginda Rasulullah SAW,

beserta keluarga dan para sahabatnya yang senantiasa membawa kita dari zaman

jahiliyah ke zaman yang penuh ilmu dan iman.

Skripsi ini diajukan guna memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) dalam jurusan Syari’ah Program Studi Perbankan Syariah. Ucapan terimakasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada semua

pihak yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan bantuan dalam berbagai

bentuk. Ucapan terimakasih terutama penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama

Islam Negeri (Stain Salatiga)

membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

5. Segenap Dosen Jurusan Syariah dan Program Studi Perbankan Syariah S1

yang telah memberikan bekal berbagai teori, ilmu pengetahuan dan

pengalaman yang sangat bermanfaat bagi penulis.

6. Seluruh Staf dan karyawan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga

7. Kedua Orang tuaku tercinta, yang telah memberikan dorongan do’a, moril dan materil, serta yang senantiasa menjadi inspirasi bagi penulis.

8. Saudara dan seluruh keluarga besarku, yang juga memberi dukungan

(7)

9. Teman-teman seperjuangan PS S1 A dan B,

10.Kepada Seluruh pimpinan dan karyawan BMT kota Salatiga dan

Kabupaten Semarang, atas kerjasamanya dalam memperoleh data yang

penulis butuhkan.

11. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih dan

semoga kebaikan semua pihak yang telah memberikan bantuan mendapat

balasan pahala dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan

dan penuh kekurangan, oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis

menyampaikan permohonan maaf yang sebanyak-banyaknya, serta semoga skripsi

ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Amiin.

Salatiga, 28 Agustus 2014

Penulis

Hanantya Aryana Win D

(8)

ABSTRAK

Darmawan, Hanantya Aryana Win. 2014. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Divisi Marketing Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di Kota Salatiga Dan Kabupaten Semarang. Skripsi, JurusanSyari’ah & Ekonomi Islam, Program Studi Perbankan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. H. AgusWaluyo, M.Ag.

Kata Kunci: Gaya Kepemimpinan, Semangat Kerja

Pada organisasi lembaga keuangan seperti BMT, divisi marketing

merupakan ujung tombak organisasi. Seorang marketing, setiap harinya harus berhadapan dengan anggota maupun calon anggota pada BMT tersebut yang memiliki beragam karakter untuk memasarkan produk yang dimiliki. Oleh karena itu, diperlukan gaya kepemimpinan yang tepat agar semangat kerja karyawan divisi marketingtetap terjaga dengan baik.

Penelitian ini menggunakan metode kuantatif karena penelitian bertujuan untuk mengkonfirmasi data yang didapatkan di lapangan dengan teori yang ada. Objek penelitian yang digunakan adalah karyawan divisi marketing BMT Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang dengan sampel sebanyak 63 karyawan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner, wawancara dan studi pustaka. Sedangkan data diolah menggunakan beberapa uji yaitu uji reliabilitas, validitas, asumsi klasik,dan uji statistik.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan (otokratik, partisipatif, free rein) secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Sedangkan gaya kepemimpinan yang paling dominan mempengaruhi semangat kerja karyawan adalah gaya kepemimpinan partisipatif.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING--- i

HALAMAN PENGESAHAN --- ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN --- iii

(10)
(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1 : Penemuan Research Gap Penelitian --- 7

Tabel 2.2 : Hipotesis Penelitian --- 32

Tabel 3.1 : Variabel dan Indikator Penelitian --- 45

Tabel 4.1 : Daftar Nama dan Lokasi BMT--- 49

Tabel 4.2 : Jenis kelamin responden--- 50

Tabel 4.3 : Uji reliabilitas --- 51

Tabel 4.4 : Uji validitas--- 52

Tabel 4.5 : Uji multikolinearitas--- 53

Tabel 4.6 : Uji linearitas--- 56

Tabel 4.7 : Uji linearitas --- 56

Tabel 4.8 : Uji F --- 57

Tabel 4.9 : Uji R2--- 58

Tabel 4.10 : Uji T --- 59

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar2.1 :Kerangka Penelitian--- 29

Gambar3.1 :Indikator Gaya Kepemimpinan Otokratik--- 40

Gambar3.2 :Indikator Gaya Kepemimpinan Partisipatif--- 41

Gambar3.2 :Indikator Gaya Kepemimpinan Free Rein--- 43

Gambar3.4 :Indikator Semangat Kerja--- 44

Gambar4.1 :Uji heterokendastisitas--- 54

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kota Salatiga merupakan kota kecil di Provinsi Jawa Tengah yang

memiliki potensi sumber daya manusia yang cukup baik. Adanya beberapa

perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang terdapat di kota ini merupakan

bukti bahwa kota ini menjadi salah satu kota yang diharapkan dapat meningkatkan

kualitas dari potensi sumber daya manusia yang ada, khususnya yang menimba

ilmu di kota ini. Letak Kota Salatiga berada sebelah selatan Kota Semarang. Jarak

Kota Salatiga dan Kota Semarang sekitar 49 kilometer atau 52 km sebelah utara

Kota Surakarta. Salatiga terdiri atas 4 kecamatan, yakni Argomulyo, Tingkir,

Sidomukti, dan Sidorejo. Kota ini berada di lereng timur Gunung Merbabu,

sehingga membuat kota ini memiliki udara yang cukup sejuk. Berdasarkan luas

wilayah, Kota Salatiga menduduki peringkat ke-18 kotamadya terkecil di

Indonesia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Salatiga)

Sedangkan Kabupaten Semarang merupakan daerah yang memiliki

cakupan wilayah yang sangat luas sehingga memiliki potensi jumlah sumber daya

manusia yang sangat banyak. Kabupaten Semarang terdiri atas 19 kecamatan,

yang dibagi lagi atas 208 desa dan 27 kelurahan. Ibukota Kabupaten Semarang

(14)

Potensi sumber daya manusia yang dimiliki Kota Salatiga dan Kabupaten

Semarang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi Indonesia melalui

berbagai sektor, baik yang bersifat organisasional maupun tidak. Sumber daya

manusia merupakan komponen penting di dalam sebuah organisasi, baik yang

bersifat profit oriented atau non profit oriented. Oleh karena itu, suatu organisasi harus mampu mengelola sumber daya manusia dengan manajemen yang baik.

Menurut Husein Umar dalam Sumarsono (2003:16), mengartikan

manajemen sumber daya manusia, atau yang sering disingkat MSDM sebagai

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan,

pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai

tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. Menurut Mulyadi dalam Abdillah

(tt:2), organisasi berisikan orang-orang yang mempunyai serangkaian aktifitas

yang jelas dan dilakukan secara berkelanjutan guna mencapai tujuan organisasi.

Semua tindakan yang diambil dalam setiap kegiatan diprakarsai, dan ditentukan

oleh manusia yang menjadi anggota organisasi, dimana manusia sebagai

pendukung utama setiap organisasi apapun bentuk organisasi itu.

Salah satu organisasi yang menerapkan manajemen sumber daya manusia

adalah Baitul Mal Wat Tamwil (BMT). Menurut Sumiyanto (2008:24), BMT adalah lembaga yang memadukan fungsi antara Baitul Mal dan Baitut Tamwil. Dalam fungsinya sebagai Baitul Mal, pengelola BMT berfungsi sebagai perantara antara para muzakki dan munfiqqun dengan para mustahik. Dalam fungsi Tamwil, pengelola BMT berfungsi sebagai perantara investor (kreditur dan penabung)

(15)

Penulis menyimpulkan bahwa BMT adalah lembaga keuangan profit oriented

yang dikelola sesuai prinsip syariat Islam.

Dari hasil wawancara penulis terhadap Ketua PBMTI Kabupaten

Semarang Bapak Nur Budiarso, beliau menyatakan bahwa hingga pertengahan

tahun 2014, terdapat 20 BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang yang

tergabung dalam Perhimpunan Baitul Mal Wat Tamwil Indonesia (PBMTI) Korda Kabupaten Semarang. Namun, menurut pengamatan penulis, kinerja sumber daya

manusia, khususnya karyawan divisi marketing pada BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang masih belum optimal bila dibandingkan dengan lembaga

keuangan konvensional. Salah satu indikator utamanya adalah masih banyak

masyarakat Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang yang belum paham bahkan

belum mengetahui tentang BMT dan jenis-jenis produknya. Banyak juga

masyarakat yang enggan menggunakan jasa BMT meskipun mereka telah

mengetahui perihal tentang BMT. Selain itu, banyak juga terdapat persepsi yang

salah dari masyarakat terhadap BMT. Permasalahan ini perlu dikaji mengingat

pada dasarnya, menurut penulis konsep sistem ekonomi syariah yang

diaplikasikan oleh BMT sebenarnya lebih baik daripada system ekonomi

konvensional. Jadi, seharusnya masyarakat lebih memilih BMT daripada lembaga

keuangan konvensional. Namun faktanya, BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten

Semarang masih kalah bersaing dengan lembaga keuangan konvensional. Dan

dalam hal ini, karyawan BMT, khususnya divisi marketing memegang peranan penting agar BMT dan produk-produknya bisa lebih dikenal masyarakat dan

(16)

semangat kerja karyawan BMT divisi marketing perlu untuk ditingkatkan. Menurut Boyd, dkk. dalam Haryadi (2009:28), marketing atau pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang

memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan

dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan

hubungan pertukaran.

Dari pengertian marketing tersebut di atas, dapat kita ketahui bahwa setiap sumber daya manusia dari suatu organisasi mempunyai kepentingan dan tujuan

individu ketika ia memutuskan bergabung pada sebuah organisasi. Beragamnya

kepentingan dan tujuan pada setiap individu menjadi sebuah hal yang tidak dapat

dihindari lagi Namun, tujuan organisasi harus menjadi prioritas yang lebih utama

dibandingkan dengan tujuan individual seseorang ketika bergabung pada sebuah

organisasi. Pada organisasi lembaga keuangan seperti BMT, divisi marketing

merupakan ujung tombak organisasi. Seorang marketing, setiap harinya harus

berhadapan dengan anggota maupun calon anggota pada BMT tersebut yang

memiliki beragam karakter. Oleh karena itu, semangat kerja karyawan divisi

marketing harus tetap terjaga dengan baik agar tujuan BMT dapat tercapai.

Nawawi dalam Asnawi (1998:2) menyatakan bahwa semangat kerja

merupakan suasana batin seorang karyawan yang berpengaruh pada usahanya

untuk mewujudkan suatu tujuan melalui pelaksanaan pekerjaan yang menjadi

tanggung jawabnya. Menurut Gorda dalam Dharmaputra (tt:2), terdapat banyak

faktor yang dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan, dan salah satunya

(17)

yang mampu mempengaruhi orang lain akan memberikan motivasi tersendiri bagi

karyawan untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan.

Seluruh rangkaian hubungan baik yang bersifat formal maupun informal antara

atasan dengan bawahan, akan menciptakan hubungan yang harmonis sehingga

timbul kebersamaan dalam organisasi. Dengan terbentuknya hubungan yang

harmonis antara pemimpin dengan karyawan akan berdampak pada meningkatnya

kinerja dan semangat kerja karyawan tersebut. Dari uraian di atas, gaya

kepemimpinan yang dimiliki seorang atasan dapat mempengaruhi semangat kerja

bawahan.

Menurut Paul Hersay dan Ken Blanchard dalam Wijaya (2008:18), gaya

kepemimpinan adalah upaya untuk mempengaruhi orang orang untuk ikut dalam

pencapaian tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam

menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pegawai untuk mencapai

tujuan, serta mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.

Hasibuan dalam Yasiroh (2010:13), mengklasifikasikan gaya kepemimpinan

menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: gaya kepemimpinan otoriter, gaya kepemimpinan

partisipasif, dan gaya kepemimpinan delegatif. Moch As’ad dalam skripsi Cahyono (2004:11) membagi gaya kepemimpinan menjadi gaya kepemimpinan

autokratik, partisipatif, dan gaya kepemimpinan free rein. Dalam penelitian ini, penulis akan menempatkan tiga tipe gaya kepemimpinan menurut Moch As’ad tersebut sebagai variabel independen yang mempengaruhi semangat kerja

(18)

signifikan terhadap semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.

Penelitian yang dilakukan Waridin dan Parlinda dalam Abdilah (tt:4)

menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap kinerja pegawai. Penelitian yang dilakukan Rasyid (2008) dari

Universitas Merdeka Malang menyatakan bahwa hasil penelitian di Perusahaan

Knalpot Roda Jaya Malang, variabel gaya kepemimpinan otokratik, gaya

kepemimpinan partisipasi, dan free rein berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan. Sedangkan secara parsial, didapatkan hasil variabel

gaya kepemimpinan partisipasif ternyata mempunyai pengaruh yang paling

dominan terhadap semangat kerja karyawan.

Penelitian yang dilakukan Maisadana (2006) tentang pengaruh gaya

kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan pada PT. Bank Sumut Cabang

Stabat menunjukkan bahwa secara simultan, variabel gaya kepemimpinan

demokratis dan gaya kepemimpinan otoriter berpengaruh signifikan terhadap

motivasi kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Stabat. Variabel gaya kepemimpinan

laissez faire tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Stabat. Secara parsial diantara variabel bebas yang diteliti ternyata

variabel gaya kepemimpinan otoriter merupakan paling dominan.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2006) dari Universitas Merdeka

(19)

semangat kerja karyawan. Variabel free rein leadership ternyata mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap semangat kerja karyawan.

Dari penelitian Etik (2009), diketahui bahwa gaya kepemimpinan

mempunyai pengaruh signifikan terhadap semangat kerja BPR Nusamba Sligi.

Variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap semangat kerja adalah

gaya kepemimpinan partisipatif.

Tabel 1.1

Penemuan Research Gap Penelitian

Isu Penulis Hasil

Waridin (2005) Gaya Kepemimpinan berpengaruh

negatif dan tidak signifikan terhadap

skinerja pegawai.

Anwar Rasyid (2008) Gaya Kepemimpinan berpengaruh

negatif dan tidak signifikan terhadap

semangat kerja karyawan

Maisadana (2006) Gaya Kepemimpinan Otokratik

berpengaruh paling dominan terhadap

motivasi kerja karyawan

Dewi (2006) Gaya Kepemimpinan Free Rein

berpengaruh paling dominan terhadap

semangat kerja karyawan

Etik (2009) Gaya Kepemimpinan Partisipasif

berpengaruh paling dominan terhadap

semangat kerja karyawan

Sumber: Waridin (2005), Anwar Rasyid (2008), Maisadana (2006),

(20)

Dengan uraian latar belakang dan penelitian terdahulu yang menghasilkan

penelitian yang berbeda tentang gaya kepemimpinan yang berpengaruh paling

dominan terhadap semangat kerja karyawan, penulis mencoba menyajikan skripsi

dengan judul “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP

SEMANGAT KERJA KARYAWAN DIVISI MARKETING BAITUL MAL

WAT TAMWIL (BMT) DI KOTA SALATIGA DAN KABUPATEN

SEMARANG”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, dapat diambil beberapa

rumusan masalah yang akan diteliti lebih lanjut yaitu:

1. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan otokratik terhadap semangat kerja

karyawan BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang?

2. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan Partisipasif terhadap semangat kerja

karyawan BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang?

3. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan free rein terhadap semangat kerja karyawan BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang?

4. Apa jenis gaya kepemimpinan yang paling berpengaruh dominan terhadap

semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh gaya

(21)

terhadap semangat kerja karyawan pada BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten

Semarang.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi penulis

Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman dalam berbagai penelitian

dan juga latihan penerapan teori-teori pengetahuan yang penulis terima dan

dipelajari.

b. Bagi STAIN Salatiga

Penelitian bermanfaat untuk menyediakan informasi serta menyediakan

bahan acuan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya.

c. Bagi BMT Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi

atau bahan masukan bagi BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang

terutama mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap semangat kerja dan

mengetahui gaya kepemimpinan yang paling berpengaruh dominan terhadap

semangat kerja karyawan.

D. Sistematika Penulisan

Secara global, penulis menyajikan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang pendahuluan skripsi secara keseluruhan yaitu

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

(22)

BAB II TELAAH PUSTAKA

Pada bab ini berisi tentang telaah pustaka yaitu landasan teori, penelitian

terdahulu,kerangka pikir teoritik, dan hipotesis penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan tentang jenis dan sumber data yang digunakan

dalam penelitian, variabel yang digunakan yaitu variabel bebas (independent variable) dan variable terikat (dependent variable) beserta definisi opersionalnya, populasi dan teknik penentuan sampel, metode pengumpulan data serta metode

yang digunakan dalam menganalisi data dalam penelitian.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bagian berisikan data dan profil singkat objek penelitian. Dalam bagian

ini, penulis mulai menyajikan data dan hasil penelitian dan mulai menganalisis

data yang diperoleh.

BAB V PENUTUP

Bagian ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian penulis, yang pada

prinsipnya merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang ada serta berisikan

saran-saran bagi berbagai pihak yang terlibat dalam penelitian serta isi penelitian

yang berdasar pada kesimpulan. Selain itu, pada bab ini juga memaparkan

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

Penelitian yang dilakukan Ningsih dalam Syaiyid, dkk. (tt:2) menyebutkan

bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap

semangat kerja karyawan di UPPTI Universitas Brawijaya Malang. Sedangkan

penelitian yang dilakukan Waridin dan Parlinda dalam Abdillah (tt:4),

menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap kinerja pegawai. Penelitian yang dilakukan Malvinas (2013) menyatakan

bahwa kepemimpinan memiliki pengaruh signifikan terhadap Semangat Kerja

karyawan di PT. Prima Rasa Lestari.

Menurut Rahardian (2009) gaya kepemimpinan partisipasif memiliki

pengaruh yang paling dominan terhadap semangat kerja pada lembaga bimbingan

belajar CV. Neutron Yogyakarta Cabang Malang. Rasyid (2008) menyatakan

bahwa gaya kepemimpinan otokratik, gaya kepemimpinan partisipasif, dan free rein berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja dan gaya kepemimpinan partisipasif (X2) mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap semangat

kerja karyawan.

Maisadana (2006) melakukan penelitian dengan judul meneliti Pengaruh

Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Pada PT. Bank Sumut

Cabang Stabat. Hasil penelitian menunjukkan secara serempak disimpulkan

bahwa variabel gaya kepemimpinan demokratis dan gaya otoriter berpengaruh

(24)

gaya kepemimpinan laissez faire tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Stabat. Gaya kepemimpinan otoriter memiliki

pengaruh paling dominan terhadap motivasi kerja karyawan.

Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya adalah Penulis mencoba meneliti tentang bagaimana

pengaruh gaya kepemimipinan Otokratik, Partisipasif, dan Free Rein terhadap semangat kerja dan tipe gaya kepemimpinan yang paling berpengaruh dominan

terhadap semangat kerja karyawan dengan objek yang diteliti dikhususkan kepada

karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.

B. Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)

Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul mal dan

baitut tamwil. Sesuai pengertian istilahnya, BMT melaksanakan dua jenis kegiatan, yaitu baitul mal dan baitut tamwil. Sebagai baitul mal, BMT menerima titipan zakat, infaq, dan shadaqah serta menyalurkan (tasaruf) sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan sebagai baitut tamwil, BMT bergiat mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan

kualitas kegiatan pengusaha kecil bawah dan kecil dengan mendorong kegiatan

menabung dan menunjang pembiayaan ekonomi.

Sebagai Baitut tamwil, BMT terutama berfungsi sebagai suatu lembaga keuangan syariah. Lembaga keuangan syariah yang melakukan upaya

penghimpunan dan penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah

yang paling mendasar dan yang sering digunakan adalah sistem bagi hasil yang

(25)

kebanyakan BMT berupaya menjalankan fungsi keuangan syariah tersebut secara

profesional dan patuh kepada syariah. Upaya meningkatkan profesionalisme

membawa BMT kepada berbagai inovasi kegiatan usaha dan produk usaha. Sesuai

dengan situasi dan kondisi masing-masing, BMT berkreasi menciptakan bentuk,

nama dan jenis kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana. BMT sering

menggunakan slogan atau semboyan yang dianggap bisa menjadi ciri khas

mereka, yang biasanya juga diilhami oleh kondisi masyarakat yang dilayani.

Ridwan (2004) menyatakan bahwa visi BMT harus mengarah pada upaya

untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas

ibadah anggota sehingga mampu berperan sebagai wakil Allah SWT,

memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada

umumnya. Masing-masing BMT dapat saja merumuskan visinya sendiri. Karena

visi sangat dipengaruhi oleh lingkungan bisnisnya, latar belakang masyarakatnya

serta visi pendirinya. Namun demikian, prinsip perumusan visi harus sama dan

tetap dipegang teguh.

Menurut Ridwan (2004) misi BMT adalah membangun dan

mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil

berkemakmuran-berkemajuan, serta makmur-maju berkeadilan berlandaskan

syariah dan ridho Allah SWT. Dalam melakukan usahanya, BMT berpegang

(26)

a. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan mengimplementasikan

pada prinsip-prinsip syariah dan muamalah Islam ke dalam kehidupan nyata.

b. Keterpaduan, yakni nilai-nilai spiritual dan moral menggerakkan dan

mengarahkan etika bisnis yang dinamis, proaktif, progresif, adil, dan berakhlak

mulia.

c. Kekeluargaan, yakni mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan

pribadi. Semua pengelola pada setiap tingkatan, pengurus dengan semua

lininya serta anggota, dibangun rasa kekeluargaan, sehingga akan tumbuh rasa

saling melindungi dan menanggung.

d. Kebersamaan, yakni kesatuan pola pikir, sikap, dan cita-cita antar semua

elemen BMT. Antara pengelola dengan pengurus harus memiliki satu visi dan

bersama-sama anggota untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial.

e. Kemandirian, yakni mandiri di atas semua golongan politik. Mandiri juga

berarti tidak tergantung dengan dana–dana pinjaman dan bantuan tetapi senantiasa proaktif untuk menggalang dana masyarakat sebanyak-banyaknya.

f. Profesionalisme, yakni semangat kerja yang tinggi dilandasi dengan dasar

keimanan.

g. Istiqomah, konsisten, konsekuen, berkelanjutan, dan tanpa pernah putus asa.

Selain hal tersebut di atas, ada beberapa fungsi BMT yang dapat diuraikan

sebagai berikut :

1) Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang

tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga timbul unit surplus (pihak

(27)

2) Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat pembayaran yang sah

yang mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban suatu

lembaga/perorangan.

3) Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi

pendapatan kepada para pegawainya.

4) Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat mengenai risiko

keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut.

C. Gaya Kepemimpinan

Menurut Paul Hersay dan Ken Blanchard dalam Wijaya (2008:18), Gaya

kepemimpinan adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mempengaruhi

orang lain untuk ikut dalam tujuan bersama. Gaya kepemimpinan tersebut

meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisaisi, memotivasi

perilaku pegawai untuk mencapai tujuan dan mempengaruhi untuk memperbaiki

kelompok dan budayanya.

Menurut Thoha dalam Cahyono (2004:11), gaya kepemimpinan adalah

norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba

mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha

menyelaraskan persepsi diantara orang yang akan dipengaruhi perilaku orang

yang dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Menurut Heidjrachman

dan Husnan dalam Wijaya (2008:18), Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah

laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dan tujuan

individu untuk mencapai tujuan tertentu. Dari beberapa pengertian di atas, dapat

(28)

untuk dapat mempengaruhi atau memimpin orang lain agar tujuan organisasi yang

diinginkan dapat tercapai dengan tidak mengesampingkan kepentingan individu di

dalamnya.

Dalam artikel publikasi ilmiah Melvani (2012:20), studi kepemimpinan

Universitas Michigan yang dipelopori oleh Gibson dan Ivancevich

mengidentifikasikan dua bentuk perilaku pemimpin yaitu :

1. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (The Job Centered).

Dalam gaya kepemimpinan ini, seorang manajer akan mengarahkan dan

mengawasi bawahannya agar sesuai dengan yang diharapkan manajer. Manajer

yang mempunyai gaya kepemimpinan ini lebih mengutamakan keberhasilan dari

pekerjaan yang hendak dicapai daripada perkembangan kemampuan bawahannya.

2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan (The Employee Centered).

Manajer yang mempunyai gaya kepemimpinan ini berusaha mendorong

dan memotivasi pekerjaannya untuk bekerja dengan baik. Mereka

mengikutsertakan pekerjaannya dalam mengambil suatu keputusan.

1. Prinsip-Prinsip Dasar Kepemimpinan

Karakteristik seorang pemimpin menurut Stephen R. Covey dalam

Ritawaty (2012:22) didasarkan kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Seorang yang belajar seumur hidup: Tidak hanya melalui pendidikan formal,

tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, bejajar melalui membaca, menulis,

observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang

(29)

b. Berorientasi pada pelayanan: Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani,

sebab prinsip pemimpjn dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai

tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih

berprinsip pada pelayanan yang baik.

c. Membawa energi yang positif: Setiap orang mempunyai energi dan semangat.

Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan

mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk

membangun hubungan baik. Seorang pemimpin hams dapat dan mau bekerja

untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu,

seorang pemimpin haras dapat menunjukkan energi yang positif, seperti:

d. Percaya pada orang lain: Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk

staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan

pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan

kepedulian.

e. Keseimbangan dalam kehidupan: Seorang pemimpin harus dapat

menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi pada prinsip kemanusiaan dan

keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi.

Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat.

f. Melihat kehidupan sebagai tantangan: Kata 'tantangan' sering diinterpretasikan

negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup

dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang

(30)

aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian,

dinamisasi dan kebebasan.

g. Sinergi: Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis

perubahan, Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi

adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut

The New Brolier Webster International Dictionary, sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara

perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang,

atasan, staf, teman sekerja.

h. Latihan mengembangkan diri sendiri: Seorang pemimpin harus dapat

memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia

tidak hanya berorientasi pada proses. Proses dalam mengembangkan diri terdiri

dari beberapa komponen yang berhubungan dengan:

- pemahaman materi;

- memperluas materi melalui belajar dan pengalaman;

- mengajar materi kepada orang lain;

- mengaplikasikan prinsip-prinsip;

- memonitoring hasil;

- merefleksikan kepada hasil;

- menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi;

- pemahaman baru; dan

(31)

2. Jenis – jenis Gaya Kepemimpinan

Robbins dalam Syaiyid (tt:2), mengidentifikasikan gaya kepemimpinan

yang dibedakan sebagai berikut:

a. Kepemimpinan direktif, yaitu kepemimpinan memberi kesempatan pada

pengikutnya untuk mengetahui apa yang diharapkan dari mereka,

menjadwalkan pekerjaan yang akan dilakukan dan memberi pedoman yang

spesifik mengenai cara menyelesaikan tugas.

b. Kepemimpinan suportif, yaitu kepemimpinan yang ramah dan menunjukkan

perhatian kepada para pengikutnya atau bawahannya.

c. Kepemimpinan partisipatif, yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin

berkonsultasi dengan bawahan serta meminta dan menggunakan saran-saran

bawahan dalam rangka mengambil keputusan.

d. Kepemimpinan Orientasi Prestasi, yaitu gaya kepemimpinan yang mengajukan

tantangan yang menarik bagi bawahan dan merangsang untuk mencapai tujuan,

serta melaksanakannya dengan baik.

Blanchard dalam Ritawaty (2012:20) mengemukakan 4 gaya dari sebuah

kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang

pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu

bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah:

a. Directing

Gaya yang tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf

yang ada belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas

(32)

menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi

demikian, biasanya terjadi overcommunicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan membuang-buang waktu waktu). Dalam proses

pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan–aturan dan proses yang detail kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan

detail yang sudah dikerjakan.

b. Coaching

Pemimpin tidak hanya memberikan detail proses kerja dan aturan yang

harus dilaksanakan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah

keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima

berbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila bawahan telah lebih

termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini pemimpin

perlu memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengerti tentang tugasnya,

dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik

dengan bawahan.

c. Supporting

Supporting adalah suatu gaya kepemimpinan dimana pemimpin memfasilitasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam

hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab

dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini

akan berhasil apabila bawahan telah mengenal teknik–teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan pimpinan. Dalam hal

(33)

melibatkan bawahan dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan

saran – saran bawahan mengenai peningkatan kinerja. d. Delegating

Delegating merupakan suatu gaya kepemimpinan dimana seorang

pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada

bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila bawahan sepenuhnya telah

paham dan efisien dalam pekerjaan, sehingga pimpinan dapat melepas bawahan

menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.

Sedangkan dalam penelitian lain, Moch As’ad dalam Cahyono (2004:11)

membagi gaya kepemimpinan menjadi:

a. The Autocratic Leader

Seorang pemimpin yang otokratik menganggap bahwa semua kewajiban

untuk mengambil keputusan, untuk menjalankan tindakan dan untuk

mengarahkan, memberi motivasi dan mengawasi bawahannya terpusat di

tangannya. Seorang pemimpin yang otokratik menanggap bahwa ialah yang

berkompeten untuk memutuskan, dan punya perasaan bahwa bawahannya tidak

mampu untuk mengarahkan diri mereka sendiri, atau ia mungkin mempunyai

alasan-alasan lain untuk beranggapan mempunyai posisi yang kuat untuk

mengarahkan dan mengawasi. Seorang otokrat mengawasi pelaksanaan pekerjaan

dengan maksud untuk meminimumkan penyimpangan dari arah yang ia berikan.

b. The Participative Leader

Apabila seorang pemimpin menggunakan gaya partisipatif, ia tidak

(34)

pengarahan tertentu kepada bawahannya, tetapi ia mencari berbagai pendapat dan

pemikiran dari para bawahannya mengenai keputusan yang akan diambil. Ia akan

secara serius mendengarkan dan menilai pikiran-pikiran para bawahannya dan

menerima sumbangan pikiran mereka, sejauh pemikiran mereka tersebut bisa

dipraktikkan. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan

mengambil keputusan dari para bawahannya sehingga pikiran-pikiran mereka

akan selalu meningkat dan makin matang. Para bawahan juga didorong agar

meningkatkan kemampuan dan mengendalikan diri dan menerima tanggung jawab

yang lebih besar. Pemimpin akan lebih sportif dalam kontak dengan para

bawahannya dan bukan menjadi sikap diktator. Meskipun tentu saja wewenang

terakhir dalam pengambilan keputusan terletak pada pimpinan.

c. The Free Rein Leader

Dalam gaya kepemimpinan free rein, pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada para bawahan, dalam artian

pemimpin agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka sendiri didalam

menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pimpinan tidak akan membuat

peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan tersebut, dan hanya sedikit melakukan

kontak dengan bawahan. Dengan demikian para bawahan dituntut untuk memiliki

kemampuan atau keahlian yang tinggi.

Selain gaya kepemimipinan yang diklasifikasikan oleh tokoh tersebut di

atas, ada tipe gaya kepemimpinan lain, salah satunya adalah gaya kepemimipinan

Islam. Menurut Hafidhuddin (2003:13), gaya kepemimpinan Islam tidak seperti

(35)

satu tipe dengan tipe yang lain. Seolah-olah jika manajer yang otokratis tidak

demokratis. Begitu pula sebaliknya. Gaya kepemimpinan Islam memiliki sisi-sisi

yang terkadang menyatu di dalamnya. Harus tegas, terbuka, mau bermusyawarah,

dan memiliki pemahaman yang mendalam terhadap tujuan organisasi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan

Menurut Schmidt dalam Asnawi (1999:88), faktor-faktor yang

mempengaruhi gaya kepemimpinan ada 3 macam yaitu:

a. Hal-hal yang bersumber dari pimpinan meliputi latar belakang pengetahuan dan

pengalaman.

b. Hal-hal yang bersumber dari bawahan meliputi kematangan, kebebasan

bertindak, kemandirian, dan keinginan memperoleh wewenang dan

tanggungjawab.

c. Hal-hal yang bersumber dari situasi lingkungan meliputi gaya yang lebih

disukai kelompok kerja, sifat dari tugas, dan tekanan waktu.

D. Semangat Kerja

Hasibuan dalam Yulistian, dkk (tt:4). menyatakan bahwa semangat kerja

adalah keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaannya dengan

baik serta berdisiplin untuk mencapai kecakapan yang maksimal. Dengan

demikian, semangat kerja yang tinggi akan merangsang karyawan untuk berkarya

dan beraktifitas lebih baik.

Pendapat mengenai semangat kerja menurut Nitisemito dalam Cahyono

(2004:17) adalah upaya melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan

(36)

Siswanto dalam Yulistian (tt:4), dkk. mendefinisikan semangat kerja

sebagai keadaan psikologi seseorang. Semangat kerja dianggap sebagai keadaan

psikologis yang baik bila semangat kerja tersebut menimbulkan kesenangan yang

mendorong seseorang untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa semangat kerja

adalah keadaan psikologi seseorang berupa kesungguhan dan keinginan yang kuat

untuk bekerja lebih giat agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja

Menurut Zainun dalam jurnal Asnawi (1999:87), faktor-faktor yang

mempengaruhi semangat kerja adalah :

a. Hubungan yang harmonis antara atasan dan bawahan, terutama pimpinan yang

sehari-hari langsung berhubungan dan berhadapan dengan karyawan

bawahannya.

b. Kepuasan kerja terhadap tugas yang diembannya.

c. Adanya suasana atau iklim kerja yang bersahabat dengan anggota-anggota

lainnya.

d. Mempunyai perasaan bermanfaat bagi tercapainya tujuan organisasi

perusahaan.

e. Adanya tingkat kepuasan ekonomi dan kepuasan material yang memadai

sebagai imbalan yang dirasakan adil terhadap jerih payah yang

(37)

f. Adanya ketenangan jiwa, jaminan kepastian, serta perlindungan terhadap segala

sesuatu yang dapat membahayakan dirinya dan karir dalam pekerjaannya.

2. Indikasi Turunnya Semangat Kerja Karyawan

Semangat kerja dalam diri karyawan pasti mengalami pasang surut.

Indikasi-indikasi menurunnya semangat kerja selalu ada dan memang secara

umum dapat terjadi. Menurut Nitisemito dalam Darmawan (tt:3), indikasi-indikasi

tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

a. Rendahnya produktivitas kerja

Menurunnya produktivitas dapat terjadi karena kemalasan, menunda

pekerjaan, dan sebagainya. Bila terjadi penurunan produktivitas, maka hal ini

berarti indikasi dalam organisasi tersebut telah terjadi penurunan semangat kerja.

b. Tingkat absensi yang naik atau tinggi

Pada umumnya, bila semangat kerja menurun, maka karyawan dihinggapi

rasa malas untuk bekerja. Apalagi kompensasi atau upah yang diterimanya tidak

dikenakan potongan saat mereka tidak masuk bekerja. Dengan demikian dapat

menimbulkan penggunaan waktu luang untuk mendapatkan penghasilan yang

lebih tinggi, meski hanya untuk sementara.

c. Labour turn over atau tingkat perpindahan karyawan yang tinggi

Keluar masuk karyawan yang meningkat terutama disebabkan karyawan

mengalami ketidaksenangan atau ketidaknyamanan saat mereka bekerja, sehingga

mereka berniat bahkan memutuskan untuk mencari tempat pekerjaan lain yang

lebih sesuai dengan alasan mencari kenyamanan dalam bekerja. Manajer harus

(38)

d. Tingkat kerusakan yang meningkat

Meningkatnya tingkat kerusakan sebenarnya menunjukkan bahwa

perhatian dalam pekerjaan berkurang. Selain itu dapat juga terjadi kecerobohan

dalam pekerjaan dan sebagainya. Dengan naiknya tingkat kerusakan merupakan

indikasi yang cukup kuat bahwa semangat kerja telah menurun.

e. Kegelisahan dimana-mana

Kegelisahan tersebut dapat berbentuk ketidaktenangan dalam bekerja,

keluh kesah serta hal-hal lain. Terusiknya kenyamanan karyawan memungkinkan

akan berlanjut pada perilaku yang dapat merugikan organsasi itu sendiri.

f. Tuntutan yang sering terjadi

Tuntutan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, di mana pada tahap

tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan. Organisasi

harus mewaspadai tuntutan secara massal dari pihak karyawan.

g. Pemogokan

Pemogokan adalah wujud dari ketidakpuasan, kegelisahan dan sebagainya.

Jika hal ini terus berlanjut maka akan berunjung ada munculnya tuntutan dan

pemogokan.

3. Cara untuk Meningkatkan Semangat Kerja Karyawan

Menurut Nitisemito dalam Darmawan (tt:4), ada beberapa cara untuk

meningkatkan semangat kerja karyawan. Caranya dapat bersifat materi maupun

non materi, seperti antara lain :

a. Gaji yang sesuai dengan pekerjaan.

(39)

c. Sekali-kali perlu menciptakan suasana kerja yang santai yang dapat mengurangi

beban kerja.

d. Harga diri karyawan perlu mendapatkan perhatian.

e. Tempatkan para karyawan pada posisi yang tepat.

f. Berikan kesempatan pada mereka yang berprestasi.

g. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan.

h.Usahakan para karyawan memiliki loyalitas dan keperdulian terhadap

organisasi.

i. Sekali-kali para karyawan perlu diajak berunding untuk membahas kepentingan

bersama.

j. Pemberian insentif yang terarah dalam aturan yang jelas.

k. Fasilitas kerja yang menyenangkan yang dapat membangkitkan gairah kerja.

E. Marketing

Marketing adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan

memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Proses marketing dimulai dari menemukan apa yang diinginkan oleh konsumen. yang akhirnya marketing

memiliki tujuan yaitu :

a. Konsumen potensial mengetahui secara detail produk yang kita hasilkan dan

perusahaan dapat menyediakan semua permintaan mereka atas produk yang

dihasilkan.

b. Perusahaan dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan yang berhubungan

(40)

dari penjelasan mengenai produk, desain produk, promosi produk, pengiklanan

produk, komunikasi kepada konsumen, sampai pengiriman produk agar sampai

ke tangan konsumen secara cepat.

c. Mengenal dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga produk cocok

dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya.

1. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk pemasaran

a. Tempat yang strategis (place), b. Produk yang bermutu (product), c. Harga yang kompetitif (price), dan d. Promosi yang gencar (promotion)

2. Divisi marketing pada Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)

Menurut Sumiyanto (2008:232), marketing pada BMT dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

a. Marketing funding, fungsi jabatan pokok marketing funding adalah sebagai berikut :

1) Memastikan target funding tercapai sesuai dengan rencana.

2) Membuka hubungan dengan pihak luar dalam rangka funding. 3) Mensosialisasikan produk-produk funding.

b. Marketing Lending, fungsi jabatan pokok marketing lending adalah sebagai berikut :

1) Melayani pengajuan pembiayaan, melakukan analisis kelayakan serta

memberikan rekomendasi atas pengajuan pembiayaan sesuai dengan hasil

(41)

2) Menjemput setoran angsuran pembiayaan anggota.

3) Memastikan angsuran pembiayaan dapat berjalan lancar.

F. Kerangka Pemikiran

Dari hasil analisa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain serta

penjabaran teori mengenai masing-masing variabel dan hubungannya, maka dapat

dirumuskan suatu kerangka penelitian sebagai berikut :

Gambar 2.1

Kerangka Penelitian

G. Hipotesis

Sugiono dalam Nurlaili (2013:20), menyatakan bahwa hipotesis adalah

jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, yang dibuat untuk

menjelaskan penelitian itu dan juga dapat menuntun atau mengarahkan penelitian

selanjutnya. Hipotesis merupakan pernyataan singkat berisi dugaan yang

Gaya Kepemimpinan

Otokratik (X1)

Gaya Kepemimpinan Partisipatif (X2)

Gaya Kepemimpinan

Free Rein (X3)

(42)

disimpulkan sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang akan diteliti.

Suatu hipotesis akan diterima sebagai sebuah keputusan apabila hasil analisis data

dapat membuktikan hipotesis tersebut benar. SedangkanHipotesis menurut Arikunto

dalam Arwani (2009:220) adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

masalah penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.

1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Otokratik Terhadap Semangat Kerja

Karyawan.

Penelitian yang dilakukan Rasyid (2008) menyatakan bahwa hasil

penelitian di Perusahaan Knalpot Roda Jaya Malang, variabel gaya kepemimpinan

otokratik berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan. Penelitian

yang dilakukan Maisadana (2006) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan

otoriter berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. Bank

Sumut Cabang Stabat.

Berdasarkan penelitian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai

berikut:

H1 : Gaya kepemimpinan otokratik berpengaruh positif terhadap semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.

2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipasif Terhadap Semangat Kerja

Karyawan.

Dari penelitian Etik (2009), diketahui bahwa gaya kepemimpinan

mempunyai pengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan BPR

(43)

Gaya Kepemimpinan Partisipatif berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja

karyawan. Berdasarkan penelitian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis

sebagai berikut :

H2 : Gaya kepemimpinan partisipasif berpengaruh positif terhadap semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang

3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Free Rein Terhadap Semangat Kerja

Karyawan.

Penelitian yang dilakukan Maisadana (2006) menyatakan bahwa gaya

kepemimpinan free rein berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. Dewi (2006) menyatakan bahwa Gaya Kepemimpinan free rein

berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan. Berdasarkan penelitian

di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :

H3 : Gaya kepemimpinan free rein berpengaruh positif terhadap semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.

3. Gaya Kepemimpinan yang Berpengaruh Paling Dominan Terhadap

Semangat Kerja Karyawan

Penelitian yang dilakukan Rasyid (2008) menyatakan bahwa variabel

gaya kepemipinan partisipasif ternyata mempunyai pengaruh yang paling

dominan terhadap semangat kerja karyawan. Dalam penelitian yang dilakukan

oleh Etik (2009), diketahui bahwa variabel gaya kepemimpinan yang mempunyai

(44)

partisipatif, berdasarkan dari beberapa hasil penelitian terdahulu, dalam penelitian

yang akan dilakukan ini, Penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H4: Gaya kepemimpinan yang berpengaruh dominan terhadap semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang adalah gaya kepemimpinan partisipasif.

Tabel 2.2 Hipotesis penelitian

H1 Gaya kepemimpinan otokratik berpengaruh positif terhadap semangat

kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.

H2 Gaya kepemimpinan partisipasif berpengaruh positif terhadap semangat

kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.

H3 Gaya kepemimpinan partisipasif berpengaruh positif terhadap semangat

kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.

H4 Gaya kepemimpinan yang berpengaruh dominan terhadap semangat kerja

karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang adalah gaya kepemimpinan partisipasif.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis dan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuantitatif. Tujuannya untuk mengkonfirmasi data yang didapatkan di

lapangan dengan teori yang ada. Suharyadi dalam Yupitri (2012:52) menyatakan

bahwa penelitian kuantitatif adalah desain penelitian yang diarahkan untuk bisa

memaparkan berbagai temuan dengan dukungan statistik penelitian berdasarkan

hasil kuesioner penelitian.

B.Objek, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Objek penelitian adalah karyawan BMT divisi marketing di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Lokasi yang digunakan untuk penelitian adalah di 20

(dua puluh) BMT yang ada di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang yang

tergabung dalam PBMTI Kabupaten Semarang. Waktu yang digunakan untuk

penelitian ini adalah bulan Mei-Agustus tahun 2014.

C.Populasi dan Sampel

Menurut Bawono (2006:28), populasi adalah keseluruhan wilayah objek

dan subjek penelitian yang ditetapkan untuk dianalisis dan ditarik kesimpulan oleh

peneliti. Tentunya yang memiliki hubungan dan syarat syarat tertentu dengan

masalah yang akan dipecahkan. Sampel menurut Bawono (2006:28) adalah objek

atau subjek penelitian yang dipilih guna mewakili keseluruhan dari populasi.

(46)

penelitian meliputi sejumlah elemen (responden) yang lebih besar dari persyaratan

minimal sebanyak 30 elemen atau responden. Menurut penulis, sampel adalah

bagian dari jumlah dan karakteristik yang diambil dari sebuah populasi. Apabila

populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada

populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu.

Penelitian kali ini penulis mengambil sampel karyawan divisi marketing

dari 20 BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Total populasi karyawan

divisi marketing berjumlah 98 orang. Sampel akhir yang diambil adalah 63 orang karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan atau kriteria tertentu. Adapun sampel dalam penelitian ini, ditentukan dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Sampel merupakan karyawan divisi marketing BMT.

b. BMT yang diteliti berada di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.

c. BMT yang diteliti berada pada kriteria tidak bermasalah pada saat dilakukan

penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder.

(47)

a. Data Primer

Menurut Bawono (2006:29), data primer adalah data yang secara langsung

diperoleh peneliti dari lapangan. Contoh : Mewawancarai langsung penonton

bioskop 21 untuk meneliti preferensi konsumen bioskop.

b. Data Sekunder

Menurut Bawono (2006:30), data sekunder adalah data yang diperoleh

secara tidak langsung atau penelitian arsip yang memuat peristiwa masa lalu. Data

sekunder dapat diperoleh oleh peneliti dari jurnal, majalah, buku, maupun dari

internet.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah angket (kuesioner),

wawancara, dan studi pustaka. Dalam peneltian kali ini, metode kuesioner

digunakan untuk mengetahui jawaban responden tentang pengaruh gaya

kepemimpinan terhadap semangat kerja karyawan. Instrumen pertanyaan dalam

kuesioner penelitian bersifat tertutup karena alternatif jawaban telah disediakan.

Sedangkan studi pustaka adalah metode pengumpulan data dari buku, jurnal,

skripsi, tesis, dan sebagainya. Metode studi pustaka berupa penelitian terdahulu

dan informasi lainnya digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian yang

dilakukan penulis. Sedangkan metode wawancara digunakan untuk mengetahui

jumlah BMT yang ada di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang dan jumlah

(48)

E.Skala Pengukuran

Skala yang digunakan dalam mengukur variabel digunakan skala 1-10

untuk mendapatkan data yang bersifat interval dan diberi skor atau nilai. Jadi,

skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval.

F. Definisi konsep dan operasional

1. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu gaya kepemimpinan Otokratik /

The Autocratic Leader (X1)

Menurut Melvani (2012:11), gaya kepemimpinan otokratik atau otoriter

adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang

diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pemimpin memberitahukan sasaran apa

saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin juga

berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi

jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Karyawan cukup melaksanakan apa

yang diputuskan pemimpin. Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang

memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi. Menurut As’ad dalam Cahyono (2004:11), seorang pemimpin otokratik menganggap bahwa semua

kewajiban untuk mengambil keputusan, untuk menjalankan tindakan dan untuk

mengarahkan, memberi motivasi dan mengawasi bawahan terpusat ditangannya.

Pemimpin menganggap bawahan tidak mampu untuk mengarahkan diri mereka

sendiri. Pemimpin otokratik mengawasi pelaksanaan pekerjaan dengan ketat untuk

meminimumkan penyimpangan dari arah yang ia berikan. Dari beberapa

pengertian di atas, dapat disimpulkan definisi operasional gaya kepemimpinan

(49)

pengambilan keputusan, wewenang untuk melakukan pengawasan terpusat di

tangan seorang pemimpin.

2. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu gaya kepemimpinan Partisipasif / The Participative Leader (X2)

Hasibuan dalam Malvinas (2013:21) menyatakan bahwa kepemimpinan

partisipatif adalah apabila seorang pemimpin dalam kepemimpinannya bisa

bersikap persuasif, menciptakan kerjasama yang serasi, menumbuhkan loyalitas

dan partisipasi para bawahannya. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa

ikut memiliki perusahaan. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide,

dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan

saran atau ide yang diberikan oleh bawahannya. Menurut Mansur (2013:15)

pemimpin partisipasif bersedia bekerjasama dengan bawahan untuk merumuskan

tujuan dan penyusunan tugas bawahan. Hal ini berarti bahwa pemberian tugas

dikoordinasikan dengan baik. Pemimpin juga bersedia memberikan waktu bagi

bawahan untuk berkonsultasi tentang masalahnya. Dari beberapa penelitian di

atas, dapat disimpulkan bahwa definisi operasional gaya kepemimpinan

partisipasif adalah gaya kepemimpinan yang lebih memperhatikan peran bawahan

dalam memberikan saran, pertimbangan-pertimbangan, dalam pengambilan

keputusan.

3. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu The Free Rein Leader (X3)

(50)

para bawahan. Pada prinsipnya pimpinan akan mengatakan “Inilah pekerjaan yang harus saudara lakukan, saya tidak peduli bagaimana saudara mengerjakannya,

asalkan pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik”. Disini pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada para

bawahan, dalam artian pemimpin agar para bawahan bisa mengendalikan diri

mereka sendiri didalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pimpinan tidak akan

membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan tersebut, dan hanya

sedikit melakukan kontak dengan bawahan. Dengan demikian para bawahan

dituntut untuk memiliki kemampuan atau keahlian yang tinggi. Menurut Melvani

(2012:12), pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan

sasaran utama yang ingin dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi kepercayaan

penuh untuk menentukan sasaran, cara untuk mencapai sasaran, dan untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian,

pemimpin hanya berperan sebagai pemantau saja. Gaya kepemimpinan ini cocok

untuk angggota yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi. Dari beberapa

penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi operasional gaya

kepemimpinan free rein adalah gaya kepemimpinan yang memberi kepercayaan penuh kepada bawahan dalam proses untuk mencapai tujuan. Seorang pemimpin

hanya berperan sebagai pemantau saja.

4. Variabel Terikat (Dependent Variables) yaitu Semangat kerja karyawan di BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang (Y).

Menurut Nitisemito dalam Cahyono (2004:17), semangat kerja adalah

(51)

akan dapat diselesaikan dengan lebih baik. Menurut Hasibuan dalam Malvinas

(2013:43) menyatakan bahwa semangat kerja adalah keinginan dan kesungguhan

seseorang mengerjakan perkerjaannya dengan baik serta berdisiplin untuk

mencapai prestasi kerja yang maksimal. Dari beberapa penelitian di atas, dapat

disimpulkan bahwa definisi operasional dari semangat kerja adalah upaya

melakukan pekerjaan secara lebih giat disertai dengan kesungguhan dan berdisplin

untuk mecapai prestasi kerja yang maksimal.

G. Instrumen Penelitian

a. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu The Autocratic Leader (X1)

Melvani (2012) menyatakan bahwa beberapa indikator untuk mengukur

gaya kepemimpinan otokratik adalah sebagai berikut:

1) Keputusan / kebijakan diambil pemimpin secara penuh.

2) Bawahan / karyawan tidak perlu berpikir apapun dan hanya melaksanakan

tugas dari pemimpin. Tidak ada penjelasan tujuan perusahaan kepada bawahan.

Sedangkan menurut Malvinas (2013) ada beberapa karakteristik dari gaya

kepemimpinan otokratik yaitu :

1) Keputusan / kebijakan diambil pemimpin secara penuh.

2) Tidak ada saran, ide, dan pertimbangan dari bawahan dalam pengambilan

keputusan.

(52)

Beberapa indikator dalam mengukur kepemimpinan otokratik juga

dikemukakan oleh Cahyono (2004), yaitu:

1) Pengawasan untuk meminimalisir penyimpangan

2) Bawahan dianggap tidak mampu mengarahkan diri mereka sendiri

Berdasarkan indikator yang digunakan beberapa peneliti terdahulu, maka

penulis menggunakan indikator untuk mengukur gaya kepemimpinan otokratik

adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1

Indikator Gaya Kepemimpinan Otokratik

Sumber: Diadaptasi dari Melvian (2012), Malvinas (2013), Cahyono(2004)

b. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu The Participative Leader (X2)

Menurut Mansur (2010) beberapa ciri kepemimpinan partisipatif adalah

sebagai berikut:

1) Pimpinan dan bawahan bekerjasama untuk penyusunan tugas

Gaya Kepemimpinan

Otokratik

Perintah yang harus dipatuhi

Pengambilan keputusan tanpa

berkonsultasi

Tidak ada penjelasan tujuan

perusahaan kepada bawahan

(53)

2) Pimpinan bersedia diajak konsultasi oleh bawahan (memberi saran, info, dan

pertimbangan) menyelesaikan masalah bawahan

Selain itu, Malvinas (2013) juga menyatakan bahwa terdapat beberapa

karakteristik untuk mengukur gaya kepemimpinan partisipatif, antara lain:

1) Pimpinan bersikap persuasif untuk mendapatkan partisipasi dan loyalitas dari

bawahan.

2) Bawahan / karyawan harus memberikan ide dan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan

3) Memiliki falsafah bahwa pemimpin adalah untuk bawahan

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, indikator yang digunakan

penulis dalam gaya kepemimpinan partisipasif adalah sebagai berikut:

Gambar 3.2

Indikator Gaya Kepemimpinan Partisipatif

Sumber : Diadaptasi dari Mansur (2010), Malvinas (2013)

Sistem pemberian tugas

dikoordinasikan dengan baik

Pengambilan keputusan berkonsultasi

dan mempertimbangkan pendapat

karyawan

Mau berdiskusi dengan bawahan

dalam memecahkan suatu persoalan

Pemimpin mau memberikan masukan

berupa saran, informasi, dan

pertimbangan

Gaya Kepemimpinan

(54)

c. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu The Free Rein Leader (X3) Menurut As’ad dalam Cahyono (2004), indikator dalam gaya

kepemimpinan free rein adalah:

1) Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut

kepada bawahan.

2) Pimpinan tidak akan membuat peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan

tersebut, karyawan bebas berimprovisasi dan hanya sedikit melakukan kontak

dengan bawahan. Manajer hanya sedikit melakukan pengawasan dan memberi

kepercayaan penuh pada bawahan. Dengan demikian para bawahan dituntut

untuk memiliki kemampuan yang tinggi.

Menurut Ritawaty (2012), indikator dalam gaya kepemimpinan free rein

adalah:

1) Pemimpin memberikan kekuasaan penuh kepada bawahan

2) Struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif.

3) Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung jawab, kemudian

menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan

(55)

Gambar 3.3

Indikator Gaya Kepemimpinan Free Rein

Sumber : Diadaptasi dari Cahyono (2004), Ritawaty (2012)

d. Variabel Terikat (Dependent Variables) yaitu Semangat kerja karyawan divisi

marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang (Y).

Menurut Nitisemito dalam Darmawan (tt), indikator untuk mengukur

semangat kerja adalah:

1) Absensi

Absensi menunjukkan ketidakhadiran karyawan dalam tugasnya. Hal ini

termasuk waktu yang hilang karena sakit, kecelakaan, dan pergi meninggalkan

pekerjaan karena alasan pribadi tanpa diberi wewenang. Yang tidak

diperhitungkan sebagai absensi adalah diberhentikan untuk sementara, tidak ada

pekerjaan, cuti yang sah, atau periode libur, dan pemberhentian kerja.

Gambar

Gambar
Penemuan Tabel 1.1 Research Gap Penelitian
Gambar 2.1   Kerangka Penelitian
Tabel 2.2 Hipotesis penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keberadaaan BMT ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam pengembagan sektor ekonomi riil, terlebih bagi kegiatan usaha yang belum memenuhi segala persyaratan

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen terhadap keputusan memilih produk pembiayaan murabahah pada BMT Fajar sangat perlu diperhatikan seperti faktor

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa strategi pemasaran yang dilakukan BMT Assyafi’iyah yaitu media sosial, melalui

Berdasarkan hal tersebut, BMT UGT Sidogiri Ganding Sumenep Madura dituntut agar lebih memaksimalkan bauran pemasaran atau marketing mix produk tabungan umum syariah guna

Dengan posisi ini maka alternatif manajemen strategi yang dapat dilakukan KJKS BMT Syariah Sejahtera adalah strategi pertumbuhan pada strategi korporat dan strategi fokus pada

Penelitian ini dilatar belakangi karena terjadinya masalah pada BMT Bina Insani Pringapus Ungaran.Masalah utamanya adalah faktor kelembagaan yang menjadi kendala,

Hasil penelitian yang diperoleh adalah (1) Kinerja teller di KSPPS BMT NU Sejahtera KC Salatiga sudah baik dan efektif.. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator yang

Pada tahun 2016 anggota pembiayaan KSPPS BMT ANDA Cabang Salatiga mencapai angka 1.823 jumlah yang banyak untuk BMT. sebesar