PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP
SEMANGAT KERJA KARYAWAN DIVISI
MARKETING
BAITUL MAL WAT TAMWIL
(BMT) DI KOTA SALATIGA
DAN KABUPATEN SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah
Oleh:
HANANTYA ARYANA WIN DARMAWAN
NIM 21310044
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH S1
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Jangan hanya menghindari yang tidak mungkin.
Dengan mencoba sesuatu yang tidak mungkin,
Kita akan bisa mencapai yang terbaik dari yang mungkin kita capai.
(Mario Teguh)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk
Kedua orang tuaku dan adik-adik tercinta,
Saudara dan seluruh keluarga besarku,
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul: “Analisis Pengaruh Gaya Keemimpinan Terhadap Semangat kerja karyawan Divisi Marketing Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang” dengan lancar tanpa kendala yang berarti. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi agung baginda Rasulullah SAW,
beserta keluarga dan para sahabatnya yang senantiasa membawa kita dari zaman
jahiliyah ke zaman yang penuh ilmu dan iman.
Skripsi ini diajukan guna memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) dalam jurusan Syari’ah Program Studi Perbankan Syariah. Ucapan terimakasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada semua
pihak yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan bantuan dalam berbagai
bentuk. Ucapan terimakasih terutama penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (Stain Salatiga)
membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
5. Segenap Dosen Jurusan Syariah dan Program Studi Perbankan Syariah S1
yang telah memberikan bekal berbagai teori, ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang sangat bermanfaat bagi penulis.
6. Seluruh Staf dan karyawan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga
7. Kedua Orang tuaku tercinta, yang telah memberikan dorongan do’a, moril dan materil, serta yang senantiasa menjadi inspirasi bagi penulis.
8. Saudara dan seluruh keluarga besarku, yang juga memberi dukungan
9. Teman-teman seperjuangan PS S1 A dan B,
10.Kepada Seluruh pimpinan dan karyawan BMT kota Salatiga dan
Kabupaten Semarang, atas kerjasamanya dalam memperoleh data yang
penulis butuhkan.
11. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih dan
semoga kebaikan semua pihak yang telah memberikan bantuan mendapat
balasan pahala dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan
dan penuh kekurangan, oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis
menyampaikan permohonan maaf yang sebanyak-banyaknya, serta semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Amiin.
Salatiga, 28 Agustus 2014
Penulis
Hanantya Aryana Win D
ABSTRAK
Darmawan, Hanantya Aryana Win. 2014. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Divisi Marketing Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di Kota Salatiga Dan Kabupaten Semarang. Skripsi, JurusanSyari’ah & Ekonomi Islam, Program Studi Perbankan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. H. AgusWaluyo, M.Ag.
Kata Kunci: Gaya Kepemimpinan, Semangat Kerja
Pada organisasi lembaga keuangan seperti BMT, divisi marketing
merupakan ujung tombak organisasi. Seorang marketing, setiap harinya harus berhadapan dengan anggota maupun calon anggota pada BMT tersebut yang memiliki beragam karakter untuk memasarkan produk yang dimiliki. Oleh karena itu, diperlukan gaya kepemimpinan yang tepat agar semangat kerja karyawan divisi marketingtetap terjaga dengan baik.
Penelitian ini menggunakan metode kuantatif karena penelitian bertujuan untuk mengkonfirmasi data yang didapatkan di lapangan dengan teori yang ada. Objek penelitian yang digunakan adalah karyawan divisi marketing BMT Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang dengan sampel sebanyak 63 karyawan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner, wawancara dan studi pustaka. Sedangkan data diolah menggunakan beberapa uji yaitu uji reliabilitas, validitas, asumsi klasik,dan uji statistik.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan (otokratik, partisipatif, free rein) secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Sedangkan gaya kepemimpinan yang paling dominan mempengaruhi semangat kerja karyawan adalah gaya kepemimpinan partisipatif.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING--- i
HALAMAN PENGESAHAN --- ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN --- iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1 : Penemuan Research Gap Penelitian --- 7
Tabel 2.2 : Hipotesis Penelitian --- 32
Tabel 3.1 : Variabel dan Indikator Penelitian --- 45
Tabel 4.1 : Daftar Nama dan Lokasi BMT--- 49
Tabel 4.2 : Jenis kelamin responden--- 50
Tabel 4.3 : Uji reliabilitas --- 51
Tabel 4.4 : Uji validitas--- 52
Tabel 4.5 : Uji multikolinearitas--- 53
Tabel 4.6 : Uji linearitas--- 56
Tabel 4.7 : Uji linearitas --- 56
Tabel 4.8 : Uji F --- 57
Tabel 4.9 : Uji R2--- 58
Tabel 4.10 : Uji T --- 59
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar2.1 :Kerangka Penelitian--- 29
Gambar3.1 :Indikator Gaya Kepemimpinan Otokratik--- 40
Gambar3.2 :Indikator Gaya Kepemimpinan Partisipatif--- 41
Gambar3.2 :Indikator Gaya Kepemimpinan Free Rein--- 43
Gambar3.4 :Indikator Semangat Kerja--- 44
Gambar4.1 :Uji heterokendastisitas--- 54
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kota Salatiga merupakan kota kecil di Provinsi Jawa Tengah yang
memiliki potensi sumber daya manusia yang cukup baik. Adanya beberapa
perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang terdapat di kota ini merupakan
bukti bahwa kota ini menjadi salah satu kota yang diharapkan dapat meningkatkan
kualitas dari potensi sumber daya manusia yang ada, khususnya yang menimba
ilmu di kota ini. Letak Kota Salatiga berada sebelah selatan Kota Semarang. Jarak
Kota Salatiga dan Kota Semarang sekitar 49 kilometer atau 52 km sebelah utara
Kota Surakarta. Salatiga terdiri atas 4 kecamatan, yakni Argomulyo, Tingkir,
Sidomukti, dan Sidorejo. Kota ini berada di lereng timur Gunung Merbabu,
sehingga membuat kota ini memiliki udara yang cukup sejuk. Berdasarkan luas
wilayah, Kota Salatiga menduduki peringkat ke-18 kotamadya terkecil di
Indonesia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Salatiga)
Sedangkan Kabupaten Semarang merupakan daerah yang memiliki
cakupan wilayah yang sangat luas sehingga memiliki potensi jumlah sumber daya
manusia yang sangat banyak. Kabupaten Semarang terdiri atas 19 kecamatan,
yang dibagi lagi atas 208 desa dan 27 kelurahan. Ibukota Kabupaten Semarang
Potensi sumber daya manusia yang dimiliki Kota Salatiga dan Kabupaten
Semarang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi Indonesia melalui
berbagai sektor, baik yang bersifat organisasional maupun tidak. Sumber daya
manusia merupakan komponen penting di dalam sebuah organisasi, baik yang
bersifat profit oriented atau non profit oriented. Oleh karena itu, suatu organisasi harus mampu mengelola sumber daya manusia dengan manajemen yang baik.
Menurut Husein Umar dalam Sumarsono (2003:16), mengartikan
manajemen sumber daya manusia, atau yang sering disingkat MSDM sebagai
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan,
pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai
tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. Menurut Mulyadi dalam Abdillah
(tt:2), organisasi berisikan orang-orang yang mempunyai serangkaian aktifitas
yang jelas dan dilakukan secara berkelanjutan guna mencapai tujuan organisasi.
Semua tindakan yang diambil dalam setiap kegiatan diprakarsai, dan ditentukan
oleh manusia yang menjadi anggota organisasi, dimana manusia sebagai
pendukung utama setiap organisasi apapun bentuk organisasi itu.
Salah satu organisasi yang menerapkan manajemen sumber daya manusia
adalah Baitul Mal Wat Tamwil (BMT). Menurut Sumiyanto (2008:24), BMT adalah lembaga yang memadukan fungsi antara Baitul Mal dan Baitut Tamwil. Dalam fungsinya sebagai Baitul Mal, pengelola BMT berfungsi sebagai perantara antara para muzakki dan munfiqqun dengan para mustahik. Dalam fungsi Tamwil, pengelola BMT berfungsi sebagai perantara investor (kreditur dan penabung)
Penulis menyimpulkan bahwa BMT adalah lembaga keuangan profit oriented
yang dikelola sesuai prinsip syariat Islam.
Dari hasil wawancara penulis terhadap Ketua PBMTI Kabupaten
Semarang Bapak Nur Budiarso, beliau menyatakan bahwa hingga pertengahan
tahun 2014, terdapat 20 BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang yang
tergabung dalam Perhimpunan Baitul Mal Wat Tamwil Indonesia (PBMTI) Korda Kabupaten Semarang. Namun, menurut pengamatan penulis, kinerja sumber daya
manusia, khususnya karyawan divisi marketing pada BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang masih belum optimal bila dibandingkan dengan lembaga
keuangan konvensional. Salah satu indikator utamanya adalah masih banyak
masyarakat Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang yang belum paham bahkan
belum mengetahui tentang BMT dan jenis-jenis produknya. Banyak juga
masyarakat yang enggan menggunakan jasa BMT meskipun mereka telah
mengetahui perihal tentang BMT. Selain itu, banyak juga terdapat persepsi yang
salah dari masyarakat terhadap BMT. Permasalahan ini perlu dikaji mengingat
pada dasarnya, menurut penulis konsep sistem ekonomi syariah yang
diaplikasikan oleh BMT sebenarnya lebih baik daripada system ekonomi
konvensional. Jadi, seharusnya masyarakat lebih memilih BMT daripada lembaga
keuangan konvensional. Namun faktanya, BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten
Semarang masih kalah bersaing dengan lembaga keuangan konvensional. Dan
dalam hal ini, karyawan BMT, khususnya divisi marketing memegang peranan penting agar BMT dan produk-produknya bisa lebih dikenal masyarakat dan
semangat kerja karyawan BMT divisi marketing perlu untuk ditingkatkan. Menurut Boyd, dkk. dalam Haryadi (2009:28), marketing atau pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang
memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan
dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan
hubungan pertukaran.
Dari pengertian marketing tersebut di atas, dapat kita ketahui bahwa setiap sumber daya manusia dari suatu organisasi mempunyai kepentingan dan tujuan
individu ketika ia memutuskan bergabung pada sebuah organisasi. Beragamnya
kepentingan dan tujuan pada setiap individu menjadi sebuah hal yang tidak dapat
dihindari lagi Namun, tujuan organisasi harus menjadi prioritas yang lebih utama
dibandingkan dengan tujuan individual seseorang ketika bergabung pada sebuah
organisasi. Pada organisasi lembaga keuangan seperti BMT, divisi marketing
merupakan ujung tombak organisasi. Seorang marketing, setiap harinya harus
berhadapan dengan anggota maupun calon anggota pada BMT tersebut yang
memiliki beragam karakter. Oleh karena itu, semangat kerja karyawan divisi
marketing harus tetap terjaga dengan baik agar tujuan BMT dapat tercapai.
Nawawi dalam Asnawi (1998:2) menyatakan bahwa semangat kerja
merupakan suasana batin seorang karyawan yang berpengaruh pada usahanya
untuk mewujudkan suatu tujuan melalui pelaksanaan pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya. Menurut Gorda dalam Dharmaputra (tt:2), terdapat banyak
faktor yang dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan, dan salah satunya
yang mampu mempengaruhi orang lain akan memberikan motivasi tersendiri bagi
karyawan untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan.
Seluruh rangkaian hubungan baik yang bersifat formal maupun informal antara
atasan dengan bawahan, akan menciptakan hubungan yang harmonis sehingga
timbul kebersamaan dalam organisasi. Dengan terbentuknya hubungan yang
harmonis antara pemimpin dengan karyawan akan berdampak pada meningkatnya
kinerja dan semangat kerja karyawan tersebut. Dari uraian di atas, gaya
kepemimpinan yang dimiliki seorang atasan dapat mempengaruhi semangat kerja
bawahan.
Menurut Paul Hersay dan Ken Blanchard dalam Wijaya (2008:18), gaya
kepemimpinan adalah upaya untuk mempengaruhi orang orang untuk ikut dalam
pencapaian tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pegawai untuk mencapai
tujuan, serta mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Hasibuan dalam Yasiroh (2010:13), mengklasifikasikan gaya kepemimpinan
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: gaya kepemimpinan otoriter, gaya kepemimpinan
partisipasif, dan gaya kepemimpinan delegatif. Moch As’ad dalam skripsi Cahyono (2004:11) membagi gaya kepemimpinan menjadi gaya kepemimpinan
autokratik, partisipatif, dan gaya kepemimpinan free rein. Dalam penelitian ini, penulis akan menempatkan tiga tipe gaya kepemimpinan menurut Moch As’ad tersebut sebagai variabel independen yang mempengaruhi semangat kerja
signifikan terhadap semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
Penelitian yang dilakukan Waridin dan Parlinda dalam Abdilah (tt:4)
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap kinerja pegawai. Penelitian yang dilakukan Rasyid (2008) dari
Universitas Merdeka Malang menyatakan bahwa hasil penelitian di Perusahaan
Knalpot Roda Jaya Malang, variabel gaya kepemimpinan otokratik, gaya
kepemimpinan partisipasi, dan free rein berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan. Sedangkan secara parsial, didapatkan hasil variabel
gaya kepemimpinan partisipasif ternyata mempunyai pengaruh yang paling
dominan terhadap semangat kerja karyawan.
Penelitian yang dilakukan Maisadana (2006) tentang pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan pada PT. Bank Sumut Cabang
Stabat menunjukkan bahwa secara simultan, variabel gaya kepemimpinan
demokratis dan gaya kepemimpinan otoriter berpengaruh signifikan terhadap
motivasi kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Stabat. Variabel gaya kepemimpinan
laissez faire tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Stabat. Secara parsial diantara variabel bebas yang diteliti ternyata
variabel gaya kepemimpinan otoriter merupakan paling dominan.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2006) dari Universitas Merdeka
semangat kerja karyawan. Variabel free rein leadership ternyata mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap semangat kerja karyawan.
Dari penelitian Etik (2009), diketahui bahwa gaya kepemimpinan
mempunyai pengaruh signifikan terhadap semangat kerja BPR Nusamba Sligi.
Variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap semangat kerja adalah
gaya kepemimpinan partisipatif.
Tabel 1.1
Penemuan Research Gap Penelitian
Isu Penulis Hasil
Waridin (2005) Gaya Kepemimpinan berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap
skinerja pegawai.
Anwar Rasyid (2008) Gaya Kepemimpinan berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap
semangat kerja karyawan
Maisadana (2006) Gaya Kepemimpinan Otokratik
berpengaruh paling dominan terhadap
motivasi kerja karyawan
Dewi (2006) Gaya Kepemimpinan Free Rein
berpengaruh paling dominan terhadap
semangat kerja karyawan
Etik (2009) Gaya Kepemimpinan Partisipasif
berpengaruh paling dominan terhadap
semangat kerja karyawan
Sumber: Waridin (2005), Anwar Rasyid (2008), Maisadana (2006),
Dengan uraian latar belakang dan penelitian terdahulu yang menghasilkan
penelitian yang berbeda tentang gaya kepemimpinan yang berpengaruh paling
dominan terhadap semangat kerja karyawan, penulis mencoba menyajikan skripsi
dengan judul “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP
SEMANGAT KERJA KARYAWAN DIVISI MARKETING BAITUL MAL
WAT TAMWIL (BMT) DI KOTA SALATIGA DAN KABUPATEN
SEMARANG”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, dapat diambil beberapa
rumusan masalah yang akan diteliti lebih lanjut yaitu:
1. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan otokratik terhadap semangat kerja
karyawan BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan Partisipasif terhadap semangat kerja
karyawan BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang?
3. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan free rein terhadap semangat kerja karyawan BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang?
4. Apa jenis gaya kepemimpinan yang paling berpengaruh dominan terhadap
semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh gaya
terhadap semangat kerja karyawan pada BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten
Semarang.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis
Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman dalam berbagai penelitian
dan juga latihan penerapan teori-teori pengetahuan yang penulis terima dan
dipelajari.
b. Bagi STAIN Salatiga
Penelitian bermanfaat untuk menyediakan informasi serta menyediakan
bahan acuan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya.
c. Bagi BMT Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi
atau bahan masukan bagi BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang
terutama mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap semangat kerja dan
mengetahui gaya kepemimpinan yang paling berpengaruh dominan terhadap
semangat kerja karyawan.
D. Sistematika Penulisan
Secara global, penulis menyajikan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang pendahuluan skripsi secara keseluruhan yaitu
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
BAB II TELAAH PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang telaah pustaka yaitu landasan teori, penelitian
terdahulu,kerangka pikir teoritik, dan hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan tentang jenis dan sumber data yang digunakan
dalam penelitian, variabel yang digunakan yaitu variabel bebas (independent variable) dan variable terikat (dependent variable) beserta definisi opersionalnya, populasi dan teknik penentuan sampel, metode pengumpulan data serta metode
yang digunakan dalam menganalisi data dalam penelitian.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bagian berisikan data dan profil singkat objek penelitian. Dalam bagian
ini, penulis mulai menyajikan data dan hasil penelitian dan mulai menganalisis
data yang diperoleh.
BAB V PENUTUP
Bagian ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian penulis, yang pada
prinsipnya merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang ada serta berisikan
saran-saran bagi berbagai pihak yang terlibat dalam penelitian serta isi penelitian
yang berdasar pada kesimpulan. Selain itu, pada bab ini juga memaparkan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
Penelitian yang dilakukan Ningsih dalam Syaiyid, dkk. (tt:2) menyebutkan
bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap
semangat kerja karyawan di UPPTI Universitas Brawijaya Malang. Sedangkan
penelitian yang dilakukan Waridin dan Parlinda dalam Abdillah (tt:4),
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap kinerja pegawai. Penelitian yang dilakukan Malvinas (2013) menyatakan
bahwa kepemimpinan memiliki pengaruh signifikan terhadap Semangat Kerja
karyawan di PT. Prima Rasa Lestari.
Menurut Rahardian (2009) gaya kepemimpinan partisipasif memiliki
pengaruh yang paling dominan terhadap semangat kerja pada lembaga bimbingan
belajar CV. Neutron Yogyakarta Cabang Malang. Rasyid (2008) menyatakan
bahwa gaya kepemimpinan otokratik, gaya kepemimpinan partisipasif, dan free rein berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja dan gaya kepemimpinan partisipasif (X2) mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap semangat
kerja karyawan.
Maisadana (2006) melakukan penelitian dengan judul meneliti Pengaruh
Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Pada PT. Bank Sumut
Cabang Stabat. Hasil penelitian menunjukkan secara serempak disimpulkan
bahwa variabel gaya kepemimpinan demokratis dan gaya otoriter berpengaruh
gaya kepemimpinan laissez faire tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Stabat. Gaya kepemimpinan otoriter memiliki
pengaruh paling dominan terhadap motivasi kerja karyawan.
Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya adalah Penulis mencoba meneliti tentang bagaimana
pengaruh gaya kepemimipinan Otokratik, Partisipasif, dan Free Rein terhadap semangat kerja dan tipe gaya kepemimpinan yang paling berpengaruh dominan
terhadap semangat kerja karyawan dengan objek yang diteliti dikhususkan kepada
karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
B. Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul mal dan
baitut tamwil. Sesuai pengertian istilahnya, BMT melaksanakan dua jenis kegiatan, yaitu baitul mal dan baitut tamwil. Sebagai baitul mal, BMT menerima titipan zakat, infaq, dan shadaqah serta menyalurkan (tasaruf) sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan sebagai baitut tamwil, BMT bergiat mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kualitas kegiatan pengusaha kecil bawah dan kecil dengan mendorong kegiatan
menabung dan menunjang pembiayaan ekonomi.
Sebagai Baitut tamwil, BMT terutama berfungsi sebagai suatu lembaga keuangan syariah. Lembaga keuangan syariah yang melakukan upaya
penghimpunan dan penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah
yang paling mendasar dan yang sering digunakan adalah sistem bagi hasil yang
kebanyakan BMT berupaya menjalankan fungsi keuangan syariah tersebut secara
profesional dan patuh kepada syariah. Upaya meningkatkan profesionalisme
membawa BMT kepada berbagai inovasi kegiatan usaha dan produk usaha. Sesuai
dengan situasi dan kondisi masing-masing, BMT berkreasi menciptakan bentuk,
nama dan jenis kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana. BMT sering
menggunakan slogan atau semboyan yang dianggap bisa menjadi ciri khas
mereka, yang biasanya juga diilhami oleh kondisi masyarakat yang dilayani.
Ridwan (2004) menyatakan bahwa visi BMT harus mengarah pada upaya
untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas
ibadah anggota sehingga mampu berperan sebagai wakil Allah SWT,
memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Masing-masing BMT dapat saja merumuskan visinya sendiri. Karena
visi sangat dipengaruhi oleh lingkungan bisnisnya, latar belakang masyarakatnya
serta visi pendirinya. Namun demikian, prinsip perumusan visi harus sama dan
tetap dipegang teguh.
Menurut Ridwan (2004) misi BMT adalah membangun dan
mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil
berkemakmuran-berkemajuan, serta makmur-maju berkeadilan berlandaskan
syariah dan ridho Allah SWT. Dalam melakukan usahanya, BMT berpegang
a. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan mengimplementasikan
pada prinsip-prinsip syariah dan muamalah Islam ke dalam kehidupan nyata.
b. Keterpaduan, yakni nilai-nilai spiritual dan moral menggerakkan dan
mengarahkan etika bisnis yang dinamis, proaktif, progresif, adil, dan berakhlak
mulia.
c. Kekeluargaan, yakni mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi. Semua pengelola pada setiap tingkatan, pengurus dengan semua
lininya serta anggota, dibangun rasa kekeluargaan, sehingga akan tumbuh rasa
saling melindungi dan menanggung.
d. Kebersamaan, yakni kesatuan pola pikir, sikap, dan cita-cita antar semua
elemen BMT. Antara pengelola dengan pengurus harus memiliki satu visi dan
bersama-sama anggota untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial.
e. Kemandirian, yakni mandiri di atas semua golongan politik. Mandiri juga
berarti tidak tergantung dengan dana–dana pinjaman dan bantuan tetapi senantiasa proaktif untuk menggalang dana masyarakat sebanyak-banyaknya.
f. Profesionalisme, yakni semangat kerja yang tinggi dilandasi dengan dasar
keimanan.
g. Istiqomah, konsisten, konsekuen, berkelanjutan, dan tanpa pernah putus asa.
Selain hal tersebut di atas, ada beberapa fungsi BMT yang dapat diuraikan
sebagai berikut :
1) Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang
tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga timbul unit surplus (pihak
2) Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat pembayaran yang sah
yang mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban suatu
lembaga/perorangan.
3) Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi
pendapatan kepada para pegawainya.
4) Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat mengenai risiko
keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut.
C. Gaya Kepemimpinan
Menurut Paul Hersay dan Ken Blanchard dalam Wijaya (2008:18), Gaya
kepemimpinan adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mempengaruhi
orang lain untuk ikut dalam tujuan bersama. Gaya kepemimpinan tersebut
meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisaisi, memotivasi
perilaku pegawai untuk mencapai tujuan dan mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya.
Menurut Thoha dalam Cahyono (2004:11), gaya kepemimpinan adalah
norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha
menyelaraskan persepsi diantara orang yang akan dipengaruhi perilaku orang
yang dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Menurut Heidjrachman
dan Husnan dalam Wijaya (2008:18), Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah
laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dan tujuan
individu untuk mencapai tujuan tertentu. Dari beberapa pengertian di atas, dapat
untuk dapat mempengaruhi atau memimpin orang lain agar tujuan organisasi yang
diinginkan dapat tercapai dengan tidak mengesampingkan kepentingan individu di
dalamnya.
Dalam artikel publikasi ilmiah Melvani (2012:20), studi kepemimpinan
Universitas Michigan yang dipelopori oleh Gibson dan Ivancevich
mengidentifikasikan dua bentuk perilaku pemimpin yaitu :
1. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (The Job Centered).
Dalam gaya kepemimpinan ini, seorang manajer akan mengarahkan dan
mengawasi bawahannya agar sesuai dengan yang diharapkan manajer. Manajer
yang mempunyai gaya kepemimpinan ini lebih mengutamakan keberhasilan dari
pekerjaan yang hendak dicapai daripada perkembangan kemampuan bawahannya.
2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan (The Employee Centered).
Manajer yang mempunyai gaya kepemimpinan ini berusaha mendorong
dan memotivasi pekerjaannya untuk bekerja dengan baik. Mereka
mengikutsertakan pekerjaannya dalam mengambil suatu keputusan.
1. Prinsip-Prinsip Dasar Kepemimpinan
Karakteristik seorang pemimpin menurut Stephen R. Covey dalam
Ritawaty (2012:22) didasarkan kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Seorang yang belajar seumur hidup: Tidak hanya melalui pendidikan formal,
tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, bejajar melalui membaca, menulis,
observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang
b. Berorientasi pada pelayanan: Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani,
sebab prinsip pemimpjn dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai
tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih
berprinsip pada pelayanan yang baik.
c. Membawa energi yang positif: Setiap orang mempunyai energi dan semangat.
Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan
mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk
membangun hubungan baik. Seorang pemimpin hams dapat dan mau bekerja
untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu,
seorang pemimpin haras dapat menunjukkan energi yang positif, seperti:
d. Percaya pada orang lain: Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk
staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan
pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan
kepedulian.
e. Keseimbangan dalam kehidupan: Seorang pemimpin harus dapat
menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi pada prinsip kemanusiaan dan
keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi.
Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat.
f. Melihat kehidupan sebagai tantangan: Kata 'tantangan' sering diinterpretasikan
negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup
dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang
aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian,
dinamisasi dan kebebasan.
g. Sinergi: Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis
perubahan, Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi
adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut
The New Brolier Webster International Dictionary, sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara
perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang,
atasan, staf, teman sekerja.
h. Latihan mengembangkan diri sendiri: Seorang pemimpin harus dapat
memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia
tidak hanya berorientasi pada proses. Proses dalam mengembangkan diri terdiri
dari beberapa komponen yang berhubungan dengan:
- pemahaman materi;
- memperluas materi melalui belajar dan pengalaman;
- mengajar materi kepada orang lain;
- mengaplikasikan prinsip-prinsip;
- memonitoring hasil;
- merefleksikan kepada hasil;
- menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi;
- pemahaman baru; dan
2. Jenis – jenis Gaya Kepemimpinan
Robbins dalam Syaiyid (tt:2), mengidentifikasikan gaya kepemimpinan
yang dibedakan sebagai berikut:
a. Kepemimpinan direktif, yaitu kepemimpinan memberi kesempatan pada
pengikutnya untuk mengetahui apa yang diharapkan dari mereka,
menjadwalkan pekerjaan yang akan dilakukan dan memberi pedoman yang
spesifik mengenai cara menyelesaikan tugas.
b. Kepemimpinan suportif, yaitu kepemimpinan yang ramah dan menunjukkan
perhatian kepada para pengikutnya atau bawahannya.
c. Kepemimpinan partisipatif, yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin
berkonsultasi dengan bawahan serta meminta dan menggunakan saran-saran
bawahan dalam rangka mengambil keputusan.
d. Kepemimpinan Orientasi Prestasi, yaitu gaya kepemimpinan yang mengajukan
tantangan yang menarik bagi bawahan dan merangsang untuk mencapai tujuan,
serta melaksanakannya dengan baik.
Blanchard dalam Ritawaty (2012:20) mengemukakan 4 gaya dari sebuah
kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang
pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu
bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah:
a. Directing
Gaya yang tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf
yang ada belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas
menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi
demikian, biasanya terjadi overcommunicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan membuang-buang waktu waktu). Dalam proses
pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan–aturan dan proses yang detail kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan
detail yang sudah dikerjakan.
b. Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detail proses kerja dan aturan yang
harus dilaksanakan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah
keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima
berbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila bawahan telah lebih
termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini pemimpin
perlu memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengerti tentang tugasnya,
dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik
dengan bawahan.
c. Supporting
Supporting adalah suatu gaya kepemimpinan dimana pemimpin memfasilitasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam
hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab
dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini
akan berhasil apabila bawahan telah mengenal teknik–teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan pimpinan. Dalam hal
melibatkan bawahan dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan
saran – saran bawahan mengenai peningkatan kinerja. d. Delegating
Delegating merupakan suatu gaya kepemimpinan dimana seorang
pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada
bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila bawahan sepenuhnya telah
paham dan efisien dalam pekerjaan, sehingga pimpinan dapat melepas bawahan
menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
Sedangkan dalam penelitian lain, Moch As’ad dalam Cahyono (2004:11)
membagi gaya kepemimpinan menjadi:
a. The Autocratic Leader
Seorang pemimpin yang otokratik menganggap bahwa semua kewajiban
untuk mengambil keputusan, untuk menjalankan tindakan dan untuk
mengarahkan, memberi motivasi dan mengawasi bawahannya terpusat di
tangannya. Seorang pemimpin yang otokratik menanggap bahwa ialah yang
berkompeten untuk memutuskan, dan punya perasaan bahwa bawahannya tidak
mampu untuk mengarahkan diri mereka sendiri, atau ia mungkin mempunyai
alasan-alasan lain untuk beranggapan mempunyai posisi yang kuat untuk
mengarahkan dan mengawasi. Seorang otokrat mengawasi pelaksanaan pekerjaan
dengan maksud untuk meminimumkan penyimpangan dari arah yang ia berikan.
b. The Participative Leader
Apabila seorang pemimpin menggunakan gaya partisipatif, ia tidak
pengarahan tertentu kepada bawahannya, tetapi ia mencari berbagai pendapat dan
pemikiran dari para bawahannya mengenai keputusan yang akan diambil. Ia akan
secara serius mendengarkan dan menilai pikiran-pikiran para bawahannya dan
menerima sumbangan pikiran mereka, sejauh pemikiran mereka tersebut bisa
dipraktikkan. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan
mengambil keputusan dari para bawahannya sehingga pikiran-pikiran mereka
akan selalu meningkat dan makin matang. Para bawahan juga didorong agar
meningkatkan kemampuan dan mengendalikan diri dan menerima tanggung jawab
yang lebih besar. Pemimpin akan lebih sportif dalam kontak dengan para
bawahannya dan bukan menjadi sikap diktator. Meskipun tentu saja wewenang
terakhir dalam pengambilan keputusan terletak pada pimpinan.
c. The Free Rein Leader
Dalam gaya kepemimpinan free rein, pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada para bawahan, dalam artian
pemimpin agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka sendiri didalam
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pimpinan tidak akan membuat
peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan tersebut, dan hanya sedikit melakukan
kontak dengan bawahan. Dengan demikian para bawahan dituntut untuk memiliki
kemampuan atau keahlian yang tinggi.
Selain gaya kepemimipinan yang diklasifikasikan oleh tokoh tersebut di
atas, ada tipe gaya kepemimpinan lain, salah satunya adalah gaya kepemimipinan
Islam. Menurut Hafidhuddin (2003:13), gaya kepemimpinan Islam tidak seperti
satu tipe dengan tipe yang lain. Seolah-olah jika manajer yang otokratis tidak
demokratis. Begitu pula sebaliknya. Gaya kepemimpinan Islam memiliki sisi-sisi
yang terkadang menyatu di dalamnya. Harus tegas, terbuka, mau bermusyawarah,
dan memiliki pemahaman yang mendalam terhadap tujuan organisasi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan
Menurut Schmidt dalam Asnawi (1999:88), faktor-faktor yang
mempengaruhi gaya kepemimpinan ada 3 macam yaitu:
a. Hal-hal yang bersumber dari pimpinan meliputi latar belakang pengetahuan dan
pengalaman.
b. Hal-hal yang bersumber dari bawahan meliputi kematangan, kebebasan
bertindak, kemandirian, dan keinginan memperoleh wewenang dan
tanggungjawab.
c. Hal-hal yang bersumber dari situasi lingkungan meliputi gaya yang lebih
disukai kelompok kerja, sifat dari tugas, dan tekanan waktu.
D. Semangat Kerja
Hasibuan dalam Yulistian, dkk (tt:4). menyatakan bahwa semangat kerja
adalah keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaannya dengan
baik serta berdisiplin untuk mencapai kecakapan yang maksimal. Dengan
demikian, semangat kerja yang tinggi akan merangsang karyawan untuk berkarya
dan beraktifitas lebih baik.
Pendapat mengenai semangat kerja menurut Nitisemito dalam Cahyono
(2004:17) adalah upaya melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan
Siswanto dalam Yulistian (tt:4), dkk. mendefinisikan semangat kerja
sebagai keadaan psikologi seseorang. Semangat kerja dianggap sebagai keadaan
psikologis yang baik bila semangat kerja tersebut menimbulkan kesenangan yang
mendorong seseorang untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai
tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa semangat kerja
adalah keadaan psikologi seseorang berupa kesungguhan dan keinginan yang kuat
untuk bekerja lebih giat agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja
Menurut Zainun dalam jurnal Asnawi (1999:87), faktor-faktor yang
mempengaruhi semangat kerja adalah :
a. Hubungan yang harmonis antara atasan dan bawahan, terutama pimpinan yang
sehari-hari langsung berhubungan dan berhadapan dengan karyawan
bawahannya.
b. Kepuasan kerja terhadap tugas yang diembannya.
c. Adanya suasana atau iklim kerja yang bersahabat dengan anggota-anggota
lainnya.
d. Mempunyai perasaan bermanfaat bagi tercapainya tujuan organisasi
perusahaan.
e. Adanya tingkat kepuasan ekonomi dan kepuasan material yang memadai
sebagai imbalan yang dirasakan adil terhadap jerih payah yang
f. Adanya ketenangan jiwa, jaminan kepastian, serta perlindungan terhadap segala
sesuatu yang dapat membahayakan dirinya dan karir dalam pekerjaannya.
2. Indikasi Turunnya Semangat Kerja Karyawan
Semangat kerja dalam diri karyawan pasti mengalami pasang surut.
Indikasi-indikasi menurunnya semangat kerja selalu ada dan memang secara
umum dapat terjadi. Menurut Nitisemito dalam Darmawan (tt:3), indikasi-indikasi
tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
a. Rendahnya produktivitas kerja
Menurunnya produktivitas dapat terjadi karena kemalasan, menunda
pekerjaan, dan sebagainya. Bila terjadi penurunan produktivitas, maka hal ini
berarti indikasi dalam organisasi tersebut telah terjadi penurunan semangat kerja.
b. Tingkat absensi yang naik atau tinggi
Pada umumnya, bila semangat kerja menurun, maka karyawan dihinggapi
rasa malas untuk bekerja. Apalagi kompensasi atau upah yang diterimanya tidak
dikenakan potongan saat mereka tidak masuk bekerja. Dengan demikian dapat
menimbulkan penggunaan waktu luang untuk mendapatkan penghasilan yang
lebih tinggi, meski hanya untuk sementara.
c. Labour turn over atau tingkat perpindahan karyawan yang tinggi
Keluar masuk karyawan yang meningkat terutama disebabkan karyawan
mengalami ketidaksenangan atau ketidaknyamanan saat mereka bekerja, sehingga
mereka berniat bahkan memutuskan untuk mencari tempat pekerjaan lain yang
lebih sesuai dengan alasan mencari kenyamanan dalam bekerja. Manajer harus
d. Tingkat kerusakan yang meningkat
Meningkatnya tingkat kerusakan sebenarnya menunjukkan bahwa
perhatian dalam pekerjaan berkurang. Selain itu dapat juga terjadi kecerobohan
dalam pekerjaan dan sebagainya. Dengan naiknya tingkat kerusakan merupakan
indikasi yang cukup kuat bahwa semangat kerja telah menurun.
e. Kegelisahan dimana-mana
Kegelisahan tersebut dapat berbentuk ketidaktenangan dalam bekerja,
keluh kesah serta hal-hal lain. Terusiknya kenyamanan karyawan memungkinkan
akan berlanjut pada perilaku yang dapat merugikan organsasi itu sendiri.
f. Tuntutan yang sering terjadi
Tuntutan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, di mana pada tahap
tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan. Organisasi
harus mewaspadai tuntutan secara massal dari pihak karyawan.
g. Pemogokan
Pemogokan adalah wujud dari ketidakpuasan, kegelisahan dan sebagainya.
Jika hal ini terus berlanjut maka akan berunjung ada munculnya tuntutan dan
pemogokan.
3. Cara untuk Meningkatkan Semangat Kerja Karyawan
Menurut Nitisemito dalam Darmawan (tt:4), ada beberapa cara untuk
meningkatkan semangat kerja karyawan. Caranya dapat bersifat materi maupun
non materi, seperti antara lain :
a. Gaji yang sesuai dengan pekerjaan.
c. Sekali-kali perlu menciptakan suasana kerja yang santai yang dapat mengurangi
beban kerja.
d. Harga diri karyawan perlu mendapatkan perhatian.
e. Tempatkan para karyawan pada posisi yang tepat.
f. Berikan kesempatan pada mereka yang berprestasi.
g. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan.
h.Usahakan para karyawan memiliki loyalitas dan keperdulian terhadap
organisasi.
i. Sekali-kali para karyawan perlu diajak berunding untuk membahas kepentingan
bersama.
j. Pemberian insentif yang terarah dalam aturan yang jelas.
k. Fasilitas kerja yang menyenangkan yang dapat membangkitkan gairah kerja.
E. Marketing
Marketing adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan
memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Proses marketing dimulai dari menemukan apa yang diinginkan oleh konsumen. yang akhirnya marketing
memiliki tujuan yaitu :
a. Konsumen potensial mengetahui secara detail produk yang kita hasilkan dan
perusahaan dapat menyediakan semua permintaan mereka atas produk yang
dihasilkan.
b. Perusahaan dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan yang berhubungan
dari penjelasan mengenai produk, desain produk, promosi produk, pengiklanan
produk, komunikasi kepada konsumen, sampai pengiriman produk agar sampai
ke tangan konsumen secara cepat.
c. Mengenal dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga produk cocok
dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya.
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk pemasaran
a. Tempat yang strategis (place), b. Produk yang bermutu (product), c. Harga yang kompetitif (price), dan d. Promosi yang gencar (promotion)
2. Divisi marketing pada Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
Menurut Sumiyanto (2008:232), marketing pada BMT dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
a. Marketing funding, fungsi jabatan pokok marketing funding adalah sebagai berikut :
1) Memastikan target funding tercapai sesuai dengan rencana.
2) Membuka hubungan dengan pihak luar dalam rangka funding. 3) Mensosialisasikan produk-produk funding.
b. Marketing Lending, fungsi jabatan pokok marketing lending adalah sebagai berikut :
1) Melayani pengajuan pembiayaan, melakukan analisis kelayakan serta
memberikan rekomendasi atas pengajuan pembiayaan sesuai dengan hasil
2) Menjemput setoran angsuran pembiayaan anggota.
3) Memastikan angsuran pembiayaan dapat berjalan lancar.
F. Kerangka Pemikiran
Dari hasil analisa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain serta
penjabaran teori mengenai masing-masing variabel dan hubungannya, maka dapat
dirumuskan suatu kerangka penelitian sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Penelitian
G. Hipotesis
Sugiono dalam Nurlaili (2013:20), menyatakan bahwa hipotesis adalah
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, yang dibuat untuk
menjelaskan penelitian itu dan juga dapat menuntun atau mengarahkan penelitian
selanjutnya. Hipotesis merupakan pernyataan singkat berisi dugaan yang
Gaya Kepemimpinan
Otokratik (X1)
Gaya Kepemimpinan Partisipatif (X2)
Gaya Kepemimpinan
Free Rein (X3)
disimpulkan sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang akan diteliti.
Suatu hipotesis akan diterima sebagai sebuah keputusan apabila hasil analisis data
dapat membuktikan hipotesis tersebut benar. SedangkanHipotesis menurut Arikunto
dalam Arwani (2009:220) adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
masalah penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Otokratik Terhadap Semangat Kerja
Karyawan.
Penelitian yang dilakukan Rasyid (2008) menyatakan bahwa hasil
penelitian di Perusahaan Knalpot Roda Jaya Malang, variabel gaya kepemimpinan
otokratik berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan. Penelitian
yang dilakukan Maisadana (2006) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan
otoriter berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. Bank
Sumut Cabang Stabat.
Berdasarkan penelitian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai
berikut:
H1 : Gaya kepemimpinan otokratik berpengaruh positif terhadap semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipasif Terhadap Semangat Kerja
Karyawan.
Dari penelitian Etik (2009), diketahui bahwa gaya kepemimpinan
mempunyai pengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan BPR
Gaya Kepemimpinan Partisipatif berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja
karyawan. Berdasarkan penelitian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis
sebagai berikut :
H2 : Gaya kepemimpinan partisipasif berpengaruh positif terhadap semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang
3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Free Rein Terhadap Semangat Kerja
Karyawan.
Penelitian yang dilakukan Maisadana (2006) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan free rein berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. Dewi (2006) menyatakan bahwa Gaya Kepemimpinan free rein
berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan. Berdasarkan penelitian
di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :
H3 : Gaya kepemimpinan free rein berpengaruh positif terhadap semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
3. Gaya Kepemimpinan yang Berpengaruh Paling Dominan Terhadap
Semangat Kerja Karyawan
Penelitian yang dilakukan Rasyid (2008) menyatakan bahwa variabel
gaya kepemipinan partisipasif ternyata mempunyai pengaruh yang paling
dominan terhadap semangat kerja karyawan. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Etik (2009), diketahui bahwa variabel gaya kepemimpinan yang mempunyai
partisipatif, berdasarkan dari beberapa hasil penelitian terdahulu, dalam penelitian
yang akan dilakukan ini, Penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H4: Gaya kepemimpinan yang berpengaruh dominan terhadap semangat kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang adalah gaya kepemimpinan partisipasif.
Tabel 2.2 Hipotesis penelitian
H1 Gaya kepemimpinan otokratik berpengaruh positif terhadap semangat
kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
H2 Gaya kepemimpinan partisipasif berpengaruh positif terhadap semangat
kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
H3 Gaya kepemimpinan partisipasif berpengaruh positif terhadap semangat
kerja karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
H4 Gaya kepemimpinan yang berpengaruh dominan terhadap semangat kerja
karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang adalah gaya kepemimpinan partisipasif.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis dan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuantitatif. Tujuannya untuk mengkonfirmasi data yang didapatkan di
lapangan dengan teori yang ada. Suharyadi dalam Yupitri (2012:52) menyatakan
bahwa penelitian kuantitatif adalah desain penelitian yang diarahkan untuk bisa
memaparkan berbagai temuan dengan dukungan statistik penelitian berdasarkan
hasil kuesioner penelitian.
B.Objek, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Objek penelitian adalah karyawan BMT divisi marketing di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Lokasi yang digunakan untuk penelitian adalah di 20
(dua puluh) BMT yang ada di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang yang
tergabung dalam PBMTI Kabupaten Semarang. Waktu yang digunakan untuk
penelitian ini adalah bulan Mei-Agustus tahun 2014.
C.Populasi dan Sampel
Menurut Bawono (2006:28), populasi adalah keseluruhan wilayah objek
dan subjek penelitian yang ditetapkan untuk dianalisis dan ditarik kesimpulan oleh
peneliti. Tentunya yang memiliki hubungan dan syarat syarat tertentu dengan
masalah yang akan dipecahkan. Sampel menurut Bawono (2006:28) adalah objek
atau subjek penelitian yang dipilih guna mewakili keseluruhan dari populasi.
penelitian meliputi sejumlah elemen (responden) yang lebih besar dari persyaratan
minimal sebanyak 30 elemen atau responden. Menurut penulis, sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang diambil dari sebuah populasi. Apabila
populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada
populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu.
Penelitian kali ini penulis mengambil sampel karyawan divisi marketing
dari 20 BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Total populasi karyawan
divisi marketing berjumlah 98 orang. Sampel akhir yang diambil adalah 63 orang karyawan divisi marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan atau kriteria tertentu. Adapun sampel dalam penelitian ini, ditentukan dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Sampel merupakan karyawan divisi marketing BMT.
b. BMT yang diteliti berada di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
c. BMT yang diteliti berada pada kriteria tidak bermasalah pada saat dilakukan
penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber dan Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder.
a. Data Primer
Menurut Bawono (2006:29), data primer adalah data yang secara langsung
diperoleh peneliti dari lapangan. Contoh : Mewawancarai langsung penonton
bioskop 21 untuk meneliti preferensi konsumen bioskop.
b. Data Sekunder
Menurut Bawono (2006:30), data sekunder adalah data yang diperoleh
secara tidak langsung atau penelitian arsip yang memuat peristiwa masa lalu. Data
sekunder dapat diperoleh oleh peneliti dari jurnal, majalah, buku, maupun dari
internet.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah angket (kuesioner),
wawancara, dan studi pustaka. Dalam peneltian kali ini, metode kuesioner
digunakan untuk mengetahui jawaban responden tentang pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap semangat kerja karyawan. Instrumen pertanyaan dalam
kuesioner penelitian bersifat tertutup karena alternatif jawaban telah disediakan.
Sedangkan studi pustaka adalah metode pengumpulan data dari buku, jurnal,
skripsi, tesis, dan sebagainya. Metode studi pustaka berupa penelitian terdahulu
dan informasi lainnya digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian yang
dilakukan penulis. Sedangkan metode wawancara digunakan untuk mengetahui
jumlah BMT yang ada di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang dan jumlah
E.Skala Pengukuran
Skala yang digunakan dalam mengukur variabel digunakan skala 1-10
untuk mendapatkan data yang bersifat interval dan diberi skor atau nilai. Jadi,
skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval.
F. Definisi konsep dan operasional
1. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu gaya kepemimpinan Otokratik /
The Autocratic Leader (X1)
Menurut Melvani (2012:11), gaya kepemimpinan otokratik atau otoriter
adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang
diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pemimpin memberitahukan sasaran apa
saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin juga
berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi
jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Karyawan cukup melaksanakan apa
yang diputuskan pemimpin. Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang
memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi. Menurut As’ad dalam Cahyono (2004:11), seorang pemimpin otokratik menganggap bahwa semua
kewajiban untuk mengambil keputusan, untuk menjalankan tindakan dan untuk
mengarahkan, memberi motivasi dan mengawasi bawahan terpusat ditangannya.
Pemimpin menganggap bawahan tidak mampu untuk mengarahkan diri mereka
sendiri. Pemimpin otokratik mengawasi pelaksanaan pekerjaan dengan ketat untuk
meminimumkan penyimpangan dari arah yang ia berikan. Dari beberapa
pengertian di atas, dapat disimpulkan definisi operasional gaya kepemimpinan
pengambilan keputusan, wewenang untuk melakukan pengawasan terpusat di
tangan seorang pemimpin.
2. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu gaya kepemimpinan Partisipasif / The Participative Leader (X2)
Hasibuan dalam Malvinas (2013:21) menyatakan bahwa kepemimpinan
partisipatif adalah apabila seorang pemimpin dalam kepemimpinannya bisa
bersikap persuasif, menciptakan kerjasama yang serasi, menumbuhkan loyalitas
dan partisipasi para bawahannya. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa
ikut memiliki perusahaan. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide,
dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan
saran atau ide yang diberikan oleh bawahannya. Menurut Mansur (2013:15)
pemimpin partisipasif bersedia bekerjasama dengan bawahan untuk merumuskan
tujuan dan penyusunan tugas bawahan. Hal ini berarti bahwa pemberian tugas
dikoordinasikan dengan baik. Pemimpin juga bersedia memberikan waktu bagi
bawahan untuk berkonsultasi tentang masalahnya. Dari beberapa penelitian di
atas, dapat disimpulkan bahwa definisi operasional gaya kepemimpinan
partisipasif adalah gaya kepemimpinan yang lebih memperhatikan peran bawahan
dalam memberikan saran, pertimbangan-pertimbangan, dalam pengambilan
keputusan.
3. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu The Free Rein Leader (X3)
para bawahan. Pada prinsipnya pimpinan akan mengatakan “Inilah pekerjaan yang harus saudara lakukan, saya tidak peduli bagaimana saudara mengerjakannya,
asalkan pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik”. Disini pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada para
bawahan, dalam artian pemimpin agar para bawahan bisa mengendalikan diri
mereka sendiri didalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pimpinan tidak akan
membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan tersebut, dan hanya
sedikit melakukan kontak dengan bawahan. Dengan demikian para bawahan
dituntut untuk memiliki kemampuan atau keahlian yang tinggi. Menurut Melvani
(2012:12), pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan
sasaran utama yang ingin dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi kepercayaan
penuh untuk menentukan sasaran, cara untuk mencapai sasaran, dan untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian,
pemimpin hanya berperan sebagai pemantau saja. Gaya kepemimpinan ini cocok
untuk angggota yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi. Dari beberapa
penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi operasional gaya
kepemimpinan free rein adalah gaya kepemimpinan yang memberi kepercayaan penuh kepada bawahan dalam proses untuk mencapai tujuan. Seorang pemimpin
hanya berperan sebagai pemantau saja.
4. Variabel Terikat (Dependent Variables) yaitu Semangat kerja karyawan di BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang (Y).
Menurut Nitisemito dalam Cahyono (2004:17), semangat kerja adalah
akan dapat diselesaikan dengan lebih baik. Menurut Hasibuan dalam Malvinas
(2013:43) menyatakan bahwa semangat kerja adalah keinginan dan kesungguhan
seseorang mengerjakan perkerjaannya dengan baik serta berdisiplin untuk
mencapai prestasi kerja yang maksimal. Dari beberapa penelitian di atas, dapat
disimpulkan bahwa definisi operasional dari semangat kerja adalah upaya
melakukan pekerjaan secara lebih giat disertai dengan kesungguhan dan berdisplin
untuk mecapai prestasi kerja yang maksimal.
G. Instrumen Penelitian
a. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu The Autocratic Leader (X1)
Melvani (2012) menyatakan bahwa beberapa indikator untuk mengukur
gaya kepemimpinan otokratik adalah sebagai berikut:
1) Keputusan / kebijakan diambil pemimpin secara penuh.
2) Bawahan / karyawan tidak perlu berpikir apapun dan hanya melaksanakan
tugas dari pemimpin. Tidak ada penjelasan tujuan perusahaan kepada bawahan.
Sedangkan menurut Malvinas (2013) ada beberapa karakteristik dari gaya
kepemimpinan otokratik yaitu :
1) Keputusan / kebijakan diambil pemimpin secara penuh.
2) Tidak ada saran, ide, dan pertimbangan dari bawahan dalam pengambilan
keputusan.
Beberapa indikator dalam mengukur kepemimpinan otokratik juga
dikemukakan oleh Cahyono (2004), yaitu:
1) Pengawasan untuk meminimalisir penyimpangan
2) Bawahan dianggap tidak mampu mengarahkan diri mereka sendiri
Berdasarkan indikator yang digunakan beberapa peneliti terdahulu, maka
penulis menggunakan indikator untuk mengukur gaya kepemimpinan otokratik
adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1
Indikator Gaya Kepemimpinan Otokratik
Sumber: Diadaptasi dari Melvian (2012), Malvinas (2013), Cahyono(2004)
b. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu The Participative Leader (X2)
Menurut Mansur (2010) beberapa ciri kepemimpinan partisipatif adalah
sebagai berikut:
1) Pimpinan dan bawahan bekerjasama untuk penyusunan tugas
Gaya Kepemimpinan
Otokratik
Perintah yang harus dipatuhi
Pengambilan keputusan tanpa
berkonsultasi
Tidak ada penjelasan tujuan
perusahaan kepada bawahan
2) Pimpinan bersedia diajak konsultasi oleh bawahan (memberi saran, info, dan
pertimbangan) menyelesaikan masalah bawahan
Selain itu, Malvinas (2013) juga menyatakan bahwa terdapat beberapa
karakteristik untuk mengukur gaya kepemimpinan partisipatif, antara lain:
1) Pimpinan bersikap persuasif untuk mendapatkan partisipasi dan loyalitas dari
bawahan.
2) Bawahan / karyawan harus memberikan ide dan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan
3) Memiliki falsafah bahwa pemimpin adalah untuk bawahan
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, indikator yang digunakan
penulis dalam gaya kepemimpinan partisipasif adalah sebagai berikut:
Gambar 3.2
Indikator Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Sumber : Diadaptasi dari Mansur (2010), Malvinas (2013)
Sistem pemberian tugas
dikoordinasikan dengan baik
Pengambilan keputusan berkonsultasi
dan mempertimbangkan pendapat
karyawan
Mau berdiskusi dengan bawahan
dalam memecahkan suatu persoalan
Pemimpin mau memberikan masukan
berupa saran, informasi, dan
pertimbangan
Gaya Kepemimpinan
c. Variabel Bebas (Independent Variables) yaitu The Free Rein Leader (X3) Menurut As’ad dalam Cahyono (2004), indikator dalam gaya
kepemimpinan free rein adalah:
1) Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut
kepada bawahan.
2) Pimpinan tidak akan membuat peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan
tersebut, karyawan bebas berimprovisasi dan hanya sedikit melakukan kontak
dengan bawahan. Manajer hanya sedikit melakukan pengawasan dan memberi
kepercayaan penuh pada bawahan. Dengan demikian para bawahan dituntut
untuk memiliki kemampuan yang tinggi.
Menurut Ritawaty (2012), indikator dalam gaya kepemimpinan free rein
adalah:
1) Pemimpin memberikan kekuasaan penuh kepada bawahan
2) Struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif.
3) Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung jawab, kemudian
menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan
Gambar 3.3
Indikator Gaya Kepemimpinan Free Rein
Sumber : Diadaptasi dari Cahyono (2004), Ritawaty (2012)
d. Variabel Terikat (Dependent Variables) yaitu Semangat kerja karyawan divisi
marketing BMT di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang (Y).
Menurut Nitisemito dalam Darmawan (tt), indikator untuk mengukur
semangat kerja adalah:
1) Absensi
Absensi menunjukkan ketidakhadiran karyawan dalam tugasnya. Hal ini
termasuk waktu yang hilang karena sakit, kecelakaan, dan pergi meninggalkan
pekerjaan karena alasan pribadi tanpa diberi wewenang. Yang tidak
diperhitungkan sebagai absensi adalah diberhentikan untuk sementara, tidak ada
pekerjaan, cuti yang sah, atau periode libur, dan pemberhentian kerja.