• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 1504143802BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 1504143802BAB IV"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

4.1 Pengembangan Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

(2)

4.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Arahan Kebijakan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

1.Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2.Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3.Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4.Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

5.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010

(3)

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam

pengembangan permukiman maka UU No. 1/2011

mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut: A. Tugas

1. Pemerintah Pusat

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman. b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang

penyediaan Kasiba dan Lisiba.

c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman.

e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.

2. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional. b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan

Kasiba dan Lisiba lintas kabupaten/kota.

c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

(4)

pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota.

f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

g. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR.

h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.

3. Pemerintah Kota Magelang

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan

pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

(5)

perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota. g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan

permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kota.

B. Wewenang

1. Pemerintah Pusat

a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman.

b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman.

c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan

perundangundangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional. e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

f. Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.

(6)

perumahan dan kawasan permukiman.

h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.

i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas

umum perumahan dan kawasan permukiman.

2. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan

perundangundangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi. g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah

untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.

(7)

3. Pemerintah Kota Magelang

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota. d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan

perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kota.

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR. f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan

perumahan bagi MBR pada tingkat kota.

g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kota.

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kota.

C. Lingkup Kegiatan

(8)

pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

4.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A.Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah:

• Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

• Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.

(9)

mungkin.

• Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh. • Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman

yang sudah dibangun.

• Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

• Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional. Sedangkan isu-isu yang bersifat local kota Magelang adalah sebagaiana dalam Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kota Magelang

No Isu Strategis

1. Belum optimalnya peran pemerintah kota dalam mendukung pembangunan permukiman

2. Belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi

penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman

(10)

No Isu Strategis

4. Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

B.Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kota dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni meliputi :

a. Peraturan perundangan di tingkat kota Magelang (peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman, sebagai berikut :

Tabel 4.2 Peraturan Daerah terkait Pengembangan Permukiman

NO Perda

No Peraturan Perihal Tahun

Perda No 4

RTRW Kota Magelang 2011-2031

2012

Perda No 4 Tahun 2009

RPJP Kota magelang 2005-2025

2009 Perda No19

Tahun 2011

Reribusi Tentang Perijinan Tertentu

2011

Perda No 4 Tahun 2012

Bangunan dan Gedung 2012

(11)

Tabel 4.3 Data Jiwa Miskin per Kecamatan Kota Magelang 4 Rejowinangun

Selatan 6 Rejowinangun

Utara Sumber: Daerah Dalam Angka, 2012

Tabel 4.4 Data Kawasan Kumuh Kota Magelang Tahun 2012

No 3. Rejowinangun

Utara

(12)

4. Gelangan 993 2.015 605 8.060

5 Panjang 814 2.145 644 5.580

Sumber : Analisis Dinas PU, BPMPKB, DKPT Kota Magelang Tahun 2013

Tabel 4.5 Data Kondisi Rusunawa di Kota Magelang Tahun 2013

No Lokasi RSH Tahun Pembangunan

Pengelola Jumlah Penghuni

Kondisi Prasarana CK yang

ada Potrobangsan 2013 Pemerintah

Kota

Belum dihuni

Baik Jalan, Drainase, Air Bersih, IPAL

Sumber : Dinas PU Kota Magelang Tahun 2013

Tabel 4.6 Data Kondisi Rumah Per Kecamatan Tahun 2012

No. Kecamatan/ Kelurahan Permanen Semi Permanen

Papan/ Kayu

Bambu/

Lainnya Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

A Magelang Selatan 6034 1657 565 121 8377

1 Jurangombo Selatan 724 678 139 60 1.601

2 Jurangombo Utara 948 286 156 17 1.407

3 Magersari 782 155 46 12 995

4 Rejowinangun Sltn 872 286 37 - 1.195

5 Tidar Selatan 1.438 122 160 28 1.748

6 Tidar Utara 127 130 27 4 288

B Magelang Tengah 7855 2249 1104 327 11535

(13)

No. Kecamatan/ Kelurahan Permanen Semi Permanen

Papan/ Kayu

Bambu/

Lainnya Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

2 Cacaban 1.323 324 124 - 1.771

3 Magelang 1.143 487 137 123 1.89

4 Panjang 1.146 554 285 150 2.135

5 Gelangan 431 569 411 - 1.411

6 Rejowinangun Utara 1.85 52 75 - 1.977

C Magelang Utara 7341 1845 708 179 10073

1 Potrobangsan 1.038 407 258 - 1.703

2 W ates 1.228 556 330 137 2.251

3 Kedungsari 1.583 352 25 3 1.963

4 Kramat Selatan 1.464 19 16 - 1.499

5 Kramat Utara 2.028 511 79 39 2.657

JUMLAH 21230 5751 2377 627 29985

Sumber: Daerah Dalam Angka, 2012

C.Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya: Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

Tantangan pengembangan permukiman diantaranya: a. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

(14)

c. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program- Program Pro Rakyat (Direktif Presiden) d. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang

Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah

4.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (target tahun 2020 untuk pengurangan proporsi rumah tangga kumuh), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman.

(15)

Tabel 4.7 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Kota Magelang Untuk 5 Tahun

No URAIAN UNIT 2014 2015 2016 2017 2018 KETERANGAN

Lokasi

1 Jumlah Penduduk Jiwa 123.855 124.400 124.945 125.490 126.035 2 Kepadatan

Penduduk

Jiwa/Km2 6.835 6.865 6.895 6.925 6.956

3 Proyeksi Persebaran Penduduk

Jiwa/Km2 6.835 6.865 6.895 6.925 6.956

4 Proyeksi Persebaran penduduk Miskin

Jiwa/Km2 11,19 11, 17 11,15 11,12 11,09

5 Sasaran penurunan Kawasan Kumuh

HA 2 2 2 2 2

6 Kebutuhan Rusunawa

TB 1

7 Kebutuhan RSH Unit 500 500 500 500 500

8 Kebutuhan Pengembangan Permukiman Baru

Kawasan - 1 1 1 1

(16)

4.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:

a. Pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta

b. Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman juga berupa kegiatan non-fisik yaitu penyusunan SPPIP dan RPKPP.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan 1. Infrastruktur kawasan permukiman kumuh 2. Infrastruktur permukiman RSH

3. Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar 4.1.

Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

(17)

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

1.Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.

 Kesiapan lahan (sudah tersedia).

 Sudah tersedia DED.

 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP, RPKPP, Masterplan Kws. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

 Ada unit pelaksana kegiatan.

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

2. Khusus Rusunawa

 Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD

 lainnya

 Ada calon penghuni RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.

 Tingkat kemiskinan desa >25%.

(18)

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

1. Vitalitas Non Ekonomi

a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

b. Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

c. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya. d. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh

yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

(19)

b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

3. Status Kepemilikan Tanah

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. b. Status sertifikat tanah yang ada.

4. Keadaan Prasarana dan Sarana a. Kondisi Jalan

b. Drainase b. Air bersih c. Air limbah

5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

4.1.5 Usulan Program dan Kegiatan

(20)

kemampuan pendanaan pemerintah kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPIJM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.

Setelah memperhatikan kriteria kesiapan tersebut diatas maka dapat dirumuskan usulan program dan kegiatan pengembangan permukiman kota yang disusun berdasarkan prioritasnya seperti dalam matrik program terlampir.

4.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

4.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain:

1.UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

(21)

2.UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3.PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

(22)

menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

4.Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5.Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar

Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL (Permen PU No. 8 tahun 2010)

(23)

Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan,penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa

Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan

menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

(24)

Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012

Gambar 4.2 Lingkup Tugas PBL

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

• Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);

• Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

• Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;

• Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

(25)

• Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;

• Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;

• Pelatihan teknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

• Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;

• Paket dan Replikasi.

4.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis

Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat melihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

(26)

penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai

kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1) Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

(27)

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan); b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan

perda bangunan gedung di kab/kota;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan

Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET;

(28)

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

Gambaran tentang isu strategis sektor PBL di Kota Magelang adalah seperti tabel 4.8.

Tabel 4.8 Isu Strategis sektor PBL di Kota Magelang

No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor PBL

1. Penataan Lingkungan

Permukiman

a. Kota Magelang belum mempunyai

RTBL

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan; e. Revitalisasi dan pelestarian

lingkungan permukiman

tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

d. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan

Standar Pelayanan Minimal; 2. Penyelenggaraan

Bangunan Gedung dan

Rumah

Negara

(29)

No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor PBL

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota; c. Tantangan untuk mewujudkan

bangunan gedung yang

fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

gedung dan rumah Negara.

B. Kondisi Eksisting

Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.

(30)

gedung dan rumah negara, serta capaian dalam pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan.

Untuk data kondisi eksisting terkait dengan Peraturan Daerah yang telah disusun mencakup Raperda dan Perda Bangunan Gedung, Perda RTBL, Perda RISPK, SK Bupati/Walikota, Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota, yang terkait sektor PBL. Informasi tersebut dapat dirangkum dalam tabel seperti Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Peraturan Daerah terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan

No.

Peraturan Daerah

Ket.

No Tahun Tentang

1 4 2012 Bangunan dan Gedung

2 11 2011 Reribusi Perijinan

(31)

Tabel 4.10 Penataan Lingkungan Permukiman Kota Magelang Tahun 2012

RTH Pemenuhan SPM Penanganan Kebakaran

(32)

Untuk kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kota Magelang dapat digambarkan kondisi eksistingnya seperti Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

No. Jumlah Bangunan Gedung

berdasarkan fungsi

Baik Memenuhi

Fungsi Keagamaan : 1 unit Pemerintah Kota

Baik Memenuhi

Fungsi Usaha : 7 unit Pemerintah Kota

Baik Memenuhi

Fungsi Sosial Budaya : 3 unit Pemerintah Kota

Baik Memenuhi

Fungsi Khusus : Hamkam 1 Kompleks

Kemen Hankam

Baik Memenuhi

2.

Untuk kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan Kota Magelang dapat digambarkan seperti tabel 4.12.

Tabel 4.12 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

No Kegiatan PNPM Wilayah/Lokasi Jumlah Peserta Pembangunan

Darinase

17 Kelurahan 245 Orang/kel

Pembangunan Jalan Beton

17 Kelurahan 245 Orang

Rehab Rumah Tidak Layak Huni

17 Kelurahan 245 Orang

Pembangunan Air Bersih

17 Kelurahan 245 Orang

No Kegiatan USRI Wilayah/Lokasi Jumlah Peserta IPAL Komunal Kel. Kedungsari

Kel. Rejowinangun Kel. Gelangan

No Kegiatan P4 IP Wilayah/Lokasi Jumlah Peserta Pengerasan Jalan 17 Kelurahan 250 Orang/kel

(33)

C. Permasalahan dan Tantangan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

Penataan Lingkungan Permukiman:

o Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem

proteksi kebakaran;

o Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional

berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

o Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan

kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

o Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan

lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan

• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;

(34)

• Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;

• Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.

Kapasitas Kelembagaan Daerah:

• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

• Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

4.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL Kota Magelang mengacu pada Lingkup Tugas Din PU untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010, seperti yang telah dijelaskan pada Sub.Bab 4. 4.2.1.

Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:

A. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.

1)RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)

(35)

Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu

lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk

mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:

• Program Bangunan dan Lingkungan;

• Rencana Umum dan Panduan Rancangan;

• Rencana Investasi;

• Ketentuan Pengendalian Rencana;

• Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

2)RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.

(36)

proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.

RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

3)Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:

1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah; 2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap

aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;

3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan;

4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

4)Standar Pelayanan Minimal (SPM)

(37)

Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada Tabel 4.13, yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan.

Tabel 4.13 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

No Jenis Pelayanan Dasar

Standar Pelayanan

15. Terlayaninya

masyarakat

dalam

pengurusan IMB

di

pedoman Harga

Standar

Bangunan

Gedung Negara

di

100% 2014 Dinas yang

membidangi

Pekerjaan

Umum.

VIII. Penataan

Ruang

publik sebesar

(38)

B. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:

a. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan); b. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung

dan Rumah Negara;

c. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.

Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.

C. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.

(39)

Tabel 4.14 Kebutuhan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

No Uraian Satuan Kebutuhan Keterangan

2014 2015 2016 2017 2018

I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

1 Ruang Terbuka Hijau (RTH) M2 1000 1000 1000 1000 1000

2 Ruang Terbuka M2 500 500 500 500 500

3 PSD unit 20 20 20 20 20

4 PS Lingkungan unit 15 15 15 15 15

5 HSBGN laporan 1 1 1 1 1

6 Pelatihan Teknis Tenaga Pendata HSBGN laporan 1 1 1 1 1

7 lainnya

II Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

1 Bangunan Fungsi Hunian unit 4 4 4 4 4

2 Bangunan Fungsi Keagamaan unit 1 1 1 1 1

3 Bangunan Fungsi Usaha unit 7 7 7 7 7

4 Bangunan Fungsi Sosial Budaya

unit 3 3 3 3 3

5 Bangunan Fungsi Khusus kompleks 1 1 1 1 1

6 Bintek Pembangunan Gedung Negara

laporan 1 1 1 1 1

7 lainnya

III Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

1 P2KP/PNPM Keg 17 17 17 17 17

2 P4IP Keg 17 17 17 17 17

(40)

Bangunan dan Lingkungan

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan kemiskinan.

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.

Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan

Lingkungan adalah:

1. Penyusunan RanPerda Bangunan Gedung

2. Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman

Berbasis Komunitas

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas:

• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;

• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM Pronangkis-nya;

• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

(41)

3. Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria Lokasi :

• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;

• Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;

• Kawasan yang dilestarikan/heritage;

• Kawasan rawan bencana;

• Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district);

• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;

• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;

• Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

4. Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang

Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/

Bersejarah

Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED. Kriteria Umum:

• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;

• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);

(42)

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:

• Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;

• Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;

• Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:

• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman

• (RTH Publik);

• Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.

• 26/2007 tentang Tata ruang);

• Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:

• Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);

(43)

bangunan yang khas dan estetis;

• Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

5. Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):

• Ada Perda Bangunan Gedung;

• Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;

• Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi

• Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata Ruang;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

6. Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah:

• Mempunyai dokumen Rencana Tindak

PRK/RTH/Permukiman Tradisional- Bersejarah;

• Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;

• Ada DDUB;

• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;

• Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

(44)

7. Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:

• Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal

• SK/peraturan bupati/walikota);

• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan

• DPRD);

• Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;

• Ada lahan yg disediakan Pemda;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

8. Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:

• Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

• Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);

• Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat

• (taman, alun-alun);

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

4.2.4 Usulan Program dan Kegiatan PBL

Untuk usulan program dan kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan pada Kota magelang dapat dilihat pada lampiran matrik program.

4.3 Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 4.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

(45)

merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

(46)

tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006

tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

(47)

mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang-undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.

Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:

 Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;

 Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

 Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;

 Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.

4.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

A. Isu Strategis Pengembangan SPAM

(48)

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum 2. Pengembangan Pendanaan

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan

5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum

6. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat

7. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi

(49)

Tabel 4.15 Identifikasi Isu Strategis Pengembangan SPAM Kota Magelang

NO ISU STRATEGIS KETERANGAN

1 Kerusakan lingkungan A. Deforestisasi (penebangan/ penggudulan hutan) untuk:

- Lahan perkebunan, lahan pertanian, permukian, industri tambang, jalan raya, industri kayu. B. Eksploritasi air tanah secara besar-besaran untuk:

- Air minum, permukiman, industri, perkotaan, pertanian, perkebunan. C. Polusi sungai untuk:

- Pembuangan sampah domestic, pembuangan sampah industri, pembuangan limbah industri, pembuangan limbah domestik/ rumah tangga.

2 Terbatasnya ketersedianaan Sumber Air A. Penggunaan air tanah untuk air minum, industri, irigasi yang semakin besar B. Kerusakan lingkungan

C. Perbuhan cuaca ekstrim/ kemarau panjang/ rusaknya siklus cuaca 3 Perebutan Penguasaan Sumber Air/

Kepemilikan Sumber Air

A. Tarik-menarik antar kepentingan/ kebutuhan B. Semakin besar kebutuhan akan air

C. Semakin terbatasnya kesediaan air D. Nilai strategis/ ekonomis air E. Komersialisasi air

F. Perkembangan permukiman dan industri yang pesat G. Pengembangan penduduk yang pesat

4 PDAM mempunyai kemampuan terbatas A. Pengembangan SPAM membutuhkan biaya besar B. Kondisi jaringan yang sebagian besar rusak

C. Penggantian jariangan perpipaan membutuhkan biaya besar

(50)

B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM

Sistem Penyediaan Air Minum di kota Magelang secara umum adalah:

1. Aspek Teknis

Tabel 4.16 Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM Kota Magelang

Sistem Jaringan

Daerah Pelayanan Tingkat Pelayanan

WP Luas WP Jmlh

Tabel 4.17 Kapasitas Produksi, Distribusi dan Wilayah WILAYAH KAP

SMB

PRODUKSI DISTRIBUSI Wilayah

1. WULUNG

Ds. Banyurejo, Kec. Kaliangkrik

Ds. Kalinongko, Kec. Bandongan

Ds. Subak, Kec. Grabag

Ds. Subak, Kec. Grabag

Ds. Sidomulyo, Kec. Candimulyo

Ds. Sidomulyo, Kec. Candimulyo

Kel. Wates, Kec. Magelang Tengah

1.112 l/dt 413 l/dt 411 l/dt

2. Kelembagaan

a. Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan perpipaan maupun bukan perpipaan; b. Sumber daya manusia penyelenggara SPAM;

c. Rencana Kerja Kelembagaan; dan

(51)

3. Aspek Pendanaan

Dalam penjelasan mengenai kondisi eksisting dari aspek keuangan PDAM Kota Magelang ini akan dibahas Laporan Rugi – Laba, yang didalamnya mencakup mengenai pendapatan usaha dan biaya langsung usaha sehingga terkait dengan masalah tariff dan analisa biaya secara global.

PDAM Kota Magelang senantiasa mendapatkan keuntungan usaha yanag jumlahnya dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini didorong oleh peningkatan pendapatan penjualan air, yang dipengaruhi adanya peningkatan penambahan jumlah pelanggan dan konsumsi air yang relative tetap.

Tabel 4.18 Tarif Dasar Air PDAM Kota Magelang

URAIAN 2010 2011 2012

Tarif Dasar 1.000,00 1.200,00 1.300,00 Tarif Rata-rata 1.461,53 2.155,45 2.316,34 Biaya dasar (HPP) 1.061,77 1.398,98 1.340,21 Harga Pokok Air (Kebocoran

maks 20%)

1.325,96 1.748,72 1.675,26

Harga Pokok Air (Riil) 1.614,70 2.307,80 2.238,27

TARIF FCR (153,18) (153,35) 78,07

Sambungan Langsung 25.072,00 26.077,00 26.391,00 Rata-Rata Konsumsi 29,84 28,90 27,39

Sumber : PDAM Kota Magelang, Tahun 2013

Secara garis besar kondisi laba rugi PDAM Kota Magelang dapat terlihat dalam tabel berikut :

Tabel 4.19 Laporan Laba/Rugi PDAM Kota Magelang

URAIAN 2011 2012

PENDAPATAN

(52)

URAIAN 2011 2012

Mobil Tangki - -

Lainnya - -

Penjualan Non Air

Pendapatan Sambungan Baru 1.819.614.746,00 1.192.283.497,00 Pendapatan Denda 1.450.144.839,00 975.249.422,00 Pendapatan Pengujian Laboratorium 139.981.550,00 1.950.000,00 Pendapatan Penyambungan kembali 27.987.000,00 28.649.000,00 Pendapatan

Pendaftaran/perencanaan

- -

Pendapatan Jasa Pipa Dinas - -

Pendapatan Balik Nama - -

Pendapatan Non Air Lainnya 200.026.357,00 150.830.075,00

Pendapatan Kemitraan - -

Pendapatan Air Limbah - -

Jumlah pendapatan Usaha 23.513.198.945,00 22.580.701.811,00 Pendapatan lain-lain 266.362.353,70 819.844.465,00 Jmlah Pendapatan 23.779.561.298,70 23.400.546.276,00 Beban

Beban sumber dan Perpipaan 7.499.425.522,77 7.446.477.877,00

Beban Pengolahan Air - -

Beban Transmisi dan Distribusi 3.286.666.675,07 1.886.904.868,00 Jumlah beban oprasional langsung 10.786.092.197,84 9.333.382.745,00 Laba (Rugi) Kotor Usaha 12.993.469.100,86 14.067.163.531,00 Beban Administrasi Umum 8.976.105.824,73 10.081.253.075,00 Laba (Rugi) Usaha Bersih 4.017.363.276,13 3.985.910.458,00 Beban

Beban Pegawai 8.536.025.950,00 -

Beban Listrik 3.262.330.233,00 -

Beban BBM 9.000.000,00 -

Beban Pemakian Bahan Kimia 106.252.725,00 - Beban Pembelian Air Curah 308.369.100,00 - Beban pemeliharaan 2.714.779.202,50 223.198.990,00

Beban pemakian Bahan Pembantu - -

Beban Pinjaman 83.198.037,48 55.458.659,00 Beban Penyusutan Amortisasi 3.197.957.181.36 -

(53)

URAIAN 2011 2012

Beban Oprasional Lainnya 2.651.186.220,71 - Jumlah Beban Operasional 20.868.098.650,05 19.414.635.820,00 Beban Non Opersional 736.037,00 34.500.968,00 Jumlah Beban 20.868.834.687,00 19.727.794.437,00

PENDAPATAN DAN BI NON OP - -

Pendapatan lain-lain - -

Biaya lain-lain - -

Jmlh Pendapatan BI non Op - -

LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK 2.910.726.612,08 3.672.751.839,00 PAJAK PENGHASILAN 816.678.183,00 984.438.428,00 LABA (RUGI) SETELAH PAJAK 2.094.048.429,57 2.688.313.411,00

Sumber : data Primer PDAM 2013

Berdasarkan laporan laba/rugi tersebut di atas terlihat bahwa kontribusi biaya yang paling tinggi adalah biaya administrasi dan umum sekitar 51.01%, dan diikuti biaya sumber dan pengolahan sebesar 38,35% serta biaya transmisi dan distribusi 9,55 % dari total biaya operasional.

C.Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM

1. Permasalahan Pengembangan SPAM

Pada bagian ini, perlu dijabarkan digambarkan permasalahan pengembangan SPAM sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Adapun beberapa permasalahan pengembangan SPAM pada tingkat nasional antara lain:

1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas

a. Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk

b. Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan.

(54)

rendah.

d. Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus membayar lebih mahal.

e. Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum masyarakat belum memadai.

f. Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.

g. Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan buruknya akses air minum yang aman.

2) Pendanaan

a. Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan.

b. Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri.

c. Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM masih rendah.

3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan

a. Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM. b) Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh penyelenggara SPAM (PDAM). b. Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota

mendorong pemekaran badan pengelola SPAM di daerah.

4) Air Baku

a. Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin terbatas.

b. Kualitas sumber air baku semakin menurun.

c. Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di

beberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi.

(55)

menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna.

5) Peran Masyarakat

a. Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan air baku menjadi air minum memerlukan biaya relatif besar dan masih dianggap sebagai urusan pemerintah.

b. Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum sepenuhnya diberdayakan oleh Pemerintah.

c. Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang mencukupi kebutuhannya sendiri.

Adapun permasalahan yang ada di kota Magelang dapat digambarkan dalam tabel 4.20 berikut ini.

Tabel 4.20 Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Teknis pecah, tidak ada genset, jika PLN mati, operasi terhenti

-Perbaikan pipa rusak

-Tidak

mengoperasionalk an genset

-Pengadaan meter induk

-Penambahan pompa baru

-Pengadaan pompa baru dalam proses menuju n genset yang rusak

-Rencana untuk pemasangan meter induk

-Rencana untuk pengadaan genset

-Perencanaan untuk perbaikan secara permanen

-Reservoir Stop kran rusak Stop kran bocor Meter air tidak

berfungsi karena tersumbat, aus

-Perbaikan stop kran

-Perbaikan dan pemasangan seal

-Pembongkaran dan pembersihan meter induk

-Pengadaan stop kran baru

Gambar

Tabel 4.7 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Kota Magelang Untuk 5 Tahun
Gambar 4.1 Alur Program Pengembangan Permukiman
Gambar 4.2 Lingkup Tugas PBL
Tabel 4.10 Penataan Lingkungan Permukiman Kota Magelang Tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Imam Ghozali menyatakan ada sepuluh adab yang harus diperhatikan ketika seseorang berdoa kepada Allah yaitu: (1) Memilih waktu yang tepat untuk mengajukan doa

Hasil ini diikuti dengan 56% perawat memiliki tingkat resiliensi yang sangat tinggi, 42% perawat memiliki tingkat resiliensi tinggi, dan 2% perawat memiliki

perlakuan akuntansi keuangan atas aset tetap pada CV Mutiara Wijaya

Setiap disiplin ilmu mencoba masuk dalam dimensi tertentu dari hidup manusia, dari landasan pola berpikir tersebut, maka sikap merasa cukup dengan satu bidang ilmu saja

Melihat semakin meningkatnya permintaan masyarakat menjadikan Pegadain Syariah dan mengunakan produk gadai sebagai pilihan yang tepat tentunya hal ini dipengaruhi banyak faktor,

Melihat adanya keterkaitan antara krisis emosional yang sering dihadapi oleh mahasiswa di usia 20-an karena menghadapi quarter-life crisis yang berdampak buruk

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menyampaikan informasi mengenai proses produksi pati temulawak secara tradisional di wilayah tersebut di atas,

Setelah dilakukan uji Anova dan dilanjutkan dengan uji LSD terbukti bahwa pemberian fraksi heksan maupun fraksi metanol ekstrak biji pepaya lokal Bali yang masih muda