• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KEADILAN INTERAKSIONAL DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN PDAM CILACAP SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KEADILAN INTERAKSIONAL DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN PDAM CILACAP SKRIPSI"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEADILAN INTERAKSIONAL

DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN PDAM

CILACAP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Diana Pujihastuti

NIM : 039114065

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

MOTTO

Serahkanlah khawatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan

memelihara

engkau!

(Mazmur 55:23)

Selalu berusaha melakukan yang terbaik hari ini

karena kita tidak pernah tahu akan hari esok.

Jika sesuatu terselimuti CINTA ia menjadi tanpa batas.

CINTA tidak pernah mencari kesenangan diri tetapi memudahkan orang lain.

(5)

PERSEMBAHAN

Karya Terindah Ini Kupersembahkan Kepada :

Papa, Mamaku Tercinta yang dengan kesabaran telah

membuatku belajar tentang arti hidup…

Kakak-kakakku terkasih yang setia menemaniku saat ku

jatuh… dan

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Juni 2007

(7)

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KEADILAN INTERAKSIONAL DENGAN

INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN PDAM CILACAP

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keadilan interaksional dengan intensi turnover pada karyawan PDAM Cilacap. Asumsinya adalah jika keadilan interaksionalnya tinggi maka intensi turnover rendah. Hipotesis yang diajukan adalah adanya hubungan negatif antara keadilan interaksional dengan intensi turnover.

Variabel dalam penelitian adalah keadilan interaksional sebagai variabel bebas dan intensi turnover sebagai variabel tergantung. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 55 karyawan dengan kriteria memiliki jabatan dibawah direksi, usia antara 20-40 tahun, masa kerja 0-10 tahun dan pendidikan minimal SMU. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran skala keadilan interaksional dan skala intensi turnover. Dari 120 item, terdapat 51 item valid dan 9 item gugur pada skala keadilan interaksional dan 30 item valid dan 30 item gugur pada skala intensi turnover. Reliabilitas yang dihasilkan dari uji coba skala adalah sebesar 0,967 pada skala keadilan interaksional dan reliabilitas sebesar 0,947 pada skala intensi turnover.

(8)

ABSTRACT

RELATIONSHIP BETWEEN INTERACTIONAL JUSTICE AND

TURNOVER INTENTION IN PDAM'S CILACAP EMPLOYEES

The research aims to know the relationship between interactional justice and turnover intention in PDAM's Cilacap employees. The assumption is if the interactional justice is higher so the turnover intention is lower. The existancy of the negative relation between interactional justice with the turnover intention propose as the hypothesis of this research.

The research variable is interactional justice as the independent variable and turnover intention as the dependent variable. The subject of this research are 55 employees with position under director, who has age between 20-40 years old, with tenure between 0-10 years, and the minimum educated of Senior High School. The data collection was done through scattered interactional justice scale and turnover intention scale. From 120 items, there are 51 items valid and 9 items invalid for interactional justice scale and 30 items valid and 30 items invalid for turnover intention scale. The trying out of two scales resulted reliability 0,967 for interactional justice scale and reliability 0,947 for turnover intention scale.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas

segala cinta kasih-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai

pihak yang telah memberikan bantuan yang sangat berarti. Sehubungan dengan

itu, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan kesempatan aku hidup

sehingga aku dapat berkarya sampai saat ini.

2. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., sebagai Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Kristiana Dewayani, S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan

mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi berlangsung.

4. Sylvia Carolina MYM S.Psi., M.Si., selaku dosen penguji yang telah banyak

memberikan masukan demi tersempurnanya skripsi ini.

5. P. Henrietta P.D.A.D.S, S.Psi., selaku dosen penguji yang telah banyak

memberikan masukan demi penyempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, yang telah

memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi masa depan

(10)

7. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi Sanata Dharma: mba'Nanik, mas

Gandung, pak Gik, mas Doni dan mas Muji, makasih banyak…

8. Drs. Budi Gagak Handoko, MM selaku direktur utama PDAM Cilacap yang

telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian di

PDAM Cilacap.

9. Adi Tjahjono, S.Sos selaku karyawan personalia yang telah membantu

penulis selama melakukan penelitian di PDAM Cilacap.

10. Seluruh karyawan PDAM Cilacap yang menjadi subyek dalam penelitian

ini. Terima kasih atas kesediaannya untuk mengisi kuesioner di tengah

kesibukan Anda sekalian.

11. Mas Toni yang telah banyak membantu selama pengambilan data tryout.

Makasih yo Mas…

12. Papaku Tercinta “Babe Hardjo” yang telah mendidik dan membesarkanku

dengan setiap keringat yang terkuras untuk keberhasilanku. Maafkan jika

selama ini aku belum menjadi anak yang terbaik buat Papa. I Luv U Pa..

13. Mamaku Tercinta “Mama Pud”, di setiap doanya namaku disebut dan di

setiap air susu yang mengalir membuatku semakin kuat dalam menghadapi

segala persoalan yang kuhadapi. Maafkan jika selama ini aku belum bisa

nurut sama mama. Makasih buat semuanya.. I Luv U Ma…

14. Kakakku terkasih, mba'Rita & mas Rico; mba'Tiwuk & mas Dewo yang

telah banyak memberikan perhatian&nasihat2 yang sangat berguna buat

diriku. Maafin ya kalau adekmu ini banyak nyusahin. Tapi yang pasti…Aku

(11)

15. Keponakanku yang lucu2, Arya-Rangga, yang selalu menghiburku di setiap

senyumannya. Te'Nok dah lulus nih, hehehe… ☺

16. Michael Iron Pratama… Terima kasih buat kebersamaan yang indah ini

selama lebih dari 3 tahun. Tanpa dorongan dan semangat yang kamu berikan

mungkin skripsi ini belum terselesaikan. Makasih juga buat pinjaman

pundaknya yang selalu memberikan ketenangan di saat ku sedih..

I luv U Nduth

17. “ R 4708 EK ” yang selalu menemaniku kemanapun aku melangkah

walaupun di saat panas, dingin, maupun hujan.

18. Keluarga Besar Alm Sunardi Sastrosuhardjo, Manjung Sawit Boyolali:

Budhe Nik, Budhe Tik, Budhe Sri, mba'Atik, mba'Dewi, Fatma, dan semua

saudara2ku. Terima kasih telah menjadi saksi perjalanan hidupku selama 22

tahun ini. Aku mencintai kalian semua…

19. Keluarga Besar mbah'putri Nglungge…Terima kasih buat kebersamaan, doa

dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini. Buat Sandra&Ririn yang

dengan rela mengantarku walaupun kalian lelah. Aku mencintai kalian

semua…

20. Ana, Dhanie, Dyaz, Melan, Linda. Makasih buat persahabatan yang indah

selama 4 tahun ini.. teman2 yang gila, asyik, tapi juga enak diajak diskusi ya

itulah kalian itu.. ☺ “Dol, kapan nyusul?hehehe..semangat ye!..”

21. Beni, Indri, Atok, Nanang, Rondang, Galih.. Kalian emang sahabatku yang

baik dan selalu memberikan semangat di saat ku lelah.. Makasih buat

(12)

22. Teman-teman angkatan 2003 yang selalu berjuang meraih cita-citanya. Ayo

Semangat guys! Miu…akhirnya qta bisa pendadaran juga,hehe.. Sadel,

Dhani, Suster, Melati, Marin, Prima, Okie, Ayu “ndut”, Wahyu, Ani, Risa,

Lina, Nat2, Anie, Devita, dan teman2 kampusku lainnya “makasih ya..”

23. Linggar, Yani, Angel, Heni, Laura, Erika, Gatha, Eva dan Cantex. Terima

kasih buat masa-masa yang indah ketika kita di stece dulu.. gila abis

pokoknya euy.. ☺

24. Sahabat-sahabat rohaniku.. Ajiek, Nirma, Iit, Sari, mba Desi, mas Cahyo,

mba Yayik, Adi, Lia, Seto, Jepli, Budex, Egi, I-one, Anes, Yudi, Vivi, dan

masih banyak lagi.. “makasih ya…”

25. Semua pihak yang tidak bisa kusebutkan satu-persatu.. terima kasih buat

semuanya.. Tuhan memberkati kalian semua..

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna. Maka dari itu,

kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan demi

semakin sempurnanya skripsi ini. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi rekan-rekan mahasiswa

Fakultas Psikologi pada khususnya.

Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN……… ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

MOTTO……… iv

PERSEMBAHAN………... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. vi

ABSTRAK……….. vii

ABSTRACT……… viii

KATA PENGANTAR………. ix

DAFTAR ISI……… xiii

DAFTAR TABEL………... xvi

DAFTAR BAGAN……….. xvii

DAFTAR LAMPIRAN……… xviii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Rumusan Permasalahan……….. 7

C. Tujuan Penelitian……… 7

(14)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 9

A. Intensi Turnover………. 9

1. Pengertian Intensi………. 9

2. Pengertian Turnover……… 12

3. Pengertian Intensi Turnover……… 14

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Turnover………... 17

B. Keadilan Interaksional………... 22

1. Pengertian Keadilan Interaksional……….. 22

2. Aspek-aspek Keadilan Interaksional………... 24

3. Dampak Keadilan Interaksional……….. 29

C. Hubungan Keadilan Interaksional dengan Intensi Turnover…. 32 D. Hipotesis……… 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 35

A. Jenis Penelitian……….. 35

B. Variabel Penelitian……… 35

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian……….. 35

D. Subyek Penelitian……….. 37

E. Metode Pengumpulan Data………... 38

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur………. 42

G. Metode Analisis Data……… 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 45

(15)

1. Sejarah Singkat……….. 45

2. Tujuan Pendirian PDAM……….. 46

3. Visi dan Misi PDAM……… 46

4. Struktur Organisasi……… 49

5. Karyawan PDAM………. 49

B. Persiapan Penelitian……… 51

1. Perijinan Penelitian………... 51

2. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur……….. 51

3. Hasil Uji Coba Alat Ukur……….. 51

C. Pelaksanaan Penelitian………. 55

D. Hasil Analisis Data……….. 56

1. Deskripsi Data………... 56

2. Uji Asumsi………. 58

3. Uji Hipotesis………. 59

E. Pembahasan……….. 59

BAB V PENUTUP………. 64

A. Kesimpulan………. 64

B. Saran……… 64

DAFTAR PUSTAKA……….. 66

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Intensi Turnover Sebelum Uji Coba………... 40

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Keadilan Interaksional Sebelum Uji Coba…. 41

Tabel 3. Daftar Karyawan Berdasarkan Pusat/Cabang/Unit…….………. 50

Tabel 4. Tabel Aitem Setelah Uji Coba Skala Intensi Turnover………... 52

Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Intensi Turnover Setelah Uji Coba…………. 53

Tabel 6. Tabel Aitem Setelah Uji Coba Skala Keadilan Interaksional……….. 54

Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Keadilan Interaksional Setelah Uji Coba…... 55

Tabel 8. Tabulasi Data Subyek Penelitian………. 56

Tabel 9. Deskripsi Data Penelitian………. 57

(17)

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 1. Kerangka Konseptual untuk Meramalkan Suatu Intensi

Atau Perilaku Tertentu……… 10

Bagan 2. Bagan Model Hubungan Perantara Mobley……… 15

Bagan 3. Bagan Withdrawal Cognition versi Hom, Caranikas-Walker,

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A. SKALA UJI COBA……… 69

LAMPIRAN B. HASIL UJI COBA………. 78

LAMPIRAN C. RELIABILITAS ALAT UKUR………. 94

LAMPIRAN D. SKALA PENELITIAN……….. 102

LAMPIRAN E. HASIL PENELITIAN……….... 109

LAMPIRAN F. UJI NORMALITAS………... 131

LAMPIRAN G. UJI LINEARITAS………... 132

LAMPIRAN H. UJI HIPOTESIS ………. 133

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluar masuknya karyawan dari organisasi atau perusahaan adalah

suatu fenomena penting dalam kehidupan organisasi. Hal ini dikarenakan

fenomena keluar masuknya karyawan akan merugikan perusahaan-perusahaan

yang sedang ingin berkembang dan maju. Menurut Spector (1996) pada setiap

perusahaan pasti selalu ada karyawan yang mengundurkan diri dari

pekerjaannya. Pengunduran diri karyawan ini disebut dengan istilah turnover.

Turnover adalah putusnya hubungan kerja antara karyawan dengan

perusahaan tempat ia bekerja secara permanen dengan cara keluar atau

berpindah perusahaan secara sukarela tanpa pemberian imbalan maupun

secara terpaksa disertai dengan pemberian imbalan dari perusahaan (Spector,

1996).

Fenomena turnover ini menjadi layak untuk diperbincangkan karena

turnover sendiri dapat menyebabkan pengeluaran tenaga dan biaya yang tidak

sedikit. Selain itu, bila tidak cepat diatasi, maka turnover ini bisa menghambat

efektivitas dan efisiensi kerja yang selanjutnya akan menurunkan tingkat

produktivitas (Damayanti, 2003).

Menurut Simamora (1997), tingkat turnover yang tinggi merupakan

ukuran yang sering digunakan sebagai indikasi adanya masalah yang

(20)

2

sampai pada tingkat yang diterima karena turnover sendiri membutuhkan

biaya yang mahal. Namun demikian, mempertahankan tingkat turnover

sebesar nol adalah tidak realistik dan bahkan tidak dikehendaki.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa turnover merupakan

masalah yang sangat serius bagi perusahaan karena selalu mengeluarkan

anggaran yang tidak sedikit (Maeir, 1946; Staw, 1991). Lebih kompleks lagi,

permasalahan turnover membawa kerugian yang besar terhitung dari proses

rekruitmen, seleksi, orientasi, penempatan, pelatihan, penilaian prestasi kerja,

perencanaan dan pengembangan karir, pemberian imbal jasa, hubungan

industrial, pembentukan budaya dan etos kerja sampai pemutusan hubungan

kerja (Cowsey & Wedley dalam Handoyo, 1998).

Menurut Spector (1996) ketika laju turnover semakin tinggi maka

karyawan menjadi semakin tidak berpengalaman dan tidak terlatih. Akibatnya

karyawan menjadi tidak efisien dan mengalami kesulitan dalam mencapai

tujuan perusahaan.

Mobley (1986) menambahkan akibat-akibat negatif yang dapat

ditimbulkan turnover yaitu masalah biaya, masalah prestasi, masalah pola

komunikasi dan sosial, merosotnya semangat kerja, strategi-strategi

pengendalian yang kaku dan biaya-biaya peluang strategik. Turnover dapat

merugikan perusahaan yang sedang berkembang karena membutuhkan biaya

yang besar. Masalah prestasi terkait dengan potensi karyawan yang baru

belum tentu sama dengan karyawan yang keluar. Turnover juga akan

(21)

3

jaringan komunikasi atau merupakan kelompok kerja yang terpadu sehingga

akan berakibat negatif bagi karyawan lain yang masih tinggal. Mereka merasa

terbebani dengan pekerjaan yang ditinggalkan karyawan yang keluar dan

dapat menurunkan semangat kerja sehingga karyawan yang tadinya tidak

berniat untuk mencari pekerjaan lain akan mulai mencarinya. Akibat negatif

lain bagi perusahaan yaitu akan dilaksanakan strategi-strategi dan

kebijakan-kebijakan pengendalian pergantian karyawan yang kaku seperti kenaikan gaji

yang pukul rata, pelatihan-pelatihan “kilat” tentang hubungan sosial dan lain

sebagainya. Selain itu, turnover juga berdampak pada perusahaan untuk

menunda atau membatalkan usaha-usaha yang mempunyai keuntungan cukup

besar.

Terjadinya turnover sebenarnya dapat diprediksikan sebelumnya

dengan apa yang disebut intensi turnover. Shore dan Martin (dalam Handi,

2003) melihat bahwa intensi turnover merupakan variabel tergantung yang

tepat karena intensi turnover terkait erat dengan turnover sebenarnya. Smither

(1994) juga menambahkan bahwa sebenarnya turnover tidak bisa diukur

secara langsung dan intensi turnover merupakan prediktor terbaik dari

perilaku seseorang untuk melakukan turnover.

Intensi turnover adalah besarnya niat seseorang untuk keluar dari

perusahaan tempat ia bekerja secara permanen dan kemudian pindah ke

perusahaan lain (Staw, 1991). Intensi turnover inilah yang kemudian

termanifestasikan dalam tindakan nyata yaitu turnover (Smither, 1994). Hal

(22)

4

Mobley yang menyatakan bahwa intensi untuk keluar dari perusahaan

merupakan variabel yang mendorong terjadinya turnover pada karyawan

(Mobley, 1986). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebelum muncul tindakan

nyata dalam diri seseorang pasti akan muncul apa yang disebut intensi.

Ada banyak hal yang bisa mempengaruhi turnover seorang karyawan.

Beberapa peneliti menjelaskan bahwa turnover dipengaruhi oleh faktor-faktor

yang kompleks; antara lain yaitu usia dan jabatan, lama bekerja, tingkat

pendidikan dan intelegensi, komitmen terhadap perusahaan, kepuasaan kerja

dan stres kerja (Mobley, 1986). Selain itu, Smither (1994) menambahkan

bahwa turnover juga dipengaruhi oleh tersedianya lapangan pekerjaan.

Menurut Slum dkk (Damayanti, 2003) perusahaan harus

memperhatikan beberapa hal agar karyawan merasa betah bekerja dalam

perusahaan sehingga tidak berniat untuk mencari pekerjaan lain. Beberapa hal

tersebut antara lain (1) Imbal jasa yang memadai. Hal ini merupakan faktor

utama mengapa orang mau bekerja, jika faktor ini tidak dipenuhi tidak heran

bila dalam perusahaan terjadinya turnover yang tinggi. (2) Suasana kerja yang

menyenangkan. Suasana kerja yang menyenangkan akan membuat para

karyawan betah bekerja untuk jangka panjang. (3) Keadilan. Pada dasarnya

setiap orang ingin diperlakukan secara adil, maka perusahaan pun harus

memberikan hal ini kepada setiap karyawan. (4) Pemerataan kesempatan

berkembang. Perusahaan harus membangun sistem yang memungkinkan

(23)

5

Seperti yang telah dijelaskan oleh Slum dkk (Damayanti, 2003),

meskipun masalah keadilan hanya merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi bertahan tidaknya karyawan dalam perusahaan, namun ketiga

faktor lainnya juga banyak melibatkan rasa keadilan. Hal ini dikarenakan

karyawan yang tidak diberi penjelasan bagaimana keputusan itu ditentukan

terkadang merasa diperlakukan tidak adil dan mereka nantinya akan bereaksi

terhadap keputusan tersebut.

Keadilan interaksional sebagai salah satu jenis keadilan dalam

organisasi, sedikit banyak memberikan pengaruh pada sikap dan perilaku

karyawan. Keadilan interaksional berkaitan dengan kepekaan organisasi dalam

memperlakukan dan menjalin hubungan dengan karyawan secara hormat

(Landy & Conte, 2004). Salah satu argumen penting keadilan interaksional

adalah adanya anggapan bahwa aspek penting dari keadilan ketika orang

berhubungan dengan pemegang kekuasaan adalah rasa hormat dan

menghargai sebagai cerminan dari sensitivitas sosial kepada penguasa

(Skarlicki & Folger, 1997).

Berbagai penelitian tentang keadilan interaksional telah banyak

dilakukan. Damayanti (2003) menyebutkan bahwa ada hubungan antara

keadilan interaksional dan komitmen organisasi. Kusumawardani (2007) juga

menemukan bahwa keadilan interaksional mempengaruhi tinggi rendahnya

komitmen karyawan. Selain itu, Barling & Philips (Colquitt, 2001)

mengemukakan bahwa keadilan interaksional mempengaruhi perilaku

(24)

6

seseorang akan mempersepsi keadilan interaksional ketika sedang berhadapan

dengan pembuat keputusan.

Keadilan interaksional dalam organisasi meliputi penghargaan,

netralitas dan kepercayaan. Setiap karyawan membutuhkan penghargaan atas

statusnya sebagai individu. Perlakuan yang bijak, sopan, menghargai hak dan

menghormati dari penguasa kepada anggota kelompok merupakan bagian dari

penghargaan (Faturochman, 2002). Perusahaan yang kurang mampu

memberikan penghargaan terhadap karyawannya baik itu berupa sikap,

tindakan maupun kata-kata yang mencerminkan penghargaan maka akan

mengakibatkan merosotnya semangat kerja.

Aspek netralitas dari perusahaan juga sangat penting bagi karyawan.

Netralitas berarti bahwa dasar-dasar dari pengambilan keputusan adalah

berdasarkan fakta bukan opini, adanya keterlibatan orang ketiga dalam

menyelesaikan masalah dan tidak adanya perbedaan perlakuan antara satu

orang dengan yang lainnya (Faturochman, 2002). Karyawan akan merasa

malas dalam bekerja apabila terdapat ketidaknetralan dalam perusahaan

tempatnya bekerja.

Menurut Brockner & Siegel (dalam Faturochman, 2002), kepercayaan

merupakan salah satu bagian penting dari keadilan interaksional. Kepercayaan

didefinisikan sebagai harapan pihak lain dalam melakukan hubungan sosial,

yang didalamnya tercakup risiko yang berkaitan dengan harapan itu. Artinya

bila seseorang mempercayai orang lain, ketika hal itu tidak terbukti, ia akan

(25)

7

(Faturochman, 2002). Kurangnya kepercayaan yang diberikan perusahaan

terhadap karyawan akan mengakibatkan karyawan merasa tidak dihargai dan

tidak dipedulikan keberadaannya. Ketidakpedulian ini bisa menurunkan

motivasi karyawan untuk bekerja dengan sebaik-baiknya.

Handi (2003) mengatakan bahwa meskipun penelitian-penelitian

sebelumnya banyak yang meneliti tentang keadilan organisasi, namun sedikit

penelitian yang menguji hubungan antara keadilan organisasi dan intensi

turnover. Selain itu penelitian-penelitian sebelumnya dalam bidang keadilan

organisasi hanya dilakukan terutama dalam seting laboratorium dan

mengabaikan elemen-elemen yang berpengaruh terhadap perilaku individu

dalam seting organisasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti

tertarik untuk meneliti hubungan antara keadilan interaksional dengan intensi

turnover.

B. Rumusan Permasalahan

Masalah dalam penelitian ini adalah :

Apakah ada hubungan antara keadilan interaksional dengan intensi turnover?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

(26)

8

D. Manfaat Penelitian

Diketahuinya hubungan antara keadilan interaksional dengan intensi

turnover diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis :

Menambah kajian atau bahasan teoritis dalam bidang Psikologi

Industri dan Organisasi tentang keputusan seorang karyawan suatu

perusahaan untuk melakukan turnover yang dipengaruhi oleh keadilan

interaksional, dan khususnya pada bidang Psikologi Sumber Daya

Manusia mengenai kaitan karyawan sebagai sumber daya manusia dengan

perusahaan dimana setiap saat karyawan memiliki kemungkinan untuk

melakukan turnover.

2. Manfaat Praktis :

a. Perusahaan

Memberi gambaran bagi perusahaan mengenai penerapan

prinsip-prinsip keadilan interaksional yang sesuai dengan harapan

karyawan sehingga bisa mencegah karyawan untuk melakukan

turnover.

b. Karyawan

Sebagai bahan refleksi atau evaluasi dalam bekerja, khususnya

berkaitan dengan hubungan antara keadilan interaksional dan intensi

(27)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Intensi Turnover

1. Pengertian Intensi

Fishbein & Ajzen (1975) menyatakan bahwa tingkah laku yang

muncul pada manusia merupakan pembentukan hubungan timbal balik

antara keyakinan (belief), sikap (attitude) dan intensi (intention) individu.

Keyakinan dikategorikan sebagai aspek kognitif yang melibatkan

pengetahuan, pendapat, dan pandangan individu terhadap objek. Sikap

dikategorikan sebagai aspek afektif yang mengarah pada perasaan individu

terhadap suatu objek serta evaluasi yang dilakukannya. Sedangkan intensi

dikategorikan sebagai aspek konatif yang menunjukkan intensi individu

dalam bertingkah laku (behavioral intention) dan bertindak ketika

berhadapan langsung dengan objek. Hubungan antara ketiganya secara

skematis dapat dilihat pada bagan 1.

Fishbein & Ajzen (1975) mengemukakan bahwa intensi individu

untuk melakukan perilaku tertentu merupakan fungsi dari dua komponen

utama yaitu :

a. Komponen sikap, yaitu sikap individu terhadap dilakukannya perilaku

(28)

10

b. Komponen norma subjektif, yaitu berhubungan dengan keyakinan

individu tentang pandangan orang lain atau tekanan sosial yang ada di

lingkungannya.

Bagan 1

Kerangka Konseptual untuk Meramalkan Suatu Intensi Atau Perilaku Tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975)

Keyakinan akan akibat dari perilaku X

Sikap terhadap perilaku X

Intensi untuk melakukan perilaku X

Norma subyektif tentang perilaku X Keyakinan normatif

akan akibat perilaku X

Perilaku X

: Pengaruh

: Umpan balik

Penjelasan Bagan

Keyakinan akan akibat perilaku X adalah komponen yang berisikan

aspek tentang X yaitu akibat positif dan negatif yang didapat subjek bila

(29)

11

tentang perilaku tersebut, akan semakin positif sikap subjek terhadap

perilaku tersebut.

Keyakinan normatif akan akibat perilaku X adalah komponen

pengetahuan tentang X yang merupakan pandangan atau pendapat orang

lain yang memberi pengaruh terhadap kehidupan seorang individu, dimana

individu tersebut dapat menerima atau menolak pengaruh-pengaruh

tersebut. Pengaruh yang diterima oleh individu akan membentuk norma

subjektif individu tentang perilaku X. Jadi norma subjektif tersebut

berisikan keputusan yang dibuat individu setelah mempertimbangkan

pandangan orang-orang yang mempengaruhi dunianya.

Intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku didasari oleh sikap

orang tersebut terhadap perilaku itu dan norma subjektif tentang perilaku

tersebut (Fishbein & Ajzen, 1975). Sikap terhadap perilaku merupakan

fungsi dari keyakinan terhadap perilaku tersebut. Keyakinan yang

dimaksud disini adalah bahwa individu yakin bahwa perilaku yang

dilakukan memberikan hasil. Sedangkan norma subjektif merupakan

fungsi dari keyakinan individu terhadap norma yang diberlakukan pada

lingkungannya. Keyakinan normatif akibat perilaku tersebut terbentuk dari

umpan balik yang diberikan oleh perilaku itu sendiri. Keyakinan terhadap

norma ini akan mempengaruhi norma subjektif yang kemudian akan

(30)

12

Menurut Fishbein & Ajzen (1975) intensi melibatkan empat elemen

yang berbeda, yaitu :

1. Behavior : Tingkah laku yang akan dilakukan

2. Target : Tujuan dari perilaku tersebut

3. Time : Waktu terjadinya perilaku tersebut

4. Situation : Keadaan pada saat tindakan dilaksanakan, penyebab

mengapa tingkah laku itu dilaksanakan.

Setiap elemen di atas memiliki tingkat kekhususan yang berbeda.

Pada tingkat yang paling spesifik keempat elemen akan tercakup

didalamnya yaitu seorang individu bermaksud untuk melakukan suatu

tindakan tertentu yang berhubungan dengan targetnya dalam situasi dan

waktu tertentu.

Jadi dapat disimpulkan bahwa intensi adalah kemungkinan subjektif

seorang individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu yang

berhubungan dengan target yang hendak dicapai dalam situasi dan waktu

tertentu, serta dipengaruhi oleh sikap dan norma subjektif yang dimiliki.

2. Pengertian Turnover

Cascio (1998) mendefinisikan turnover sebagai berhentinya

hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya,

tidak disebabkan karena kematian, pensiun atau PHK. Spector (1996)

mengungkapkan bahwa turnover adalah putusnya hubungan kerja antara

(31)

13

cara keluar atau berpindah perusahaan secara sukarela atau dengan

terpaksa dan disertai dengan pemberian hadiah. Maeir (1946)

mengungkapkan bahwa turnover adalah perpisahan antara perusahaan

dengan pekerja, sedangkan Scott (Anggraeni, 2004) mendefinisikan gejala

turnover sebagai perpindahan tenaga kerja dari dan ke sebuah perusahaan.

Minner (Anggraeni, 2004) memberi batasan tentang turnover sebagai

karyawan yang meninggalkan perusahaan tempat dia bekerja secara

permanen. Sedangkan Mobley (1986) memberi batasan tentang turnover

sebagai berhentinya individu dari anggota suatu organisasi yang disertai

dengan pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan.

Pemberhentian tersebut menurut Robbins (dalam Anggraeni, 2004)

dibedakan menjadi 2 tipe yaitu turnover yang sukarela atau yang tidak

diprakarsai oleh perusahaan (voluntary turnover) dan tipe turnover yang

terpaksa atau yang diprakarsai oleh perusahaan, ditambah dengan

kematian dan pengunduran diri atas desakan.

Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa

turnover adalah putusnya hubungan kerja antara karyawan dengan

perusahan tempat ia bekerja secara permanen dengan cara keluar atau

berpindah perusahaan secara sukarela tanpa pemberian imbalan atau

hadiah maupun secara terpaksa disertai dengan pemberian hadiah atau

(32)

14

3. Pengertian Intensi Turnover

Shore dan Martin (Handi, 2003) melihat bahwa intensi turnover

merupakan variabel tergantung yang tepat karena intensi turnover terkait

erat dengan turnover sebenarnya. Smither (1994) juga menambahkan

bahwa sebenarnya turnover tidak bisa diukur secara langsung. Dengan

demikian, intensi turnover banyak digunakan dalam penelitian yang

bertujuan untuk meneliti masalah turnover.

Menurut Model Hubungan Perantara Mobley (Mobley, 1986), intensi

turnover dimulai dari rasa tidak puas terhadap organisasi yang membuat

karyawan berpikir untuk keluar, sehingga mendorong pada pengevaluasian

perilaku turnover dan berbagai alternatif pekerjaan lain yang akan

membuat karyawan tersebut berniat untuk mencari pekerjaan lain dan

akhirnya keluar dari perusahaan. Dari Model Hubungan Perantara Mobley

tersebut ditarik kesimpulan bahwa intensi turnover terdiri dari 3 aspek,

yaitu :

a) Thinking of quiting yaitu berpikir untuk keluar dari perusahaan

tempatnya bekerja

b) Intention of search yaitu intensi untuk mencari pekerjaan lain, dan

c) Intention of quiting yaitu intensi untuk keluar dari perusahaan

tempatnya bekerja.

(33)

15

Bagan 2

Bagan Model Hubungan Perantara Mobley (1986)

Evaluasi terhadap pekerjaan yang ada

Kepuasan terhadap pekerjaan yang dirasakan – perasaan tidak puas

Berpikir keluar

Mempertimbangkan akibat yang terjadi bila melakukan tindakan keluar

Maksud untuk mencari alternatif-alternatif lain

Mencari alternatif-alternatif lain

Mempertimbangkan alternatif lain

Membandingkan alternatif-alternatif lain dengan pekerjaan yang sekarang

Maksud untuk keluar atau tinggal

(34)

16

Hom, Caranikas-Walker, Prussia & Griffeth (Anggraeni, 2004) juga

mengungkapkan teori pengunduran diri yang serupa dengan Model

Hubungan Perantara Mobley. Teori dikenal dengan teori kognisi

pengunduran diri atau Withdrawal Cognition yang terdiri dari berpikir

untuk berhenti, intensi mencari pekerjaan lain dan intensi untuk berhenti

dari pekerjaan. Ketiga komponen ini bersifat integral karena merupakan

suatu rangkaian proses.

Bagan 3

Bagan Withdrawal Cognition versi Hom, Caranikas-Walker, Prussia & Griffeth

• Thoughts of Quiting • Search Decisions • Intention to Quit

TURNOVER

Setiap individu yang memasuki suatu organisasi kerja membawa

sejumlah harapan dalam dirinya, misalnya tentang upah, status, pekerjaan,

lingkungan sosial dan pengembangan dirinya. Disamping karakteristik

individu, harapan-harapan tersebut juga dipengaruhi oleh informasi

tentang perusahaan itu dan pilihan kesempatan kerja yang ada pada saat

itu.

Bersama-sama dengan karakteristik perusahaan, pengalaman bekerja

(35)

17

individu itu akan mempengaruhi reaksi afektifnya terhadap pekerjaan dan

perusahaan tersebut. Adanya suasana, prestasi dan pengalaman kerja yang

positif serta harapan individu yang dapat terpenuhi di perusahaan akan

membentuk rasa komitmen yang kuat dan keinginan untuk tetap menjadi

anggota perusahaan itu. Tetapi bila sebaliknya yang terjadi, maka individu

akan mengembangkan suatu reaksi untuk keluar dari perusahaan tersebut.

Bila ada kesempatan dari perusahaan lain yang lebih menarik, maka ia

akan keluar dan berpindah ke perusahaan itu (Mowday, dalam Anggraeni,

2004).

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa intensi turnover

adalah besarnya niat seseorang untuk keluar atau pindah ke perusahaan

lain secara permanen sesuai dengan target yang ingin dicapai dalam situasi

dan waktu tertentu. Intensi turnover ini mencakup tiga aspek yaitu

thinking of quiting, intention of search dan intention of quiting.

4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Turnover

Faktor-faktor yang mempengaruhi turnover yang saling berkaitan

satu sama lain diantaranya yaitu :

a. Usia

Karyawan yang berusia muda memiliki kecenderungan yang

lebih besar untuk keluar dari perusahaan dibandingkan karyawan yang

berusia lebih tua. Hal ini dikarenakan karyawan yang lebih muda

(36)

18

jawab kekeluargaan yang lebih kecil sehingga lebih mempermudah

untuk mobilitas pekerjaan (Porter & Steerm dalam Mobley, 1986). Hal

ini senada dengan pendapat Maier (1946) yang menyatakan bahwa

karyawan usia muda memiliki tingkat turnover yang lebih tinggi

daripada karyawan-karyawan yang lebih tua.

Hurlock (1996) mengemukakan bahwa kecenderungan orang

muda memiliki tingkat turnover yang lebih tinggi daripada orang yang

lebih tua dikarenakan pada masa usia dewasa khususnya pada masa

dewasa dini, mereka cukup produktif dan aktif dalam bekerja. Selain

itu, pada penelitian-penelitian sebelumnya (Mobley, 1986)

menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara usia dan

intensi turnover, yang artinya bahwa semakin muda usia seseorang

maka semakin tinggi intensi turnover-nya.

b. Lama Bekerja

Werbel & Gould (Smither, 1994) mengemukakan bahwa kasus

turnover lebih sering terjadi pada karyawan baru dibandingkan dengan

karyawan lama. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mobley (1986)

menyatakan bahwa masa kerja berhubungan negatif dengan intensi

turnover. Hal ini bisa disebabkan karena karyawan yang telah lama

bekerja diyakini sudah memiliki sense of belongingness pada

perusahaan tempat ia bekerja sehingga mereka merasa enggan untuk

(37)

19

semakin tinggi masa kerjanya maka semakin rendah intensi turnover

-nya.

c. Tingkat Pendidikan dan Inteligensi

Maeir (1946) mengatakan bahwa mereka yang memiliki tingkat

intelegensi tidak terlalu tinggi akan memandang tugas-tugas yang sulit

sebagai tekanan dan sumber kecemasan. Sebaliknya mereka yang

memiliki tingkat intelegensi yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan

dengan pekerjaan yang monoton. Mereka akan lebih berani keluar dan

mencari pekerjaan baru daripada mereka yang mempunyai tingkat

pendidikan dan intelegensi terbatas (Handoyo, 1998).

d. Komitmen terhadap Perusahaan

Penelitian yang dilakukan oleh Hom., dkk (Mowday dalam

Anggraeni, 2004) menemukan bahwa komitmen terhadap perusahaan

mempunyai korelasi yang negatif dan signifikan terhadap intensi

turnover. Artinya yaitu semakin tinggi komitmen seseorang terhadap

perusahaan maka semakin kecil ia mempunyai niat untuk pindah

pekerjaan dan perusahaan lain, atau sebaliknya. Pekerja yang memiliki

rasa komitmen yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti

mempunyai dan membentuk suatu perasaan memiliki (feeling of

belonging), rasa aman, efikasi, tujuan dan arti hidup serta gambaran

diri yang positif. Akibat secara langsung yaitu menurunnya dorongan

(38)

20

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Werbel & Gould

(Smither, 1994) yang menyatakan bahwa karyawan yang tidak

memiliki komitmen tinggi terhadap perusahaan cenderung memilih

keluar dan berpindah ke perusahaan lain.

e. Kepuasan Kerja

Menurut Robbins (Anggraeni, 2004) kepuasan kerja adalah sikap

umum individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat

kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sikap positif terhadap

pekerjaannya, sementara seseorang yang tidak puas dengan

pekerjaannya mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaannya,

sehingga dengan demikian bisa membuatnya tidak semangat dalam

bekerja bahkan sampai keluar dari perusahaan.

Sementara itu, dari penelitian yang dilakukan oleh Mowday

(Anggraeni, 2004) ditemukan bahwa semakin tidak puas seseorang

terhadap pekerjaannya maka akan semakin kuat dorongannya untuk

melakukan turnover. Hal ini diperkuat oleh Mobley (1986) yang

menemukan adanya hubungan yang negatif antara kepuasan kerja dan

turnover karyawan, dimana karyawan yang merasa tidak puas

memiliki kecenderungan lebih besar untuk meninggalkan pekerjaan

daripada mereka yang puas. Temuan Clugston (Harsono dan Sunjoyo,

2003) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja secara langsung

(39)

21

f. Stres Kerja

Salah satu penyebab terjadinya turnover adalah stres kerja

dimana dinamika stres kerja berasal dari keadaan yang terkait dengan

pekerjaan dan dunia kerja yang bersangkutan (Mobley, 1986). Jika

stres kerja tidak segera diatasi maka akan mengakibatkan pada

menurunnya produktivitas kerja, meningkatkan ketidakhadiran atau

absen dan munculnya turnover pada karyawan (Schultz&Schultz

dalam Anggraeni, 2004). Hal ini didukung oleh Cooper, dkk (2001)

yang mengungkapkan bahwa stres kerja yang sering dialami karyawan

akan menyebabkan kelelahan, kecelakaan dan bolos kerja yang pada

akhirnya akan mendorong karyawan untuk keluar dari perusahaan

tempat ia bekerja.

g. Tersedianya Lapangan Pekerjaan

Mitra (Anggraeni, 2004) menyatakan bahwa turnover akan lebih

rendah jika lapangan kerja yang tersedia juga sedikit. Hal ini didukung

oleh Smither (1994) yang menyatakan ketika lapangan pekerjaan

sangat banyak, seorang karyawan akan lebih gampang meninggalkan

pekerjaan untuk mencari pekerjaan lain yang lebih menarik.

Banyaknya lapangan pekerjaan akan memberikan peluang dan

kesempatan yang lebih besar kepada seorang karyawan untuk memilih

tempat kerja yang lebih baik dan mendukung karyawan tersebut untuk

berkembang dan mendapatkan fasilitas-fasilitas yang lebih baik pula

(40)

22

B. Keadilan Interaksional

1. Pengertian Keadilan Interaksional

Keadilan sebagai bagian dari moralitas, telah dirumuskan dalam

aturan-aturan yang baku dan harus dilaksanakan dengan ketat. Keadilan

pada awalnya hanya berkisar pada bidang filsafat, hukum dan ekonomi.

Setelah beberapa tahun kemudian, konsep keadilan mendapat perhatian

lebih dari bidang psikologi (Faturochman, 2002). Lind & Tyler

(Faturochman, 2002) mengatakan bahwa secara umum keadilan

digambarkan sebagai suatu situasi sosial ketika norma-norma tentang hak

dan kelayakan terpenuhi. Keadilan dalam organisasi sedikit banyak dapat

mempengaruhi sikap dan perilaku kerja karyawan sehingga perusahaan

dituntut untuk dapat memberikan keadilan secara personal. Beberapa ahli

memberikan definisi mengenai keadilan interaksional sebagai berikut.

Menurut Donovan dkk (1998) keadilan interaksional diartikan

sebagai evaluasi individual mengenai mutu dari pengalaman perlakuan

interpersonal ketika prosedur organisasi ditetapkan. Skarlicki & Folger

(1997) mendefinisikan keadilan interaksional sebagai persepsi karyawan

mengenai mutu perlakuan interpersonal yang diterima selama

pemberlakuan prosedur organisasi. Definisi tersebut memperlihatkan

bahwa keadilan interaksional dirumuskan dalam aturan-aturan baku yang

harus dilaksanakan oleh segenap karyawan organisasi.

Masteron (2001) juga mengartikan keadilan interaksional sebagai

(41)

23

prosedur yang berlaku. Karyawan yang diperlakukan secara adil akan

merasa lebih punya rasa memiliki dan mengidentifikasikan dirinya sebagai

pemiliki organisasi sehingga ia merasa betah dalam bekerja. Menurut

Tyler (Faturochman, 2002) asumsi dasar dalam keadilan interaksional

adalah bahwa manusia sebagai anggota organisasi sangat memperhatikan

tanda-tanda atau simbol-simbol yang mencerminkan posisinya dalam

organisasi. Oleh karenanya, manusia berusaha memahami, mengupayakan

dan memelihara hubungan sosial.

Schminke dkk (2000) mengungkapkan bahwa ketika individu dalam

organisasi secara personal diperlakukan adil maka ia cenderung memiliki

hubungan yang bermutu dengan para supervisor-nya, melakukan usaha

yang membantu organisasi dan memiliki kinerja yang tinggi. Skarlicki &

Folger (1997) mengungkapkan bahwa aspek penting dari keadilan

interaksional ketika orang berhubungan dengan pemegang kekuasaan

adalah rasa hormat dan menghargai sebagai cerminan dari sensitivitas

sosial kepada penguasa. Sensitivitas sosial penguasa ini dapat membuat

anggota organisasi merasa lebih baik dalam melaksanakan aktivitas kerja

organisasi.

Menurut Landy & Conte (2004), keadilan interaksional berkaitan

dengan kepekaan organisasi dalam memperlakukan dan menjalin

hubungan dengan karyawan secara hormat. Senada dengan hal itu,

Colquitt (2001) mengatakan bahwa keadilan interaksional membantu

(42)

24

anggotanya dengan rasa hormat, peka dan menjelaskan dasar pemikiran

untuk mengambil keputusan secara menyeluruh.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

keadilan interaksional merupakan evaluasi individu mengenai perlakuan

interpersonal yang diterima berdasarkan prosedur yang berlaku.

2. Aspek-Aspek Keadilan Interaksional

Tyler (Faturochman, 2002) menyebutkan ada tiga hal pokok yang

patut diperhatikan dalam interaksi sosial yang kemudian dijadikan aspek

penting dari keadilan interaksional. Aspek-aspek tersebut yaitu

penghargaan, netralitas dan kepercayaan. Penjelasan tentang ketiga aspek

tersebut adalah sebagai berikut :

a. Penghargaan

Penghargaan adalah segala sesuatu yang diberikan seseorang

kepada orang lain atas keberhasilannya dalam melakukan pekerjaan.

Dalam hal ini, perusahaan memberikan penghargaan kepada karyawan

yang telah bekerja sebaik mungkin demi mencapai tujuan perusahaan.

Penghargaan tercermin dalam perlakuan yang diberikan perusahaan

kepada karyawan seperti perlakuan yang bijak dan sopan, menghargai

dan memenuhi hak serta menghormati karyawan. Semakin baik

kualitas perlakuan yang diberikan perusahaan interaksinya dinilai

semakin adil. Penghargaan yang diberikan perusahaan dapat berbentuk

(43)

25

positif seperti respon yang cepat terhadap pertanyaan atau persoalan

yang diajukan, apresiasi terhadap pekerjaan karyawan, membantu dan

memuji atas tindakan yang benar atau hasil yang baik juga dapat

diterapkan oleh perusahaan dalam memberikan penghargaan (Donovan

dkk, 1998).

Penghargaan yang diberikan perusahaan kepada karyawan dapat

menumbuhkan semangat dalam diri karyawan untuk bekerja sebaik

mungkin. Karyawan merasa dihargai dan diterima keberadaannya

sebagai bagian dari perusahaan. Selain kata-kata atau pujian,

penghargaan juga dapat diwujudkan melalui kenaikan gaji atau

tunjangan-tunjangan lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan

hidup karyawan. Perlakuan yang bertolak belakang dengan

penghargaan adalah memaki, membentak, menyepelekan,

mengabaikan, menghina dan mengancam (Donovan dkk, 1998).

Perlakuan-perlakuan tersebut dapat menyebabkan karyawan merasa

tidak nyaman dalam bekerja dan menurunkan produktivitas kerja

karyawan.

b. Netralitas

Konsep netralitas berkembang dari keterlibatan pihak ketiga

dalam masalah hubungan sosial antar karyawan atau karyawan dengan

perusahaan (Faturochman, 2002). Aspek netralitas menekankan bahwa

perusahaan harus mampu menempatkan diri sebagai mediator dalam

(44)

26

perusahaan dapat tercapai apabila pengambilan keputusan didasarkan

pada fakta yang obyektif dan valid, bukan pada opini atau pendapat

orang lain. Aspek netralitas juga mengandung makna bahwa dalam

melakukan relasi sosial perusahaan tidak membeda-bedakan antara

satu karyawan dengan karyawan lain. Netralitas akan tampak pada saat

terjadi konflik internal baik bersifat interpersonal, antarkelompok

maupun antara karyawan dengan pimpinan. Perusahaan berperan

sebagai mediator dalam mengatasi konflik yang terjadi dengan cara

tidak memihak atau memihak salah satu pihak yang terlibat konflik.

Pemihakan masih dibenarkan bila berpedoman pada norma atau aturan

yang sudah disepakati bersama. Pemihakan yang tidak berpedoman

pada norma atau aturan yang telah disepakati bersama menyebabkan

penyelesaian konflik cenderung ke arah subyekivitas atau berdasarkan

kedudukan atau kedekatan pihak yang berkonflik dengan perusahaan

secara pribadi.

c. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan aspek keadilan interaksional yang

paling banyak dibahas. Ahli sosiologi dan ekonomi menekankan

kepercayaan sebagai fenomena institusional seperti dalam lembaga

atau antarlembaga. Berdasarkan teori kepribadian, kepercayaan

merupakan keyakinan, harapan atau perasaan yang berakar pada

kepribadian yang berkembang dari awal masa pertumbuhan individu.

(45)

27

pihak lain dalam melakukan hubungan sosial, yang didalamnya

mencakup resiko yang berkaitan dengan harapan tersebut. Hal ini

berarti seseorang akan menerima konsekuensi negatif seperti merasa

dikhianati, kecewa dan marah apabila pihak lain tidak mewujudkan

harapannya (Faturochman, 2002). Sztompka (Faturochman, 2002)

menambahkan bahwa kepercayaan berarti suatu pertaruhan terhadap

hasil di masa depan dengan menyerahkannya kepada orang lain.

Kepercayaan interaksional dalam organisasi ditentukan oleh tiga

hal yaitu disposisi, situasi dan pengalaman hubungan antarindividu.

Karyawan akan sulit menumbuhkan kepercayaan pada perusahaan

apabila ia bersikap tidak meyakinkan, sebagai indikasi rasa percaya

diri yang rendah (disposisi). Situasi yang tidak menentu dalam

perusahaan juga dapat menghambat tumbuhnya kepercayaan terhadap

karyawan. Pengalaman masa lalu, seperti karyawan sering bolos, juga

menyebabkan tingkat kepercayaan perusahaan menjadi rendah.

Kepercayaan terhadap karyawan dapat dibangun dengan berbagai

cara. Mishra (Faturochman, 2002) menyebutkan bahwa kepercayaan

terhadap karyawan dapat dibangun melalui empat dimensi pokok

kepercayaan yaitu kompetensi, keterbukaan, kepedulian dan

reliabilitas. Perusahaan mempercayai karyawan karena kompetensi

yang dimiliki karyawan tersebut. Kepercayaan yang dibangun melalui

(46)

28

kepada karyawan karena menganggap karyawan tersebut memiliki

kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan baik.

Kepercayaan terhadap karyawan juga dapat dibangun melalui

keterbukaan, yang disejajarkan dengan kejujuran. Keterbukaan dan

kejujuran digunakan karyawan untuk menumbuhkan kepercayaan dari

perusahaan. Karyawan ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat

dipercaya dengan cara bersikap terbuka dan jujur terhadap perusahaan.

Dimensi keterbukaan dan kejujuran ini mengandung nilai-nilai moral

untuk membangun hubungan sosial dari karyawan terhadap

perusahaan.

Faturochman (2002) menyebutkan bahwa dimensi kepedulian

merupakan bagian dari kepercayaan yang paling mencerminkan

keadilan interaksional. Kepedulian tidak hanya merupakan bentuk

kontrol terhadap oportunisme atau interes pribadi tetapi juga berperan

sebagai mekanisme yang menyeimbangkan antara kepentingan pribadi

dengan kepentingan orang lain. Dalam konteks organisasi, dimensi

kepedulian berperan sebagai mekanisme yang menyeimbangkan antara

kepentingan karyawan dengan kepentingan perusahaan.

Faturochman (2002) menyebutkan bahwa beberapa ahli

berpendapat bahwa kepercayaan yang kuat terbentuk dari proses

hubungan sosial yang terjalin lama dan terus-menerus. Dalam kondisi

yang demikian, perusahaan dapat melakukan tes terhadap karyawan.

(47)

29

perusahaan juga dinilai lebih kecil sehingga dapat lebih mudah

mempercayai karyawan.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa

tercapainya keadilan interaksional tercermin dalam perlakuan perusahaan

yang meliputi penghargaan, netralitas dan kepercayaan terhadap karyawan.

Perusahaan yang dapat menghargai kinerja karyawan, bersikap netral dan

dapat mempercayai karyawan dinilai mampu menciptakan keadilan

interaksional. Sebaliknya, perusahaan yang tidak dapat menghargai

karyawan, bersikap tidak netral dan tidak percaya pada karyawan dinilai

kurang mampu menciptakan keadilan interaksional.

3. Dampak Keadilan Interaksional

Keadilan sering dijadikan sebagai suatu pegangan dalam berbagai

bentuknya seperti moralitas, norma atau peraturan. Pada proses sosial

keadilan bisa menjadi suatu syarat atau keharusan dan, pada sisi lain,

keadilan juga bisa menjadi sesuatu yang harus dicapai (tujuan). Kedua sisi

keadilan ini berhubungan erat satu sama lain karena dalam kenyataannya

keadilan sulit didapatkan. Dengan kata lain, kajian tentang dampak

keadilan lebih sedikit didapatkan daripada kajian tentang dampak

ketidakadilan.

Keadilan dalam organisasi memiliki dampak yang besar terhadap

sikap dan perilaku karyawan. Keadilan interaksional yang mencakup

(48)

30

sikap dan perilaku karyawan. Dampak yang besar ini membuat perusahaan

berusaha keras untuk menciptakan keadilan walaupun sebenarnya keadilan

sulit untuk didapatkan. Perusahaan yang memiliki berbagai latar belakang

karyawan dapat memicu adanya perbedaan pendapat dan kepentingan

antara perusahaan dengan karyawan sehingga keadilan sulit didapatkan.

Secara esensial tercapainya keadilan adalah sesuatu yang normatif.

Oleh karenanya, keadaan yang adil akan berpengaruh besar terhadap

terciptanya hubungan yang normatif pula. Hubungan normatif ini

digambarkan sebagai hubungan yang serasi dan harmonis. Hubungan yang

adil diyakini pula sebagai faktor terbentuknya kesejahteraan sosial dan

ekonomi. Secara psikologis keadilan dapat memberikan jaminan atas

terciptanya rasa aman (Faturochman, 2002).

Rasa aman sangat penting pada tingkat individu dan pada tingkat

komunitas. Berbagai bentuk perlakuan dari perusahaan yang tidak sesuai

dengan harapan dan keinginan karyawan akan memunculkan konflik.

Adanya konfilk ini dapat memicu aksi demonstrasi dari karyawan sebagai

reaksi terhadap kurangnya rasa aman yang diberikan perusahaan. Perilaku

karyawan tersebut merugikan perusahaan karena dapat menghambat

aktivitas dalam bekerja.

Rasa keadilan dalam organisasi juga berkaitan dengan produktivitas

kerja, komitmen terhadap organisasi serta berbagai dampak positif lainnya

(Faturochman, 2002). Karyawan yang mengalami rasa keadilan dari

(49)

31

kerja dapat meningkat. Rasa keadilan juga berdampak pada komitmen

karyawan. Perusahaan yang dapat memberikan penghargaan, bersikap

netral dan penuh kepercayaan pada karyawan, akan menumbuhkan

komitmen pada karyawan untuk bekerja dengan sebaik-sebaiknya dan

memberikan yang terbaik kepada perusahaan tempat ia bekerja.

Ketidakadilan juga dapat terjadi dalam perusahaan. Ketidakadilan

dialami karyawan ketika terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan

yang ada (Faturochman, 2002). Kesenjangan ini dapat memunculkan

adanya aksi-aksi negatif dari karyawan seperti bolos kerja dan bahkan

dapat terjadi aksi demonstrasi. Sebab terjadinya aksi-aksi tersebut sering

dikaitkan dengan kepuasan terhadap perlakuan yang diterima karyawan.

Rasa ketidakadilan dialami karyawan ketika merasa tidak puas terhadap

perlakuan yang diberikan perusahaan kepada dirinya.

Secara konseptual dan operasional, kepuasan dapat digunakan untuk

mengukur dampak keadilan (Faturochman, 2002). Kepuasan disini terkait

dengan kepuasan terhadap keadaan yang dihadapi oleh pihak yang

bersangkutan. Hal ini menggambarkan semakin tinggi kepuasan yang

diterima karyawan maka rasa keadilan yang diberikan perusahaan juga

(50)

32

C. Hubungan antara keadilan interaksional dengan intensi turnover

Keadilan interaksional merupakan evaluasi individu terhadap perlakuan

yang diterima dari perusahaan. Suatu perlakuan dari perusahaan terhadap

karyawan harus secara hormat, sopan dan bermartabat dalam upaya memenuhi

hak-hak karyawan. Tiga aspek penting yang diterapkan dalam keadilan

interaksional yaitu adanya penghargaan, netralitas dan kepercayaan terhadap

karyawan. Dengan kata lain, perusahaan yang mampu memberikan

penghargaan, bersikap netral dan dapat mempercayai karyawan dinilai dapat

menciptakan keadilan interaksional, begitu juga sebaliknya. Apabila dalam

perusahaan tidak terdapat penghargaan, netralitas dan kepercayaan maka

dinilai kurang mampu menciptakan keadilan interaksional.

Secara esensial sebenarnya tercapainya keadilan adalah sesuatu yang

normatif. Faturochman (2002) menyebutkan bahwa secara psikologis dampak

keadilan interaksional terkait dengan terciptanya rasa aman, produktivitas

kerja, komitmen terhadap perusahaan atau organisasi serta berbagai dampak

positif lainnya. Perusahaan yang dapat memberikan rasa keadilan pada

karyawan akan membuat karyawan merasa aman dalam bekerja dan dapat

menumbuhkan motivasi kerja sehingga produktivitas meningkat dan

komitmen karyawan terhadap perusahaan juga semakin tinggi. Sebaliknya

apabila perusahaan tidak dapat memberikan keadilan maka karyawan akan

merasa tidak aman dan menjadi malas dalam bekerja. Jika rasa malas ini tidak

segera diatasi maka diasumsikan karyawan dapat merasa bosan terhadap

(51)

33

Masalah turnover merupakan masalah yang serius bagi perusahaan

karena mengakibatkan pengeluaran yang cukup besar (Staw, 1991).

Perusahaan yang tidak mampu mempertahankan karyawan dapat

mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja secara keseluruhan. Maka dari

itu, perusahaan harus menciptakan rasa keadilan bagi karyawan agar tidak

muncul niat untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja. Hal ini

dikarenakan pada dasarnya seseorang ingin diperlakukan secara adil, demikian

juga di dalam perusahaan.

Karyawan yang mendapatkan perlakuan adil dan menilai bahwa

perlakuan yang diterimanya itu adalah benar-benar adil maka diasumsikan

dapat meningkatkan motivasi karyawan untuk bekerja sebaik mungkin

sehingga tidak terlintas dalam pikiran karyawan untuk keluar dari perusahaan,

tidak berniat mencari pekerjaan lain dan akhirnya tidak keluar dari perusahaan

tempat ia bekerja sekarang. Sebaliknya, karyawan yang menilai bahwa

perlakuan yang diterima itu adalah tidak adil maka diasumsikan dapat

menurunkan motivasi mereka untuk bekerja dengan sebaik-baiknya sehingga

muncul pikiran untuk keluar dari perusahan, berniat mencari pekerjaan lain

dan akhirnya keluar dari perusahaan tempat ia bekerja sekarang.

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara

keadilan interaksional dengan intensi turnover. Artinya, semakin tinggi

(52)

34

dilakukan karyawan. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah keadilan

interaksionalnya maka intensi turnover karyawan semakin tinggi.

(53)

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian

korelasional yang bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi-variasi

pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor

lain berdasarkan koefisien korelasi (Narbuko, 1997). Permasalahan yang akan

diuji dalam penelitian ini adalah ada tidaknya hubungan antara keadilan

interaksional dengan intensi turnover.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari dua yakni variabel bebas dan

variabel tergantung.

1. Variabel bebas : Keadilan interaksional

2. Variabel tergantung : Intensi turnover

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel penelitian ini adalah mengenai intensi

turnover dan keadilan interaksional seperti dijelaskan sebagai berikut :

1. Intensi Turnover

Intensi turnover adalah besarnya niat seseorang untuk keluar atau

(54)

36

ingin dicapai dalam situasi dan waktu tertentu. Aspek yang diukur dalam

intensi turnover adalah berpikir untuk keluar dari perusahaan tempatnya

bekerja (thinking of quiting), intensi untuk mencari pekerjaan lain

(intention of search), dan intensi untuk keluar dari perusahaan tempatnya

bekerja (intention of quiting).

Intensi turnover diukur dengan menggunakan skala intensi

turnover. Skor total yang diperoleh subyek menunjukkan tinggi atau

rendahnya intensi turnover. Semakin tinggi skor total yang diperoleh

subyek, menunjukkan bahwa intensi turnover yang dimiliki subyek

semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor total yang

diperoleh subyek menunjukkan bahwa intensi turnover-nya semakin

rendah.

2. Keadilan Interaksional

Keadilan interaksional merupakan evaluasi individu terhadap

perlakuan yang diterima dari perusahaan. Aspek-aspek yang diukur dalam

keadilan interaksional adalah penghargaan, netralitas dan kepercayaan.

Keadilan interaksional diukur dengan menggunakan skala keadilan

interaksional. Skor total yang diperoleh subyek menunjukkan tinggi atau

rendahnya keadilan interaksional. Semakin tinggi skor total yang diperoleh

subyek, menunjukkan bahwa semakin tinggi keadilan interaksional. Begitu

pula sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subyek

(55)

37

D. Subyek Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik purposive sampling yaitu bahwa sampel yang diambil

berdasarkan kriteria-kriteria dan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Adapun

kriteria tersebut yaitu :

1. Memiliki posisi jabatan di bawah direksi

Pertimbangannya adalah bahwa orang yang di bawah direksi adalah

orang yang bukan penentu hasil keputusan dan mereka yang mendapatkan

perlakuan dari direksi perusahaan.

2. Memiliki usia 20-40 tahun.

Pada masa usia dewasa khususnya masa dewasa dini, seseorang

cukup produktif dan aktif dalam bekerja sehingga memiliki kecenderungan

yang lebih tinggi untuk melakukan turnover dibandingkan orang yang

lebih tua (Hurlock, 1996). Karyawan yang memiliki usia muda juga

memiliki kesempatan berkarir lebih banyak sehingga lebih mempermudah

untuk mobilitas pekerjaan (Mobley, 1986). Mobley (1986) mengatakan

bahwa usia memiliki hubungan yang signifikan negatif dengan intensi

turnover. Maka dari itu, peneliti memilih usia subyek sekitar 20-40 tahun.

3. Memiliki masa kerja 0-10 tahun.

Karyawan yang telah lama bekerja diyakini sudah memiliki sense of

belongingness pada perusahaan tempat ia bekerja. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Mobley (1986) menyatakan bahwa masa kerja

(56)

38

tahun dan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu masa kerja awal (≤10tahun),

masa kerja menengah (10<x≤20tahun), dan masa kerja akhir (>20tahun).

Maka dari itu, peneliti memlilih masa kerja subyek 0-10 tahun.

4. Memiliki tingkat pendidikan minimal SMU

Maeir (1946) mengatakan bahwa karyawan yang memiliki tingkat

pendidikan lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan pekerjaan yang

monoton sehingga lebih berani untuk mencari pekerjaan lain. Tingkat

pendidikan juga memiliki hubungan positif dengan intensi turnover. Maka

dari itu, peneliti memilih subyek yang memiliki tingkat pendidikan

minimal SMU.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode skala. Metode skala adalah suatu metode penyelidikan

dengan menggunakan daftar pernyataan yang berisi aspek-aspek yang hendak

diukur, yang harus dijawab oleh orang-orang yang menjadi subyek penelitian

(Suryabrata, 2002). Dengan kata lain, metode ini digunakan untuk

mengungkap aspek yang hendak diukur dan disertai dengan lembar identitas

diri. Subyek diminta untuk memilih salah satu jawaban yang telah disediakan

yang sesuai dengan dirinya.

Sebelum digunakan pada penelitian yang sebenarnya, skala

diujicobakan terlebih dahulu pada sekelompok subyek untuk mengetahui nilai

(57)

39

kualifikasi validitas isi dan reliabilitas inilah yang digunakan dalam penelitian,

dengan asumsi bahwa alat ukur tersebut secara tepat dapat mengungkap apa

yang ingin diungkap serta konsisten dalam pengukuran (Azwar, 1999).

Penelitian ini menggunakan dua jenis skala yaitu skala intensi turnover

dan skala keadilan interaksional.

1) Skala Intensi Turnover

Skala ini menunjukkan seberapa besar intensi individu untuk keluar

dari perusahaan. Masalah intensi mencakup 4 aspek yaitu behavior, time,

target, dan situation. Tiap aitem dalam intensi turnover akan mengandung

4 aspek intensi. Skala intensi turnover ini disusun berdasarkan tiga aspek

intensi turnover yang dikemukakan oleh Mobley (1986) yaitu (a) berpikir

untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja (thinking of quiting), (b)

intensi untuk mencari pekerjaan lain (intention of search), (c) intensi untuk

keluar dari perusahaan tempatnya bekerja (intention of quiting).

Metode yang digunakan dalam skala intensi turnover adalah metode

Likert, dimana masing-masing aitem terdiri dari empat kategori jawaban

yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak

Setuju (STS). Setiap kategori diberi skor sebagai berikut :

a. Untuk aitem-aitem yang favorable jawabannya : Sangat Setuju, Setuju,

Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju, masing-masing diberi skor 4,

(58)

40

b. Untuk aitem-aitem yang unfavorable jawabannya : Sangat Setuju,

Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju, masing-masing diberi

skor 1, 2, 3, dan 4.

Skor total yang diperoleh dari skala intensi turnover tersebut menunjukkan

tingkat tinggi rendahnya intensi turnover yang dimiliki subjek.

Tabel 1

Distribusi Aitem Skala Intensi Turnover Sebelum Uji Coba

No Aitem Jumlah

No. Aspek

Favorable Unfavorable %

1. Thinking of quiting 6,9,14,21,25,

31,37,43,52,58

1,5,11,23,29,

35,41,49,51,56

20 33,33%

2. Intention of search 4,13,17,24,28,

34,40,42,50,55

2,8,15,19,26,

33,39,44,48,57

20 33,33%

3. Intention of quiting 7,10,16,20,27,

32,38,46,53,60

3,12,18,22,30,

36,45,47,54,59

20 33,33%

Total 30 30 60 100%

2) Skala Keadilan Interaksional

Skala ini digunakan untuk mengungkap bentuk perlakuan dari

perusahaan kepada karyawan secara personal. Skala keadilan interaksional

ini disusun berdasarkan tiga aspek keadilan interaksional yang dikemukan

oleh Tyler (1994) yaitu penghargaan, netralitas dan kepercayaan.

Metode yang digunakan dalam skala keadilan interaksional adalah

(59)

41

jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan

Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap kategori diberi skor sebagai berikut :

a. Untuk aitem-aitem yang favorable jawabannya : Sangat Setuju, Setuju,

Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju, masing-masing diberi skor 4,

3, 2, dan 1.

b. Untuk aitem-aitem yang unfavorable jawabannya : Sangat Setuju,

Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju, masing-masing diberi

skor 1, 2, 3, dan 4.

Skor total yang diperoleh dari skala keadilan interaksional tersebut

menunjukkan tingkat tinggi rendahnya keadilan interaksional.

Tabel 2

Distribusi Aitem Skala Keadilan Interaksional Sebelum Uji Coba

No Aitem Jumlah

No. Aspek

Favorable Unfavorable %

1. Penghargaan 1,4,15,23,29,

33,39,42,50,56

7,10,17,20,30,

34,40,46,52,55

20 33,33%

2. Netralitas 5,8,12,18,24,

35,41,47,51,58

2,13,19,22,27,

31,37,44,49,57

20 33,33%

3. Kepercayaan 3,9,14,21,26,

32,38,45,53,59

6,11,16,25,28,

36,43,48,54,60

20 33,33%

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel Aitem Setelah Uji Coba Skala Intensi Turnover
+6

Referensi

Dokumen terkait

This study uses the theory of noun categories and theory of verb categories to analyze deeper about the characteristic of the stem from the complex words which are attached by

Memperhatikan tugas Polisi Pamong Praja terutama dilapangan sebagai pembantu Kepala Daerah dalam penegakkan Peraturan Daerah dan Penyelenggaraan ketentraman dan

Grafik Hubungan antara Berat Ragi terhadap Kadar Gizi Tempe Biji Nangka Dari Tabel 3 dan Gambar 2 dapat dilihat bahwa kadar gizi tempe biji nangka dengan bahan baku

Dan dari ke delapan lintasan tersebut paparan radiasi yang terkecil yaitu di titik E3 yang besarnya 0,080615 Rem/h, hal ini disebabkan karena titik E3 terletak di belakang

(2) Seksi Wilayah Timur II, mempunyai tugas melakukan penyiapan data dan informasi program dan progres, pembinaan dan bantuan teknis serta monitoring, evaluasi dan pelaporan

(2) Seksi Pemrograman mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan koordinasi dan penilaian usulan program dan anggaran penyelenggaraan preservasi jalan, pembinaan manajemen

Program IECER Phase-1 cukup memberikan peningkatan kemampuan SDM industri, terjalinnya kordinasi dan komunikasi yang baik lintas stakeholder yang berpotensi mendorong

Setelah dilakukan studi dan pencarian literatur, berikut ini adalah beberapa kajian terdahulu perihal tema yang bersinggungan dengan perdagangan internasional, pertumbuhan ekonomi