• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES BERPIKIR SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH OPTIMALISASI DENGAN SCAFFOLDING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSES BERPIKIR SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH OPTIMALISASI DENGAN SCAFFOLDING"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

759

PROSES BERPIKIR SISWA

DALAM PEMECAHAN MASALAH OPTIMALISASI

DENGAN

SCAFFOLDING

Mokhamad Yusuf Santoso Abadi, Toto Nusantara, dan Subanji Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail: mysabadi@yahoo.com, totonusantara@yahoo.com, subanji@mat.um.ac.id

ABSTRAK: Meneliti proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah dapat mengetahui penyebab kesulitan siswa sampai pada hal yang sangat mendasar. Penelitian ini mengkaji proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah optimalisasi, sebelum dan sesudah dilakukan scaffolding. Dalam melakukan Scaffolding pada penelitian ini mengacu pada pendapat yang dikemukakan Angileri (2006) yang mempunyai tiga tingkatan yaitu tingkat pertama environmental provisions, tingkat kedua explaining, reviewing, and restructuring dan tingkat ketiga adalah developing conceptual thinking. Proses berpikir subjek dalam memecahkan masalah bersifat unik dan setelah dilakukan scaffolding proses berpikir siswa berkembang. Kesulitan memahami masalah, menghubungkan konsep matematika dan langkah memeriksa kembali hasil pekerjaan dan membuat model matematika dialami oleh beberapa subjek. Scaffolding dilakukan sesuai dengan keperluan subjek. Saran kepada guru agar memberikan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika dan memahami proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah, sehingga dapat memberikan bantuan yang diperlukan siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah.

Kata kunci: proses berpikir, Pemecahan masalah optimalisasi, scaffolding.

Tujuan pembelajaran matematika diberikan di sekolah adalah untuk membekali peserta didik dengan kemam-puan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam

pemeca-han masalah dan mengkomunikasikan ide

atau gagasan. Melalui penyelesaian masalah siswa dapat berlatih menginteg-rasikan konsep dan ketrampilan yang sudah mereka pelajari. Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah hanya jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut (Hudojo, 2001:123), (Siswono, 2008:34). Siswono (2008:35) mengartikan pemecahan masalah adalah suatu proses

atau upaya invidu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Menurut Cooney (dalam Hudojo 2005:126), mengajar siswa untuk menyelesaikan masalah, memungkinkan siswa itu menjadi lebih analitik dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan. Lebih lanjut menurut Hudojo (2005:126) matematika yang disajikan kepada siswa– siswa yang berupa masalah akan memberi-kan motivasi kepada mereka untuk mempelajari pelajaran tersebut. Menurut Travers, (dalam Hudojo, 2005:129) bila guru tidak berhati-hati di dalam memilih soal, pemecahan masalah yang diajarkan sebagai latihan untuk ketrampilan belaka yang sebenarnya hanya mengulang proses. Polya (2004) mengatakan bahwa dalam proses pemecahan masalah ada empat

(2)

tahapan yaitu ;1) memahami masalah, dalam hal ini harus melihat dengan jelas apa yang dibutuhkan, 2) membuat rencana, kegiatan pada tahapan ini yaitu melihat bagaimana hubungan dari berbagai item , bagaimana hal-hal yang tidak diketahui terkait dengan data, sehingga mendapatkan ide dari solusi, 3) melaksanakan rencana yang telah dibuat, 4) melihat kembali solusi yang sudah selesai, meninjau dan mendiskusikannya.

Sesuai dengan pemikiran di atas maka pembelajaran matematika menggu-nakan pendekatan pemecahan masalah semestinya dilaksanakan di sekolah. Demikian juga dengan pembelajaran matematika di SMK Negeri 4 Tanah Grogot, soal-soal yang diberikan kepada siswa masih merupakan soal rutin belum merupakan soal pemecahan masalah. Pada pembelajaran standar kompetensi program linier terutama dalam mencari nilai optimalisasi, di sekolah biasanya diajarkan dengan algoritma tertentu, sebagai berikut : 1) Mengubah soal verbal menjadi kalimat matematika (menentukan fungsi kendala dan fungsi tujuan), 2) Menggambar fungsi kendala dan fungsi tujuan, 3) Menentukan titik ekstrim 4) menentukan titik optimum dengan cara menguji titik ekstrim pada fungsi tujuan atau menggunakan garis selidik. Materi program linier sebagai obyek penelitian ini dikarenakan program linier merupakan materi yang diajarkan di SMK apapun program keahliannya, disamping itu diharapkan siswa tidak terlalu asing dengan adanya soal pemecahan masalah dalam materi program linier karena mayoritas soal rutinnya berupa soal cerita. Dengan diberikannya soal pemecahan masalah dalam materi program linier diperkirakan siswa akan mengalami kesulitan. Ketidakmampuan siswa dalam menyelesaikan soal peme-cahan masalah program linier khususnya yang menyangkut optimalisasi, di SMK

salah satunya dikarenakan lemahnya siswa mengkoneksikan kemampuan dasar yang sudah miliki dengan konsep yang akan bangun.

Dalam Isabella (2007:3), Scaffol-ding atau mediated learning diartikan sebagai dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah sebagai suatu hal yang penting dalam pemikiran konstruktivisme. Amiripour dkk (2012: 3328) menyatakan bahwa Scaffolding

adalah arah proses pembelajar untuk melewati segala pengetahuan yang akan dipelajari, dalam scaffolding peran guru atau siapa saja terlebih dahulu memiliki tanggung jawab dalam proses belajar dan ketika belajar berlangsung dengan pelan-pelan tanggung jawab dalam proses belajar berpindah, ke pembelajar. Larkin (dalam Yamin, 2011:167) menyatakan Scaffolding

salah satu prinsip pembelajaran yang effektif yang memungkinkan para pembelajar untuk mengakomodasikan kebutuhan peserta didik masing-masing. Demikian juga Piaget berpendapat bahwa peserta didik akan mendapat pencerahan ide-ide baru dari seseorang yang memiliki pengetahuan atau memiliki keahlian (dalam Yamin, 2011:167). Dalam teori Vygotsky adalah mengenai Zone of

proximal development (ZPD) yang

didefinisikan sebagai jarak antara level perkembangan actual yang ditandai melalui pemecahan masalah secara mandiri dan level potensi perkembangan yang ditandai melalui pemecahan masalah dengan bantuan orang dewasa atau dengan kerjasama dengan teman-teman sebaya yang lebih mampu (Vygotsky dalam Schunk, 2012: 341). Dalam ZPD seorang guru dan seorang siswa bekerja sama menghadapi sebuah tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh si siswa karena tingkat kesulitannya. Scaffolding yang dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar sering dilakukan tetapi tidak

(3)

terencana dan tercatat, sehingga gambaran pola pemikiran siswa yang diperoleh pada saat scaffolding tidak dianalisa lebih lanjut. Akibatnya kurang bermakna dalam perbaikan pembelajaran pada periode berikutnya. Santrock (2009: 55), memberi saran dalam memberikan scaffolding yaitu cari situasi yang memungkinkan untuk mengaplikasikan scaffolding di dalam kelas, berusahalah untuk memberikan jumlah bantuan yang tepat, hindari membantu siswa untuk hal yang bisa mereka lakukan sendiri dan pantaulah usaha mereka serta berilah mereka dukungan dan bantuan yang dibutuhkan. Wood (dalam Anghileri, 2006) mengata-kan bahwa Gagasan mengenai Scaffolding

digunakan untuk mencerminkan cara dukungan orang dewasa pada anak belajar yang telah disesuaikan dan akhirnya dihapus ketika pelajar bisa berdiri sendiri. Anghileri mengemukakan tiga tingkat

scaffolding sebagai serangkaian strategi pengajaran yang mungkin efektif di dalam kelas. Tiga tingkatan tersebut meliputi level pertama environmental provisions

(perlengkapan lingkungan), level kedua

explaining, reviewing, and restructuring

(menjelaskan, meninjau, dan restrukturi-sasi) dan level ketiga adalah developing

conceptual thinking (mengembangkan

pemikiran konseptual).

Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah–langkah khusus yang dengannya beberapa peruba-han ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber dalam Syah, 2008:109). Berpikir adalah kegiatan memanipulasi dan mentransformasi infor-masi dalam memori. Dalam berpikir dapat membentuk konsep, bernalar, berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara kreatif, dan memecahkan masalah (Santrock, 2009:7). Pengertian proses berpikir dapat diartikan sebagai urutan atau langkah-langkah berpikir untuk mencapai

tujuan tertentu. Dalam hal ini adalah langkah-langkah berpikir siswa dalam menyelesaikan soal.

Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorgani-sasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Adaptasi, terhadap lingku-ngan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi (Suparno, 2003).

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan per-sepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian ske-mata melainkan perkembangan skeske-mata (Suparno, 2003).

Akomodasi merupakan proses pengintegrasian stimulus baru melalui pembentukan skema baru untuk menye-suaikan dengan stimulus yang diterima. Akomodasi terjadi ketika belum ada struktur yang sesuai, sehingga perlu membentuk struktur baru agar sesuai dengan stimulus yang diterima (Kearsley dalam Subanji, 2011).

Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan ( disequil-ibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini meru-pakan proses terus menerus tentang

(4)

keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium).

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan Proses Berpikir Siswa dalam Pemecahan Masalah Optimalisasi dengan Scaffolding. Pada penelitian ini akan memperoleh gambaran mengenai proses scaffolding pada siswa dalam pemecahan masalah maka penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut : Sebagai acuan dalam pembelajaran materi program linier pada waktu berikutnya, Sebagai salah satu alternative dalam pemberian remidi pada pembelajaran matematika, Sebagai salah satu bahan acuan untuk melakukan pemberian

scaffolding pada pembelajaran matematika, Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat perangkat pembelajaran.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 4 Tanah Grogot Kabupaten Paser Kalimantan Timur pada semester genap tahun pelajaran 2012–2013. Subjek penelitian dipilih empat orang siswa kelas X program keahlian akomodasi perhotelan (APH) di sekolah tersebut, yaitu siswa yang sudah mempelajari konsep Program linier. Subjek penelitian ditetapkan dengan rincian: satu orang siswa yang kemampuan matematikanya baik; dua orang siswa yang kemampuan matematikanya sedang; dan satu orang siswa yang kemampuan matematikanya rendah. Penentuan subjek penelitian juga mempertimbangkan kemungkinan kelancaran komunikasi siswa dalam mengemukakan gagasannya berdasarkan masukan guru pengajar dan wali kelas. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan dua masalah untuk diselesai-kan oleh seluruh siswa di salah satu kelas X program keahlian akomodasi perhotelan (APH) yang ada di sekolah tersebut. Siswa diminta untuk menyelesaikan masalah yang diberikan secara individu dengan

menuliskan langkah-langkah kerja secara jelas, setelah itu peneliti memeriksa pekerjaan siswa dan mendiskusikan hasilnya dengan guru pengajar matematika di kelas tersebut. Siswa yang sudah dapat menjawab dengan benar untuk semua masalah yang diberikan tidak dijadikan sebagai subjek penelitian, sebaliknya siswa yang belum dapat menjawab dengan benar untuk semua masalah yang diberikan dipertimbangkan untuk dijadikan subjek penelitian. Siswa yang ditetapkan sebagai subjek penelitian diberi kesempatan untuk melakukan refleksi terhadap apa yang telah dikerjakannya, selanjutnya siswa tersebut diminta membuat peta pemikiran siswa tersebut dalam menyelesaikan soal tersebut, kemudian peneliti mengajaknya untuk berdiskusi tentang apa yang telah ia kerjakan. Diskusi ini dimaksudkan untuk mengetahui proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah, serta mengarah-kan agar siswa tersebut dapat memperbaiki pekerjaannya. Ketika siswa memperbaiki pekerjaanya, siswa diminta untuk menyua-rakan dengan keras apa yang dipikirkannya (Think Out Louds). Arahan dari peneliti dimaksudkan untuk mendorong perkem-bangan kognitif siswa sehingga ia dapat menyelesaikan masalah yang tingkat kesulitannya lebih tinggi dari kemampuan dasarnya. Dari 4 orang siswa yang telah ditetapkan sebagai subjek penelitian, selanjutnya disebut subjek 1 . subjek 2

subjek 3 dan subjek 4 . Proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah dengan scaffolding

dapat dilihat pada rincian sebagai berikut: masalah yang diberikan kepada subjek dibuat struktur masalahnya oleh peneliti, kemudian dari hasil pekerjaan subjek peneliti membuat struktur berpikir subjek dalam menyelesaikan masalah tersebut. Kemudian dibandingkan antara struktur masalah dengan struktur berpikir subjek, selanjutnya dilakukan scaffolding pada

(5)

langkah subjek yang salah dalam memecahkan masalah. Kemudian peneliti menggambarkan struktur berpikir subjek setelah dilakukan scaffolding.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini mendeskripsikan proses berpikir siswa yang menjadi subjek penelitian dalam menyelesaikan masalah program linier, selanjutnya akan dipapar-kan proses berpikir masing-masing subjek penelitian. Proses berpikir dalam meme-cahkan masalah tiap-tiap subjek penelitian yang dideskripsikan sebelum dilakukan

scaffolding maupun setelah dilakukan

scaffolding. Setelah itu digambarkan struktur berpikir subjek sesudah scaffol-ding dan digambarkan juga proses asimi-lasi dan akomodasi dari subjek setelah

scaffolding.

Masalah yang diberikan pada subjek menjadi masalah yang tidak rutin, terletak pada harga yang diperlukan dalam menentukan fungsi sasaran tidak ditunjuk-kan secara tersurat tetapi harus dicari terlebih dahulu. Semua subjek mengalami kesulitan pada langkah ini.

Subjek 1 (S1) dalam menyele-saikan masalah nomor 1, melakukan kesalahan dalam hal membuat tabel , membuat model matematika, cara menen-tukan titik potong garis pada sumbu X dan Y dan dalam menentukan fungsi sasaran. Tetapi setelah dilakukan scaffolding, S1 dapat menyelesaikan masalah nomor 1.

Struktur berpikir Subjek 1 (S1) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1 sebagai berikut:

Gambar 1 Struktur berpikir Subjek 1 (S1) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1

Tabel. 1 Arti Kode Struktur Masalah Nomor 1

Kode

Arti kode

PL Masalah program linier

F1 Diketahui akan dibuat roti jenis I dan jenis II

F2 Diketahui persediaan tepung sebanyak 3 Kg

F3 Diketahui persediaan gula 1,8 Kg F4 Diketahui persediaan mentega 3 Kg

F5

Diketahui kebutuhan membuat sebuah roti jenis I adalah tepung 20 gram, gula 20 gram dan mentega 40 gram

F6

Diketahui kebutuhan membuat sebuah roti jenis II memerlukan tepung 100 gram, gula 40 gram dan mentega 20 gram

F7

Pendapatannya Rp. 26.250,00 jika hanya membuat roti jenis I sebanyak-banyaknya.

F8

Pendapatannya Rp. 24.000,00 jika hanya membuat roti jenis II sebanyak-banyaknya.

F9 Mencari pendapatan maksimum

V

Memisalkan x = banyak roti jeis I yang dibuat, y = banyak roti jeis II yang dibuat

TB Membuat tabel

K1 Menentukan fungsi kendala,

dan

K2 Menentukan fungsi kendala

K3 Menentukan fungsi kendala,

K4 Menentukan fungsi kendala

(6)

Kode

Arti kode

Y

G Menggambar daerah layak hasil T2 Menentukan titik pojok/titik kritis

H1 Menentukan harga jual roti jenis I , yaitu Rp. 350,00

H2 Menentukan harga jual roti jenis II yaitu Rp. 800,00

Z Menetukan fungsi tujuan,

U Uji titik kritis

O Menentukan titik optimum KS Menarik kesimpulan

S Selesai dan benar Keterangan:

= Subjek melakukan kesalahan

Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S1 dalam memecahkan masalah 1 sebagai berikut:

Gambar 2 Struktur berpikir S1 dalam memecahkan masalah 1setelah scaffolding

Proses asimilasi dan akomodasi S1 dalam menyelesaikan masalah nomor 1 sebagai berikut:

Gambar 3 Proses asimilasi dan akomodasi S1 dalam memecahkan masalah 1

Tabel. 2 Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S1 dalam pemecahan masalah 1 Kode Jenis Kesalahan Subjek 1 Arti kode Sc 1 Membuat tabel Scaffolding 1, meminta S1 membedakan pengertian vaiabel dan bahan serta memisalkan variabel yang ditentukan sebagai wakil dari apa Sc 2 Membuat tabel Scaffolding 2, meminta S1 mengubah satuan dari Kilogram ke gram dengan benar Sc 3 Membuat model matematika Scaffolding 3, meminta S1 meneliti kembali arah dari pertidaksamaan Sc 4 Membuat model matematika Scaffolding 4, meminta S1 mencermati apakah model matematika yang dibuat sudah cukup Sc 5 Menentukan Scaffolding 5,

(7)

Kode Jenis Kesalahan Subjek 1 Arti kode titik potong sumbu X dan Y meminta S1 meneliti kembali cara mencari titik potong pada sumbu X dan Y serta cara menentukan titik potong dua garis

Sc 6 Menentukan fungsi sasaran Scaffolding 6, meminta S1 memahami kembali kalimat dalam soal dan menghubungkan dengan gambar grafik dalam menentukan fungsi sasaran

Selanjutnya S1 dalam menyele-saikan masalah nomor 2 melakukan kesalahan dalam hal menentukan titik potong dua garis lurus dan dalam menetukan fungsi sasaran. Setelah dilakukan scaffolding proses berpikir S1 berubah dan berkembang sehingga mampu menyelesaikan masalah nomor 2 dengan benar. Struktur berpikir Subjek 1 (S1) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2 sebagai berikut:

Gambar 4 Struktur berpikir Subjek 1 (S1) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2

Tabel. 3 Arti Kode Struktur Masalah Nomor 2

Kode

Arti kode

PL Masalah program linier

F1

x = banyak kamar deluxe yang disewakan dan y = banyak kamar VIP yang disewakan

F2 Diketahui gambar daerah layak hasil F3 Diketahui pada titik A penghasilan

hotel Rp. 1.000.000,00

F4 Diketahui pada titik B penghasilan hotel Rp. 2.200.000,00

F5

Memcari penghasilan maksimum dan banyak yang disewakan masing-masing jenis kamar

H1 Menentukan persamaan garis AE yaitu

H2 Menentukan persamaan garis AB yaitu

H3 Menentukan persamaan garis BC yaitu

H4 Menentukan persamaan garis CD yaitu

H5 Menentukan persamaan garis ED yaitu

TI Menentukan titik kritis

T2 Menentukan titik

T3 Menentukan titik kritis

T4 Menentukan titik kritis

T5 Menentukan titik kritis

L1 Menentukan persamaan garis 1,

L2 Menentukan persamaan garis 2,

P

Menentukan harga kamar Deluxe dan VIP yaitu Rp. 300.000,00 dan Rp. 400.000,00

Z Menentukan fungsi tujuan,

U Menguji titik kritis O Menentukan titik optimum KS Menentukan kesimpulan

S Jawaban selesai dan benar

Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S1 dalam memecahkan masalah 2 sebagai berikut:

(8)

Gambar 5 Struktur berpikir S1 dalam memecahkan masalah 2setelah scaffolding

Berikut gambar proses asimilasi dan akomodasi pemecahan masalah nomor 2 oleh S1.

Gambar 6 Proses asimilasi dan Akomodasi S1 dalam memecahkan masalah 2

Tabel 4. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S1 dalam pemecahan masalah 2 Kode Jenis kesalahan subjek 1 Arti kode Sc 1 Menentukan titik potong antara dua garis Scaffolding 1, meminta S1 memperhatikan lagi garis yang melalui titik D Sc 2 Menetukan fungsi sasaran Scaffolding 2, meminta S1 agar menghubungkan informasi pada titik A dan B dengan informasi dari soal yang ada di bawah gambar.

S2 dalam memecahkan masalah nomor 1, melakukan kesalahan dalam hal

membuat tabel, cara menentukan titik potong sumbu X dan Y, menggambar daerah layak hasil, dan dalam menulis lambang matematika (S2 menulis (0,300)=26.250(0)+24.000(300)=7.200.00 0). Setelah scaffolding, proses berpikir S2 berkembang dan mampu menyelesaikan masalah 1 dengan benar. Struktur berpikir Subjek 2 (S2) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1 sebagai berikut:

Gambar 7 Struktur berpikir Subjek 2 (S2) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1

Setelah diberi

scaffolding

struktur

berpikir

S

2

dalam

memecahkan

masalah 1 sebagai berikut:

Gambar 8 Struktur berpikir S2 dalam memecahkan masalah 1setelah scaffolding

Adapun proses asimilasi dan akomodasi S2 dalam memecahkan masalah

(9)

nomor 1 ditunjukkan dengan gambar sebagai berikut:

Gambar 9. Proses asimilasi dan akomodasi S2 dalam memecahkan masalah 1

Tabel 5. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S2 dalam pemecahan masalah 1 Kode Jenis kesalahan subjek 2 Arti kode Sc 1 Membuat tabel Scaffolding 1, meminta S2 membedakan pengertian vaiabel dan bahan serta mengubah satuan dari Kilogram ke gram dengan benar

Sc 2 Menentukan titik potong sumbu X dan Y Scaffolding 2, meminta S2 memperbaiki cara menentukan titik potong garis dengan sumbu X dan Y Sc 3 Menggambar daerah layak hasil Scaffolding 3, meminta S2 menggambar grafik dengan jarak antar dua titik dengan skala yang sama

Sc 4 Menentukan fungsi sasaran

Scaffolding 4, meminta S2

memahami kembali kalimat dalam soal dan menghubungkan dengan gambar Kode Jenis kesalahan subjek 2 Arti kode grafik dalam menentukan fungsi sasaran Sc 5 Menulis lambang matematika Scaffolding 5, meminta S2 menuliskan simbol matematika dengan benar

Sedangkan pada masalah nomor 2, S2 melakukan kesalahan dalam hal menentukan harga yang diperlukan dalam membuat fungsi sasaran. . Struktur berpikir Subjek 2 (S2) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2 sebagai berikut:

Gambar 10 Struktur berpikir Subjek 2 (S2) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2

Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S2 dalam memecahkan masalah 2 sebagai berikut:

(10)

Gambar 11 Struktur berpikir S2 dalam memecahkan masalah 2 setelah scaffolding

Setelah dilakukan scaffolding

proses asimilasi dan akomodasi S2 dalam menyelesaikan masalah nomor 2, digambarkan sebagai berikut:

Gambar 12. Proses asimiasi dan akomodasi S2 dalam memecahkan masalah 2

Tabel 6. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S2 dalam pemecahan masalah 2 Kode Jenis kesalahan S2 Arti kode Sc 1 Menentukan harga sewa kamar Scaffolding 1, meminta S2 agar menghubungkan informasi pada titik A dan B dengan informasi dari soal yang ada di bawah gambar. Sc 2 Membuat kesimpulan Scaffolding 2, meminta S2 agar memilih titik optimum dan membuat kesimpulan

S3 dalam menyelesaikan masalah nomor 1, melakukan kesalahan dalam hal menentukan fungsi sasaran, membuat tabel, cara menentukan titik potong sumbu X dan Y, dan menulis lambang matematika pada saat menentukan fungsi tujuan. Struktur berpikir Subjek 3 (S3) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan

struktur masalah nomor 1 sebagai berikut:

Gambar 13 Struktur berpikir Subjek 3 (S3) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1

Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S3 dalam memecahkan masalah 1

sebagai berikut:

Gambar 14 Struktur berpikir S3 dalam memecahkan masalah 1 setelah scaffolding

Setelah dilakukan scaffolding,

proses asimilasi dan akomodasi S3 dalam menyelsaikan masalah nomor 1 digambarkan sebagai berikut:

(11)

Gambar 15. Proses asimilasi dan akomodasi S3 dalam memecahkan masalah 1

Tabel 7. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S3 dalam pemecahan masalah 1

Kode Jenis kesalahan S3

Arti kode Sc 1 Membuat tabel Scaffolding 1,

meminta S3

mengubah satuan dari kilogram ke gram dengan benar dn membedakan pengertian vaiabel dan bahan Sc 2 Menentukan titik potong sumbu X dan Y Scaffolding 2, meminta S3 meneliti kembali cara mencari titik potong pada sumbu X dan Y

Sc 3 Membuat fungsi sasaran

meminta S1

memahami kembali kalimat dalam soal dan menghubungkan dengan gambar grafik dalam menentukan fungsi sasaran Sc 4 Menuliskan lambnag dalam matematika Scaffolding 4, meminta S3 mencermati apakah sama antara titik koordinat dengan nilai suatu hasil perhitungan

Dalam menyelesaikan masalah nomor 2, S3 melakukan kesalahan dalam hal menentukan fungsi sasaran dan dalam menentukan persamaan garis yang

membatasi daerah layak hasil. Struktur berpikir Subjek 3 (S3) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2 sebagai berikut:

Gambar 16 Struktur berpikir Subjek 3 (S3) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2

Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S3 dalam memecahkan masalah 2

sebagai berikut:

Gambar 17 Struktur berpikir S3 dalam memecahkan masalah 2 setelah scaffolding

Sedangkan proses asimilasi dan akomodasi dapat digambarkan sebagai berikut:

(12)

Gambar 18. Proses asimilasi dan Akomodasi S3 dalam memecahkan masalah 2

Tabel 8. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S3 dalam pemecahan masalah 2 Kode Jenis Kesalahan S3 Arti kode Sc 1 Menentukan persamaan garis yang melalui titik tertentu Scaffolding 1, meminta S3 memahami kembali pengertian

persamaan garis dan cara menulisnya Sc 2 Menentukan fungsi sasaran Scaffolding 2, meminta S3 agar menghubungkan informasi pada gambar dengan informasi verbal pada soal

S4 dalam menyelesaikan masalah nomor 1 melakukan berbagai macam kesalahan antara lain adalah salah dalam membuat gambar, salah dalam menentukan cara menentukan titik potong sumbu X dan Y, salah dalam melakukan perhitungan pada saat menentukan titik potong antara dua garis , salah dalam menentukan fungsi sasaran, salah dalam menulis lambang matematika pada saat melakukan uji titik kritis serta salah dalam menentukan kesimpulan. Struktur berpikir Subjek 4 (S4) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1 sebagai berikut:

Gambar 19 Struktur berpikir Subjek 4 (S4) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1

Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S4 dalam memecahkan masalah 1 sebagai berikut:

Gambar 20 Struktur berpikir S4 dalam memecahkan masalah 1 setelah scaffolding

Setelah dilakukan scaffolding, proses berpikir S4 dapat digambarkan sebagai berikut:

(13)

Gambar 21. Proses asimilasi dan akomodasi S4 dalam memecahkan masalah 1

Tabel 9. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S4 dalam pemecahan masalah 1 Kode Jenis kesalahan subjek 4 Arti kode Sc 1 Membuat tabel Scaffolding 1, meminta S4 membedakan pengertian vaiabel dan bahan serta memberikan satuan pada data yang ada

Sc 2 Menentukan titik potong sumbu X dan Y Scaffolding 2, meminta S4 menggunakan persamaan dalam menentukan titik potong sumbu X dan Y Sc 3 Menentukan titik pojok Scaffolding 3, meminta S4 menentukan titik pojok dengan benar

Sc 4 Menentukan fungsi sasaran Scaffolding 4, meminta S4 menghubungkan informasi dari kalimat verbal dengan informasi pada gambar Sc 5 Menuliskan lambang matematika Scaffolding 5, meminta S4 memperhatikan cara Kode Jenis kesalahan subjek 4 Arti kode menulis lambang dalam matematika dengan benar Sc 6 Menentukan kesimpulan Scaffolding 6, meminta S4 agar membuat kesimpulan sesuai dengan apa yang dari masalah

Dalam menyelesaikan masalah nomor 2, S4 melakukan kesalahan dalam hal penghitungan titik potong antara dua garis dan menentukan fungsi sasaran. Setelah dilakukan scaffolding, proses berpikir S4 berkembang. Struktur berpikir Subjek (S4) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2 sebagai berikut:

Gambar 22 Struktur berpikir Subjek 4 (S4) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2

Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S4 dalam memecahkan masalah 2 sebagai berikut:

Gambar 23 Struktur berpikir S4 dalam memecahkan masalah 2 setelah scaffolding

(14)

Adapun Proses asimilasi dan akomodasi S4 dalam memecahkan masalah nomor 2 ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 24. Proses asimilasi dan Akomodasi S4 dalam memecahkan masalah 2

Tabel 10. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S4 dalam pemecahan masalah 2 Kode Jenis kesalahan subjek 4 Arti kode Sc 1 Menentukan titik potong antara dua garis Scaffolding 1, meminta S4

mengingat lagi cara mengurangi bilangan dengan bilangan negatif Sc 2 Menentukan fungsi sasaran Scaffolding 2, meminta S4 agar menghubungkan informasi pada gambar dengan informasi verbal pada soal PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa proses berpikir subjek dalam menyelesaikan masalah sebelum dilakukan

scaffolding berbeda-beda. Tetapi semua subjek mengalami kesulitan dalam menentukan fungsi sasaran baik pada masalah nomor 1 maupun nomor 2. Proses

berpikir subjek dalam menyelesaikan masalah pada langkah yang merupakan masalah rutin, masih salah. Hal ini disebabkan oleh faktor kelupaan, ketidak-cermatan dan tergesa-gesanya subjek dalam menyesaikan masalah. Oleh karena itu pada saat dilakukannya scaffolding

pada kesalahan tersebut, subjek dapat dengan cepat memahaminya. Beberapa saran sebagai berikut: Proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah, hendaknya dipahami oleh peneliti khusus-nya dan guru pada umumkhusus-nya, sehingga dapat memberikan bantuan yang diper-lukan siswa untuk meningkatkan kemam-puannya dalam pemecahan masalah. Kesalahan yang dilakukan siswa pada masalah cara menentukan titik potong dua garis yang menggunakan pertidaksamaan dan dalam cara menuliskan lambang matematika pada langkah uji titik kritis yang menyamakan titik dengan hasil hitungan, hal ini merupakan konsep dasar dalam matematika oleh karena itu agar guru jeli dan segera mengingatkan siswa mengenai kesalahan tersebut. Kemampuan siswa dalam memecahkan dapat ditingkat-kan dengan sering berlatih memecahditingkat-kan masalah, untuk itu agar peneliti pada khususnya dan guru pada umumnya pada setiap kompetensi yang diajarkan ke siswa diberi pemecahan masalah. Karena kesulitan siswa dalam memecahkan masalah terkait dengan kemamampuan menghubungkan konsep-konsep metemati-ka yang telah dipelajari sebelumnya dialami oleh semua kelompok siswa, maka dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran guru hendaknya selalu melatih siswa untuk menghubungkan apa yang sedang dipelajarinya dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelum-nya. Kajian proses berpikir siswa dalam penelitian ini masih terbatas, untuk itu perlu adanya penelitian dengan kajian yang lebih mendalam dengan masalah yang lain.

(15)

DAFTAR RUJUKAN

Abdurrahman, M. 2012. Anak Berkesulitan Belajar (Teori, Diagnosis dan Remidiasinya). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ali, A.A. & Reid, N. 2012. Understanding Mathematic: Some Key Factors.

European Journal of Educational Research, 1 (3): 283-299.

Anghileri, J. 2006. Scaffolding Practices That Enhance Mathematics Learning. Journal of Mathematics Teacher Education, 9: 33-52.

Arends, R.I. 2007. Belajar untuk

Mengajar. Terjemahan

Soetjip-to,P.H., & Mulyantini, S. 2008. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Amiripour, P., Mofidi S.A., Shahvarani A. 2012. Scaffolding as Effektive Method for Mathematical Lear-ning. Indian Journal of Science and Tehnology, 5 (9): 3328-3331. Depdiknas. 2007. Peraturan Mentri

Pendidikan Nomor 20 Tahun 2007 tentang standart Penilaian. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. 2006. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdik-nas.

Eisenmann, B.A.H. & Otten, S. 2011. Mapping Mathematics in Classroom Discourse. Journal for Research in Mathematics Educa-tion, 42(5): 451-585.

Gal, H. & Linchevski, L. 2010. Analyzing Difficulties in Geometry from The Perspective of Visual Perception.

Journal Educ Stud Match, 74: 163-183.

Goos, M., Stillman G. & Vale, C. 2007.

Teaching Secondary School

Mathematics, Allen &Unwinn: Cross Nest NSW.

Geller, L.R., dkk. 2008. Making Connec-tions in Mathematics : Conceptual

Mathematics Intervention for Low-Performing Students. Journal Remedial and Special Education,

29(1): 33-45.

Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kuriku-lum dan Pembelajaran Matema-tika. Malang: Universitas Negeri Malang Press.

Hyerle, D.N. & Alper L. 2012. Peta Pemikiran. Terjemahan Cahayani, A. Jakarta: PT Indeks.

Isabella, U. 2007. Scaffolding Pada Pro-gram Pendidikan Anak Usia Dini.

Jurnal Pendidikan Penabur, 08. Wu, M. & Adams, R. 2006. Modelling

Mathematics Problem Solving Item Responses Using a Multidimensional IRT Model.

Mathematics Education Research Journal, 18( 2): 93 -113.

Mousley, J. 2004. An Aspect of Mathematical Understanding: The Notion Of Connected Knowing.

Journal the Psychology of

Mathematics Education, 3: 377-384.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000.

Principles and Standards for School Mathematics, Reston: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Polya, G. 2004. How to Solve It a new aspect of mathematical method. Princeton: Princeton University Press.

Purwanto, M.N. 2011. Psikologi Pendidikan, cetakan ke dua puluh lima, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rahadi, A. 2004. Media Pembelajaran.

Jakarata: Dirjen Dikdasmen Depdiknas.

Ratumanan, T.G. 2002. Belajar dan

Pembelajaran. Surabaya: Unesa

Unversity Press.

Rudiyati ,S., Pujaningsih & Ambarwati U. 2010. Penanganan Anak

(16)

Akomodasi Pembelajaran. Jurnal Kependidikan, 40(2): 187-200. Santrock, J. W. 2009. Psikologi

Pendidi-kan (jilid 2). Terjemahan Angelica, D. Jakarta: Salemba Humanika Schunk, D.H. 2012. Teori-Teori

Pembelajaran: Perspektif Pendidi-kan. Terjemahan Hamdiah, E. & Fajar, R. 2012. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor

yang mempengaruhinya,Jakarta:

Rineka Cipta.

Siswono, T.Y.E., 2008, Model

Pembela-jaran matematika Berbasis

Pengajuan dan Pemecahan Masa-lah untuk Meningkatkan Kemam-puan Berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa University Press.

Subanji. 2011. Teori Berpikir Pseudo

Penalaran Kovarial. Malang:

Universitas Negeri Malang

Subanji. 2011b. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan Kombi-nasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika

Kotem-porer. Bandung: Universitas

Pendidikan Indonesia.

Sujiati, A. 2011. Proses Berpikir Siswa

Dalam Pemecahan Masalah

Dengan Pemberian Scaffolding.

Tesis Tidak diterbitkan. Malang: PPs UM.

Pengajaran untuk Meningkatkan

Kemampuan Komunikasi

matematika pada Guru dan Siswa SMP. Laporan penelitian Tidak diterbitkan. Bandung: IKIP Bandung.

Suparno, P. 2003. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius

Suryadi. 2012. Membuat Siswa Aktif

Belajar. Bandung: CV Mandar

Maju.

Suwatno. 2008. Mengatasi kesulitan belajar melalui klinik pembela-jaran. Makalah tidak diterbitkan. Padang: Fakultas Ekonomi Negeri Padang.

Syah, M. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Syah, M. 2011. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.

Jakarta: Prenada Media Group. Trianto. 2011. Model – model

Pembela-jaran Inovatif berorientasi Kontru-kivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Tarmidi. 2008. Kesulitan Belajar Learning

Dissability dan Masalah Emosi,

(Online),

(http://tarmidi.wordpress.com/200 8/02/20/kesulitan-belajar-learning- dissability-dan-masalah-dan-emosi/"), diakses 18 juni 2012. Yamin, M. 2011. Paradigma Baru

Pembelajaran. Jakarta: Gaung

Gambar

Gambar  1  Struktur  berpikir  Subjek  1  (S 1 )
Gambar  2  Struktur  berpikir  S 1   dalam
Gambar  4  Struktur  berpikir  Subjek  1  (S 1 )
Gambar  5  Struktur  berpikir  S 1   dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertaman-tama, Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas semua kasih, berkat, anugerah, dan bimbingan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan Skripsi dengan

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai sikap remaja putri terhadap eksibisionisme melalui webcam saat chatting.. Metode

[r]

Berdasarkan uraian latar belakang dan fenomena yang telah disebutkan dan adanya penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, maka peneliti ingin meneliti lebih

yang dihubungkan dengan sumber arus listrik AC tegangan tinggi Dari kedua celah inilah lecutan listrik membentuk suatu aliran elektron berenergi tinggi dalam orde yang sangat

Bahan yang digunakan adalah kertas buku atau kertas kwarto yang dipotong-potong sesuai dengan kebutuhan (ukuran buku), gunting dan kulit buku, serta karton atau platik bekas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tipe Team Assisted Individualization (TAI) dapat meningkatkan

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Walikota Kediri Nomor 40 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat (Berita Daerah Kota