• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP REMAJA PUTRI TERHADAP EKSIBISIONISME MELALUI WEBCAM SAAT CHATTING SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SIKAP REMAJA PUTRI TERHADAP EKSIBISIONISME MELALUI WEBCAM SAAT CHATTING SKRIPSI"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Melinda Tutas Indini

NIM : 039114035

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(2)
(3)
(4)

menanggung semua konsekuensi…

(linda, 2008)

Cinta seperti sebuah pasir disaat kau genggam terlalu keras, dia akan mengalir melalui celah-celah jarimu, tetapi disaat kau genggam dia dengan kelembutan dan kasih sayangmu, dia akan terus berada di tanganmu…

(Chicken Soup, 2001)

Saat engkau merasa cinta itu hilang, renungkan dan perhatikanlah, cinta hadir dalam bentuk lain…

(NN, 2005)

(5)

Disaat aku jatuh… mereka selalu ada dan menarikku hingga aku berdiri dan bersanding tegak dengan mereka…

Disaat aku marah.. mereka menarikku dan memelukku untuk menenangkanku…

Disaat aku tidak tau apa yang kutuju, mereka meminjamkan telunjuknya untuk memberiku arah…

Karya ini kupersembahkan untuk: Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW Ayah, Ibu, dan Adik-adikku

My Special Person...

Dan sahabat-sahabat terbaikku...

Yang selalu penuh dengan kesabaran, kekuatan, dukungan, doa, dan sandaranku..

As a joke to laugh, as a shoulder to cry on...

(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai sikap remaja putri terhadap eksibisionisme melalui webcam saat chatting. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif. Penelitian dilakukan di Yogyakarta dengan subjek sebanyak 64 orang yang pernah melihat eksibisionisme melalui webcam saat chatting. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang dibuat sendiri oleh peneliti. Pembuatan skala berdasarkan 3 aspek yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Keseluruhan aitem berjumlah 50 aitem. Analisis aitem menggunakan Product Moment Pearson. Estimasi reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik

Cronbach Alpha yang menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,978.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean empirik dari sikap terhadap eksibisionisme dengan mean teoritiknya (p = 0,00). Dimana mean empirik lebih rendah dibanding mean teoritiknya. Maka dapat disimpulkan bahwa sikap remaja putri terhadap eksibisionisme melalui

webcam saat chatting tergolong rendah.

Kata Kunci: Sikap, Remaja Putri, Eksibisionisme

(9)

Psychology Faculty Sanata Dharma University

ABSTRACT

This research was aimed to know the tendency of female adolescent’s attitude to exibisionism students on webcam in the chatting. The method used in this research was quantitative method. The data gathered from this research was analyzed by descriptive statistic analysis. Research was conducted in Yogyakarta. The total subject in this research was 64 female adolescents. The instrument for this research was made by researcher, based on 3 attitude indicators: cognition, affective, conation. There were 50 items in the instrument. Items were analyzed using The Product Moment Pearson Correlation. Reliability is analyzed by Cronbach Alpha obtain of coefficient reliabilities of equal to 0,978.

The result showed there’s a significant difference between the empiric mean of female adolescent’s attitude and the theoretic mean (p = 0,00). The empiric mean of the female adolescent’s attitute were lower compared with theoretic mean.. The result showed that female adoescent’s attitude to exibisionism students on webcam in the chatting is low.

Key Words: Attitude, Female Adolescent, Exibisionism

(10)

waktunya bahkan Ia menciptakan rencana yang indah untuk kita yang percaya. Kuasa dan uluran tangan-Nya menyempurnakan setiap pekerjaan kita, dan berkat kasih-Nya yang tak berkesudahan jugalah tugas penulisan skripsi ini dapat selesai.

Selama proses penulisan skripsi ini telah banyak pihak yang membantu dan mendukung baik mental maupun spiritual, pikiran maupun waktu. Oleh karena itu penulis menghargai segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang atas ijinNya Skripsi ini selesai dan menjadikan waktu yang

indah dalam rencanaNya “Allah, thanks a lot, without You im nothing

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

3. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi banyak masukan, semangat, dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

4. Ibu Sylvia Carolina M. Y. M. S.Psi., M.Si. selaku Ketua Program Studi sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi, ”Makasih buat saran, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan selama pembuatan skripsi saya ya bu… Banyak

cerita yang telah disharingkan, dan semoga hubungan yang baik ini tetap

terjaga, amin. Banyak hal yang saya pelajari dari ibu”

(11)

hehe..”

6. Mas Gandung, Mba Nani, Mas Muji, Mas Dony, ”Makasih buat bantuan kalian selama ini... ”

7. Buat Ayah dan Ibu,”Makasih buat doa, kasih sayang, dukungan dan kepercayaan yang telah kalian berikan. Sekarang saatnya aku bisa berbuat

sesuatu untuk kalian, aku janji akan jadi anak yang berbakti, ayah, ibu dan

akan membuat kalian bangga dan bahagia”

8. Buat Tiva, Andi, Putri, adik-adikku yang aku sayang ”Makasih ya, de’, buat dukungan kalian, aku bangga punya adik-adik seperti kalian, dan aku yakin

kalian bisa jadi yang terbaik”

9. Keluarga Batik dan Hotel Seno ”Terima kasih telah mendampingiku sejak aku kecil sampai sekarang ini, kalian tidak akan pernah aku lupa”

10.Om Dono, Tante Herni, Donna, Doni “Terima kasih untuk kasih sayang dan perhatian kalian selama ini, kalian pendengar yang baik untukku

11.Tante Tatik ”Terima kasih untuk perhatian dan kasih sayangmu, aku minta maaf kalau ada salah sama tante. Aku selalu berharap dan berdoa yang

terbaik untukmu

12.Budhe Nuryati Atamimi dan Padhe Rasimin BS, selaku Dosen Psikologi UGM “Terima kasih untuk bimbingan dan dampingan kalian

(12)

Diaz, Mbak Indah, Dani, Nita, Nia, Deki, Hendra, Bang Windu, Mbak Kiki, Mbak Sari, “Terima kasih untuk dukungan dan keceriaan yang telah kalian berikan

14.Keluarga Bangka (esp. Nek Cik, Bi Sarah, Bi Nunun dan Keluarga, Nek Ciing dan keluarga), Purworejo dan Lampung (esp. Om Rizal dan keluarga) “Terima kasih untuk kasih sayang dan perhatian kalian

15.Bobby, Sony, Okto “Terima kasih untuk bagian hidup yang pernah kalian berikan. Keep in Touch ya

16.RM. Andretta Christialdi “Makasih buat kenangan indah yang pernah kamu kasih ke aku, aku ngga akan pernah lupa hal berharga itu.. hope u can reach

ur happiness

17.Stephen Gunn, my boyfriend “Thanks so much for what u’ve have done for me. That means so much. Your support, pray, trust made me strong. Thanks

too for being a good listener to me ya. Luv’n’ miss u always ” 18.Mas Danang “Makasih udah kasih aku 1st Job ya

19.My beloved bestfriend Tanti, Joe, Hellen, Angga “Love you, guys. Makasih udah jadi sahabat-sahabat terbaikku, yang selalu ada untuk aku”

20.Mamah Ohaq, Kak Kreez, Nyitnyit, Windra, Eyang, Ricky, Ye, Neri, Suko, Danang, Sapi, Tina, Nana, Mula, Anak-anak Patria, Retno, Iwan, Ida, Ima, Wenny, Wiwied, Widuri, Marient, Abang Uchox, ci Cynthia, Mia, Linda,

(13)

2003 dan 2002,”Makasih dah mau jadi temanku…Makasih buat semua dukungan dan perhatian kalian...Kalian bikin hidup jadi lebih berwarna…”

21.Semua Temen-temen KKN: Non, Vian, Punto, Valent, Ika, ”Makasih dah mau berbagi dalam susah maupun senang selama 3 minggu di Bayanan.

Unforgetable Moments...”

22.Mas Ian ”Terima kasih telah memprkenalkan aku pada dunia yang sangat luas dan pengalaman yang berharga”

23.Bapak dan Ibu Guru SD Suryodiningratan III, SLTP 10, SMU BOSA , Dosen Sadhar, dan semua orang yang telah mengajariku banyak hal,”Makasih dah mengenalkan dunia pendidikan kepadaku, membimbingku dan menasehatiku...

Jasamu tiada tara...”

24.Evi Sensei ”Makasih buat ajaran bahasa jepangnya, tetap menjadi guru gaul ya, Sensei hehehe”

25.Bapak Indro ’Kimpling’ Suseno, Ibu Kim, Mbak Nunuk Ambarwati, Pak Soekeno, Pak Sugiharto Soeleman, Pak Bambang Sukmonohadi, GBPH Hadiwinoto ”Terima kasih atas bimbingan dan dukungan kalian, kesempatan yang telah kalian berikan, nasehat, kalian sudah seperti keluargaku sendiri”

26.Staff Jogja Gallery [Ibu Endah, m’Dewi, m’ Elly, m’Febri, Sella, Feri, m’ Daru, m’ Noris, m’ Tanto, m’ Nanang, m’ Eko, Aji, Jovan, Putri, Nana, Fai, Ipank, m’Atik, Krisna, m’ Puji, Rendra, Pak Man, Pak Gie, OB] , KABARE

(14)

’gojlokan’nya, aku jadi tambah pengalaman dan kemampuanku

berkomunikasi. Makasih juga buat supportnya”

27.Semua orang yang pernah penulis kenal dan telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini namun tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini juga memiliki kekurangan di dalamnya, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Penulis sangat menghargai segala bentuk kritikan dan saran yang membangun dari pembacanya. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Yogyakarta, 18 November 2008

Penulis

(15)

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. LANDASAN TEORI ... 8

A. Sikap... 8

1. Pengertian Sikap... 8

2. Teori Sikap... 9

3. Komponen Sikap... 16

4. Ciri-ciri Sikap... 17

5. Sikap dan Perilaku... 17

B. Remaja... 18

1. Pengertian Remaja... 18

2. Perkembangan yang Dialami Remaja... 19

3. Sikap Remaja Terhadap Seksualitas... 22

C. Eksibisionisme...24

D. Sikap Remaja Putri Terhadap Eksibisionisme Melalui Webcam Saat Chatting... 28

(16)

D. Subjek Penelitian ……… 32

E. Alat Pengumpulan Data ... 33

F. Pertanggungjawaban Mutu ... 35

1. Validitas Isi ... 35

2. Seleksi Aitem ... 35

3. Reliabilitas ... 35

G. Persiapan Penelitian... 36

1. Uji Coba Alat Ukur... 36

2. Reliabilitas, Validitas, dan Seleksi Aitem Skala Sikap Remaja Putri Terhadap Eksibisionisme Melalui Web- cam Saat Chatting... 36

H. Metode Analisis Data... 38

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Orientasi Kancah Penelitian ... 39

B. Hasil dan Pembahasan ... 40

1. Uji Normalitas... 40

2. Deskripsi Hasil Penelitian... 40

3. Uji Perbedaan... 42

4. Kategorisasi... 43

5. Pembahasan... ... 44

BAB V. PENUTUP ... 49

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 55

(17)

TABEL 3: Distribusi Skala Sikap Remaja Putri Terhadap

Eksibisionisme Melalui Webcam Saat Chatting ... 37

TABEL 4: Presentase Subjek Penelitian... 39

TABEL 5: Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov ... 40

TABEL 6: Deskripsi Data Penelitian ... 41

TABEL 7: Aspek-aspek Sikap... 42

TABEL 8: Uji Perbedaan (One Sample T-test) ... 43

TABEL 9: Kategorisasi Sikap Remaja Putri Terhadap Eksibisionisme Melalui Webcam Saat Chatting……… 44

(18)

SKRIPSI

SIKAP REMAJA PUTRI TERHADAP EKSIBISIONISME MELALUI

WEBCAM PADA SAAT CHATTING

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Masyarakat modern seperti sekarang ini membutuhkan hal-hal yang

bersifat efisien tetapi menghasilkan sesuatu secara maksimal. Kebutuhan ini

menjadi mungkin dengan berkembangnya teknologi. Salah satu contoh nyata

perkembangan teknologi yang sangat membantu masyarakat baik anak-anak

ataupun orang dewasa adalah internet. Internet berkembang pesat seiring dengan

kebutuhan masyarakat akan informasi dan efisiensi waktu. Misalnya mahasiswa

dapat mengakses bahan kuliah dari internet atau melihat informasi lowongan

pekerjaan. Hal ini memudahkan individu untuk mendapatkan informasi secara

efektif dan efisien.

Internet semakin populer dikalangan masyarakat dan menjadi suatu

kebutuhan primer. Prayitno mengatakan bahwa menurut data penelitian pengguna

internet di Indonesia mencapai 4,2 juta jiwa pada tahun 2001 dan terus meningkat

hingga saat ini (http://www.goechi.com/newsletter.html). Selain itu, terlihat dari

(19)

Penggunaan internet ini memudahkan individu untuk menggali berbagai

informasi dari seluruh dunia. Deddy Sinaga (Koran Tempo, 19/02/08)

mengatakan bahwa situs internet menjadi semakin kompleks beberapa tahun

terakhir ini. Banyak fitur seperti rekaman video, mesin pencari informasi, musik

dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan teknologi, menurut Deddy,

muncul layanan electronic mail (email) dan chatting yang memungkinkan

individu untuk menjalin relasi dengan orang lain di berbagai belahan dunia.

Chatting atau IRC (Internet Relay Chat) secara sederhana dapat diartikan

berbicara satu sama lain. Zwicky (2000) mengartikan chatting (IRC) sebagai

sistem berkomunikasi dengan semua pengguna internet yang menggunakan

fasilitas IRC pada saat itu juga melalui pesan tertulis.

Penggunaan IRC sangat populer meskipun hanya menggunakan pesan

tertulis karena komunikasi ini sangat murah dibandingkan surat atau telepon.

Seiring kemajuan teknologi pengguna IRC dapat menggunakan fasilitas kamera

komunikasi via internet atau live action web camera (webcam) yang membuat

pengguna IRC dapat melihat pengguna IRC lainnya secara langsung. Namun,

penggunaan webcam ini dapat menumbuhsuburkan sisi negatif dari fasilitas

komunikasi visual jarak jauh yaitu eksibisionisme

(http://janganbugildepankamera.wikidot.com/bab5-07). Farouk (2008)

mengatakan bahwa dengan webcam para pornografer mampu menyajikan aktifitas

seksual secara langsung dan memudahkan pemakai untuk ikut dalam petualangan

(20)

Eksibisionisme dapat diartikan sebagai kegemaran untuk mendapatkan

kepuasan seksual dengan memperlihatkan alat kelamin sendiri secara sengaja

kepada penonton yang tidak menyukainya (Kartono, 2000). Nevid, Rathus, &

Greene (2005) mengatakan bahwa eksibisionisme merupakan salah satu jenis

parafilia yang melibatkan dorongan yang kuat dan berulang untuk menunjukkan

alat genitalnya pada orang asing yang bertujuan agar korban terkejut atau

terangsang.

Berdasarkan definisi eksibisionisme ini dapat dilihat bahwa sasaran utama

dari pelaku adalah reaksi orang tersebut yang dapat membangkitkan rasa

menguasai dan meningkatkan keterangsangan seksual mereka (Nevid et al., 2005).

Webcam dan chatting mempermudah mereka untuk mengekspresikan

penyimpangan seksual yang di derita. Kemajuan teknologi ini memenuhi dua

syarat bagi pelaku eksibisionisme yaitu adanya jarak dengan korban dan tidak

adanya hubungan seksual aktif dengan korban seperti yang dikemukakan oleh

Kaplan (dalam Seligman, 2001). Pelaku ini dapat melihat ekspresi korban melalui

webcam atau komentar dalam pesan tertulis mereka. Misalnya, dengan menulis

komentar-komentar tentang adegan tersebut. Selain itu, dengan menggunakan

webcam, kecil kemungkinan pelaku eksibisionisme ini dilaporkan kepada pihak

yang berwajib oleh korban sehingga menjamin keamanan mereka. Hal ini

membuat kesempatan besar bagi para pelaku untuk memenuhi fantasi seksual

mereka. Pernyataan yang serupa juga dikemukakan oleh Farouk (2008) yang

mengatakan bahwa penyebab maraknya bugil di depan kamera adalah rendahnya

(21)

Perilaku eksibisionisme melalui webcam ini menimbulkan berbagai reaksi

dari individu. Banyak individu yang menanggapi hal ini secara negatif seperti

merasa jijik, takut, malu, atau mengecam dengan pertimbangan moralitas. Namun,

tidak sedikit pula individu yang menanggapi secara positif akibat adanya

pergeseran nilai. Perilaku yang tampak ini menjadi hal yang diinginkan oleh

pelaku ekshibisionisme saat mempertontonkan alat kelaminnya karena mereka

memperoleh kepuasan yang terkadang disertai dengan pertanyaan-pertanyaan

terhadap korbannya. Korban dari eksibisionisme secara umum adalah wanita.

Menurut penelitian (Set, 2007), wanita sering menggunakan fasilitas

chatting untuk memenuhi kebutuhannya yaitu bersosialisasi, menemukan

pasangan (dating) atau berorientasi seksual. Jumlah wanita pengguna fasilitas

chatting bahkan mencapai dua kali lipat dari jumlah pengguna pria. Artinya, tidak

sedikit wanita yang menggunakan fasilitas webcam untuk semakin melengkapi

kebutuhan mereka. Banyaknya wanita pengguna webcam ini menjadi salah satu

alasan semakin banyak perilaku eksibisionisme melalui webcam saat chatting.

Suatu presentase dalam suatu penelitian (Set, 2007) menunjukkan bahwa 83%

wanita pengguna internet senang dengan hal-hal yang berkaitan dengan

seksualitas baik pornoaksi maupun pornografi bahkan hal tersebut bukanlah

sesuatu hal yang asing untuk remaja usia 15 tahun keatas.

Perilaku remaja ini disebabkan karena remaja mulai mengembangkan

sikap baru pada lawan jenis seiring dengan kematangan seksual mereka. Remaja

mulai mengembangkan sikap dan minat terhadap seksualitas. Mereka berusaha

(22)

berbagai informasi mengenai seksualitas dari berbagai sumber termasuk melalui

internet. Pernyataan ini didukung pula oleh Farouk (2008) yang mengatakan

bahwa 89% chatting anak-anak muda berkonotasi seksual. Melihat kenyataan

tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa reaksi ini membuat eksibisionisme semakin

berkembang di internet.

Reaksi individu merupakan suatu sikap individu terhadap objek sikap.

Krech dan Crutchfield (1948) mengemukakan bahwa sikap adalah organisasi yang

bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual dan kognitif

mengenai beberapa aspek dunia individu (dalam Sears, Freedman & Peplau,

2005). Sedangkan Secord dan Backman (dalam Azwar, 2005) mendefinisikan

sikap sebagai keteraturan tertentu dalam afeksi, kognisi dan konasi individu

terhadap lingkungannya.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bahwa

sikap adalah keadaan mental individu yang meliputi reaksi afektif, kognitif, dan

konatif terhadap suatu obyek, yang dapat menimbulkan perasaan suka atau tidak

suka yang dapat mendorong munculnya suatu perilaku.

Perasaan suka dan tidak suka terhadap suatu hal sebagai hasil dari sikap

dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut oleh individu. Rosenberg mengatakan

bahwa sikap tidak dapat lepas dari nilai-nilai dan keyakinan yang dianut individu

terhadap sesuatu yang dapat mempengaruhi reaksi yang menyenangkan atau tidak

pada individu (dalam Azwar, 2005). Nilai yang dianut individu berbeda satu

dengan yang lainnya sehingga sikap yang terbentuk saat seseorang melihat

(23)

individu yang menolak karena menganggap hal tersebut masih tabu dan tidak

sesuai dengan budaya timur. Tetapi tidak sedikit pula yang menerima adanya

eksibisionisme, salah satu alasannya adalah kebutuhan seksual individu yang

didukung oleh perasaan aman dan kebebasan untuk mengakses hal-hal yang

berkaitan dengan seksualitas melalui internet, chatting atau webcam (Marini, D.,

komunikasi pribadi, 2 Maret, 2008). Sedangkan Ebes (komunikasi pribadi, 6

Februari, 2008) mengatakan bahwa eksibisionisme merupakan ekspresi untuk

menunjukkan kejantanan dan hal tersebut wajar di jaman modern ini.

Jadi, terlihat disini bahwa di satu sisi remaja mulai mengembangkan sikap

terhadap lawan jenis sehingga remaja berusaha untuk memenuhi

keingintahuannya terhadap seksualitas tetapi di sisi lain remaja terbatasi oleh

norma-norma sosial. Melihat hal tersebut, peneliti ingin melihat bagaimana sikap

remaja putri terhadap eksibisionisme melalui webcam pada saat chatting.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana sikap remaja terhadap eksibisionisme melalui webcam pada

saat chatting?

C. TUJUAN PENELITIAN

Peneliti ingin melihat sikap wanita terhadap eksibisionisme melalui

(24)

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Praktis

Peneliti diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai sikap remaja putri terhadap eksibisionisme melalui webcam pada

saat chatting, sehingga mampu menumbuhkan sikap berhati-hati terhadap

eksibisionisme melalui webcam dan mengembangkan sikap menolak terhadap

eksibisionisme agar tidak semakin berkembang.

2. Manfaat Teoritis

Peneliti diharapkan dapat memperkaya kajian teoritis dalam psikologi

perkembangan mengenai sikap remaja putri terhadap eksibisionisme melalui

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. SIKAP

1. Pengertian Sikap

Istilah sikap pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer pada tahun

1862, dimana sikap diartikan sebagai status mental seseorang (Azwar, 2005).

Allport berpendapat bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari

kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh

dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua subyek dan situasi

yang berkaitan dengannya (Sears et al., 1985).

Krech dan Crutchfield (1948) mengemukakan bahwa sikap adalah

organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional,

perseptual dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu (Sears et al.,

2005). Menurut Louis Thurstone (1928), Rensis Likert (1932), dan Charles

Osgood sikap adalah suatu bentuk reaksi perasaan terhadap suatu objek

(Azwar, 2005). Sedangkan Secord dan Backman (Azwar, 2005)

mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam afeksi, kognisi dan

konasi individu terhadap lingkungannya. Karena itu sikap merupakan suatu

yang konsisten dari individu. Sikap meliputi penilaian dan reaksi

menyenangkan atau tidak terhadap orang, objek, atau aspek kehidupan

(26)

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan oleh peneliti

bahwa sikap adalah keadaan mental individu yang meliputi reaksi afektif,

kognitif, dan konatif terhadap suatu objek, yang dapat menimbulkan perasaan

suka atau tidak suka yang dapat mendorong munculnya suatu perilaku.

2. Teori Sikap

a. Teori Belajar

Pendekatan ini dikemukakan oleh Hovland dkk (1953) yang

berasumsi bahwa sikap dipelajari sama halnya dengan kebiasaan lain

(Sears et al., 1985). Setiap individu dalam hidupnya akan mempelajari

suatu hal, mendapatkan informasi atau fakta-fakta. Secara tidak langsung

individu juga mempelajari perasaan-perasaan dan nilai-nilai terhadap

hal-hal tersebut. Teori ini memandang bahwa manusia merupakan makhluk

yang pasif dimana sikap ditentukan oleh pembelajaran dari stimulus yang

dihadapi.

Afeksi dan kognisi dipelajari melalui tiga cara, yaitu: asosiasi,

peneguhan kembali, dan imitasi. Pembelajaran melalui asosiasi ini

terbentuk apabila muncul stimulus pada saat dan tempat yang sama.

Misalnya, saat akan membeli makanan, seorang teman mengatakan nama

makanan itu dengan nada jijik, hal itu akan menimbulkan antara perasaan

negatif dengan makanan tersebut. Peneguhan kembali merupakan

penguatan positif atau negatif terhadap suatu objek. Misalnya, seorang

mahasiswa kuliah di psikologi, kemudian ada temannya yang mengatakan

(27)

mahasiswa itu semakin mantap memilih jurusan itu. Imitasi berarti

menirukan orang lain yang dianggap kuat dan penting .

b. Teori Insentif

Teori ini memandang pembentukan sikap terjadi karena ada proses

menimbang baik buruknya suatu hal dan kemudian dicari mana yang

terbaik.

Ada dua versi teori insentif:

i) Teori Respon Kognitif (Cognitive Response Theory)

Teori ini mengasumsikan bahwa individu memberi respon

terhadap suatu komunikasi dengan beberapa pemikiran positif atau

negatif dimana hal ini menentukan apakah sikap individu itu akan

berubah atau tidak. Hal ini menunjukkan bahwa teori ini memandang

individu sebagai pemroses aktif pada pesan yang diterima.

ii) Teori Nilai Ekspektansi (Expectancy-value Theory)

Pendekatan ini mengasumsikan bahwa individu akan

cenderung mengarah pada posisi yang akan membawa individu pada

kemungkinan hasil yang terbaik untuk dirinya. Individu akan

memaksimalkan nilai berbagai hasil atau akibat dari suatu hal.

c. Teori Konsistensi Kognitif

Teori Konsistensi kognitif ini berasumsi bahwa individu

mempunyai ketidakkonsistenan kognisi yang membuat individu berusaha

(28)

kognisi. Motif utama dari teori ini adalah setiap individu akan terus

berusaha mempertahankan dan memperbaiki konsistensi kognisinya.

Ada empat versi dari pendekatan ini:

i) Teori Keseimbangan (Balance Theory)

Heider (1958) mengatakan bahwa teori ini meliputi tekanan

konsistensi diantara akibat-akibat dalam sistem kognitif yang

sederhana (Sears et al., 1985). Sistem ini terdiri dari dua objek (salah

satunya orang lain), hubungan objek, dan pandangan keduanya

terhadap objek.

Sistem dikatakan seimbang apabila individu sependapat dengan

orang yang disukai dan tidak sependapat dengan orang yang tidak

disukai. Demikian juga sebaliknya. Ketidakseimbangan dapat

menimbulkan tekanan perubahan sikap pada individu sehingga

individu cenderung untuk berubah ke susunan yang seimbang. Apabila

tidak tercapai keseimbangan maka akan terjadi ketegangan pada diri

individu.

ii) Teori Konsistensi Kognitif-Afektif

Teori ini dikemukakan oleh Rosenberg yang mengasumsikan

bahwa afeksi sangat mempengaruhi pendirian dan keyakinan

seseorang. Perasaan inidividu ini akan memperoleh kognisi yang

diperlukannya sehingga akan diperoleh kognisi yang konsisten dengan

(29)

kebutuhan untuk mencapai dan memelihara konsistensi (Azwar,

2005).

Rosenberg juga menekankan bahwa perubahan sikap dapat

terjadi apabila terjadi tekanan-tekanan yang kuat pada afeksi individu.

iii) Teori Ketidaksesuaian/Disonansi Kognitif (Cognitive

Dissonance)

Disonansi kognitif diartikan sebagai kondisi psikologis yang

tidak menyenangkan yang terjadi akibat adanya konflik antara dua

kognisi (Azwar, 2005). Teori ini pertama kali dikemukakan oleh

Festinger (1957). Wujud utamanya adalah ketidaksesuaian kognitif.

Ketidaksesuaian ini dapat menyebabkan ketidakkonsistenan sikap dan

perilaku individu yang bersumber pada dua masalah pokok yaitu:

akibat pengambilan keputusan dan akibat perilaku yang bertentangan

dengan sikap.

Pada dasarnya individu cenderung bersifat konsisten dan

menghindari ketidakkonsistenan antara sikap dan perilaku. Namun,

individu dihadapkan pada kenyataan bahwa perilaku inidividu

seringkali irasional (Azwar, 2005). Disonansi kognitif terjadi apabila

terdapat dua unsur yang relevan tetapi tidak konsisten satu sama lain.

Sedangkan disonansi terjadi apabila terdapat dua unsur yang tidak

relevan dan tidak konsisten satu sama lain. Disonansi membuat

(30)

berusaha untuk mencapai konsonansi yang terjadi karena adanya dua

unsur yang relevan.

iv) Teori Atribusi

Teori ini mengasumsikan bahwa individu bersikap berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan dari afeksi dan kognisi mereka sendiri

secara sadar.

d. Teori Fungsional

Teori ini dikemukakan oleh Kanz yang mengatakan bahwa dalam

memahami sikap menolak atau menerima perubahan harus dilihat motivasi

yang melatarbelakanginya.

Sikap mempunyai fungsi psikologis yang berbeda antara individu

satu dengan individu lain. Bagi individu, fungsi ini juga mempengaruhi

bagaimana tingkat konsistensi dalam bersikap terhadap objek tertentu dan

tingkat mengubah sikap.

Ada lima fungsi sikap:

i) Fungsi Instrumental

Fungsi ini menekankan pada keinginan umum individu untuk

mendapatkan keuntungan dan menghindari hukuman.

ii) Fungsi Pengetahuan

Sikap dianggap memiliki fungsi pengetahuan karena sikap

membantu individu dalam memahami apa yang ada disekelilingnya

(31)

iii) Fungsi Nilai Ekspresif

Sikap mampu mencerminkan nilai-nilai ataupun konsep yang

ada pada diri individu. Sikap yang berasal dari konsep ini sulit dirubah

dan cenderung konsisten pada diri individu.

iv) Fungsi Pertahanan Ego

Sikap yang cenderung melindungi individu dari kecemasan

yang dihadapi dikatakan memiliki fungsi pertahanan ego. Seperti yang

dijelaskan oleh Freud (dalam Hall, 1993) pada pertahanan egonya yang

disebut proyeksi dimana individu mengubah kecemasan neurotik

menjadi ketakutan objektif yaitu dengan cara menekan impuls yang

tidak dapat diterima kemudian menunjukan sikap bermusuhan

terhadap orang yang mempunyai impuls yang sama.

v) Fungsi Penyesuaian Sosial

Sikap dikatakan mempunyai fungsi penyesuaikan sosial karena

sikap dapat membantu individu dalam beradaptasi terhadap

lingkungannya. Sikap dapat berubah apabila norma sosial berubah.

e. Teori Tiga Proses Perubahan

Kelman (dalam Azwar, 2005) mengemukakan bahwa ada proses

yang sangat berguna dalam memahami fungsi pengaruh sosial terhadap

perubahan sikap. Ada tiga proses sosial yang berperan dalam perubahan

(32)

i) Kesediaan

Proses ini terjadi saat individu mau menerima pengaruh dari

orang lain semata-mata agar mendapatkan reaksi positif dari orang lain

tersebut. Perubahan ini tidak berdasarkan dari hati kecil individu

sendiri sehingga lebih cenderung mengubah perilaku dan bukan sikap

yang mendasari sehingga tidak dapat bertahan lama.

ii) Identifikasi

Proses ini terjadi karena individu menirukan pihak lain yang

bertujuan untuk mendapat bentuk yang menyenangkan dari sebuah

hubungan antara individu dengan pihak lainnya. Proses ini tidak

sekedar meniru sikap orang lain tetapi juga ada pengambilan sikap

yang diperkirakan akan mendatangkan reaksi positif atau persetujuan

dari pihak lain.

iii) Internalisasi

Proses ini terjadi apabila individu menerima pengaruh dari

orang lain dan bersedia bersikap sesuai dengan pengaruh tersebut

dikarenakan adanya kesesuaian antara pengaruh tersebut dengan

keyakinan dan sistem nilai yang ada dalam diri individu. Biasanya

sikap ini akan cenderung dipertahankan dan tidak akan berubah

apabila tidak ada perubahan dalam sistem nilai dari individu yang

(33)

3. Komponen Sikap

Sikap tidak akan pernah terlepas dari komponen-komponen

pembentuknya. Ada tiga komponen penting dalam pembentukan sikap, yaitu:

a. Afeksi

Komponen afeksi menyangkut keseluruhan masalah perasaan atau

emosi yang subyektif terhadap suatu objek tertentu. Reaksi emosional ini

banyak dipengaruhi oleh kepercayaan yang ada dalam diri individu

terhadap objek tertentu.

b. Kognisi

Komponen kognisi terdiri dari seluruh kognisi (persepsi dan

kepercayaan) yang dimiliki seseorang tentang apa yang benar mengenai

objek sikap tertentu (keyakinan, pengetahuan, dan fakta tentang objek).

Aspek kognitif membentuk stereotip dalam diri individu. Kepercayaan

merupakan aspek kognitif yang timbul dari apa saja yang telah kita lihat

atau ketahui yang dapat membentuk suatu ide dimana hal itu dapat

membuat kepercayaan individu berkembang. Baik itu pengalaman pribadi

atau hal-hal yang diceritakan oleh orang lain akan mempunyai peran

dalam terbentuknya kepercayaan.

c. Konasi

Komponen konasi menunjukkan perilaku yang mempunyai

kecenderungan untuk bereaksi atau bertindak terhadap objek tertentu.

Bagaimana seseorang bereaksi terhadap stimulus tertentu ditentukan oleh

(34)

berperilaku yang konsisten dan selaras dengan kepercayaan dan perasaan

seseorang akan membentuk sikap individual.

4. Ciri-ciri Sikap

Berdasarkan beberapa hal di atas dapat dilihat bahwa sikap

mempunyai ciri-ciri yaitu:

a. Sikap tidak dibawa sejak lahir melainkan dipelajari selama proses

perkembangan individu.

b. Dapat berlangsung lama maupun sebentar

c. Selalu ada hubungan positif atau negatif antara subjek dengan objek.

d. Dapat meliputi satu objek maupun sekumpulan objek.

e. Mengandung perasaan dan motif.

5. Sikap dan Perilaku

Sikap dan perilaku merupakan hal yang berkaitan antara satu sama

lain. Sikap dikatakan sebagai respons evaluatif (Azwar, 2005). Adanya respon

atau tidak tergantung pada stimulus yang bersangkutan, apakah stimulus

tersebut menghendaki adanya respon atau tidak. Respon didasari pada proses

penilaian dalan diri individu tentang suatu stimulus dalam bentuk baik-buruk,

positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan yang kemudian akan

membentuk suatu respon terhadap objek sikap.

Banyak penelitian mengenai sikap. Ada penelitian yang menunjukkan

bahwa hubungan antara sikap dan perilaku sangat kuat, sedangkan penelitian

lain menunjukkan bahwa hubungan antara sikap dan perilaku sangat lemah.

(35)

tergantung pada kekuatan sikap itu sendiri. Hal ini didukung oleh pernyataan

dari Fazio (dalam Azwar, 2005) yang menunjukkan bahwa pada saat orang

memikirkan dan mengekspresikan sikap mereka, perilaku mereka konsisten

dengan sikapnya.

Sumber kekuatan sikap ini ada dua hal yaitu pengalaman pribadi

individu dimana hal ini dapat membentuk dan mempengaruhi pemahaman

individu terhadap stimulus sosial baik itu positif atau negatif. Sumber

kekuatan sikap yang lain adalah kepentingan diri sendiri terhadap suatu

masalah.

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa sikap dipengaruhi oleh

beberapa hal yaitu informasi yang diterima oleh individu, pengaruh sosial dan

motivasi. Hal ini membuat individu memberikan respon yang berbeda-beda

terhadap suatu hal. Seperti halnya sikap remaja terhadap seksualitas yang memang

berkembang pada masa itu.

B. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju ke masa

dewasa yang penuh gejolak dari kehidupan seseorang. Hall (Santrock, 2003)

mengatakan bahwa remaja merupakan masa storm and stress atau masa yang

penuh goncangan yang ditandai dengan konflik dan perubahan suasana hati.

(36)

perubahan fisik, kognisi, emosi, dan sosial yang berkisar pada perkembangan

seksual, proses berpikir abstrak sampai kemandirian.

Masa remaja berlangsung antara usia 12-21 tahun dengan pembagian

12-15 masa remaja awal, 15-18 tahun disebut masa remaja pertengahan, 18-21

tahun disebut masa remaja akhir.

2. Perkembangan yang Dialami Remaja

Remaja mengalami berbagai perubahan dalam perkembangannya

yaitu:

a. Fisik

Perubahan secara fisik yang dialami oleh remaja mencakup

perubahan eksternal, yaitu tinggi badan, berat badan, proporsi tubuh, dan

organ seks beserta ciri-ciri seks sekundernya. Perubahan internal adalah

perubahan pada sistem pencernaan, sistem peredaran dari darah, sistem

pernafasan, sistem endokrin dan jaringan tubuh (Hurlock, 1996).

b. Kognitif

Perubahan fisik yang terjadi mempengaruhi proses kognitif remaja,

dimana proses tersebut meliputi perubahan dalam pikiran, intelegensi dan

bahasa individu. Piaget (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa remaja

berusaha memahami dunianya untuk menyesuaikan diri biologis. Remaja

memahami dunianya dengan mengaitkan pengalaman pribadi yang satu

dengan yang lain tetapi juga menyesuaikan cara pikir mereka untuk

memasukkan informasi baru yang mereka terima untuk membuat

(37)

cara yaitu asimilasi dimana individu menggabungkan informasi baru ke

dalam pengetahuan yang dimiliki dan akomodasi dimana individu

menyesuaikan diri terhadap informasi baru. Menurut Piaget, masa remaja

berada dalam tahap pemikiran operasional formal, sehingga remaja sudah

mampu berpikir abstrak dan mengelolanya dengan pemikiran logis. Selain

itu, remaja juga berpikir kausalitas yaitu menyangkut hubungan sebab

akibat serta mempunyai pemikiran idealis tentang dirinya dan orang lain.

Menurut Vygotsky (dalam Santrock, 2003), pemikiran remaja berkembang

dengan adanya hubungan sosial. Remaja sangat membutuhkan bimbingan

dari orang lain yang lebih dewasa untuk menyelesaikan masalah yang

rumit, meskipun demikian remaja tetap mempunyai tanggung jawabnya

sendiri. Namun, banyak remaja yang cenderung menolak bantuan orang

lain karena merasa bahwa dirinya mampu menyelesaikan layaknya oarang

dewasa. Banyak remaja yang mengalami kegagalan dalam menyelesaikan

masalahnya, karena jauh dari harapan mereka sendiri (Hurlock, 1996).

c. Sosio-emosional

Sosio-emosional juga berkembang pada remaja seiring dengan

perkembangan individu. Secara emosi, remaja cenderung meluap-luap, hal

ini erat hubungannya dengan perkembangan hormon. Selain itu, remaja

cenderung punya banyak keinginan tetapi tidak dapat terpenuhi. Di sisi

lain remaja ingin menambah pengetahuan tetapi di sisi lain merasa belum

(38)

yang dapat membingungkan dirinya atau orang lain. Remaja cenderung

mencari cara untuk memuaskan keingintahuannya.

Secara sosial, remaja cenderung senang menarik perhatian

lingkungannya, terikat kelompok serta mulai mengembangkan sikap

tertarik dengan lawan jenis. Bagi remaja, kehidupan sosial sangat penting

sehingga tidak jarang remaja berusaha untuk memenuhi keinginan

sosialnya dibanding dengan keinginannya sendiri (Monks, 2002). Remaja

melakukan banyak penyesuaian diri terhadap kehidupan sosialnya. Yang

tersulit adalah menyesuaikan diri dengan meningkatnya pengaruh

kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokkan

sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam persahabatan, dukungan dan

penolakan sosial serta dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 1980).

Remaja juga mengalami perkembangan moralitas dimana remaja

berada pada stadium 5 yaitu post-konvensional (Monks, 2002). Remaja

masih mau diatur oleh hukum-hukum umum yang berlaku. Meskipun kata

hati sudah mulai bicara tetapi penilaian belum timbul dari kata hati yang

belum diinternalisasi

Perubahan fisik, kognitif, moral, dan sosio-emosional yang saling

berkaitan satu sama lain membuat remaja mengalami perubahan sikap dan

perilaku. Perubahan minat dan pola perilaku mengubah nilai-nilai yang

dianut.

Masa remaja adalah masa menuju dewasa dimana dekat dengan

(39)

sebenarnya belum cukup siap menghadapinya. Oleh karena itu, remaja

menjadi memusatkan diri pada perilaku yang dianggap mencerminkan

suatu kedewasaan seperti merokok, minum minuman keras, menggunakan

obat-obatan terlarang, bahkan terlibat perbuatan seks.

3. Sikap Remaja Terhadap Seksualitas

Masa remaja merupakan saat terjadinya kematangan seksual yang

sesungguhnya, bersamaan dengan terjadinya perkembangan fisiologis

remaja. Mereka mulai mempunyai minat terhadap lawan jenis termasuk

minat terhadap berbagai kegiatan yang melibatkan laki-laki dan

perempuan dimana salah satunya adalah sikap dan minat pada seksualitas

(Hurlock, 1980). Minat ini muncul bila kematangan seksual telah tercapai

dan bersifat romantis dan disertai oleh keinginan yang kuat untuk

memperoleh dukungan dari lawan jenis.

Pada masa remaja ini, ada sikap-sikap yang diharapkan dimiliki

oleh setiap yang sering diwarnai dengan hal-hal yang sangat romantis yang

dan tidak realistis dimana unsur seksualitas ini lebih mendominasi. Sikap

ini tampak dalam segala kegiatan yang melibatkan laki-laki dan

perempuan.

Perubahan sikap remaja ini juga dipengaruhi oleh:

a. Hasrat seksual

Secara alami, remaja mulai mempunyai hasrat seksual dan mereka

(40)

b. Aturan seksual

Aturan seksual adalah pola yang khas bagaimana individu harus

bertingkah laku secara seksual. Pada hal ini, remaja putri mengaitkan cinta

dan hubungan seksual dan laki-laki yang mengetahui etika perempuan ini

biasanya menjadi memanfaatkan.

c. Sosial dan budaya

Norma sosial dan budaya setempat akan memepengaruhi cara

pandang seseorang dan bagaimana individu harus bersikap terhadap

seksualitas. Apabila norma sosial dan budaya yang ada memperbolehkan

adanya pemenuhan hasrat seksual maka individu akan cenderung bersikap

positif terhadap seksualitas dan demikian pula sebaliknya.

Kebutuhan untuk memenuhi keingintahuan mengenai seksualitas

tersebut mendorong remaja untuk berusaha memenuhinya dengan mencari

banyak informasi mengenai seksualitas dari berbagai sumber, misalnya

dengan membaca buku, mencari informasi di internet, bertukar

pengalaman dengan teman atau melakukan percobaan seperti masturbasi,

bercumbu, atau bersenggama. Pada masa akhir remaja, sebagian besar dari

mereka telah mempunyai banyak informasi seks untuk memuaskan

keingintahuan mereka.

Berdasarkan uraian diatas yang disebut remaja adalah individu

yang berada dalam rentang usia 12-21 tahun dan yang menjadi subjek

(41)

tahun. Remaja putri pada masa itu telah matang secara seksual karena

telah mengalami menstruasi, mempunyai cukup informasi mengenai

seksualitas dan telah mampu mengambil keputusan dan bersikap. Selain

itu, remaja yang akan diteliti sudah pernah menjadi korban dari

eksibisionisme sebagai salah satu bentuk penyimpangan seksual yang

berkembang di internet.

C. EKSIBISIONISME

Kamus psikologi (Kartono, 2000) mengartikan eksibisionisme sebagai

paham untuk memamerkan. Lebih lanjut, Kartono (2000) menjelaskan bahwa

eksibisionisme adalah kegemaran untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan

memperlihatkan alat kelamin sendiri secara sengaja kepada penonton yang tidak

menyukainya. Perilaku ini bersifat kompulsif dan berada pada pengaruh

lingkungan yang tidak wajar.

Chaplin (1981) mengatakan eksibisionisme adalah kecenderungan

kompulsif untuk mempertontonkan bagian-bagian tubuh (alat kelamin) untuk

tujuan mendapat kegembiraan, kebirahian dan kepuasan seksual (Kartono, 1989).

Sedangkan, eksibisionisme dalam PPDGJ III (1993) didefinisikan sebagai salah

satu bentuk gangguan seksual yang cenderung berulang dan menetap dimana

penderita mempunyai dorongan seksual dan membangkitkan fantasi-fantasinya

dengan menunjukkan alat genitalnya pada orang asing. Kecenderungan ini terlihat

(42)

Nevid et al. (2005) mendefinisikan eksibisionisme sebagai salah satu jenis

parafilia yang melibatkan dorongan yang kuat dan berulang untuk menunjukkan

alat genitalnya pada orang asing yang bertujuan agar korban terkejut atau

terangsang. Coleman (1976) menyatakan bahwa eksibisionisme merupakan

penyimpangan perilaku yang menetap yang disebabkan oleh kondisi yang tidak

menyenangkan dengan memperlihatkan alat kelaminnya pada orang asing.

Bentuk-bentuk dari parafilia ini tidak dapat diterima oleh masyarakat.

Menurut APA dalam DSM IV (dalam Seligman, 2001) gangguan seksual

ini mempunyai kriteria sebagai berikut:

1. Berlangsung setidaknya enam bulan, berulang, seksualitas yang tinggi

yang menimbulkan fantasi, dorongan atau perilaku seksual yang

mempertontonkan alat genitalnya kepada orang tang tidak dikenalnya.

2. Fantasi-fantasi, dorongan atau perilaku seksual dikarenakan stress atau

gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau area penting lainnya.

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpukan bahwa

eksibisionisme adalah bentuk gangguan seksual yang dilakukan oleh laki-laki

terhadap wanita yang berlangsung setidaknya selama enam bulan atau lebih,

berulang dan cenderung menetap dimana pelaku senang memamerkan alat

kelaminnya kepada orang yang tidak dikenalnya untuk melihat reaksi orang

tersebut yang dapat membuatnya bergairah dan merasakan kepuasan seksual.

Supratiknya (1995) mengatakan bahwa eksibisionisme digolongkan

(43)

1. Eksibisionisme akibat ketidakmatangan

Hal ini terjadi karena kurangnya informasi, ada perasaan malu

terhadap lawan jenis (wanita), dan meragukan kejantanannya tetapi

mempunyai hasrat untuk menunjukkan kejantanannya. Witzig (1968)

mengatakan bahwa eksibisionisme juga terjadi akibat ketidakmatangan

perkembangan peraturan tentang aturan seksual (Coleman, 1974). Kasus

eksibisionisme 60% berada pada kategori ini.

2. Eksibisionisme akibat dan sebagai penyaluran stress

Eksibisionisme ini biasanya terjadi pada lelaki yang telah menikah

tetapi kondisi rumah tangganya tidak harmonis. Eksibisionisme ini menjadi

sarana untuk membebaskan diri dari perasaan tertekan.

3. Eksibisionisme akibat dari bentuk psikopatologi lain

Eksibisionisme dilakukan oleh orang yang mengalami

gangguan-gangguan seperti retardasi mental, gangguan-gangguan otak, dan gangguan-gangguan lainnya.

Kebanyakan para pelaku eksibisionisme mengalami kesulitan dalam

mengendalikan perilakunya ini dan apabila orang yang melihat apa yang

dilakukannya merasa terkejut, takut atau terkesan maka hasrat seksualnya akan

semakin meningkat dan perilaku ini biasanya diikuti dengan masturbasi (Alloy,

Riskind & Manos, 2004). Murphy (dalam Seligman, 2001) mengatakan bahwa

pelaku akan ejakulasi saat mempertontonkan alat kelamin atau masturbasi setelah

melakukan tidakan tersebut. Pelaku eksibisionisme adalah laki-laki dan yang

(44)

Para pelaku eksibisionisme mempunyai fantasi bahwa orang yang

melihatnya akan terpuaskan secara seksual. Penderita yang tidak terpuaskan

secara seksual hanya akan merasa bangga sebentar yang diikuti dengan perasaan

jijik, malu, dan tidak enak. Pada umumnya perilaku para eksibisionis ini tidak

berbahaya dan tidak menyebabkan sakit atau pemerkosaan karena pelaku tidak

berinteraksi langsung dalam hubungan seksual aktif dengan korban dan

cenderung melakukannya dalam jarak tertentu yang tidak dekat dengan korban,

misalnya dengan berpura-pura buang air kecil. Hal ini didukung oleh Kaplan

(dalam Seligman, 2001) yang mengatakan bahwa pelaku ekshibisionisme

menunjukkan maskulinitas tanpa harus terikat dengan aturan hubungan seksual

yang berlaku. Dapat disimpulkan bahwa pelaku eksibisionisme merupakan orang

umum dan tidak menyukai hubungan seksual (bercinta) dengan lawan jenis.

Namun demikian, ada beberapa pelaku eksibisionisme yang menyerang apabila

respon yang diinginkan tidak diperolehnya. Nevid et al. (2005) mengatakan

bahwa eksibisionisme secara tidak langsung merupakan kekerasan terhadap

wanita karena hal ini dapat membuat korban merasa dalam bahaya dan

menimbulkan trauma. Pelaku eksibisionisme merasa menguasai situasi saat

melihat reaksi korban. Penelitian menunjukkan bahwa pelaku eksibisionisme ini

mempunyai persepsi buruk terhadap wanita seperti misalnya tidak dihargai oleh

wanita. Eksibisionisme juga disebabkan oleh pengalaman pada masa

perkembangan anak-anak dimana ketika pada masa anak-anak ia menunjukkan

(45)

D. SIKAP REMAJA PUTRI TERHADAP EKSIBISIONISME

MELALUI WEBCAM PADA SAAT CHATTING

Remaja merupakan tahap pencarian indentitas dimana pada masa ini

remaja mengalami berbagai perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional

yang mempengaruhi minat dan perilaku mereka. Pada masa remaja, minat

terhadap seks cenderung dominan dan mereka berusaha mencari tahu karena pada

masa ini, mereka mulai tertarik dengan lawan jenis. Keingintahuan remaja

terhambat karena mereka dianggap belum cukup umur untuk mengetahui hal

tersebut. Namun, Remaja akan selalu mencari informasi untuk memuaskan

keingintahuan mereka dari berbagai media termasuk internet.

Internet mempunyai fasilitas yang lengkap yang dapat memberikan

informasi secara cepat dan mudah. Salah satu fasilitasnya adalah chatting dan

webcam. Fasilitas ini membuat individu dapat bertukar informasi secara langsung

dengan individu lain di berbagai belahan dunia. Namun, fasilitas ini tidak lepas

dari sisi negatif yaitu eksibisionisme melalui webcam. Eksibisionisme ini

merupakan kelainan seksual dengan menunjukkan alat kelamin dimana korbannya

adalah wanita. Sehingga wanita pengguna fasilitas chatting dan webcam

dihadapkan dengan dua hal, yaitu kebutuhan akan bersosialisasi dengan orang lain

dan kejahatan seksual melalui dunia maya. Namun, kenyataannya jumlah wanita

pengguna fasilitas chatting sangat besar bahkan dua kali jumlah pengguna pria

dan sebagian besar dari mereka justru mengakses hal-hal yang berkaitan dengan

(46)

Reaksi remaja ini memang tidak lepas dari nilai-nilai yang dianutnya.

Nilai-nilai tersebut diperoleh sejak awal kehidupan dari keluarga. Nilai-nilai itu

berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan mereka baik terbentuk dari

pengalaman pribadi atau pengaruh dari kehidupan sosialnya seperti hubungan

mereka dengan teman. Hal ini membentuk keyakinan dan perasan mereka

terhadap sesuatu hal. Keyakinan dan perasaan mereka dapat mempengaruhi pola

pikir dan sikap mereka terhadap sesuatu. Jadi, sikap sangat bergantung pada

nilai-nilai kehidupan, keyakinan, perasaan, atau motif mereka terhadap sesuatu.

Termasuk sikap mereka dalam menghadapi eksibisionisme. Banyak remaja yang

tidak mendukung dengan tidak memberikan reaksi apapun, marah, atau

mengecam namun ada juga yang justru mendukung pelaku eksibisionisme untuk

memuaskan keingintahuan mereka tentang seksualitas. Komentar dan ekspresi

tertentu seperti marah-marah, terkesan, ekspresi jijik, kaget atau mengekpresikan

bahwa hal itu membuat terangsang yang justru dapat semakin memuaskan para

pelaku eksibisionisme tersebut. Oleh karena itu peneliti ingin melihat bagaimana

(47)

Bagan Alur Sikap Remaja Terhadap Seksualitas

Remaja

Minat terhadap seksualitas

Mencari Informasi

Mengembangkan sikap terhadap seksualitas

Positif Negatif

Objek Sikap [Eksibisionisme melalui webcam]

Informasi Baru

Sikap

(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Deskriptif kuantitatif

adalah penelitian yang bertujuan untuk lebih memahami karakteristik dari variabel

yang akan digunakan (Azwar, 1997).

B. VARIABEL PENELITIAN

Variabel dalam penelitian ini hanya satu yaitu sikap remaja putri terhadap

eksibisionisme.

C. DEFINISI OPERASIONAL

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah variabel sikap. Sikap

adalah keadaan mental individu yang meliputi reaksi afeksi, kognisi dan konasi

terhadap suatu objek, yang dapat menimbulkan perasaan suka atau tidak suka

yang dapat mendorong munculnya perilaku.

Variabel sikap disusun berdasarkan komponen-komponen sikap yang telah

diungkap dalam landasan teori. Komponen sikap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Afeksi

Persepsi dan keyakinan yang dimiliki individu terhadap objek tertentu.

2. Kognisi

(49)

3. Konasi

Kecenderungan untuk bereaksi terhadap objek tertentu.

Semakin tinggi skor menunjukkan sikap terhadap eksibisionisme melalui

webcam saat chatting semakin positif. Sebaliknya, semakin rendah skor

menunjukkan menunjukkan sikap terhadap eksibisionisme melalui webcam saat

chatting semakin negatif.

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja putri pada masa remaja akhir

pengguna fasilitas chatting dan webcam yang pernah menjadi korban

eksibisionisme yang dianggap dapat mewakili populasi yang dibutuhkan dalam

penelitian ini. Sehingga diasumsikan mereka lebih memahami kondisi dan situasi

tersebut. Selain itu, remaja yang pernah menjadi korban dari eksibisionisme

mempunyai informasi baru yang dapat menimbulkan sikap baru ataupun

memperkuat sikap yang telah dimiliki sebelumnya. Untuk menentukan sampel

penelitian digunakan teknik purposive sampling. Metode ini merupakan metode

pemilihan pemilihan subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat populasi yang sudah

diketahui sebelumnya (Hadi, 1984).

Ciri sampling ini adalah penilaian dan upaya secara cermat untuk

mendapatkan sampel yang representatif dengan cara mencakup wilayah-wilayah

atau kelompok-kelompok yang diduga sebagai anggota sampelnya (Kerlinger,

1986). Sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian adalah remaja putri pengguna

(50)

E. ALAT PENGUMPULAN DATA

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan angket. Alat

yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap model Likert (Gable,

1986) untuk melihat sikap remaja putri terhadap eksibisionisme di internet melalui

webcam pada saat chatting..

Dalam skala ini, terdapat beberapa butir pernyataan yang bersifat positif

atau favourable dan negatif atau unfavourable. Pernyataan positif berarti bahwa

pernyataan tersebut mendukung perilaku mempertontonkan alat kelamin

sedangkan pernyataan negatif berarti bahwa pernyataan tersebut tidak mendukung

perilaku mempertontonkan alat kelamin.

Respon dari setiap pernyataan akan diberi 4 alternatif jawaban yaitu

Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Skor untuk

masing-masing jawaban pada pernyataan positif benilai 4 untuk jawaban Sangat Setuju, 3

untuk jawaban Setuju, 2 untuk jawaban Tidak Setuju, dan 1 untuk jawaban Sangat

Tidak Setuju. Skor untuk masing-masing jawaban pada pernyataan negatif

bernilai 1 untuk jawaban Sangat Setuju, 2 untuk jawaban Setuju, 3 untuk jawaban

Tidak Setuju, dan 4 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju.

Di bawah ini disajikan penyusunan aitem, blue print dan penyebaran

(51)

Tabel 1. BLUE PRINT

Aitem Sikap

Favorable Unfavorable

Presentasi

- Kognisi 10 10 33,33 %

- Afeksi 10 10 33,33 %

- Konasi 10 10 33,33 %

TOTAL 30 30 100 %

Tabel 2.

Penyebaran Aitem Skala Sikap

No. Aitem Aspek-aspek

Favorable Unfavorable Jumlah

Aitem

Kognisi

3, 8, 11, 16, 17, 20,

33, 47, 49, 53

1, 4, 6, 18, 23, 38, 41,

44, 55, 59

20

Afeksi

2, 5, 7, 12, 22, 24, 26,

43, 52, 60

13, 21, 27, 30, 34, 36,

39, 45, 50, 58

20

Konasi

10, 14, 25, 28, 31, 37,

40, 48, 51, 56

9, 15, 19, 29, 32, 35,

42, 46, 54, 57

20

(52)

F. PERTANGGUNG JAWABAN MUTU

1. Validitas Isi

Validitas dapat diartikan sebagai ketepatan dan kecermatan suatu alat

ukur dalam melakukan fungsi alat ukurnya. Suatu alat ukur memiliki validitas

yang tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau

memberi hasil ukur sesuai dengan maksud peneliti. Validitas yang diukur oleh

peneliti adalah validitas isi, maksudnya untuk mengetahui sejauh mana

item-item dalam tes mencakup seluruh kawasan isi objek yang diukur.

Pengujian validitas isi ini dilakukan dengan menggunakan analisis

rasional terhadap isi tes serta didasarkan atas penilaian (judgement) subjektif

sehingga pengukuran validitas ini tidak melibatkan perhitungan statistik

apapun (Azwar, 1997).

2. Seleksi Aitem

Seleksi item pertama kali diambil dari hasil uji coba aitem pada subjek

yang memiliki karakteristik yang setara dengan karakteristik subjek yang akan

diteliti. Item-item tersebut dievaluasi dengan menggunakan parameter daya

beda item yang berupa korelasi item total.

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah keajegan atau keandalan dari suatu alat ukur dengan

alat yang sama atau alat yang setara pada kondisi yang berbeda. Reliabilitas

dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berbeda dalam rentang 0

(53)

akan semakin tinggi. Sebaliknya jika koefisien reliabilitasnya semakin

mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.

Penelitian menggunakan koefisien Alpha Cronbach, pendekatan ini

mempunyai nilai praktis karena hanya dikenakan satu kali saja pada

sekelompok subjek (Azwar, 1997).

G. PERSIAPAN PENELITIAN

1. Uji Coba Alat Ukur

Skala uji coba dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 2008 sampai dengan

7 Juni 2008

2. Reliabilitas, Validitas, dan Seleksi Aitem Skala Sikap Remaja Putri

Terhadap Eksibisionisme Melalui Webcam Saat Chatting

Estimasi reliabilitas dengan menggunakan teknik Cronbach Alpha

menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,989.

Daya diskriminasi aitem dihitung dengan menggunakan teknik Product

Moment dari Pearson dengan menggunakan patokan koefisien korelasinya

minimal 0,3000 maka koefisien korelasi < 0,3000 dinyatakan gugur,

sedangkan yang dianggap valid adalah aitem yang mempunyai koefisien

korelasi ≥ 0,3000. Pada aitem-aitem uji coba, ada satu aitem yang gugur,

dimana koefisien korelasi aitem adalah 0,020 atau lebih kecil dari 0,3000

sehingga aitem tersebut dinyatakan tidak valid.

Dari seluruh aitem yang berjumlah 60 aitem diperoleh 59 aitem yang

(54)

(terendah) sampai dengan 0,908 (tertinggi). Aitem yang akan dipakai sebagai

bentuk aitem penelitian diseleksi lagi per aspek sehingga diperoleh 50 aitem

yang pada akhirnya digunakan sebagai bentuk aitem penelitian.

Tabel 3.

Distribusi Skala Sikap Remaja Putri

Terhadap Eksibisionisme Melalui Webcam Saat Chatting

No. Aspek Aitem Uji Coba Aitem yang

Gugur

Aitem yang

Sahih

1. Kognisi 1, 3, 4, 6, 8, 11, 16,

17, 18, 20, 23, 33,

38, 41, 44, 47, 49,

53, 55, 59

6 1, 3, 4, 8, 11, 16,

17, 18, 20, 23,

33, 38, 41, 44,

47, 49, 53, 55, 59

2. Afeksi 2, 5, 7, 12, 13, 21,

22, 24, 26, 27, 30,

34, 36, 39, 43, 45,

50, 52, 58, 60

2, 5, 7, 12, 13,

21, 22, 24, 26,

27, 30, 34, 36,

39, 43, 45, 50,

52, 58, 60

3. Konasi 9, 10, 14, 15, 19, 25,

28, 29, 31, 32, 35,

37, 40, 42, 46, 48,

51, 54, 56, 57

9, 10, 14, 15, 19,

25, 28, 29, 31,

32, 35, 37, 40,

42, 46, 48, 51,

54, 56, 57

(55)

I. METODE ANALISIS DATA

Azwar (1997) mengungkapkan bahwa hasil analisis deskriptif biasanya

berupa frekuensi dan persentase tabulasi silang pada data yang bersifat kategorial

serta berupa statistik-statistik kelompok pada data yang bukan kategorial (antara

lain mean dan standar deviasi).

Pada penelitian ini, variabel yang terdapat dalam penelitian ini hanya satu,

yaitu sikap terhadap eksibisionisme. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan

metode Statistik Deskriptif untuk melihat normalitas datanya, yang akan dibantu

dengan menggunakan program SPSS 13.00 meliputi penyajian data melalui tabel,

(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 2008 sampai dengan 20 Juni

2008. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara menyebar skala penelitian

kepada remaja akhir berjenis kelamin wanita pengguna fasilitas webcam pada saat

chatting yang pernah menjadi korban eksibisionisme melalui webcam.

Prosedur penelitian adalah dengan membagikan skala yang terdiri dari 50

butir aitem mengenai sikap terhadap eksibisionisme. Peneliti pergi ke beberapa

warung internet di daerah selatan kota Yogyakarta dan membagikan skala kepada

remaja putri secara acak serta meminta kesediaan subjek untuk menjawab seluruh

pernyataan yang ada. Sebagian lagi dititipkan kepada beberapa orang teman

peneliti untuk dibagikan kepada teman-teman mereka (snowball sampling).

Subjek penelitian merupakan remaja putri akhir pengguna fasilitas webcam saat

chatting yang pernah menjadi korban eksibisionisme yang diketahui melalui data

demografi pada angket, jumlah subjek yang mengisi skala penelitian adalah 64

orang dengan rentang usia antara 18 – 21 tahun dengan presentase sebagai

berikut:

Tabel 4.

Presentase Subjek Penelitian

Usia Subjek Persentase

(57)

19 10 15,625%

20 21 32,825%

21 15 23,4375%

jumlah 64 100%

B. Hasil dan Pembahasan

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor pada

kelompok sampel mengikuti distribusi normal. Jika p > 0,05 maka sebaran

skor dinyatakan normal. Sebaliknya jika p < 0,05 maka sebaran skor

dinyatakan tidak normal.

Uji normalitas dilakukan dengan One Sample Kosmogorov-Smirnov

dengan program SPSS 13.00 for windows. Hasil uji normalitas menghasilkan

probabilitas sebesar 0,373 ini berarti bahwa p > 0,05 sehingga distribusi skor

adalah normal.

Tabel 5.

Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov

Skor

Kolmogorov Sminov 0,994

Asymp. Sig (p) 0,276

2. Deskripsi Hasil Penelitian

Hasil yang diperoleh dari pengumpulan data penelitian, diperoleh data

(58)

Tabel 6.

Deskripsi Data Penelitian

Skor Empirik Skor Teoritik

Skala X

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa mean empirik dari

sikap terhadap eksibisionisme melalui webcam lebih rendah dari mean

teoritiknya (90,75 < 135). Selisih antara mean empirik dan mean teoritik dari

skala ini adalah sebesar 44,25.

Aitem pada skala berjumlah 54 butir dengan rentang skor 1, 2, 3 dan 4.

Nilai minimal skala 54 x 1 = 54 dan nilai maksimal skala 54 x 4 = 216

sehingga rentang skor untuk skala ini adalah 216 – 54 = 162. Standar deviasi

dari skala ini adalah 162 : 6 = 27 dan mean teoritik skala ini adalah (54 +

216):2 = 270 : 2 = 135.

Berikut ini deskripsi hasil penelitian dari aspek-aspek sikap:

Tabel 7. Aspek-aspek Sikap

Skor Empirik Skor Teoritik

(59)

Konasi 18 55 32,06 9,381 18 72 45 27

Berdasarkan hasil penelitian dari aspek-aspek sikap, dapat dilihat

bahwa mean empirik dari aspek kognisi, afeksi, dan konasi lebih rendah

dibandingkan dengan mean teoritiknya. Mean empirik dari aspek kognisi

adalah 31,53 lebih kecil dari mean teoritiknya yang adalah 42,5. Selisih antara

mean empirik dan mean teoritiknya adalah 42,5 – 31,53 = 10,97. Mean

empirik dari aspek afeksi adalah 27,16 lebih rendah dari mean teoritiknya

yang adalah 32,5. Selisih antara mean empirik dan mean teoritiknya adalah

32,5 – 27,16 = 5,34. Mean empirik dari aspek konasi adalah 32,06 lebih

rendah dari mean teoritiknya yang adalah 45. Selisih antara mean empirik dan

mean teoritiknya adalah 45 – 32,06 = 12.94

Dari ketiga aspek sikap yang diteliti, antara mean empirik dan mean

teoritiknya mempunyai selisih yang tidak jauh berbeda sehingga dapat

dikatakan bahwa tidak ada aspek yang mendominasi dalam keseluruhan sikap.

3. Uji Perbedaan

Uji perbedaan atau uji t dilakukan untuk melihat signifikansi

perbedaan antara mean empirik dan mean teoritik dari sikap remaja putri

terhadap eksibisionisme. Jika p ≥ 0,05 maka antara mean empirik dan mean

teoritik tidak ada perbedaan yang signifikan. Sebaliknya jika p < 0,05 maka

(60)

Pengujian ini menggunakan One Sample T-test melalui program SPSS

versi 13.00 for windows. Hasil uji perbedaan menghasilkan taraf signifikansi

sebesar 0,00 ini berarti bahwa p < 0,05 sehingga antara mean empirik dan

mean teoritik terdapat perbedaan yang signifikan.

Tabel 8.

Uji Perbedaan (One SampleT-test)

N Mean SD Std

Error

df t p

Total 64 90,75 26,381 3,298 63 27,520 0,00

Keterangan:

Taraf signifikansi (5%, two-tailed)

N : Jumlah subjek

SD : Besarnya standar deviasi

t : Hasil perhitungan uji-t

p : Probabilitas

4. Kategorisasi

Kategorisasi sikap remaja putri terhadap eksibisionisme melalui

webcam saat chatting dilakukan dengan mengacu pada rata-rata skor dan

standar deviasi. Penggolongan tersebut terbagi menjadi lima kategori yaitu:

(61)

Tabel 9.

Kategorisasi Sikap Remaja Putri Terhadap Eksibisionisme Melalui Webcam Saat Chatting

Kategorisasi Norma Kategorisasi Norma Skor f %

Sangat Tinggi (μt +1,5σ)<X 177,936< X 0 0%

Tinggi (μt +0,5σ)<X≤(μt +1,5σ) 149,132<X≤177,936 4 6,25%

Sedang (μt –0,5σ)<X≤(μt +0,5σ) 120,868< X≤149,132 3 4,688%

Rendah (μt –1,5σ)<X≤(μt –0,5σ) 92,604< X≤120,868 19 29,688%

Sangat Rendah X≤(μt –1,5σ) X ≤92,604 38 59,375%

Total 64 100%

Keterangan:

μt : Mean Teoritik

σ : Standar Deviasi

Berdasarkan kategorisasi, dapat dilihat bahwa sikap terhadap

eksibisionisme melalui webcam saat chatting rendah. Hal ini terlihat dari 64

subjek, 19 subjek (29,688%) berada pada kategori rendah dan 38 subjek

(59,375%) berada pada kategori sangat rendah.

5. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat sikap remaja putri terhadap

eksibisionisme melalui webcam saat chatting. Dari hasil analisis terihat bahwa

mean empirik lebih rendah dari mean teoritik (90,75 < 135) dan berdasarkan

analisis uji-t yang telah dilakukan didapatkan bahwa p < 0,05 (p = 0,00), yang

Gambar

Tabel 1. BLUE PRINT
Tabel 4. Presentase Subjek Penelitian
Tabel 5.
Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

I am going to address this research in order to fill the gap in the literature, since most of the previous vocabulary-related theses in FLL SCWU merely discussed the learning and

Puji dan syukur atas berkat dan rahmat Allah Bapa Yang Maha Kuasa, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ PERADILAN PROFESI TERHADAP POLISI PELAKU

Kabupaten Kolaka, bersama ini kami minta kepada saudara menghadiri Pembuktian Kualifikasi.

The study aims to explain the sectors controlled by Bugis ethnicity as migrants on the Sebatik Island in the Indonesia-Malaysia border in the dynamics of border communities

Switch: Si el host está conectado a un switch, y el puerto del switch está configurado como Full Duplex (o Auto negociación), entonces la NIC Ethernet del host elige Full Duplex..

The high differences of birth, weaning and yearling weight may be caused by genetic factors where Boerawa goat is a result of female Etawah grade and male Boer crossbreeding,

[r]

merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan