SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Melinda Tutas Indini
NIM : 039114035
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
menanggung semua konsekuensi…
(linda, 2008)
Cinta seperti sebuah pasir disaat kau genggam terlalu keras, dia akan mengalir melalui celah-celah jarimu, tetapi disaat kau genggam dia dengan kelembutan dan kasih sayangmu, dia akan terus berada di tanganmu…
(Chicken Soup, 2001)
Saat engkau merasa cinta itu hilang, renungkan dan perhatikanlah, cinta hadir dalam bentuk lain…
(NN, 2005)
Disaat aku jatuh… mereka selalu ada dan menarikku hingga aku berdiri dan bersanding tegak dengan mereka…
Disaat aku marah.. mereka menarikku dan memelukku untuk menenangkanku…
Disaat aku tidak tau apa yang kutuju, mereka meminjamkan telunjuknya untuk memberiku arah…
Karya ini kupersembahkan untuk: Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW Ayah, Ibu, dan Adik-adikku
My Special Person...
Dan sahabat-sahabat terbaikku...
Yang selalu penuh dengan kesabaran, kekuatan, dukungan, doa, dan sandaranku..
As a joke to laugh, as a shoulder to cry on...
ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai sikap remaja putri terhadap eksibisionisme melalui webcam saat chatting. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif. Penelitian dilakukan di Yogyakarta dengan subjek sebanyak 64 orang yang pernah melihat eksibisionisme melalui webcam saat chatting. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang dibuat sendiri oleh peneliti. Pembuatan skala berdasarkan 3 aspek yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Keseluruhan aitem berjumlah 50 aitem. Analisis aitem menggunakan Product Moment Pearson. Estimasi reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik
Cronbach Alpha yang menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,978.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean empirik dari sikap terhadap eksibisionisme dengan mean teoritiknya (p = 0,00). Dimana mean empirik lebih rendah dibanding mean teoritiknya. Maka dapat disimpulkan bahwa sikap remaja putri terhadap eksibisionisme melalui
webcam saat chatting tergolong rendah.
Kata Kunci: Sikap, Remaja Putri, Eksibisionisme
Psychology Faculty Sanata Dharma University
ABSTRACT
This research was aimed to know the tendency of female adolescent’s attitude to exibisionism students on webcam in the chatting. The method used in this research was quantitative method. The data gathered from this research was analyzed by descriptive statistic analysis. Research was conducted in Yogyakarta. The total subject in this research was 64 female adolescents. The instrument for this research was made by researcher, based on 3 attitude indicators: cognition, affective, conation. There were 50 items in the instrument. Items were analyzed using The Product Moment Pearson Correlation. Reliability is analyzed by Cronbach Alpha obtain of coefficient reliabilities of equal to 0,978.
The result showed there’s a significant difference between the empiric mean of female adolescent’s attitude and the theoretic mean (p = 0,00). The empiric mean of the female adolescent’s attitute were lower compared with theoretic mean.. The result showed that female adoescent’s attitude to exibisionism students on webcam in the chatting is low.
Key Words: Attitude, Female Adolescent, Exibisionism
waktunya bahkan Ia menciptakan rencana yang indah untuk kita yang percaya. Kuasa dan uluran tangan-Nya menyempurnakan setiap pekerjaan kita, dan berkat kasih-Nya yang tak berkesudahan jugalah tugas penulisan skripsi ini dapat selesai.
Selama proses penulisan skripsi ini telah banyak pihak yang membantu dan mendukung baik mental maupun spiritual, pikiran maupun waktu. Oleh karena itu penulis menghargai segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang atas ijinNya Skripsi ini selesai dan menjadikan waktu yang
indah dalam rencanaNya “Allah, thanks a lot, without You im nothing”
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi banyak masukan, semangat, dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.
4. Ibu Sylvia Carolina M. Y. M. S.Psi., M.Si. selaku Ketua Program Studi sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi, ”Makasih buat saran, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan selama pembuatan skripsi saya ya bu… Banyak
cerita yang telah disharingkan, dan semoga hubungan yang baik ini tetap
terjaga, amin. Banyak hal yang saya pelajari dari ibu”
hehe..”
6. Mas Gandung, Mba Nani, Mas Muji, Mas Dony, ”Makasih buat bantuan kalian selama ini... ”
7. Buat Ayah dan Ibu,”Makasih buat doa, kasih sayang, dukungan dan kepercayaan yang telah kalian berikan. Sekarang saatnya aku bisa berbuat
sesuatu untuk kalian, aku janji akan jadi anak yang berbakti, ayah, ibu dan
akan membuat kalian bangga dan bahagia”
8. Buat Tiva, Andi, Putri, adik-adikku yang aku sayang ”Makasih ya, de’, buat dukungan kalian, aku bangga punya adik-adik seperti kalian, dan aku yakin
kalian bisa jadi yang terbaik”
9. Keluarga Batik dan Hotel Seno ”Terima kasih telah mendampingiku sejak aku kecil sampai sekarang ini, kalian tidak akan pernah aku lupa”
10.Om Dono, Tante Herni, Donna, Doni “Terima kasih untuk kasih sayang dan perhatian kalian selama ini, kalian pendengar yang baik untukku”
11.Tante Tatik ”Terima kasih untuk perhatian dan kasih sayangmu, aku minta maaf kalau ada salah sama tante. Aku selalu berharap dan berdoa yang
terbaik untukmu”
12.Budhe Nuryati Atamimi dan Padhe Rasimin BS, selaku Dosen Psikologi UGM “Terima kasih untuk bimbingan dan dampingan kalian”
Diaz, Mbak Indah, Dani, Nita, Nia, Deki, Hendra, Bang Windu, Mbak Kiki, Mbak Sari, “Terima kasih untuk dukungan dan keceriaan yang telah kalian berikan”
14.Keluarga Bangka (esp. Nek Cik, Bi Sarah, Bi Nunun dan Keluarga, Nek Ciing dan keluarga), Purworejo dan Lampung (esp. Om Rizal dan keluarga) “Terima kasih untuk kasih sayang dan perhatian kalian”
15.Bobby, Sony, Okto “Terima kasih untuk bagian hidup yang pernah kalian berikan. Keep in Touch ya”
16.RM. Andretta Christialdi “Makasih buat kenangan indah yang pernah kamu kasih ke aku, aku ngga akan pernah lupa hal berharga itu.. hope u can reach
ur happiness”
17.Stephen Gunn, my boyfriend “Thanks so much for what u’ve have done for me. That means so much. Your support, pray, trust made me strong. Thanks
too for being a good listener to me ya. Luv’n’ miss u always ” 18.Mas Danang “Makasih udah kasih aku 1st Job ya”
19.My beloved bestfriend Tanti, Joe, Hellen, Angga “Love you, guys. Makasih udah jadi sahabat-sahabat terbaikku, yang selalu ada untuk aku”
20.Mamah Ohaq, Kak Kreez, Nyitnyit, Windra, Eyang, Ricky, Ye, Neri, Suko, Danang, Sapi, Tina, Nana, Mula, Anak-anak Patria, Retno, Iwan, Ida, Ima, Wenny, Wiwied, Widuri, Marient, Abang Uchox, ci Cynthia, Mia, Linda,
2003 dan 2002,”Makasih dah mau jadi temanku…Makasih buat semua dukungan dan perhatian kalian...Kalian bikin hidup jadi lebih berwarna…”
21.Semua Temen-temen KKN: Non, Vian, Punto, Valent, Ika, ”Makasih dah mau berbagi dalam susah maupun senang selama 3 minggu di Bayanan.
Unforgetable Moments...”
22.Mas Ian ”Terima kasih telah memprkenalkan aku pada dunia yang sangat luas dan pengalaman yang berharga”
23.Bapak dan Ibu Guru SD Suryodiningratan III, SLTP 10, SMU BOSA , Dosen Sadhar, dan semua orang yang telah mengajariku banyak hal,”Makasih dah mengenalkan dunia pendidikan kepadaku, membimbingku dan menasehatiku...
Jasamu tiada tara...”
24.Evi Sensei ”Makasih buat ajaran bahasa jepangnya, tetap menjadi guru gaul ya, Sensei hehehe”
25.Bapak Indro ’Kimpling’ Suseno, Ibu Kim, Mbak Nunuk Ambarwati, Pak Soekeno, Pak Sugiharto Soeleman, Pak Bambang Sukmonohadi, GBPH Hadiwinoto ”Terima kasih atas bimbingan dan dukungan kalian, kesempatan yang telah kalian berikan, nasehat, kalian sudah seperti keluargaku sendiri”
26.Staff Jogja Gallery [Ibu Endah, m’Dewi, m’ Elly, m’Febri, Sella, Feri, m’ Daru, m’ Noris, m’ Tanto, m’ Nanang, m’ Eko, Aji, Jovan, Putri, Nana, Fai, Ipank, m’Atik, Krisna, m’ Puji, Rendra, Pak Man, Pak Gie, OB] , KABARE
’gojlokan’nya, aku jadi tambah pengalaman dan kemampuanku
berkomunikasi. Makasih juga buat supportnya”
27.Semua orang yang pernah penulis kenal dan telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini namun tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini juga memiliki kekurangan di dalamnya, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Penulis sangat menghargai segala bentuk kritikan dan saran yang membangun dari pembacanya. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca dan semua pihak.
Yogyakarta, 18 November 2008
Penulis
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xv
DAFTAR TABEL ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. LANDASAN TEORI ... 8
A. Sikap... 8
1. Pengertian Sikap... 8
2. Teori Sikap... 9
3. Komponen Sikap... 16
4. Ciri-ciri Sikap... 17
5. Sikap dan Perilaku... 17
B. Remaja... 18
1. Pengertian Remaja... 18
2. Perkembangan yang Dialami Remaja... 19
3. Sikap Remaja Terhadap Seksualitas... 22
C. Eksibisionisme...24
D. Sikap Remaja Putri Terhadap Eksibisionisme Melalui Webcam Saat Chatting... 28
D. Subjek Penelitian ……… 32
E. Alat Pengumpulan Data ... 33
F. Pertanggungjawaban Mutu ... 35
1. Validitas Isi ... 35
2. Seleksi Aitem ... 35
3. Reliabilitas ... 35
G. Persiapan Penelitian... 36
1. Uji Coba Alat Ukur... 36
2. Reliabilitas, Validitas, dan Seleksi Aitem Skala Sikap Remaja Putri Terhadap Eksibisionisme Melalui Web- cam Saat Chatting... 36
H. Metode Analisis Data... 38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
A. Orientasi Kancah Penelitian ... 39
B. Hasil dan Pembahasan ... 40
1. Uji Normalitas... 40
2. Deskripsi Hasil Penelitian... 40
3. Uji Perbedaan... 42
4. Kategorisasi... 43
5. Pembahasan... ... 44
BAB V. PENUTUP ... 49
A. Kesimpulan ... 49
B. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 51
LAMPIRAN ... 55
TABEL 3: Distribusi Skala Sikap Remaja Putri Terhadap
Eksibisionisme Melalui Webcam Saat Chatting ... 37
TABEL 4: Presentase Subjek Penelitian... 39
TABEL 5: Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov ... 40
TABEL 6: Deskripsi Data Penelitian ... 41
TABEL 7: Aspek-aspek Sikap... 42
TABEL 8: Uji Perbedaan (One Sample T-test) ... 43
TABEL 9: Kategorisasi Sikap Remaja Putri Terhadap Eksibisionisme Melalui Webcam Saat Chatting……… 44
SKRIPSI
SIKAP REMAJA PUTRI TERHADAP EKSIBISIONISME MELALUI
WEBCAM PADA SAAT CHATTING
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Masyarakat modern seperti sekarang ini membutuhkan hal-hal yang
bersifat efisien tetapi menghasilkan sesuatu secara maksimal. Kebutuhan ini
menjadi mungkin dengan berkembangnya teknologi. Salah satu contoh nyata
perkembangan teknologi yang sangat membantu masyarakat baik anak-anak
ataupun orang dewasa adalah internet. Internet berkembang pesat seiring dengan
kebutuhan masyarakat akan informasi dan efisiensi waktu. Misalnya mahasiswa
dapat mengakses bahan kuliah dari internet atau melihat informasi lowongan
pekerjaan. Hal ini memudahkan individu untuk mendapatkan informasi secara
efektif dan efisien.
Internet semakin populer dikalangan masyarakat dan menjadi suatu
kebutuhan primer. Prayitno mengatakan bahwa menurut data penelitian pengguna
internet di Indonesia mencapai 4,2 juta jiwa pada tahun 2001 dan terus meningkat
hingga saat ini (http://www.goechi.com/newsletter.html). Selain itu, terlihat dari
Penggunaan internet ini memudahkan individu untuk menggali berbagai
informasi dari seluruh dunia. Deddy Sinaga (Koran Tempo, 19/02/08)
mengatakan bahwa situs internet menjadi semakin kompleks beberapa tahun
terakhir ini. Banyak fitur seperti rekaman video, mesin pencari informasi, musik
dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan teknologi, menurut Deddy,
muncul layanan electronic mail (email) dan chatting yang memungkinkan
individu untuk menjalin relasi dengan orang lain di berbagai belahan dunia.
Chatting atau IRC (Internet Relay Chat) secara sederhana dapat diartikan
berbicara satu sama lain. Zwicky (2000) mengartikan chatting (IRC) sebagai
sistem berkomunikasi dengan semua pengguna internet yang menggunakan
fasilitas IRC pada saat itu juga melalui pesan tertulis.
Penggunaan IRC sangat populer meskipun hanya menggunakan pesan
tertulis karena komunikasi ini sangat murah dibandingkan surat atau telepon.
Seiring kemajuan teknologi pengguna IRC dapat menggunakan fasilitas kamera
komunikasi via internet atau live action web camera (webcam) yang membuat
pengguna IRC dapat melihat pengguna IRC lainnya secara langsung. Namun,
penggunaan webcam ini dapat menumbuhsuburkan sisi negatif dari fasilitas
komunikasi visual jarak jauh yaitu eksibisionisme
(http://janganbugildepankamera.wikidot.com/bab5-07). Farouk (2008)
mengatakan bahwa dengan webcam para pornografer mampu menyajikan aktifitas
seksual secara langsung dan memudahkan pemakai untuk ikut dalam petualangan
Eksibisionisme dapat diartikan sebagai kegemaran untuk mendapatkan
kepuasan seksual dengan memperlihatkan alat kelamin sendiri secara sengaja
kepada penonton yang tidak menyukainya (Kartono, 2000). Nevid, Rathus, &
Greene (2005) mengatakan bahwa eksibisionisme merupakan salah satu jenis
parafilia yang melibatkan dorongan yang kuat dan berulang untuk menunjukkan
alat genitalnya pada orang asing yang bertujuan agar korban terkejut atau
terangsang.
Berdasarkan definisi eksibisionisme ini dapat dilihat bahwa sasaran utama
dari pelaku adalah reaksi orang tersebut yang dapat membangkitkan rasa
menguasai dan meningkatkan keterangsangan seksual mereka (Nevid et al., 2005).
Webcam dan chatting mempermudah mereka untuk mengekspresikan
penyimpangan seksual yang di derita. Kemajuan teknologi ini memenuhi dua
syarat bagi pelaku eksibisionisme yaitu adanya jarak dengan korban dan tidak
adanya hubungan seksual aktif dengan korban seperti yang dikemukakan oleh
Kaplan (dalam Seligman, 2001). Pelaku ini dapat melihat ekspresi korban melalui
webcam atau komentar dalam pesan tertulis mereka. Misalnya, dengan menulis
komentar-komentar tentang adegan tersebut. Selain itu, dengan menggunakan
webcam, kecil kemungkinan pelaku eksibisionisme ini dilaporkan kepada pihak
yang berwajib oleh korban sehingga menjamin keamanan mereka. Hal ini
membuat kesempatan besar bagi para pelaku untuk memenuhi fantasi seksual
mereka. Pernyataan yang serupa juga dikemukakan oleh Farouk (2008) yang
mengatakan bahwa penyebab maraknya bugil di depan kamera adalah rendahnya
Perilaku eksibisionisme melalui webcam ini menimbulkan berbagai reaksi
dari individu. Banyak individu yang menanggapi hal ini secara negatif seperti
merasa jijik, takut, malu, atau mengecam dengan pertimbangan moralitas. Namun,
tidak sedikit pula individu yang menanggapi secara positif akibat adanya
pergeseran nilai. Perilaku yang tampak ini menjadi hal yang diinginkan oleh
pelaku ekshibisionisme saat mempertontonkan alat kelaminnya karena mereka
memperoleh kepuasan yang terkadang disertai dengan pertanyaan-pertanyaan
terhadap korbannya. Korban dari eksibisionisme secara umum adalah wanita.
Menurut penelitian (Set, 2007), wanita sering menggunakan fasilitas
chatting untuk memenuhi kebutuhannya yaitu bersosialisasi, menemukan
pasangan (dating) atau berorientasi seksual. Jumlah wanita pengguna fasilitas
chatting bahkan mencapai dua kali lipat dari jumlah pengguna pria. Artinya, tidak
sedikit wanita yang menggunakan fasilitas webcam untuk semakin melengkapi
kebutuhan mereka. Banyaknya wanita pengguna webcam ini menjadi salah satu
alasan semakin banyak perilaku eksibisionisme melalui webcam saat chatting.
Suatu presentase dalam suatu penelitian (Set, 2007) menunjukkan bahwa 83%
wanita pengguna internet senang dengan hal-hal yang berkaitan dengan
seksualitas baik pornoaksi maupun pornografi bahkan hal tersebut bukanlah
sesuatu hal yang asing untuk remaja usia 15 tahun keatas.
Perilaku remaja ini disebabkan karena remaja mulai mengembangkan
sikap baru pada lawan jenis seiring dengan kematangan seksual mereka. Remaja
mulai mengembangkan sikap dan minat terhadap seksualitas. Mereka berusaha
berbagai informasi mengenai seksualitas dari berbagai sumber termasuk melalui
internet. Pernyataan ini didukung pula oleh Farouk (2008) yang mengatakan
bahwa 89% chatting anak-anak muda berkonotasi seksual. Melihat kenyataan
tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa reaksi ini membuat eksibisionisme semakin
berkembang di internet.
Reaksi individu merupakan suatu sikap individu terhadap objek sikap.
Krech dan Crutchfield (1948) mengemukakan bahwa sikap adalah organisasi yang
bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual dan kognitif
mengenai beberapa aspek dunia individu (dalam Sears, Freedman & Peplau,
2005). Sedangkan Secord dan Backman (dalam Azwar, 2005) mendefinisikan
sikap sebagai keteraturan tertentu dalam afeksi, kognisi dan konasi individu
terhadap lingkungannya.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bahwa
sikap adalah keadaan mental individu yang meliputi reaksi afektif, kognitif, dan
konatif terhadap suatu obyek, yang dapat menimbulkan perasaan suka atau tidak
suka yang dapat mendorong munculnya suatu perilaku.
Perasaan suka dan tidak suka terhadap suatu hal sebagai hasil dari sikap
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut oleh individu. Rosenberg mengatakan
bahwa sikap tidak dapat lepas dari nilai-nilai dan keyakinan yang dianut individu
terhadap sesuatu yang dapat mempengaruhi reaksi yang menyenangkan atau tidak
pada individu (dalam Azwar, 2005). Nilai yang dianut individu berbeda satu
dengan yang lainnya sehingga sikap yang terbentuk saat seseorang melihat
individu yang menolak karena menganggap hal tersebut masih tabu dan tidak
sesuai dengan budaya timur. Tetapi tidak sedikit pula yang menerima adanya
eksibisionisme, salah satu alasannya adalah kebutuhan seksual individu yang
didukung oleh perasaan aman dan kebebasan untuk mengakses hal-hal yang
berkaitan dengan seksualitas melalui internet, chatting atau webcam (Marini, D.,
komunikasi pribadi, 2 Maret, 2008). Sedangkan Ebes (komunikasi pribadi, 6
Februari, 2008) mengatakan bahwa eksibisionisme merupakan ekspresi untuk
menunjukkan kejantanan dan hal tersebut wajar di jaman modern ini.
Jadi, terlihat disini bahwa di satu sisi remaja mulai mengembangkan sikap
terhadap lawan jenis sehingga remaja berusaha untuk memenuhi
keingintahuannya terhadap seksualitas tetapi di sisi lain remaja terbatasi oleh
norma-norma sosial. Melihat hal tersebut, peneliti ingin melihat bagaimana sikap
remaja putri terhadap eksibisionisme melalui webcam pada saat chatting.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana sikap remaja terhadap eksibisionisme melalui webcam pada
saat chatting?
C. TUJUAN PENELITIAN
Peneliti ingin melihat sikap wanita terhadap eksibisionisme melalui
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Praktis
Peneliti diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai sikap remaja putri terhadap eksibisionisme melalui webcam pada
saat chatting, sehingga mampu menumbuhkan sikap berhati-hati terhadap
eksibisionisme melalui webcam dan mengembangkan sikap menolak terhadap
eksibisionisme agar tidak semakin berkembang.
2. Manfaat Teoritis
Peneliti diharapkan dapat memperkaya kajian teoritis dalam psikologi
perkembangan mengenai sikap remaja putri terhadap eksibisionisme melalui
BAB II
LANDASAN TEORI
A. SIKAP
1. Pengertian Sikap
Istilah sikap pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer pada tahun
1862, dimana sikap diartikan sebagai status mental seseorang (Azwar, 2005).
Allport berpendapat bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari
kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh
dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua subyek dan situasi
yang berkaitan dengannya (Sears et al., 1985).
Krech dan Crutchfield (1948) mengemukakan bahwa sikap adalah
organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional,
perseptual dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu (Sears et al.,
2005). Menurut Louis Thurstone (1928), Rensis Likert (1932), dan Charles
Osgood sikap adalah suatu bentuk reaksi perasaan terhadap suatu objek
(Azwar, 2005). Sedangkan Secord dan Backman (Azwar, 2005)
mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam afeksi, kognisi dan
konasi individu terhadap lingkungannya. Karena itu sikap merupakan suatu
yang konsisten dari individu. Sikap meliputi penilaian dan reaksi
menyenangkan atau tidak terhadap orang, objek, atau aspek kehidupan
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan oleh peneliti
bahwa sikap adalah keadaan mental individu yang meliputi reaksi afektif,
kognitif, dan konatif terhadap suatu objek, yang dapat menimbulkan perasaan
suka atau tidak suka yang dapat mendorong munculnya suatu perilaku.
2. Teori Sikap
a. Teori Belajar
Pendekatan ini dikemukakan oleh Hovland dkk (1953) yang
berasumsi bahwa sikap dipelajari sama halnya dengan kebiasaan lain
(Sears et al., 1985). Setiap individu dalam hidupnya akan mempelajari
suatu hal, mendapatkan informasi atau fakta-fakta. Secara tidak langsung
individu juga mempelajari perasaan-perasaan dan nilai-nilai terhadap
hal-hal tersebut. Teori ini memandang bahwa manusia merupakan makhluk
yang pasif dimana sikap ditentukan oleh pembelajaran dari stimulus yang
dihadapi.
Afeksi dan kognisi dipelajari melalui tiga cara, yaitu: asosiasi,
peneguhan kembali, dan imitasi. Pembelajaran melalui asosiasi ini
terbentuk apabila muncul stimulus pada saat dan tempat yang sama.
Misalnya, saat akan membeli makanan, seorang teman mengatakan nama
makanan itu dengan nada jijik, hal itu akan menimbulkan antara perasaan
negatif dengan makanan tersebut. Peneguhan kembali merupakan
penguatan positif atau negatif terhadap suatu objek. Misalnya, seorang
mahasiswa kuliah di psikologi, kemudian ada temannya yang mengatakan
mahasiswa itu semakin mantap memilih jurusan itu. Imitasi berarti
menirukan orang lain yang dianggap kuat dan penting .
b. Teori Insentif
Teori ini memandang pembentukan sikap terjadi karena ada proses
menimbang baik buruknya suatu hal dan kemudian dicari mana yang
terbaik.
Ada dua versi teori insentif:
i) Teori Respon Kognitif (Cognitive Response Theory)
Teori ini mengasumsikan bahwa individu memberi respon
terhadap suatu komunikasi dengan beberapa pemikiran positif atau
negatif dimana hal ini menentukan apakah sikap individu itu akan
berubah atau tidak. Hal ini menunjukkan bahwa teori ini memandang
individu sebagai pemroses aktif pada pesan yang diterima.
ii) Teori Nilai Ekspektansi (Expectancy-value Theory)
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa individu akan
cenderung mengarah pada posisi yang akan membawa individu pada
kemungkinan hasil yang terbaik untuk dirinya. Individu akan
memaksimalkan nilai berbagai hasil atau akibat dari suatu hal.
c. Teori Konsistensi Kognitif
Teori Konsistensi kognitif ini berasumsi bahwa individu
mempunyai ketidakkonsistenan kognisi yang membuat individu berusaha
kognisi. Motif utama dari teori ini adalah setiap individu akan terus
berusaha mempertahankan dan memperbaiki konsistensi kognisinya.
Ada empat versi dari pendekatan ini:
i) Teori Keseimbangan (Balance Theory)
Heider (1958) mengatakan bahwa teori ini meliputi tekanan
konsistensi diantara akibat-akibat dalam sistem kognitif yang
sederhana (Sears et al., 1985). Sistem ini terdiri dari dua objek (salah
satunya orang lain), hubungan objek, dan pandangan keduanya
terhadap objek.
Sistem dikatakan seimbang apabila individu sependapat dengan
orang yang disukai dan tidak sependapat dengan orang yang tidak
disukai. Demikian juga sebaliknya. Ketidakseimbangan dapat
menimbulkan tekanan perubahan sikap pada individu sehingga
individu cenderung untuk berubah ke susunan yang seimbang. Apabila
tidak tercapai keseimbangan maka akan terjadi ketegangan pada diri
individu.
ii) Teori Konsistensi Kognitif-Afektif
Teori ini dikemukakan oleh Rosenberg yang mengasumsikan
bahwa afeksi sangat mempengaruhi pendirian dan keyakinan
seseorang. Perasaan inidividu ini akan memperoleh kognisi yang
diperlukannya sehingga akan diperoleh kognisi yang konsisten dengan
kebutuhan untuk mencapai dan memelihara konsistensi (Azwar,
2005).
Rosenberg juga menekankan bahwa perubahan sikap dapat
terjadi apabila terjadi tekanan-tekanan yang kuat pada afeksi individu.
iii) Teori Ketidaksesuaian/Disonansi Kognitif (Cognitive
Dissonance)
Disonansi kognitif diartikan sebagai kondisi psikologis yang
tidak menyenangkan yang terjadi akibat adanya konflik antara dua
kognisi (Azwar, 2005). Teori ini pertama kali dikemukakan oleh
Festinger (1957). Wujud utamanya adalah ketidaksesuaian kognitif.
Ketidaksesuaian ini dapat menyebabkan ketidakkonsistenan sikap dan
perilaku individu yang bersumber pada dua masalah pokok yaitu:
akibat pengambilan keputusan dan akibat perilaku yang bertentangan
dengan sikap.
Pada dasarnya individu cenderung bersifat konsisten dan
menghindari ketidakkonsistenan antara sikap dan perilaku. Namun,
individu dihadapkan pada kenyataan bahwa perilaku inidividu
seringkali irasional (Azwar, 2005). Disonansi kognitif terjadi apabila
terdapat dua unsur yang relevan tetapi tidak konsisten satu sama lain.
Sedangkan disonansi terjadi apabila terdapat dua unsur yang tidak
relevan dan tidak konsisten satu sama lain. Disonansi membuat
berusaha untuk mencapai konsonansi yang terjadi karena adanya dua
unsur yang relevan.
iv) Teori Atribusi
Teori ini mengasumsikan bahwa individu bersikap berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan dari afeksi dan kognisi mereka sendiri
secara sadar.
d. Teori Fungsional
Teori ini dikemukakan oleh Kanz yang mengatakan bahwa dalam
memahami sikap menolak atau menerima perubahan harus dilihat motivasi
yang melatarbelakanginya.
Sikap mempunyai fungsi psikologis yang berbeda antara individu
satu dengan individu lain. Bagi individu, fungsi ini juga mempengaruhi
bagaimana tingkat konsistensi dalam bersikap terhadap objek tertentu dan
tingkat mengubah sikap.
Ada lima fungsi sikap:
i) Fungsi Instrumental
Fungsi ini menekankan pada keinginan umum individu untuk
mendapatkan keuntungan dan menghindari hukuman.
ii) Fungsi Pengetahuan
Sikap dianggap memiliki fungsi pengetahuan karena sikap
membantu individu dalam memahami apa yang ada disekelilingnya
iii) Fungsi Nilai Ekspresif
Sikap mampu mencerminkan nilai-nilai ataupun konsep yang
ada pada diri individu. Sikap yang berasal dari konsep ini sulit dirubah
dan cenderung konsisten pada diri individu.
iv) Fungsi Pertahanan Ego
Sikap yang cenderung melindungi individu dari kecemasan
yang dihadapi dikatakan memiliki fungsi pertahanan ego. Seperti yang
dijelaskan oleh Freud (dalam Hall, 1993) pada pertahanan egonya yang
disebut proyeksi dimana individu mengubah kecemasan neurotik
menjadi ketakutan objektif yaitu dengan cara menekan impuls yang
tidak dapat diterima kemudian menunjukan sikap bermusuhan
terhadap orang yang mempunyai impuls yang sama.
v) Fungsi Penyesuaian Sosial
Sikap dikatakan mempunyai fungsi penyesuaikan sosial karena
sikap dapat membantu individu dalam beradaptasi terhadap
lingkungannya. Sikap dapat berubah apabila norma sosial berubah.
e. Teori Tiga Proses Perubahan
Kelman (dalam Azwar, 2005) mengemukakan bahwa ada proses
yang sangat berguna dalam memahami fungsi pengaruh sosial terhadap
perubahan sikap. Ada tiga proses sosial yang berperan dalam perubahan
i) Kesediaan
Proses ini terjadi saat individu mau menerima pengaruh dari
orang lain semata-mata agar mendapatkan reaksi positif dari orang lain
tersebut. Perubahan ini tidak berdasarkan dari hati kecil individu
sendiri sehingga lebih cenderung mengubah perilaku dan bukan sikap
yang mendasari sehingga tidak dapat bertahan lama.
ii) Identifikasi
Proses ini terjadi karena individu menirukan pihak lain yang
bertujuan untuk mendapat bentuk yang menyenangkan dari sebuah
hubungan antara individu dengan pihak lainnya. Proses ini tidak
sekedar meniru sikap orang lain tetapi juga ada pengambilan sikap
yang diperkirakan akan mendatangkan reaksi positif atau persetujuan
dari pihak lain.
iii) Internalisasi
Proses ini terjadi apabila individu menerima pengaruh dari
orang lain dan bersedia bersikap sesuai dengan pengaruh tersebut
dikarenakan adanya kesesuaian antara pengaruh tersebut dengan
keyakinan dan sistem nilai yang ada dalam diri individu. Biasanya
sikap ini akan cenderung dipertahankan dan tidak akan berubah
apabila tidak ada perubahan dalam sistem nilai dari individu yang
3. Komponen Sikap
Sikap tidak akan pernah terlepas dari komponen-komponen
pembentuknya. Ada tiga komponen penting dalam pembentukan sikap, yaitu:
a. Afeksi
Komponen afeksi menyangkut keseluruhan masalah perasaan atau
emosi yang subyektif terhadap suatu objek tertentu. Reaksi emosional ini
banyak dipengaruhi oleh kepercayaan yang ada dalam diri individu
terhadap objek tertentu.
b. Kognisi
Komponen kognisi terdiri dari seluruh kognisi (persepsi dan
kepercayaan) yang dimiliki seseorang tentang apa yang benar mengenai
objek sikap tertentu (keyakinan, pengetahuan, dan fakta tentang objek).
Aspek kognitif membentuk stereotip dalam diri individu. Kepercayaan
merupakan aspek kognitif yang timbul dari apa saja yang telah kita lihat
atau ketahui yang dapat membentuk suatu ide dimana hal itu dapat
membuat kepercayaan individu berkembang. Baik itu pengalaman pribadi
atau hal-hal yang diceritakan oleh orang lain akan mempunyai peran
dalam terbentuknya kepercayaan.
c. Konasi
Komponen konasi menunjukkan perilaku yang mempunyai
kecenderungan untuk bereaksi atau bertindak terhadap objek tertentu.
Bagaimana seseorang bereaksi terhadap stimulus tertentu ditentukan oleh
berperilaku yang konsisten dan selaras dengan kepercayaan dan perasaan
seseorang akan membentuk sikap individual.
4. Ciri-ciri Sikap
Berdasarkan beberapa hal di atas dapat dilihat bahwa sikap
mempunyai ciri-ciri yaitu:
a. Sikap tidak dibawa sejak lahir melainkan dipelajari selama proses
perkembangan individu.
b. Dapat berlangsung lama maupun sebentar
c. Selalu ada hubungan positif atau negatif antara subjek dengan objek.
d. Dapat meliputi satu objek maupun sekumpulan objek.
e. Mengandung perasaan dan motif.
5. Sikap dan Perilaku
Sikap dan perilaku merupakan hal yang berkaitan antara satu sama
lain. Sikap dikatakan sebagai respons evaluatif (Azwar, 2005). Adanya respon
atau tidak tergantung pada stimulus yang bersangkutan, apakah stimulus
tersebut menghendaki adanya respon atau tidak. Respon didasari pada proses
penilaian dalan diri individu tentang suatu stimulus dalam bentuk baik-buruk,
positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan yang kemudian akan
membentuk suatu respon terhadap objek sikap.
Banyak penelitian mengenai sikap. Ada penelitian yang menunjukkan
bahwa hubungan antara sikap dan perilaku sangat kuat, sedangkan penelitian
lain menunjukkan bahwa hubungan antara sikap dan perilaku sangat lemah.
tergantung pada kekuatan sikap itu sendiri. Hal ini didukung oleh pernyataan
dari Fazio (dalam Azwar, 2005) yang menunjukkan bahwa pada saat orang
memikirkan dan mengekspresikan sikap mereka, perilaku mereka konsisten
dengan sikapnya.
Sumber kekuatan sikap ini ada dua hal yaitu pengalaman pribadi
individu dimana hal ini dapat membentuk dan mempengaruhi pemahaman
individu terhadap stimulus sosial baik itu positif atau negatif. Sumber
kekuatan sikap yang lain adalah kepentingan diri sendiri terhadap suatu
masalah.
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa sikap dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu informasi yang diterima oleh individu, pengaruh sosial dan
motivasi. Hal ini membuat individu memberikan respon yang berbeda-beda
terhadap suatu hal. Seperti halnya sikap remaja terhadap seksualitas yang memang
berkembang pada masa itu.
B. REMAJA
1. Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju ke masa
dewasa yang penuh gejolak dari kehidupan seseorang. Hall (Santrock, 2003)
mengatakan bahwa remaja merupakan masa storm and stress atau masa yang
penuh goncangan yang ditandai dengan konflik dan perubahan suasana hati.
perubahan fisik, kognisi, emosi, dan sosial yang berkisar pada perkembangan
seksual, proses berpikir abstrak sampai kemandirian.
Masa remaja berlangsung antara usia 12-21 tahun dengan pembagian
12-15 masa remaja awal, 15-18 tahun disebut masa remaja pertengahan, 18-21
tahun disebut masa remaja akhir.
2. Perkembangan yang Dialami Remaja
Remaja mengalami berbagai perubahan dalam perkembangannya
yaitu:
a. Fisik
Perubahan secara fisik yang dialami oleh remaja mencakup
perubahan eksternal, yaitu tinggi badan, berat badan, proporsi tubuh, dan
organ seks beserta ciri-ciri seks sekundernya. Perubahan internal adalah
perubahan pada sistem pencernaan, sistem peredaran dari darah, sistem
pernafasan, sistem endokrin dan jaringan tubuh (Hurlock, 1996).
b. Kognitif
Perubahan fisik yang terjadi mempengaruhi proses kognitif remaja,
dimana proses tersebut meliputi perubahan dalam pikiran, intelegensi dan
bahasa individu. Piaget (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa remaja
berusaha memahami dunianya untuk menyesuaikan diri biologis. Remaja
memahami dunianya dengan mengaitkan pengalaman pribadi yang satu
dengan yang lain tetapi juga menyesuaikan cara pikir mereka untuk
memasukkan informasi baru yang mereka terima untuk membuat
cara yaitu asimilasi dimana individu menggabungkan informasi baru ke
dalam pengetahuan yang dimiliki dan akomodasi dimana individu
menyesuaikan diri terhadap informasi baru. Menurut Piaget, masa remaja
berada dalam tahap pemikiran operasional formal, sehingga remaja sudah
mampu berpikir abstrak dan mengelolanya dengan pemikiran logis. Selain
itu, remaja juga berpikir kausalitas yaitu menyangkut hubungan sebab
akibat serta mempunyai pemikiran idealis tentang dirinya dan orang lain.
Menurut Vygotsky (dalam Santrock, 2003), pemikiran remaja berkembang
dengan adanya hubungan sosial. Remaja sangat membutuhkan bimbingan
dari orang lain yang lebih dewasa untuk menyelesaikan masalah yang
rumit, meskipun demikian remaja tetap mempunyai tanggung jawabnya
sendiri. Namun, banyak remaja yang cenderung menolak bantuan orang
lain karena merasa bahwa dirinya mampu menyelesaikan layaknya oarang
dewasa. Banyak remaja yang mengalami kegagalan dalam menyelesaikan
masalahnya, karena jauh dari harapan mereka sendiri (Hurlock, 1996).
c. Sosio-emosional
Sosio-emosional juga berkembang pada remaja seiring dengan
perkembangan individu. Secara emosi, remaja cenderung meluap-luap, hal
ini erat hubungannya dengan perkembangan hormon. Selain itu, remaja
cenderung punya banyak keinginan tetapi tidak dapat terpenuhi. Di sisi
lain remaja ingin menambah pengetahuan tetapi di sisi lain merasa belum
yang dapat membingungkan dirinya atau orang lain. Remaja cenderung
mencari cara untuk memuaskan keingintahuannya.
Secara sosial, remaja cenderung senang menarik perhatian
lingkungannya, terikat kelompok serta mulai mengembangkan sikap
tertarik dengan lawan jenis. Bagi remaja, kehidupan sosial sangat penting
sehingga tidak jarang remaja berusaha untuk memenuhi keinginan
sosialnya dibanding dengan keinginannya sendiri (Monks, 2002). Remaja
melakukan banyak penyesuaian diri terhadap kehidupan sosialnya. Yang
tersulit adalah menyesuaikan diri dengan meningkatnya pengaruh
kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokkan
sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam persahabatan, dukungan dan
penolakan sosial serta dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 1980).
Remaja juga mengalami perkembangan moralitas dimana remaja
berada pada stadium 5 yaitu post-konvensional (Monks, 2002). Remaja
masih mau diatur oleh hukum-hukum umum yang berlaku. Meskipun kata
hati sudah mulai bicara tetapi penilaian belum timbul dari kata hati yang
belum diinternalisasi
Perubahan fisik, kognitif, moral, dan sosio-emosional yang saling
berkaitan satu sama lain membuat remaja mengalami perubahan sikap dan
perilaku. Perubahan minat dan pola perilaku mengubah nilai-nilai yang
dianut.
Masa remaja adalah masa menuju dewasa dimana dekat dengan
sebenarnya belum cukup siap menghadapinya. Oleh karena itu, remaja
menjadi memusatkan diri pada perilaku yang dianggap mencerminkan
suatu kedewasaan seperti merokok, minum minuman keras, menggunakan
obat-obatan terlarang, bahkan terlibat perbuatan seks.
3. Sikap Remaja Terhadap Seksualitas
Masa remaja merupakan saat terjadinya kematangan seksual yang
sesungguhnya, bersamaan dengan terjadinya perkembangan fisiologis
remaja. Mereka mulai mempunyai minat terhadap lawan jenis termasuk
minat terhadap berbagai kegiatan yang melibatkan laki-laki dan
perempuan dimana salah satunya adalah sikap dan minat pada seksualitas
(Hurlock, 1980). Minat ini muncul bila kematangan seksual telah tercapai
dan bersifat romantis dan disertai oleh keinginan yang kuat untuk
memperoleh dukungan dari lawan jenis.
Pada masa remaja ini, ada sikap-sikap yang diharapkan dimiliki
oleh setiap yang sering diwarnai dengan hal-hal yang sangat romantis yang
dan tidak realistis dimana unsur seksualitas ini lebih mendominasi. Sikap
ini tampak dalam segala kegiatan yang melibatkan laki-laki dan
perempuan.
Perubahan sikap remaja ini juga dipengaruhi oleh:
a. Hasrat seksual
Secara alami, remaja mulai mempunyai hasrat seksual dan mereka
b. Aturan seksual
Aturan seksual adalah pola yang khas bagaimana individu harus
bertingkah laku secara seksual. Pada hal ini, remaja putri mengaitkan cinta
dan hubungan seksual dan laki-laki yang mengetahui etika perempuan ini
biasanya menjadi memanfaatkan.
c. Sosial dan budaya
Norma sosial dan budaya setempat akan memepengaruhi cara
pandang seseorang dan bagaimana individu harus bersikap terhadap
seksualitas. Apabila norma sosial dan budaya yang ada memperbolehkan
adanya pemenuhan hasrat seksual maka individu akan cenderung bersikap
positif terhadap seksualitas dan demikian pula sebaliknya.
Kebutuhan untuk memenuhi keingintahuan mengenai seksualitas
tersebut mendorong remaja untuk berusaha memenuhinya dengan mencari
banyak informasi mengenai seksualitas dari berbagai sumber, misalnya
dengan membaca buku, mencari informasi di internet, bertukar
pengalaman dengan teman atau melakukan percobaan seperti masturbasi,
bercumbu, atau bersenggama. Pada masa akhir remaja, sebagian besar dari
mereka telah mempunyai banyak informasi seks untuk memuaskan
keingintahuan mereka.
Berdasarkan uraian diatas yang disebut remaja adalah individu
yang berada dalam rentang usia 12-21 tahun dan yang menjadi subjek
tahun. Remaja putri pada masa itu telah matang secara seksual karena
telah mengalami menstruasi, mempunyai cukup informasi mengenai
seksualitas dan telah mampu mengambil keputusan dan bersikap. Selain
itu, remaja yang akan diteliti sudah pernah menjadi korban dari
eksibisionisme sebagai salah satu bentuk penyimpangan seksual yang
berkembang di internet.
C. EKSIBISIONISME
Kamus psikologi (Kartono, 2000) mengartikan eksibisionisme sebagai
paham untuk memamerkan. Lebih lanjut, Kartono (2000) menjelaskan bahwa
eksibisionisme adalah kegemaran untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan
memperlihatkan alat kelamin sendiri secara sengaja kepada penonton yang tidak
menyukainya. Perilaku ini bersifat kompulsif dan berada pada pengaruh
lingkungan yang tidak wajar.
Chaplin (1981) mengatakan eksibisionisme adalah kecenderungan
kompulsif untuk mempertontonkan bagian-bagian tubuh (alat kelamin) untuk
tujuan mendapat kegembiraan, kebirahian dan kepuasan seksual (Kartono, 1989).
Sedangkan, eksibisionisme dalam PPDGJ III (1993) didefinisikan sebagai salah
satu bentuk gangguan seksual yang cenderung berulang dan menetap dimana
penderita mempunyai dorongan seksual dan membangkitkan fantasi-fantasinya
dengan menunjukkan alat genitalnya pada orang asing. Kecenderungan ini terlihat
Nevid et al. (2005) mendefinisikan eksibisionisme sebagai salah satu jenis
parafilia yang melibatkan dorongan yang kuat dan berulang untuk menunjukkan
alat genitalnya pada orang asing yang bertujuan agar korban terkejut atau
terangsang. Coleman (1976) menyatakan bahwa eksibisionisme merupakan
penyimpangan perilaku yang menetap yang disebabkan oleh kondisi yang tidak
menyenangkan dengan memperlihatkan alat kelaminnya pada orang asing.
Bentuk-bentuk dari parafilia ini tidak dapat diterima oleh masyarakat.
Menurut APA dalam DSM IV (dalam Seligman, 2001) gangguan seksual
ini mempunyai kriteria sebagai berikut:
1. Berlangsung setidaknya enam bulan, berulang, seksualitas yang tinggi
yang menimbulkan fantasi, dorongan atau perilaku seksual yang
mempertontonkan alat genitalnya kepada orang tang tidak dikenalnya.
2. Fantasi-fantasi, dorongan atau perilaku seksual dikarenakan stress atau
gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau area penting lainnya.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpukan bahwa
eksibisionisme adalah bentuk gangguan seksual yang dilakukan oleh laki-laki
terhadap wanita yang berlangsung setidaknya selama enam bulan atau lebih,
berulang dan cenderung menetap dimana pelaku senang memamerkan alat
kelaminnya kepada orang yang tidak dikenalnya untuk melihat reaksi orang
tersebut yang dapat membuatnya bergairah dan merasakan kepuasan seksual.
Supratiknya (1995) mengatakan bahwa eksibisionisme digolongkan
1. Eksibisionisme akibat ketidakmatangan
Hal ini terjadi karena kurangnya informasi, ada perasaan malu
terhadap lawan jenis (wanita), dan meragukan kejantanannya tetapi
mempunyai hasrat untuk menunjukkan kejantanannya. Witzig (1968)
mengatakan bahwa eksibisionisme juga terjadi akibat ketidakmatangan
perkembangan peraturan tentang aturan seksual (Coleman, 1974). Kasus
eksibisionisme 60% berada pada kategori ini.
2. Eksibisionisme akibat dan sebagai penyaluran stress
Eksibisionisme ini biasanya terjadi pada lelaki yang telah menikah
tetapi kondisi rumah tangganya tidak harmonis. Eksibisionisme ini menjadi
sarana untuk membebaskan diri dari perasaan tertekan.
3. Eksibisionisme akibat dari bentuk psikopatologi lain
Eksibisionisme dilakukan oleh orang yang mengalami
gangguan-gangguan seperti retardasi mental, gangguan-gangguan otak, dan gangguan-gangguan lainnya.
Kebanyakan para pelaku eksibisionisme mengalami kesulitan dalam
mengendalikan perilakunya ini dan apabila orang yang melihat apa yang
dilakukannya merasa terkejut, takut atau terkesan maka hasrat seksualnya akan
semakin meningkat dan perilaku ini biasanya diikuti dengan masturbasi (Alloy,
Riskind & Manos, 2004). Murphy (dalam Seligman, 2001) mengatakan bahwa
pelaku akan ejakulasi saat mempertontonkan alat kelamin atau masturbasi setelah
melakukan tidakan tersebut. Pelaku eksibisionisme adalah laki-laki dan yang
Para pelaku eksibisionisme mempunyai fantasi bahwa orang yang
melihatnya akan terpuaskan secara seksual. Penderita yang tidak terpuaskan
secara seksual hanya akan merasa bangga sebentar yang diikuti dengan perasaan
jijik, malu, dan tidak enak. Pada umumnya perilaku para eksibisionis ini tidak
berbahaya dan tidak menyebabkan sakit atau pemerkosaan karena pelaku tidak
berinteraksi langsung dalam hubungan seksual aktif dengan korban dan
cenderung melakukannya dalam jarak tertentu yang tidak dekat dengan korban,
misalnya dengan berpura-pura buang air kecil. Hal ini didukung oleh Kaplan
(dalam Seligman, 2001) yang mengatakan bahwa pelaku ekshibisionisme
menunjukkan maskulinitas tanpa harus terikat dengan aturan hubungan seksual
yang berlaku. Dapat disimpulkan bahwa pelaku eksibisionisme merupakan orang
umum dan tidak menyukai hubungan seksual (bercinta) dengan lawan jenis.
Namun demikian, ada beberapa pelaku eksibisionisme yang menyerang apabila
respon yang diinginkan tidak diperolehnya. Nevid et al. (2005) mengatakan
bahwa eksibisionisme secara tidak langsung merupakan kekerasan terhadap
wanita karena hal ini dapat membuat korban merasa dalam bahaya dan
menimbulkan trauma. Pelaku eksibisionisme merasa menguasai situasi saat
melihat reaksi korban. Penelitian menunjukkan bahwa pelaku eksibisionisme ini
mempunyai persepsi buruk terhadap wanita seperti misalnya tidak dihargai oleh
wanita. Eksibisionisme juga disebabkan oleh pengalaman pada masa
perkembangan anak-anak dimana ketika pada masa anak-anak ia menunjukkan
D. SIKAP REMAJA PUTRI TERHADAP EKSIBISIONISME
MELALUI WEBCAM PADA SAAT CHATTING
Remaja merupakan tahap pencarian indentitas dimana pada masa ini
remaja mengalami berbagai perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional
yang mempengaruhi minat dan perilaku mereka. Pada masa remaja, minat
terhadap seks cenderung dominan dan mereka berusaha mencari tahu karena pada
masa ini, mereka mulai tertarik dengan lawan jenis. Keingintahuan remaja
terhambat karena mereka dianggap belum cukup umur untuk mengetahui hal
tersebut. Namun, Remaja akan selalu mencari informasi untuk memuaskan
keingintahuan mereka dari berbagai media termasuk internet.
Internet mempunyai fasilitas yang lengkap yang dapat memberikan
informasi secara cepat dan mudah. Salah satu fasilitasnya adalah chatting dan
webcam. Fasilitas ini membuat individu dapat bertukar informasi secara langsung
dengan individu lain di berbagai belahan dunia. Namun, fasilitas ini tidak lepas
dari sisi negatif yaitu eksibisionisme melalui webcam. Eksibisionisme ini
merupakan kelainan seksual dengan menunjukkan alat kelamin dimana korbannya
adalah wanita. Sehingga wanita pengguna fasilitas chatting dan webcam
dihadapkan dengan dua hal, yaitu kebutuhan akan bersosialisasi dengan orang lain
dan kejahatan seksual melalui dunia maya. Namun, kenyataannya jumlah wanita
pengguna fasilitas chatting sangat besar bahkan dua kali jumlah pengguna pria
dan sebagian besar dari mereka justru mengakses hal-hal yang berkaitan dengan
Reaksi remaja ini memang tidak lepas dari nilai-nilai yang dianutnya.
Nilai-nilai tersebut diperoleh sejak awal kehidupan dari keluarga. Nilai-nilai itu
berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan mereka baik terbentuk dari
pengalaman pribadi atau pengaruh dari kehidupan sosialnya seperti hubungan
mereka dengan teman. Hal ini membentuk keyakinan dan perasan mereka
terhadap sesuatu hal. Keyakinan dan perasaan mereka dapat mempengaruhi pola
pikir dan sikap mereka terhadap sesuatu. Jadi, sikap sangat bergantung pada
nilai-nilai kehidupan, keyakinan, perasaan, atau motif mereka terhadap sesuatu.
Termasuk sikap mereka dalam menghadapi eksibisionisme. Banyak remaja yang
tidak mendukung dengan tidak memberikan reaksi apapun, marah, atau
mengecam namun ada juga yang justru mendukung pelaku eksibisionisme untuk
memuaskan keingintahuan mereka tentang seksualitas. Komentar dan ekspresi
tertentu seperti marah-marah, terkesan, ekspresi jijik, kaget atau mengekpresikan
bahwa hal itu membuat terangsang yang justru dapat semakin memuaskan para
pelaku eksibisionisme tersebut. Oleh karena itu peneliti ingin melihat bagaimana
Bagan Alur Sikap Remaja Terhadap Seksualitas
Remaja
Minat terhadap seksualitas
Mencari Informasi
Mengembangkan sikap terhadap seksualitas
Positif Negatif
Objek Sikap [Eksibisionisme melalui webcam]
Informasi Baru
Sikap
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Deskriptif kuantitatif
adalah penelitian yang bertujuan untuk lebih memahami karakteristik dari variabel
yang akan digunakan (Azwar, 1997).
B. VARIABEL PENELITIAN
Variabel dalam penelitian ini hanya satu yaitu sikap remaja putri terhadap
eksibisionisme.
C. DEFINISI OPERASIONAL
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah variabel sikap. Sikap
adalah keadaan mental individu yang meliputi reaksi afeksi, kognisi dan konasi
terhadap suatu objek, yang dapat menimbulkan perasaan suka atau tidak suka
yang dapat mendorong munculnya perilaku.
Variabel sikap disusun berdasarkan komponen-komponen sikap yang telah
diungkap dalam landasan teori. Komponen sikap tersebut adalah sebagai berikut:
1. Afeksi
Persepsi dan keyakinan yang dimiliki individu terhadap objek tertentu.
2. Kognisi
3. Konasi
Kecenderungan untuk bereaksi terhadap objek tertentu.
Semakin tinggi skor menunjukkan sikap terhadap eksibisionisme melalui
webcam saat chatting semakin positif. Sebaliknya, semakin rendah skor
menunjukkan menunjukkan sikap terhadap eksibisionisme melalui webcam saat
chatting semakin negatif.
D. SUBJEK PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja putri pada masa remaja akhir
pengguna fasilitas chatting dan webcam yang pernah menjadi korban
eksibisionisme yang dianggap dapat mewakili populasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini. Sehingga diasumsikan mereka lebih memahami kondisi dan situasi
tersebut. Selain itu, remaja yang pernah menjadi korban dari eksibisionisme
mempunyai informasi baru yang dapat menimbulkan sikap baru ataupun
memperkuat sikap yang telah dimiliki sebelumnya. Untuk menentukan sampel
penelitian digunakan teknik purposive sampling. Metode ini merupakan metode
pemilihan pemilihan subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya (Hadi, 1984).
Ciri sampling ini adalah penilaian dan upaya secara cermat untuk
mendapatkan sampel yang representatif dengan cara mencakup wilayah-wilayah
atau kelompok-kelompok yang diduga sebagai anggota sampelnya (Kerlinger,
1986). Sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian adalah remaja putri pengguna
E. ALAT PENGUMPULAN DATA
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan angket. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap model Likert (Gable,
1986) untuk melihat sikap remaja putri terhadap eksibisionisme di internet melalui
webcam pada saat chatting..
Dalam skala ini, terdapat beberapa butir pernyataan yang bersifat positif
atau favourable dan negatif atau unfavourable. Pernyataan positif berarti bahwa
pernyataan tersebut mendukung perilaku mempertontonkan alat kelamin
sedangkan pernyataan negatif berarti bahwa pernyataan tersebut tidak mendukung
perilaku mempertontonkan alat kelamin.
Respon dari setiap pernyataan akan diberi 4 alternatif jawaban yaitu
Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Skor untuk
masing-masing jawaban pada pernyataan positif benilai 4 untuk jawaban Sangat Setuju, 3
untuk jawaban Setuju, 2 untuk jawaban Tidak Setuju, dan 1 untuk jawaban Sangat
Tidak Setuju. Skor untuk masing-masing jawaban pada pernyataan negatif
bernilai 1 untuk jawaban Sangat Setuju, 2 untuk jawaban Setuju, 3 untuk jawaban
Tidak Setuju, dan 4 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju.
Di bawah ini disajikan penyusunan aitem, blue print dan penyebaran
Tabel 1. BLUE PRINT
Aitem Sikap
Favorable Unfavorable
Presentasi
- Kognisi 10 10 33,33 %
- Afeksi 10 10 33,33 %
- Konasi 10 10 33,33 %
TOTAL 30 30 100 %
Tabel 2.
Penyebaran Aitem Skala Sikap
No. Aitem Aspek-aspek
Favorable Unfavorable Jumlah
Aitem
Kognisi
3, 8, 11, 16, 17, 20,
33, 47, 49, 53
1, 4, 6, 18, 23, 38, 41,
44, 55, 59
20
Afeksi
2, 5, 7, 12, 22, 24, 26,
43, 52, 60
13, 21, 27, 30, 34, 36,
39, 45, 50, 58
20
Konasi
10, 14, 25, 28, 31, 37,
40, 48, 51, 56
9, 15, 19, 29, 32, 35,
42, 46, 54, 57
20
F. PERTANGGUNG JAWABAN MUTU
1. Validitas Isi
Validitas dapat diartikan sebagai ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melakukan fungsi alat ukurnya. Suatu alat ukur memiliki validitas
yang tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau
memberi hasil ukur sesuai dengan maksud peneliti. Validitas yang diukur oleh
peneliti adalah validitas isi, maksudnya untuk mengetahui sejauh mana
item-item dalam tes mencakup seluruh kawasan isi objek yang diukur.
Pengujian validitas isi ini dilakukan dengan menggunakan analisis
rasional terhadap isi tes serta didasarkan atas penilaian (judgement) subjektif
sehingga pengukuran validitas ini tidak melibatkan perhitungan statistik
apapun (Azwar, 1997).
2. Seleksi Aitem
Seleksi item pertama kali diambil dari hasil uji coba aitem pada subjek
yang memiliki karakteristik yang setara dengan karakteristik subjek yang akan
diteliti. Item-item tersebut dievaluasi dengan menggunakan parameter daya
beda item yang berupa korelasi item total.
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah keajegan atau keandalan dari suatu alat ukur dengan
alat yang sama atau alat yang setara pada kondisi yang berbeda. Reliabilitas
dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berbeda dalam rentang 0
akan semakin tinggi. Sebaliknya jika koefisien reliabilitasnya semakin
mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.
Penelitian menggunakan koefisien Alpha Cronbach, pendekatan ini
mempunyai nilai praktis karena hanya dikenakan satu kali saja pada
sekelompok subjek (Azwar, 1997).
G. PERSIAPAN PENELITIAN
1. Uji Coba Alat Ukur
Skala uji coba dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 2008 sampai dengan
7 Juni 2008
2. Reliabilitas, Validitas, dan Seleksi Aitem Skala Sikap Remaja Putri
Terhadap Eksibisionisme Melalui Webcam Saat Chatting
Estimasi reliabilitas dengan menggunakan teknik Cronbach Alpha
menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,989.
Daya diskriminasi aitem dihitung dengan menggunakan teknik Product
Moment dari Pearson dengan menggunakan patokan koefisien korelasinya
minimal 0,3000 maka koefisien korelasi < 0,3000 dinyatakan gugur,
sedangkan yang dianggap valid adalah aitem yang mempunyai koefisien
korelasi ≥ 0,3000. Pada aitem-aitem uji coba, ada satu aitem yang gugur,
dimana koefisien korelasi aitem adalah 0,020 atau lebih kecil dari 0,3000
sehingga aitem tersebut dinyatakan tidak valid.
Dari seluruh aitem yang berjumlah 60 aitem diperoleh 59 aitem yang
(terendah) sampai dengan 0,908 (tertinggi). Aitem yang akan dipakai sebagai
bentuk aitem penelitian diseleksi lagi per aspek sehingga diperoleh 50 aitem
yang pada akhirnya digunakan sebagai bentuk aitem penelitian.
Tabel 3.
Distribusi Skala Sikap Remaja Putri
Terhadap Eksibisionisme Melalui Webcam Saat Chatting
No. Aspek Aitem Uji Coba Aitem yang
Gugur
Aitem yang
Sahih
1. Kognisi 1, 3, 4, 6, 8, 11, 16,
17, 18, 20, 23, 33,
38, 41, 44, 47, 49,
53, 55, 59
6 1, 3, 4, 8, 11, 16,
17, 18, 20, 23,
33, 38, 41, 44,
47, 49, 53, 55, 59
2. Afeksi 2, 5, 7, 12, 13, 21,
22, 24, 26, 27, 30,
34, 36, 39, 43, 45,
50, 52, 58, 60
2, 5, 7, 12, 13,
21, 22, 24, 26,
27, 30, 34, 36,
39, 43, 45, 50,
52, 58, 60
3. Konasi 9, 10, 14, 15, 19, 25,
28, 29, 31, 32, 35,
37, 40, 42, 46, 48,
51, 54, 56, 57
9, 10, 14, 15, 19,
25, 28, 29, 31,
32, 35, 37, 40,
42, 46, 48, 51,
54, 56, 57
I. METODE ANALISIS DATA
Azwar (1997) mengungkapkan bahwa hasil analisis deskriptif biasanya
berupa frekuensi dan persentase tabulasi silang pada data yang bersifat kategorial
serta berupa statistik-statistik kelompok pada data yang bukan kategorial (antara
lain mean dan standar deviasi).
Pada penelitian ini, variabel yang terdapat dalam penelitian ini hanya satu,
yaitu sikap terhadap eksibisionisme. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan
metode Statistik Deskriptif untuk melihat normalitas datanya, yang akan dibantu
dengan menggunakan program SPSS 13.00 meliputi penyajian data melalui tabel,
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 2008 sampai dengan 20 Juni
2008. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara menyebar skala penelitian
kepada remaja akhir berjenis kelamin wanita pengguna fasilitas webcam pada saat
chatting yang pernah menjadi korban eksibisionisme melalui webcam.
Prosedur penelitian adalah dengan membagikan skala yang terdiri dari 50
butir aitem mengenai sikap terhadap eksibisionisme. Peneliti pergi ke beberapa
warung internet di daerah selatan kota Yogyakarta dan membagikan skala kepada
remaja putri secara acak serta meminta kesediaan subjek untuk menjawab seluruh
pernyataan yang ada. Sebagian lagi dititipkan kepada beberapa orang teman
peneliti untuk dibagikan kepada teman-teman mereka (snowball sampling).
Subjek penelitian merupakan remaja putri akhir pengguna fasilitas webcam saat
chatting yang pernah menjadi korban eksibisionisme yang diketahui melalui data
demografi pada angket, jumlah subjek yang mengisi skala penelitian adalah 64
orang dengan rentang usia antara 18 – 21 tahun dengan presentase sebagai
berikut:
Tabel 4.
Presentase Subjek Penelitian
Usia Subjek Persentase
19 10 15,625%
20 21 32,825%
21 15 23,4375%
jumlah 64 100%
B. Hasil dan Pembahasan
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor pada
kelompok sampel mengikuti distribusi normal. Jika p > 0,05 maka sebaran
skor dinyatakan normal. Sebaliknya jika p < 0,05 maka sebaran skor
dinyatakan tidak normal.
Uji normalitas dilakukan dengan One Sample Kosmogorov-Smirnov
dengan program SPSS 13.00 for windows. Hasil uji normalitas menghasilkan
probabilitas sebesar 0,373 ini berarti bahwa p > 0,05 sehingga distribusi skor
adalah normal.
Tabel 5.
Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov
Skor
Kolmogorov Sminov 0,994
Asymp. Sig (p) 0,276
2. Deskripsi Hasil Penelitian
Hasil yang diperoleh dari pengumpulan data penelitian, diperoleh data
Tabel 6.
Deskripsi Data Penelitian
Skor Empirik Skor Teoritik
Skala X
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa mean empirik dari
sikap terhadap eksibisionisme melalui webcam lebih rendah dari mean
teoritiknya (90,75 < 135). Selisih antara mean empirik dan mean teoritik dari
skala ini adalah sebesar 44,25.
Aitem pada skala berjumlah 54 butir dengan rentang skor 1, 2, 3 dan 4.
Nilai minimal skala 54 x 1 = 54 dan nilai maksimal skala 54 x 4 = 216
sehingga rentang skor untuk skala ini adalah 216 – 54 = 162. Standar deviasi
dari skala ini adalah 162 : 6 = 27 dan mean teoritik skala ini adalah (54 +
216):2 = 270 : 2 = 135.
Berikut ini deskripsi hasil penelitian dari aspek-aspek sikap:
Tabel 7. Aspek-aspek Sikap
Skor Empirik Skor Teoritik
Konasi 18 55 32,06 9,381 18 72 45 27
Berdasarkan hasil penelitian dari aspek-aspek sikap, dapat dilihat
bahwa mean empirik dari aspek kognisi, afeksi, dan konasi lebih rendah
dibandingkan dengan mean teoritiknya. Mean empirik dari aspek kognisi
adalah 31,53 lebih kecil dari mean teoritiknya yang adalah 42,5. Selisih antara
mean empirik dan mean teoritiknya adalah 42,5 – 31,53 = 10,97. Mean
empirik dari aspek afeksi adalah 27,16 lebih rendah dari mean teoritiknya
yang adalah 32,5. Selisih antara mean empirik dan mean teoritiknya adalah
32,5 – 27,16 = 5,34. Mean empirik dari aspek konasi adalah 32,06 lebih
rendah dari mean teoritiknya yang adalah 45. Selisih antara mean empirik dan
mean teoritiknya adalah 45 – 32,06 = 12.94
Dari ketiga aspek sikap yang diteliti, antara mean empirik dan mean
teoritiknya mempunyai selisih yang tidak jauh berbeda sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak ada aspek yang mendominasi dalam keseluruhan sikap.
3. Uji Perbedaan
Uji perbedaan atau uji t dilakukan untuk melihat signifikansi
perbedaan antara mean empirik dan mean teoritik dari sikap remaja putri
terhadap eksibisionisme. Jika p ≥ 0,05 maka antara mean empirik dan mean
teoritik tidak ada perbedaan yang signifikan. Sebaliknya jika p < 0,05 maka
Pengujian ini menggunakan One Sample T-test melalui program SPSS
versi 13.00 for windows. Hasil uji perbedaan menghasilkan taraf signifikansi
sebesar 0,00 ini berarti bahwa p < 0,05 sehingga antara mean empirik dan
mean teoritik terdapat perbedaan yang signifikan.
Tabel 8.
Uji Perbedaan (One SampleT-test)
N Mean SD Std
Error
df t p
Total 64 90,75 26,381 3,298 63 27,520 0,00
Keterangan:
Taraf signifikansi (5%, two-tailed)
N : Jumlah subjek
SD : Besarnya standar deviasi
t : Hasil perhitungan uji-t
p : Probabilitas
4. Kategorisasi
Kategorisasi sikap remaja putri terhadap eksibisionisme melalui
webcam saat chatting dilakukan dengan mengacu pada rata-rata skor dan
standar deviasi. Penggolongan tersebut terbagi menjadi lima kategori yaitu:
Tabel 9.
Kategorisasi Sikap Remaja Putri Terhadap Eksibisionisme Melalui Webcam Saat Chatting
Kategorisasi Norma Kategorisasi Norma Skor f %
Sangat Tinggi (μt +1,5σ)<X 177,936< X 0 0%
Tinggi (μt +0,5σ)<X≤(μt +1,5σ) 149,132<X≤177,936 4 6,25%
Sedang (μt –0,5σ)<X≤(μt +0,5σ) 120,868< X≤149,132 3 4,688%
Rendah (μt –1,5σ)<X≤(μt –0,5σ) 92,604< X≤120,868 19 29,688%
Sangat Rendah X≤(μt –1,5σ) X ≤92,604 38 59,375%
Total 64 100%
Keterangan:
μt : Mean Teoritik
σ : Standar Deviasi
Berdasarkan kategorisasi, dapat dilihat bahwa sikap terhadap
eksibisionisme melalui webcam saat chatting rendah. Hal ini terlihat dari 64
subjek, 19 subjek (29,688%) berada pada kategori rendah dan 38 subjek
(59,375%) berada pada kategori sangat rendah.
5. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sikap remaja putri terhadap
eksibisionisme melalui webcam saat chatting. Dari hasil analisis terihat bahwa
mean empirik lebih rendah dari mean teoritik (90,75 < 135) dan berdasarkan
analisis uji-t yang telah dilakukan didapatkan bahwa p < 0,05 (p = 0,00), yang