• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 0 C, dan dapat mencair pada suhu dibawah 100

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA. 0 C, dan dapat mencair pada suhu dibawah 100"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Agar-Agar

Menurut Romero et al. (2008), agar-agar merupakan dinding sel polisakarida yang diperoleh dari hasil ekstraksi alga merah (Rhodophyceae) kelompok Agarophyte, salah satunya adalah genus Gracilaria, namun tidak semua alga merah dapat memproduksi produk berupa agar-agar. Atas dasar kemampuannya memproduksi agar-agar, maka alga merah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Agarophyte dan Agaroidophyte. Agarophyte adalah kelompok rumput laut yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan agar-agar sedangkan Agaroidophyte adalah kelompok ganggang merah yang memproduksi senyawa yang mempunyai sifat seperti agar-agar, tetapi dengan daya gelasi dan viskositas yang berbeda (Winarno 2008).

Menurut Takano et al. (1995), agar-agar memiliki sifat larut air, mampu

membentuk gel, terekstrak dengan air pada suhu dibawah 100 0C, dan dapat mencair pada suhu dibawah 100 0C. Agar-agar berfungsi sebagai bahan pengental, pembentuk gel, penstabil, dan bahan pemantap. Agar-agar digunakan dalam industri makanan (pembuatan roti, sup, saus, es krim, jelly, dan permen), industri farmasi (sebagai obat pencahar atau peluntur, pembungkus kapsul obat, antibiotik dan vitamin), industri kosmetik (pembuatan salep, krem, lotion, lipstik, dan sabun), industri tekstil (pelindung sutera), industri kulit (pemantap permukaan yang halus dan kekakuan kulit), dan industri lainnya (berguna dalam pembuatan pelat film, pasta gigi, semir sepatu, kertas serta bantalan transportasi ikan) (Saputra 2008).

2.1.1 Struktur agar-agar

Agar-agar adalah polisakarida yang terdiri-dari rantai linear galaktan. Galaktan adalah polimer dari galaktosa. Galaktan dapat berupa rantai linear yang netral ataupun sudah terekstraksi dengan metil atau asam sulfat saat menyusun senyawa agar-agar. Galaktan yang sebagian monomer galaktosanya membentuk ester dengan metil disebut agarose sedangkan galaktan yang teresterkan dengan asam sulfat dikenal sebagai agaropektin (Winarno 2008).

(2)

Menurut Subaryono et al. (2003), agarosa merupakan suatu fraksi dari agar-agar yang merupakan polimer netral dan sedikit mengandung sulfat. Agarosa dikenal sebagai fraksi pembentuk gel dari agar-agar, dimana sifat-sifat gel yang dihasilkannya mendekati sifat-sifat gel ideal untuk keperluan bidang bioteknologi. Menurut Takano et al. (1995), agarosa sebagai komponen utama pembentuk gel terdiri dari rantai (1-3)-β-D-galaktosa dan (1-4)-3,6-anhidro-α-L-galaktosa. Struktur agar-agar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur agar-agar (Imeson 2010) 2.1.2 Limbah agar-agar

Limbah agar-agar merupakan hasil samping dari proses pengolahan agar-agar dari rumput laut kelas Rhodophyceae (alga merah). Residu dari proses ini umumnya mengandung unsur hara makro, yaitu unsur fosfor (P) dan kalium (K) yang tinggi, unsur nitrogen (N) dalam jumlah sedikit, kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan belerang (S). Limbah agar-agar juga kaya akan unsur hara mikro yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Jumlahnya berkisar antara 60–70 jenis, diantaranya yaitu unsur besi (Fe), klor (Cl), boron (B), dan lain-lain (Saputra 2008). Kandungan unsur hara pada alga merah dapat dilihat pada Tabel 1.

Limbah agar-agar juga mengandung hormon auksin dan sitokinin yang dapat meningkatkan daya tumbuh tanaman untuk tumbuh, berbunga dan berbuah serta ditunjang pula oleh adanya sifat hidrokoloid pada rumput laut yang dapat dimanfaatkan untuk penyerapan air (daya serap tinggi) dan menjadi substrat yang baik untuk mikroorganisme tanah (Saputra 2008). Limbah agar-agar yang diaplikasikan sebagai pupuk memiliki beberapa keunggulan terutama jika

(3)

Tabel 1 Kandungan unsur hara pada alga merah Unsur hara Kandungan (% berat kering)

Cl 1,5-3,5 K 1,0-2,2 Na 1,0-7,9 Mg 0,3-1,0 S 0,5-1,8 Si 0,2-0,3 P 0,2-0,3 Ca 0,4-1,5 Fe 0,1-0,15 I 0,1-0,15 B 0,005

Sumber: Winarno (1990) diacu dalam Indriani dan Suminarsih (1999)

dibandingkan dengan pupuk organik yang terbuat dari kotoran sapi dan limbah rumah tangga. Pupuk dari limbah ini memiliki kandungan P2O5 lima kali lebih tinggi dan kandungan K2O dua kali lebih tinggi daripada pupuk organik yang berasal dari kotoran sapi. Limbah ini juga dapat meningkatkan pH tanah, meningkatkan kandungan nitrogen total, meningkatkan kandungan bahan organik dan menghadirkan ion logam berat Cr dalam tanah guna meningkatkan populasi mikrobia tanah (Soerianto 1987 diacu dalam Saputra 2008).

Tingginya unsur hara tersebut sangat bermanfaat bagi tanaman dan tanah. Unsur Mg dibutuhkan tanaman sebagai penyusun klorofil sedangkan unsur Ca mampu mengendalikan pH tanah yang asam. Unsur-unsur mikro tersebut terdapat pada rumput laut karena habitat rumput laut di laut yang kaya akan mineral sehingga mineral-mineral tersebut dapat terserap dan terakumulasi di jaringan rumput laut. Kelengkapan mikro nutrisi inilah yang sulit ditemui di bahan lain (TROBOS 2006 diacu dalam Saputra 2008).

Hasil penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan (2010b), tanaman yang diberi pupuk limbah agar-agar menghasilkan batang lebih besar dan tegak, urat daun terasa kasar, batang tidak mudah patah, dan daun berwarna hijau serta tidak mudah sobek. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk limbah agar-agar baik untuk kekuatan tanaman, ketahanan terhadap lingkungan, serta ukuran tanaman. Pupuk limbah agar-agar juga memiliki kelemahan, yaitu daun tanaman banyak yang berlubang karena dimakan ulat dibandingkan daun tanaman yang diberi

(4)

pupuk berbahan kimia. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai indikator bahwa tanaman tidak membahayakan kesehatan manusia ketika dikonsumsi.

Limbah agar-agar juga memiliki kekurangan, yaitu adanya kandungan

logam berat, senyawa organik beracun dan jasad mikroba patogen (Saeni 1997 diacu dalam Saputra 2008). Menurut Basmal et al. (2005), limbah

agar-agar juga mengandung selulosa yang ditemukan bersama-sama dengan bahan lain, yakni lignin, hemiselulosa, dan pektin serta bahan-bahan anorganik lainnya. Kandungan selulosa pada dinding sel rumput laut sebesar 30%. Selulosa merupakan polimer alami yang tersusun dari sejumlah unit anhidroglukopiranosa. Selulosa juga merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulosa yang membentuk suatu lignoselulosa, namun kandungan selulosa dalam limbah agar-agar ini sulit terdekomposisi secara alami dalam tanah.

2.2 Tailing

Tailing adalah sisa pengolahan bahan tambang yang dihasilkan dari kegiatan penambangan. Tailing emas berupa bubuk batuan yang berasal dari batuan mineral yang telah digerus sedemikian rupa hasil pemisahan tembaga, emas dan perak di pabrik pengolahan (Boul 1981). Tailing pertambangan umumnya berkomposisi sekitar 50% lumpur batuan dan 50% air sehingga berwujud slurry (bubur).

Pembuangan tailing ini menimbulkan resiko yang signifikan bagi lingkungan sekitarnya. Menurut Green dan Renault (2007), tailing menyebabkan kontaminasi terhadap lingkungan, rusaknya vegetasi lokal, meningkatnya keasaman tanah, erosi, menurunnya jumlah mikroba tanah, hilangnya kesuburan tanah, tanaman keracunan dan kontaminasi rantai makanan.

Menurut Conesa et al. (2005), tailing biasanya memiliki kondisi yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan vegetasi alami, seperti pH rendah, konsentrasi logam beracun, rendahnya kapasitas retensi air, dan rendahnya nutrisi untuk tanaman. Menurut CSR/FAO (1983) diacu dalam Juhaeti (2005), tailing merupakan tanah yang miskin hara. Kandungan nitrogen tanah tergolong sangat rendah karena nilai N < 0,1% sedangkan kandungan fosfor medium. Sifat fisik

(5)

tailing yang merupakan masalah bagi pertumbuhan tanaman adalah tekstur, agregasi dan struktur, densitas dan infiltrasi, kompaksi, daya pegang dan stabilitasnya. Ukuran partikel tailing relatif kecil dan seragam berupa pasir halus berukuran 0,25-1,10 mm. Selain itu, sifat kimia tailing seperti status hara yang rendah, kandungan logam berat seperti Cd, Hg, Pb, As juga dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan.

Logam berat adalah unsur logam yang memiliki berat jenis lebih dari 5, memiliki nomor atom 22-34 dan 40-50 serta dapat membentuk garam dalam suasana asam. Golongan logam berat diantaranya yaitu Hg, Cd, Pb, Cu, Cr, Zn, Ni, dan As. Diantara logam-logam berat tersebut yang bersifat racun adalah Hg, Pb, dan Cd. Secara alami logam berat di dalam tanah dapat mengikat unsur hara tanaman, sehingga unsur tersebut menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu logam berat di dalam tanah dapat terserap memasuki sistem jaringan tanaman sehingga produk yang dihasilkannya terkontaminasi (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1998). Menurut Tordoff et al. (2000), sifat-sifat kimia logam dianggap sebagai faktor yang paling menghambat pertumbuhan tanaman. Tanah yang mengandung logam dan rendah akan unsur hara dapat sangat membatasi pertumbuhan tanaman. Logam menghalangi pertumbuhan akar yang selanjutnya mengakibatkan kekeringan pada tanaman. 2.3 Revegetasi Lahan Tambang

Revegetasi pada lahan terbuka perlu diterapkan untuk memperbaiki lahan yang labil dan mengurangi erosi tanah, dalam jangka waktu yang panjang dapat pula memperbaiki kondisi iklim mikro, estetika dan meningkatkan kondisi lahan ke arah yang lebih protektif dan konservatif. Kunci utama keberhasilan revegetasi adalah pemilihan jenis pohon yang tepat. Upaya untuk menunjang kegiatan revegetasi perlu diperhatikan daya adaptibilitas pohon, kecepatan tumbuh pohon, pengetahuan mengenai teknik silvikultur, dan penggunaan pupuk (Sudarmonowati et al. 2009).

Menurut Arienzo et al. (2003), tanaman hijau telah digunakan dalam beberapa tahun terakhir sebagai alat stabilisasi untuk mengurangi kadar logam dari tanah yang terkontaminasi. Penggunaan tanaman hijau juga bertujuan untuk memperbaiki karakteristik kimia dan biologi tanah yang terkontaminasi yakni

(6)

dengan meningkatkan kandungan bahan organik, kapasitas tukar kation dan aktivitas biologis. Tingkat toleransi tanaman terhadap kontaminan harus diketahui terlebih dahulu dan pemilihan spesies yang tepat sangatlah penting dalam kegiatan revegetasi, dengan kata lain tanaman harus dapat menunjukkan toleransi terhadap logam yang terakumulasi dalam tanah.

2.4 Deskripsi Mahoni (Swietenia macrophylla, King)

Menurut Mayhew dan Newton (1998) diacu dalam Brown et al. (2003), jenis Swietenia macrophylla, King tumbuh pada musim kering maupun musim basah di hutan hujan tropis dan dapat tumbuh pada berbagai macam kondisi tanah. Jenis ini merupakan asli Meksiko (Yucatan), bagian tengah dan Utara Amerika Selatan (wilayah Amazona). Penanaman

secara luas terutama di Asia bagian Selatan dan Pasifik, juga dikenal di Afrika Barat. Mahoni jenis ini dapat tumbuh baik pada tipe iklim A sampai D, yaitu pada suhu panas hingga suhu sedang dengan ketinggian

lahan bervariasi antara 0-1.000 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan 1.600-4.000 mm per tahun (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001). Menurut Pennington (2002) diacu dalam Brown et al. (2003), pohon ini berumur panjang, cepat tumbuh, daun pohon dapat mencapai ketinggian hingga 50 m dengan batang berdiameter 3 m.

Swietenia macrophylla, King yang terkenal dengan nama mahoni daun besar atau lebar ini termasuk dalam genus Swietenia dan famili Meliaceae. Jenis ini tergolong pohon yang mampu mengadakan pemangkasan alami, memiliki tajuk rapat, lebat, dan daunnya berwarna hijau tua (Samingan 1982). Kayu mahoni ini termasuk bahan mebel bernilai tinggi karena dekoratif dan mudah dikerjakan (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001). Menurut Brown et al. (2003), spesies ini menghasilkan kayu keras yang berharga.

Mahoni merupakan salah satu tanaman yang paling banyak ditanam di lahan reklamasi bekas area tambang. Hal ini dikarenakan mahoni selain memiliki nilai ekonomis, tanaman ini juga sangat cocok dijadikan sebagai tanaman penyangga yang memiliki perakaran yang kuat sehingga hutan dapat terhindar dari bahaya erosi bila musim penghujan tiba. Tanaman mahoni memperlihatkan pertumbuhan yang baik pada tanah-tanah yang keras sekalipun, serta sering

(7)

digunakan pada kegiatan agroforestry (suatu sistem penggunaan lahan) untuk meningkatkan kualitas tanah dan sebagai tanaman turus jalan (Samingan 1982). 2.5 Pupuk kompos

Pupuk adalah zat yang berisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis terserap tanaman dari tanah (Lingga 1998). Pupuk merupakan bahan yang mengandung sejumlah nutrien yang diperlukan bagi tanaman. Pemupukan adalah upaya pemberian nutrien kepada tanaman guna menunjang kelangsungan hidupnya (Sutejo 2002 diacu dalam Saputra 2008). Pupuk secara umum dibagi menjadi dua berdasarkan asalnya, yaitu pupuk alam (organik) seperti pupuk kandang, pupuk kompos, pupuk humus, dan pupuk hijau, serta pupuk buatan (anorganik) seperti pupuk N (urea), pupuk P (TSP) dan pupuk K (KCl) (Lingga 1998).

Kompos adalah salah satu jenis pupuk organik alami, tersusun atas bahan-bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antar mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, dan rontokan bunga. Kompos dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) sehingga unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman juga akan meningkat. Selain itu, dapat pula meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara sehingga zat hara dalam tanah tidak terbawa air (Samekto 2006). Kandungan unsur hara kompos secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pertanian Nomor 02 dijelaskan bahwa kandungan pupuk organik harus mempunyai nilai minimal yakni kadar logam As<12 ppm, Hg<1%, Cd<10%, pH 4-8, P2O5<5%, K2O<5%, Zn maksimal 0,5%, Cu 0,5%, Co 0,002%, Bo 0,25%, dan Mo 0,001% (PERMEN Pertanian 2006). FAO telah menetapkan kriteria dasar untuk pupuk organik yakni kandungan unsur makro harus mempunyai nilai minimum N (12%), P (8%), dan K (6%) disamping kandungan unsur mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mn, dan sebagainya (Sastrawijaya 2000 diacu dalam Saputra 2008).

(8)

Tabel 2 Kandungan unsur hara kompos secara umum Mineral Kandungan N (%) 1,33* P (%) 0,83* K (%) 0,36* Ca (%) 5,61* Mg (%) 0,10* Fe (ppm) 5000-6400** Al (ppm) 5000-9200** Mn (ppm) 200-400** Cu (ppm) 65* Zn (ppm) 285*

*Djuarnani et al. (2004) diacu dalam Samekto (2006) **Musnamar (2003)

Gambar

Tabel 1 Kandungan unsur hara pada alga merah  Unsur hara  Kandungan (% berat kering)
Tabel 2 Kandungan unsur hara kompos secara umum  Mineral  Kandungan   N (%)  1,33*  P (%)  0,83*  K (%)  0,36*  Ca (%)  5,61*  Mg (%)  0,10*  Fe (ppm)  5000-6400**  Al (ppm)  5000-9200**  Mn (ppm)  200-400**  Cu (ppm)  65*  Zn (ppm)  285*

Referensi

Dokumen terkait

Lima jenis konsep teoritik integrasi bahasa Inggris ke bahasa Indonesia tersebut antara lain konsep, integrasi merupakan unsur serapan, integrasi merupakan kata pinjaman,

5 Pertimbangan sampel yang digunakan dalam penelitian ini responden penelitian meliputi pengusaha DAM isi ulang yang tidak menerapkan peraturan dengan baik, Dinas

Menurut (Syarifuddin dan Nursalim, 2019: 2) mengemukakan untuk menumbuhkan kemampuan peserta didik dalam memahami karya sastra, peserta didik dapat menerapkan

PROCEDURE/FUNCTION CALL • Pada bagian ini analisa lebih cenderung di pandang bagaimana suatu operasi di lakukan pada level bawah (low level), yaitu pada level pemroses

Menurut Sutama (2014: 134) PTK adalah penelitian bersifat reflektif yang berangkat dari permasalahan riil yang dihadapai oleh praktisi pendidikan dalam tugas pokok

Tanah kontur untuk lahan pembangunan hotel resort memiliki potensi untuk dikembangkan dalam perancangan bangunan sehingga dapat menghasilkan bentuk yang unik. Drainase

Gunakan huruf besar jika tajuk itu pendek (tidak lebih daripada 3 perkataan) Gunakan huruf kecil bagi ayat atau teks. Tulis teks mengikut pola pergerakan mata: dari atas ke

Interpretasi yang dilakukan menggunakan kedua citra tersebut mempunyai hasil yang baik dalam pemetaan informasi geologi yaitu struktur geologi, lithologi, dan bentuklahan