• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR. Ada beberapa pengertian menurut para ahli yaitu :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR. Ada beberapa pengertian menurut para ahli yaitu :"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KONSEP DASAR

A. Pengertian dan Klasifikasi 1. Pengertian

Ada beberapa pengertian menurut para ahli yaitu :

a. Asma Bronchiale adalah penyakit jalan napas obstrukstif intermiten reversibel dimana trakhea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimulus tertentu (Brunner dan Suddarth, 1997).

b. Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi, hiperaktifitas bronkus, abstruksi jalan napas yang bersifat reversibel (Mansjoer, 1999).

c. Asma adalah keadaan klinis yang ditandai masa penyempitan bronkus yang reversibel, dimanifestasikan dengan sesak napas dan batuk (Price, 1995). Berdasarkan beberapa pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa Asma Bronchiale adalah suatu penyakit yang di tandai oleh hipersensitivitas percabangan trakheobronkhial terhadap berbagai stimulasi yang dimanifestasikan oleh penyempitan jalan nafas yang bersifat periodik reversibel yang disebabkan oleh spasme bronkus yang mengakibatkan batuk dan mengi.

(2)

Menurut Brunner dan Suddarth; 1997, ada beberapa tipe Asma Bronchiale yaitu :

1. Asma imunologis atau asma alergik

Sering terjadi pada anak-anak, biasanya mengikuti penyakit alergik seperti : eksim, rinitis, urtikaria. Serangan dicetuskan oleh kontak dengan alergen pada penderita yang sensitif, alergen dapat berupa asap, polusi udara, serbuk bunga, bulu binatang, suhu udara yang dingin, stress emosional, latihan fisik dan lain-lain.

2. Asma non alergik atau asma non imunologis

Biasanya terjadi pada orang dewasa diatas 35 tahun. Serangan sering kali dicetuskan oleh infeksi pada sinus atau cabang bronkiale.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum, merupakan gabungan dari asma alergik dan non alergik.

B. Anatomi Dan Fisiologi 1. Anatomi

Secara sistematis sistem pernapasan dibagi menjadi saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Organ saluran pernapasan atas terletak di luar toraks, atau rongga dada, sementara saluran pernapasan bawah terletak hampir seluruhnya di dalam toraks.

Saluran pernapasan atas terdiri atas hidung, nasofaring, orofaring, laringofaring, dan laring. Saluran pernapasan bawah atau disebut divisi, terdiri

(3)

atas trakhea, semua segmen dari percabangan bronkus, dan paru-paru. Berdasarkan fungsi, sistem pernapasan juga mencakup beberapa struktur aksesori, termasuk rongga mulut, sangkar iga, dan diafragma ( Asih Y, Effendy 2003)

2. Fisiologi

Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru atau externa, oksigen dipungut melalui hidung dan

(4)

mulut, pada waktu bernapas ; oksigen masuk melalui trakhea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisma, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan externa adalah :

a) Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.

b) Arus darah melalui paru-paru

c) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh.

d) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler.

CO2 lebih mudah berdifusi dari pada oksigen. Semua proses ini diatur

sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan lebih banyak darah datang di paru-paru

membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2 : jumlah CO2 itu tidak

dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi yang dengan demikian terjadi mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2 (Pearce, 2002).

(5)

C. Etiologi/Predisposisi

Menurut Barbara C. Long (1996), kelainan yang mendasari pada asma bronchiale adalah meningkatkan respon jalan napas terhadap berbagai rangsangan, yang dikelompokkan sebagai berikut :

1. Alergik

Seperti bulu binatang, debu serbuk bunga dan antigen lain yang ditemukan di lingkungan.

2. Rangsangan farmakologis

Obat yang paling sering adalah aspirin, bahan pewarna misal tartazin, antagonis beta adrenergik.

3. Faktor pekerjaan

Pajanan terhadap senyawa seperti logam (platinum), debu, kayu, bahan kimia, plastik.

4. Faktor lingkungan dan polusi udara

Perubahan dalam suhu lingkungan terutama udara dingin, polutan atmosfir seperti asap rokok dan industri.

5. Infeksi

Infeksi jalan napas yang disebabkan oleh virus ataupun alergi. 6. Latihan fisik berlebihan

Seperti olah raga yang berlebihan 7. Stres emosional

Seperti stres dan gangguan emosional 8. Adanya riwayat asma dalam keluarga

(6)

Seperti faktor keturunan keluarga, riwayat positif keluarga sering kali berkaitan dengan asma alergik.

D. Patofisiologi

Suatu serangan asma merupakan akibat adanya reaksi antigen-antibodi yang menyebabkan di lepaskannya mediator-mediator kimia. Mediator-mediator kimia tersebut meliputi histamin, slow releasing substance of anaphylaksis (SRS-A), eosinophilic chemototic factor of anaphilaksis (ECF-A). Mediator kimia itu berkaitan dengan Ig E yang menyerang sel mast dalam paru, sehingga menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama : 1) kontriksi otot-otot polos baik saluran napas yang besar maupun saluran napas yang kecil yang menimbulkan bronkospasma; 2) peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah sempitnya saluran napas lebih lanjut; 3) peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Sebagai akibatnya, klien yang mengalami serangan asma akan berusaha untuk bernapas melalui mulut yang mengakibatkan keringnya mulut dan lebih lanjut akan menghambat saluran napas.

Selain serangan akut, alveoli mengembang secara progresif seperti pada emfisema. Bila relaksasi bronkiolus tidak dapat dilakukan, oksigen yang tidak memadai melewati membran aveolar-kapiler ke dalam darah (hipoksia) sehingga pasien tampak sianosis. Pada waktu yang sama, penderita biasanya mengalami hiperventilasi dan mengeluarkan CO2. Bila Pa CO2 menjadi meningkat maka

(7)

sehingga pertukaran gas dalam tubuh terganggu dan tubuh kekurangan suplay oksigen (Price, 1995; Long, 1996).

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari Asma Bronchiale berupa tiga gejala utama yaitu : batuk, dispnea dan mengi (wheezing). Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat (fase ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi), penggunaan otot bantu pernapasan (pernapasan cuping hidung), sputum kental dan lengket, klien tampak lemah, letih, keluar keringat serta kuku dan mulut cyanosis, ekstremitas dingin. Gejala biasanya bersifat paroksismal yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari (Brunner and Suddart, 1997).

F. Penatalaksanaan 1. Farmakologis

Menurut Long (1996), Pengobatan asma diarahkan terhadap gejala-gejala yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesipik dan perawatan pemeliharaan kesehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu :

(8)

a. Oksigen 4 – 6 liter/menit

b. Antagonis Beta 2 adrenergik (salbutamol 5 mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat di ulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5 %.

c. Aminophilin intravena 5 – 6 mg / kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup di berikan setengah dosis.

d. Kortikosteroid hidrokortison 100 – 200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau dalam serangan sangat berat.

e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.

2. Non Farmakologis

Menurut Manjoer (1999), penatalaksanaan nonfarmakologis asma bronchiale yaitu :

a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pesien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.

b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktifitas fisik. c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler).

(9)

d. Anjurkan untuk minum hangat 1500 – 2000 ml/hari. e. Usahakan agar pasien mandi air hangat setiap hari. f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus.

G. Komplikasi

Komplikasi asma dapat mencakup status asmatikus, fragtur iga, pneumonia. Obstruksi jalan nafas, terutama selama episode asmatik akut, mengakibatkan hipoksemia membutuhkan pemberian oksigen dan pemantauan gas darah arteri. Status asmatikus yang merupakan kedaruratan medis, yaitu keadaan asma yang tidak berespon dengan pengobatan rutin atau pengobatan agonis beta dan teofilin. Tanpa pengobatan yang kuat, status asmatikus dapat berlanjut ke gagal napas dengan hypoksemia, hypercapnea dan asidosis. Pasien memerlukan intubasi dan ventilasi mekanik selama pemberian pengobatan yang kuat untuk mempertahankan hidup (Le Mone, 2000).

H. Pengkajian Fokus 1. Fokus Pengkajian

Dalam Doenges (2000), pengkajian dilakukan pada klien dengan Asma Bronchiale secara terfokus adalah :

a. Aktivitas/Istirahat

Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise; Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernapas;

(10)

Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi; Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.

Tanda : Keletihan, Gelisah, Kelemahan umum/kehilangan massa otot. b. Sirkulasi

Gejala : Pembekakan pada ekstremitas bawah..

Tanda : Peningkatan TD, Takikardia berat, Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu /sianosis: kuku tabuh dan sianosis perifer, Pucat dapat menunjukkan anemia.

c. Integritas Ego

Gejala : Perubahan pola hidup

Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang. d. Makanan/Cairan

Gejala : Nafsu makan buruk; Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan

Tanda : Turgor kulit buruk; Berkeringat; Penurunan berat badan, penurunan massa otot.

e. Higiene

Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.

Tanda : Kebersihan buruk, bau badan f. Pernapasan

(11)

Gejala : Sulit napas, rasa dada tertekan; Ketidakmampuan untuk bernapas; Episode batuk hilang-timbul.

Tanda : Pernapasan: Biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, napas bibir; Penggunaan otot bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, retraksi fosa supraklafikula, melebarkan hidung; Bunyi napas: ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi napas (asma); Warna: Pucat dengan sianosisbibir dan dasar kuku. g. Keamanan

Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif tergadap zat/faktor lingkungan; Adanya/berulangnya infeksi; Kemerahan/ berkeringat (asma)

h. Seksualitas

Gejala : Penurunan libido i. Interaksi Sosial

Gejala : Hubungan ketergantungan

Tanda : Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena pernapasan; Keterbatasan mobilitas fisik

j. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan; Kesulitan menghentikan merokok

(12)

Pemeriksaan penunjang pada asma bronchiale adalah : a. Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah didapatkan peningkatan eosinofil. b. Pemeriksaan sputum

Kultur untuk menentukan adanya infeksi, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui gangguan alergi bisanya didapatkan hasil Spiral Chrusmann dan Kristal charcot - leyden

c. Analisa gas darah

Pada analisa gas darah kita mungkin akan menjumpai Penurunan saturasi oksigen darah, Peningkatan PCO2 darah arteri sehingga terjadi acidosis

respiratorik (bila asma semakin bertat / status asmitikus) dan Penurunan PO2

darah.

d. Foto Thorax = ekspensi paru berlebihan

e. Tes fungsi paru, dengan spirometri atau peak flow meter. Digunakan untuk menentukan adanya obstruksi jalan napas.

(Tucker, 1998; Mansjoer, 1999) I. Patway

(13)

J. Fokus Intervensi dan Rasional

Fokus intervensi dan rasional asma bronchiale menurut Doenges (2000)

1. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret berlebih pada jalan napas, bronkospasme ditandai dengan pernyataan sulit bernapas, perubahan kedalaman atau kecepatan pernapasan, penggunaan otot aksesori, bunyi napas tak normal (mengi, ronki, krekles), batuk dengan atau tanpa produksi sputum.

(14)

Kriteria hasil :

a. Klien mampu mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih. b. Klien menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas,

misalnya : batuk efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi :

a. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi (wheezing). Rasional : Bronchospasme karena obstruksi jalan napas, dimanifestasikan

oleh suara napas yang tidak normal, seperti wheezing dan ronchi. b. Monitor frekuensi pernapasan.

Rasional : Pernapasan umumnya tachipnea, cepat dan dangkal, ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.

c. Monitor adanya derajat dyspnea, misal : gelisah, ansietas, distress pernapasan. Rasional : Disfungsi pernapasan dapat bervariasi tergantung terjadinya

proses akut yang menyebabkan pasien harus dirawat.

d. Kaji klien untuk posisi yang nyaman, misal : peninggian kepala tempat tidur. Rasional : Peninggian tempat tidur bagian kepala dapat meningkatkan

fungsi pernapasan. Pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang paling membantu agar pasien mudah bernapas.

e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal : debu, asap.

Rasional : Polusi lingkungan dapat merupakan pencetus alergi pernapasan yang dapat menimbulkan episode akut.

(15)

Rasional : Merupakan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan mengurangi udara yang “terperangkap” dalam paru.

g. Tingkatkan intake cairan sampai 3000 ml/hari, berikan minum air hangat. Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengurangi kekentalan sputum,

sehingga mudah dikeluarkan.

h. Kolaborasi :

1) Pemberian obat sesuai indikasi, misal : bronkodilator, xantin. Steroid, analgesik.

Rasional : Merelaksasi otot polos dan kongesti lokal dan menurunkan spasme jalan napas dan produksi sputum.

Mengurangi edema mukosa dan spasme otot polos, mengurangi wheezing.

Kortikosteroid untuk mencegah reaksi alergi, menghambat histamin, menurunkan spasme jalan napas.

2) Pemberian humidifikasi tambahan, misal : nebulisen, humidifier aerosol. Rasional : Meningkatkan status oksigenasi dan meningkatkan mobilisasi

sekret yang kental 3) Lakukan fisioterapi dada.

Rasional : Untuk memobilisasi sputum dan meningkatkan ekspansi paru. 4) Monitor hasil AGD dan elektrolit

(16)

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan ketidakseimbangan suplay oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus) ditandai dengan dispnea, bingung, gelisah, ketidakmampuan membuang sekret, nilai GDA tak normal (hipoksia dan hiperkapnia), perubahan tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

Tujuan : Gangguan pertukaran gas teratasi, pertukaran gas adekuat. Kriteria hasil :

a. Klien menunjukkan perbaikan ventilasi dan iksigenasi jaringan adekuat dengan AGD dalam batas normal (pH = 7,35 – 7,45; PaO2 = 80 – 100 mmhg; PaCO2 = 38 – 45 mmhg) dan bebas gejala distres pernapasan.

b. Klien mau berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai tingkat kemampuan

c. Pernapasan 20 kali/menit. Intervensi :

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat penggunaan otot aksesori, napas bibir.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat distress pernapasan.

b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu klien memilih posisi yang nyaman. Rasional : Meningkatkan status oksigenasi, meningkatkan ekspansi paru

dan menurunkan kemungkinan kolaps paru.

(17)

Rasional : Sekret yang banyak dan kental, merupakan penyebab utama kegagalan pertukaran gas. Suction diperlukan bila sekret tidak dapat dikeluarkan melali batuk.

d. Awasi tingkat kesadaran atau status mental, warna kulit dan membran mukosa.

Rasional : Gelisah dan cemas merupakan manifestasi yang sering terjadi pada hipoksia. Nilai AGD yang buruk diserta dengan somnolen merupakan indikasi disfungsi serebral akibat kegagalan pernapasan.

e. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas, berikan lingkungan yang tenang dan batasai aktivitas klien sesuai tingkat toleransi individu.

Rasional : Selama distress pernapasan akut, seringkali klien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat merupakan hal yang penting dalam program pengobatan.

f. Monitor tanda-tanda vital

Rasional : Tachicardi, disritmia dan perubahan tanda vital merupakan manifestasi hipoksia.

g. Kolaborasi : 1) Monitor AGD

(18)

Rasional : PaCO2 biasanya meningkat dan PaO2 umumnya menurun,

sehingga hipoksia dapat terjadi dalam berbagai degradasi. 2) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

Rasional : Merupakan salah satu cara untuk mengatasi hipoksia.

3. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan brokospasme peningkatan produksi sekret ditandai dengan perubahan kedalaman dan atau kecepatan pernapasan, gangguna perkembangan dada, bunyi napas tak normal (mengi, ronki, krekles), batuk dengan atau tanpa produksi sputum.

Tujuan : Pola napas kembali efektif. Kriteria hasil :

a. Pasien menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas atau bersih.

b. Pasien berpartisipasi dalam aktifitas atau perilaku meningkatkan fungsi paru. Intervensi :

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspensi dada

Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea dan terjadi peningkatan kerja napas. Kedalaman pernapasan bervariasi tergantung pada derajat gagal napas.

b. Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Rasional : Sputum berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau anti koagulan berlebihan.

(19)

Rasional : Dapat meningkatkan banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidaknyamanan upaya bernapas.

d. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas seperti krekles, mengi, gesekan pleural.

Rasional : Bunyi napas menurun bila jalan napas obtruksi skunder terhadap perdarahan, bekuan, kolaps jalan napas kecel. Ronki dan mengi mengertai obstruksi jalan napas.

e. Kolaborasi

1) Berikan oksigen tambahan.

Rasional : Maksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas. 2) Berikan humidifikasi tambahan, misalnya mebuliser ultrasonik.

Rasional : Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu mengencerkan sekret untuk memudahkan pembersihan.

4. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia, mual, muntah, peningkatan produksi sputum ditandai dengan penurunan berat badan, kehilangan massa otot, tonus otot buruk, kelemahan, nafsu makan kurang atau hilang.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi tercukupi Kriteria hasil :

a. Klien menunjukkan peningkatan berat badan / BB dalam batas normal. b. Klien menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan BB c. Hb tidak turun

(20)

Intervensi :

a. Kaji masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan.

Rasional : Klien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat.

b. Auskultasi bunyi usus

Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buru, penurunan aktivitas dan hipoksemia.

c. Berikan perawatan oral sesering mungkin.

Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.

d. Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering

Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatan masukan kalori total.

e. Hindari makanan yang menghasilkan gas dan minuman karbonat.

Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.

(21)

f. Hindari makanan sangat panas / sangat dingin.

Rasional : Suhu ekstrem dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk. g. Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

h. Kolabrasi :

1) Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna.

Rasional : Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.

2) Berikan multivitamin penambah nafsu makan

Rasional : Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak adekuatan suplay oksigen ditandai dengan laporan verbal, kelemahan, kelelahan, keletihan. Dispnea karena kerja, takipnea. Takikardia sebagai respon terhadap aktifitas sianosis.

Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan toleransi.

(22)

a. Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang dapat di ukur dengan tidak adanya dyspnea, kelemahan yang berlebihan.

b. TTV dalam batas normal. Intervensi :

a. Evaluasi respon klien terhadap aktifitas, catat adanya laporan peningkatan kelemahan.

Rasional : Menetapkan kemampuan/kebutuhan klien dan memudahkan pilihan inetrvensi.

b. Berikan lingkungan tenang dan batasi penunjang selama fase akut sesuai indikasi

Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam perencanaan pengobatan dan perlunya keseimbangan aktifitas dan istirahat.

Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. d. Bantu klien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur

Rasional : Klien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk kedepan meja atau bantal.

e. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.

Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

(23)

6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, serangan asma ditandai dengan gelisah, peka rangsang, menolak atau menyerang, berkeringat, dilatasi pupil. Tujuan : Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk

mengatasinya Kriteria hasil :

a. Mengakui dan mendiskusikan takut

b. Tampak rilek dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.

c. Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunaan sumber efektif Intervensi :

a. Observasi peningkatan kegagalan pernapasan, agitasi, gelisah, emosi labil.

Rasional : Memburuknya hipoksemia dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.

b. Pertahankan lingkungan tenang dan sedikit rangsang. Jadwalkan perawatan dan prosedur untuk memberikan periode istirahat tak terganggu.

Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi

c. Tunjukkan/bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi. Rasional : Memberiakn kesempatan untuk klien menangani ansietasnya

sendiri dan merasa terkontrol.

d. Identifikasi persepsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.

Rasional : Membantu pengenalan ansietas/takut dan mengidenti-fikasi yang dapat membantu untuk individu.

(24)

e. Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.

Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.

f. Akui kenyataan stres tanpa menyangkal atau meyakinkan bahwa segalanya akan baik. Berikan informasi tentang tindakan yang akan diambil untuk memperbaiki/menghilangkan kondisi.

Rasional : Membantu klien menerima apa yang terjadi dan dapat menurunkan tingkat ansietas/takut karena tak tahu. Salah meyakinkan tidak membantu, karena baik perawat dan klien mengetahui hasil akhirnya.

g. Identifikasi teknik yang telah digunakan klien sebelumnya untuk mengatasi ansietas.

Rasional : Fokus perhatian pada keterampilan klien yang telah dilalui, meningkatkan rasa kontrol diri.

h. Bantu orang terdekat untuk berespons positif pada klien /situasi.

Rasional : Meningkatkan penurunan ansietas melihat orang lain tetap tenang. Karena ansietas dapat menular, bila orang terdekat/staf memperlihatkan ansietas mereka, kemam-puan koping klien dapat dengan mudah dipengaruhi.

(25)

i. Kolaborasi berikan sedatif sesuai indikasi

Rasional : Mungkin diperlukan untuk membantu menangani ansietas dan meningkatan istirahat.

Referensi

Dokumen terkait

ISOLASI SENYAWA MARKER DAN UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK KULIT BATANG TUMBUHAN MANGROVE TANCANG (Bruguiera gymnhorriza) dan API-API PUTIH (Avicennia marina) TERHADAP SEL T47D DAN

1.3 Batasan Masalah Peneliti membatasi penelitian ini dengan melihat representasi citra tubuh perempuan gemuk dalam lagu “All About That Bass” dari Meghan Trainor dalam kajian budaya

Banyaknya mahasiswa yang mengalami kesalahan tersebut sungguh di luar dugaan mengingat sebelum tes diberikan mereka sudah mendiskusikan konsep aksi-reaksi pada hukum

Adapun letak dan bentuk rumah sabu disesuaikan letak pulau Sabu yang ditandai selalu mengarah ke Utara (‘Bodae) atau selatan (‘Bollou). Orang Sabu mencari tempat yang

Hasil analisis data berdasarkan hasil penelitian yang diketahui dari data awal bahwa sampel dalam penelitian adalah 40 siswa dari 2 kelas dan tidak lebih dari 30 siswa maka maka

kerjasama yang menghasilkan dana, misalnya kerjasama dengan industri farmasi untuk penelitian dan pengabdian, kerjasama dengan Alumni, serta kerjasama dengan stakeholder lainnya

 Asas Hak Untuk Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Berkembang, yaitu asa yang menekankan bahwa setiap anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dengan

Pengaruh pengikatan silang kitosan oleh TPP diamati dengan membandingkan rasio swelling kitosan-TPP pada larutan buffer pH 2,0; 5,5; 7,4; dan 9,5 yang ditunjukkan pada