EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL HERBA SELEDRI (Apium graveolens L.) PADA TIKUS BETINA GALUR WISTAR
TERINDUKSI KARBON TERTRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Bretha Celia Saragih NIM : 158114098
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL HERBA SELEDRI (Apium graveolens L.) PADA TIKUS BETINA GALUR WISTAR
TERINDUKSI KARBON TERTRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Bretha Celia Saragih NIM : 158114098
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Keep calm because hard work never
fails
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi
nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan
permohonan dengan ucapan syukur”
(Filipi 4:6)
“Your positive action combined with positive thinking results in success”
Shiv Khera
Kupersembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus Kristus,
yang selalu mendampingi, menyertai dan memberkati setiap langkahku Kedua orang tua tercinta,
Bapak Edy Thomas Saragih dan Mamah Yustina Kuswirati Adikku tersayang,
Bernadus Frederick Saragih Almamaterku Universitas Sanata Dharma
v
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan Rahmat dan Kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
berjudul “Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol Herba Seledri (Apium graveolens
L.) pada Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi Karbon Tertraklorida” dengan lancar dan selalu dimudahkan dalam setiap prosesnya, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm) Strata Satu pada Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak,
sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan dan ketulusan hati
penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang
telah memberikan bantuan moril maupun materil baik langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, terutama kepada yang saya
hormati:
1. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
2. Ibu drh. Sitarina Widyarini, M.P.,Ph.D., selaku dosen pembimbing atas bimbingan, dukungan, perhatian, pengertian, ilmu dan waktu yang telah diberikan kepada penulis untuk mendampingi penulis dari awal penyusunan proposal, penelitian hingga penyusunan naskah skripsi.
3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku dosen penguji atas segala masukan, kritik dan saran yang sangat membangun dan bermanfaat dalam proses penyusunan skripsi.
4. Dr. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt, selaku dosen penguji atas segala masukan, kritik dan saran yang sangat membangun dan bermanfaat dalam proses penyusunan skripsi.
vi
6. Bapak Heru Purwanto, Bapak Kayatno, Bapak Yohanes Wagiran, Bapak
Lilik, Bapak Suparlan sekalu laboran di laboratorium Fakultas Farmasi atas semua bantuan dan dukungannya selama proses penelitian.
7. Kedua orang tuaku yang tercinta Bapak Edy Thomas Saragih dan Ibu
Yustina Kuswirati atas segala dukungan, doa, penguatan, arahan, nasehat
dan semangat yang sudah diberikan kepada penulis dari awal proses
hingga akhir.
8. Adikku tersayang Bernadus Frederick Saragih atas semangat, dukungan
dan doanya.
9. Sepupuku tersayang Ursulla Ratna Pangesti atas dukungan, semangat serta
tenaga yang telah diberikan selama proses penelitian berjalan.
10.Teman-teman seperjuangan skripsi “Herba Seledri” Paulina (BuLin), Inge,
dan Ariel atas dinamika, dukungan, doa, semangat, kerja keras, kerja sama
yang selama ini telah terjalin sehingga dapat bersama-sama menyelesaikan
penelitian ini dengan baik.
11.Sahabat- sahabatku yang tercinta Gitta, Paulina (BuLin), Utin, Inge,
Wisnu, Aldo, Krisna, Clara (Mak Cik), Hana, Mbak Noni atas doa,
dukungan, semangat, energi positif yang selalu diberikan dari awal hingga
akhir proses penelitian.
12.Teman-teman FSMC 2015 atas kebersamaan dan dinamika selama
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... viii
x
Pengelompokkan Hewan Uji... 8
Pengujian Kadar ALT ... 8
Pengumpulan dan Analisis Data ... 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9
Determinasi, Penetapan Kadar Air dan Rendemen Ekstraksi ... 9
Kromatografi Lapis Tipis ... 10
Uji Pendahuluan Waktu Pencuplikan Darah ... 11
Pengaruh Pemberian EMHS Terhadap Kadar ALT pada Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 14
Kontrol CMA-Na ... 16
Kontrol Karbon Tetraklorida (CCl4) ... 17
Kontrol Dosis EMHS ... 17
Kelompok Perlakuan EMHS ... 18
KESIMPULAN ... 22
SARAN ... 22
DAFTAR PUSTAKA ... 22
LAMPIRAN ... 25
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hasil elusi KLT EMHS ... 11
Gambar 2. Diagram batang aktivitas serum ALT pada jam ke-0, 24 dan 48 CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB ... 13
setelah pemberian Gambar 3. Diagram batang pengaruh pemberian EMHS terhadap kadar ALT pada tikus betina galur Wistar CCl4 ... 16
Gambar 4. Herba seledri segar ... 29
Gambar 5. Herba seledri setelah dikeringkan ... 29
Gambar 6. Serbuk simplisia herba seledri... 29
Gambar 7. Proses maserasi ... 29
Gambar 8. Ekstrak kental herba seledri ... 30
Gambar 9. Ekstrak metanol herba seledri setelah dilarutkan dalam CMC-Na 1% ... 27
Gambar 10. Pemeliharaan hewan uji ... 31
Gambar 11. Pemberian ekstrak metanol herba seledri secara peroral ... 31
Gambar 12. Proses pemejanan karbon tetraklorida secara intraperitoneal ... 32
Gambar 13. Proses pencuplikan darah melalui sinus orbitalis ... 32
Gambar 14. Kadar air serbuk herba seledri replikasi pertama ... 45
Gambar 15 Kadar air serbuk herba seledri replikasi kedua. ... 45
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan pengambilan herba seledri dari CV Merapi Herba Farma ... 25 Lampiran 2. Surat keterangan determinasi herba seledri oleh Bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada ... 26 Lampiran 3. Surat Pengesahan Medical and Research Ethics Committee (MHREC) ... 27 Lampiran 4. Surat keterangan analisa data di pusat kajian CE&BU Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada ... 28 Lampiran 5. Dokumentasi ekstraksi hebra seledri ... 29 Lampiran 6. Dokumentasi perlakuan pada hewan uji ... 31 Lampiran 7. Hasil analisis data secara statistik terhadap kadar ALT pada uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 33 Lampiran 8.Hasil analisis data secara statistik terhadap kadar ALT pada
xiv ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai efek hepatoprotektif pemberian ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.) (EMHS) pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tertraklorida (CCl4) dengan melihat penurunan aktivitas ALT serta untuk mengetahui dosis efektif yang dapat menghasilkan aktivitas hepatoprotektif pemberian EMHS. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Digunakan 30 ekor tikus betina galur Wistar yang dibagi rata ke dalam 6 kelompok secara acak. Kelompok I diberi CCl4 dosis 2,0 mL/kgBB (i.p). Kelompok II diberi CMC Na 1% dengan dosis 20 mL/kgBB (p.o, selama 6 hari). Kelompok III diberi dosis tertinggi EMHS yaitu 600 mg/kgBB (p.o, selama 6 hari). Kelompok IV-VI diberi EMHS dengan dosis bertingkat yaitu 150, 300 dan 600 mg/kgBB (p.o, selama 6 hari) setelah itu diinduksi CCl4 dosis 2,0 mL/kgBB secara intraperitoneal pada hari ke tujuh dengan sekali pemberian. Sampel darah didapatkan melalui sinus orbitalis mata untuk kemudian dilakukan pengujian terhadap kadar ALT, pengambilan darah kelompok I dilakukan pada hari kedua; kelompok II dan III pada hari ketujuh dan kelompok IV-VI pada hari kedelapan. Pada penelitian ini juga dilakukan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa flavonoid jenis apiin yang terdapat pada EMHS, dimana apiin merupakan senyawa yang diduga dapat berperan sebagai agen hepatoprotektor. Fase diam yang digunakan berupa selusola dan untuk fase gerak digunakan campuran toluen, butanol, asam asetat dan air, dimana deteksi apiin dilakukan dengan sinar UV366 dan juga cat sitroborat.
Hasil yang didapatkan menunjukkan adanya aktivitas hepatoprotektif pada ketiga peringkat dosis yaitu 150, 300 dan 600 mg/kgBB berturut-turut 82, 90 dan 98%. Dosis efektif dari EMHS adalah 600 mg/kgBB. Hasil yang diperoleh dari uji KLT terhadap EMHS menyatakan bahwa EMHS terbukti mengandung senyawa flavonoid jenis apiin yang diduga dapat berperan sebagai agen hepatoprotektor hal ini ditunjukkan dengan adanya perpendaran pada sinar UV 366 dan perhitungan Rf yang mendekati Rf teoritis apiin. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa EMHS memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan kadar ALT pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
xv ABSTRACT
The purpose of this research was to obtain information about hepatoprotective effect of administration methanol extract of celery herb (Apium graveolens L.) in female Wistar rats induced by carbon tertrachloride (CCl4) by monitoring the decrease of ALT activity and also to find the effective dose that can produce hepatoprotective activity of EMHS. This research is a pure experimental study with single factor completely randomized design . Thirty rats were used and divided into 6 groups randomly. Group I was given a CCl4 2 mL/ kgBW (i.p). Group II was given CMC Na 1% 20 mL/ kgBW (p.o, for 6 days). Group III was given the highest dose of EMHS which is 600 mg /kgBB (p.o, for 6 days). Group IV-VI were given EMHS 150, 300 and 600 mg / kg (p.o, for 6 days) and intraperitoneal induction of CCl4 2 mL/kgBW on the seventh day. Blood sample was obtained by sinus orbitasil, then measurement of ALT serum activity were perfomed. Group II and III on seventh day; group I on second day; group IV,V and VI on eighth day. In this study also carried out Thin Layer Chromatography (TLC) test which aims to identify the presence of apiin in EMHS. Apiin is a compound that is thought to have a hepatoprotector effect. The stationary phase used is celusola and for the mobile phase a mixture of toluene, butanol, acetic acid and water was use. The detection of apiin was carried out with UV366 and also sitroborate.
The results showed that there were hepatoprotective activity in all three dose ratings, 150, 300 and 600 mg/kgBW respectively 82, 90 and 98%. The effective dose of EMHS is 600 mg/kgBW. The results obtained from the TLC test state, that EMHS is proven to contain apiin compound which is thought to be able to act as a hepatoprotector agent as indicated by the presence of UV366 rays and Rf calculations that approximate with the theoretical Rf of apiin. Based on these results it can be concluded that EMHS has a hepatoprotective effect by reducing ALT levels in Wistar female rats induced by carbon tetrachloride.
1 PENDAHULUAN
Hati merupakan organ terbesar yang ada di dalam tubuh, berkontribusi sekitar 2 persen dari total berat badan. Hati memiliki fungsi utama yaitu penyimpanan, metabolisme dan biosintesis (Guyton and Hall, 2016). Organ hati juga berperan dalam menjalankan fungsi detoksifikasi, hal tersebut yang menjadikan hati sangat rentan untuk menjadi sasaran utama ketoksikan suatu senyawa kimia dan berpotensi untuk mengalami kerusakan (Sujono et al., 2015).
Paparan masyarakat terhadap zat radikal bebas semakin hari semakin meningkat, kondisi ini dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit salah satunya kerusakan pada organ hati. Non-alcoholic fatty liver diaease
(NAFLD) atau sering disebut dengan perlemakan hati merupakan salah satu jenis kerusakan hati yang dapat terjadi akibat paparan zat radikal bebas secara berlebihan. Sampai saat ini NAFLD masih menjadi perhatian khusus di negara maju maupun berkembang seperti Indonesia. Diketahui bahwa angka kejadian NAFLD di Asia mencapai 25% (Fan et al., 2017) dan prevalensi NAFLD di Indonesia mencapai angka 30%, dimana angka ini menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan Korea Selatan (18%) dan Malaysia (17%) (Moghaddasifar et al., 2016).
Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat menginduksi kerusakan hati karena dapat menghasilkan senyawa radikal bebas saat dimetabolisme oleh hati. CCl4 dapat menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostasis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel (Werdhasari, 2014).
Berdasarkan data mengenai tingginya prevalensi NAFLD di Indonesia, maka diperlukan suatu senyawa yang dapat berperan sebagai penangkal radikal bebas atau antioksidan yang akan melindungi hati dari kerusakan (Hepatoprotektor). Hepatoprotektor adalah senyawa atau zat yang berkhasiat melindungi sel hati terhadap pengaruh zat toksik yang dapat merusak hati (Astuti
2
hepatoprotektor, walaupun sudah ada, khasiat penyembuhannya belum sempurna dan memiliki efek samping yang cukup berbahaya. Oleh karena itu, hingga saat ini terus dilakukan penelitian guna menemukan agen hepatoprotektor yang dapat bekerja secara optimal dan aman (Khofiyah et al., 2014).
Dewasa ini banyak sekali penelitian yang dilakukan terkait pengembangan atau penemuan obat-obat baru yang berasal dari tanaman herbal, hal ini disebabkan karena tanaman herbal dianggap sebagai sumber pengobatan yang aman dan memiliki efek samping yang kecil jika dibandingkan dengan obat-obatan kimia (Al-Asmari et al., 2017). Salah satu tanaman herbal Indonesia yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai agen hepatoprotektor adalah seledri (Apium graveolens L.) (Yao et al., 2010). Tanaman seledri mengandung senyawa flavonoid yang dikenal memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Kooti et al., 2014). Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan uji untuk untuk melihat aktivitas antioksidan dari daun seledri. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa flavonoid jenis apiin yang didapatkan dari ekstrak etanol daun seledri memiliki aktivitas antioksidan yang luar biasa dan telah dievaluasi secara in vitro maupun in vivo (Li et al., 2013). Flavonoid pada tanaman seledri dapat ditemukan pada bagian batang, daun serta akar dari tanaman seledri dimana
apigenin dan juga apiin merupakan jenis flavonoid yang banyak ditemukan pada tanaman seledri (Kolarovic et al., 2010).
Flavonoid yang terdapat di dalam tanaman seledri dapat dijadikan sebagai sebagai agen hepatoprotektor karena memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang dapat melindungi hati dari kerusakan akibat paparan radikal bebas. Mekanisme antioksidan flavonoid sehingga dapat berperan sebagai agen hepatoprotektor yaitu dengan menangkap Reactive Oxygen Species (ROS) secara langsung, mencegah regenerasi ROS dan secara tidak langsung dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Flavonoid merupakan senyawa yang paling efektif sebagai scavanger
3
Pada penelitian kali ini digunakan metanol sebagai pelarut dalam proses pembuatan ekstrak herba seledri. Metanol merupakan pelarut polar yang diketahui efektif dalam mengekstrak senyawa-senyawa yang bersifat polar, seperti flavonoid, fenolik dan saponin (Nimah et al., 2012). Berdasarkan penelitian sebelumnya telah dilakukan identifikasi dengan melakukan uji skrinning fitokimia terhadap ekstrak metanol biji seledri dan menunjukkan bahwa di dalam ekstrak metanol biji seledri terkandung senyawa flavonoid, saponin, tanin dan steroid hal ini membuktikan bahwa metanol terbukti dapat melarutkan senyawa flavonoid ( Din et al., 2015). Selain itu terdapat penelitian lain yang menyatakan bahwa ekstrak metanol daun seledri terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang terkuat yang telah diuji dengan menggunakan metode DPPH, dimana nilai IC50 ekstrak metanol daun seledri dicapai dengan konsentrasi yang terendah dibandingkan dengan ektraksi dengan pelarut etil asetat, air dan juga butanol (Jung et al., 2011). Berdasarkan hal tersebut pelarut metanol diharapkan dapat menyari flavonoid yang terkandung di dalam herba seledri secara optimal sehingga dapat dihasilkan efek hepatoprotektif dari EMHS yang juga maksimal.
Sampai saat ini penelitian mengenai bukti ilmiah terkait efektivitas dan khasiat seledri sebagai agen hepatoprotektor belum banyak dilaporkan terutama di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji efek pemberian EMHS terhadap aktivitas enzim Aspartat Aminotransaminase (ALT), yaitu jenis enzim yang paling sering dihubungkan dengan kerusakan hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana herba seledri dapat melindungi hati hewan uji dari kerusakan akibat CCl4, dan mendapatkan data mengenai dosis yang dapat menghasilkan aktivitas hepatoprotektif dari herba seledri dalam bentuk ekstrak metanol, melalui pemeriksaan enzim ALT. Pada penelitian ini digunakan tiga peringkat dosis ekstrak seledri yaitu 150, 300 dan 600 mg/KgBB. Pemilihan dosis didasarkan pada hasil penelitian Abdou et al.
4
Selain efek antioksidan seledri juga dinyatakan memiliki efek hepatoprotektif yang signifikan dengan menyesuaikan kembali efek toksik CCl4 pada total protein, DNA, dan konten RNA. Mengacu dari hasil penelitian yang telah dilakukan dimana pada penelitian tersebut digunakan dosis ekstrak etanol seledri sebesar 300 mg/KgBB maka pada penelitian ini EMHS dibuat menjadi tiga peringkat dosis yaitu 150, 300 dan 600 mg/KgBB
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian dilakukan dengan memberikan EMHS dengan 3 peringkat dosis yaitu, 150, 300 dan 600 mg/KgBB selama 6 hari dan dianalisa untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kadar ALT pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl4.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus betina galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari LPPT Unit II UGM dan telah memperoleh persetujuan etik dari Medical and Research Committee, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Ref: KE/FK/1295/EC/2018 (Lampiran 3), herba seledri yang diperoleh dari CV Merapi Farma Herbal, Yogyakarta, metanol,CMC-Na, akuades, karbon tetraklorida, olive oil, dan reagen ALT (Diasys®),
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spectrophotometer
5 dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri yang dimiliki tanaman yang akan dideterminasi dengan ciri-ciri yang berada pada buku acuan. Proses determinasi dan verifikasi herba seledri dilakukan oleh determinator di bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.
Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan di Laboratoriun Formulasi Teknologi Sediaan Farmasi Universitas Sanata Dharma dengan menggunakan alat Moisture balance. Sebelum digunakan pastikan Moisture balance dalam keadaan normal dan tersedia arus listrik, atur kedudukan alat dengan menyesuaikan sekrup penyangga, pastikan posisi titik water pass terletak dibagian tengah lingkaran, setelah itu nyalakan alat. Ketika alat sudah menyala kemudian atur suhu pemanasan yang akan digunakan, suhu yang akan digunakan pada penelitian adalah 120oC. Ketika suhu untuk pemanasan sudah diatur selanjutnya masukkan pan untuk meletakkan sampel lalu tekan tombol zero, setelah itu masukkan sebanyak 5 gram sampel serbuk simpilia herba seledri ke dalam pan. Setelah sampel dimasukkan kemudian alat ditutup dan pemanasanpun dimulai, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit hingga proses selesai. Proses penetapan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali replikasi. Berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia menyatakan bahwa serbuk
6 Pembuatan Ekstrak Metanol Herba Seledri
Herba seledri dicuci dengan menggunakan air mengalir dan dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40oC setelah kering dilakukan penggilingan hingga didapatkan serbuk simplisia herba seledri dan dilakukan penggayakan mengguakan ayakan 40 mesh. Hal ini dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel simplisia sehingga kontak serbuk simplisia dengan pelarut menjadi semakin besar, dan proses penyarian dapat berjalan secara maksimal (Cam and Hissil, 2010). Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi, maserasi dipilih karena merupakan metode ekstraksi yang cocok untuk senyawa yang tidak tahan terhadap panas seperti flavonoid (Pothitirat et al., 2009). Proses maserasi dimulai dengan memasukkan 400 g simplisia herba seledri kedalam maserator, tambahkan 4 liter pelarut metanol. Rendam selama 6 jam sambil sesekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya dua kali, Setelah itu dilakukan penyaringan hingga didapatkan filtrat dan dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 50°C, kemudian didapatkan ekstrak kental herba seledri. Hitung rendemen yang diperoleh yaitu presentase bobot (b/b) antara rendemen dengan bobot serbuk simplisia yang digunakan dengan penimbangan (Depkes RI, 2010).
Kromatografi lapis Tipis (KLT)
7
gelombang 365 nm dan ketika dilakukan penghitungan nilai Rf akan menghasilkan nilai Rf sebesar 0,30 sesuai dengan nilai Rf teoritis yang spesifik terhadap senyawa apiin. Nilai Rf didapatkan melalui penghitungan jarak yang ditempuh sampel dibagi dengan jarak yang ditempuh eluen (Depkes RI, 2010). Pembuatan Larutan Karbon Tetraklorida Konsentrasi (CCl4) 50%
Larutan CCl4 konsentrasi 50% dibuat dengan cara melarutkan CCl4 dalam olive oil dengan perbandingan volume 1 : 1 (Janakat and Al-Merie, 2002).
Uji Pendahuluan Waktu Pencuplikan Darah
Pada penelitian ini digunakan CCl4 sebagai agen untuk menginduksi kerusakan hati. Dosis CCl4 yang digunakan adalah 2 mL/kgBB dan diberikan secara intraperitoneal. Hal ini didasarkan pada penelitian sebelumnya dimana dosis dan cara pemberian tersebut terbukti dapat menyebabkan efek hepatotoksik tanpa menyebabkan kematian pada hewan uji (Janakat and Al-Merie, 2002).
Waktu pencuplikan darah ditetapkan dengan menggunakan 5 ekor tikus yang diinduksi CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB. Sampel darah dari tikus diambil melalui sinus orbitalis, dimana pencuplikan darah dilakukan pada 3 waktu yang berbeda yaitu pada jam ke 0, 24 dan 48 setelah induksi CCl4. Waktu dimana terjadi kenaikan kadar ALT tertinggi dipilih sebagai waktu pencuplikan darah tikus yang telah terinduksi CCl4.
Penetapan Dosis EMHS
8
Dosis 300 mg/kgBB dinaikkan dan diturunkan sebanyak 2 kali 300 mg/kgBB : 2 = 150 mg/kgBB
300 mg/kgBB x 2 = 600 mg /kgBB
Sehingga didapatkan tiga peringkat dosis yaitu 150, 300 dan 600 mg/kgBB. Pengelompokkan Hewan Uji
Jumlah hewan uji yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 30 ekor tikus betina galur Wistar yang dibagi rata ke dalam 6 kelompok secara acak. Kelompok I diberi CCl4 dosis 2,0 mL/kgBB (i.p). Kelompok II diberi CMC Na 1% dengan dosis 20 mL/kgBB (p.o, selama 6 hari). Kelompok III diberi dosis tertinggi EMHS yaitu 600 mg/kgBB (p.o, selama 6 hari). Kelompok IV-VI diberi EMHS dengan dosis bertingkat yaitu 150, 300 dan 600 mg/kgBB (p.o, selama 6 hari) setelah itu diinduksi CCl4 dosis 2,0 mL/kgBB secara intraperitoneal pada hari ke tujuh dengan sekali pemberian. Sampel darah diapatkan melalui sinus orbitalis mata untuk kemudian dilakukan pengujian terhadap kadar ALT, pengambilan darah kelompok I dilakukan pada hari kedua; kelompok II dan III pada hari ketujuh dan kelompok IV-VI pada hari kedelapan.
Pengujian Kadar ALT
Pengujian kadar ALT dilakukan berdasarkan metode fotometri enzimatik. Sampel darah yang telah didapatkan akan disentrifuge dengan kecepatan 12.000 rpm selama 2 menit atau 4000 rpm selama 15 menit. Serum hasil sentrifugasi dimasukkan ke dalam tabung untuk diukur kadar ALTnya. Pengukuran kadar ALT dilakukan menggunakan Spectrophotometer Microlab-300 dan pengukuran ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada. Pengukuran kadar ALT dilakukan dengan mencampur 100 µL serum dengan reagen mix 1000 µL hingga homogen. Reagen mix
9
reagen mix homogen, didiamkan selama 1 menit. Kadar ALT diukur pada panjang gelombang 340 nm.
Pengumpulan dan Analisis Data
Data yang didapatkan pada penelitian ini adalah kadar serum ALT pada tikus
betina galur Wistar. Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan “IBM SPSS Statistics 22 Lisensi UGM” di pusat kajian CE&BU Yogyakarta. Data
tersebut dianalisis menggunakan Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas pada masing-masing kelompok. Jika nilai (p>0,05) maka sebaran data dikatakan normal. Jika data terdistribusi normal dan variasinya sama, dilanjutkan dengan analisis One Way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan uji post hoc Tukey untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok bermakna (p<0,05) atau tidak bermakna (p>0,05). Bila sebaran tidak normal, dilakukan uji Kruskal-Wallis
dengan post hoc Mann-Whitney untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok. Perhitungan persen hepatoprotektif terhadap hepatotoksin CCl4 diperoleh dengan rumus:
(Rohman, 2014) HASIL DAN PEMBAHASAN
Determinasi, Penetapan Kadar Air dan Rendemen Ekstraksi.
10
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri. Setelah dilakukan penetapan kadar air sebanyak 3 kali replikasi, dihasilkan rerata kadar air sebesar 6,62 %. Hasil ini menunjukkan bahwa simplisia herba seledri yang digunakan sudah sesuai dengan persyaratan mutu serbuk simpilia yang baik sesuai dengan aturan pada Farmakope Herbal Indonesia yang menyatakan bahwa serbuk
simplisia seledri yang baik memiliki kadar air ≤ 10% (Depkes RI, 2010).
Selain determinasi dan juga penetapan kadar air pada penelitian ini juga didapatkan total rendemen ekstraksi dari hasil maserasi yang telah dilakukan. Dimana dari 400 gram serbuk simplisia herba seledri yang digunakan didapatkan rendemen ekstraksi sebesar 97,3048 g (24 % b/b).
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa flavonoid yaitu apiin pada EMHS. Identifikasi apiin
dilakukan dengan menotolkan 20 µL sampel EMHS pada lempeng KLT yang sudah dilapisi dengan fase diam berupa selulosa, kemudian lempeng dielusi dengan eluen berupa campuran Toluene, 1-butanol, asam asetat, dan air dengan perbandingan 2:2:1:5 (v/v). Ketika dicampur eluen akan memisah dan membentuk dua lapisan cairan, identifikasi apiin pada EMHS digunakan lapis atas untuk proses elusi karena campuran lapis memiliki kepolaran yang hampir sama dengan senyawa apiin yang bersifat polar sehingga dapat mengelusi senyawa apiin
dengan baik pada proses KLT. Setelah elusi selesai kemudian plat diangin-anginkan agar kering, ketika sudah kering kemudian lempeng disemprot dengan menggunakan Sitroborat LP. Hasil positif yang menyatakan keberadaan senyawa
apiin pada EMHS akan ditunjukkan dengan adanya perpendaran berwarna hijau kekuningan pada sinar UV dengan panjang gelombang 365 nm dan ketika dilakukan penghitungan nilai Rf akan menghasilkan nilai Rf sebesar 0,30 sesuai dengan nilai Rf teoritis yang spesifik terhadap senyawa apiin.
11
terjadinya perbendaran berwarna hijau kekuningan pada plat KLT dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 365 nm dan hasil penghitungan Rf dari 4 kali penotolan dalam satu plat berturut-turut sebesar 0,29; 0,31; 0,31 dan 0,30 dimana hasil Rf yang didapatkan mendekati Rf teoritis senyawa apiin yaitu 0,30. Hasil perlakuan KLT ditampilkan pada Tabel I dan Gambar 1.
Tabel I. Tabel hasil uji kromatografi lapis tipis (KLT) No.
Totolan
Fase Gerak Fase Diam
Pendeteksi Warna Pendaran Rf 1
Keterangan: 1=Totolan 1, 2=Totolan 2, 3= Totolan 3, 4=Totolan 4. Uji Pendahuluan Waktu Pencuplikan Darah
12
terbukti dapat menyebabkan efek hepatotoksik tanpa menyebabkan kematian pada tikus (Janakat and Al-Merie, 2002). Steasosis merupakan kerusakan khas yang ditimbulkan akibat induksi CCl4. Steatosis dapat terjadi karena adanya peroksidasi lipid akibat paparan radikal bebas yang berasal dari CCl4. Peroksidasi lipid yang terjadi dapat menyebebkan terjadinya perlemakan hati atau steatosis hal ini disebabkan karena adanya penurunan sintesis apoprotein di hati sehingga transpor lemak dari sel hati yang keluar akan berkurang dengan demikian lemak tertimbun dalam sel-sel hati (Tappi et al., 2013).
Metabolisme CCl4 oleh hati yang diaktifkan oleh enzim sitokrom P450 akan menghasilkan senyawa radikal yaitu berupa triklorometil (CCl3∙) dan trichloromethylperoxy (CCl3O2∙) yang bersifat sangat reaktif sehingga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati (Hudgson, 2004). Menurut Dongare
et al. (2013) puncak kenaikan aktivitas serum ALT terjadi pada jam ke-24 dan akan kembali normal pada jam ke-48 setelah induksi CCl4 diberikan. Hasil pengukuran kadar ALT setelah induksi CCl4 pada jam ke- 0,24 dan 48 ditampilkan pada Tabel II, Tabel III dan Gambar 2.
Tabel II. Purata kadar ALT ± SE pada jam ke-0, 24 dan 48 setelah pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB
Waktu Pencuplikan Darah Rerata ALT ± SE (U/L)
Jam ke-0 42,30 ± 1,76
Jam ke-24 96,50 ± 14,03
Jam ke-48 39,52 ± 5,44
Tabel III. Hasil Uji post hoc kadar ALT setelah pemberian CCl4 2 mL/kgBB pada jam ke-0, 24 dan 48.
Waktu Pencuplikan Darah Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48
Jam ke-0 BB BTB
Jam ke-24 BB BB
Jam ke-48 BTB BB
13
Gambar 2. Diagram batang aktivitas serum ALT pada jam ke-0, 24 dan 48 CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB
setelah pemberian
Radikal bebas triklorometil (CCl3∙) yang dihasilkan akibat metabolisme CCl4 oleh enzim sitokrom P450 akan membentuk senyawa radikal lain yaitu trichloromethylperoxy (CCl3O2∙) setelah berikatan dengan O2. Senyawa radikal trichloromethylperoxy merupakan senyawa radikal yang sangat reaktif yang dapat merusak lipid pada membran retikulum endoplasmik selain itu trichloromethylperoxy juga dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid yang berakibat rusaknya struktur dan fungsi sel serta dapat menyebabkan stress oksidatif (Hodgson, 2004). Peroksidasi lipid yang terjadi dapat menyebabkan cedera akut pada hepatosit (Hu et al., 2000). Cedera hepatosit menyebabkan integritas membran sel rusak dan menyebabkan kebocoran ke sirkulasi darah salah satunya ALT sehingga mengakibatkan kenaikan konsentrasi ALT pada serum darah (Khan et al., 2012).
ALT merupakan enzim yang dijadikan sebagai parameter spesifik terjadinya kerusakan hati. Hal ini disebabkan karena kadar ALT pada hepar lebih tinggi dari kadar transaminase lainnya seperti AST. Selain itu, enzim ALT bersifat lebih spesifik karena hanya dapat ditemukan di organ hati saja tidak seperti AST yang juga dapat ditemukan pada organ jantung dan otot rangka (Kee, 2008). Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,022) antara kadar ALT pada jam ke-0 (42,30 ± 1,76) dengan jam ke-24 (96,50 ± 14,03). Kadar ALT pada jam ke-0 menggambarkan kondisi normal hati hewan uji sebelum pemberian CCl4.
42,3
Jam Ke-0 Jam Ke-24 Jam Ke-48
14
Kenaikan kadar ALT pada jam ke-24 setelah pemberian CCl4 menandakan bahwa telah terjadigangguan pada fungsi hati yang menyebabkan pelepasan enzim ALT ke sirkulasi darah. Untuk memastikan bahwa kenaikan tertinggi kadar ALT terjadi pada jam ke-24 maka dilakukan pengukuran terhadap kadar ALT pada jam ke-48 setelah pemberian CCl4. Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,004) antara kadar ALT pada jam ke-24 dengan jam ke-48 (39,52 ± 5,44) dan perbedaan tidak bermakna (p=0,675) antara kadar ALT pada jam ke-0 dengan jam ke-48 sehingga dapat dipastikan bahwa kadar ALT pada jam ke-48 sudah kembali ke kadar normalnya.
Berdasarkan hasil yang telah di dapatkan dapat disimpulkan bahwa jam ke-24 setelah induksi CCl4 ditetapkan sebagai waktu pencuplikan darah hewan uji karena, pada jam ke-24 terbukti merupakan waktu dimana terjadi kenaikan tertinggi kadar ALT setelah induksi CCl4. Oleh karena itu pada perlakuan kelompok I (kontrol CCl4) pencuplikan darah dilakukan pada hari kedua dan untuk kelompok IV, V dan VI pencuplikan darah dilakukan pada hari kedelapan. Pengaruh Pemberian EMHS terhadap Kadar ALT pada Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida
Pada penelitian kali ini terdapat 6 kelompok perlakuan yaitu kelompok I (CCl4), kelompok II (CMC-Na), kelompok III (Kontrol dosis EMHS), kelompok IV, V dan VI (perlakuan 3 variasi dosis 150, 300 dan 600 mg/kgBB). Parameter kerusakan hati dilihat melalui kenaikan aktivitas dari enzim ALT. Waktu pencuplikan darah dilakukan pada jam ke-24 setelah induksi CCl4 berdasarkan hasil tersebut pengambilan darah perlakuan kelompok I (kontrol CCl4) dilakukan pada hari kedua dan untuk kelompok IV, V dan VI pencuplikan darah dilakukan pada hari kedelapan.
Data yang didapatkan pada penelitian ini berupa kadar ALT hewan uji tikus. Setelah data didapatkan maka dilanjutkan dengan uji statistik, berupa uji
Shapiro-Wilk, One Way ANOVA, Levene Test dan post hoc Tukey. One Way
15
bahwa semua data terdistribusi secara normal, sedangkan post hoc Tukey dipilih karena hasil dari pengujian Levene Test menunjukkan bahwa variasi dari data yang ada dinyatakan homogen. Hasil pengukuran kadar ALT ditampilkan pada Tabel IV, V, dan Gambar 3.
Tabel IV. Pengaruh EMHS erhadap kadar ALT pada tikus betina galur Wistar
terinduksi karbon tetraklorida
Keterangan: I: Kontrol CCl4; II: Kontrol CMC-Na;III: Kontrol Dosis EMHS; IV: Dosis EMHS 150 mg/kgBB + CCl4; V: Dosis EMHS 300 mg/kgBB + CCl4; VI: Dosis EMHS 600 mg/kgBB + CCl4.
Tabel V. Hasil uji post hoc kadar ALT kelompok perlakuan
Kelompok I II III IV V VI
Keterangan: BB= Berbeda bermakna (p<0,05); Berbeda tidak bermakna (p>0,05); I: Kontrol CCl4; II: Kontrol CMC-Na;III: Kontrol Dosis EMHS; IV: Dosis EMHS 150 mg/kgBB + CCl4; V: Dosis EMHS 300 mg/kgBB + CCl4; VI: Dosis EMHS 600 mg/kgBB + CCl4.
16
Gambar 3. Diagram batang pengaruh pemberian EMHS terhadap kadar ALT pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4
Kontrol CMC-Na
Kontrol negatif yang digunakan pada penelitian kali ini adalah CMC-Na dengan konsentrasi 1%. Pengujian terhadap kelompok kontrol CMC-Na bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi normal hati hewan uji. Pada penelitian ini CMC-Na akan digunakan sebagai pelarut dari EMHS sebelum diberikan ke hewan uji secara peroral. CMC-Na dipilih karena dalam penggunaannya dinyatakan tidak berpengaruh terhadap kenaikan kadar ALT dan menunjukkan gambaran histopatologi hati yang normal dari hewan uji (Kiran et al., 2012). Hasil penghitungan menujukkan bahwa kadar ALT hewan uji sebesar 42,88 ± 2,29 U/L. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa CMC-Na yang digunakan sebagai kontrol negatif tidak menginduksi kenaikan kadar ALT pada hewan uji, karena dengan pemberiannya selama 6 hari berturut-turut, menunjukkan bahwa kadar ALT hewan uji tidak mengalami peningkatan dan masih dalam kadar yang normal.
17 Kontrol CCl4
Pada penelitian ini karbon tetraklorida (CCl4) digunakan sebagai agen hepatotoksik untuk menginduksi kerusakan hati pada hewan uji. CCl4 dilarutkan dalam olive oil dan dibuat dengan konsentrasi 50% dengan perbandingan 1:1.
Olive oil digunakan sebagai pelarut karena tidak berpengaruh terhadap kenaikan kadar ALT menunjukkan gambaran histipatologi hati yang normal dari hewan uji (Huang et al., 2010). Dosis CCl4 yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 mL/kgBB dan diberikan secara intraperitoneal. Berdasarkan penelitian sebelumnya dosis dan juga rute pemberian CCl4 tersebut terbukti dapat menyebabkan efek hepatotoksik tanpa menyebabkan kematian pada hewan uji tikus (Janakat and Al-Merie, 2002).
Berdasarkan hasil uji pendahulian, pencuplikan darah dilakukan pada jam ke-24 setelah induksi CCl4. Hasil statistik menunjukkan bahwa kelompok kontrol CCl4 (86,72 ± 8,70 U/L) dinyatakan berbeda bermakna (p=0,000) dengan kontrol CMC-Na (42,88 ± 2,29 U/L). Kenaikan kadar ALT sebesar 2 kali kadar normal pada jam ke-24 setelah induksi CCl4 menandakan bahwa CCl4 terbukti dapat menyebabkan kerusakan akut pada hepar hewan uji sehingga dapat dijadikan sebagai agen hepatotoksik. Kerusakan organ hati akibat CCl4 diakibatkan oleh metabolisme CCl4 oleh hati yang diaktifkan oleh enzim sitokrom P450 akan menghasilkan senyawa radikal yaitu berupa triklorometil (CCl3∙) dan trichloromethylperoxy (CCl3O2∙) yang bersifat sangat reaktif sehingga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati (Hudgson, 2004).
Kontrol Dosis EMHS
18
(33,06 ± 1,15 U/L) dinyatakan berbeda tidak bermakna (p=0,508) dengan kelompok kontrol CMC-Na (42,88 ± 2,29 U/L). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa EMHS tidak menginduksi kenaikan kadar ALT, karena dengan pemberian dosis tertinggi dari EMHS yaitu dosis 600 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut terhadap hewan uji menunjukkan bahwa kadar ALT hewan uji tidak mengalami peningkatan dan masih dalam kadar yang normal. Pemberian dosis tertinggi dari EMHS tidak menginduksi kenaikan kadar ALT pada hewan uji karena di dalam EMHS tidak terdapat senyawa yang dapat merusak organ hati seperti radikal bebas, namun justru di dalamnya terkandung senyawa flavonoid jenis apiin yang dapat berperan sebagai antioksidan dan akan melindungi hati dari kerusakan (Yao et al., 2010).
Kelompok Perlakuan EMHS
Efek hepatoprotektif yang dimiliki oleh EMHS dapat dilihat berdasarkan
penurunan kadar ALT dari hewan uji setelah induksi CCl4. Penurunan kadar ALT dapat diketahui dengan membandingkan kadar ALT dari kelompok kontrol CCl4 dengan kelompok perlakuan ( EMHS 150, 300 dan 600 mg/kgBB) dimana ALT dari kelompok perlakuan akan lebih rendah dan secara penghitungan statistik berbeda bermakna dengan kontrol CCl4. Berdasarkan uji pendahuluan, pencuplikan darah dilakukan pada jam ke-24 setelah induksi CCl4. Hasil yang didapatkan dari pengukuran kadar ALT pada kelompok pemberian EMHS dengan dosis 150 mg/kgBB adalah 50,92 ± 1,70 U/L. Hasil perbandingan secara statistik menujukkan bahwa pemberian EMHS dosis 150 mg/kgBB dinyatakan berbeda bermakna dengan kontrol CCl4 (p=0.000) dan berbeda tidak bermakna dengan kelompok CMC-Na (p=0,703). Berdasarkan hasil statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian EMHS dosis 150 mg/kgBB memiliki efek pencegahan terhadap peningkatan kadar ALT hewan uji dengan perolehan persen hepatoprotektif sebesar 82% dan sudah dapat mengembalikan kadar ALT hewan uji kembali ke kondisi normal.
19
perbandingan secara statistik menunjukkan bahwa pemberian EMHS dosis 300 mg/kgBB dinyatakan berbeda bermakna dengan kontrol CCl4 (p=0,000) dan berbeda tidak bermakna dengan kontrol CMC-Na (p=0,967). Berdasarkan hasil statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian EMHS dosis 300 mg/kgBB memiliki efek pencegahan terhadap peningkatan kadar ALT hewan uji dengan perolehan persen hepatoprotektif sebesar 90% dan sudah dapat mengembalikan kadar ALT hewan uji kembali ke kondisi normal.
Hasil yang didapatkan dari pengukuran kadat ALT pada kelompok pemberian EMHS dengan dosis 600 mg/kgBB adalah 43,58 ± 1,76 U/L. Hasil perbandingan secara statistik menunjukkan bahwa pemberian EMHS dosis 600 mg/kgBB dinyatakan berbeda bermakna dengan kontrol CCl4 (p=0,000) dan berbeda tidak bermakna dengan kontrol CMC-Na (p=1,000). Berdasarkan hasil statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian EMHS dosis 600 mg/kgBB memiliki efek pencehagan terhadap peningkatan kadar ALT hewan uji dengan perolehan persen hepatoprotektif sebesar 98% dan sudah dapat mengembalikan kadar ALT hewan uji kembali ke kondisi normal.
Perbandingan antar kelompok dosis dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kekerabatan antar kelompok dosis EMHS 150, 300 dan 600 mg/kgBB. Berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan hasil yang menyatakan bahwa EMHS dosis 150 mg/kgBB dinyatakan berbeda tidak bermakna dengan kelompok dosis 300 (p=0,985) dan 600 (0,774) mg/kgBB. Demikian juga dengan kelompok dosis 300 mg/kgBB dinyatakan berbeda tidak bermakna (p=0,985) dengan kelompok dosis 600 mg/kgBB. Berdasarkan hasil tersebut dinyatakan bahwa tidak terdapat kekerabatan dosis dari ketiga peringkat dosis yang diujikan karena meningkatnya dosis EMHS tidak memberikan berbedaan yang bermakna tehadap peningkatan efek hepatoprotektifnya.
20
terhadap hewan uji, hal ini dibuktikan dengan penurunan kadar ALT hingga mendekati kadar normal. Dosis efektif adalah sejumlah miligram per kilogram berat badan (mg/kgBB) EMHS yang memiliki % hepatoprotektif paling mendekati 100% bila dihitung dari kadar ALT. EMHS 600 mg/kgBB menghasilkan efek hepatoprotektif tertinggi jika dibandingan dengan kedua dosis lainnya dimana pada kelompok dosis ini didapatkan persen hepatoprotektif sebesar 98% sehingga EMHS 600 mg/kgBB ditetapkan sebagai dosis efektif dari pemberian EMHS. Selain itu juga didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat kekerabatan diantara tiga peringkat dosis yang diujikan.
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Abdou et al. (2012) menyatakan bahwa pemberian ekstrak etanol seledri pada hewan uji tikus menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dan hepatoprotektif yang signifikan yang ditunjukkan dengan berkurangnya aberasi kromosom dan kelainan sperma, meningkatnya jumlah dan pola pita DNA, serta kemampuan dalam menyesuaikan kembali efek toksik CCl4 pada total protein, DNA, dan RNA. Sejalan dengan penelitian Abdou et al. (2012) pada penelitian kali juga didapatkan hasil yang menyatakan bahwa EMHS terbukti memiliki aktivitas antioksidan dan hepatoprotektif yang signifikan yang ditunjukkan dengan penurunan kadar ALT pada hewan uji yang telah diinduksi CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB.
21
serta akar dari tanaman seledri. Apigenin dan juga apiin merupakan jenis flavonoid yang banyak ditemukan pada tanaman seledri (Kolarovic et al., 2010).
Berdasarkan uji KLT yang telah dilakukan didapatkan hasil yang menyatakan bahwa EMHS terbukti mengandung senyawa flavonoid berupa apiin. Hasil positif dibuktikan dengan terjadinya perpendaran pada plat KLT dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 365 nm dan hasil penghitungan Rf dari 4 kali penotolan dalam satu plat berturut-turut sebesar 0,29; 0,31; 0,31 dan 0,30 dimana hasil Rf yang didapatkan tidak memiliki perbedaan bermakna dengan Rf teoritis
apiin yaitu 0.30. Sehingga dapat disimpulkan bahwa efek hepatoprotektif EMHS berasal dari aktivitas flavonoid jenis apiin yang dapat bertindak sebagai antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang berfungsi untuk menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron dari radikal bebas sehingga menghambat terjadinya reaksi berantai (Dungir et al., 2012).
Mekanisme antioksidan dari flavonoid sehingga dapat berperan sebagai agen hepatoprotektor yaitu dengan menangkap Reactive Oxygen Species (ROS) secara langsung, mencegah regenerasi ROS dan secara tidak langsung dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Flavonoid merupakan senyawa yang paling efektif sebagai scavanger spesies reaktif, misalnya super dioksida, radikal peroksil, dan peroksinitrit dengan cara mentransfer atom H+ (Hardiningtyas et al., 2014).
22 KESIMPULAN
Ekstrak metanol herba seledri dosis 150, 300 dan 600 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif terhadap tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Dosis EMHS 600 mg/kgBB merupakan dosis efektif dari pemberian EMHS dilihat dari kemampuannya dalam menurunkan kadar ALT hingga mendekati normal.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengujian efek hepatoprotektif EMHS terhadap gambaran histopatologi hewan uji, serta pengujian efek hepatoprotektif terhadap EMHS dengan meningkatkan dosis pemberiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdou, H.S., Salah, S.H., Hoda, B.F., Abdel, R.E.A., 2012. Antioxidant Effect of Celery Against Carbontetracloride Induced Hepatic Damage in Rats.
African Journal of Mircobiology Resaerch, 6(27), 5657-5667.
Al-Asmari, A.K., Athar, M.T., 2017. An Updated Phytopharmacological Review on Medical Plant of Arab Region: Apium graveolens L. Pharmacognosy Reviews, 11(21) ,13-14.
Astuti, K.I., Anwar, K., Biworo, A., 2016. Uji Aktivitas Infusa Akar Tawas Ut (Ampelocissus rubiginosa L.) Sebagai Hepatoprotektor Terhadap Mencit Putih Jantan Balb/C Yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4). Jurnal
Pharmascience, 3(2), 57-63.
Azmir, J., Zaidul, I.S.M., Rahman, M.M., Sharif, K.M., Mohamed, A., Sahena, F., Jahurul, M.H.A., Ghafoor, K., Norulaini, N.A.N., Omar, A.K.M., 2013. Techniques For Extraction of Bioative Compounds From Plant Materials: A Review. Journal of Food Engineering, 117, 426-436.
Cam, M. and Hisil, Y., 2010. Pressurised Water Extraction of Polyphenols From Pomegranate Peels. Journal of Food Chemistry, 123, 878-885.
Depkes RI, 2010, Suplemen I Farmakope Herbal Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 95-94.
23
Dungir, S.G., Katja, D.G., Kamu, V.S., 2012. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fenolik dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal MIPA UNSRAT, 1(1), 11-
Fan, J.G., Kim, S.U., Wong, V.W., 2017. New trends on obesity and NAFLD in Asia, Journal of Hepatology, 6, 862-73.
Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2016, Textbook of Medical Physiology 13th Edition, Elsevier inc, Philadelphia, 881, 883-884.
Hardiningtyas, S.D., Purwaningsih, S., Handharyani, E., 2014. Aktivitas Antioksidan dan Efek Hepatoprotektif Daun Bakau Api-Api Putih. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 17(1), 80-91.
Hodgson, E., 2004, A Textbook of Modern Toxicology, 3rd ed, John Wiley and Sons Inc, New Jersey, 269-267.
Hu, Y.Y., Liu, C.H., Wang, R.P., Liu, C., Zhu, D.Y., Liu, P., 2000. Protective Actions of Salvianolic Acid A on Hepatocyte Injured By Peroxidation In Vitro. World J Gastroenterol, 6 (3), 402-404.
Huang, B., Ban, X., He, J., Tong, J., Tian, J., Wang, Y., 2009. Hepatoprotective and Antioxidant Activity of Ethalonic Extract of Edible Lotus (Nelumbo nucifera Gaertn.) Leaves. Journal of Food Chemistry, 120, 873-878. Janakat, S. and Al-Merie, H., 2002. Optimization of The Dose and Route of
Injection, and Characterisation of The Time Course of Carbon TetrachlorideInduced Hepatotoxicity in The Rat. Journal of Pharmacological and Toxicological Methods, 48, 41–44.
Jung, W.S., Chung, I.M., Kim, S.H., Kim, M.Y., ahmad, A., Praveen, N., 2011. In vitro antioxidant activity, total phenolics and flavonoids from celery (Apium graveolens) leaves. Journal of Medicinal Plants Research, 5 (32), 7022-7030.
Kee, J.L., 2008, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 15-16.
Khan, R.A., Khan, M.R., Sahreen, S., 2012. CCl4 Induced Hepatotoxicity: Protective effect of rutin p53, CYP2E1 and The Antioxidative Status in Rat. BMC Complementary and Alternative Medicine, 12(178), 1-6.
Khofiyah, S.N., Aminah, A., Iman, E.R.S., 2014. Efek Pemberian Ekstrak Ethanol Daun Kenikir (Cosmos caudatus) Terhadap Gambaran Histopatologis Hepar pada Mencit (Mus musculus) Balb/C Jantan yang Diinduksi Parasetamol. Jurnal Veterania Medika, 7(2), 158-165.
24
Kooti, W., Ali-Akbari, S., Samani, M.A., Ghadery, H., Larky, D.A., 2014. The Effect of Halcoholic Extract of Celery Leaves on the Delivery Rate(Fertilization and Stillbirths), the Number, Weight and Sex Ratio of Rat off Spring. Advances in Enviromental Biology, 8(10), 48-59.
Kolarovic, J., Popovic, M., Zlinska, J., Trivic, S., Vojnovic, M., 2010. Antioxidant Activities of Celery and Parsley Juices in Rats Treated with Doxorubicin. Molecules, 15, 6194-6204.
Li, P., Jia, J., Zhang, D., Xie, J., Xue, X., Wei, D., 2013. In vitro and in vivo antioxidant activities of a flavonoid isolated from celery (Apium graveolens L. var. dulce). The Royal Society of Chemistry, 5, 50-56.
Moghaddasifar, I., Lankarani, K. B., Moosazadeh, M., Afshari, M., Ghaemi, A., Alimeramezany, M., Gharebagh, R. A., Malary, M., 2016. Prevalence of Non-alcoholic Fatty Liver Disease and Its Related Factors in Iran. International Journal of Organ Transplantation Medicine, 7 (3), 149-160. Nimah, S., Ma’aruf, W.F., Trianto, A., 2012. Uji Bioaktivitas Ekstrak Teripang
Pasir (Holothuria scabra) Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa dan
Bacillus cereus. Jurnal Perikanan, 1(1), 1-9.
Pothitirat, W., Chomnawang, M.T., Supabphol, R., Gritsanapan, W., 2009. Comparison of Bioactive Compounds Content, Free Radical scavenging and Anti-acne Inducing Bacterial Activities of Extract From The Mangosteen Fruit at Two Stages of Maturity. Journal of Fitoterapia, 80, 442-447.
Rohman, A, 2014 Statistika dan Kemometrika Dasar dalam Analisis Farmasi, Yogyakarta, Pustaka pelajar, 53-55, 95-96, 188-192.
Sujono, T.A., Wahyuni, A.S., Da’i, M., Kusumowati, T.D., Suhendi, A.,
Munawaroh, R., Pratiwi, N., Fauziyyah, S., Rahadini, R., Lestari, S., 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Meniran (Phyllanthus Niruri L.) Selama 90 Hari Terhadap Fungsi Hati Tikus. University Research Colloquium, 136-142.
Tappi, E.S., Lintong, P., Loho, L.L., 2013. Gambaran Histopatologi Hati Tikus Wistar Yang Diberikan Jus Tomat (Solanum Lycopersicum) Pasca Kerusakan Hati Wistar Yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4).
Jurnal e-Biomedik, 1(3), 1126-1129.
Werdhasari, Asri, 2014. Peran Antioksidan Bagi Kesehatan. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia, 3(2), 59-68.
25 LAMPIRAN
26
27
28
29
Lampiran 5. Dokumentasi ekstraksi hebra seledri
Gambar 4. Herba seledri segar Gambar 5. Herba seledri setelah dikeringkan
Gambar 6. Serbuk simplisia herba seledri
30
Gambar 8. Ekstrak kental herba seledri
31
Lampiran 6. Dokumentasi perlakuan pada hewan uji
Gambar 10. Pemeliharaan hewan uji
32
Gambar 12. Proses pemejanan karbon tetraklorida secara intraperitoneal
33
Lampiran 7. Hasil analisis data secara statistik terhadap kadar ALT pada uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji.
Descriptives
Statistic Std. Error
Delta jam 0 - 24 Mean -54.2000 14.80030
95% Confidence Interval for Mean Low
er
5% Trimmed Mean -53.4444
Median -38.6000
95% Confidence Interval for Mean Low
35
-54.20000 33.09449 14.80030 -95.29223
Pair 2 SGPT/ALT Jam
0 - SGPT/ALT Jam 48
2.78000 13.77632 6.16096 -14.32556
Pair 3 SGPT/ALT Jam
24 - SGPT/ALT Jam 48
56.98000 21.42398 9.58110 30.37861
36
Lampiran 8. Hasil analisis data secara statistik terhadap kadar ALT pada kelompok kontrol dan perlakuan
Explore Kelompok
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
SGPT_
5% Trimmed Mean 85.9056
Median 83.8000
5% Trimmed Mean 43.0389
Median 43.6000
Variance 26.237
Std. Deviation 5.12221
Minimum 35.10
37
5% Trimmed Mean 33.0556
Median 33.5000
5% Trimmed Mean 50.9389
38
5% Trimmed Mean 47.3889
Median 49.5000
5% Trimmed Mean 43.4722
40 Test of Homogeneity of Variances SGPT_ALT Dependent Variable: SGPT_ALT
(I)
5.58056 .000 -61.0947 -26.5853
41 Kontrol
Dosis EMHS
Kontrol CCl4 -53.66000*
5.58056 .000 -70.9147 -36.4053
Kontrol
CMC-5.58056 .000 -53.0547 -18.5453
Kontrol
CMC-5.58056 .000 -56.7147 -22.2053
Kontrol
CMC-5.58056 .000 -60.3947 -25.8853
CMC-42
Lampiran 9. Perhitungan konversi dosis untuk manusia Nilai konversi tikus 200 gram ke manusia 70 kg= 56
Dosis untuk manusia 70 kg= dosis tikus 200 gram x nilai konversi 1. Ekstrak metanol herba seledri 150 mg/kgBB
150 mg/kgBB = 0,15 g/1000 gBB= 0,03 g/200 gBB = 0,03 g/200 gBB x 56
= 1,68 g/70 kgBB manusia 2. Ekstrak metanol herba seledri 300 mg/kgBB
300 mg/kgBB = 0,30 g/ 1000 gBB = 0,06 g/200 gBB = 0,06 g/200 gBB x 56 = 3,36 g/70 kgBB manusia 3. Ekstrak metanol herba seledri 600 mg/kgBB
43
Lampiran 10. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol herba seledri
Berdasarkan penelitian Abdou (2012), dosis pemberian ekstrak etanol daun seledri adalah 300 mg/kgBB. Dosis tersebut diturunkan dan dinaikkan 2x kali sehingga diperoleh tiga peringkat dosis pemberian ekstrak metanol herba seledri. Tiga peringkat dosis sebagai berikut:
44
Lampiran 11. Perhitungan persen hepatoprotektif
Persen efek hepatoprotektif ekstrak metanol herba seledri dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
%
1. Persen hepatoprotektif ekstrak metanol herba seledri 150 mg/kgBB
%= 82 %
2. Persen hepatoprotektif ekstrak metanol herba seledri 300 mg/kgBB
%= 90%
3. Persen hepatoprotektif ekstrak metanol herba seledri 600 mg/kgBB
45
Lampiran 12. Perhitungan kadar air serbuk herba seledri
Gambar 14. Kadar air serbuk herba seledri replikasi pertama
46
47
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “ Uji Hepatoprotektif Ekstrak Metanol Herba Seledri (Apium graveolens L) Pada Tikus Betina galur Wistar terinduksi Karbon
Tetraklorida” dengan nama lengkap Bretha Celia