• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HYGINE DAN SANITASI TERHADAP TEMPAT PENGOLAHAN PEMOTONGAN AYAM DI PASAR BINA USAHA MEULABOH ACEH BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HYGINE DAN SANITASI TERHADAP TEMPAT PENGOLAHAN PEMOTONGAN AYAM DI PASAR BINA USAHA MEULABOH ACEH BARAT"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

SANITASI TERHADAP TEMPAT PENGOLAHAN

PEMOTONGAN AYAM DI PASAR

BINA USAHA MEULABOH

ACEH BARAT

SKRIPSI

RINA CANDRIANI 10C10104018

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH ACEH BARAT

(2)

BINA USAHA MEULABOH

ACEH BARAT

SKRIPSI

RINA CANDRIANI 10C10104018

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Pada Falkutas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH

(3)

1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang

mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan

sebagainya. Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang

diajukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi lingkungan

yang mendasar yang mempengarui kesejahteraan manusia, kondisi tersbut

mencakup, pasokan air yang bersih dan aman, pembuangan limbah dari hewan,

manusia dan industri yang efisien, perlindungan makanan dari kontaminasi

biologis dan kimia, udara yang bersih tanpa ada kotoran, serta rumah yang

nyaman, upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan

lingkungan dari subyeknya, misalnya menyediakan air yang bersih untuk

keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah

agar sampah tidak dibuang sembarangan (Kemenkes RI. 2002).

Sanitasi pada rumah potong ayam adalah sesuatu yang harus diperhatikan

mulai dari pemotongan, karena sanitasi yang baik akan memperkecil

kontaminasi. Sanitasi yang ada ditemukan adalah dalam kondisi yang kurang baik,

dimana kandang yang kurang bersih dan banyak juga terlihat tumpukan air yang

tergenang, lantai kandang, tempat pemotongan serta kebersihan petugas dalam

(4)

terkontaminasi. Penanganan dari pekerja juga harus bersih untuk memastikan

tidak terkontaminasi dalam penanganan (Purnawijayanti, Hiasinta A. 2006).

Rumah potong unggas merupakan kompleks bangunan dengan desain

konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta

digunakan sebagai tempat pemotongan unggas bagi konsumsi masyarakat. Dari

penjabaran diatas tentang rumah potong unggas maka yang dapat kami simpulkan

bahwa rumah potong unggas belum memenuhi standar yang telah di tetapkan oleh

BSN dengan keluarnya SNI 467-27542-2009 dan HCCP (Syaifudin A, 2010).

Alat perkakas potong harus dalam kondisi keadaan bersih serta bebas dari

mikroba atau bahan yang terkontaminan. Karena kita tahu bahwa untuk

mendapatkan kualitas karkas yang baik bermula dari pemotongan. Terkait itu

semua kondisi yang ada dilapangan menunjukan bahwa kurang sadarnya si

pemilik atau eksekutor pemotongan ayam terhadap alat yang ia guanakan untuk

memotong ayam. Kondisi yang terlihat mata adalah adanya karat dan peyimpanan

yang sembarangan, serta pembersihan alat yang kurang. Berikut alat yang

digunakan untuk memotong (Syaifudin A, 2010).

Penggunaan peralatan sanitasi seperti masker, penutup kepala dan sarung

tangan serta pengendalian terhadap hama tidak menjadi perhatian para pedagang.

hanya pedagang yang melakukan pemotongan di rumah pemotongan ayam (RPA)

yang menggunakan celemek. Lantai tempat berjualan para pedagang tidak semua

kedap air. Terdapat beberapa pedagang yang tidak memiliki lantai kedap air

sehingga tidak mudah untuk dilakukan pembersihan. Peralatan yang digunakan

(5)

kuman sehingga terjadi infeksi, namun terdapat ada beberapa pedagang yang

melakukan pemotongan di rumah pemotongan ayam (RPA) dan ada beberapa

pedagang yang melakukan pemotongan di tempat penjualan yang peralatannya

terdapat karat yaitu pada timbangan. Hal ini dapat memicu terjadinya kontaminasi

secara fisik yaitu karat dapat menempel pada karkas ayam saat penimbangan

(Murdiati, 2006).

Selain peralatan, pekerja juga kontak secara langsung dengan bahan dan

berkontribusi terhadap keamanan pangan produk yang dihasilkan. Pekerja harus

memenuhi persyaratan higiene antara lain menggunakan pakaian yang bersih

dengan sarung tangan dan penutup kepala serta harus mencuci dan menyucikan

tangan beberapa kali selama dan setelah bekerja. Pekerja juga harus memiliki

kebiasaan personal hygiene yang baik (Prima, 2006).

Berdasarkan data Dunia Tentang Sanitasi Tempat pemotongan Ayam yaitu

di pasar-pasar di Asia merupakan pusat aktivitas sosial dan ekonomi, namun pasar

juga dapat menjadi sumber penyebaran penyakit (zoonosis) yang cepat. Bahkan

sejumlah wabah penyakit saat ini ditularkan melalui pangan dan hewan hidup

yang dijual di pasar. Tidak terkecuali keberadaan virus di pasar menjadi hal yang

harus mendapatkan perhatian lebih. Hal ini mengingat pasar sebagai tempat yang

memungkinkan kontak langsung antara unggas pembawa virus dengan manusia.

Pada tahun 1997 wabah H5N1 terjadi pada peternakan dan pasar becek/tradisional

di Hong Kong. Untuk pertama kalinya dilaporkan H5N1 menyerang manusia

dengan jumlah kematian 6 orang dari 18 kasus (WHO, 2005). Lemahnya

(6)

dan penularan virus AI di pasar yang menjual unggas hidup dan produknya

(Depkes 2006).

Di Indonesia merupakan Negara dengan dimana kasus kematian manusia

karena virus flu burung yang terbesar di dunia, dengan total kasus 163 dan jumlah

kematian sebesar 135 orang. Dari 163 kasus tersebut sebanyak 45 kasus (38

meninggal) terjadi di Provinsi DKI Jakarta. Guna mencegah penyebaran flu

burung secara meluas ke masyarakat khususnya daerah DKI Jakarta, Pemerintah

DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang

Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas serta Peraturan Gubernur No.

146 Tahun 2007 sebagai Petunjuk Pelaksanaan Perda tersebut. Kedua aturan ini

menghasilkan implementasi penataan budi daya unggas dan penataan pasar

unggas (Depkes, 2006).

Berdasarkan survey yang dilakukan Majalah Poultry Indonesia, lokasi

usaha antara tempat-tempat usaha tersebut saling berdekatan. Untuk jarak tempat

pemotongan ayam (TPA) sebagian besar (50%) berjarak 10-50 meter. Hanya

terdapat 7% saja lokasi antar penampungan yang berjarak lebih dari 1 km. Dari

data tersebut dapat dimabil benang merah bahwa lokasi antar penampungan

dengan usaha pemotongan (TPA) saling berdekatan. Dengan prosentase terbanyak

sekitar 50% dari total sampling yang dilakukan, jarak 10-50 meter merupakan

suatu jarak yang relatif dekat dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Diikuti

prosentase sebesar 22% dengan jarak kurang dari 10 meter (Komisi Pengawas

(7)

Undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan

hewan memperhatikan bahwa dalam rangka jaminan keamanan, kesehatan,

keutuhan dan halal produk hewan termasuk karkas atau daging ayam yang

beredar. Dalam Pelaksanaan di lapangan, saat ini sebagaian besar karkas atau

daging yang beredar berasal dari rumah pemotogan ayam skala kecil yang belum

memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi. Kondisi ini dan penanganan yang

tidak sesuai dengan persyaratan hygiene dan sanitasi tentunya akan

mempengaruhi keamanan dan kualitas daging ayam yang dihasilkan dari rumah

pemotongan ayam skala kecil (Kementrian Pertenakan Hewan, 2010).

Peralatan harus terbuat dari bahan yang tahan karat, pisau yang tajam

memiliki permukaan yang rata, dan tidak kedap air. Sehingga mudah dibersihkan

dan tidak menjadi tempat bersarangnya mikrobia. Tempat produksi dan peralatan

produksi harus dibersihkan dan disucihamakan setiap hari. Selain peralatan,

pekerja juga kontak secara langsung dengan bahan dan berkontribusi terhadap

keamanan pangan produk yang dihasilkan. Pekerja harus memenuhi persyaratan

hygine antara lain menggunakan pakaian yang bersih dengan sarung tangan dan

penutup kepala serta harus mencuci dan menyucihamakan tangan beberapa kali

selama dan setelah bekerja.

Dampak sanitasi lingkungan ditujunkan untuk memenuhi persyaratan

lingkungan yang sehat dan nyaman. Lingkungan yang sanitasinya buruk dapat

menjadi sumber berbagai penyakit yang dapat mengaggunya kesehatan manusia.

(8)

berkurang. Karena itu, upaya sanitasi lingkungan menjadi bagian penting dalam

menigkatkan sejahteraan (Prima, 2006).

Limbah cair biasanya dialirkan secara sembarang tanpa mempedulikan

kondisi lingkungan. Sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.

Pengelolaan limbah padat juga belum dilakukan dengan baik, yaitu dibuang di

tempat terbuka secara sembarang tempat dan tidak dalam keadaan tertutup. Sering

juga limbah padat dibuang secara langsung ke sungai. Untuk skala RPA

tradisional, minimal limbah padat dibuang ke tempat sampah dalam keadaan

tertuutup atau bila ditampung sementara, ditempatkan di wadah tertutup (Gustiani,

2009).

Hasil wawancara yang dilakukan pada 7 pedagang pasar Bina usaha

Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014, yaitu pengetahuan pedangang tentang sanitasi

lingkungan sangat masih kurang karena banyak menimbulkan efek terlihat sangat

kotor dan tidak teratur terhadap lingkungan dan masyarakat setempat ini terkait

penyakit-penyakit yang timbul dari sanitasi yang buruk ini di akibatkan kurangnya

mendapatkan bimbingan atau arahan serta pelatihan untuk memenuhi

syarat-syarat tempat pemotongan ayam. Pedagang yang tidak pernah mendapatkan

pelatihan mengaku hanya berbekal pengalaman saja dalam menangani karkas,

terlihat sanitasi pemotongan ayam yang buruk dan pembuangan limbah yang

masih belum teratur dan terarah.

Menurut pengataman peneliti di Meulaboh pemotongan ayam tidak stabil

untuk memenuhi syarat karena letaknya dekat dengan pedagang sayur-sayuran,

(9)

pemotongan ayam akan mempengaruhi dengan pendangan lainnya dari

pembuangan limbah serta aroma dari pemotongan ayam yang akan mempengaruhi

sirkulasi udara yang dihirup oleh pedagang oleh karena itu peniliti tertarik

meneliti tentang sanitasi lingkungan tempat pemotongan ayam.

Menurut beberapa referensi yang peneliti yakini bahwa sanitasi

lingkungan terhadap tempat pemotongan ayam sangat berpengaruh besar terhadap

penyakit dari bakteri dan virus yang berasal dari kotoran ayam serta lingkungan

dan pemiliharan yang tidak menurut seusai standarisasi.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut yang menjadi perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Higene Dan Sanitasi Terhadap Tempat Penglolahan Pemotongan

Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.”

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk meneliti Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Higene Dan Sanitasi

Terhadap Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh

Aceh Barat Tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui sanitasi tempat pemotongan ayam yang

(10)

2. Untuk mengetahui Sanitasi Tempat Pemotongan ayam yang

berhubungan dengan sistem pembuangan limbah.

3. Untuk mengetahui Sanitasi Tempat Pemotongan ayam yang

berhubungan dengan Persyaratan Peralatan-Peralatan Pemotongan

Ayam.

1.4.Manfaat Penelitian

1.4.1.Manfaat Teoritis

1.4.1.1. Penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi untuk memperkaya

ilmu kesehatan dan sebagai bahan bacaan bagi institusi pendidikan dalam

kegiatan proses belajar mengajar.

1.4.1.2. Sebagai bahan untuk menambah ilmu pengetahuan dan perbaikan

pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan dapat menjadi

panduan atau bahan perbandingan untuk melakukan penelitian yang akan

datang.

1.4.2. Manfaat Praktis

1.4.2.1. Sebagai bahan masukan bagi pedagang yang memproduksi daging ayam

agar memperhatikan dan meningkatkan lagi kualitas lingkungan tempat

pemotongan agar sanitasi menjadi lebih baik agar terhindar dari

penyakit-penyakit.

1.4.2.2. Sebagai bahan masukan bagi peniliti untuk menjadikan hasil Penelitian ini

dapat menambah pengetahuan juga pengalaman secara langsung bagi

(11)

9

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Hygine dan Sanitasi

2.1.1. Pengertian Hygine

Hygine adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan saluran untuk

melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring,

membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi kebutuhan makanan

secara keseluruhan ( Depkes RI, 2006).

Hygine adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan

pada usaha kesehatan persorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang

tersebut berada (Widayati, 2002). Hygine dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu

dengan yang lain karena erat kaintannya. Misalnya hygine sudah baik karena

masa mencuci tangan, tetapi sainitasinya tidak mendukung karena tidak cukup

tersedianya air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna.

2.1.1.1. Higienitas Karyawan

Karyawan yang bekerja di Rumah Pemotongan Hewan (RPH)

Tamarunang sebagian besar merupakan warga sekitar RPH. Jumlah karyawan

yang bekerja setiap harinya yakni kurang lebih 50 dimana terdiri dari 4 orang

yang mengurusi manajemen RPH, 10 pekerja daerah kotor, 10 pekerja daerah

(12)

pekerja. Hal ini sesuai pendapat Anonim (2010) bahwa jumlah tenaga kerja yang

ada di RPH yaitu 30 orang atau lebih yang dibagi dalam pekerja yang bekerja di

daerah kotor dan daerah bersih serta pekerja yang mengurusi urusan selain

pemotongan, ditambah dengan 2 orang dokter hewan yang mengurusi kesehatan

ternak yang akan disembelih, dan juga memeriksa layak tidaknya daging yang

dihasilkan untuk dikonsumsi.

Higienitas karyawan dari Rumah Pemotongan Ternak (RPH) masih kurang

terjaga. Karena daerah kotor dan daerah bersih bersatu, jadi para pekerja yang

berada di daerah kotor bisa saja bekerja di daerah bersih. Selain itu di RPH

Tamarunang ini tidak dilengkapi dengan sistem sanitasi untuk setiap karyawannya

sehingga daging bisa saja terkontaminasi oleh bakteri. Hal ini sesuai pendapat

Ensminger (1998) bahwa kontaminasi pada karkas dapat berasal dari lantai

bangunan, peralatan, air pencuci, dan pekerja yang tidak higienis.

Sedangkan untuk higienitas perusahaan sudah cukup baik karena setiap

tamu yang hendak memasuki kawasan Rumah Pemotongan Ternak (RPH) harus

mendapat izin dari pengelola Rumah Pemotongan Ternak (RPH) dan mematuhi

segala peraturan yang berlaku di RPH.

2.1.1.2. Persyaratan higiene karyawan dan perusahaan meliputi:

1. Rumah Pemotongan Unggas harus memiliki peraturan untuk semua

karyawan dan pengunjung agar pelaksanaan sanitasi dan higiene rumah

(13)

2. Setiap karyawan harus sehat dan diperiksa kesehatannya secara rutin

minimal satu kali dalam setahun.

3. Setiap karyawan harus mendapat pelatihan yang berkesinambungan

tentang higiene dan mutu.

4. Daerah kotor atau daerah bersih hanya diperkenakan dimasuki oleh

karyawan yang bekerja di masing-masing tempat tersebut, dokter hewan

dan petugas pemeriksa berwenang.

5. Orang lain (misalnya tamu) yang hendak memasuki bangunan utama

Rumah Pemotongan Unggas harus mendapat izin dari pengelola dan

mengikuti peraturan yang berlaku (Purnawijayanti, Hiasinta A. 2006).

2.1.2 Sanitasi

Sanitas menurut WHO (Word Health Organisation) adalah suatu usaha

untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada

manusia, terutama pada hal-hal yang mempeunyai efek merusak perkembangan

fisik, kesehatan, dan kelangsuangan hidup.

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan lingkungan dari subyeknya, misalnya menyediakan air yang bersih

untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi

sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk

kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan

(14)

Sedangkan menurut Oginawati (2008), sanitasi makanan adalah upaya

pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad

renik pembusuk dan patogen dalam makanan yang dapat merusak makanan dan

membahayakan kesehatan manusia.

Sanitasi tempat-tempat umum adalah usaha untuk mengawasi dan

mencegah akibat dari tempat-tempat yang diperuntukkan bagi masyarakat umum

terutama yang erat kaitannya dengan timbulnya atau menularnya suatu penyakit.

Pentingnya pengawasan tempat-tempat umum karena, Tempat umum yang tidak

saniter dapat menjadi tempat perkembangbiakkan bibit penyakit dan vektor

penyakit, sehingga akan memperluas penyebaran penyakit. Kontruksi bangunan

tempat umum yang tidak memenuhi syarat akan dapat menimbulkan bahaya dan

keselakaan.

2.1.2.1. Jenis-jenis Sanitasi Tempat Umum Dalam Kesehatan

Jenis-jenis sanitasi tempat-tempat umum yaitu,hotel, sekolah-sekolah,

pasar, salon, panti pijat, terminal, tempat ibadah dan Pasar.

2.1.2.2. Syarat-Syarat Tempat-Tempat Umum

1. Di bersihkan dan dirawat oleh masyarakat yang ada disekitar

2. Harus ada gedung atau tempat yang dapat di pergunakan masyrakat

3. Harus ada aktivitas, seperti adanya tempat penjualan

(15)

2.1.2.3. Tujuan Sanitasi

Tujuan dari sanitasi antara lain:

1. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan.

2. Mencegah penularan wabah penyakit.

3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat.

4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

5. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang

disebarkan oleh perantara-perantara makanan.

2.1.2.4. Hal-Hal Yang Diperhatikan Terhadap Sanitasi di lingkungan Pasar

Selain itu menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), di dalam upaya

sanitasi makanan, terdapat 6 tahapan yang harus diperhatikan yaitu:

1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi

2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan

3. Keamanan terhadap penyediaan air bersih

4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,

penyajian dan penyimpanan

(16)

2.2. Tempat Pemotongan Ayam

2.2.1. Definisi

Rumah Pemotongan Unggas adalah kompleks bangunan dengan desain

dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu

serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat

umum (Murdiati, 2006).

Rumah potong hewan adalah suatu komplek bagunan dengan desain dan

syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat pemtongan hewan bagi konsumsi

masyarakat luar. RPH harus memiliki konsep terpadu dimana RPH tidak hanya

memberikan pelayanan pemotongan berbagai macam jenis ternak seperti sapi,

kerbau.

Rumah Pemotongan Unggas perlu memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Tidak bertentangan dengan Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana.

2. Detail Tata Ruang (RDTR) setempat dan/atau Rencana Bagian Wilayah Kota

(RBWK).

3. Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya lebih

rendah.

4. Dari pemukimam penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran

lingkungan.

5. Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah rawan

banjir, bebas dari asap, bau debu dan kontaminan lainya.

6. Memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan Rumah Pemotongan

(17)

Daerah kotor meliputi penurunan, pemeriksaan antemortem dan

penggantungan unggas hidup, pemingsanan (stunning), penyembelihan (killing),

pencelupan ke air panas (scalding tank), pencabutan bulu (defeathering),

pencucian karkas, pengeluaran (evisceration) dan pemeriksaan postmortem,

penanganan jeroan.

Daerah bersih meliputi pencucian karkas, pendinginan karkas (chiling),

seleksi (grading), penimbangan karkas, pemotongan karkas (cutting), Pemisahan

daging dari tulang (deboning), pengemasan, penyimpanan segar (chiling room)

(Prima, I. W., 2006).

2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tempat Pemotongan Ayam

2.3.1 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu factor yang mendukung

tercapainya daging yang ASUH serta proses distribusi daging yang lancar ke

konsumen. Baik Rumah Pemotongan Hewan (RPH) maupun Rumah Pemotongan

Unggas (RPU) harus memiliki sarana dan prasarana yang baik. Hal ini sesuai

dengan pendapat Abubakar (1998) bahwa ketersediaan sarana di Rumah

Pemotongan Ayam (RPA) sangat penting untuk berlangsungnya proses

pemotongan dan untuk menghasilkan ayam potong berkualitas baik.

Sarana yang terdapat pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang tidak

bagus yaitu jalan dimana sebagian akses jalan ke RPH ini rusak. Hal ini tentunya

akan mengganggu proses pemotongan di RPH, baik itu sebelum maupun setelah

(18)

yang rusak maka akan membuat ternak mudah stres. Hal ini sesuai dengan

pendapat Abustam (2009) bahwa stres pada ternak terjadi akibat perjalanan jauh

dan tidak diberi pakan. Setelah ternak disembelih atau telah menjadi karkas saat

akan dibawa ke konsumen dengan kondisi jalan yang rusak tentunya akan

memperlambat tibanya karkasnya ke konsumen sehingga mengurangi nilai

ekonomis dari karkas itu sendiri. Sebab pola pikir masyarakat saat ini apabila

daging telah layu maka masyarakat tentunya akan mempertimbangkan untuk

membeli daging tersebut. Untuk sarana transportasi pada RPH Tamarunang ini

tidak memadai karena alat transportasi seperti mobil pengangkut ternak dan

daging tidak dipisahkan (cuman menggunakan satu alat transportasi).

Menurut Murtidjo (2003). Sarana pada Tempat Pemotongan Unggas harus

dilengkapi dengan:

1. Sarana jalan yang baik yang dapat dilalui kendaraan pengangkut

unggas hidup dan daging unggas.

2. Sumber air yang cukup dan memenuhi persyaratan baku mutu air

minum sesuai dengan SNI 01-0220-1987. Persediaan air yang

minimum harus disediakan yaitu 25-35 liter/ekor/hari.

3. Sumber tenaga listrik yang cukup.

4. Persediaan air yang bertekanan 1,05 kg/cm dengan suhu minimal

82°C, karena tekanan persedian air tercukupi dan tidak berlebihan

serta suhu tempat pemotongan ayam tidak boleh terlalu panas karena

akan membuat daging ayam yang tidak baik bagi kesehatan.

(19)

6. Sistem pembuangan air limbah, sebaiknya dibuat sistem septic tank

yang berjarak minimal 10 m dari sumber air atau sumur.

7. Kamar-kamar pemotongan, pencabutan bulu, pengeluaran dan

pencucian jeroan, pembersihan karkas, dan penggenangan, yang

dibuat terpisah satu sama lain.

Sedangkan untuk prasarana seperti listrik sangat cukup, namun walaupun

ketersediaan listrik yang banyak maupun sedikit tidak terlalu mempengaruhi

proses penyembelihan pada RPH ini. Sebab proses pemotongan di RPH ini masih

menggunakan cara tradisional tanpa menggunakan listrik. Akan tetapi

ketersediaan listrik di RPH sangat penting. Hal ini sesuai dengan pendapat

Anonim (2010) bahwa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilengkapi

dengan sumber tenaga listrik yang cukup.

Ketersediaan air pada RPH ini sangatlah kurang sebab setelah proses

pemotongan selesai daerah kotor yang bersatu dengan daerah bersih tidak

langsung dibersihkan, hal ini membuktikan bahwa ketersediaan air di RPH ini

sangat tidak mencukupi. Padahal ketersediaan air pada suatu Rumah Pemotongan

Hewan (RPH) sangatlah penting untuk menjaga kebersihan RPH sendiri. Hal ini

sesuai pendapat Anonim(2010) bahwa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus

dilengkapi dengan sumber air yang cukup dan sesuai SNI serta kebutuhan ternak

(20)

2.3.2. Pengolahan Limbah

Limbah hasil pemotongan hewan di RPH yang berupa feses, urine, isi

rumen atau lambung, darah afkiran daging atau lemak, dan air cuciannya dapat

menjadi media pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri sehingga limbah

tersebut mudah mengalami pembusukan. Hal ini sesuai pendapat Roihatin (2007)

bahwa proses pembusukan pada limbah ternak akibat adanya kandunga NH3 dan

H2S yang diatas maksimum sehingga kedua zat menimbulkan bau yang tidak

sedap.

Di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang ini limbah yang

dihasilkan oleh ternak disalurkan oleh saluran khusus ke suatu tempat

penampungan yang lokasinya jauh dari RPH dan lingkungan masyarakat, hal ini

agar bau yang ditimbulkan oleh limbah tersebut tidak mengganggu lingkungan.

Hal ini sesuai pendapat Anonim (2010) bahwa lokasi penanganan limbah ternak

RPH harus jauh dari lingkungan masyarakat. Lanjut menurut Anonim (2010)

bahwa pada RPH harus terdapat sarana pengolahan limbah. Akan tetapi sarana

pengolahan limbah di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) ini sudah termanfaatkan

dengan baik. Dimana limbah hasil kotoran ternak ini dijadikan pupuk organik

yang dapat dimafaatkan oleh masyarakat.

2.3.3. Peralatan-Peralatan Tempat Pemotongan Ayam

Sebagai salah satu Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang ada di

Indonesia tentunya sudah menjadi hal yang mendasar jika Rumah Pemotongan

(21)

semuanya itu butuh keterampilan khusus dalam menggunakan semua peralatan

yang serba modern serta kesadaran para pekerja dalam pemanfaatannya serta

pentingnya peralatan tersebut.

Adapun peralatan yang terdapat di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) ini

yaitu :

1. Pisau causer (Causer Knife), yang digunakan untuk menyembelih dan terbuat

dari bahan stainless steel. Dan ada pisau yang bentuknya melengkung

digunakan untuk melepaskan kulit

2. Skabbar, digunakan untuk menyimpan alat-alat pemotongan seperti pisau

3. Hot emertion, digunakan untuk sterilisasi alat pemotongan dengan air panas

4. Sharpening, digunakan untuk mengasah/mempertajam pisau

5. Mata gergaji, terdiri dari dua yaitu panjang untuk membelah ternak setelah

disembelih dan yang pendek untuk membelah karkas

6. Beef hanger, digunakan untuk menggantung ternak yang baru disembelih

7. Carcass hanger, digunakan untuk menggantung karkas

8. Rail sistem, digunakan untuk menggantung sapi dengan menggunkan elektrikal

hois

9. Timbangan digital, digunakan untuk menimbang berat hidup ternak

10. Pakaian pekerja, warna putih digunakan untuk pekerja yang bertugas di daerah

bersih dan warna kuning digunakan untuk pekerja yang bertugas di daerah

kotor

Persyaratan Peralatan-Peralatan Pemotongan Ayam Persyaratan peralatan

(22)

1. Seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah Pemotongan

Unggas harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah

dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat.

2. Bangunan utama harus dilengkapi dengan sistem rel (railing system) dan alat

penggantung karkas yang didesain khusus dan disesuaikan dengan alur

proses.

3. Sarana untuk mencuci tangan harus didesain sedemikian rupa agar tangan

tidak menyentuh kran air setelah selesai mencuci tangan, dilengkapi dengan

sabun dan pengering tangan seperti lap yang senantiasa diganti, kertas

tissue atau pengering mekanik (hand drier). Jika menggunakan kertas tissue,

maka disediakan pula tempat sampah tertutup yang dioperasikan dengan

menggunakan kaki.

4. Sarana untuk mencuci tangan disediakan tahap proses pemotongan dan

diletakkan ditempat yang mudah dijangkau.

5. Peralatan yang digunakan untuk menangani perkerjaan bersih harus berbeda

dengan yang digunakan untuk pekerjaan kotor, misalnya pisau untuk

penyembelihan tidak boleh digunakan untuk pengerjaan karkas.

6. Permukaan meja tempat penanganan atau pemrosesan produk tidak terbuat

dari kayu, tidak toksik, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan, mudah

mengering dan dikeringkan.

7. Bahan dasar kemasan harus bersifat tidak toksik, kedap air dan tidak mudah

rusak atau terpengaruh sifatnya oleh produk makanan yang dikemasnya

(23)

8. Untuk peralatan yang tidak dapat dibongkar pasang dengan mudah sarana

pembersihan dan desinfeksi dilakukan dengan metode pembersihan tempat

(clean in place).

9. Mesin pencabut bulu dan alat semprot pencuci karkas harus ditempatkan dan

didesain sedemikian rupa sehingga percikan air, bulu-bulu atau bahan-bahan

yang dapat berperan sebagai kontaminan karkas dapat dihindarkan

penyebarannya ke daerah sekitarnya.

10. Perlengkapan standar untuk pekerja pada proses pemotongan dan penanganan

daging adalah pakaian kerja khusus, apron plastik, penutup kepala, penutup

hidung dan sepatu boot (Prima, 2006).

Selain peralatan, pekerja juga kontak secara langsung dengan bahan dan

berkontribusi terhadap keamanan pangan produk yang dihasilkan. Pekerja harus

memenuhi persyaratan higiene antara lain menggunakan pakaian yang bersih

dengan sarung tangan dan penutup kepala serta harus mencuci dan

menyucihamakan tangan beberapa kali selama dan setelah bekerja. Pekerja juga

harus memiliki kebiasaan personal hygiene yang baik.

2.4. Kerangka Teori

Menurut Murtidjo (2008). Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat

yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan

yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia seperti pembuatan sumur yang

memenuhi persyaratan kesehatan, pengawasan kebersihan pada peralatan makan,

(24)

Menurut Syaifudin A (2008). Alat perkakas potong harus dalam kondisi

keadaan steril dari mikroba atau bahan yang terkontaminan. Karena kita tahu

bahwa untuk mendapatkan kualitas karkas yang baik bermula dari pemotongan.

Terkait itu semua kondisi yang ada dilapangan menunjukan bahwa kurang

sadarnya si pemilik atau eksekutor pemotongan ayam terhadap alat yang ia 2. Alat pemotong yang tajam

dan tidak berkarat

(25)

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Indenpenden Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Sanitasi :

1. Sarana dan Prasarana tempat pemotongan ayam.

2. Sistem pembungan limbah tempat Pemotongan ayam 3. Peralatan-peralatan pemotongan

ayam

(26)

24

3.1.Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian Survey Analitik dengan

menggunakan rancangan Cross Sectional yang bertujuan untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dan efek, dengan cara pendekatan

pengumpulan data dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau

variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2007).

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Pasar Bina Usaha Meulaboh Kabupaten

Aceh Barat Tahun 2014 direncanakan pada Juni sampai dengan September 2014.

3.3.Populasi dan Sampel

3.3.1.Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Tempat Pemotongan Ayam di Pasar

Bina Usaha Kabupaten Aceh Barat 2014 berjumlah 36 tempat pemotongan ayam

3.3.2.Sampel

Menurut Notoatmodjo, (2005) Sampel adalah sebagian yang diambil dari

keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Oleh

(27)

atau sama dengan 100, maka sampel diambil 10-25% sedangkan jika populasi

lebih kecil dari 100 maka seluruh populasi harus dijadikan sampel, oleh karena itu

pengambilan sampel dalam peneilitian ini adalah secara total sampling atau total

populasi yaitu seluruh pedangang ayam yang berjualan di pasar bina usaha

Meulaboh Aceh Barat yang berjumlah 36 tempat pemotongan ayam.

3.4.Metode Pengumpulan Data

3.4.1.Data Primer

Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan melalui

pengamatan dan observasi peneliti kepada responden untuk memperoleh hasil,

penjelasan dari responden tentang sanitasi lingkungan tempat pemtongan ayam di

Pasar Bina Usaha Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dalam upaya memperbaruhi.

Pada penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan metode angket.

Angket ini dilakukan dengan mencek list kuesioner yang sesuai hasil pengamatan

peneliti (Notoatmodjo, 2007). Kuesioner disusun sendiri oleh peneliti mengacu

kepada konsep sanitasi tempat pemotongan ayam.

3.4.2.Data Sekunder

Data yang diperoleh sebagai pendukung hasil penelitian, sumber data

sekunder diperoleh dari catatan, literatur, artikel dan tulisan ilmiah yang relevan

(28)

3.5.Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel

No Variabel Defenisi

Cek List Kuesioner 1. Memenuhi syarat

Cek List Kuesioner 1. Memenuhi syarat

(29)

3.6.Metode Pengukuran

Penelitian menggunakan instrument berupa angket (kuesioner) yang berisi

5 pertanyaan dalam tiap-tiap variabel dengan bentuk pertanyaan tertutup. Pilihan

pertanyaan diberikan oleh peneliti untuk menilai responden. Peneliti telah

menyediakan jawaban, sehingga peneliti tinggal memilih atau membubuhkan

tanda checklish (√) pada jawaban yang sesuai menurut keadaan dan hasil yang

didapat selama pengamatan dari penliti terhadap responden. Jawaban yang benar

diberi skor 1 (satu) dan salah diberi skor 0 (nol), dengan hasil ukur, maka jika

nilai <50% yaitu tidak memenuhi syarat dan jika nilai 50 – 100% yaitu memenuhi

syarat (Hidayat, 2007).

3.7.Analisis Data Penelitian

Analisis data dilakukan untuk menunjang kegiatan analisis sebagai upaya

pembuktian hipotesis, teknik analisis yang digunakan adalah :

3.7.1.Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terhadap

variabel-variabel independen yang diteliti, mendiagnosis asumsi statistik lanjut dan

mendeteksi nilai ekstrim dengan melihat gambaran distribusi frekuensi variabel

dependen dan independen yang akan diteliti yang dikenal dalam bentuk tabel dan

(30)

3.7.2. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

dependen dan independen dengan cara diagnosis data dan uji hipotesis dua

variabel dengan mengunakan uji chi square.

Apabila hasil uji statistic chi square menunjukkan Pvalue < atau = α : 0,05

maka hipotesis nol ditolak artinya ada hubungan yang signifikan dan apabila Pvalue

> α : 0,05 maka hipotesis nol diterima artinya tidak ada hubungan yang

signifikan.

Dalam melakukan uji chi square ada syarat-syarat yang harus di penuhi:

1. Bila 2 x 2 dijumpain nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka yang

digunakan adalah Fisher’s Test.

2. Bila 2x 2 dan nilai E > 5, maka uji yang di pakai sebaiknya Contiuty Corection.

3. Bila table lebih dari 2 x 2, 3 x 3 dan seterusnya, maka digunakan uji pearson

(31)

29

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.Deskripsi Lokasi Penelitian

Pasar Bina Usaha merupakan salah satu tempat dagang di Kabupaten Aceh

Barat di bawah pengawasan dan pengendalian pemerintah Kabupaten Aceh Barat

yang di kelolah oleh Dinas Pengelolah Keuangan dan Kekayaan Daerah

(DPKKD), dan salah satunya UPTD Pasar Bina Usaha Meulaboh Kabupaten

Aceh Barat yang mengelola, mengatur, mengawasi serta mengendalikan pasar

oleh UPTD Pasar Bina Usaha Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

Pasar Bina Usaha terletak ditengah-tengah kota Meulaboh, Kecamatan

Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Terletek di Kecamatan

Johan Pahlawan dengan luas ≤ 1.400 meter, dengan jumlah pedangang di Pasar

Bina Usaha Sekitar ≤ 567 pedangan di Pasar Bina Usaha dengan beraneka ragam

yang diperjual belikan sesuai karakter pedangang. Pasar Bina Usaha berbatasan

dengan sebelah Utara Pasar Bina Usaha berbatas dengan kampong panggong dan

sebalah selatan berbatasan dengan gedung mal, sebelah barat berbatas dengan

kampong ujong baroh dan sebelah timur berbatas dengan kampong ujong kalak.

Struktur Organisasi Unit Pelaksanaan Teknik Dinas (UPTD) Pasar

Meulaboh terdiri dari: Ketua Pasar Bina Usaha yaitu Darwin Hamidi, SE,

Sekretaris yaitu T.M. Husein, dibawah jajaran ketua dan sekretaris terdiri dari

petugas-petugas yang mengatur Pasar Bina Usaha Meulaboh, Petugas Pengutip

yaitu Mariati, Bustami, Yuli Kamsiah, Kamsidi, Hermansyah, Lastumi dan

(32)

4.2.1. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini seluruh responden yaitu pedagang ayam tentang

sanitasi tempat pengolahan ayam di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat

Tahun 2014. Karakteristik responden tersebut terdiri dari Umur, Pendidikan dan

Pekerjaan.

Berdasarkan Tabel 4.1 karakteristik responden berdasarkan umur mayoritas

di tempat pengolahan pemotongan ayam yang berusia 20-30 Tahun sebanyak 18

responden (50,0%), berusia 31-40 Tahun sebanyak 13 responden (36,1%) dan

berusia 41-50 Tahun sebanyak 5 responden (13,9%).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Tempat Pengelohan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat

Berdasarkan Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan berpendidikan

terakhir mayoritas adalah SD sebanyak 19 responden (52,8%), Pendidikan SMP

sebanyak 11 responden (30,6%) dan Pendidikan SMA sebanyak 6 responden

(33)

4.2.2. Variabel Independen

4.2.2.1. Sarana dan Prasarana Tempat Pemotongan Ayam

Adapun sarana dan prasarana tempat pemotongan ayam di Pasar Bina Usaha

Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 dibagi menjadi dua kategori,

Memenuhi syarat tidak memenuhi syarat secara rinci dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Sarana dan Prasarana Responden Tempat Pengelohan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.

No Sarana dan Prasarana Jumlah Persen 1

2

Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat

5 31

13,9 86,1

Jumlah 36 100.0

Dari Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden

mempunyai kategori Sarana dan Prasarana yang memenuhi syarat sebanyak 5

responden (13,9 %) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 31 responden

(86,1 %).

4.2.2.2. Sistem Pembuangan Limbah

Adapun sistem pembuangan limbah tempat pemotongan ayam di Pasar

Bina Usaha Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 dibagi menjadi dua

kategori, Memenuhi syarat tidak memenuhi syarat secara rinci dapat dilihat pada

(34)

Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.

pembuangan limbah berada pada kategori memenuhi syarat sebanyak sebanyak 5

responden (13,9 %) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 31 responden

(86,1%).

4.2.2.3. Peralatan-Peralatan Pemotongan Ayam

Adapun peralatan-peralatan tempat pemotongan ayam di Pasar Bina Usaha

Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 dibagi menjadi dua kategori,

Memenuhi syarat tidak memenuhi syarat secara rinci dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Peralatan-peralatan Responden Tentang Tempat Pengelohan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.

No Peralatan-Peralatan Jumlah Persen

Dari Tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas peralatan-peralatan

tempat pengolahan pemotongan ayam berada pada kategori yang memenuhi syarat

sebanyak 5 responden (13,9 %) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 31

(35)

4.2.3 Variabel Dependen

4.2.3.1. Tempat Pemotongan Ayam

Adapun tempat pemotongan ayam di Pasar Bina Usaha Meulaboh

Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 dibagi menjadi dua kategori, Memenuhi syarat

tidak memenuhi syarat secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tempat Pengelohan Pemotongan Ayam Responden Di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun

Dari Tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas tempat pengolahan

pemotongan ayam berada pada kategori memenuhi syarat sebanyak 7 responden

(19,4%) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 29 responden (80,6%).

4.3.Analisis Bivariat

4.3.1. Sarana Dan Prasarana Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam

Faktor yang mempengaruhi hygine dan sanitasi pada sarana dan prasarana

tempat pengolahan pemotongan ayam di pasar bina usaha Meulaboh Aceh Barat

Tahun 2014, dibagi menjadi dua kategori, Memenuhi syarat tidak memenuhi

(36)

Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.

mempunyai kategori sarana dan prasarana yang memenuhi syarat kesehatan dan

memiliki tempat pemotongan ayam yang memenuhi syarat kesehatan adalah

sebanyak 5 responden (13,8%) dan yang memiliki sarana dan prasarana tidak

memenuhi syarat juga memiliki tempat pemotongan ayam yang tidak memenuhi

syarat kesehatan adalah sebanyak 29 responden (80,5%). Sedangkan hasil uji chi

square terdapat hubungan antara faktor sarana dan prasarana terhadap tempat

pemotongan ayam dengan nilai P=0,00 dan nilai OR = 0,065.

4.3.2. Pembuangan Limbah Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam

Faktor yang mempengaruhi hygine dan sanitasi pembuangan limbah

tempat pengolahan pemotongan ayam di pasar bina usaha Meulaboh Aceh Barat

Tahun 2014, dibagi menjadi dua kategori, Memenuhi syarat tidak memenuhi

(37)

Tabel 4.8 Faktor Yang Mempengaruhi Hygine Dan Sanitasi Pembuangan Limbah Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014

Pembuangan

mempunyai kategori pembuangan limbah yang memenuhi syarat kesehatan dan

memiliki tempat pemotongan ayam yang memenuhi syarat kesehatan adalah

sebanyak 4 responden (11,1%) dan yang memiliki pembuangan limbah tidak

memenuhi syarat juga memiliki tempat pemotongan ayam yang tidak memenuhi

syarat kesehatan adalah sebanyak 28 responden (77,8%). Sedangkan hasil uji chi

square terdapat hubungan antara faktor pembuangan limbah terhadap tempat

pemotongan ayam dengan nilai P=0,003 dan nilai OR = 37,33.

4.3.3. Peralatan-Peralatan Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam

Faktor yang mempengaruhi faktor yang mempengaruhi hygine dan sanitasi

pada peralatan-peralatan tempat pengolahan pemotongan ayam di pasar bina

usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014, dibagi menjadi dua kategori, Memenuhi

(38)

Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.

mempunyai kategori peralatan-peralatan tempat pemotongan ayam yang

memenuhi syarat kesehatan dan memiliki tempat pemotongan ayam yang

memenuhi syarat kesehatan adalah sebanyak 4 responden (11,1%) dan yang

memiliki peralatan-peralatan yang tidak memenuhi syarat juga memiliki tempat

pemotongan ayam tidak memenuhi syarat kesehatan adalah sebanyak 28

responden (77,8 %). Sedangkan hasil uji chi square terdapat hubungan antara

faktor pembuangan limbah dengan tempat pemotongan ayam dengan nilai

P=0,003 dan nilai OR = 37,33.

4.4.Pembahasan Penelitian

4.4.1. Faktor yang mempengaruhi hygine sanitasi pada sarana dan prasarana Terhadap Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.

Untuk faktor sarana dan prasarana berdasarkan hasil uji korelasi Chi Square

diperoleh nilai P value 0,000<0,05

yang

artinya terdapat pengaruh yang bermakna

(39)

Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014. Hal ini terjadi karena sarana dan prasarana

yang tersedia di Pasar Bina Usaha Masih terlihat buruk.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anjar (2009), bahwa

ada hubungan antara sarana dan prasarana terhadap tempat pemotongan ayam

diperoleh nilai P value < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel

karena belum tersedianya sarana dan prasarana yang baik antara lain seperti, masih

terlihat kotor dan tidak tersedianya air bersih dan tempat penjualan yang sangat kotor

serta pendistribusian daging ayam yang masih sangat buruk ini diakibatkan karena

kurangnya pengetahuan pedagang ayam.

Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang mendukung

tercapainya daging yang asuh serta proses distribusi daging yang lancar ke

konsumen. Baik Rumah Pemotongan Hewan (RPH) maupun Rumah Pemotongan

Unggas (RPU) harus memiliki sarana dan prasarana yang baik. Hal ini sesuai

dengan pendapat Abubakar (2003) bahwa ketersediaan sarana di Rumah

Pemotongan Ayam (RPA) sangat penting untuk berlangsungnya proses

pemotongan dan untuk menghasilkan ayam potong berkualitas baik.

Menurut pendapat peneliti dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana

sangat berpengaruh terhadap pemotongan ayam di dikarenakan dimana sarana dan

prasarana adalah tempat pendistribusian ayam kepada konsumen dan tempat

pengelola pemotongan ayam sangat perlu diperhatikan tetapi yang masih terlihat

(40)

Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.

Berdasarkan penelitian yang telah saya lakukan di Pasar Bina Usaha

Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014, hasil analisa statistik diperoleh nilai signifikan

P value0,003 <0,05 . Nilai ini lebih kecil dari nilai signifikan α = 0,05. Sehingga

dapat di simpulkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara sistem

pembuangan limbah dengan tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina

Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.

Hal ini sesuai pendapat Roihatin (2007) bahwa ada hubungan antara

pembuangan limbah dengan tempat pemotongan ayam diperoleh nilai P value <

0,05 yang berarti terdapat hubungan yang sigfinikasi antara kedua variabel

tersebut. Pola Kecendurungan didapatkan bahwa proses pembusukan pada limbah

ternak akibat adanya kandunga NH3 dan H2S yang diatas maksimum sehingga

kedua zat menimbulkan bau yang tidak sedap dan dapat menimbulkan

penyait-penyakit yang berbahaya bagi kesehatan.

Hal ini sesuai pendapat Anonim (2010) bahwa lokasi penanganan limbah

ternak di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus jauh dari lingkungan

masyarakat dan menurut Anonim (2010) bahwa pada Di Rumah Pemotongan

Hewan (RPH) harus terdapat sarana pengolahan limbah.

Menurut pendapat peneliti dapat disimpulkan bahwa sistem pembuangan

limbah sangat berpengaruh terhadap pemotongan ayam karena limbah merupakan

kotoran yang dihasilkan oleh ayam dan akan mengakibatkan wabah penyakit

untuk lingkungan sekitar pedagang-pedagang yang berada di Pasar Bina Usaha

(41)

pasar dan pedagang penjualan ayam terhadap cara pengelola tempat pemotongan

ayam yang baik dan benar sesuai standar kesehatan.

4.4.3. Faktor yang mempengaruhi hygine sanitasi pada Peralatan-Peralatan Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.

Berdasarkan penelitian yang telah saya lakukan di Pasar Bina Usaha

Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014, hasil analisa statistik diperoleh nilai signifikan

P value0,003< 0,05. Nilai ini lebih besar dari nilai signifikan α = 0,05. Sehingga

dapat di simpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara

peralatan-peralatan dengan tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina

Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.

Hal ini sesuai pendapat Susanto (2007) bahwa ada hubungan antara

peralatan-peralatan dengan tempat pemotongan ayam diperoleh nilai P value <

0,05 yang berarti terdapat hubungan yang sigfinikasi antara kedua variabel

tersebut. Pola Kecendurungan didapatkan bahwa peralatan-peralatan yang

digunakan belum steril dan berkarat yang akan menyebabkan infeksi silang

kuman bakteri, atau virus yang mengakibatkan wabah penyakit di tempat

pemotongan ayam.

Peralatan harus terbuat dari bahan yang tahan karat, memiliki permukaan

yang rata, dan tidak kedap air. Sehingga mudah dibersihkan dan tidak menjadi

tempat bersarangnya mikrobia. peralatan produksi harus dibersihkan dan

disucihamakan setiap hari proses pembersihan dan desinfeksi tempat produksi dan

(42)

ayam merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan mikrobia dan Peralatan

yang digunakan dipilih yang mempunyai desain yang tidak berpotensi sebagai

sarang mikrobia dan terbuat dari bahan yang memenuhi syarat (Prima, 2006).

Hal ini sesuai pendapat Anonim (2010). Selain itu adapula beberapa

peralatan yang sudah berkarat, padahal alat-alat yang digunakan di RPH baik itu

untuk menyembelih maupun untuk membagi karkas haruslah terbuat dari bahan

yang tidak mudah berkarat dan bahwa seluruh perlengkapan pendukung dan

penunjang di Rumah Pemotongan Hewan harus terbuat dari bahan yang tidak

mudah korosif.

Menurut Peneliti dari beberapa peralatan yang terdapat pada Rumah

Pemotongan Hewan (RPH) Pasar Bina Usaha sudah cukup memadai. Akan tetapi

pemanfaatan dari peralatan tersebut oleh para pekerja masih jauh dari harapan.

Sebab peralatan karena alat-alat yang digunakan masih terlihat berkarat serta tidak

terawat tanpa melihat dampaknya kedepan dari daging ayam ini diakibatkan

kurang pengetahuan terhadap dampak perlatan-peralatan pemotongan ayam yang

(43)

41

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan pada bab 4,

maka kesimpulannya adalah :

5.1.1. Ada pengaruh faktor sarana dan prasarana yang mempengaruhi hygine dan

sanitasi terhadap tempat pengolahan pemotongan ayam di Pasar Bina

Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014 dengan nilai P value 0,00 < 0,05

5.1.2. Ada pengaruh faktor sistem pembuangan limbah yang mempengaruhi

hygine dan sanitasi terhadap tempat pengolahan pemotongan ayam di

Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014 dengan nilai P value

0,003< 0,05.

5.1.3. Ada pengaruh faktor peralatan-peralatan yang mempengaruhi hygine dan

sanitasi terhadap tempat pengolahan pemotongan ayam di Pasar Bina

Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014 dengan nilai P value 0,003<

0,05.

5.2.Saran

5.2.1.Bagi Peneliti

Diharapkan mampu menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dengan

melakukan penelitian ini dan menjadikannya sebagai referensi serta aplikasi

ilmu kesehatan masyarakat dalam memberikan pelayanan kepada

(44)

Diharapkan agar dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan masukan serta

informasi yang dapat dijadikan sumber ilmu pengetahuan. Dan diharapkan

kepada pengelola ayam potong dapat mengetahui standar sanitasi tempat

pemotongan yang bersih dan sehat.

5.2.3.Bagi Pemutus Kebijakan

Sebagai masukan dan gambaran informasi untuk menanggani dan

menindaklanjutin masalah sanitasi terhadap tempat pemotongan ayam di

Pasar Bina Usaha yang masih sangat buruk bagi kesehatan lingkungan dan

perlu diperhatikan agar terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat serta

terbebas dari penyakit-penyakit lingkungan.

5.2.4.Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan bisa menjadi referensi bacaan bagi mahasiswa lain untuk

(45)

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Abustam, (2009). Tempat Pemotongan Ayam. Rineka Cipta: Jakarta.

Anonim, 2010. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK. 00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). <URL> http://www.pom.go.id (diakses tanggal 25 Juli 2006). Jurnal. Soedirman Universiti.

Bakar. 2003. Hubungan Tempat Pemotongan Ayam Terhadap Sanitasi Lingkungan. Http:// www.idai.or.id dikutip dari pada tanggal 28 Januari 2014. Jurnal. Universitas UISU.

Chandra, 2006. Sanitasi Pada Produksi Makanan. Rineka Cipta: Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2004. Sanitasi Lingkungan Pasar. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2006. Survey penayakit-penyakit yang ditimbulkan dari sanitasi lingkungan yang buruk. Jakarta.

Gustiani, 2009. Kesehatan Lingkungan Masyarakat. Rineka Cipta: Jakarta

Komisi Pengawas Persaingan usaha, 2011. Memproduksi Usaha Penjualan Ayam. Jakarta.

Kementrian Pertenakan Hewan, 2010. Pedoman Produksi Dan penanganan Daging Ayam Yang Higienis. Jakarta

Murdiati, 2006. Rumah Pemotongan Ayam (RPA). Rineka Cipta: Jakarta.

Murtidjo, B. A., 2003. Pemotongan dan Penanganan Daging Ayam. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Notoadmojo, 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan : Rineka Cipta: Jakarta.

. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan: Rineka Cipta. Jakarta.

Oginawati, 2008. Sanitasi Pada produksi Makanan. http:// www.idai.or.id dikutip dari pada tanggal 28 Maret 2014. Jurnal. Universitas Indonesia.

(46)

Agustus 2014. Skripsi. Universitas Sumatra Utara (USU).

Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu. Bandung.

Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Syaifudin A, 2010. Analisa Pengawasan pemotongan Ayam Tingkat Tradisional. Dikutip Dari Skripsi Falkutas Kesehatan Pertanian Universitas Sebebals Maret, Jakarta.

Silvia A, 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi tempat pemotongan ayam. http:// www.idai.or.id dikutip dari pada tanggal 23 Agustus 2014. Skripsi. Universitas Brawijaya.

Syukur, D. A., 2006. Penerapan Higiene-Sanitasi dalam Penyediaan Pangan Asal Hewan yang ASUH. <URL> http://www.disnakkeswan-lampung.go.id (diakses tanggal 26 Juli 2006). Skripsi. Universitas Sumatra Utara (USU).

Susanto 2007. Skripsi Faktor-faktor yang mempengaruhi tempat pemotongan ayam. http:// www.idai.or.id dikutip dari pada tanggal 29 Agustus 2014. Skripsi. Universitas Indonesia (UI).

Widayati, 2002. Sanitasi Dan Hyginenitas Karyawan. Jakarta.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden Tempat Pengelohan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Penegakan s Penegakan sanksi anksi pidana pidana pada pasal 157 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan pada pasal 157 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

(2), Pasal 52 ayat (2) dan (3), Pasal 54 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah guru dan dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan

Mata kuliah pada kelompok ini wajib diambil oleh seluruh mahasiwa Program Studi Sosio Ekonomi Perikanan Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu