• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PELAKSANAAN PENAGIHAN HUTANG PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIKARANG UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PELAKSANAAN PENAGIHAN HUTANG PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIKARANG UTARA"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PELAKSANAAN PENAGIHAN HUTANG PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIKARANG UTARA

A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara 1. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak

Direktorat Jenderal Pajak memiliki visi dan misi yang juga merupakan visi dan misi setiap Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) dan Kantor Operasional Direktorat Jenderal Pajak lainnya didaerah.

Visi berarti cita-cita. Visi merupakan gambaran dari keinginan sungguh-sungguh yang ingin dicapai dimasa depan melalui komitmen dan tindakan nyata. Visi Direktorat Jenderal Pajak adalah menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan management perpajakan kelas dunia, yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat.30

Dari sini tampak keinginan untuk membangun organisasi Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi terdepan dari sisi profesionalisme dan keterbukaan, dibanding unit organisasi lainnya dan organisasi ini diharapkan dapat memuaskan masyarakat sehingga kepatuhan sukarela masyarakat makin meningkat dan penerimaan negara juga semakin membaik.

Secara garis besar visi Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari tiga elemen pokok, yaitu :

30The Indonesian Tax In Brief,Op.Cit

(2)

a. Menjadi model pelayanan masyarakat. Direktorat Jenderal Pajak bercita-cita menjadi model dan panutan bagi instansi-instansi pemerintah yang lain, dalam memberi pelayanan yang baik bagi masyarakat. Cita-cita ini menjadi dorongan dan diharapkan mampu meningkatkan motivasi untuk selalu menjadi yang terbaik dalam pelayanan diantara seluruh instansi pemerintah.

b. Berkelas dunia. Standar pelayanan yang ingin dicapai adalah standar dunia atau standar internasional, baik dalam hal kualitas pelayanan, sumber daya manusia dan kinerjanya.

c. Dipercaya dan dibanggakan masyarakat. Direktorat Jenderal Pajak berusaha mendapat pengakuan masyarakat berdasarkan kinerjanya yang berkualitas tinggi dan akurat, sehingga mampu memenuhi harapan rakyat untuk menjadi instansi yang baik dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Kemudian yang juga tidak kalah pentingnya adalah misi. Misi berarti pernyataan tentang tujuan keberadaan, tugas, fungsi, peranan dan tanggung jawab organisasi. Secara garis besar, ada empat misi yang diemban Direktorat Jenderal Pajak, yaitu :

1) Misi Fiskal

Misi fiskal merupakan tugas utama, yaitu menghimpun penerimaan negara dari sektor perpajakan guna mendukung kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penghimpunan penerimaan ini harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Intinya Direktorat Jenderal Pajak harus mampu memenuhi harapan masyarakat dan pemerintah dalam mendukung kemandirian pembiayaan Negara.

2) Misi Ekonomi

Misi Ekonomi Direktorat Jenderal Pajak adalah mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah ekonomi bangsa dengan kebijakan

(3)

perpajakan yang dapat meminimalkan distorsi. Sebagai instansi yang kebijakannya berpengaruh besar pada perekonomian negara, maka sedapat mungkin Direktorat Jenderal Pajak menghindari pembuatan kebijakan perpajakan yang malah menghambat pertumbuhan ekonomi negara. 3) Misi Politik

Misi Politik Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagai instansi yang penting dalam Negara, instansi ini mempunyai kewajiban untuk mendukung proses demokratisasi. Dengan demikian, Direktorat Jenderal Pajak turut mendukung suksesnya proses otonomi daerah.

4) Misi Kelembagaan

Misi Kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak adalah senantiasa memperbarui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan, serta administrasi perpajakan mutakhir. Itu sebabnya Direktorat Jenderal Pajak akan selalu berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana, organisasi, sistem dan prosedur kerja dengan cara pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi.31

Dalam prakteknya terkadang pengertian antara misi dan visi ini dipisahkan, namun tak jarang pula menganggapnya sebagai hal yang sama, maka dalam hal ini misi dan visi digambarkan sebagai animasi dan rel yang akan dicapai dimasa mendatang.32

2. Struktur Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan standarisasi teknis dibidang perpajakan. Dalam melaksanakan tugasnya, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak mempunyai kantor-kantor operasional didaerah yang terdiri dari Kantor Wilayah (Kanwil), Kantor Pelayanan Pajak Madya (KPP Madya), Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama), Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP),

31 Ibid,

hlm. 38.

32

Edy Sukarno, Muhammad Ichsan, Balanced Scorecard; Menuju Organisasi yang berfokus pada strategi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hlm. 102-103.

(4)

Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak BUMN, Kantor Pelayanan Pajak Besar Orang Pribadi, Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing, Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing dan Kantor Pelayanan Pajak Masuk Bursa.

Sampai saat ini Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak memiliki 31 (tiga puluh satu) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, 19 (sembilan belas) KPP Madya, 275 (dua ratus tujuh puluh lima) KPP Pratama, 182 (seratus delapan puluh dua) Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), 2 (dua) Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, 1 (satu) Kantor Pelayanan Pajak BUMN, 1 (satu) Kantor Pelayanan Pajak Besar Orang Pribadi, 6 (enam) Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing, 2 (dua) Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing dan 1 (satu) Kantor Pelayanan Pajak Masuk Bursa.33

Tugas Kanwil Direktorat Jenderal Pajak adalah melaksanakan koordinasi, bimbingan teknis, pengendalian, analisis, evaluasi, penjabaran kebijakan serta pelaksanaan tugas dibidang perpajakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.34

KPP Pratama sesuai keputusan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2007 tentang perubahan keputusan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006, KPP Pratama berjumlah 275 (dua ratus tujuh puluh lima) kantor.

33

Wawancara dengan Bapak Muhammad Chomsin, Kepala Sub bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara, tanggal 06 Juli 2009.

34

Lihat Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

(5)

“Tugas KPP Pratama adalah melaksanakan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan wajib pajak dibidang PPh, PPN, PPnBM, PBB dan BPHTB serta Pajak tidak langsung lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.35

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dengan yang dimaksud diatas, KPP Pratama menyelenggarakan fungsi :

a. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek perpajakan serta penilaian objek PBB.

b. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

c. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan serta penerimaan surat lainnya.

d. Penyuluhan perpajakan.

e. Pelaksanaan registrasi wajib pajak. f. Pelaksanaan ekstensifikasi.

g. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. h. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

i. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. j. Pelaksanaan konsultasi perpajakan

k. Pelaksanaan intensifikasi. l. Pembetulan ketetapan pajak. m. Pengurangan PBB dan BPHTB. n. Pelaksanaan administrasi kantor. 36

KPP Pratama dipimpin oleh seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang bereselon III dan dibantu oleh 10 pejabat eselon IV. Kesepuluh pejabat eselon tersebut masing-masing memimpin sub bagian umum, seksi pelayanan, seksi pengolahan data dan informasi, seksi pengawasan dan konsultasi I, seksi pengawasan dan konsultasi II, seksi pengawasan dan konsultasi III, seksi pengawasan dan

35Ibid,

Pasal 58,

36Ibid,

(6)

konsultasi IV, seksi ekstensifikasi, seksi pemeriksaan dan seksi penagihan serta kelompok jabatan fungsional, yaitu supervisor pemeriksa, fungsional penilai PBB dan

Account Representative (AR).

Fungsi masing-masing sub bagian/seksi serta kelompok jabatan fungsional yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah sebagai berikut :

1) Sub bagian umum bertugas membantu dan menunjang kelancaran tugas Kepala Kantor dalam mengkordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

2) Kepala Seksi Pelayanan yang bertugas membantu Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak serta kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. 3) Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi bertugas membantu Kepala Kantor

dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil PBB dan BPHTB, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing dan penyiapan laporan kinerja.

4) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I bertugas membantu Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.

5) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II bertugas membantu Kepala Kantor mengkoordinasikan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. 6) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi III bertugas membantu Kepala Kantor

(7)

PBB, BPHTB dan Pajak lainnya, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. 7) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV bertugas membantu Kepala Kantor

mengkoordinasikan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.

8) Kepala Seksi Ekstensifikasi bertugas membantu Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

9) Kepala Seksi Pemeriksaan bertugas membantu Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

10)Kepala Seksi Penagihan bertugas membantu Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak serta usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

11)Supervisor Pemeriksa bertugas dengan cara berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan dan dalam tugasnya bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Kantor.

12)Fungsional Penilai PBB bertugas dengan cara berkoordinasi dengan seksi ekstensifikasi dan dalam tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor.

13)Account Representative (AR) bertugas sebagai penghubung antara KPP Pratama

dan wajib pajak, yang bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi perpajak secara efektif dan professional.37

4. Wilayah Kerja

Secara geografis, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara berada di Kabupaten Bekasi. Kabupaten Bekasi terletak di Propinsi Jawa Barat bagian utara, yaitu tepatnya berada pada posisi 1060 48’ – 1070 27’ BT dan 60 10’ – 60 30’ LS.

37

Wawancara dengan Bapak Muhammad Chomsin, Kepala Sub bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara, tanggal 06 Juli 2009.

(8)

Kabupaten ini mempunyai luas wilayah 127.388 Ha yang terdiri dari 23 Kecamatan dan 187 Desa/Kelurahan. Dari 23 Kecamatan tersebut, yang menjadi wilayah kerja KPP Pratama Cikarang Utara sebanyak 8 Kecamatan dengan 69 Desa yaitu Kecamatan Cabangbungin (8 desa), Kecamatan Sukakarya (7 Desa), Kecamatan Pebayuran (13 desa), Kecamatan Sukatani (7 desa), Kecamatan Karangbahagia (8 desa), Kecamatan Kedungwaringin (7 desa), Kecamatan Cikarang Utara (11 desa) dan Kecamatan Cikarang Timur (8 desa).

Secara organisasi, KPP Pratama Cikarang Utara berada dibawah Kanwil DJP Jawa Barat II. Selain membawahi KPP Pratama Cikarang Utara, Kanwil DJP Jawa Barat II juga membawahi 16 (enam belas) KPP Pratama yang termasuk di dalam wilayah kerjanya, yaitu KPP Pratama Cibinong, KPP Pratama Cileungsi, KPP Pratama Ciawi, KPP Pratama Bekasi Utara, KPP Pratama Bekasi Selatan, KPP Pratama Bogor, KPP Pratama Kuningan, KPP Pratama Cibitung, KPP Pratama Cikarang Selatan, KPP Pratama Cirebon, KPP Pratama Depok, KPP Pratama Indramayu, KPP Pratama Karawang Utara, KPP Pratama Karawang Selatan dan KPP Pratama Subang.

E. Hutang Pajak

Hutang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar, termasuk sanksi administratif berupa bunga, denda, atau kenaikan tarif yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Ketentuan tentang hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 8 UU PPSP

(9)

yang lebih luas cakupannya dibandingkan dengan pengertian yang terdapat dalam UU KUP.

Menurut Rochmat Soemitro, "Hutang pajak adalah hutang yang timbul secara khusus karena negara (kreditur) terikat dan tidak dapat memilih secara bebas siapa yang akan dijadikan debiturnya seperti dalam hukum perdata".38

Pelunasan hutang pajak dapat dipaksakan secara langsung, tentunya dengan cara-cara yang dilindungi oleh undang-undang. Paksaan ini dapat berupa penyitaan barang-barang wajib pajak yang disusul dengan penjualan barang-barang sitaan tersebut baik secara lelang maupun non lelang, bahkan bila perlu ada paksaan badan berupa pencegahan berpergian ke luar negeri mapun penyanderaan atau gijzeling.

“Paksaan semacam itu memang sangat diperlukan, yaitu untuk meratakan beban sehingga dapat dirasakan keadilan oleh masyarakat”.39

3. Timbulnya Hutang Pajak

Bila ditinjau dari segi hukum, pajak merupakan sebuah perikatan, akan tetapi perikatan pajak berbeda dengan perikatan perdata. Dalam perikatan perdata “timbulnya perikatan dapat terjadi karena perjanjian dan dapat terjadi pula karena undang-undang, sedangkan perikatan pajak adalah perikatan yang timbul dari undang-undang”.40

38

Tunggul Anshari Setia Negara, Op.Cit, hlm. 70.

39

R.Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Rafika Aditama, Jakarta, 2003, hlm.113.

40

(10)

Hal ini yang penting yang perlu diperhatikan dalam kaitan ini antara lain mengenai saat timbulnya hutang pajak itu sendiri. Saat timbulnya dan berakhirnya hutang pajak ini merupakan saat yang sangat penting dalam hukum pajak.

Menurut undang-undang perpajakan Indonesia hutang pajak timbul sesuai dengan ajaran formil maupun materil, yakni sebagai berikut :

1) Menurut Ajaran Materil

Wajib pajak mempunyai kewajiban membayar pajak yang terutang begitu peraturan atau perundang-undangan pajak diundangkan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Sebagai contoh, tampak pada pembayaran pelunasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) melalui Surat Setoran BPHTB.

2) Menurut Ajaran Formil

Wajib pajak mempunyai kewajiban perpajakan, setelah mendapat tagihan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak yang berupa tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, atau surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding yang mengakibatkan pajak yang harus dibayar bertambah.41

Menurut pasal 12 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan, setiap wajib pajak harus membayar pajak yang terutang berdasarkan ketetentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Ketentuan ini menjadi dasar bahwa dalam pembayaran pajak, wajib pajak tidak perlu menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak. Apabila fakta untuk dikenakan pajak tersebut telah terpenuhi sesuai dengan ketentuan undang-undang pajak yang bersangkutan, maka hutang pajak telah timbul dan wajib pajak wajib membayar hutang pajak sesuai batas waktu yang telah ditentukan. Direktorat Jenderal Pajak dalam hal ini tidak harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak terhadap

41

Panca Kurniawan dan Bagus Pamungkas, Penagihan Pajak di Indonesia, Bayu Media Publishing, Malang, 2006, hlm. 2.

(11)

semua Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) yang disampaikan oleh wajib pajak. Surat Ketetapan Pajak harus diterbitkan terhadap wajib pajak tertentu apabila ditemukan ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau ditemukan data yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak.

Menurut penjelasan pasal 12 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan, ketentuan perpajakan yang berlaku menganut prinsip yang agak menyimpang dari ajaran materil dalam menentukan saat timbulnya hutang pajak yang dapat dikenakan pajak, namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah pada suatu saat (untuk PPh yang dipotong oleh pihak ketiga) pada akhir masa pajak (untuk PPh karyawan yang dipotong oleh pemberi kerja atau yang dipungut oleh pihak lain) atas kegiatan usaha atau pengusaha atas pungutan PPN dan PPnBM, dan pada akhir tahun pajak (untuk PPh).

Dengan demikian meskipun menurut ajaran materil hutang pajak timbul pada saat terpenuhinya taatbestand, akan tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan, ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan memberi kelonggaran dalam hal menentukan saat terutangnya pajak atau saat timbulnya hutang pajak. Pembayaran pajak yang terutang harus dilakukan wajib pajak sesuai batas waktu pembayaran pajak yang telah ditentukan. Sepanjang hutang pajak dibayar dengan ketentuan, maka hutang pajak menjadi hapus dan tidak ada tunggakan pajak yang harus ditagih kepada wajib pajak.

Lain halnya dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Timbulnya hutang pajak atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak mengikuti ajaran materil dalam

(12)

kaitannya dengan saat timbulnya hutang pajak. Ajaran yang diikuti untuk menetukan timbulnya hutang pajak pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah ajaran formil. Timbulnya hutang pajak untuk jenis pajak ini setelah Pejabat Kantor Pelayanan Pajak mengeluarkan surat ketetapan pajak, yaitu Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang mana SPPT termasuk dalam pengertian Surat Ketetapan Pajak. Oleh karena itu apabila Pejabat Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan SPPT untuk PBB, maka tidak ada pajak terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak. Pejabat Kantor Pelayanan Pajak memiliki peranan penting dalam sistem pemungutan PBB karena mempunyai wewenang untuk menetapkan besarnya PBB yang terutang, wajib pajak harus menunggu penetapan pajak yang dilakukan oleh Pejabat Kantor Pelayanan Pajak. Adanya hutang pajak untuk PBB baru timbul pada saat Pejabat Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan SPPT atas setiap objek yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh wajib pajak.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ajaran Formil adalah merupakan ajaran yang diterapkan pada official assessment system, sedangkan ajaran Materil diterapkan pada self assessment system. 42

4. Berakhirnya Hutang Pajak

Sebagaimana halnya dengan perikatan hukum lainnya, hutang pajak berakhir atau hapus oleh hal-hal sebagai berikut :

a. Adanya pembayaran oleh wajib pajak

42

(13)

Pembayaran berarti wajib pajak telah memenuhi kewajibannya. Adapun yang dimaksud dengan pembayaran adalah dibayar lunas oleh wajib pajak dengan uang. Dalam ketentuan formal yang disebut dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 533/KMK.04/2000 mata uang yang berlaku untuk melunasi utang pajak adalah mata uang rupiah.

Tempat pembayaran pajak telah ditetapkan untuk pembayaran pajak atau menyetor pajak terutang di kas negara melalui kantor pos dan giro dan/atau Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Tempat pembayaran lain dapat berupa bank swasta persepsi yang telah ditunjuk. Sedangkan sarana yang digunakan yakni Surat Setoran Pajak (SSP).

b.Adanya kompensasi pembayaran

Kompensasi pembayaran yakni pelunasan hutang pajak yang dilakukan melalui proses pemindahbukuan, karena wajib pajak mempunyai kelebihan pembayaran pajak. Kompensasi hanya dapat dilakukan terhadap jenis pajak yang sama, tetapi tahun pajaknya berbeda, atau juga dilakukan atas jenis pajak lainnya. Kelebihan pajak yang menjadi hak wajib pajak yakni kelebihan pajak yang ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SPKLB).

Dalam peraturan pajak di Indonesia terdapat ketentuan kompensasi hutang pajak dilakukan dengan cara memperhitungkan langsung kelebihan pembayaran pada satu masa pajak terhadap hutang pajak masa tersebut hal ini berlaku untuk hutang

(14)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kompensasi dilakukan wajib pajak dalam surat pemberitahuan masa yang disampaikan ke kantor pelayanan pajak.

c. Pembebasan Pajak

Dalam ketentuan perpajakan di Indonesia, pembebasan pajak tidak berlaku terhadap hutang pajak yang ditentukan dalam pembebasan sanksi yakni terhadap sanksi kenaikan. Hal ini seperti yang tercantum dalam pasal 15 ayat (3) Undang-undang KUP yang berbunyi sebagai berikut : “Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dikenakan apabila surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan ini diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari wajib pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum memulai melakukan tindakan pemeriksaan”. Dalam ketentuan hukum materil menyatakan atas objek tertentu dinyatakan terutang pajak atau dibebaskan dari pajak maka akibatnya tidak terjadi hutang pajak.

d. Daluwarsa

Apabila hutang pajak telah melampaui batas waktu yang ditetapkan oleh undang-undang tidak dibayar dan administrasi perpajakan tidak berupaya untuk menagih, maka dengan sendirinya hutang pajak tidak dapat ditagih lagi. Dengan kata lain “daluwarsa” hanya ditujukan kepada penagihan hutang pajak saja,43 tidak terhadap hak fiskus untuk menetapkan atau mengenakan pajak.

43

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, Bandung, 2003, hlm. 131.

(15)

Menurut pasal 22 Undang-Undang KUP, daluwarsa penagihan pajak setelah lampau waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.

e. Penghapusan hutang

Penghapusan dapat diberikan karena keadaan yang terkait dengan wajib pajak, biasanya KPP juga telah melakukan pemeriksaan terhadap hal tersebut, seperti wajib pajak telah meninggal dunia tanpa meninggalkan harta warisan, tidak diketahui lagi tempat tinggalnya, tidak mampu lagi membayar hutang pajak. Hutang pajak dapat pula dihapuskan karena terjadi pembatalan Surat Ketetapan Pajak, maka secara hukum berarti dasar untuk menagih pajak telah hilang, oleh karenanya hutang pajak harus dihapuskan.

Untuk menghapus hutang pajak, lazimnya dilakukan penelitian terlebih dahulu terhadap keadaan wajib pajak kemudian dilanjutkan dengan menyusun daftar usulan penghapusan hutang pajak ke Menteri Keuangan.

Secara resmi hutang pajak baru dapat dihapuskan dari tata usaha administrasi perpajakan setelah adanya keputusan penghapusan hutang dan Menteri Keuangan.

(16)

F. Wajib Pajak dan Penanggung Pajak

Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.44

Wajib pajak dalam pajak penghasilan adalah orang atau badan yang sekaligus memenuhi syarat-syarat objektif; yaitu jika wajib pajak dalam negeri memperoleh atau menerima penghasilan yang melebihi batas minimum kena pajak yang disebut PTPK (Penghasilan Tidak Kena Pajak); dan jika ia merupakan wajib pajak luar negeri, menerima atau memperoleh penghasilan dari sumber-sumber yang ada di Indonesia yang tidak ada batas minimumnya (PTKP).45

Menurut pasal 1 ayat (2) UU PPSP, “wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu”.

Menurut Pasal 1 ayat (3) UU PPSP, “penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan kewajiban wajib pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Berdasarkan definisi ini terlihat bahwa pengertian penanggung pajak adalah lebih luas dari wajib pajak. Wajib pajak adalah orang atau badan yang namanya tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak, sedangkan penanggung pajak adalah orang atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran hutang pajak.

44

Lihat pasal 1 ayat (1) UU KUP nomor 16 Tahun 2000.

45

Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Asas dan Dasar Perpajakan I, Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 86.

(17)

Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan, yang menjadi penangggung pajak adalah wajib pajak itu sendiri atau : 1. Pengurus, dalam hal wajib pajak adalah badan.

2. Orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, dalam hal wajib pajak adalah badan dalam pembubaran atau pailit.

3. Salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau yang mengurus harta peninggalan, dalam hal ini wajib pajak adalah warisan yang belum terbagi.

4. Wali, dalam hal wajib pajak adalah anak dibawah umur.

5. Pengampu, dalam hal ini wajib pajak adalah orang yang berada dibawah pengampuan.

G. Pelaksanaan Penagihan Hutang Pajak

1. Menurut Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP)

Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 menerangkan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penagihan pajak.

Pada dasarnya besarnya hutang pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak sesuai dengan Self Assesment System yang berlaku sekarang ini dimana wajib pajak menghitung, membayar dan melaporkan sendiri hutang pajaknya. Baru bila kemudian ternyata terdapat kekeliruan atau kesalahan wajib pajak dalam melakukan penghitungan pajak terhutang, atau melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang

(18)

diatur dalam undang-undang perpajakan, sehingga jumlah pajak yang harus dibayar menjadi lebih besar maka dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan serta Putusan Banding ataupun Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.

Keenam jenis surat tersebut diatas adalah merupakan dasar atau sarana administrasi bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak.46

Surat Paksa :

Atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, yang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.47

”Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.48

Menurut UU KUP, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan

46

Y.Sri Pudyatmoko, Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa di Bidang Pajak, SUN, Jakarta, 2005, hlm.146

47

Pasal 20 Ayat 1 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

48

Pasal 20 Ayat 3 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

(19)

Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan sarana administrasi bagi Kantor Pelayanan Pajak untuk melakukan tindakan penagihan. Dasar penagihan hutang pajak tersebut, harus segera dilunasi oleh penanggung pajak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) yaitu 1 (satu) bulan atau 2 (dua) bulan untuk daerah tertentu sejak tanggal penerbitannya.

Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud tersebut penanggung pajak belum juga melunasi hutang pajaknya sebagaimana yang tercantum dalam dasar penagihan pajak, maka terhadap penanggung pajak dapat dilaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa. Adapun pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000.

2. Menurut Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP)

Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 menerangkan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penagihan pajak dengan surat paksa adalah sebagai berikut :

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,

(20)

memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.49 Surat Paksa berkepala kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.50

Surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat :

a. Nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak. b. Dasar penagihan.

c. Besarnya hutang pajak. d. Perintah untuk membayar.51 Surat paksa diterbitkan apabila :

a. Penanggung pajak tidak melunasi hutang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis. b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan

sekaligus.

c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran.52 Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.53

Pemberitahuan Surat Paksa :

Surat paksa diberitahukan oleh jurusita pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada penanggung pajak.54

49

Pasal 1 Angka 9 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

50

Pasal 7 Ayat 1 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

51

Pasal 7 Ayat 2 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

52

Pasal 8 Ayat 1 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

53

Pasal 8 Ayat 2 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

54

Pasal 10 Ayat 1 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

(21)

Pemberitahuan surat paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan surat paksa, nama jurusita pajak, nama yang menerima dan tempat pemberitahuan surat paksa.55

Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh jurusita pajak kepada : a. Penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain

yang memungkinkan.

b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.56

Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh jurusita pajak kepada :

a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun ditempat lain yang memungkinkan.

b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.57

Pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah surat paksa diberitahukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.58

Penyitaan :

Apabila hutang pajak tidak dilunasi penanggung pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.59

Penyitaan dilaksanakan oleh jurusita pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh jurusita pajak dan dapat dipercaya.60

55

Pasal 10 Ayat 2 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

56

Pasal 10 Ayat 3 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

57

Pasal 10 Ayat 4 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

58

Pasal 11 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

59

Pasal 12 Ayat 1 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

(22)

Setiap melaksanakan penyitaan, jurusita pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh jurusita pajak, penanggung pajak dan saksi-saksi.61

Dalam hal penanggung pajak adalah badan maka Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau pegawai tetap perusahaan.62

Walaupun penanggung pajak tidak hadir, penyitaan tetap dapat dilaksanakan dengan syarat salah seorang saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), berasal dari pemerintah daerah setempat.63

Dalam hal penyitaan dilaksanakan tidak dihadiri oleh penanggung pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani jurusita pajak dan saksi-saksi.64

Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap mempunyai kekuatan mengikat, meskipun Penanggung Pajak menolak menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita sebagaimana dimaksud dalamayat (3).65

Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak / barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita berada dan atau di tempat-tempat umum.66

Atas barang yang disita dapat ditempel atau diberi segel sita.67

Penyitaan dilaksanakan terhadap barangmilik Penanggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain

60

Pasal 12 Ayat 2 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

61

Pasal 12 Ayat 3 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

62

Pasal 12 Ayat 3a Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

63

Pasal 12 Ayat 4 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

64

Pasal 12 Ayat 5 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

65

Pasal 12 Ayat 6 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

66

Pasal 12 Ayat 7 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

67

Pasal 12 Ayat 8 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

(23)

termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :

a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan/atau

b. barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu.68

Penyitaan terhadap penanggung pajak badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.69

Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh jurusita pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.70

Barang bergerak milik penanggung pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah :

b. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

c. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah.

d. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang berasal dari Negara.

e. buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan.

f. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

g. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.71

68

Pasal 14 Ayat 1 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

69

Pasal 14 Ayat 1a Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

70

Pasal 14 Ayat 2 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

71

Pasal 15 Ayat 1 Undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

(24)

E. Implementasi Penagihan Hutang Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara

Tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap wajib pajak atau penanggung pajak dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yakni sebagai berikut :

1. Penagihan Pasif

Penagihan Pasif yaitu penagihan yang dilakukan oleh fiskus sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dari Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKBKPT) atau yang sejenisnya, Keputusan Pembetulan, Keputusan Keberatan, Keputusan Banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang kurang dibayar dengan himbauan, baik itu dengan surat maupun dengan melalui telepon atau media lainnya.

2. Penagihan Aktif

Penagihan Aktif yaitu penagihan yang dilakukan oleh fiskus setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dari Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) atau yang sejenisnya, Keputusan Pembetulan, Keputusan Keberatan, Keputusan Banding yang mengakibatkan jumlah pajak kurang bayar, tidak dilunasi oleh wajib pajak sehingga diterbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan hingga pelaksanaan penjualan barang yang disita melalui lelang barang milik penanggung pajak.72

Pelaksanaan tindakan penagihan aktif dilakukan secara berurutan diawali dengan menerbitkan surat teguran, menerbitkan surat paksa serta menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan Pelelangan barang milik wajib pajak atau penanggung pajak.

a. Penerbitan Surat Teguran

Tindakan pelaksanaan penagihan diawali dengan penerbitan Surat Teguran oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau kuasanya yang ditunjuknya. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak

72

(25)

Kurang Bayar Tambahan merupakan dasar bagi Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama dalam melaksanakan tindakan penagihan pajak, yang mana Surat Ketetapan Pajak tersebut harus sudah dilunasi oleh penanggung pajak dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak tersebut.

Bahwa apabila 7 (tujuh) hari setelah tanggal jatuh tempo, penanggung pajak tidak melunasi hutang pajak sebagaimana yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan tersebut maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara akan menerbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis dan cara penyampaian surat teguran tersebut disampaikan kepada penanggung pajak per pos dengan buku ekspedisi khusus surat teguran.73

Surat teguran adalah surat yang diterbitkan oleh KPP Pratama untuk memberikan teguran atau peringatan kepada wajib pajak/penangung pajak untuk melunasi hutang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.

Adapun pada tahun 2008, penerbitan surat teguran yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara dapat dilihat pada Tabel 1.

73

Wawancara dengan Bapak Rusli, Kepala Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara, tanggal 06 Juli 2009.

(26)

Tabel 1.

Penerbitan Surat Teguran pada KPP Pratama Cikarang Utara Januari 2008 s/d Desember 2008 Terbit Bulan Dasar Penerbitan Surat Teguran Tepat

Waktu Terlambat Jumlah

Tidak Terbit Akhir 2007 20 - - 20 - Januari 20 16 - 16 4 Pebruari 20 15 - 15 5 Maret 50 42 - 42 8 April 45 36 - 36 9 Mei 45 37 - 37 8 Juni 35 25 - 25 10 Juli 45 33 - 33 12 Agustus 35 26 - 26 9 September 30 23 - 23 7 Oktober 32 25 - 25 7 Nopember 20 18 - 18 2 Desember 25 22 - 22 3 Jumlah 422 318 - 338 84

Sumber : KPP Pratama Cikarang Utara

Berdasarkan Tabel 1 tersebut, terlihat bahwa penerbitan surat teguran telah dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Pada akhir tahun 2007, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara mendapatkan limpahan ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak dari Kantor Pelayanan Pajak lama (Kantor Pelayanan Pajak Cikarang Dua) sebanyak 20 (dua puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak. Pada saat itu, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara tidak memiliki data dan informasi tentang apakah terhadap ke 20 (dua puluh) ketetapan pajak

(27)

dan/atau keputusan pajak tersebut, telah diterbitkan surat tegurannya oleh Kantor Pelayanan Pajak lama (Kantor Pelayanan Pajak Cikarang Dua). Oleh karena itu atas dasar ke 20 (dua puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan surat teguran sebanyak 20 (dua puluh) surat teguran pada bulan Januari 2008.

2) Pada bulan Januari 2008, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan sebanyak 20 (dua puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak. Karena telah jatuh tempo (tidak dilunasi oleh penanggung pajak) maka atas dasar ke 20 (dua puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan 16 (enam belas) surat teguran dengan tepat waktu (antara bulan Pebruari 2008 sampai dengan bulan Maret 2008), sedangkan sisanya sebanyak 4 (empat) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak diterbitkan surat tegurannya. 3) Pada bulan Pebruari 2008, ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang

diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara adalah sebanyak 20 (dua puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak. Oleh karena penanggung pajak tidak melunasi hutang pajak sebagaimana yang termuat dalam ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut, maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan surat teguran sebanyak 15 (lima belas) surat teguran dengan tepat waktu (antara bulan Maret 2008 sampai dengan bulan April 2008), sementara sisanya sebanyak 5

(28)

(lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak terbit surat tegurannya.

4) Pada bulan Maret 2008, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan sebanyak 50 (lima puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak. Karena ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut telah jatuh tempo (tidak dilunasi oleh wajib pajak) maka atas dasar ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan sebanyak 42 (empat puluh dua) surat teguran dengan tepat waktu (antara bulan April 2008 sampai dengan bulan Mei 2008), sedangkan sisanya sebanyak 8 (delapan) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak terbit surat tegurannya.

5) Pada bulan April 2008, terdapat sebanyak 45 (empat puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara. Terhadap ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut diterbitkan sebanyak 36 (tiga puluh enam) surat teguran dengan tepat waktu (antara bulan Mei 2008 sampai dengan bulan Juni 2008) karena tidak dilunasi oleh wajib pajak (telah jatuh tempo). Sementara sisanya sebanyak 9 (sembilan) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak terbit surat tegurannya.

6) Pada bulan Mei 2008, ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara adalah sebanyak 45 (empat puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak.

(29)

Karena telah jatuh tempo (tidak dilunasi oleh wajib pajak) maka terhadap ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut diterbitkanlah surat teguran sebanyak 37 (tiga puluh tujuh) surat teguran dengan tepat waktu (antara bulan Juni 2008 sampai dengan bulan Juli 2008). Sementara selebihnya sebanyak 8 (delapan) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak terbit surat tegurannya.

7) Pada bulan Juni 2008, ada sebanyak 35 (tiga puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara. Dari ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut diterbitkan surat teguran dengan tepat waktu (antara bulan Juli 2008 sampai dengan bulan Agustus 2008) sebanyak 25 (dua puluh lima) surat teguran dikarenakan ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut telah jatuh tempo dan sisanya sebanyak 10 (sepuluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak terbit surat tegurannya.

8) Pada bulan Juli 2008, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan sebanyak 45 (empat puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak. Karena telah jatuh tempo (tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak) maka atas dasar ke 45 (empat puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan 33 (tiga puluh tiga) surat teguran dengan tepat waktu (antara bulan Agustus 2008 sampai dengan bulan September 2008), sedangkan

(30)

sisanya sebanyak 12 (dua belas) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak diterbitkan surat tegurannya.

9) Pada bulan Agustus 2008, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan sebanyak 35 (tiga puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak. Karena ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut telah jatuh tempo (tidak dilunasi oleh wajib pajak) maka atas dasar ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan sebanyak 26 (dua puluh enam) surat teguran dengan tepat waktu (antara bulan September 2008 sampai dengan bulan Oktober 2008), sedangkan sisanya sebanyak 9 (sembilan) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak terbit surat tegurannya.

10)Pada bulan September 2008, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan sebanyak 30 (tiga puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak. Karena ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut telah jatuh tempo (tidak dilunasi oleh wajib pajak) maka atas dasar ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan sebanyak 23 (dua puluh tiga) surat teguran dengan tepat waktu (antara bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Nopember 2008), sedangkan sisanya sebanyak 7 (tujuh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak terbit surat tegurannya.

11)Pada bulan Oktober 2008, terdapat sebanyak 32 (tiga puluh dua) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan

(31)

Pajak Pratama Cikarang Utara. Terhadap ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut diterbitkan sebanyak 25 (dua puluh lima) surat teguran dengan tepat waktu (antara bulan Nopember 2008 sampai dengan bulan Desember 2008) karena tidak dilunasi oleh wajib pajak (telah jatuh tempo). Sementara sisanya sebanyak 7 (tujuh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak terbit surat tegurannya.

12)Pada bulan Nopember 2008, ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara adalah sebanyak 20 (dua puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak. Karena telah jatuh tempo (tidak dilunasi oleh wajib pajak) maka terhadap ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut diterbitkanlah surat teguran sebanyak 18 (delapan belas) surat teguran dengan tepat waktu (antara bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Januari 2009). Sementara selebihnya sebanyak 2 (dua) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak terbit surat tegurannya.

13)Pada bulan Desember 2008, ada sebanyak 25 (dua puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara. Dari ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut diterbitkan surat teguran dengan tepat waktu (antara bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Pebruari 2009) sebanyak 22 (dua puluh dua) surat teguran dikarenakan ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak

(32)

tersebut telah jatuh tempo dan sisanya sebanyak 3 (tiga) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak terbit surat tegurannya.

Dari uraian diatas terlihat bahwa Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara selama tahun 2008 telah menerbitkan surat teguran secara tepat waktu yaitu sebanyak 318 (tiga ratus delapan belas) sedangkan sebanyak 20 (dua puluh) surat teguran lainya merupakan limpahan dari kantor pelayanan pajak lama (Kantor Pelayanan Pajak Cikarang Dua) sehingga pada tahun 2008 Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara menerbitkan sebanyak 338 (tiga ratus tiga puluh delapan) surat teguran. Dengan demikian, terdapat 84 (delapan puluh empat) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang tidak terbit surat tegurannya.

Tidak terbitnya surat teguran tersebut mempunyai akibat hukum yaitu tindakan penagihan pajak selanjutnya (surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan dan seterusnya) tidak dapat dilakukan. Dalam hal Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Surat Keputusan Banding yang menyebabkan hutang pajak bertambah, daluwarsa penagihannya, potensi kerugian negara adalah sebesar jumlah pajak yang masih harus dibayar dari dasar administrasi tindakan penagihan pajak tersebut.

Tidak terbitnya Surat Teguran sebagai tindakan awal untuk melaksanakan tindakan-tindakan penagihan selanjutnya merupakan kelalaian dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara.

(33)

b. Penerbitan Surat Paksa

Surat Paksa diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara yang menerbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang menjadi dasar penagihan hutang pajak apabila penanggung pajak tidak melunasi hutang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

Surat Paksa diterbitkan paling cepat 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal penerbitan surat teguran, kecuali apabila terhadap penanggung pajak telah diterbitkan Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus maka Surat Paksa dapat segera diterbitkan tanpa menunggu lewat tenggang waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak saat surat teguran diterbitkan.74

Surat paksa diterbitkan apabila :

1) Penanggung pajak tidak melunasi hutang pajak ndan terhadapnya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis;

2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus; atau

3) Penagih pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.75

Penerbitan surat paksa secara sah oleh pejabat berwenang merupakan modal utama bagi pelaksanaan penagihan pajak yang efektif, karena dengan terbitnya surat

74

Wawancara dengan Bapak Rusli, Kepala Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara, tanggal 06 Juli 2009.

75

Lihat pasal 8 Undang-undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

(34)

paksa memberikan wewenang kepada petugas penagihan pajak untuk melaksanakan eksekusi langsung (parate executie) dalam penyitaan atas barang milik penanggung pajak dan melakukan penjualan langsung atau melalui lelang atas barang-barang tersebut untuk pelunasan hutang pajak tanpa melalui prosedur di pengadilan terlebih dahulu.

Surat paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian ia mempunyai titel eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat nama wajib pajak atau penanggung pajak, dasar penagihan, besarnya hutang pajak dan perintah untuk membayar.76

Pemberitahuan surat paksa dilakukan oleh jurusita pajak dengan pernyatan dan penyerahan surat paksa kepada penanggung pajak. Pemberitahuan surat paksa sebagaimana dimaksud dituangkan dalam berita acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan surat paksa, nama jurusita pajak, nama yang menerima dan tempat pemberitahuan surat paksa.

Menurut UU PPSP pasal 10 ayat (3), Pemberitahuan atau penyampaian Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

a) Penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan

b) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

76

Lihat pasal 5 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 147/KMK.04/1998 tanggal 27 Februari 1998

(35)

c) Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat yang mengurus harta peninggalannya apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi.

d) Para ahli waris, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Sedangkan terhadap badan menurut pasal 10 ayat (4) surat paksa diberitahukan oleh jurusita pajak kepada :

(1) Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun ditempat lain yang memungkinkan.

(2) Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud diatas.

Dalam hal penanggung pajak atau pihak-pihak dimaksud diatas menolak untuk menerima surat paksa maka jurusita pajak meninggalkan surat paksa tersebut dan mencatatnya dalam berita acara bahwa penanggung pajak tidak mau menerima surat paksa dan surat paksa dianggap telah diberitahukan.77

Pajak yang dapat ditagih dengan Surat Paksa adalah semua jenis Pajak Negara (pusat) termasuk sanksi administrasi berupa kenaikan, denda, bunga dan biaya.

Adapun pada tahun 2008, penerbitan surat paksa yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara dapat dilihat pada Tabel 2.

77

Wawancara dengan Bapak Rusli, Kepala Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara, tanggal 06 Juli 2009.

(36)

Tabel 2.

Penerbitan Surat Paksa pada KPP Pratama Cikarang Utara Januari 2008 s/d Desember 2008

Terbit Bulan

Dasar Penerbitan

Surat Paksa Tepat Waktu Terlambat Jumlah

Tidak Terbit Akhir 2007 Januari 20 16 12 8 - - 12 8 8 8 Pebruari 15 9 - 9 6 Maret 42 15 - 15 27 April 36 15 - 15 21 Mei 37 10 - 10 27 Juni 25 15 - 15 10 Juli 33 10 - 10 23 Agustus 26 18 - 18 8 September 23 12 - 12 11 Oktober 25 15 - 15 10 Nopember 18 7 - 7 11 Desember 22 10 - 10 12 Jumlah 338 156 - 156 182

Sumber : KPP Pratama Cikarang Utara

Berdasarkan Tabel 2 tersebut, terlihat bahwa penerbitan surat paksa telah dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara yang dapat diuraikan sebagai berikut :

(a) Terhadap 20 (dua puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang merupakan limpahan dari kantor pelayanan pajak lama (Kantor Pelayanan Pajak Cikarang Dua) dan telah ditegur, setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak juga dibayar, maka terhadap 20 (dua puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tersebut diterbitkan surat paksa sebanyak 12 (dua belas) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 8 (delapan) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak tidak terbit surat paksanya.

(37)

(b) Terhadap 20 (dua puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang terbit pada bulan Januari 2008 (dua ribu delapan) dan telah ditegur sebanyak 16 (enam belas), setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak juga dibayar, maka terhadap 16 (enam belas) surat teguran tersebut diterbitkan surat paksa sebanyak 8 (delapan) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 8 (delapan) surat teguran tidak terbit surat paksanya.

(c) Terhadap 20 (dua puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang terbit pada bulan Pebruari 2008 (dua ribu delapan) dan telah ditegur sebanyak 15 (lima belas), setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak juga dibayar, maka terhadap 15 (lima belas) surat teguran tersebut diterbitkan surat paksa sebanyak 9 (sembilan) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 6 (enam) surat teguran tidak terbit surat paksanya.

(d) Terhadap 50 (lima puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang terbit pada bulan Maret 2008 (dua ribu delapan) dan telah ditegur sebanyak 42 (empat puluh dua), setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak juga dibayar, maka terhadap 42 (empat puluh dua) surat teguran tersebut diterbitkan surat paksa sebanyak 15 (lima belas) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 27 (dua puluh tujuh) surat teguran tidak terbit surat paksanya.

(e) Terhadap 45 (empat puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang terbit pada bulan April 2008 (dua ribu delapan) dan telah ditegur sebanyak 36 (tiga puluh enam), setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak

(38)

juga dibayar, maka terhadap 36 (tiga puluh enam) surat teguran tersebut diterbitkan surat paksa sebanyak 15 (lima belas) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 21 (dua puluh satu) surat teguran tidak terbit surat paksanya.

(f) Terhadap 45 (empat puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang terbit pada bulan Mei 2008 (dua ribu delapan) dan telah ditegur sebanyak 37 (tiga puluh tujuh), setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak juga dibayar, maka terhadap 37 (tiga puluh tujuh) surat teguran tersebut diterbitkan surat paksa sebanyak 10 (sepuluh) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 27 (dua puluh tujuh) surat teguran tidak terbit surat paksanya.

(g) Terhadap 35 (tiga puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang terbit pada bulan Juni 2008 (dua ribu delapan) dan telah ditegur sebanyak 25 (dua puluh lima), setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak juga dibayar, maka terhadap 25 (dua puluh lima) surat teguran tersebut diterbitkan surat paksa sebanyak 15 (lima belas) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 10 (sepuluh) surat teguran tidak terbit surat paksanya. (h) Terhadap 45 (empat puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak

yang terbit pada bulan Juli 2008 (dua ribu delapan) dan telah ditegur sebanyak 33 (tiga puluh tiga), setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak juga dibayar, maka terhadap 33 (tiga puluh tiga) surat teguran tersebut diterbitkan surat

(39)

paksa sebanyak 10 (sepuluh) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 23 (dua puluh tiga) surat teguran tidak terbit surat paksanya. (i) Terhadap 35 (tiga puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang

terbit pada bulan Agustus 2008 (dua ribu delapan) dan telah ditegur sebanyak 26 (dua puluh enam), setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak juga dibayar, maka terhadap 26 (dua puluh enam) surat teguran tersebut diterbitkan surat paksa sebanyak 18 (delapan belas) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 8 (delapan) surat teguran tidak terbit surat paksanya.

(j) Terhadap 30 (tiga puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang terbit pada bulan September 2008 (dua ribu delapan) dan telah ditegur sebanyak 23 (dua puluh tiga), setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak juga dibayar, maka terhadap 23 (dua puluh tiga) surat teguran tersebut diterbitkan surat paksa sebanyak 12 (dua belas) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 11 (sebelas) surat teguran tidak terbit surat paksanya.

(k) Terhadap 32 (tiga puluh dua) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang terbit pada bulan Oktober 2008 (dua ribu delapan) dan telah ditegur sebanyak 25 (dua puluh lima), setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak juga dibayar, maka terhadap 25 (dua puluh lima) surat teguran tersebut diterbitkan surat paksa sebanyak 15 (lima belas) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 10 (sepuluh) surat teguran tidak terbit surat paksanya.

(40)

(l) Terhadap 20 (dua puluh) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang terbit pada bulan Nopember 2008 (dua ribu delapan) dan telah ditegur sebanyak 18 (delapan belas), setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak juga dibayar, maka terhadap 18 (delapan belas) surat teguran tersebut diterbitkan surat paksa sebanyak 7 (tujuh) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 11 (sebelas) surat teguran tidak terbit surat paksanya.

(m)Terhadap 25 (dua puluh lima) ketetapan pajak dan/atau keputusan pajak yang terbit pada bulan Desember 2008 (dua ribu delapan) dan telah ditegur sebanyak 22 (dua puluh dua), setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari tidak juga dibayar, maka terhadap 22 (dua puluh dua) surat teguran tersebut diterbitkan surat paksa sebanyak 10 (sepuluh) surat paksa dengan tepat waktu. Sementara sisanya sebanyak 12 (dua belas) surat teguran tidak terbit surat paksanya. Dari uraian diatas terlihat bahwa Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara selama tahun 2008 telah menerbitkan surat paksa secara tepat waktu yaitu sebanyak 156 (seratus lima puluh enam) surat paksa. Dengan demikian, terdapat 182 (seratus delapan puluh dua) surat teguran yang menjadi dasar penagihan pajak yang tidak terbit surat paksanya.

Tidak terbitnya surat paksa tersebut dikarenakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara kekurangan pelaksana di seksi penagihan yang hanya berjumlah 3 (tiga) orang. Kurangnya tenaga pelaksana untuk mengerjakan pekerjaan yang bersifat administratif mengakibatkan terhambatnya tugas-tugas penagihan pajak sesuai dengan prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan. Hal ini menyebabkan

(41)

tindakan penagihan hutang pajak selanjutnya (penyitaan) tidak dapat dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara. Dengan tidak dapat dilakukannya tindakan penyitaan terhadap harta kekayaan penunggak pajak, menyebabkan negara tidak mempunyai jaminan dari penunggak pajak agar penunggak pajak melunasi hutang pajaknya.

c. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Kekayaan Penanggung Pajak

Apabila hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak, maka pejabat akan menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan :

1) Dilakukan oleh pejabat yang telah menerbitkan surat paksa, yang dalam hal ini adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Utara yang telah menerbitkan surat paksa. Dengan kata lain Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan paling cepat diterbitkan setelah lewat waktu 2 x 24 jam sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak.

2) Dilakukan oleh pejabat lainnya, dalam hal objek sita berada diluar wilayah kerja pejabat yang menerbitkan surat paksa, maka Pejabat tersebut akan meminta bantuan kepada Pejabat lain yang wilayah kerjanya meliputi tempat/lokasi objek sita untuk menerbitkan SPMP terhadap objek sita yang dimaksud.

Menurut pasal 1 ayat (12) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000, “Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan dan Saran: Pendidikan kesehatan P4K memberikan pengaruh terhadap tingkat pengetahuan, namun tidak memberikan pengaruh pada sikap ibu hamil primigravida

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran perempuan dan laki-laki dalam kegiatan penyadapan pinus dan dalam pengambilan keputusan serta untuk mengetahui

Hal ini memicu keprihatinan mengingat bahasa dan budaya Jawa banyak mengandung nilai luhur yang berguna bagi bangsa dan negara.hal ini dikuatkan dengan pengalaman

Modul diklat guru bahasa Inggris kelompok kompetensiG ini mencoba menguraikan materi yang harus dikuasai oleh guru tidak hanya untuk bahan mengikuti Uji Kompetensi Guru

2.3. franciscana EG-grade, INVE Aquaculture NV, Belgium cysts were decapsulated, incubated for 24 h at 28 8 C and 5‰ salinity under strong illumination and aeration, and fed for 3

The irrigation scheduling practices were: tensiometer-based with the tensiometers placed at 50% or 75% of the root-zone depth and irrigations started when tensiometer's readings

* Formutir Nomor : X.H.1-2 Laporan Butanan Kepemitikan Saham Emiten atau Perusahaan Pubtik dan Rekapitutasi yang tetah Ditaporkan.. * Laporan Penggunaan Btangko

Untuk membangun sebuah fire hydrant supaya prinsip kerja fire hydrant dapat berjalan dengan baik, dibutuhkan kontraktor dan engineering yang berpengalaman.