| H V
SKRI PSI
CHOIRUL MUHDl
S
T A T U S " B O A T P E O P L E " V IE T N A M D IT IN J A U
D A R ! S E G I H U K U M IN T E R N A S IO N A L
F A K U L T A S H U K U M U N 1 V E R S IT A S A IR L A N G O A
S U R A B A Y A
1990
STATUS "BOAT PEOPLE" VIETNAM DITINJAU
DARI SEGI HUKUM INTERNASIONAL
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK M3LENGKAPI TUGAS
DAN
MEMEHUHI SYARAT-SYARAT UNTUK HENCAPAT GELAR SARJANA HUKUM
OLEH
CHOIRUL MUHDI
038311815
d o s e n: .e e m b i m b i-n g
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA
DIUJI PADA TANGGAL :
15 JANUARI 1990
ABSTRAK
STATUS "BOAT PEOPLE" VIETNAM DITINJAU DARi SEGI HUKUM
INTERNASIONAL
MUHDl, CHOIRUL
PEMBIMBING : HENDY TEDJONAGORO ,SH
INTERNATIONAL LAW
KKB KK-2 INT 141/91 Muh s
Copyrights @ 1991 by Airlangga University Library. Surabaya
Pengungsi adalah momok masa kini,tidak ada benua
yang terbebas dari pengungsi", kata Jean Pierre Hoekey Ketua Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan Pengungsi. Di benua Afrika (Ethiopia, Somalia dan Sudan) dan di benua Amerika Latin (Nicaragua dan Elsavador) arus pengungsi
menimbulkan masalah besar, demikian juga banyak negara Asia yang menghadapi masalah pengungsi. Jutaan pengungsi Afghanistan lari meninggalkan negaranya masuk ke Pakistan dan Iran,demikian halnya dengan pengungsi Vietnam yang melarikan diri masuk ke negara-negara Asia Tenggara.
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah
SWT atas rahmat, nikmat karunia yang dilimpahkan-Nya,
sehingga penyusunan skripsi ini dapat mencapai
perampung-ennya dan berakhir jualah semua aktifitas akademik saya
di Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Penulisan skripsi ini. merupakan kewajiban sebagai
persyaratan untuk mencapai gelar sarjana hukum.
Dalam kcsempatan ini, saya mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Hendy Tedjonagoro, S.H. yang telah mencurahkan
perhatian dan menghabislcan sebagian waktunya serta
dengan tekun membimbing saya ke arah penyelesaian
penyusunan skripsi ini;
? . Bapak Dekan dan seluruh civitas akademika Fakultas
Hukum Universitas Airlangge yang telah banyak memberi
kan bekal pengetahuan dan bantuan kepada saya.
Teristimev/a, ucapan terima kasih yang tak
terhing-ga, saya ucopkan kepada yang tercinta dan terhormat Ibu
dan Bapak yang telah membesarkant mengasuh, mendidik saya
serta mendorong, mombiayai saya dengan segala jorih payah
ketabahan, keuletan untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Juga, terima kasih saya tujukan kepada kakak dan
adik-adik saya yang saya sayangi dan semua rekan-rekan yang
tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah membantu
dalora bentulc moral dan material maupun dalam bentuk
lain-nya.
Segala usaha dan kemampuan telah saya kerahkan,
namun raanusia tetaplah raanusia yang tidak memiliki ilmu
nengetahuan kecuali sedikit. Secara jujur, saya raenyadari
bahwa penyusunan skripsi ini masih berada jauh dari
kesem-purnaan, oleh karena itu segala kritik, saran dan masukan
lainnya yang konstruktif dari semua pihak dengan senang
hati saya menerimanya untuk perbaikan skripsi ini.
Semoga isi skripsi ini dengan ridla Allah SWT
dapat menemui sasarannya.
Amin
DAFTAR ISI
BAB I . PENDAHULUAN
1. Permasalahan Latar Belakang dan
Rumusannya 1
2. Penjelasan Judul ... ./f 3. Alasan Pemilihan Judul ... .6
4. Tujuan Penulisan ... .6
5. Metodologi ... ... 7
6
. Pertanggungjawaban Sistematika ... .8BAB II. STATUS . "BOAT PEOPLE" VIETNAM SEBAGAI PENGUNGSI '... .10
1. Latar Belakang Sejarah Eksodus ... .10
2. Akibat-akibatnya di Kawasan Asia Tenggara 15
3. Penetapan Status Pengungsi ... .19
BAB III.. ANALISIS ATAS STATUS "BOAT PEOPLE" V I E T N A M ... .26
1. Tinjauan Yuridis ... .26
2. Kedudukan "Boat people" Vietnam Menurut Hukum Internasional 28
BAB IV. PERANAN PBB DALAM MASALAH PENGUNGSI ___ _34 1.. Perlindungan Internasional Terhadap Pengungsi ...34
2. Peranan UNHCR Dalam Menangani Pengu ngsi... ..39
BAB V. PENUTUP ... ..44
1, Kesimpulan ... .. 4^
2. Saran ... .. 45
■ U N TTE R S n A S a I KLAN
OOA-' su R
A B AY
ABAB I
PENDAHULUAN
1. Permasalahan : Latar Belakang dan Rumusannya
"Pengungsi adalah momok masa kini, tidak ada benua
yang terbebas dari pengungsi", kata Jean Pfeerre Ho eke,1' Ketua
Koraisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan Pengungsi.
Di benua Afrika (Ethiopia, Somalia dan Sudan) dan di benua
Amerika Latin (Nicaragua dan Elsavador) arus pengungsi
menini-bulkan masalah besar, demikian juga banyak negara Asia yang
menghadapi masalah pengungsi.
Jutaan pengungsi Afghanistan lari meninggalkan negaranya
ma-suk ke Pakistan dan Iran, demikian halnya dengan pengungsi
Vietnam yang melarikan diri masuk ke negara-negara Asia
Tenggara,
Nasib para pengungsi Indochina tetap merupakan masa
lah yang beear bagi banyak negara Asia. Masalah yang
melibat-kan jutaan pengungsi Afghanistan sedang menuju penyelesaian
dengan dilaksanakannya persetujuan Jenewa yang
ditandatanga-ni bulan April 1938# Perkembangan baru aseperti Itu tidak
tampak bagi para pengungsi Indochina, terutama unJtuk mereka
yang desebut sebagai orang perahu ritau "boat people".
Pengertian pengungsi dapat dipahami dari dua slsi,
yaitu pengertian sosiologis dan y.uridis. Dalam pengertian
sosiologis, yang dimaksud dengan pengungsi adalah :
2
His reasons for flight may be caused by nature, e.g. floods, earthquakes, famine or environment, or they may be caused by politic, e.g. war, foreign domination or occupation, civil distrubance, or political changes
in .thes home country. *•
Sedangkan pengertian pengungsi dari segi yuridis :
A n y person tfho
(2) As result of events occuring before 1 January 1951 • and owinng well-founded fear being persecuted for reason of race, religion, nationality, membership of a particular group or political opiniaon, is outside the country of his nationality and is unable or, owing to such fear, is unvdlling to avail himself of the protection-of that country ; or who, not having a natinality and being outside the country of his former habitual residence as a results of such events, is unable or, owing to such
fear, is unwilling to return to i t
.2
Setelah Vietnam bersatu dibawah Hanoi, orang-orang
ke-turunan Cina yang ada di Vietnam dianggsp sebagai pembangkang
terhadap pemerintah yang ada. Oleh karena itu mereka kemudian
dlpaksa keluar meninggalkan Vietnam.
Negara-negara ASEAN yang secara geografis letaknya
bertetangga dengan Vietnam dan negara-negara Indochina yang
lain menjadi tempat membanji'rnya arus pengungsi., Hanya karena
alasan-alasan kemanusiaanlah negara-negara ASEAN' terpaksa me
nerima mereka,.dengan oatatan bahwa'mereka hanya menetap
untuk sementara waktu saja sarapai ada negara ketiga yang
ber-sedia menerimanya.
Di lain pihak, PBB juga telah berusaha untuk
menyele-saikan masalah pengungsi Indochina melalui salah satu badan
khususnya. yang disebut United Nations High Commissioner for
Refugees (UNHCR). Tugas khusus UNHCR adalah memberikan perlin
dungan internasional secara maksimum kepada pengungsi,
sedangkan tujuannya adalah untuk menjamin para pengungsi ter
sebut sampai mereka kembali ke negara asal mereka atau
menda-patkan tempat tinggal yang tetap dan memperoleh
kewarganega-raan yang baru dari negara lain dimana mereka raenetap dan
bertempat tinggal,
s Dalam suatu penerbitan yang dipublikasikan oleh Komisi
Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan pengungsi (UNHCR)
mengumpamakan masalah pengungsi ini seperti riak yang terus
mengejar sampai jauh dari tempat jatuhnya batu. Gelombang pe
ngungsi yang mengalir sejak pertengahan tahun 19?0-an di Asia
Tenggara terus mempengaruhi prospek wilayah ini maupun kehidup
an jutaan manusia di seluruh dunia,
Tragisnya puluhan-. ribu orang Indochina terpakea
menca-ri damai, keluarga dan hamenca-ri depan yang lebih baik di luar nega
ra mereka sendiri, Alasannya banyak dan rumit, Kelompok ini
umuranya disebut "boat people", suatu istilah yang mungkin
di--sengaja dibuat untuk menghindari pengakuan langsung atas sta
tus pengungsi terhadap mereka.
Pada mulanya "boat people" telah diakui sebagai pengu
ngsi tanpa suatu pemeriksaan yang teliti apakah mereka
benar-benar pengungsi seperti yang diatur oleh hukum internasional.
Sementara itu pada saat yang sama, ada pandangan yang
memban-tah bahwa "boat people” adalah bukan pengungsi. Sering
terde-ngar juga kritikan bahwa motif’mereka meninggalkan negaranya
UNHCR sendiri mengakui bahwa penyebab dari
meningkat-nya pelarian para pengungsi belakngan ini jelas berraotif
"politis maupun ekonorais". Untuk mencari penyelesainnya
maka masalah yang mendasar ini harus segera diselesaikan
se-cara trmtas.
s Negara-negara ASEAN yang menmpung para pencari suaka
ataupun pengungsi tersebut, berkali-kali menyatakan
kekhawa-tirannya bahwa pelarian besar-besaran belakangan ini lebih
merupakan pengungsi ekonomi dari pada pengungsi politik.
Berdasarkan latar belakang permaealahan tersebut di
atas, saya mencoba merumuskan maealah yang akan dibahas
da-lam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah "boat People” yang melarikan diri dari Vietnam
bi-sa. merapunyai status pengungsi menurut hukum i n t e m a s i o n a l ?
2. Apa sebab-sebab terus mengalirnya arua "boat people" Vie
tnam dan bagaimanakah akibatnya di kawasan Asia Tenggara .?
3« Bagaimanakah peranan PBB khususnya UNHCR dalam memproses
dan menetapkan status pengungsi ?
2, Penlelasan Judul
Skripsi l;;i berjudul : "STATUS "BOAT PEOPLE" VIETNAM
DITINJAU DARI SEGI HUKUM INTEMASIONAL".
Yang dimaksud dengan status adalah "person’s legal" dalam
bahasa Inggris.^ Sedangkan dalam bahasa Indonesia raempunyai
arti keadaan kedudukan (orang, lembaga, negara dan sebagainya)•.
Jadi arti selengkapnya dari kata status adalah kedudukan
atau keadaan seseorang atau badan dihadapan hukum, dalam
hal ini hukum internasional.
"Boat people" berasal dari bahasa Inggris yang
berar-ti manusia perahu, Sebutan ini populer ditujukan kepada
ora-ng atau sekelompok oraora-ng Vietnam yaora-ng melarikan diri dari
negara Vietnam dengan menggunakan perahu atau kapal kecil
(biasanya tidak momakai mesin/motor penggerak dan tidak
ber-geladak).^
Yang dimakstid "ditinjau dari segihukum internasional"
adalah tinjauan dari hukum internasional, yaitu hukum atau
ketentuan yang berdasarkan pada Konvensi 1951 tentang Status
yang berkaitan dengan pengungsi serta Protokolnya 196?.
Pemilihan dan penerapan ketentuan tersebut didasarkan
pada alasan bahwa:
a. Konvensi 1951 dan Protokolnya adalah ketentuan yang paling
akhir dan uneversal dimana pengungsi didefenisikan dan
di-atur.
b. Konvensi 1951 dan Protokolnya secara luas mengatur kembali
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pengungsi yang a
da sebelumnya. '
c. Meskipun belum menjadi kenyataan, Konvensi 1951 dan Pro
tokolnya akan menjadi ketentuan yang bersifat umum dan
ter-buka peluang untuk menjadi Hukum Pengungsi (Refugees Law)
terbuktl dengan makin banyaknya negara-negara yang
menya-takan turut serta (accesion) menandatangani Konvensi 1951
atau Protokolnya,^ seperti misalnya kesepakatan Organisasi
Persatuan Afrika (OAU) yang meminta negara anggotanya un
tersebut dan menerapkannya terhadap pengungsi-pengungsi
di Afrika. ^
d. UNHCR yang merupakan badan khusus PBB memberikan definisi
pengungsi dnlain otatutanyr. hnmpir sama dengan Konvensi
1951* Hal ini cebagai petunjuk adanya pengakuan secara
luas ternadap Konvensx 19l?l dan Protokolnya 19b?.
3. Alasan Pemilihnn Judul
Alasan pertama, masalah "boat people" Vietnam sarapai
sekarang aru-snya masih terus raengalir dan menimbulkan
t>er-bagai permasalahan tidak hanya di kawasan Asia Tenggara?
akan tetapi sudan merupakan masalaii masyarakat internasional,
Alasan kedua, makin banyaknya pelarian atau pengungsi
dari Vietnam itu, kini menyebabkan negara-negara lain yang
sering menjadi sasaran pengungsian bersikap keras dengan
mengusir keluar. moreka dari negaranya.
Alasan ketiga, nasib mereka yang tidak ada kepastian
nukum di negara penarapungan sementara sehingga membuat mere
ka bertambah menderita dan sengsara. Mereka tidak dapat
hi-dup selayaknya sebagai manusia yang merdeka-yang mempunyai
kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri.
Tuiuan Penulisan
Penulisan sKi'ipsi ini selain untuk memenuhi
persya-ratan akademis guna memperpleh gelar kesarjanaan, juga
untuk memberi sumbangan pemikiran terhadap usaha
penyele-saian'permasalahan yang terjadi, khususnya yang mcnyangkut
hukum internasionel dan untuk mengetahui sampai sejauh
mana-kah peranan hukum internasional dal am usahanya untuk
menye-lesaikan masalah "boat people” Vietnam.
5. Metodologj
a. Pendekatan masalah
Dal am pembahasan ini, saya menggunakan raetode
deskrif-tif analisis dengan titik berat di bidang yuridis.
b. Sumber data
Data untuk penulisan skripsi ini diperoleh dari buku,
majalah dan bahan bacaan lalnnya yang dapat
dipertanggungja-wabkan keilmuannya, serta peraturan-peraturan hukum yang mc-
ngatur masalah pengungei.
c. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.
Data yang diperoleh dari perpustakaan dan bahan baca
an yang lain, disusun untuk selanjutnya dianalisa untuk
di-tuangkan dalam penuliaan skripsi ini. Data tersebut
dikait-kan dengan masalah yang menjadi objek penulisan ini,
d t Analisa data
Permasalahan dibahas dengan pedoman data yang telah
dipilih, dengan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan
pokok permasalahan yang dikemukakan dal am skripsi ini.
Dari hasil analisa ditarik suatu kesimpulan dan jawaban atas
8
6. Pertanggunft.jawaban Sistematika
Saya menyusun skripsi ini dalam lima bab. Sebagai
pendahuluan saya tempatkan di dalam bab I karena di
dalam-nya terdapat uraian singkat dan umum mengenai keseluruhan
tulisan ini guna mengantarkan pembaca agar mudah
menggabar-kan dan menemumenggabar-kan permasalahan.
Kemudian dalam bab II, pembahasan akan diarahkan pada
permasalahan "boat people" Vietnam yaitu tentang statusnya
itu sendiri dengan mcnguraikan latar belakang, sebab-sebab
terns m e n g a l i m y a dan akibat-akibatnya di kawasan Asia
Tengga-ra serta bagaimanaKah status pengungsi menurut hukum inter
na si on'al.
Pada bab berikutnya yaitu bab III, saya akan
mengana-lisa permasalahan status "boat people" Vietnam menurat
Kon-vensi 1951 serta Protokolnya 196?.
Setelah itu, pada bab:IV, Saya perlu juga menjelaskan
mengenai peranan PBB dalam menangani dan memberikan
perlindu-ngan terhadap pengungsi pada umumnya serta UNHCR pada kususnya*
Sebagaimana dalam penulisan ilmiah, kesimpulan dan
saran juga diperlukan. Hal ini saya letakan pada bab
tera-khir, yaitu bab ke V. Kesimpulan dapat diambil setelah
meng-kaji dan membahas semua permasalahan, dan dari sini dapat
di-kemukakan saran-saran yang mungkin dapat dianggap. sebagai jalan
keluar untuk turut mengatasi masalah yang ada.
Jovica Patrnogic dan Miriam Defensor Santiago, Promotion, Dissemination and Teaching of International Refugee Lav/, Makalah. dalam Round Table of Asian Expert on Current in the International Protection of Refugees and Displaced Persons, UNHCR, Kanila, Philipine, 14 -18
April, 1980, p. 51. '
2Lihat 1951 Convention to the Status of Refugees pasal l.A C2)
^A.S. Hornby, Oxford Advanced Leaner*s Dictionary of Current English. I:Regularly updated, Oxford University Press, p. 844*
^VV.J.S. Poerv/adarminta, Kamus Umum Bahasa i_ndone_sljt, Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan, P.N. Balai Pustaka, Jakarta, p. 9b4.
^Ibid. p. 734.
^Sampai Bulan Oktober 1988 ada 104 negara yang menandatangani Konvensi 1951 atau Protokolnya, lihat Refugees Magazine,. Oktober 1988.
7 ,
BAB II
STATUS "BOAT PEOPLE" VIETNAM SEBAGAI
PENGUNGSI
1. Latar Belakang Se.jarah Eksodus
Sejarah eksodus orang-orang Vietnam dimulai pada tahun
1975 ketika Amerika Serikat yang raelindungi rejim di Vietnam
Selatan dikalahkan oleh pasukan Vietnam Utara atau yang
di-kenal dengan nama sebutan Vietkong, Sejak saat itu ribuan
orang Vietnam Selatan, khususnya tentara, pegawai negeri dan
mereka yang p e m a h berhubungan dengan Amerika serta rejim
Saigon dijadikan sasaran pengejaran dan penangkapan. Amerika
Serikat merasa bertanggung jawab atas keselamatan mereka,
mem-beri kesempatan bagi mereka yang ingin pergi dari Vietnam
untuk bermukim di Amerika. Ada bekas serdadu, petani-petani
pomilik tanah yang tanahnya disita oleh penguasa komunis, ada
bekas pegawai negeri yang sejahtera yang kini terancam hidup
dibawah standard berimigrasi ke negara Paman Sam, Australia,
Kanada, Inggris dan Perancis.
Sementara itu kecurigaan pemerintah baru sosialis ter
hadap etnis cina dan kelompok minoritas agama (Katholik),
di-samping faktor-faktor kemiskinan, kehancuran ekonomi akibat
perang yang berkepanjangan dan kelangkaan sumber daya alam
telah menciptakan juga dasar eksodus besar-besaran.
Vietnam adalah negara miskin yang masih belum sembuh
dari luka-luka perang dengan Perancis dan Amerika. Sejauh ini
negara itu sangat tergantung pada bantuan dari Soviet dan
ne-gara-negara Eropa Timur, tetapi ekonominya sedikit eaja
1 0
mengalami kemajuan disebabkan karena boikot perdagangan yang
tel ah lama dilancarkan oleh Amerika Serikat • dan Eropa barat,
sebagian lagi karena bencana alam seperti angin topan dan
ban-jir.
Pemerintah Republik Sosialis Vietnam dalam upaya
menor-malkan situasi dalam negeri, menerapkan tiga modal
kebijaksa-naan. Kebijaksanaan pertama adalah re-edukasi (re-education
policy); program ini bertujuan untuk mengubah cara berpikir
rakyat Vietnam, khususnyadi wilayah Selatan terutama bagi me-?
reka yang dicapsebagai kelompok borjuis. Mereka yang termasuk
klasifikasi ini antara lain : kaun intelektual, politisi,
peg.?.-w a i . s peg.?.-w a s t a asing khususnya perusahaan-perusahaan Amerika,
anggota angkatan bersenjata dan lain-lain. Kelompok ini
di-pandang oleh pemerintah sebagai musuh negara^.dan masyarakat
sosialis Vietnam. Akibat kebijaksanaan re-edukasi ini kurang
lebih 200.000 orang meninggalkan Vietnam menuju Thailand
me-lalui laut dengan menggunakan perahu-porahu kecil, yang kemuFr*
8
dian populer disebut "boat people".
Kebijaksanaan kedua adalah "The New Economic Zone".
Pada kongres ke empat Partai Komunis Vietnam'.pada tahun 1976
ditetapkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang
me-nekankan pada.pertanian dan industri ringan. Program ini
di-maksudkan untuk mengurangi jumlah penduduk dan pengangguran
di perkotaan dengan mengirjm mereka bekerja di"New Economic
Zone". Rencana ini ditegaskan kembali oleh Perdana Menteri
M I L I Jt
PERPL’5TAX>AN
^ s,iASA1„ ; A W O < M .12
Begining in 1977» we must conduct a campaign to reorganize
the labour on the scale of slightly less than million
persons in the space of if years in order to transfer labour from the large cities In the south and densely populated lowland areas and surplus in the northern provinces to places which have the instrumen of labour, especially land, but no persons to perform that must be done.^
Seperti. program' portama,; program inipun menimbulkan
ke-takutan .bagi bagi orang-orang yang dikirim kedaerah tersebut.
Mereka menganggapnya sebagai suatu hukuman mati, karena
mere-ka yang biasa hidup dikota dan tidak menguasai b i d a n g .
portanian dipaksa bekerja sebgai petani. Akibatnya
kebijaksa-naan ini juga sebagai dasar eksodus besar orang Vietnam lev/at
laut.Seperti dituturkan salah seorang dari mereka :
We would have to go to mountains i£ we didn’t have the money to go abroad. Everybody in my neigbour-hood was afraid of working in the mountains. We aro used to working with machines. We don’t know about farming. So most of the people wanted to leave.-*-0
Kebijaksanaan ketiga adalah program nasionallsasi
pe-rusahaan swasta*
Setelah pemerintah Hanoi pada tahun 1976 berhasil
me-nginteg^asikan secara politik kedua Vietnam, pado bulan Maret
1978 pemerintah Hanoi mulai melaksanakan usaha
pengintegrasi-an sistimsosial dpengintegrasi-an ekonomi* Secafa bertahap pemerintah
menga-j
dakan kebijaksanaan-kebijaksanaan baru. Pada tanggal 3 Maret
1978 pemerintah mulai menasionalisasikan, perusahaan-perusahaan
swasta dan kemudian mengeluarkan suatu kebijaksanaan yang
isl-nya membatasi kekayaan orang-orang Vietnam oukup untuk
meme-nuhi kebutuhan minimal saja dan selebihnya disita untuk
nega-ra. Pada tanggal 3 Me.i 1978 pemerintah mulai menyatukan mata
1 1
uang di seluruh Vietnam*
Para pemilik perusahaan yang mayoritas adalah
orang-orang keturunan Cina dalam menanggapi program tersebut
dihadap-kan pada suatu pilihan yaitu : tetap tinggal di Vietnam dengan
dibatasi hak-haknya, dikirim ke "New Economic Zone".atau
per-gi keluar dari Vietnam.
Disamping itu intervensi tentara Vietnam ke Laos dan
Kamboja, yang secara resmi didasarkan atas perjanjian
Persaha-batan dan Kerja sama antara masing-masing negara itu dengan
Vietnam (Vietnam-Laos tanggal 18 Juli 1977 dan Vietnam Kamboja
tanggal 18 Pebruari 1979), ikut memdorong meningkatnya arus
pengungsi. Meningkatnya operasi-operasi militer yang
dilaku-kan oleh pasudilaku-kan pemerintah Laos yang ditunjang oleh pasudilaku-kan
Vietnam, misalnya, mengakibatkan banyak gerilyawan nasionalis 1 2
mengungsi ke Thailand.
Konflik Kamboja-Vietnam yang terus meningkat sejak
bu-lan Desember 1977, di mana pasukan Vietnam memulai
interven-sinya ke Kamboja dengan ditunjang oleft peralatan militer
berat dan pesawat-pesawat tempur dengan dalih membebaskan
wi-layah-wilayah Vietnam yang sebelumnya direbut Kamboja,
men-dorong banyak penduduk Kamboja melarikan diri dari negaranya
mencari daerah yang lebih aman.^^ Akibat intervensi Vietnam
itu banyak pemuda Vietnam ikut juga melarikan diri untuk
me-nghindari dari v/ajlb militsr yang dijalankon oleh pemerintah
14
Ada anggapan lain, bahwa Pemerintah Vietnam juga
mene-rapkan kebijaksana.-m "buang sampah" yaitu mengusir orang-orang
yang tidak dikehendaki keluar dari Vietnam. Kebijaksanaan >
buang sampah itu tidak pernah diuraurakan secara'.resmi dan
ter-buka, namun jelas direstui oleh pihak penguasa Partai Komunis
Vietnam .15 Menurut suatu laporan,’ Pemerin.tah-Vietnam telah-me>
t
ngakui bahwa negara itu mengatur dan telah memperoleh
keuhtu-ngan dari kepergian orang-orang perahu (boat people) Vietnam
dalam tahun 1978 dan
1979, ketika eksodus tersebut mencapai
proporsi kritis bagi negara-negara penerima'pengungsi
Para, calon pengungsi tersebut umumnya membayar
keper-giannya dengan emas seberat antara
3,5 sampai
4,5 taels per
-■] r,
orang.kepada para pejabat pemerintah. rfamun kebanyakan
peja-bat Vietnam menolak tuduhan negara-negara Barat selama ini
bahwa Vietnam mengatur orang-orang perahu turunan Cina dan
orang-orang terbuang di .Vietnam yang bersedia membayar mahal
sekali untuk dapat melarikan diri dari penguasaan k o m u n i s .
18
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Vie
tnam, Nguyen Co thach :
"In 1975 v/e forbade'them to go out. We were criticised
by the West. We thought it over. , We decided to give
them the freedom to go. Now they say we are exporting refugees. So now we., say they must ask to go. And we' raJLl allow them to go'.’*
Faktor lain yang mempengaruhi mereka untuk pergi dari
Vietnam adalah daya tarik untuk hidu>p enak di negara lain.
Mendengar berita sukses sanak saudaranya yang tinggal di luar
negeri, khususnya Amerika, orang-orang perahu ini berani
mengambil resiko yang.berbahaya yaitu mengarungi lautan dengan
hanya menggunakan perahuperahu kecil tanpa perlengkepan keas
-lamatan yang memadai. Menurut kisah-kisah yang terdengar
harj£j-pir 3 0 % dari peserta eksodus telah ditelan keganasan laut
Cin-na Selatan, dibajak, dibunuh, ditenggelamkan perabajak-pembajak.
Namun bagi mereka tidak mengenai ;takut. Buat mereka eksodus
ini adalah one way ticket, point of no return. Mereka
berpen-dapat ; di Vietnam akan menderita dan mati, melakukan eksodus
kemungkinan mati juga, tetapi harapan untuk bahagia di alam 2 0
kebebasan cukup besar piila.
2. Akibat-akibatnya di Kawasan Asia Tenggara.
Nasib orang-orang perahu Vietnam khususnya atau pengu-*
ngsi Indochina pada umumnya tetap merupakan masalah besar ba
gi banyak negara dikawasan Asia Tenggara. Gelombang pengung
si yang mengalir sejak pertengahan. tahtin 1970-an di
negara-negara Asia Tenggara dan Hongkong terus mempengaruhl prospek
perdamaian di wilayah ini maupun kehidupan jutaan manusia di
seluruh dunia.
Selama sepuluh tahun terakhir ini, ternyata pengungsi**
an brang-orang Indochina masih saja terjadi dan berlangsung.
Dan negara-negara penerima mulai kewalahan untuk
menampung-nya. Bahkan- beberapn negara sudah tidak mau lagi
menerima-nya. Para pengungsi tadi sekarang-ini sudah merupakan suatu
bebon dan saingan berat bagi psnduduk setiap negara yang di
16
Mereka pun mulai menghimbnu agar Vietnam khususnya
dan nega^a-negara sekutunya dikawasan Indochina membahasnya,
raengopa pengungelan itu tidak dibendung. Bahkan negara-negara
diluar kawasan Indochina meminta agar Vietnam mau menerima '
mereka kembali.
Negara-negara Asia Tenggara sejak lama terus berusaha
membahas untuk mencari penyelesaian atas masalah pengungsi
Indochina. Majelis Umum PBB telan menyampaikan penghargaannya
bagi usaha-usaha mereka dan bagi negara lain yang "061311 mem-,
bantu mereka dalam meringankan penderitaan para pengungsi.?!
Negara - negara anggota Pernimpunan Bangsa-Bangsa Asia
Tenggara (ASEAN) yang menampung para pencari suaka dari Indo
china, berkali-knli menyatakan kekhawatirannys bahwa pelarian
besar-besaran belakangan ini lebih merupakan pengungsi
ekono-mi dari pada pengungsi politik. Oleh karena itu sejak
diada-kan kesepakatan ASEAN pada tanggal 9 Maret 1989 terhadap
orang-orang perahu Vietnam, maka kepada setiap pendatang baru dari
Vietnam akan dilakukan screening (pemeriksaan) untuk
menentu-kan apakah mereka memenuhi syarat aebgai pengungsi seperti
‘ yang diatur dalam Konvensi 1951 dan protokolnya 196?.
Mereka yang benar-benar dapat membuktikan, bahwa mere
ka adalah pengungsi mur n i , yang dapat membuktikan mereka
melu-rikan diri karena pengusiran dan tekanan pemerintah Vietnam
akoa diserahkan kepada badan pengungsi PBB (UNHCR) untuk
dapat disalurkan kepada negara ketiga.
Mereka yang hanya lari karena faktor ekonomi dan
fak-tor lainnya, yang tidak dapat membuktikan tekanan politik itu
dengan berbagai cara akan dikembalikan ke Vietnam.
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia menyatakan
bahwa pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan tanggal
17 M a r e t
!1989 sebagai "out off date" terhadap pendatang baru
"boat people" Vietnam. "Out off date" adalah tanggal mulai di.
-berlakukannya ketentuan terhadap setiap "boat people" yang tidak
secara otomatis punya status pengungsi dan berhak dimukimkan
di negara ketiga, menyusul Malysia yang telah memberlakukan
2 2r
batas waktu itu tanggal l b Maret 1989* '
Tindakan yang lebih keras dilakukan oleh Hongkong ter
hadap "boat people" Vietnam dengan cara repatriasi
(pemulang-an) paksa bagi mereka yang dianggap bukan pengungsi PPlitik,
se-perti yang terjadi pada awal bulan Desember.'..1989 sebanyak 51
orang diterbangkan kembali secara paksa ke Vietnam.
Pemulangan paksa orang perahu Vietnam ini menyebabkan
Hongkong menjadi sasaran kritik beberapa pihak di dunia inter-.
nasional. Pemerintah Amerika Serikat misalnya, menyatakan
tin-dakan itu tidak dapat ditolerir, dan mendesak Hongkong agar
mcnghenti kannya. UNHCR sendiri menilai repatriasi tersebut
prematur dan menyatakan tidak bertanggung jawab atas tindakan
itu.
Juga Kanada dan Amnesti Internasional melancarkan
pro-tesnya masing-masing. bankan Vietnam sendiri, yang bersedia
menerima kembali para warga negaranya, menyebut pemulangan
18
Sikap Indonesia yang selama ini dikenal cukup lunak
menghadapi arus pengungsi ternyata terdengar suaranya sampai
ke Vietnam dan Kamboja. Seorang pejabat United Nations High
Commissioner for Refugees (XTNHCR) di Bangkok juga
mengung-kapkan, bahwa Indonesia raenjadi salah satu tujuan favorit
para pengungsi karena proses pengiriman kenegara ketiga
rela-tif lebih cepat.
Pulau Galang yang disediakan oleh pemerintah Indone
sia sejak 1979 sebagai tempat memproses para pengungsi
sebe-lum dikirim ke negara ketiga, kini menampung 12. 688 jiwa.
Padahal, akhir 1989 jumlah pengungsi di Pulau Galang
terca-tat hanya sekitar 3000 jiwa. Peningkatan jumlah pengungsi ini
juga terjadi di negara-negara ASEAN, Hongkong dan Jepang
(lihat tabel 1). Hal ini mungkin berkaitan dengan hasil
kon-prensi tentang pengungsi di Jenewa Juni I989 lalu, yang sa
lah satu keputusannya adalah: pengungsi yang tlba di
pantai-pantai negara penampung sementara, setelah batas waktu
30 M
a-ret 1990 diharuskan menjalani proses skrining untuk menentukan
pengungsi atau bukan.^/+
Tabel 1 : Pengungsi Vietnam di penampungan s e m e n t a r a . ^
Negara Jumlah
1
. Muangthai2. Malaysia
3. Hongkong
4
. Indonesia5. Jllipina
6
. Jepang9.072
1.553 12.137
18.747
54.655
10.752
3* Penetanan Status Pengungsi
Seseorang dianggap-.sebagai pengungsi bila ia telah
memeniihi kriteria tertentu dan prosedur yang telah
ditetap-kan agar bisa diberiditetap-kan status pengungsi. Dasar hukum darx
pemberian status tersebut tertuang dalam Konvensi 1951 tentang
Status Pengungsi dan protokolnya 1967, sehingga apabila
se-seorang memenuhi kriteria-kritfiria yang ada dalam Konvensi
tersebut maka konskuensi logisnya ia bisa diakui sebagai pe
ngungsi .
Seseorang tidak menjadi pengungsi karena pengakuan,
tetapi ia diakui karena memang ia benar-benar seorang
pengu-ngei. Jadi seseorang yang keluar dari negaranya dan mencari
perlindnngan di negara lain belum tentu dapat disebut sebagai
pengungsi menurut hukum internasional, sebelum terbukti meme
nuhi kriteria yang ditetapkan dalam Konvensi 1951 dan Protokol
1967.
Penetapan status pengungsi merupakan suatu proses
yang melalui dua tahap, yaitu :
Pertama, perlu diketahui dengan pasti hubungan
anta-ra fakta dengan kasus yang ada;
Kedua, Difinisi yang ada dalam Konvensi 1951 dan Pro
tokol
1967 diterapkan terhadap fakta-fakta yang ada dapat
diperoleh suatu kepastian.
Konvensi 1951 menentukan tiga klausula bagi
seseo-rang untuk memperoleh status pengungsi, yaitu ;
2D
b. Klausula "cessation",
c. Klausula "exclusion".
Klausula "inclusion" menetapkan bahwa. seseorang harus
memenuhi syarat-syarat tertentu agar dapat disebut sebagai
pengungsi. ,
Klausula "cessation" dan "exclusion" merapunyai arti negatif.
Yang pertama menunjukan keadaan dimana pengungsi berhenti
menjadi pengungsi, sedang yang lain berarti bahwa seseorang
dikeluarkan statusnya sebagai pengungsi walaupun klausula
"inclusion" telah
dipenuhi.-Berikut ini akan dibicnrakan masing-masing klausula yang di-26
sebut terdahulu.
a. Klausula "inclusion" terdapat dalara pasal IA (1) Konvensi
1951 yang berisi tentang siapa saja yang disebut sebagai
pengungsi, yaitu setiap orang yang menjadi pengungsi
menu-rut Pengaturan 12 Mel
1926 dan 30 Juni 1928, menurut Konvensi
28 Oktober 1933 dan 10 Februari 1938 dan Protokol .14 September
1939 serta Konstitusi I R O . ^
Perincian tersebut diberikan dengan tujuan untuk
menga-dakan hubungan dengan kejadian-kejadian yang telah lalu dan
untuk memastikan kelanjutan perlindungan internasional ter
hadap pengungsi yang ada dibawah pengaturan-pengaturan ter
sebut diatas.
Klausula "inclusion" juga terdapat dalam pasal IA (2)
Konvensi 1951 yaitu setiap orang yang menjadi pengungsi kare
na peristiv/a-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januarx 1951
serta disebabkan karena rasa takut akan persekusi kerena
a-lasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok
so-sial tertentu atau opini politik dan karena alasan-alasan
tersebut ia tidak. mau kembali ke negaranya dan memanfaatkan
perlindungan negara itu.
Berdasarkan Protokol 1967, Konvensi 1951 ini diperluas
berlakunya dalam hal ruang lingkup dan waktu sehingga menjadi.
bersifat universal.
2. Klausula "cessation" didasarkan pada pertimbangan
bah-perlindungan internasional tidak diberikan dimana tidak lagi
diperlukan atau dibenarkan. Klausula "cessation" terdapat
dalam pasal 1C (1) sampai (6) Konvensi 1951 yang menyebutkan
siapa-siapa saja yang akan berhenti mempunyai status
pengung-pD •
si, yaitu :
- Seseorang yang telah secara sukarela memanfaatkan
kenvj-bali perlindungan negara kewarganegaraannya, atau
- setelah kehilangan kewarganegaraannya, ia telah dengan
sukarela mendapatkanny.3 kembali, atau
- ia telah mendapatkan kewarganegaraan baru dan
menikma-ti perlindungan negara baru tersebut, atau
- ia telah dengan sukarela bertempat tinggal Cembali di
negara yang ditinggalkannya atau di luar negara di
mana ia dulu tinggal karena takut akan persekusi, atau
- ia tidak dapat lagi, karena keadaan yang berhubungan
dengan telah diakuinya sebagai pengungsi telah
ti-ada, tetap menolak merfianfaatkan perlindungan negara
22
- sebagai seorang yang tidak berkewargariegaraan, ia,
karena keadaan yang berhubungan dengan telah diakuinya
sebagai pengungsi telah tidak ada, dapat kembali ke
negara dimana sebeluranya ia bertempat tinggal tetap
Sekali status sebagai pengungsi ditetapkan, hal itu akan
tetap dipertahankan kecuali ia terkena salah satu klausula
"cessation"
Dari enara klausula "cessation" diatas empat yang
per-tama menunjukan perubahan situasi pengungsi yang berasal dari
dirinya sendiri,
Dua klausula yang lain didasarkan pada pertimbangan
bahwa perlindungan internasional tidak lagi dibenarkan kare
na perubaha-perubahan yang terjadi di negara dimana persekusi
dikhawatirkan, oleh karenaitu alasan-alasan untuk menjadikan
seseorang sebagi pengungsi telah dihentikan keberadaannya.
Klausula "exclusion" terdapat dalam pasal ID, E, dan
F Konvensi 1951 yang berisi ketentuan untuk orang-orang yang
tidak memiliki si fat sebagai pengungsi sebagaimana tersebut
dalam pasal IA terdahulu, akan dikeluarkan dari statusnya
sebagai pengungsi, ^
Pasal ID berisi tentrmg seseorang yang telah menerima
perlindungan atau bantuan dari PBB,
Pasal IE mengatur tentang orang-orang yang dianggap tidak
memerlukan bantuan internasional yaitu orang yang telah di
akui oleh pejabat yang berwenang di negara yang telah
dijadl-kan tempat tinggalnya sebagai seorang yang mcmpunyai hak
V . ., . ;
dan kewajiban yang dikaitkan dengan pemilikan kewarganegaraan
negara tersebut.
Pasal IF berisi tentang sejumlah kategori orang-orang
yang dianggap tidak pantas untuk raendapatkan perlindungan
internasional yaitu orang-orang yang melakukan kejahatan dan
tindakan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip-prinsip
Perserikatan Bangsa Bangsa.
Secara normal, selama proses penetapan status
pengung-si seseoi’ang, fakta-fakta yang membenarkan pengeluaran dari
klaucula ini akan muncul. Adakalanya fakta-fakta yang membe
narkan pengeluaran baru diketahui setelah seseorang diakui se
bagai pengungsi. Dalam hal ini seperti ini, keputusan sebe~
lumnya dibatalkan berdasarkan klausula "exclusion".
Dalam hal prosedur yang dipakai untuk menetapkan
status pengungsi seseorang, baik Konvensi 19i?l maupun
Pro-tokol
1967 tidak memberikan pengaturan yang khusus mengenai
hal^ini. Untuk itu diserahkan pada setiap negara untuk me
netapkan prosedur apa yang akhn digunakan.
Yang perlu mendapat perhatian ialah bahwa seseorang yang ingin
memperoleh status pengungsi, pada umumnya berada pada
situa-si yang khusus yang barangkali sama sekali. asitua-sing baginya.
Karena itu seharusnya permohonannya diperiksa dalam kerangka
yang khusus yang sesuai dengan kwalifikasi pribadi yang
ber-sangkutan tentang pongetahuan dan peng^lamannya dan
penger-tiannya tentang kocuknron dan keporluan yang khusus dari
24
I Wayan Titib Sulaksana, Perlindungan Hak-Hak Azasi Pengungsi Vietnam! Menurut Hukum Internasional, Yurldika. No. 3, Th.IV, Mei-Juni 1989, dikutip dari Bruce Grant,. The Boat Peo p le. Penguin Books, Australia, 1979, p. 27.
•^B.M, Tsamenyi, The Boat People: Ane they refugees? , Australian Outlook. Volume 37, Number 1, April 1983, p.40.
10Ibid.. p. 41
.^ E n d i Rukrao, "Pengungsi Indochina: Latar Belakang, Aklbatnya. di Negara-negara ASEAN dan Usaha- Penyelesaiannya",
Ma.jalah Analisa, No,
8
Th. 1979, p. 674*iaibi.d,. p.676
l
3n>ld., p.677
■^B.M, Tsamenyi, loc .cit.
^■^Let, Kol, Drs, Kunarto, . ;Penreamatan dan . Perawatan Pengungsi Vietnam di Pulau Galang. Jakarta, Juli 1980, p. 10.
^ " N e g a r a Yang Mengatur Kepergi'an "Boat People", Suara Pembaruan. 17 Januari 1989.
Tcamenyi, op. cit... p. 42.
1
ftSuara Pembaharuan, loc. cit.
•^B.M. Tsamenyi, loc. cit.
Let. Kal. Pol, Drs, Kunarto, o~p. cit.. p. 5-6,
2 1
"Sebuah Penyelesaian Bagi Masalah Pengungsi Indochina", Angkatan Berseniata. 1 Maret 1989.
P P
"RI Berlakiakan Ketentuan Baru Bagi Pengungsi Vietnam", Merdekaf 17 Maret 1989.
py .
^"Hongkong Mestinya; Dapat Memberi Tempat Kepada Pengungsi", Kompas,15 Desember 1989*
^ " B a n j i r Manusia Perahu", Tempo. No. 12, Th. XX, 19 Mei 1990, p.16.
P.IV.
' Offico of tho UNIICR, Handbook on Procedures and
Creteria for Dotormininr: Refugees ^Status, Goneva, 1979}p. 9
27Ibid., p. 10.
^ I b i d . , p. 26.
BAB III
ANALISIS ATAS STATUS "BOAT PEOPLE" VIETNAM
1. Tin.iauan Yuridis
Sebelum membahas status "boat people" Vietnam, ada
baiknya dikemukakan terlebih dulu ketentuan hukum yang
men-dasarinya. Persoalan yang timbul adalah siapakah pengungsi
itu menurut hukum internasional ? Hal ini muncul disebabkan
karena menurut hukum internasional status pengungsi tidak
diatur oleh hukum kebiasaan internasional akan tetapi
dituang-kan dalam konvensi-konvensi multilateral sehingga sulit un
tuk membentuk satu pengertian.
Semenjak 1922, sejumlah treaty tentang pengungsi
di-tandatangdni dengan'memberikan.pengertian atau istilah
p§ngu-ngsi yang berbeda-beda. Secara yuridis seorang pengup§ngu-ngsi
tidak dapat diberikan satu pengertian yang ummm ‘jika tidak
mendasarkan pada sal ah satu konvensi.
Dalam skripsi ini, saya akan mengambil dasar pengerti
an pada Konvensi 1951 dan Protokolnya 1967*
Menurut Konvensi ini, yang dimaksud pengungsi adalah berdasar
pada pasal l.A,(2) : .
For the purpose of the present Convention, the term
"refugees" shall apply to any person who :
( 2 ) As a result of events occurring before 1 January
1951 and owing well-founded fear being persecuted for reason
of. race, religion, nationality, memberchipof a particular group .or political opinion,' is outside the country of his nationality and is unable pr, owing to such fear, is unwilling26
to avail himself of the protection of that country, or who, not having a nationality and being outside the country of his former habitual residence as a result of such events, is unable or, owing to such fear, is unwilling to return
to i t
.^1
Berdasarknn pengertian pengungsi menurut pasal. .A (2)
Konvensi tentang status Pengungsi Tanun 1951 tersebut,- se
seorang atau sekelompok orangodapat disebut sebagai pengung
si adalah :
1
. Ia harusoberada di luar negara aaalnya atau negaradimana ia biasa bertempat tinggal kalau tidak memiliki
kewar-ganegaraan/ (stateless) ;
d » ia harus berada di luar negara asalnya, karena
adanya rasa takut ditangkap pemerintan yang didasarkan pada
perbedaan suku, agama, nasionalis, perbedaan pandangan
poli-tik atau Keanggotaan kelompok tertentu;
3. Kasa ketakutan pada butir
2
harus diakibatkan.olffh peristiwa politik dalam negeri.
4, Mereka tidak’ memperoleh perlindungan negara asal
nya, atau takut kemoali ke negara asalnya bila berstatus
tanpa kewarganegaraan.32
Namun demikian pengertian pengungsi menurut Konvensi
1951 tersebut adalah dalam artii sempit. Pengertian tfersebut
hanya mfencakup pengungsi sebelum tahun 1951 yang terjadi di .
kaw'asan Eropa atau di luar Eropa. Hal ini seperti
dltegas-kan- dalam pasal l.B (l) ;
For the-purpose of this convention, the word, "events occuring before 1 January 1951",in article 1, section A,
.:s
(a) "event occurring in Europe before 1 January 1951", or
(b) "event occurring in Europe or elsewhere before 1 January, 1951", and each contracting state shall make a declaration at time signature, ratification or accestion, specifying which these meanings it applies for the purpose of its obligations under this convention.53
Selanjutnya pengertian pengungsi menurut Konvensi 1951
tersebut, diperluas dengan diterimanya The Protocol Relation
to the Status of Refugees, 31 January 1967. Dalam pasal 1 (2)
disebutkan :
For the purpose of the present Protocol, the term "refu
gee" shall, except as regards application of paragraph
3
of the Convention asif the word "as a result of events occurring before 1 January 1951 and....the word "....as a result of such event", in article 1 A(2) were omitted.^
Dengan demikian maka tujuan Protokol I967 adalah
raera-berlakukan Konvensi 1951 menjadi berlaku untuk sepanjang
waktu dan bersifat universal.
2. Kedudukan "boat people" Vietnam Menurut Hukum Internasional
Selanjutnya saya akan membahas dan menganalisa apakah
"boat people" itu bisa memenuhi syarat dan mempunyai status
pengungsi menurut Konvensi 1951 ? Untuk menjawab hal tersebut
saya akan menguraikan elemen dari definisi pengungsi kemudlan
mencocoknnya dengan keadaan "boat people" itu sendiri.
Salah satu elemen penting dari definisi pengungsi ada
lah "bahwa ia harus berada diluar negara asalnya
dimana ia biasa bertempat tinggal kalau tidak memiliki kewar
ganegaraan. Klausula ini dapat ditafsirkan bahwa ia sudah ber
ada di luar nogaronya atau telah meninggalkan perbatasan
nega-ranya sampai saat ini.
"Boat people" Vietnam kenyataannya eekarang sudah jelas
berada diluar negaranya, yaitu Vietnam. Oleh karena itu
mereka dapat dimasukan kv/alifikasi klausula tersebut -diatas.
Bagi Jnereka yang tidak mempunyai kewarganegaraan (ji&a ada),
istilah "negara la biasa bertempat tinggal" mempunyai arti
bahwa negara dimana. seseorang pernan tinggal dan telah
mengalami penderitaan atau ketakutan. Hal tersebut bilamana
terjadi pada seseorang yang tidak mempunyai kewarganegaraan
itu berasal dari "boat people" Vietnam yang melarikan diri
disebabkan persekusi, maka orang tersebut dianggap bertempat
tinggal atau .eetidak-tidaknya pernah tinggal di Vietnam
seoe-lumnya.
Orang yang berada diluar negaranya atau negara dima
na ia biasa bertempat tinggal tanpa ada sebab-sebab khusus
tidak selalu bisa disebut seorang pengungsi. untuk bisa
di-sebut pengungsi harus ada atau punya kaitan dengan
peristi-wa-peristiwa politik antara negara dan orang yang melarikan
diri dari negara itu. Seperti pendapat Jacques Vernant :
" the events which are the root-cause of a m a n ’s becoming
a refugee are always'^of a political nature" ^5
Melihat dari keadaan negara Vietnam dalam hal ini,
narapak oahwa oanyaknya "boat people" bereksodus keluar dari
Vietnam merupakan pertanda adanya latar belakang peristiwa
politik yang mendorongnya. Ketika pemerintah mulai
mempraka-sai adanya pengawasan di bidang ekonomi dan mengubah secara
drastis pola kehidupan dan kerja rakyatnya dari sistem
li-beralis ke sistem komunis, serta mengirim mereka ke "new
pe-30
tunjuk adanya peristiwa politik.
Huncul pendapat bahwa mcngalirnya arus "boat people"
Vietnam keluar dari negaranya atas dasar motl£-e^ohomi.
Hal tersebut memang ada benarnya, kalau kita lihat kebanyakan
dari mereka ingin tinggal atau mempunyai tujuan di
negara-negara maju seperti Amerika serikat, namun kalau kita lihat
lebih jauh bahwa kondisi ekonomi dalam negeri Vietnam yang parah
akibat perang yang lama dan pergolakan politik, langsung atau
tidak langsung menimbulkan dampak terhadap kesengsaraan dan
keniskinan rakyatnya, sehingga mereka terpaksa meninggalkan
tanah airnya demi untuk mencarl kehidupan yang lebih baik.
Jadi "boat people" keluar dari negaranya karena tidak
puas atas Gistlm politik yang.berpengaruh pada sistem—sistem .
kehidupan lainnya termasuk juga sistem ekonominya. .
Kenyataan bahwa seseorang yang berada di luar
per-batasan negaranya atau biasa bertempat tinggal sebagai
aki-Dat peristiwa politik belumlah cukup untuk memberinya sta
tus pengungsi. Sebelum seseorang bisa dikv/alifikasikan se
bagai seorang pengungsi, ia harus memenuhi syarat bahv;a pe
ristiv/a politik tersebut harus didasari pada akan adanya
persekusi atau pengJiukuman (persecuted) atau perasaan^. thkut
atas alasan ras, agama, nasionalis,perbedaan pandangan
poli-tik atau keanggotaan kelompok tertentu.
Istilah "persecuted" yang dipakai dalam borbagai
instrumen internasional yang berkaitan dengan pengungsi
belum- dapat didifinisikan secara umuin sehingga menimbulkan
kesulitan dalam penafsirannya, . Seperti-apa yang dikemukan .UNHCR
" there is no universally accepted definition of perse
cution, and in fact there cannot be one general definition
for the purpose of the Statute or the Convention".36
Dalam . praktek dikenal adanya dua.pandangan penafsiran
mengenai istilah "persecution", yaitu penafsiran sempit .dan
penafsiran luas.
Penafsiran sempit dari "persecution" adalah
pencabut-an atau perampaspencabut-an kebebaspencabut-an hidup atau fisik seseorpencabut-ang,
se-dang penafsiran luas dari "persecution" adalah meliputi
jenis-j enis tindakan kejam atau^ koras atas jiwa',' fisik atau.
ekonomi seseorang sehingga menimbulkan rasa yang tidak senang
. 37
terhadap orang itu.
Untuk membahaa soal ± n l ,e«y« akan menggunakan
penafsir-an ypenafsir-ang, luas karena Konvensi 1951 juga mengpenafsir-anut penafsirpenafsir-an
luas, seperti tertuang dalam pasal 31 (1) dan 33 (1)» pasal r:
-pasal ini merujuk pada Deklarasi P t sB tentang Hak-Hak Asasi
Manusia 19^8.
Dalam kasus "coat people" ini, apakah mereka juga
mervga-lami rasa takut akan persekusi ? untuk menjelaskan masalah
ini harus dilihat beberapa faktor yang mendasarinya.
Seperti dijelaskan dalam bab III,^ e n genai latar
belakang sejarah eksodus "boat people" Vietnam, ada tiga
alasan utama mereka lari dari negaranya yaitu ; re-education,
"new economic zone" . _dan ngsionalisasi perusahaan swas
negara Vietnam, mempunyai konsekuensi bahwa dalam
menjalan-kan roda pemerintahan dan membangun negara mendasarmenjalan-kan pada
prinsip sosilis-komunis. Dalam pelaksanaan sistem ini peme
rintah berusaha mengekang kehidupan warga negaranya dengan
mcngurangi hak-hak dasar dan kemerdekaannya dengan tujuan
untuk mematahkan kekuatan anti revolosioner dan demi menja
ga timbulnya pertentangan kelas rakyatnya, disamping
menga-wasi semua sarana produksi, distribusi dan pertukaran mat&.
uang secara ketat demi untuk kebaikan bersama rakyatnya.
Bagi mereka yang dikirim ke kam re-education telah
mengalami korban persekusi karena bersikap oposisi atau
mereka yang dahmlu bekerjasama dengan regim lama sehingga
mempunyai perbedaan pandangan politik dengan pemerintah..’
Demikian juga terhadap orang-orang yang melarikan diri ka
rena rasa takut akan persekusi bila menolak dikirim ke
"new economic zone" dapat dianggnp bahwa mereka mempunyai
perbedaan pandangan politik dengan regim komunis.
Sebagai tindak lanjut dari nasionalisasi perusahaan
swasta besar-besaran, banyak dari mereka melarikan diri
keluar negeri disebabkan rasa takut kalau-kalau harta
ben-danya dan perusahaannya akan ikut dinasionalisasi untuk
selanjutnya mereka dikirim ke "new economic zone",padahal
mereka tidak mengetahui sedikitpun tentang pertanian.
Sebenarnya kebijaksanaan nasionalisasi dan "new
economic zone" dimaksudhan untuk. memperbaiki-kondisi
eko-nomi negara sepcrti mencukupi sendiri kobutuhan bahan
32
pangan dan untuk mengurangi kelaparan bilamana di keraudian
hari ada bencana alnm atau perang, akan tetapi nampaknya
dalam mengambil kebi j aksanaan dalam hal siapa yang harus •
bekerja di "new economic zone" para pejabat pemerintah Viet
nam dipengaruhi pertimbangan politik bukan pada
pertimbang-an ekonomi, akibatnya tujupertimbang-an dari program "new economic zone"
tidak hanya gagal namun'juga menimbulkan gelombang besar
pelarian "boat people" keluar dari Vietnam.
Vietnam memang pantas malu dalam soal "boat people"
ini. Mana bisa ada rakyat yang tak sudi tinggal di tanah
airnya sendiri. Rakyat pada berbagai negqra, bahkan
berse-dia mongorbankan nyawa bagi tanah airnya.
^ B . M . Tsnmenyi, The 3oat People: Are They Refugees?* Australia Outlook. Volume 37, No. 1, April 1983) p. i+2.
^ K o n v e n s i 1951* pasal l.A (2).
32I Wayan Titib Sulaksana, Perlindungan Hak-hak
Azasi Pengungsi Vietnam Menurut Hukum Internasional, Yuridikcu No. 3»Th. Iv, Mei-Juni 1989* p.21.1,
33
Ibid. '
^ I b i d '
35
B.M. Tsamenvi. ot>. cit« p .Ui+
BAB IV
PERANAN PBB DALAM MASALAH PENGUNGSI
1- Perlindungan Internasional Terhadap PenKungsi
Persoalan besar yang dihadapi dunia menyangkut
ten-tang pengungsi bukan suatu hal yang baru. Lewat sejarah,
ma-nusia dipaksa oleh keadaan untuk meninggalkan rumahnya guna
mencari kehidupan yang bebas dari ketakutan dan memperoleh
kebutuhan. Ratusan ribu pengungsi mencari perlindungan dan
pemukiman menyebar di seluruh Eropa pada akhir Perang Dunia II.
Samp&i saat ini menurut perkiraan ado kurang lebih 12 juta
pengungsi di seluruh dunia. ^
Akar dari sebab-sebab eksodus massal itu sangat banyak
dan sering kompleks. Mereka bisa disebabkan oleh karena
kon-flik politik dan militer baik di dalam negeri ataupun
seng-keta dengan negara lain, penuntutan atau bentuk-bentuk lain
yang berkaitan dengan pelanggaran hak-hak asasi manusia ser
ta menyangkut hak-hak politik, ekonomi, sosial dan kultural.
Apapun sebabnya eksodus massal tersebut telah
memo-tivasi masyarakat internasional untuk mencari penyelesaian
secara global agar tidak menimbulkan ketegangan diantara
negara-negara dan tujuan pokok PBB yaitu dalam usaha
mewu-judkan perdamaian dan keamanan internasional. Dengan
demiki-an masalah pengungsi adalah menjadi tugas pokok PBB,
mengi-ngat PBB merupakan salah satu organisasi Internasional yang
mempunyai banyak negara anggota, maka beban yang berat
34
dalam memproses pengungsi itu adalah menjadi tanggungjawab
bersama negara anggota.
Kewajiban-kewajiban negara yang berkaitan dengan pengu
ngsi dan perpindahan orang-orang yang melintas batas suatu
negara secara bertahap telah diatur dalam berbagal instrumen
internasional dc^n hukurn kebiasaan internasional, Hal terse
but dimaksudkan untuk raelindungi perdaraaian dan ketertiban
dunia, serta memelihara kondisi-kondisi yang mungkin terjadi
apabila timbul arus pengungsi dimasa raendatang,
Masalah-masalah yang berkaitan dengan status hukum pe
ngungsi dalam hukum internasional dibahas secara mendalam
oleh para sarjana terkenal Eropa sepertl Francisco de Vitoria
(1480-1560), Francisco Suarez (1>48-Ibl7)» Hugo Grotius
(11?83-1645), Samuel Pufendorf (1632-1694), Christian Wolf
(1679-I7i?4) dan Emiricn Vattel (1714-17b7)
Hugo Grotius dalam bukunya "The Laws of War and Peace"
menyatakan bahwa, :
Things which belong to men in common were the right of temporary sojourn of permanent residence for refugees, expelled from their homes, the right of
foreigner to be free of discriminations on the basis of nationality and the right to such ^necessities of life as food, clothing and m e d i c i n e . ^
Hal yang paling penting dari pendapat tersebut di
atas yang berkaitan dengan pengungsi adalah bahv/a mereka
mempunyai suatu hak perlindungan yang lama dikarenakan mere
ka "expelled from their homes submit themselves to the
established government and observe any regulations.... .
strife,"^-1-—► /
y~>
Emerich de Vattel juga mengakui nak migrasi ke negara
lain dengan syarat-syarat tertentu. Beliau mengatakan bahwa,
"If the s o v e r g e m undertakes to interfere with those v/ho
have the right to migrate he does then wrong, and such person
may lawfully ask for the protection of the state which is
L ?
willing to recieve them."r Ia lebih jauh mengatakan bahv/a
ketika suatu negara memaksa keluar salah satu warga negaranya,
dan tidak dapat melindunginya kemanapun ia pergi, maka
kewe-nangannya teriiadapnya telah lenyap. Namun demikian, suatu ne
gara menurut Vattel, "Whose land scarcely sufficient to look
after tfte needs of its citizens is not obligated to receive
refugees or exiles into its territory." ^f‘3
Perkembangan sejarah menunjukan adanya kecendrungan
setelah akhir Perang Duni& II untuk memberikan perlindungan
kepada manusia dan mengakui hak-nak asaslnya. Usafta-usafta
yang dilakukan PbJfcs selama ini dalam rangka hal-' tersebut
antara laiir adalaft Deklarasi PB13 tentang Hak-Hak Asaei Manu
sia 19*+8 (Universal Declaration of Human Rights).
Salah satu ketentuan yang berkaitan dengan perlindung
an pengungsi tertera dalam pasal 13 :
(1) Everyone has the right to freedom of movement and residence within the borders . of each state.
(2) Everyone nas the rignt to leave any country, including m s own, and to return to his country.
Dan pasal 14 :
(1) Everyone has tne right to seek and to enjaoy in other countries asylum from persecution.
(2) This right may not be invoke in the case of
persecution genuinely arising from non-political crimes or from acts contrary to the purpose--and principles of the United Nations.