• Tidak ada hasil yang ditemukan

F A K U L T A S HUKUM UN1VERSITAS AIRLANGOA SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "F A K U L T A S HUKUM UN1VERSITAS AIRLANGOA SURABAYA"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

| H V

SKRI PSI

CHOIRUL MUHDl

S

T A T U S " B O A T P E O P L E " V IE T N A M D IT IN J A U

D A R ! S E G I H U K U M IN T E R N A S IO N A L

F A K U L T A S H U K U M U N 1 V E R S IT A S A IR L A N G O A

S U R A B A Y A

1990

(2)

STATUS "BOAT PEOPLE" VIETNAM DITINJAU

DARI SEGI HUKUM INTERNASIONAL

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK M3LENGKAPI TUGAS

DAN

MEMEHUHI SYARAT-SYARAT UNTUK HENCAPAT GELAR SARJANA HUKUM

OLEH

CHOIRUL MUHDI

038311815

d o s e n: .e e m b i m b i-n g

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA

(3)

DIUJI PADA TANGGAL :

15 JANUARI 1990

(4)

ABSTRAK

STATUS "BOAT PEOPLE" VIETNAM DITINJAU DARi SEGI HUKUM

INTERNASIONAL

MUHDl, CHOIRUL

PEMBIMBING : HENDY TEDJONAGORO ,SH

INTERNATIONAL LAW

KKB KK-2 INT 141/91 Muh s

Copyrights @ 1991 by Airlangga University Library. Surabaya

Pengungsi adalah momok masa kini,tidak ada benua

yang terbebas dari pengungsi", kata Jean Pierre Hoekey Ketua Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan Pengungsi. Di benua Afrika (Ethiopia, Somalia dan Sudan) dan di benua Amerika Latin (Nicaragua dan Elsavador) arus pengungsi

menimbulkan masalah besar, demikian juga banyak negara Asia yang menghadapi masalah pengungsi. Jutaan pengungsi Afghanistan lari meninggalkan negaranya masuk ke Pakistan dan Iran,demikian halnya dengan pengungsi Vietnam yang melarikan diri masuk ke negara-negara Asia Tenggara.

(5)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah

SWT atas rahmat, nikmat karunia yang dilimpahkan-Nya,

sehingga penyusunan skripsi ini dapat mencapai

perampung-ennya dan berakhir jualah semua aktifitas akademik saya

di Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Penulisan skripsi ini. merupakan kewajiban sebagai

persyaratan untuk mencapai gelar sarjana hukum.

Dalam kcsempatan ini, saya mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Hendy Tedjonagoro, S.H. yang telah mencurahkan

perhatian dan menghabislcan sebagian waktunya serta

dengan tekun membimbing saya ke arah penyelesaian

penyusunan skripsi ini;

? . Bapak Dekan dan seluruh civitas akademika Fakultas

Hukum Universitas Airlangge yang telah banyak memberi­

kan bekal pengetahuan dan bantuan kepada saya.

Teristimev/a, ucapan terima kasih yang tak

terhing-ga, saya ucopkan kepada yang tercinta dan terhormat Ibu

dan Bapak yang telah membesarkant mengasuh, mendidik saya

serta mendorong, mombiayai saya dengan segala jorih payah

ketabahan, keuletan untuk menuntut ilmu pengetahuan.

Juga, terima kasih saya tujukan kepada kakak dan

adik-adik saya yang saya sayangi dan semua rekan-rekan yang

(6)

tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah membantu

dalora bentulc moral dan material maupun dalam bentuk

lain-nya.

Segala usaha dan kemampuan telah saya kerahkan,

namun raanusia tetaplah raanusia yang tidak memiliki ilmu

nengetahuan kecuali sedikit. Secara jujur, saya raenyadari

bahwa penyusunan skripsi ini masih berada jauh dari

kesem-purnaan, oleh karena itu segala kritik, saran dan masukan

lainnya yang konstruktif dari semua pihak dengan senang

hati saya menerimanya untuk perbaikan skripsi ini.

Semoga isi skripsi ini dengan ridla Allah SWT

dapat menemui sasarannya.

Amin

(7)

DAFTAR ISI

BAB I . PENDAHULUAN

1. Permasalahan Latar Belakang dan

Rumusannya 1

2. Penjelasan Judul ... ./f 3. Alasan Pemilihan Judul ... .6

4. Tujuan Penulisan ... .6

5. Metodologi ... ... 7

6

. Pertanggungjawaban Sistematika ... .8

BAB II. STATUS . "BOAT PEOPLE" VIETNAM SEBAGAI PENGUNGSI '... .10

1. Latar Belakang Sejarah Eksodus ... .10

2. Akibat-akibatnya di Kawasan Asia Tenggara 15

3. Penetapan Status Pengungsi ... .19

BAB III.. ANALISIS ATAS STATUS "BOAT PEOPLE" V I E T N A M ... .26

1. Tinjauan Yuridis ... .26

2. Kedudukan "Boat people" Vietnam Menurut Hukum Internasional 28

BAB IV. PERANAN PBB DALAM MASALAH PENGUNGSI ___ _34 1.. Perlindungan Internasional Terhadap Pengungsi ...34

2. Peranan UNHCR Dalam Menangani Pengu­ ngsi... ..39

BAB V. PENUTUP ... ..44

1, Kesimpulan ... .. 4^

2. Saran ... .. 45

(8)

■ U N TTE R S n A S a I KLAN

OOA-' su R

A B A

Y

A

BAB I

PENDAHULUAN

1. Permasalahan : Latar Belakang dan Rumusannya

"Pengungsi adalah momok masa kini, tidak ada benua

yang terbebas dari pengungsi", kata Jean Pfeerre Ho eke,1' Ketua

Koraisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan Pengungsi.

Di benua Afrika (Ethiopia, Somalia dan Sudan) dan di benua

Amerika Latin (Nicaragua dan Elsavador) arus pengungsi

menini-bulkan masalah besar, demikian juga banyak negara Asia yang

menghadapi masalah pengungsi.

Jutaan pengungsi Afghanistan lari meninggalkan negaranya

ma-suk ke Pakistan dan Iran, demikian halnya dengan pengungsi

Vietnam yang melarikan diri masuk ke negara-negara Asia

Tenggara,

Nasib para pengungsi Indochina tetap merupakan masa­

lah yang beear bagi banyak negara Asia. Masalah yang

melibat-kan jutaan pengungsi Afghanistan sedang menuju penyelesaian

dengan dilaksanakannya persetujuan Jenewa yang

ditandatanga-ni bulan April 1938# Perkembangan baru aseperti Itu tidak

tampak bagi para pengungsi Indochina, terutama unJtuk mereka

yang desebut sebagai orang perahu ritau "boat people".

Pengertian pengungsi dapat dipahami dari dua slsi,

yaitu pengertian sosiologis dan y.uridis. Dalam pengertian

sosiologis, yang dimaksud dengan pengungsi adalah :

(9)

2

His reasons for flight may be caused by nature, e.g. floods, earthquakes, famine or environment, or they may be caused by politic, e.g. war, foreign domination or occupation, civil distrubance, or political changes

in .thes home country. *•

Sedangkan pengertian pengungsi dari segi yuridis :

A n y person tfho

(2) As result of events occuring before 1 January 1951 • and owinng well-founded fear being persecuted for reason of race, religion, nationality, membership of a particular group or political opiniaon, is outside the country of his nationality and is unable or, owing to such fear, is unvdlling to avail himself of the protection-of that country ; or who, not having a natinality and being outside the country of his former habitual residence as a results of such events, is unable or, owing to such

fear, is unwilling to return to i t

.2

Setelah Vietnam bersatu dibawah Hanoi, orang-orang

ke-turunan Cina yang ada di Vietnam dianggsp sebagai pembangkang

terhadap pemerintah yang ada. Oleh karena itu mereka kemudian

dlpaksa keluar meninggalkan Vietnam.

Negara-negara ASEAN yang secara geografis letaknya

bertetangga dengan Vietnam dan negara-negara Indochina yang

lain menjadi tempat membanji'rnya arus pengungsi., Hanya karena

alasan-alasan kemanusiaanlah negara-negara ASEAN' terpaksa me­

nerima mereka,.dengan oatatan bahwa'mereka hanya menetap

untuk sementara waktu saja sarapai ada negara ketiga yang

ber-sedia menerimanya.

Di lain pihak, PBB juga telah berusaha untuk

menyele-saikan masalah pengungsi Indochina melalui salah satu badan

khususnya. yang disebut United Nations High Commissioner for

Refugees (UNHCR). Tugas khusus UNHCR adalah memberikan perlin­

dungan internasional secara maksimum kepada pengungsi,

(10)

sedangkan tujuannya adalah untuk menjamin para pengungsi ter­

sebut sampai mereka kembali ke negara asal mereka atau

menda-patkan tempat tinggal yang tetap dan memperoleh

kewarganega-raan yang baru dari negara lain dimana mereka raenetap dan

bertempat tinggal,

s Dalam suatu penerbitan yang dipublikasikan oleh Komisi

Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan pengungsi (UNHCR)

mengumpamakan masalah pengungsi ini seperti riak yang terus

mengejar sampai jauh dari tempat jatuhnya batu. Gelombang pe­

ngungsi yang mengalir sejak pertengahan tahun 19?0-an di Asia

Tenggara terus mempengaruhi prospek wilayah ini maupun kehidup­

an jutaan manusia di seluruh dunia,

Tragisnya puluhan-. ribu orang Indochina terpakea

menca-ri damai, keluarga dan hamenca-ri depan yang lebih baik di luar nega­

ra mereka sendiri, Alasannya banyak dan rumit, Kelompok ini

umuranya disebut "boat people", suatu istilah yang mungkin

di--sengaja dibuat untuk menghindari pengakuan langsung atas sta­

tus pengungsi terhadap mereka.

Pada mulanya "boat people" telah diakui sebagai pengu­

ngsi tanpa suatu pemeriksaan yang teliti apakah mereka

benar-benar pengungsi seperti yang diatur oleh hukum internasional.

Sementara itu pada saat yang sama, ada pandangan yang

memban-tah bahwa "boat people” adalah bukan pengungsi. Sering

terde-ngar juga kritikan bahwa motif’mereka meninggalkan negaranya

(11)

UNHCR sendiri mengakui bahwa penyebab dari

meningkat-nya pelarian para pengungsi belakngan ini jelas berraotif

"politis maupun ekonorais". Untuk mencari penyelesainnya

maka masalah yang mendasar ini harus segera diselesaikan

se-cara trmtas.

s Negara-negara ASEAN yang menmpung para pencari suaka

ataupun pengungsi tersebut, berkali-kali menyatakan

kekhawa-tirannya bahwa pelarian besar-besaran belakangan ini lebih

merupakan pengungsi ekonomi dari pada pengungsi politik.

Berdasarkan latar belakang permaealahan tersebut di

atas, saya mencoba merumuskan maealah yang akan dibahas

da-lam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah "boat People” yang melarikan diri dari Vietnam

bi-sa. merapunyai status pengungsi menurut hukum i n t e m a s i o n a l ?

2. Apa sebab-sebab terus mengalirnya arua "boat people" Vie­

tnam dan bagaimanakah akibatnya di kawasan Asia Tenggara .?

3« Bagaimanakah peranan PBB khususnya UNHCR dalam memproses

dan menetapkan status pengungsi ?

2, Penlelasan Judul

Skripsi l;;i berjudul : "STATUS "BOAT PEOPLE" VIETNAM

DITINJAU DARI SEGI HUKUM INTEMASIONAL".

Yang dimaksud dengan status adalah "person’s legal" dalam

bahasa Inggris.^ Sedangkan dalam bahasa Indonesia raempunyai

arti keadaan kedudukan (orang, lembaga, negara dan sebagainya)•.

Jadi arti selengkapnya dari kata status adalah kedudukan

atau keadaan seseorang atau badan dihadapan hukum, dalam

(12)

hal ini hukum internasional.

"Boat people" berasal dari bahasa Inggris yang

berar-ti manusia perahu, Sebutan ini populer ditujukan kepada

ora-ng atau sekelompok oraora-ng Vietnam yaora-ng melarikan diri dari

negara Vietnam dengan menggunakan perahu atau kapal kecil

(biasanya tidak momakai mesin/motor penggerak dan tidak

ber-geladak).^

Yang dimakstid "ditinjau dari segihukum internasional"

adalah tinjauan dari hukum internasional, yaitu hukum atau

ketentuan yang berdasarkan pada Konvensi 1951 tentang Status

yang berkaitan dengan pengungsi serta Protokolnya 196?.

Pemilihan dan penerapan ketentuan tersebut didasarkan

pada alasan bahwa:

a. Konvensi 1951 dan Protokolnya adalah ketentuan yang paling

akhir dan uneversal dimana pengungsi didefenisikan dan

di-atur.

b. Konvensi 1951 dan Protokolnya secara luas mengatur kembali

ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pengungsi yang a­

da sebelumnya. '

c. Meskipun belum menjadi kenyataan, Konvensi 1951 dan Pro­

tokolnya akan menjadi ketentuan yang bersifat umum dan

ter-buka peluang untuk menjadi Hukum Pengungsi (Refugees Law)

terbuktl dengan makin banyaknya negara-negara yang

menya-takan turut serta (accesion) menandatangani Konvensi 1951

atau Protokolnya,^ seperti misalnya kesepakatan Organisasi

Persatuan Afrika (OAU) yang meminta negara anggotanya un­

(13)

tersebut dan menerapkannya terhadap pengungsi-pengungsi

di Afrika. ^

d. UNHCR yang merupakan badan khusus PBB memberikan definisi

pengungsi dnlain otatutanyr. hnmpir sama dengan Konvensi

1951* Hal ini cebagai petunjuk adanya pengakuan secara

luas ternadap Konvensx 19l?l dan Protokolnya 19b?.

3. Alasan Pemilihnn Judul

Alasan pertama, masalah "boat people" Vietnam sarapai

sekarang aru-snya masih terus raengalir dan menimbulkan

t>er-bagai permasalahan tidak hanya di kawasan Asia Tenggara?

akan tetapi sudan merupakan masalaii masyarakat internasional,

Alasan kedua, makin banyaknya pelarian atau pengungsi

dari Vietnam itu, kini menyebabkan negara-negara lain yang

sering menjadi sasaran pengungsian bersikap keras dengan

mengusir keluar. moreka dari negaranya.

Alasan ketiga, nasib mereka yang tidak ada kepastian

nukum di negara penarapungan sementara sehingga membuat mere­

ka bertambah menderita dan sengsara. Mereka tidak dapat

hi-dup selayaknya sebagai manusia yang merdeka-yang mempunyai

kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri.

Tuiuan Penulisan

Penulisan sKi'ipsi ini selain untuk memenuhi

persya-ratan akademis guna memperpleh gelar kesarjanaan, juga

untuk memberi sumbangan pemikiran terhadap usaha

penyele-saian'permasalahan yang terjadi, khususnya yang mcnyangkut

(14)

hukum internasionel dan untuk mengetahui sampai sejauh

mana-kah peranan hukum internasional dal am usahanya untuk

menye-lesaikan masalah "boat people” Vietnam.

5. Metodologj

a. Pendekatan masalah

Dal am pembahasan ini, saya menggunakan raetode

deskrif-tif analisis dengan titik berat di bidang yuridis.

b. Sumber data

Data untuk penulisan skripsi ini diperoleh dari buku,

majalah dan bahan bacaan lalnnya yang dapat

dipertanggungja-wabkan keilmuannya, serta peraturan-peraturan hukum yang mc-

ngatur masalah pengungei.

c. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.

Data yang diperoleh dari perpustakaan dan bahan baca­

an yang lain, disusun untuk selanjutnya dianalisa untuk

di-tuangkan dalam penuliaan skripsi ini. Data tersebut

dikait-kan dengan masalah yang menjadi objek penulisan ini,

d t Analisa data

Permasalahan dibahas dengan pedoman data yang telah

dipilih, dengan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan

pokok permasalahan yang dikemukakan dal am skripsi ini.

Dari hasil analisa ditarik suatu kesimpulan dan jawaban atas

(15)

8

6. Pertanggunft.jawaban Sistematika

Saya menyusun skripsi ini dalam lima bab. Sebagai

pendahuluan saya tempatkan di dalam bab I karena di

dalam-nya terdapat uraian singkat dan umum mengenai keseluruhan

tulisan ini guna mengantarkan pembaca agar mudah

menggabar-kan dan menemumenggabar-kan permasalahan.

Kemudian dalam bab II, pembahasan akan diarahkan pada

permasalahan "boat people" Vietnam yaitu tentang statusnya

itu sendiri dengan mcnguraikan latar belakang, sebab-sebab

terns m e n g a l i m y a dan akibat-akibatnya di kawasan Asia

Tengga-ra serta bagaimanaKah status pengungsi menurut hukum inter­

na si on'al.

Pada bab berikutnya yaitu bab III, saya akan

mengana-lisa permasalahan status "boat people" Vietnam menurat

Kon-vensi 1951 serta Protokolnya 196?.

Setelah itu, pada bab:IV, Saya perlu juga menjelaskan

mengenai peranan PBB dalam menangani dan memberikan

perlindu-ngan terhadap pengungsi pada umumnya serta UNHCR pada kususnya*

Sebagaimana dalam penulisan ilmiah, kesimpulan dan

saran juga diperlukan. Hal ini saya letakan pada bab

tera-khir, yaitu bab ke V. Kesimpulan dapat diambil setelah

meng-kaji dan membahas semua permasalahan, dan dari sini dapat

di-kemukakan saran-saran yang mungkin dapat dianggap. sebagai jalan

keluar untuk turut mengatasi masalah yang ada.

(16)

Jovica Patrnogic dan Miriam Defensor Santiago, Promotion, Dissemination and Teaching of International Refugee Lav/, Makalah. dalam Round Table of Asian Expert on Current in the International Protection of Refugees and Displaced Persons, UNHCR, Kanila, Philipine, 14 -18

April, 1980, p. 51. '

2Lihat 1951 Convention to the Status of Refugees pasal l.A C2)

^A.S. Hornby, Oxford Advanced Leaner*s Dictionary of Current English. I:Regularly updated, Oxford University Press, p. 844*

^VV.J.S. Poerv/adarminta, Kamus Umum Bahasa i_ndone_sljt, Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan

Dan Kebudayaan, P.N. Balai Pustaka, Jakarta, p. 9b4.

^Ibid. p. 734.

^Sampai Bulan Oktober 1988 ada 104 negara yang menandatangani Konvensi 1951 atau Protokolnya, lihat Refugees Magazine,. Oktober 1988.

7 ,

(17)

BAB II

STATUS "BOAT PEOPLE" VIETNAM SEBAGAI

PENGUNGSI

1. Latar Belakang Se.jarah Eksodus

Sejarah eksodus orang-orang Vietnam dimulai pada tahun

1975 ketika Amerika Serikat yang raelindungi rejim di Vietnam

Selatan dikalahkan oleh pasukan Vietnam Utara atau yang

di-kenal dengan nama sebutan Vietkong, Sejak saat itu ribuan

orang Vietnam Selatan, khususnya tentara, pegawai negeri dan

mereka yang p e m a h berhubungan dengan Amerika serta rejim

Saigon dijadikan sasaran pengejaran dan penangkapan. Amerika

Serikat merasa bertanggung jawab atas keselamatan mereka,

mem-beri kesempatan bagi mereka yang ingin pergi dari Vietnam

untuk bermukim di Amerika. Ada bekas serdadu, petani-petani

pomilik tanah yang tanahnya disita oleh penguasa komunis, ada

bekas pegawai negeri yang sejahtera yang kini terancam hidup

dibawah standard berimigrasi ke negara Paman Sam, Australia,

Kanada, Inggris dan Perancis.

Sementara itu kecurigaan pemerintah baru sosialis ter­

hadap etnis cina dan kelompok minoritas agama (Katholik),

di-samping faktor-faktor kemiskinan, kehancuran ekonomi akibat

perang yang berkepanjangan dan kelangkaan sumber daya alam

telah menciptakan juga dasar eksodus besar-besaran.

Vietnam adalah negara miskin yang masih belum sembuh

dari luka-luka perang dengan Perancis dan Amerika. Sejauh ini

negara itu sangat tergantung pada bantuan dari Soviet dan

ne-gara-negara Eropa Timur, tetapi ekonominya sedikit eaja

1 0

(18)

mengalami kemajuan disebabkan karena boikot perdagangan yang

tel ah lama dilancarkan oleh Amerika Serikat • dan Eropa barat,

sebagian lagi karena bencana alam seperti angin topan dan

ban-jir.

Pemerintah Republik Sosialis Vietnam dalam upaya

menor-malkan situasi dalam negeri, menerapkan tiga modal

kebijaksa-naan. Kebijaksanaan pertama adalah re-edukasi (re-education

policy); program ini bertujuan untuk mengubah cara berpikir

rakyat Vietnam, khususnyadi wilayah Selatan terutama bagi me-?

reka yang dicapsebagai kelompok borjuis. Mereka yang termasuk

klasifikasi ini antara lain : kaun intelektual, politisi,

peg.?.-w a i . s peg.?.-w a s t a asing khususnya perusahaan-perusahaan Amerika,

anggota angkatan bersenjata dan lain-lain. Kelompok ini

di-pandang oleh pemerintah sebagai musuh negara^.dan masyarakat

sosialis Vietnam. Akibat kebijaksanaan re-edukasi ini kurang

lebih 200.000 orang meninggalkan Vietnam menuju Thailand

me-lalui laut dengan menggunakan perahu-porahu kecil, yang kemuFr*

8

dian populer disebut "boat people".

Kebijaksanaan kedua adalah "The New Economic Zone".

Pada kongres ke empat Partai Komunis Vietnam'.pada tahun 1976

ditetapkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang

me-nekankan pada.pertanian dan industri ringan. Program ini

di-maksudkan untuk mengurangi jumlah penduduk dan pengangguran

di perkotaan dengan mengirjm mereka bekerja di"New Economic

Zone". Rencana ini ditegaskan kembali oleh Perdana Menteri

(19)

M I L I Jt

PERPL’5TAX>AN

^ s,iASA1„ ; A W O < M .12

Begining in 1977» we must conduct a campaign to reorganize

the labour on the scale of slightly less than million

persons in the space of if years in order to transfer labour from the large cities In the south and densely populated lowland areas and surplus in the northern provinces to places which have the instrumen of labour, especially land, but no persons to perform that must be done.^

Seperti. program' portama,; program inipun menimbulkan

ke-takutan .bagi bagi orang-orang yang dikirim kedaerah tersebut.

Mereka menganggapnya sebagai suatu hukuman mati, karena

mere-ka yang biasa hidup dikota dan tidak menguasai b i d a n g .

portanian dipaksa bekerja sebgai petani. Akibatnya

kebijaksa-naan ini juga sebagai dasar eksodus besar orang Vietnam lev/at

laut.Seperti dituturkan salah seorang dari mereka :

We would have to go to mountains i£ we didn’t have the money to go abroad. Everybody in my neigbour-hood was afraid of working in the mountains. We aro used to working with machines. We don’t know about farming. So most of the people wanted to leave.-*-0

Kebijaksanaan ketiga adalah program nasionallsasi

pe-rusahaan swasta*

Setelah pemerintah Hanoi pada tahun 1976 berhasil

me-nginteg^asikan secara politik kedua Vietnam, pado bulan Maret

1978 pemerintah Hanoi mulai melaksanakan usaha

pengintegrasi-an sistimsosial dpengintegrasi-an ekonomi* Secafa bertahap pemerintah

menga-j

dakan kebijaksanaan-kebijaksanaan baru. Pada tanggal 3 Maret

1978 pemerintah mulai menasionalisasikan, perusahaan-perusahaan

swasta dan kemudian mengeluarkan suatu kebijaksanaan yang

isl-nya membatasi kekayaan orang-orang Vietnam oukup untuk

meme-nuhi kebutuhan minimal saja dan selebihnya disita untuk

nega-ra. Pada tanggal 3 Me.i 1978 pemerintah mulai menyatukan mata

(20)

1 1

uang di seluruh Vietnam*

Para pemilik perusahaan yang mayoritas adalah

orang-orang keturunan Cina dalam menanggapi program tersebut

dihadap-kan pada suatu pilihan yaitu : tetap tinggal di Vietnam dengan

dibatasi hak-haknya, dikirim ke "New Economic Zone".atau

per-gi keluar dari Vietnam.

Disamping itu intervensi tentara Vietnam ke Laos dan

Kamboja, yang secara resmi didasarkan atas perjanjian

Persaha-batan dan Kerja sama antara masing-masing negara itu dengan

Vietnam (Vietnam-Laos tanggal 18 Juli 1977 dan Vietnam Kamboja

tanggal 18 Pebruari 1979), ikut memdorong meningkatnya arus

pengungsi. Meningkatnya operasi-operasi militer yang

dilaku-kan oleh pasudilaku-kan pemerintah Laos yang ditunjang oleh pasudilaku-kan

Vietnam, misalnya, mengakibatkan banyak gerilyawan nasionalis 1 2

mengungsi ke Thailand.

Konflik Kamboja-Vietnam yang terus meningkat sejak

bu-lan Desember 1977, di mana pasukan Vietnam memulai

interven-sinya ke Kamboja dengan ditunjang oleft peralatan militer

berat dan pesawat-pesawat tempur dengan dalih membebaskan

wi-layah-wilayah Vietnam yang sebelumnya direbut Kamboja,

men-dorong banyak penduduk Kamboja melarikan diri dari negaranya

mencari daerah yang lebih aman.^^ Akibat intervensi Vietnam

itu banyak pemuda Vietnam ikut juga melarikan diri untuk

me-nghindari dari v/ajlb militsr yang dijalankon oleh pemerintah

(21)

14

Ada anggapan lain, bahwa Pemerintah Vietnam juga

mene-rapkan kebijaksana.-m "buang sampah" yaitu mengusir orang-orang

yang tidak dikehendaki keluar dari Vietnam. Kebijaksanaan >

buang sampah itu tidak pernah diuraurakan secara'.resmi dan

ter-buka, namun jelas direstui oleh pihak penguasa Partai Komunis

Vietnam .15 Menurut suatu laporan,’ Pemerin.tah-Vietnam telah-me>

t

ngakui bahwa negara itu mengatur dan telah memperoleh

keuhtu-ngan dari kepergian orang-orang perahu (boat people) Vietnam

dalam tahun 1978 dan

1979, ketika eksodus tersebut mencapai

proporsi kritis bagi negara-negara penerima'pengungsi

Para, calon pengungsi tersebut umumnya membayar

keper-giannya dengan emas seberat antara

3,5 sampai

4,5 taels per

-■] r,

orang.kepada para pejabat pemerintah. rfamun kebanyakan

peja-bat Vietnam menolak tuduhan negara-negara Barat selama ini

bahwa Vietnam mengatur orang-orang perahu turunan Cina dan

orang-orang terbuang di .Vietnam yang bersedia membayar mahal

sekali untuk dapat melarikan diri dari penguasaan k o m u n i s .

18

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Vie­

tnam, Nguyen Co thach :

"In 1975 v/e forbade'them to go out. We were criticised

by the West. We thought it over. , We decided to give

them the freedom to go. Now they say we are exporting refugees. So now we., say they must ask to go. And we' raJLl allow them to go'.’*

Faktor lain yang mempengaruhi mereka untuk pergi dari

Vietnam adalah daya tarik untuk hidu>p enak di negara lain.

Mendengar berita sukses sanak saudaranya yang tinggal di luar

negeri, khususnya Amerika, orang-orang perahu ini berani

(22)

mengambil resiko yang.berbahaya yaitu mengarungi lautan dengan

hanya menggunakan perahuperahu kecil tanpa perlengkepan keas

-lamatan yang memadai. Menurut kisah-kisah yang terdengar

harj£j-pir 3 0 % dari peserta eksodus telah ditelan keganasan laut

Cin-na Selatan, dibajak, dibunuh, ditenggelamkan perabajak-pembajak.

Namun bagi mereka tidak mengenai ;takut. Buat mereka eksodus

ini adalah one way ticket, point of no return. Mereka

berpen-dapat ; di Vietnam akan menderita dan mati, melakukan eksodus

kemungkinan mati juga, tetapi harapan untuk bahagia di alam 2 0

kebebasan cukup besar piila.

2. Akibat-akibatnya di Kawasan Asia Tenggara.

Nasib orang-orang perahu Vietnam khususnya atau pengu-*

ngsi Indochina pada umumnya tetap merupakan masalah besar ba­

gi banyak negara dikawasan Asia Tenggara. Gelombang pengung­

si yang mengalir sejak pertengahan. tahtin 1970-an di

negara-negara Asia Tenggara dan Hongkong terus mempengaruhl prospek

perdamaian di wilayah ini maupun kehidupan jutaan manusia di

seluruh dunia.

Selama sepuluh tahun terakhir ini, ternyata pengungsi**

an brang-orang Indochina masih saja terjadi dan berlangsung.

Dan negara-negara penerima mulai kewalahan untuk

menampung-nya. Bahkan- beberapn negara sudah tidak mau lagi

menerima-nya. Para pengungsi tadi sekarang-ini sudah merupakan suatu

bebon dan saingan berat bagi psnduduk setiap negara yang di

(23)

16

Mereka pun mulai menghimbnu agar Vietnam khususnya

dan nega^a-negara sekutunya dikawasan Indochina membahasnya,

raengopa pengungelan itu tidak dibendung. Bahkan negara-negara

diluar kawasan Indochina meminta agar Vietnam mau menerima '

mereka kembali.

Negara-negara Asia Tenggara sejak lama terus berusaha

membahas untuk mencari penyelesaian atas masalah pengungsi

Indochina. Majelis Umum PBB telan menyampaikan penghargaannya

bagi usaha-usaha mereka dan bagi negara lain yang "061311 mem-,

bantu mereka dalam meringankan penderitaan para pengungsi.?!

Negara - negara anggota Pernimpunan Bangsa-Bangsa Asia

Tenggara (ASEAN) yang menampung para pencari suaka dari Indo

china, berkali-knli menyatakan kekhawatirannys bahwa pelarian

besar-besaran belakangan ini lebih merupakan pengungsi

ekono-mi dari pada pengungsi politik. Oleh karena itu sejak

diada-kan kesepakatan ASEAN pada tanggal 9 Maret 1989 terhadap

orang-orang perahu Vietnam, maka kepada setiap pendatang baru dari

Vietnam akan dilakukan screening (pemeriksaan) untuk

menentu-kan apakah mereka memenuhi syarat aebgai pengungsi seperti

‘ yang diatur dalam Konvensi 1951 dan protokolnya 196?.

Mereka yang benar-benar dapat membuktikan, bahwa mere­

ka adalah pengungsi mur n i , yang dapat membuktikan mereka

melu-rikan diri karena pengusiran dan tekanan pemerintah Vietnam

akoa diserahkan kepada badan pengungsi PBB (UNHCR) untuk

dapat disalurkan kepada negara ketiga.

Mereka yang hanya lari karena faktor ekonomi dan

fak-tor lainnya, yang tidak dapat membuktikan tekanan politik itu

(24)

dengan berbagai cara akan dikembalikan ke Vietnam.

Departemen Luar Negeri Republik Indonesia menyatakan

bahwa pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan tanggal

17 M a r e t

!1989 sebagai "out off date" terhadap pendatang baru

"boat people" Vietnam. "Out off date" adalah tanggal mulai di.

-berlakukannya ketentuan terhadap setiap "boat people" yang tidak

secara otomatis punya status pengungsi dan berhak dimukimkan

di negara ketiga, menyusul Malysia yang telah memberlakukan

2 2r

batas waktu itu tanggal l b Maret 1989* '

Tindakan yang lebih keras dilakukan oleh Hongkong ter­

hadap "boat people" Vietnam dengan cara repatriasi

(pemulang-an) paksa bagi mereka yang dianggap bukan pengungsi PPlitik,

se-perti yang terjadi pada awal bulan Desember.'..1989 sebanyak 51

orang diterbangkan kembali secara paksa ke Vietnam.

Pemulangan paksa orang perahu Vietnam ini menyebabkan

Hongkong menjadi sasaran kritik beberapa pihak di dunia inter-.

nasional. Pemerintah Amerika Serikat misalnya, menyatakan

tin-dakan itu tidak dapat ditolerir, dan mendesak Hongkong agar

mcnghenti kannya. UNHCR sendiri menilai repatriasi tersebut

prematur dan menyatakan tidak bertanggung jawab atas tindakan

itu.

Juga Kanada dan Amnesti Internasional melancarkan

pro-tesnya masing-masing. bankan Vietnam sendiri, yang bersedia

menerima kembali para warga negaranya, menyebut pemulangan

(25)

18

Sikap Indonesia yang selama ini dikenal cukup lunak

menghadapi arus pengungsi ternyata terdengar suaranya sampai

ke Vietnam dan Kamboja. Seorang pejabat United Nations High

Commissioner for Refugees (XTNHCR) di Bangkok juga

mengung-kapkan, bahwa Indonesia raenjadi salah satu tujuan favorit

para pengungsi karena proses pengiriman kenegara ketiga

rela-tif lebih cepat.

Pulau Galang yang disediakan oleh pemerintah Indone­

sia sejak 1979 sebagai tempat memproses para pengungsi

sebe-lum dikirim ke negara ketiga, kini menampung 12. 688 jiwa.

Padahal, akhir 1989 jumlah pengungsi di Pulau Galang

terca-tat hanya sekitar 3000 jiwa. Peningkatan jumlah pengungsi ini

juga terjadi di negara-negara ASEAN, Hongkong dan Jepang

(lihat tabel 1). Hal ini mungkin berkaitan dengan hasil

kon-prensi tentang pengungsi di Jenewa Juni I989 lalu, yang sa­

lah satu keputusannya adalah: pengungsi yang tlba di

pantai-pantai negara penampung sementara, setelah batas waktu

30 M

a-ret 1990 diharuskan menjalani proses skrining untuk menentukan

pengungsi atau bukan.^/+

Tabel 1 : Pengungsi Vietnam di penampungan s e m e n t a r a . ^

Negara Jumlah

1

. Muangthai

2. Malaysia

3. Hongkong

4

. Indonesia

5. Jllipina

6

. Jepang

9.072

1.553 12.137

18.747

54.655

10.752

(26)

3* Penetanan Status Pengungsi

Seseorang dianggap-.sebagai pengungsi bila ia telah

memeniihi kriteria tertentu dan prosedur yang telah

ditetap-kan agar bisa diberiditetap-kan status pengungsi. Dasar hukum darx

pemberian status tersebut tertuang dalam Konvensi 1951 tentang

Status Pengungsi dan protokolnya 1967, sehingga apabila

se-seorang memenuhi kriteria-kritfiria yang ada dalam Konvensi

tersebut maka konskuensi logisnya ia bisa diakui sebagai pe­

ngungsi .

Seseorang tidak menjadi pengungsi karena pengakuan,

tetapi ia diakui karena memang ia benar-benar seorang

pengu-ngei. Jadi seseorang yang keluar dari negaranya dan mencari

perlindnngan di negara lain belum tentu dapat disebut sebagai

pengungsi menurut hukum internasional, sebelum terbukti meme­

nuhi kriteria yang ditetapkan dalam Konvensi 1951 dan Protokol

1967.

Penetapan status pengungsi merupakan suatu proses

yang melalui dua tahap, yaitu :

Pertama, perlu diketahui dengan pasti hubungan

anta-ra fakta dengan kasus yang ada;

Kedua, Difinisi yang ada dalam Konvensi 1951 dan Pro­

tokol

1967 diterapkan terhadap fakta-fakta yang ada dapat

diperoleh suatu kepastian.

Konvensi 1951 menentukan tiga klausula bagi

seseo-rang untuk memperoleh status pengungsi, yaitu ;

(27)

2D

b. Klausula "cessation",

c. Klausula "exclusion".

Klausula "inclusion" menetapkan bahwa. seseorang harus

memenuhi syarat-syarat tertentu agar dapat disebut sebagai

pengungsi. ,

Klausula "cessation" dan "exclusion" merapunyai arti negatif.

Yang pertama menunjukan keadaan dimana pengungsi berhenti

menjadi pengungsi, sedang yang lain berarti bahwa seseorang

dikeluarkan statusnya sebagai pengungsi walaupun klausula

"inclusion" telah

dipenuhi.-Berikut ini akan dibicnrakan masing-masing klausula yang di-26

sebut terdahulu.

a. Klausula "inclusion" terdapat dalara pasal IA (1) Konvensi

1951 yang berisi tentang siapa saja yang disebut sebagai

pengungsi, yaitu setiap orang yang menjadi pengungsi

menu-rut Pengaturan 12 Mel

1926 dan 30 Juni 1928, menurut Konvensi

28 Oktober 1933 dan 10 Februari 1938 dan Protokol .14 September

1939 serta Konstitusi I R O . ^

Perincian tersebut diberikan dengan tujuan untuk

menga-dakan hubungan dengan kejadian-kejadian yang telah lalu dan

untuk memastikan kelanjutan perlindungan internasional ter­

hadap pengungsi yang ada dibawah pengaturan-pengaturan ter­

sebut diatas.

Klausula "inclusion" juga terdapat dalam pasal IA (2)

Konvensi 1951 yaitu setiap orang yang menjadi pengungsi kare­

na peristiv/a-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januarx 1951

(28)

serta disebabkan karena rasa takut akan persekusi kerena

a-lasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok

so-sial tertentu atau opini politik dan karena alasan-alasan

tersebut ia tidak. mau kembali ke negaranya dan memanfaatkan

perlindungan negara itu.

Berdasarkan Protokol 1967, Konvensi 1951 ini diperluas

berlakunya dalam hal ruang lingkup dan waktu sehingga menjadi.

bersifat universal.

2. Klausula "cessation" didasarkan pada pertimbangan

bah-perlindungan internasional tidak diberikan dimana tidak lagi

diperlukan atau dibenarkan. Klausula "cessation" terdapat

dalam pasal 1C (1) sampai (6) Konvensi 1951 yang menyebutkan

siapa-siapa saja yang akan berhenti mempunyai status

pengung-pD

si, yaitu :

- Seseorang yang telah secara sukarela memanfaatkan

kenvj-bali perlindungan negara kewarganegaraannya, atau

- setelah kehilangan kewarganegaraannya, ia telah dengan

sukarela mendapatkanny.3 kembali, atau

- ia telah mendapatkan kewarganegaraan baru dan

menikma-ti perlindungan negara baru tersebut, atau

- ia telah dengan sukarela bertempat tinggal Cembali di

negara yang ditinggalkannya atau di luar negara di­

mana ia dulu tinggal karena takut akan persekusi, atau

- ia tidak dapat lagi, karena keadaan yang berhubungan

dengan telah diakuinya sebagai pengungsi telah

ti-ada, tetap menolak merfianfaatkan perlindungan negara

(29)

22

- sebagai seorang yang tidak berkewargariegaraan, ia,

karena keadaan yang berhubungan dengan telah diakuinya

sebagai pengungsi telah tidak ada, dapat kembali ke

negara dimana sebeluranya ia bertempat tinggal tetap

Sekali status sebagai pengungsi ditetapkan, hal itu akan

tetap dipertahankan kecuali ia terkena salah satu klausula

"cessation"

Dari enara klausula "cessation" diatas empat yang

per-tama menunjukan perubahan situasi pengungsi yang berasal dari

dirinya sendiri,

Dua klausula yang lain didasarkan pada pertimbangan

bahwa perlindungan internasional tidak lagi dibenarkan kare­

na perubaha-perubahan yang terjadi di negara dimana persekusi

dikhawatirkan, oleh karenaitu alasan-alasan untuk menjadikan

seseorang sebagi pengungsi telah dihentikan keberadaannya.

Klausula "exclusion" terdapat dalam pasal ID, E, dan

F Konvensi 1951 yang berisi ketentuan untuk orang-orang yang

tidak memiliki si fat sebagai pengungsi sebagaimana tersebut

dalam pasal IA terdahulu, akan dikeluarkan dari statusnya

sebagai pengungsi, ^

Pasal ID berisi tentrmg seseorang yang telah menerima

perlindungan atau bantuan dari PBB,

Pasal IE mengatur tentang orang-orang yang dianggap tidak

memerlukan bantuan internasional yaitu orang yang telah di

akui oleh pejabat yang berwenang di negara yang telah

dijadl-kan tempat tinggalnya sebagai seorang yang mcmpunyai hak

(30)

V . ., . ;

dan kewajiban yang dikaitkan dengan pemilikan kewarganegaraan

negara tersebut.

Pasal IF berisi tentang sejumlah kategori orang-orang

yang dianggap tidak pantas untuk raendapatkan perlindungan

internasional yaitu orang-orang yang melakukan kejahatan dan

tindakan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip-prinsip

Perserikatan Bangsa Bangsa.

Secara normal, selama proses penetapan status

pengung-si seseoi’ang, fakta-fakta yang membenarkan pengeluaran dari

klaucula ini akan muncul. Adakalanya fakta-fakta yang membe­

narkan pengeluaran baru diketahui setelah seseorang diakui se­

bagai pengungsi. Dalam hal ini seperti ini, keputusan sebe~

lumnya dibatalkan berdasarkan klausula "exclusion".

Dalam hal prosedur yang dipakai untuk menetapkan

status pengungsi seseorang, baik Konvensi 19i?l maupun

Pro-tokol

1967 tidak memberikan pengaturan yang khusus mengenai

hal^ini. Untuk itu diserahkan pada setiap negara untuk me­

netapkan prosedur apa yang akhn digunakan.

Yang perlu mendapat perhatian ialah bahwa seseorang yang ingin

memperoleh status pengungsi, pada umumnya berada pada

situa-si yang khusus yang barangkali sama sekali. asitua-sing baginya.

Karena itu seharusnya permohonannya diperiksa dalam kerangka

yang khusus yang sesuai dengan kwalifikasi pribadi yang

ber-sangkutan tentang pongetahuan dan peng^lamannya dan

penger-tiannya tentang kocuknron dan keporluan yang khusus dari

(31)

24

I Wayan Titib Sulaksana, Perlindungan Hak-Hak Azasi Pengungsi Vietnam! Menurut Hukum Internasional, Yurldika. No. 3, Th.IV, Mei-Juni 1989, dikutip dari Bruce Grant,. The Boat Peo­ p le. Penguin Books, Australia, 1979, p. 27.

•^B.M, Tsamenyi, The Boat People: Ane they refugees? , Australian Outlook. Volume 37, Number 1, April 1983, p.40.

10Ibid.. p. 41

.

^ E n d i Rukrao, "Pengungsi Indochina: Latar Belakang, Aklbatnya. di Negara-negara ASEAN dan Usaha- Penyelesaiannya",

Ma.jalah Analisa, No,

8

Th. 1979, p. 674*

iaibi.d,. p.676

l

3n>ld., p.677

■^B.M, Tsamenyi, loc .cit.

^■^Let, Kol, Drs, Kunarto, . ;Penreamatan dan . Perawatan Pengungsi Vietnam di Pulau Galang. Jakarta, Juli 1980, p. 10.

^ " N e g a r a Yang Mengatur Kepergi'an "Boat People", Suara Pembaruan. 17 Januari 1989.

Tcamenyi, op. cit... p. 42.

1

ft

Suara Pembaharuan, loc. cit.

•^B.M. Tsamenyi, loc. cit.

Let. Kal. Pol, Drs, Kunarto, o~p. cit.. p. 5-6,

2 1

"Sebuah Penyelesaian Bagi Masalah Pengungsi Indochina", Angkatan Berseniata. 1 Maret 1989.

P P

"RI Berlakiakan Ketentuan Baru Bagi Pengungsi Vietnam", Merdekaf 17 Maret 1989.

py .

^"Hongkong Mestinya; Dapat Memberi Tempat Kepada Pengungsi", Kompas,15 Desember 1989*

(32)

^ " B a n j i r Manusia Perahu", Tempo. No. 12, Th. XX, 19 Mei 1990, p.16.

P.IV.

' Offico of tho UNIICR, Handbook on Procedures and

Creteria for Dotormininr: Refugees ^Status, Goneva, 1979}p. 9

27Ibid., p. 10.

^ I b i d . , p. 26.

(33)

BAB III

ANALISIS ATAS STATUS "BOAT PEOPLE" VIETNAM

1. Tin.iauan Yuridis

Sebelum membahas status "boat people" Vietnam, ada

baiknya dikemukakan terlebih dulu ketentuan hukum yang

men-dasarinya. Persoalan yang timbul adalah siapakah pengungsi

itu menurut hukum internasional ? Hal ini muncul disebabkan

karena menurut hukum internasional status pengungsi tidak

diatur oleh hukum kebiasaan internasional akan tetapi

dituang-kan dalam konvensi-konvensi multilateral sehingga sulit un­

tuk membentuk satu pengertian.

Semenjak 1922, sejumlah treaty tentang pengungsi

di-tandatangdni dengan'memberikan.pengertian atau istilah

p§ngu-ngsi yang berbeda-beda. Secara yuridis seorang pengup§ngu-ngsi

tidak dapat diberikan satu pengertian yang ummm ‘jika tidak

mendasarkan pada sal ah satu konvensi.

Dalam skripsi ini, saya akan mengambil dasar pengerti­

an pada Konvensi 1951 dan Protokolnya 1967*

Menurut Konvensi ini, yang dimaksud pengungsi adalah berdasar

pada pasal l.A,(2) : .

For the purpose of the present Convention, the term

"refugees" shall apply to any person who :

( 2 ) As a result of events occurring before 1 January

1951 and owing well-founded fear being persecuted for reason

of. race, religion, nationality, memberchipof a particular group .or political opinion,' is outside the country of his nationality and is unable pr, owing to such fear, is unwilling

26

(34)

to avail himself of the protection of that country, or who, not having a nationality and being outside the country of his former habitual residence as a result of such events, is unable or, owing to such fear, is unwilling to return

to i t

.^1

Berdasarknn pengertian pengungsi menurut pasal. .A (2)

Konvensi tentang status Pengungsi Tanun 1951 tersebut,- se­

seorang atau sekelompok orangodapat disebut sebagai pengung­

si adalah :

1

. Ia harusoberada di luar negara aaalnya atau negara

dimana ia biasa bertempat tinggal kalau tidak memiliki

kewar-ganegaraan/ (stateless) ;

d » ia harus berada di luar negara asalnya, karena

adanya rasa takut ditangkap pemerintan yang didasarkan pada

perbedaan suku, agama, nasionalis, perbedaan pandangan

poli-tik atau Keanggotaan kelompok tertentu;

3. Kasa ketakutan pada butir

2

harus diakibatkan.

olffh peristiwa politik dalam negeri.

4, Mereka tidak’ memperoleh perlindungan negara asal­

nya, atau takut kemoali ke negara asalnya bila berstatus

tanpa kewarganegaraan.32

Namun demikian pengertian pengungsi menurut Konvensi

1951 tersebut adalah dalam artii sempit. Pengertian tfersebut

hanya mfencakup pengungsi sebelum tahun 1951 yang terjadi di .

kaw'asan Eropa atau di luar Eropa. Hal ini seperti

dltegas-kan- dalam pasal l.B (l) ;

For the-purpose of this convention, the word, "events occuring before 1 January 1951",in article 1, section A,

(35)

.:s

(a) "event occurring in Europe before 1 January 1951", or

(b) "event occurring in Europe or elsewhere before 1 January, 1951", and each contracting state shall make a declaration at time signature, ratification or accestion, specifying which these meanings it applies for the purpose of its obligations under this convention.53

Selanjutnya pengertian pengungsi menurut Konvensi 1951

tersebut, diperluas dengan diterimanya The Protocol Relation

to the Status of Refugees, 31 January 1967. Dalam pasal 1 (2)

disebutkan :

For the purpose of the present Protocol, the term "refu­

gee" shall, except as regards application of paragraph

3

of the Convention asif the word "as a result of events occurring before 1 January 1951 and....the word "....as a result of such event", in article 1 A(2) were omitted.^

Dengan demikian maka tujuan Protokol I967 adalah

raera-berlakukan Konvensi 1951 menjadi berlaku untuk sepanjang

waktu dan bersifat universal.

2. Kedudukan "boat people" Vietnam Menurut Hukum Internasional

Selanjutnya saya akan membahas dan menganalisa apakah

"boat people" itu bisa memenuhi syarat dan mempunyai status

pengungsi menurut Konvensi 1951 ? Untuk menjawab hal tersebut

saya akan menguraikan elemen dari definisi pengungsi kemudlan

mencocoknnya dengan keadaan "boat people" itu sendiri.

Salah satu elemen penting dari definisi pengungsi ada­

lah "bahwa ia harus berada diluar negara asalnya

dimana ia biasa bertempat tinggal kalau tidak memiliki kewar­

ganegaraan. Klausula ini dapat ditafsirkan bahwa ia sudah ber­

ada di luar nogaronya atau telah meninggalkan perbatasan

nega-ranya sampai saat ini.

"Boat people" Vietnam kenyataannya eekarang sudah jelas

(36)

berada diluar negaranya, yaitu Vietnam. Oleh karena itu

mereka dapat dimasukan kv/alifikasi klausula tersebut -diatas.

Bagi Jnereka yang tidak mempunyai kewarganegaraan (ji&a ada),

istilah "negara la biasa bertempat tinggal" mempunyai arti

bahwa negara dimana. seseorang pernan tinggal dan telah

mengalami penderitaan atau ketakutan. Hal tersebut bilamana

terjadi pada seseorang yang tidak mempunyai kewarganegaraan

itu berasal dari "boat people" Vietnam yang melarikan diri

disebabkan persekusi, maka orang tersebut dianggap bertempat

tinggal atau .eetidak-tidaknya pernah tinggal di Vietnam

seoe-lumnya.

Orang yang berada diluar negaranya atau negara dima­

na ia biasa bertempat tinggal tanpa ada sebab-sebab khusus

tidak selalu bisa disebut seorang pengungsi. untuk bisa

di-sebut pengungsi harus ada atau punya kaitan dengan

peristi-wa-peristiwa politik antara negara dan orang yang melarikan

diri dari negara itu. Seperti pendapat Jacques Vernant :

" the events which are the root-cause of a m a n ’s becoming

a refugee are always'^of a political nature" ^5

Melihat dari keadaan negara Vietnam dalam hal ini,

narapak oahwa oanyaknya "boat people" bereksodus keluar dari

Vietnam merupakan pertanda adanya latar belakang peristiwa

politik yang mendorongnya. Ketika pemerintah mulai

mempraka-sai adanya pengawasan di bidang ekonomi dan mengubah secara

drastis pola kehidupan dan kerja rakyatnya dari sistem

li-beralis ke sistem komunis, serta mengirim mereka ke "new

(37)

pe-30

tunjuk adanya peristiwa politik.

Huncul pendapat bahwa mcngalirnya arus "boat people"

Vietnam keluar dari negaranya atas dasar motl£-e^ohomi.

Hal tersebut memang ada benarnya, kalau kita lihat kebanyakan

dari mereka ingin tinggal atau mempunyai tujuan di

negara-negara maju seperti Amerika serikat, namun kalau kita lihat

lebih jauh bahwa kondisi ekonomi dalam negeri Vietnam yang parah

akibat perang yang lama dan pergolakan politik, langsung atau

tidak langsung menimbulkan dampak terhadap kesengsaraan dan

keniskinan rakyatnya, sehingga mereka terpaksa meninggalkan

tanah airnya demi untuk mencarl kehidupan yang lebih baik.

Jadi "boat people" keluar dari negaranya karena tidak

puas atas Gistlm politik yang.berpengaruh pada sistem—sistem .

kehidupan lainnya termasuk juga sistem ekonominya. .

Kenyataan bahwa seseorang yang berada di luar

per-batasan negaranya atau biasa bertempat tinggal sebagai

aki-Dat peristiwa politik belumlah cukup untuk memberinya sta­

tus pengungsi. Sebelum seseorang bisa dikv/alifikasikan se­

bagai seorang pengungsi, ia harus memenuhi syarat bahv;a pe­

ristiv/a politik tersebut harus didasari pada akan adanya

persekusi atau pengJiukuman (persecuted) atau perasaan^. thkut

atas alasan ras, agama, nasionalis,perbedaan pandangan

poli-tik atau keanggotaan kelompok tertentu.

Istilah "persecuted" yang dipakai dalam borbagai

instrumen internasional yang berkaitan dengan pengungsi

belum- dapat didifinisikan secara umuin sehingga menimbulkan

(38)

kesulitan dalam penafsirannya, . Seperti-apa yang dikemukan .UNHCR

" there is no universally accepted definition of perse­

cution, and in fact there cannot be one general definition

for the purpose of the Statute or the Convention".36

Dalam . praktek dikenal adanya dua.pandangan penafsiran

mengenai istilah "persecution", yaitu penafsiran sempit .dan

penafsiran luas.

Penafsiran sempit dari "persecution" adalah

pencabut-an atau perampaspencabut-an kebebaspencabut-an hidup atau fisik seseorpencabut-ang,

se-dang penafsiran luas dari "persecution" adalah meliputi

jenis-j enis tindakan kejam atau^ koras atas jiwa',' fisik atau.

ekonomi seseorang sehingga menimbulkan rasa yang tidak senang

. 37

terhadap orang itu.

Untuk membahaa soal ± n l ,e«y« akan menggunakan

penafsir-an ypenafsir-ang, luas karena Konvensi 1951 juga mengpenafsir-anut penafsirpenafsir-an

luas, seperti tertuang dalam pasal 31 (1) dan 33 (1)» pasal r:

-pasal ini merujuk pada Deklarasi P t sB tentang Hak-Hak Asasi

Manusia 19^8.

Dalam kasus "coat people" ini, apakah mereka juga

mervga-lami rasa takut akan persekusi ? untuk menjelaskan masalah

ini harus dilihat beberapa faktor yang mendasarinya.

Seperti dijelaskan dalam bab III,^ e n genai latar

belakang sejarah eksodus "boat people" Vietnam, ada tiga

alasan utama mereka lari dari negaranya yaitu ; re-education,

"new economic zone" . _dan ngsionalisasi perusahaan swas­

(39)

negara Vietnam, mempunyai konsekuensi bahwa dalam

menjalan-kan roda pemerintahan dan membangun negara mendasarmenjalan-kan pada

prinsip sosilis-komunis. Dalam pelaksanaan sistem ini peme­

rintah berusaha mengekang kehidupan warga negaranya dengan

mcngurangi hak-hak dasar dan kemerdekaannya dengan tujuan

untuk mematahkan kekuatan anti revolosioner dan demi menja

ga timbulnya pertentangan kelas rakyatnya, disamping

menga-wasi semua sarana produksi, distribusi dan pertukaran mat&.

uang secara ketat demi untuk kebaikan bersama rakyatnya.

Bagi mereka yang dikirim ke kam re-education telah

mengalami korban persekusi karena bersikap oposisi atau

mereka yang dahmlu bekerjasama dengan regim lama sehingga

mempunyai perbedaan pandangan politik dengan pemerintah..’

Demikian juga terhadap orang-orang yang melarikan diri ka­

rena rasa takut akan persekusi bila menolak dikirim ke

"new economic zone" dapat dianggnp bahwa mereka mempunyai

perbedaan pandangan politik dengan regim komunis.

Sebagai tindak lanjut dari nasionalisasi perusahaan

swasta besar-besaran, banyak dari mereka melarikan diri

keluar negeri disebabkan rasa takut kalau-kalau harta

ben-danya dan perusahaannya akan ikut dinasionalisasi untuk

selanjutnya mereka dikirim ke "new economic zone",padahal

mereka tidak mengetahui sedikitpun tentang pertanian.

Sebenarnya kebijaksanaan nasionalisasi dan "new

economic zone" dimaksudhan untuk. memperbaiki-kondisi

eko-nomi negara sepcrti mencukupi sendiri kobutuhan bahan

32

(40)

pangan dan untuk mengurangi kelaparan bilamana di keraudian

hari ada bencana alnm atau perang, akan tetapi nampaknya

dalam mengambil kebi j aksanaan dalam hal siapa yang harus

bekerja di "new economic zone" para pejabat pemerintah Viet­

nam dipengaruhi pertimbangan politik bukan pada

pertimbang-an ekonomi, akibatnya tujupertimbang-an dari program "new economic zone"

tidak hanya gagal namun'juga menimbulkan gelombang besar

pelarian "boat people" keluar dari Vietnam.

Vietnam memang pantas malu dalam soal "boat people"

ini. Mana bisa ada rakyat yang tak sudi tinggal di tanah

airnya sendiri. Rakyat pada berbagai negqra, bahkan

berse-dia mongorbankan nyawa bagi tanah airnya.

^ B . M . Tsnmenyi, The 3oat People: Are They Refugees?* Australia Outlook. Volume 37, No. 1, April 1983) p. i+2.

^ K o n v e n s i 1951* pasal l.A (2).

32I Wayan Titib Sulaksana, Perlindungan Hak-hak

Azasi Pengungsi Vietnam Menurut Hukum Internasional, Yuridikcu No. 3»Th. Iv, Mei-Juni 1989* p.21.1,

33

Ibid. '

^ I b i d '

35

B.M. Tsamenvi. ot>. cit« p .Ui+

(41)

BAB IV

PERANAN PBB DALAM MASALAH PENGUNGSI

1- Perlindungan Internasional Terhadap PenKungsi

Persoalan besar yang dihadapi dunia menyangkut

ten-tang pengungsi bukan suatu hal yang baru. Lewat sejarah,

ma-nusia dipaksa oleh keadaan untuk meninggalkan rumahnya guna

mencari kehidupan yang bebas dari ketakutan dan memperoleh

kebutuhan. Ratusan ribu pengungsi mencari perlindungan dan

pemukiman menyebar di seluruh Eropa pada akhir Perang Dunia II.

Samp&i saat ini menurut perkiraan ado kurang lebih 12 juta

pengungsi di seluruh dunia. ^

Akar dari sebab-sebab eksodus massal itu sangat banyak

dan sering kompleks. Mereka bisa disebabkan oleh karena

kon-flik politik dan militer baik di dalam negeri ataupun

seng-keta dengan negara lain, penuntutan atau bentuk-bentuk lain

yang berkaitan dengan pelanggaran hak-hak asasi manusia ser­

ta menyangkut hak-hak politik, ekonomi, sosial dan kultural.

Apapun sebabnya eksodus massal tersebut telah

memo-tivasi masyarakat internasional untuk mencari penyelesaian

secara global agar tidak menimbulkan ketegangan diantara

negara-negara dan tujuan pokok PBB yaitu dalam usaha

mewu-judkan perdamaian dan keamanan internasional. Dengan

demiki-an masalah pengungsi adalah menjadi tugas pokok PBB,

mengi-ngat PBB merupakan salah satu organisasi Internasional yang

mempunyai banyak negara anggota, maka beban yang berat

34

(42)

dalam memproses pengungsi itu adalah menjadi tanggungjawab

bersama negara anggota.

Kewajiban-kewajiban negara yang berkaitan dengan pengu­

ngsi dan perpindahan orang-orang yang melintas batas suatu

negara secara bertahap telah diatur dalam berbagal instrumen

internasional dc^n hukurn kebiasaan internasional, Hal terse­

but dimaksudkan untuk raelindungi perdaraaian dan ketertiban

dunia, serta memelihara kondisi-kondisi yang mungkin terjadi

apabila timbul arus pengungsi dimasa raendatang,

Masalah-masalah yang berkaitan dengan status hukum pe­

ngungsi dalam hukum internasional dibahas secara mendalam

oleh para sarjana terkenal Eropa sepertl Francisco de Vitoria

(1480-1560), Francisco Suarez (1>48-Ibl7)» Hugo Grotius

(11?83-1645), Samuel Pufendorf (1632-1694), Christian Wolf

(1679-I7i?4) dan Emiricn Vattel (1714-17b7)

Hugo Grotius dalam bukunya "The Laws of War and Peace"

menyatakan bahwa, :

Things which belong to men in common were the right of temporary sojourn of permanent residence for refugees, expelled from their homes, the right of

foreigner to be free of discriminations on the basis of nationality and the right to such ^necessities of life as food, clothing and m e d i c i n e . ^

Hal yang paling penting dari pendapat tersebut di

atas yang berkaitan dengan pengungsi adalah bahv/a mereka

mempunyai suatu hak perlindungan yang lama dikarenakan mere­

ka "expelled from their homes submit themselves to the

established government and observe any regulations.... .

(43)

strife,"^-1-—► /

y~>

Emerich de Vattel juga mengakui nak migrasi ke negara

lain dengan syarat-syarat tertentu. Beliau mengatakan bahwa,

"If the s o v e r g e m undertakes to interfere with those v/ho

have the right to migrate he does then wrong, and such person

may lawfully ask for the protection of the state which is

L ?

willing to recieve them."r Ia lebih jauh mengatakan bahv/a

ketika suatu negara memaksa keluar salah satu warga negaranya,

dan tidak dapat melindunginya kemanapun ia pergi, maka

kewe-nangannya teriiadapnya telah lenyap. Namun demikian, suatu ne­

gara menurut Vattel, "Whose land scarcely sufficient to look

after tfte needs of its citizens is not obligated to receive

refugees or exiles into its territory." ^f‘3

Perkembangan sejarah menunjukan adanya kecendrungan

setelah akhir Perang Duni& II untuk memberikan perlindungan

kepada manusia dan mengakui hak-nak asaslnya. Usafta-usafta

yang dilakukan PbJfcs selama ini dalam rangka hal-' tersebut

antara laiir adalaft Deklarasi PB13 tentang Hak-Hak Asaei Manu­

sia 19*+8 (Universal Declaration of Human Rights).

Salah satu ketentuan yang berkaitan dengan perlindung­

an pengungsi tertera dalam pasal 13 :

(1) Everyone has the right to freedom of movement and residence within the borders . of each state.

(2) Everyone nas the rignt to leave any country, including m s own, and to return to his country.

Dan pasal 14 :

(1) Everyone has tne right to seek and to enjaoy in other countries asylum from persecution.

(2) This right may not be invoke in the case of

persecution genuinely arising from non-political crimes or from acts contrary to the purpose--and principles of the United Nations.

Gambar

Tabel 1 : Pengungsi Vietnam di penampungan s e m e n t a r a . ^

Referensi

Dokumen terkait

Lebih lanjut pengertian rijal hadits disini memiliki pengertian yang sama dengan dengan rawi hadits, sehingga didalamnya mencakup pula rawi laki-laki maupun rawi wanita.13 Secara

Kesulitan yang dialami siswa ini, tentu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain; (1) faktor pendekatan pembelajaran, pendekatan pembelajaran yang digunakan

Keseimbangan afek egatif dan positif lebih merujuk pada banyaknya afek positif yang dialami oleh waria dibandingkan dengan afek negatif di mana pada hal tersebut adalah

Setiap karya yang masuk ke sistem aplikasi Eprints Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga , terlebih dahulu diulas ( review ) oleh petugas Bagian Pre servasi dan

Manusia merupakan salah satu unsur biotik dari lapisan biosfer. Dalam kehidupannnya, manusia menjalin hubungan sosial dengan manusia lainnya dalam masyarakat.

Infeksi adalah penyebab paling umum dari rinitis akut pada anak-anak, antara usia 2-6 anak rata-rata memiliki enam infeksi per tahun masing-masing berlangsung 7- 10 hari,

TPM yang terdaftar yang tercatat diwilayah kerja puskesmas atau kantor kesehatan pelabuhan dan didukung dengan aspek legal hukum baik yang memenuhi persyaratan maupun yang

bahwa dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Pangandaran, Pemerintah Daerah telah mengalokasikan anggaran sehingga masyarakat tidak