• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V LAPORAN PERANCANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V LAPORAN PERANCANGAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

LAPORAN PERANCANGAN

5.1 Ulos dan Upacara Adat

5.1.1 Ulos

Jenis - jenis ulos Batak Toba terpilih untuk diulas dalam buku ini adalah ulos - ulos yang paling sering digunakan dalam upacara adat Batak Toba, diantaranya :

1. Ulos Ragi Idup atau Ulos Ragidup

Ulos ragi idup atau ulos ragidup termasuk ulos yang memiliki nilai yang paling tinggi karena pemakaiannya yang tidak boleh sembarangan dalam upacara adat suku Batak Toba. Ulos ragi idup adalah sebagai perlambang kehidupan, terdiri dari lima bagian yang kelima bagiannya dibuat secara bergotong royong oleh lima orang yang berbeda. Warna dan coraknya sederhana tetapi memiliki kesan hidup. Ornamen (ragi) dalam ulos ini menggambarkan kehidupan manusia sejak dilahirkan, menikah, memiliki anak pertama, dan kemudian mempunyai cucu sampai kepada kematiannya.

Kedua sisi ulos kiri dan kanan (ambi) dikerjakan oleh dua orang. Kepala ulos atas bawah (tinorpa) dikerjakan oleh dua orang pula, sedangkan bagian tengah atau badan ulos (tor) dikerjakan satu orang. Kemudian hasil kerja ke lima orang ini disatukan (diihot) menjadi satu kesatuan. Kepala ulos (tinorpa) merupakan bagian yang terindah dari ulos ragi idup dan harus dikerjakan oleh dua orang yang berpengalaman, oleh karena itu hasil tenunan dari kepala ulos ini (tinorpa) tidak pernah sama persis satu dengan yang lain.

(2)

2. Ulos Ragi Hotang

Ulos ragi hotang selalu dipakai dalam upacara pernikahan suku Batak Toba, diberikan oleh orang tua mempelai wanita kepada kedua mempelai, disebut “ulos hela”. Ulos ini disampirkan di pundak kedua mempelai dari pundak sebelah kanan mempelai pria ke pundak sebelah kiri mempelai wanita. Ujung sebelah kanannya dipengang dengan tangan kanan mempelai pria dan ujung sebelah kirinya dipegang dengan tangan kiri mempelai wanita, kemudian ujung - ujungnya diikatkan. “Ragi” artinya corak dan “hotang” artinya adalah rotan, pada jaman dahulu rotan dijadikan alat pengikat sebuah benda karena dianggap paling kuat. Maknanya agar kedua mempelai memiliki ikatan pernikahan yang kuat dan tidak dapat dipisahkan.

3. Ulos Sadum

Ulos sadum memiliki berbagai macam motif diantaranya motif gorga, kukusan, lapis, tikar, bunga - bunga kecil, dan lain - lain. Warna dari ulos sadum juga beragam, ditenun dengan menggunakan benang mas dan berbagai macam warna benang. Warnanya yang cerah dan ceria melambangkan suasana hati yang senang, dan kiranya juga bisa saling berbagi kesenangan, keceriaan sukacita, dan kebahagiaan kepada orang lain yang sedang susah maupun sedih.

4. Ulos Bintang Maratur

Ulos bintang maratur bermotif bintang yang berjejer dengan teratur, biasanya diberikan kepada ibu yang sedang hamil tujuh bulan dengan harapan anaknya kelak akan seperti bintang yang teratur. Jejeran bintang yang teratur didalam ulos ini menunjukkan orang yang patuh, rukun setia dan sekata dalam ikatan kekeluargaan.

(3)

Dalam hal sinadongan (kekayaan) atau hasangapon (kemuliaan) tidak ada yang timpang, semuanya berada dalam tingkatan yang rata-rata sama.

Dalam hidup sehari - hari dapat dipakai sebagai hande - hande (ampe - ampe), juga dapat dipakai sebagai tali-tali atau saong. Sedangkan nilai dan fungsinya sama dengan ulos mangiring.

5. Ulos Mangiring

Ulos Mangiring digunakan sebagai “ulos parompa” yang artinya adalah selendang untuk menggendong anak. Terdiri dari beberapa warna, putih, merah, maupun kuning. Motif ulos yang saling beriringan ini melambangkan kesuburan dan kesepakatan.

6. Ulos Sitolutuho

Ulos ini biasanya hanya dipakai sebagai ikat kepala atau selendang wanita. Tidak mempunyai makna adat kecuali bila diberikan kepada seorang anak yang baru lahir sebagai ulos parompa. Jenis ulos ini dapat dipakai sebagai tambahan, yang dalam istilah adat batak dikatakan sebagai ulos panoropi yang diberikan hula - hula kepada boru yang sudah terhitung keluarga jauh. Juga dapat diberikan kepada seorang ayah yang juga anak sulung ketika anak pertamanya lahir.

Disebut sitoluntuho karena raginya atau coraknya berjejer tiga, merupakan “tuho” atau “tugal” yang biasanya dipakai untuk melubang tanah guna menanam benih.

7. Ulos Sibolang

Ulos ini sebenarnya dapat dipakai untuk keperluan duka cita atau suka cita. Tetapi karena dalam upacara duka cita harus selalu menggunakan ulos jenis ini maka ulos ini seakan - akan identik dengan acara duka cita. Untuk keperluan duka cita biasanya dipilih

(4)

dari jenis warna hitamnya menonjol, sedang bila dalam acara suka cita dipilih dari warna yang putihnya menonjol. Untuk ulos saput (ulos yang diletakkan didalam peti orang yang sudah meninggal) atau ulos tujung (ulos yang ditudungkan diatas kepala seseorang yang pasangannya telah meninggal) harus selalu dari jenis ulos ini dan tidak boleh dari jenis lain.

5.1.2 Upacara Adat

Setiap masyarakat Batak Toba paling sedikit akan mendapatkan tiga buah ulos dalam hidupnya, diantaranya pada saat kelahirannya, pada saat pernikahan, dan pada saat kematiannya. Karena itu penulis mengulas peranan ulos dalam ketiga upacara tersebut.

1. Upacara Adat Kelahiran

Seperti layaknya tradisi di berbagai daerah di Indonesia, ketika seorang ibu mengandung anak pertamanya, maka upacara adat selalu akan dilangsungkan. Demikian pula dalam tradisi masyarakat Batak, ketika janin sudah berumur sekitar tujuh bulan dikatakan sudah manggora pamuro. Yang artinya sanak keluarga sudah menunggu - nunggu waktu menyambut kelahiran anak pertama itu. 2. Upacara Adat Pernikahan

Momen terpenting yang paling dinantikan adalah acara pemberian ulos dari orang tua pihak mempelai wanita kepada kedua mempelai, tetapi sebelum kedua mempelai menerima ulos, orang tua dari pihak mempelai wanita akan lebih dahulu memberikan sebuah “ulos pansamot” kepada besannya (orang tua dari mempelai pria).

Setelah pemberian ulos pasamot selesai, maka kedua mempelai akan duduk ditempat yang sudah disediakan untuk menerima ulos dari orang tua dari pihak mempelai wanita.

(5)

P e r t a m a - t a m a m e r e k a a k a n m e m b e r i k a n s e b u a h “mandar” (sarung) yang diletakkan dibahu sebelah kanan menantunya kemudian orang tua pihak mempelai wanita akan menyelimuti kedua mempelai dengan sebuah ulos, yang disebut sebagai “ulos hela” (disebut juga ulos marjabu). Ulos ini adalah ungkapan restu dari orang tua pihak mempelai wanita karena mulai hari itu orang tua secara resmi disaksikan oleh ketua - ketua adat dan keluarga dari kedua mempelai memberikan putrinya kepada pihak mempelai pria dan kemudian masuk dalam keluarga besar mempelai pria. Ulos ini lalu diikatkan ujung - ujungnya dan akan dipakai sampai upacara adat selesai. Ulos yang digunakan adalah ulos ragi hotang kualitas terbaik yang ditenun dengan benang emas. Saat akan memberikan ulos kepada mempelai, orang tua dari pihak mempelai wanita akan menyampaikan pesan dan doa.

3. Upacara Adat Kematian

Kematian dan sistem upacara adat masyarakat Batak terkait erat dengan sistem kepercayaan keagamaan, struktur sosial, dan nilai budaya. Sistem upacara yang dilakukan dalam setiap kematian menggambarkan jenis kematian yang sedang terjadi. Jenis kematian menentukan hak dan kewajiban ahli waris untuk memberlakukan suatu sistem upacara kepada mendiang.

Tujuan hidup utama masyarakat Batak Toba adalah mencapai kekayaan, memiliki banyak keturunan, dan mendapat kehormatan. Ketiga unsur tersebut saling mendukung dan sama pentingnya, tetapi kekayaan dan memiliki banyak keturunan menjadi penentu seseorang mencapai kehormatan. Pencapaian tersebut dipandang sebagai kesempurnaan hidup,karena kehormatan merupakan tujuan hidup tertinggi yang ingin dicapai pada masa hidup dan sesudah mati.

(6)

5.2 Pembabakan

Pembabakan atau pembagian bab ditentukan berdasarkan materi pembahasan, isi dari masing - masing bab antara lain :

5.2.1 Daftar Isi

Daftar isi mempermudah pembaca untuk melihat urutan bab di dalam buku.

5.2.2 Hamuliateon

Hamuliateon dalam bahasa Batak Toba berarti ucapan terima kasih. Dalam halaman ini penulis menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada pihak - pihak yang telah berperan serta membantu penulis dalam pembuatan buku ini.

5.2.3 Dalihan Na Tolu

Menjelaskan tentang filosofi hidup masyarakat Batak, “dalihan na tolu”, sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yang artinya tungku yang terdiri dari tiga batu. Masyarakat Batak selalu memasak makanan dan minuman dengan menggunakan tungku diatas tiga batu. Tungku merupakan peralatan rumah yang sangat vital karena menyangkut kebutuhan hidup anggota keluarga. Inilah yang kemudian menjadi sumber hukum masyarakat Batak.

5.2.4 Sejarah Ulos Batak Toba

Penulis menceritakan tentang sejarah ulos yang merupakan sebuah kain tenun tradisional dari Sumatera, yang dibuat dengan cara ditenun (secara harafiah ulos artinya adalah selimut) agar pembaca memahami tentang sejarah ulos.

(7)

5.2.5 Proses Pembuatan Ulos

Penulis menjelaskan tentang alat tenun ulos yang terbuat dari balok kayu yang saling digantungkan dan diikatkan bagian - bagiannya, ada alat tenun duduk yang digunakan dengan cara duduk di lantai, ada pula alat tenun “kasuksak” yang ukurannya lebih besar dan harus duduk dikursi untuk menggunakannya. Lamanya proses menenun ulos tergantung oleh tingkat kemahiran penenun juga motif dan kualitas yang diinginkan. Bahan ulos bisa saja sama tetapi nilainya berbeda, tergantung dari proses pembuatannya. Pada halaman ini penulis yang dibantu oleh seorang ilustrator bernama Rinaldy Octora menampilkan ilustrasi tentang pengrajin yang sedang menenun ulos.

5.2.6 Jenis - jenis Ulos Batak Toba

Jenis ulos Batak Toba ditampilkan dengan foto - foto berkualitas baik dengan beberapa angle. Dalam hal ini penulis bekerja sama dengan dua orang fotografer, Edwin Surya dan Henry “Diffy” Silaen yang berupaya menampilkan foto terbaik agar pembaca dapat melihat dengan seksama motif ulos sampai ke detail serat kainnya,

5.2.7 Penggunaan Ulos dalam Upacara Adat Kelahiran

Bercerita tentang ulos pertama yang diperoleh seorang masyarakat Batak Toba pada saat kelahirannya. Pihak keluarga akan datang untuk memberikan ulos dan menyampaikan doa agar anak tersebut menjadi anak yang baik.

5.2.8 Penggunaan Ulos dalam Upacara Adat Pernikahan

Bercerita tentang upacara pernikahan, sepasang mempelai akan memperoleh beberapa jumlah ulos dari beberapa kerabat. Dalam hal ini penulis bekerja sama dengan ibu Martha “Ulos” Sirait br. Napitupulu untuk mendapatkan beberapa foto dokumentasi pernikahan yang menjadi koleksi beliau. Penulis juga terjun langsung dan bekerja sama dengan Edwin Surya sebagai fotografer untuk mengabadikan beberapa momen

(8)

mengharukan saat pemberian ulos dari orang tua kepada kedua mempelai. Penulis juga masih menampilkan ilustrasi karya Rinaldy Octora untuk mendukung ilustrasi lainnya.

5.2.9 Penggunaan Ulos dalam Upacara Adat Kematian

Ulos yang diberikan pada upacara ini adalah ulos terakhir yang diberikan kepada seorang masyarakat Batak Toba. Dalam upacara ini penulis terjun langsung untuk mengikuti prosesi upacara adat kematian ini, karena yang meninggal dunia adalah kerabat dari penulis sendiri.

5.2.10 Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisikan tentang referensi tulisan penulis. 5.3 Peranan Penulis

Dalam pembuatan buku ini penulis berperan sebagai : 5.3.1 Penulis1

Sebutan bagi orang yang melakukan pekerjaan menulis, atau menciptakan suatu karya tulis. Menulis adalah kegiatan membuat huruf (angka) menggunakan alat tulis di suatu sarana atau media penulisan mengungkapkan ide, pikiran, perasaan melalui kegiatan menulis, atau menciptakan suatu karangan dalam bentuk tulisan.

5.3.2 Editor

Penulis melakukan penyuntingan terhadap jenis - jenis ulos, materi pembahasan, foto - foto dokumentasi, dll.

5.3.3 Asisten Fotografer2

Orang yang membantu seorang fotografer untuk membuat gambar dengan cara menangkap cahaya dari subyek gambar dengan kamera

(9)

maupun peralatan fotografi lainnya, dan umumnya memikirkan seni dan teknik untuk menghasilkan foto yang lebih bagus serta berusaha mengembangkan ilmunya.

5.3.4 Narasumber

Narasumber merupakan sumber rujukan atas tema-tema yang dibahas dalam program ini. Penulis juga menjadi narasumber karena penulis juga telah ikut serta dan menjalani beberapa upacara adat Batak Toba.

5.4 Format Teknis Buku Desain Cover

• Judul Cover

Tampilan cover yang sederhana membuat buku tampak lebih eksklusif, penulis hanya menampilkan judul, sub-judul, logo, dan nama penulis pada cover buku.

Judul pada buku adalah Ulos Batak Toba (Dalama upacara adat Kelahiran, Pernikahan, dan Kematian), judul ini sudah mewakili isi dan pembahasan di dalam buku yang menyangkut peranan ulos dalam upacara adat kelahiran, pernikahan, dan kematian.

Ulo

S

Batak Toba

Dalam upacara adat Kelahiran, Pernikahan, dan Kematian

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

Referensi

Dokumen terkait

Praktik budidaya padi yang diterapkan petani umumnya dilakukan dengan cara memanipulasi lingkungan yang cenderung membuat kondisi lingkungan lebih cocok untuk

Setelah dilakukan pewarnaan Gram dari koloni bakteri 20 sampel yang diduga Streptococcus yang diuji kemu- dian dilakukan pengamatan dengan menggunakan

Realisasi pendapatan Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah sampai dengan akhir Tahun Anggaran mencapai sebesar Rp.1.227.424.385,66,- atau 83,05% dari target yang

4.3 kerugian kerusakan atau biaya yang disebabkan oleh tidak memadainya atau tidak sesuainya pembungkus atau penyiapan obyek yang diasuransikan (untuk keperluan Klausul 4.3 ini,

Penelitian ini bertujuan untuk mereduksi faktor, usia pubertas, pengetahuan, sikap, harga diri, media informasi, peran orang tua, dan peran teman sebaya, waktu luang, budaya,

Sehingga pada hasil akhir, tidak didapatkan endapan kristal hexamminecobalt (III) chloride yang memiliki warna oranye, melainkan didapatkan filtrat senyawa kompleks

Hal ini diafirmasi oleh kedua tokoh agama mayoritas di Desa Suwaru yang sering terlibat konversi agama yakni agama Islam dan Kristen yang serentak mengungkapkan bahwa jalan

Kualitas sayur dan buah pasar tradisional cenderung kurang baik dari segi rasa, ketersediaan, ukuran, kemasan dan variasinya. Para pedagang akan menjual sayur dan