• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PERMUKIMAN TUMBUH DIATAS LAHAN BENCANA LUMPUR LAPINDO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PERMUKIMAN TUMBUH DIATAS LAHAN BENCANA LUMPUR LAPINDO"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

46

TUMBUH DIATAS LAHAN BENCANA LUMPUR LAPINDO

Analisis konsep perencanaan merupakan proses dalam menentukan apa saja yang akan dirumuskan sebagai konsep perencanaan melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu. Dalam analisis konsep perencanaan dan perancangan, hal yang akan dibahas meliputi pemilihan lokasi percontohan permukiman, pelaku kegiatan sekaligus jumlah pelakunya, dan pola aktivitas kegiatan, peruangan yang meliputi kebutuhan ruang, hubungan wilayah-wilayah rancangan kota, penentuan

site dan analisis kondisi eksisting site, penzoningan dalam tapak, pencapaian bangunan, penzoningan dan orientasi, serta analisis pendekatan konsep desain bangunan yang meliputi konsep dasar, analisis gubahan massa, analisis tampilan bangunan, dan analisis sistem struktur.

IV.1 Analisis Tapak dan Pemilihan Lokasi

Analisis pemilihan lokasi didasarkan pada kondisi wilayah terdampak saat ini, dengan memperhitungkan kemungkinan kondisi di masa yang akan datang. Beberapa aspek menjadi penilaian penting, yaitu:

1. Kondisi lumpur

2. Jarak dengan pusat semburan

Dua aspek ini akan ditinjau secara mandiri kemudian masing-masing analisis akan dikombinasikan untuk dapat menentukan lokasi yang paling memungkinkan untuk dibangunnya Permukiman Tumbuh ini.

IV.1.1 Kondisi Lumpur

Satu dekade telah terlewati, saat ini semburan lumpur sudah tidak sebesar seperti kondisi di tahun pertama terjadi tragedi. Tanggul lumpur saat ini telah mencapai tinggi 12-15 meter dengan luas area sekitar 650 hektar, beberapa titik masih aktif teraliri lumpur dan

(2)

beberapa wilayah telah menjadi dataran lumpur kering seperti dipaparkan pada gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1. Kondisi Lumpur

Wilayah yang diwakili dengan warna merah merupakan wilayah dengan kerawanan tinggi karena sifat lumpur yang ada disana merupakan lumpur basah, area merah ditengah merupakan pusat semburan. Pada perencanaan awal, permukiman akan dibangun dalam wilayah aman di atas lumpur kering.

IV.1.2 Jarak Dengan Pusat Semburan

Semburan lumpur tidak hanya mengeluarkan lumpur panas, melainkan juga gas panas yang cukup berbahaya jika manusia terus-menerus menghirupnya, dikarenakan itu diperlukan analisa mengenai jarak aman. Pada survey terakhir pengunjung yang ingin mengamati pusat semburan hanya diperbolehkan mendekati sampai berjarak sekitar 300 meter dari pusat semburan.

Dengan melihat pemetaan pada gambar 4.2 kita dapat melihat area yang masih aman dan tidak aman berdasarkan pada jaraknya dengan pusat semburan. Wilayah dengan jarak lebih dari 1 km merupakan yang paling aman karena dampak gas sudah tidak terasa

(3)

lagi pada jarak ini, ditambah dengan kuantitas dan frekuensi semburan yang sudah tidak sebesar dahulu.

Gambar 4.2. Pemetaan Wilayah Berdasar Jarak Kepada Pusat Semburan

Area dengan lingkaran radius terbagi menjadi tiga wilayah berdasarkan tingkat keamanannya dari paparan gas semburan seperti yang terlihat pada gambar 4.2.

1. Lingkaran merah : menandakan wilayah berbahaya rawan paparan gas dengan jarak sekitar 500 meter sekitar pusat semburan.

2. Lingkaran merah muda : wilayah penyesuaian ini merupakan jarak aman untuk pengamatan dan penelitian pusat semburan, tidak diperuntukkan untuk terlalu lama di wilayah ini karena masih ada sedikit gas yang terpapar.

3. Lingkaran Ungu : Area aman bagi para pekerja untuk mengelola lumpur dan wilayah dibangunnya dan letak alat berat pekerja.

IV.2 Analisis Kawasan Makro

Analisis kawasan makro merupakan analisis yang dirancang pertama karena dalam perancangan ini, lokasi ditentukan paling awal sebagai contoh

(4)

untuk kemudian diduplikasi dan dikembangkan, baru kemudian permasalahan dan persoalan diselesaikan dalam proses desain.

IV.2.1 Pola Bermukim

Penataan dan penentuan desain akhir dimulai dari penelitian tentang bagaimana masyarakat di daerah terdampak hidup dan tinggal sebelum bencana terjadi, pola yang kali ini akan diteliti adalah bagaimana kecenderungan masyarakat tinggal jika dikaitkan dengan fasilitas-fasilitas umum dan sarana dan prasarana kota.

IV.2.2 Zona Aktifitas

Kecenderungan tinggal dan tumbuh dekat dengan fasilitas adalah strategi manusia untuk mencapai kemudahan dalam menjalankan kesehariannya, dengan begitu kali ini akan diteliti bagaimana masyarakat hidup dan tinggal dengan fasilitas-fasilitas penunjang kota.

Gambar 4.3. Kondisi Sebelum Terdampak

Sebelum terjadi bencana, pola kehidupan yang muncul ialah masyarakat yang terdiri dari berbagai latar pekerjaan, mulai dari

(5)

petani, pedagang, hingga mereka yang bekerja di pabrik dan tambang. Keragaman ini memberikan pola dalam bagaimana bangunan-bangunan rumah tinggal berdiri.

IV.2.2.1 Sarana Transportasi

Dilihat dari gambar 4.1 kepadatan lebih banyak terjadi di dekat jalan besar yang menghubungkan Surabaya-Porong-Sidoarjo. Keberadaan wilayah strategis untuk kegiatan ekonomi pun dekat dengan jalan utama penguhubung kota tersebut.

Pada zona aktifitas ini dapat disimpulkan bahwa jalur transportasi merupakan tulang untuk daging-daging permukiman yang akan tumbuh dan berkembang, jalur transportasi juga menjadi roda utama penggerak putaran ekonomi wilayah sekitarnya.

Tabel 4.1. Kepadatan Berdasarkan Jarak dengan Jalan

Radius dari Jalan Kepadatan Kesimpulan

<100 meter ±50 permukiman Padat

100-200 meter ±40 permukiman Padat

200-300 meter ±30 permukiman Sedang

300-400 meter ±25 permukiman Sedang

400-500 meter ±15 permukiman Rendah

IV.2.2.2 Sarana Penunjang Perekonomian

Berdasarkan data mengenai kependudukan, penduduk yang termasuk ke dalam angkatan kerja terdapat lebih dari 10.000 pencari lahan pekerjaan. Sidoarjo termasuk kedalam wilayah yang memiliki bidang industri terbesar dan memiliki sejarah baik dalam pengembangan perekonomian Jawa Timur.

Pabrik dan pertanian banyak ditemui di sekitar wilayah terdampak, bahkan dalam sejarahnya wilayah terdampak termasuk kedalam wilayah strategis

(6)

perekonomian karena terdapat beberapa pabrik dan pasar yang kini telah tertutup lumpur lapindo.

Adanya pusat perekonomian seperti pasar juga lah yang kemudian dengan sendirinya membentuk pola aktifitas masyarakat disekitarnya, ada kecenderungan penempatan lokasi permukiman dari keberadaan pasar disana. Dapat kita lihat pada gambar 4.2 pemusatan permukiman terjadi di wilayah sekitar Pasar Baru Porong.

Gambar 4.4. Jarak Pusat Semburan Lumpur dengan Pasar Baru Porong

Tabel 4.2. Kepadatan Disekitar Pasar Baru Porong

Radius dari pasar Kepadatan Kesimpulan

<500 meter ±300 permukiman Padat

500 m - 1 km ±150 permukiman Sedang

1km - 2 km ± 50 permukiman Rendah

pusat semburan pasar baru porong

(7)

Dari tabel 4.2 dapat disimpulkan bagaimana masyarakat memiliki kecenderungan tinggal mendekati pusat perekonomian seperti Pasar baru Porong. Sifat hidup seperti ini sudah menjadi nilai bermukim yang telah diturunkan dari masa ke masa dan dengan jelas dapat menjadi informasi dan acuan dalam penataan permukiman tumbuh.

IV.2.2.3 Prasarana Penunjang Transportasi

Seperti pasar sebagai pusat perekonomian masyarakat, prasarana penunjang transportasi seperti terminal dan stasiun pun menjadi poros dalam tumbuh dan berkembangan permukiman pada khususnya dan kota pada umumnya.

Dengan adanya prasarana trasnportasi maka akan memudahkan masyarakat untuk bergerak, bergerak secara individu juga bergerak bersama dengan faktor-faktor kehidupan lain seperti kebutuhan primer kehidupan, sandang, pangan, dan papan yang sangat dibutuhkan. Secara jelas bagaimana prasarana transportasi juga ambil bagian dalam menciptakan lokasi strategis dalam pembangunan permukiman.

(8)

IV.3 Analisis Kawasan Meso

Analisis meso merupakan analisis yang digunakan untuk memahami kondisi perilaku-perilaku dari sebagian kelompok-kelompok kecil dalam suatu wilayah tertentu. Lingkungan dalam tingkat ini merupakan lingkungan manusia melakukan aktifitas yang akan dipersepsikan menurut pemahaman kelompok yang menempatinya. Selanjutnya lingkungan yang telah distrukturkan tersebut akan dicitrakan melalui kondisi peta mental lingkungan tersebut.

IV.3.1 Jalur Jalan Permukiman

Dalam pembahasan kali ini akan dikaji bagaimana sifat-sifat bangunan dan prasarana lain yang terbangun dengan orientasinya terhadap jalan-jalan penghubung dalam permukiman. Jalan memiliki karakteristiknya, pada pembahasan kali ini akan diteliti dari morfologi jalan, yaitu bentuk jalan. Terbagi menjadi tiga bagian, jalan lurus, jalan kelok, dan persimpangan jalan. Pada gambar 4.4 kita melihat bagaimana jalan permukiman menjadi tulang pertumbuhan masyarakat dan hunian. Jalan lurus menjadi bagian jalan yang akan diteliti pada pembahasan ini

Gambar 4.6. Kondisi Permukiman dan Jalan Dalam Area Terdampak Sebelum Terdampak

(9)

IV.3.1.1 Jalan Lurus

Gambar 4.7. Pemetaan Permukiman di Sepanjang Jalan Lurus

Tabel 4.3. Pembahasan Titik Satu pada Jalan Lurus

Jenis Bangunan Kepadatan Pola Bermukim Rencana

Perancangan Bangunan bermassa kecil ±70 permukiman dalam radius 150 meter

Pada bagian jalan ini bangunan cenderung padat dan berdekatan

Area disekitar jalan lurus akan lebih

dimanfaatkan untuk wilayah pembangunan permukiman

Tabel 4.4. Pembahasan Titik Dua pada Jalan Lurus

Jenis Bangunan Kepadatan Pola Bermukim Rencana

Perancangan Bangunan bermassa kecil dan sedang ±50 permukiman dalam radius 150 meter

Pada bagian jalan ini bangunan cenderung padat dan berdekatan

Area disekitar jalan lurus akan lebih dimanfaatkan untuk wilayah pembangunan permukiman 1. 2. 3. 4.

(10)

Tabel 4.5. Pembahasan Titik Tiga pada Jalan Lurus

Jenis Bangunan Kepadatan Pola Bermukim Rencana

Perancangan Bangunan bermassa kecil ±50 permukiman dalam radius 150 meter

Pada bagian jalan ini bangunan cenderung padat dan berdekatan

Area disekitar jalan lurus akan lebih

dimanfaatkan untuk wilayah pembangunan permukiman

Tabel 4.6 Pembahasan Titik Empat pada Jalan Lurus

Jenis Bangunan Kepadatan Pola Bermukim Rencana

Perancangan Bangunan bermassa kecil ±50 permukiman dalam radius 150 meter

Pada bagian jalan ini bangunan cenderung padat dan berdekatan

Area disekitar jalan lurus akan lebih

dimanfaatkan untuk wilayah pembangunan permukiman

Dengan pengamatan di beberapa titik yang digunakan dari gambar 4.5 dapat disimpulkan bagaimana jalan tidak berkelok cenderung memberi sifat kepada masyarakat setempat untuk membangun permukiman menyusuri jalan tersebut. Jenis bangunan lebih didominasi oleh rumah penduduk yang cenderung memiliki tingkat kepadatan tinggi. Beberapa hal yang akan diperhatikan untuk perancangan selanjutnya dari analisa tersebut adalah:

1.Pemanfaatan jalur lurus sebagai wilayah untuk dibangunnya permukiman tumbuh

2.Variasi modul bangunan yang akan muncul di wilayah ini cenderung bersifat seragam, tidak terlalu dibuat berbeda

(11)

IV.3.1.2 Jalan Berkelok

Pada pembahasan kali ini akan diteliti bagaimana jenis bangunan, sifat, dan orientasinya terhadap jalan berkelok. Berbeda dengan pembahasan sebelumnya mengenai jalan lurus, bagian jalan yang berkelok tentunya akan memberikan pengaruh terhadap orientasi bangunan yang terbangun.

Jalan menjadi berkelok dipengaruhi faktor kondisi alam yang ada, juga bagaimana orientasi wilayah terjadi karena faktor masyarakat yang hidup sebelum jalan tersebut dibangun. Namun, dalam perkembangannya jalan yang sebelumnya dibuat karena mengikuti keadaan lambat laun berubah peran menjadi pusat orientasi pembangunan.

(12)

Tabel 4.7. Pembahasan Titik Satu pada Jalan Berkelok

Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana

Perancangan Bangunan bermassa kecil Beberapa area terbuka disekitar kelokan ±25 permukiman dalam radius 150 meter

Pada sudut jalan terjadi pengosongan area, tidak terdapat massa bangunan Terkait area kosong pada simpangan, dapat direncanakan sebagai ruang terbuka untuk masyarakat Tabel 4.8. Pembahasan Titik Dua pada Jalan Berkelok

Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana

Perancangan Bangunan bermassa kecil Beberapa area terbuka disekitar kelokan ±30 permukiman dalam radius 150 meter

Pada sudut jalan terjadi pengosongan area, tidak terdapat massa bangunan Terkait area kosong pada simpangan, dapat dirancangkan ruang terbuka untuk masyarakat

Tabel 4.9. Pembahasan Titik Tiga pada Jalan Berkelok

Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana

Perancangan Bangunan bermassa kecil dan sedang Beberapa area terbuka disekitar kelokan ±30 permukiman dalam radius 150 meter

Pada sudut jalan terjadi pengosongan area, tidak terdapat massa bangunan Terkait area kosong pada simpangan, dapat dirancangkan ruang terbuka untuk masyarakat

Tabel 4.10. Pembahasan Titik Empat pada Jalan Berkelok

Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana

Perancangan Bangunan bermassa kecil Beberapa area terbuka disekitar kelokan ±30 permukiman dalam radius 150 meter Terbentuknya beberapa ruang bersama di dekat perkelokan jalan Terkait area kosong pada sudut jalan, dapat

dirancangkan ruang terbuka untuk masyarakat

(13)

Dengan pengamatan di beberapa titik perkelokan pada gambar 4.6 dapat kita pahami bagaimana masyarakat memberi respon terhadap bentuk jalan, perkelokan cenderung dimanfaatkan sebagai ruang lebur untuk digunakan bersama dengan memberinya keleluasaan fungsi. Kecenderungan masyarakat untuk tidak membangun di area perkelokan memberi lagi satu kata kunci untuk permukiman tumbuh yang akan di desain disana, pemanfaatan are di sekitar kelokan menjadi ruang terbuka untuk publik.

IV.3.1.3 Jalan Persimpangan

Setelah memahami bagaimana satu jalan dapat memberi kecenderungan dalam membangun kepada masyarakat, pada pembahasan kali ini akan diteliti seperti apa pola bermukim yang muncul disekitar pertemuan-pertemuan beberapa jalan.

Persimpangan adalah bagian menarik dari sebuah kota, persimpangan memiliki kecenderungan bertemunya beberapa sifat yang masing-masing jalan miliki, kita mengenal dikotomi jalan pasar, jalan perumahan, dan jalan-jalan yang lain, kemudian bagaimana persimpangan meleburkan itu semua. Terdapat tiga titik persimpangan di sepanjang wilayah yang akan direncanakan terbangun percontohan permukiman tumbuh.

(14)

Gambar 4.9. Pengamatan Persimpangan Pada Site Sebelum Terdampak

Tabel 4.11. Pembahasan Titik Satu pada Persimpangan Jalan

Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana

Perancangan Bangunan

bermassa kecil, sedang, dan besar

±60 permukiman dalam radius 150 meter Bangunan lebih bervariasi dalam ukuran massa Kepadatan tidak terlalu tinggi Lebih banyak memiliki ruang terbuka Persimpangan dapat dimanfaatkan sebagai area multifungsi tidak hanya untuk ruang terbuka, juga menjadi titik pergerakan ekonomi masyarakat

(15)

Tabel 4.12. Pembahasan Titik Dua pada Persimpangan Jalan

Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana

Perancangan Bangunan bermassa kecil, sedang, dan besar ±60 permukiman dalam radius 150 meter Bangunan lebih bervariasi dalam ukuran massa Kepadatan tidak terlalu tinggi Lebih banyak memiliki ruang terbuka Persimpangan dapat dimanfaatkan sebagai area multifungsi tidak hanya untuk ruang terbuka, juga menjadi titik pergerakan ekonomi masyarakat

Tabel 4.13. Pembahasan Titik Tiga pada Persimpangan Jalan

Jenis Bangunan Kepadatan Sifat Bermukim Rencana

Perancangan Bangunan bermassa kecil, sedang, dan besar ±30 permukiman dalam radius 150 meter Bangunan lebih bervariasi dalam ukuran massa Kepadatan tidak terlalu tinggi Lebih banyak memiliki ruang terbuka Persimpangan dapat dimanfaatkan sebagai area multifungsi tidak hanya untuk ruang terbuka, juga menjadi titik pergerakan ekonomi masyarakat

Keunikan persimpangan pun memberikan banyak gambaran tentang bagaimana pola kehidupan masyarakat yang ada saat itu. Dari tiga titik persimpangan dapat kita pahami bersama bagaimana masyarakat yang tinggal disana merupakan perpaduan dari kesatuan ragam yang dibawa masing-masing jalan, sehingga terdapat perbedaan bangunan dari segi skala, komponen bangunan, hingga

(16)

fungsi yang ada tidak hanya untuk tinggal. Persimpangan bisa dikatakan sendi yang menghubungkan tulang tulang jalan kota. Pada persimpangan nantinya tidak hanya sebagai ruang terbuka untuk masyarakat, tapi juga akan dikonsentrasikan sebagai titik perekonomian. Dimanfaatkan sebagai area bisnis dan perdagangan.

IV.4 Analisis Mikro Permukiman

Analisis mikro kali ini merupakan penelitian yang membahas lingkungan yang secara langsung berkaitan dengan sifat bermukim manusia,yaitu rumah. Rumah yang dikaji adalah jenis-jenisnya berdasarkan komponen-komponen yang membentuk seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan teori sebelumnya.

Komponen rumah dipilih sebagai acuan karena keterbatasan akses penulis kepada bentuk nyata kehidupan masyarakat pada wilayah terdampak, kini kondisi wilayah sudah sepenuhnya tertutup lumpur dan berada di dalam wilayah tanggul lumpu lapindo.

IV.4.1 Rumah Beserta Tanah

Komponen paling sederhana dalam sebuah rumah ialah bangunan rumah itu sendiri dengan pekarangan, biasanya meskipun kecil rumah tetap memiliki pekarangan. Pemetaan rumah sederhana ini dimaksudkan untuk meneliti pola bermukim masyarakat tentang bagaimana orientasi dan dominasi jenis-jenis rumah di wilayah yang akan dibangun sebelum terdampak lumpur lapindo.

(17)

Gambar 4.10. Pemetaan Rumah dengan Komponen Rumah dan Pekarangan

Dari pemetaan pada gambar 4.8 dapat diambil beberapa informasi untuk rumah dengan jenis komponen rumah dan pekarangan :

1. Rumah dengan jenis komponen ini memiliki kecenderungan berlokasi pada jalan-jalan panjang tidak bersimpang

2. Tersebar dan lebih merata

3. Tidak terpaku pada keberadaan persimpangan maupun kelokan

IV.4.2 Rumah Beserta Pekarangan dan Bangunan Lain

Pada jenis ini rangkaian rumah memiliki bagian tambahan yaitu komponen bangunan lain. Bangunan ini bisa difungsikan sebagai rumah atau memiliki alternatif fungsi yang lain seperti toko, bengkel, atau gudang. Karena fungsinya yang lain, maka akan dikaji bagaimana kecenderungan rumah jenis ini terhadap keberadaan jalan penghubung.

Dapat kita lihat pada gambar 4.9 dapat diambil beberapa informasi untuk rumah dengan jenis komponen ini, yaitu:

1. Memiliki kecenderungan berada pada perkelokan juga jalan persimpangan.

2. Sifat bermukim masyarakat dengan jenis rumah ini lebih mengelompok

(18)

Gambar 4.11. Pemetaan Rumah Berkomponen Tambahan Bangunan Lain

IV.4.3 Rumah Kompleks

Rumah jenis komponen ini memiliki beberapa massa bangunan juga pekarangan yang tidak selalu berada di bagian luar area rumah. Jenis komponen ini biasanya memiliki fungsi tidak hanya sebagai rumah tetapi juga bisa memiliki fungsi lain seperti terdapat usaha rumahan, atau juga bentuk kegiatan lain.

Jika dilihat pada gambar 4.10 kita dapat menemukan beberapa informasi mengenai rumah dengan komponen kompleks, seperti: 1. Kecenderungan memiliki lokasi agak jauh dari jalan utama 2. Sifat berkelompok yang lebih kuat di beberapa titik

Gambar 4.12. Pemetaan Rumah dengan Jenis Komponen Kompleks

IV.4.4 Analisa Peruangan

IV.4.4.1 Analisis Pelaku Kegiatan

Bertujuan untuk menentukan siapa saja yang akan menghuni dan menggunakan permukiman tumbuh dengan

(19)

konsep metabolism. menentukan pelaku kegiatan juga untuk menentukan kebutuhan ruang apa saja yang dibutuhkan. Pelaku kegiatan dirumuskan berdasarkan preseden dari hunian bertingkat (permukiman tumbuh, apartemen, hotel dan ruang publik). Pelaku kegiatan permukiman tumbuh dengan konsep metabolism adalah 1. Pelaku kegiatan utama

 Penghuni Rumah

Adalah orang-orang yang tinggal di rumah (kapsul)

sebagai tempat tinggalnya. Penghuni rumah

dikelompokkan menurut usia yaitu;

a.Anak, termasuk remaja. Berusia dari 0-25 tahun

b.Dewasa, berusia 26-45 tahun. Dewasa termasuk yang masih hidup sendiri maupun sudah suami-istri.

c.Lansia, berusia 46 tahun ke atas. 2. Pelaku kegiatan pendukung

 Pengunjung

Adalah orang-orang yang mempunyai kepentingan dengan penghuni permukiman tumbuh maupun fasilitas pelayanan di permukiman tumbuh.

IV.4.4.2 Analisis Kegiatan

Kegiatan utama  Menghuni Kegiatan pendukung  Rekreasi  Bersosial  Edukasi  Ibadah  Jual beli  Pelayanan kesehatan

(20)

 Pelayanan keamanan

 Operasional

IV.4.4.3 Analisis Kebutuhan dan Ruang

Faktor yang menjadi dasar pertimbangan adalah:

 Kebutuhan ruang

 Tingkat kebutuhan

 Jumlah penghuni

 Sirkulasi

Dasar pertimbangan yang digunakan dalam penentuan besaran ruang sebagai berikut:

 Jumlah kapasitas pengguna

 Kebutuhan dan besaran perabot

 Kebutuhan flow/ruang gerak menurut jenis kegiatan, dengan penentuan sebagai berikut:

a. 10% standart minimum

b. 20% kebutuhan keleluasaan sirkulasi c. 30% kebutuhan kenyamanan fisik d. 40% kebutuhan kenyamanan pikologi e. 50% tuntutan persyaratan spesifik kegiatan f. 60% keterlibatan terhadap servis kegiatan

g. 70%-100% keterkaitan dengan banyaknya kegiatan pada ruang publik

 Perhitungan standar dengan referensi Data Arsitek (Neufert, 1996)

 Perhitungan asumsi a. Studi kasus b. Survei c. Pengamatan

(21)

IV.4.4.4 Tipologi hunian

Bertujuan untuk menentukan tipe-tipe hunian pada permukiman tumbuh dengan penerapan metabolism. Kebutuhan fisiologis adalah paling awal yang harus dipenuhi atau kebutuhan utama yang berkaitan dengan jasmani manusia. Kebutuhan tersebut yaitu :

 Makan : dapur, pantry, ruang makan

 Istirahat : kamar tidur

 Ekskresi : kamar mandi

 Respirasi : diwujudkan bukan dengan ruang tambahan, tetapi membuat ruang yang layak untuk tinggal dengan besaran ruang yang cukup dan sirkulasi udara yang baik.

Menurut Data Arsitek, besaran ruangan minimal untuk dapat bernafas dengan baik bagi orang dewasa adalah 16-24 m3 dan bagi anak-anak 8-12 m3. Dari kebutuhan dasar tersebut dapat menentukan besaran minimal untuk hunian.

Tabel 4.14. Ruang Berdasarkan Kebutuhan Dasar Manusia

Kebutuhan Wadah Kebutuhan Luas

Ruang Perabot Ukuran

(m)

(m) (m2)

Istirahat Kamar tidur Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8

Meja 1 x 0,6

Lemari 2 x 0.6

Makan Dapur Kompor 0,6 x 0,6 3 x 1,8 5,4

Meja kerja 0,9 x 0,6

Bak cuci piring 0,9 x 0,6 Tempat pengering 0,6 x 0,6 Ekskresi Kamar mandi Area shower 1,7 x 0,75 2,25 x 1,7 3,825 Wastafel 0,6 x 0,6 Kloset 0,6 x 0,4 Jumlah 17,025 + 30% = 24 m2 (6 x 4)

(22)

Modul yang digunakan adalah 6 x 4, ukuran tersebut dapat dilipat gandakan, namun untuk panjang atau menjorok ke luar (6) dibatasi 2 kali yaitu 2(6) = 12 meter.

Untuk ketinggian hunian tapak dibatasi dengan ketinggian 3 lantai, pada permukiman tumbuh ini ketinggian tiap lahan dibatasi 2 lantai dengan tiap lantainya 3,5m.

Tabel 4.15. Rata-Rata Penduduk per Rumah Tangga

Kecamatan Rumah

Tangga

Jumlah Penduduk

Rata-rata Penduduk per Rumah Tangga Sidoarjo 17.088 57.887 3,38 Buduran 21.445 75.885 3,53 Candi 35.859 130.494 3,63 Porong 15.184 63.599 4,18 Krembung 27.830 82.293 2,95 Tulangan 19.878 79.706 4,00 Tanggulangin 43.947 147.564 3,35 Jabon 45.388 177.143 3,90 Krian 25.157 93.439 3,71 Balongbendo 19.512 73.745 3,77 Wonoayu 21.886 78.633 3,59 Tarik 32.202 128.026 3,97 Prambon 20.809 71.200 3,42 Taman 46.849 158.668 3,38 Waru 8.704 31.279 3,59 Gedangan 40.351 122.555 3,03 Jumlah 442.089 1.572.105 3,58

Untuk tipe-tipe hunian dibuat menjadi 3 tipe berdasarkan jumlah penghuni. Rata-rata jumlah penghuni tiap rumah tangga di Kecamatan Porong adalah 3,58 jiwa per rumah tangga. Diasumsikan bahwa tipe hunian kebanyakan adalah untuk hunian berpenghuni 3 dan 4 orang, sedangkan tipe hunian lainnya adalah hunian dengan 1 dan 2 jiwa untuk jumlah penghuni kurang dari 3 dan hunian dengan 5 jiwa untuk penghuni lebih dari 4.

(23)

Tabel 4.16. Kebutuhan Ruang Hunian

Kebutuhan Wadah Kebutuhan Luas

Ruang Perabot Ukuran

(m) (m) (m2) Istirahat Kamar tidur (tunggal) Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 Meja 1 x 0,6 Lemari 2 x 0.6 Kamar tidur (ganda) Tempat tidur 2 x 2 3,6 x 3,5 12,6 Meja 2(0,75 x 0,75) Lemari 3,5 x 0,6

Makan Dapur Kompor 0,6 x 0,6 3 x 1,8 5,4

Meja kerja 0,9 x 0,6 Bak cuci piring 0,9 x 0,6

Tempat pengering

0,6 x 0,6

Pantry Meja pantry 1,8 x 1,45 3 x 1,8 5,4

Lemari penyimpanan 1,8 x 0,6 Ruang makan Meja makan 1,8 x 1,8 3,24 Ekskresi Kamar mandi Area shower 1,7 x 0,75 2,25 x 1,7 3,825 Wastafel 0,6 x 0,6 Kloset 0,6 x 0,4 Servis Ruang servis Mesin cuci 0,6 x 0,6 3,92 + (3,92 x Sirkulasi 70%) 6,664 Tempat pakaian kotor 0,6 x 0,6 Lemari penyimanan/rak pakaian 1 x 0,6 Meja setrika 1 x 0,6 Ruang jemur 2 x 1 Lainnya Gudang 3 x 2 6 Balkon 4 x 3 12 Ruang keluarga 5 x 4 20 Ruang tamu 4 x 3 12

Hunian dibuat dalam 3 macam berdasarkan jumlah penghuni yaitu:

1. Hunian dengan satu sampai dua orang penghuni (suami dan istri)

(24)

2. Hunian dengan tiga sampai empat orang penghuni (suami, itri dan anak)

3. Hunian dengan lima orang penghuni atau lebih (suami, istri dan tiga orang anak)

Tabel 4.17. Kebutuhan Ruang Hunian Dua Orang

Kebutuhan Wadah Kebutuhan Luas

Ruang Perabot Ukuran

(m) (m) (m2) Istirahat Kamar tidur (ganda) Tempat tidur 2 x 2 3,6 x 3,5 12,6 Meja 2(0,75 x 0,75) Lemari 3,5 x 0,6

Makan Dapur Kompor 0,6 x 0,6 3 x 1,8 5,4

Meja kerja 0,9 x 0,6 Bak cuci piring 0,9 x 0,6

Tempat pengering 0,6 x 0,6 Ekskresi Kamar mandi Area shower 1,7 x 0,75 2,25 x 1,7 3,825 Wastafel 0,6 x 0,6 Kloset 0,6 x 0,4 Servis Ruang servis Mesin cuci 0,6 x 0,6 3,92 + (3,92 x Sirkulasi 70%) 6,664 Tempat pakaian kotor 0,6 x 0,6 Lemari penyimanan/rak pakaian 1 x 0,6 Meja setrika 1 x 0,6 Ruang jemur 2 x 1 Ruang keluarga 5 x 4 20 Jumlah 48,489 + 30% = 63,0357 m2 = 64 m2

(25)

Tabel 4.18. Kebutuhan Ruang Hunian Empat Orang

Kebutuhan Wadah Kebutuhan Luas

Ruang Perabot Ukuran

(m) (m) (m2) Istirahat Kamar tidur (tunggal ) Anak 1 Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 Meja 1 x 0,6 Lemari 2 x 0.6 Kamar tidur (tunggal ) Anak 2 Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 Meja 1 x 0,6 Lemari 2 x 0.6 Kamar tidur (ganda) Tempat tidur 2 x 2 3,6 x 3,5 12,6 Meja 2(0,75 x 0,75) Lemari 3,5 x 0,6

Makan Dapur Kompor 0,6 x 0,6 3 x 1,8 5,4

Meja kerja 0,9 x 0,6 Bak cuci piring 0,9 x 0,6

Tempat pengering

0,6 x 0,6

Pantry Meja pantry 1,8 x

1,45 3 x 1,8 5,4 Lemari penyimpanan 1,8 x 0,6 Ruang makan Meja makan 1,8 x 1,8 3,24 Ekskresi Kamar mandi utama Area shower 1,7 x 0,75 2,25 x 1,7 3,825 Wastafel 0,6 x 0,6 Kloset 0,6 x 0,4 Kamar mandi Area shower 1,7 x 0,75 2,25 x 1,7 3,825 Wastafel 0,6 x 0,6 Kloset 0,6 x 0,4 Servis Ruang servis Mesin cuci 0,6 x 0,6 3,92 + (3,92 x Sirkulasi 70%) 6,664 Tempat pakaian kotor 0,6 x 0,6 Lemari penyimanan/rak pakaian 1 x 0,6 Meja setrika 1 x 0,6 Ruang jemur 2 x 1

(26)

Lainnya Gudang 3 x 2 6 Balkon 4 x 3 12 Ruang 5 x 4 20 keluarga Ruang tamu 4 x 3 12 Jumlah 106,554 + 30% = 138,5202 m2 = 140 m2

Tabel 4.19. Kebutuhan Ruang Hunian Lima Orang

Kebutuhan Wadah Kebutuhan Luas

Ruang Perabot Ukuran

(m) (m) (m2) Istirahat Kamar tidur (tunggal) Anak 1 Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 Meja 1 x 0,6 Lemari 2 x 0.6 Kamar tidur (tunggal) Anak 2 Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 Meja 1 x 0,6 Lemari 2 x 0.6 Kamar tidur (tunggal) Anak 3 Tempat tidur 2 x 0,9 3 x 2,6 7,8 Meja 1 x 0,6 Lemari 2 x 0.6 Kamar tidur (ganda) Tempat tidur 2 x 2 3,6 x 3,5 12,6 Meja 2(0,75 x 0,75) Lemari 3,5 x 0,6

Makan Dapur Kompor 0,6 x 0,6 3 x 1,8 5,4

Meja kerja 0,9 x 0,6 Bak cuci piring 0,9 x 0,6

Tempat pengering

0,6 x 0,6

Pantry Meja pantry 1,8 x

1,45 3 x 1,8 5,4 Lemari penyimpanan 1,8 x 0,6 Ruang makan Meja makan 1,8 x 1,8 3,24 Ekskresi Kamar mandi utama Area shower 1,7 x 0,75 2,25 x 1,7 3,825 Wastafel 0,6 x 0,6 Kloset 0,6 x 0,4 Kamar mandi Area shower 1,7 x 0,75 2,25 x 1,7 3,825

(27)

Wastafel 0,6 x 0,6 Kloset 0,6 x 0,4 Servis Ruang servis Mesin cuci 0,6 x 0,6 3,92 + (3,92 x Sirkulasi 70%) 6,664 Tempat pakaian kotor 0,6 x 0,6 Lemari penyimanan/rak pakaian 1 x 0,6 Meja setrika 1 x 0,6 Ruang jemur 2 x 1 Lainnya Gudang 3 x 2 6 Balkon 4 x 3 12 Ruang keluarga 5 x 4 20 Ruang tamu 4 x 3 12 Jumlah 114,354 + 30% = 148,6602 m2 = 150 m2

Masing masing kaveling memiliki lebar 4m, 1 kaveling untuk hunian dengan penghuni 1-2 dan 2 kaveling untuk hunian dengan penghuni 3-5. Luas maksimal yang dapat digunakan di tiap satu kaveling yaitu 4 x 12 = 48m2 (dua modul).

Luas lantai yang direncanakan 2.400 x 9 (lantai) = 21.600 m2.

Luas lantai 21.600 m2 / 48 (maksimal luas tiap kaveling) = 450 kaveling.

Karena rata-rata jumlah penghuni tiap keluarga adalah 3-4 orang maka :

1-2 penghuni/hunian = 50 kaveling

3-5penghuni/hunian = 400 kaveling : 2 = 200 kaveling ganda

Jadi ada 200 kaveling ganda yang merupakan gabungan dari dua kaveling dengan lebar 2 x 4 (tiap kaveling) = 8 m2 . Tiap kaveling memiliki batasan jumlah lantai yaitu dua lantai, luas lantai maksimal pada tiap kaveling adalah 2 (jumlah lantai maksimum) x 48m2 (luas lantai maksimum) = 96 m2

(28)

Untuk kaveling ganda luas lantai maksimal pada tiap kaveling adalah 2 (jumlah lantai maksimum) x 96m2 (luas lantai maksimum) = 192 m2.

Tabel 4.20. Kebutuhan Ruang Publik

Kebutuhan Ruang Ukuran (m) Ukuran

(m2)

Luas (m2) Balai

Pengobatan

Ruang Konsultasi dokter 3 x 2 6 60

Ruang periksa dan tindakan

3 x 3 9

Ruang administrasi 3 x 3 9

Ruang penyimpanan 3 x 3 9

Ruang tunggu pasien 5 x 3 15

Kamar mandi 1,7 x 1,55 x

(2)

2,635

Tempat cuci tangan 1,55 x 1,45 2,2475

Area bermain anak 3 x 2 6

Masjid Ruang shalat imam dan

khotbah

4 x 3 12 793

Ruang utama masjid 1,2 x 0,7 (500)

420

Ruang pengelola masjid 4 x 3 12

Gudang (tempat peralatan)

3 x 2 6

Tempat wudhu pria 3 x 1,6 4,8

kamar mandi pria 1,7 x 0,9 (3) 4,59

Tempat wudhu wanita 3 x 1,6 4,8

kamar mandi wanita 1,7 x 0,9 (3) 4,59

Perpustakaan 14 x 10 140

Retail Ruang utama toko 4 x 4 16 480

Kasir 1,8 x 1,27 2,286

Gudang 3 x 2 6

Jumlah 6 x 4 x (20)

Lainnya Hall 9 x 4 x (4) 72

Taman 1.500

Taman bermain anak 500

(29)

Tabel 4.21. Kebutuhan Ruang Pelayanan

Kebutuhan Ruang Ukuran

(m) Ukuran (m2) Jumlah (m2) Ruang pengelola permukiman tumbuh Ruang tamu 4 x 3 12 64 Ruang kerja 4 x 3 12 Ruang rapat 5 x 4 20 Ruang penyimpanan 3 x 3 9 Kamar mandi 1,7 x 0,9 1,53 Gudang 3 x 3 9

Ruang keamanan Pos penjaga 2 x 2 4 4

Ruang kebersihan dan perawatan Ruang penyimpanan peralatan 2 x 2 4 8 Kamar mandi 1,7 x 0,9 x (2) 3,06

Ruang listrik Ruang panel listrik 3 x 3 9 24

Ruang generator 5 x 3 15

Ruang air Ruang pompa 5 x 3 15 60

Ruang bak penampungan air

3 x 3 x (5) 45

Ruang sampah Bak penampungan

sampah permukiman tumbuh

3 x 3 9 9

Ruang vertikal Shaft sampah 1 x 0,6 x

(5)

3 80

Shaft utilitas tiap lantai 1 x 0,6 x (5) 3 Tangga darurat 6 x 4 24 Lift 2,6 x 1,8 x 2 x (5) 46,8 Jumlah 249 m2

(30)

Tabel 4.22. Kebutuhan Ruang Parkir

Kebutuhan Ruang Ukuran (m) Ukuran

(m2)

Jumlah (m2)

Parkir Pakir Pengunjung 5 x 2,35 x

(250)

2937,5 10.795

Parkir Parkir Penghuni 5 x 2,35 x (250)

2937,5 Parkir Kendaraan Roda

Dua

2 x 0,8 x (250) 475

Sirkulasi 6.350 x 70% 4.445

Parkir Kendaraan Berat 12 x 4 48 81,6

Sirkulasi 48 x 70% 33,6

Jumlah 10.876,6 m2

Tabel 4.23. Jumlah Besaran Ruang

Hunian 21.600 m2

Publik 3.405 m2

Pelayanan 249 m2

Parkir 10.876,6 m2

Gambar

Gambar 4.1. Kondisi Lumpur
Gambar 4.2. Pemetaan Wilayah Berdasar Jarak Kepada Pusat Semburan
Gambar 4.3. Kondisi Sebelum Terdampak
Tabel 4.1. Kepadatan Berdasarkan Jarak dengan Jalan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, diharapkan nantinya seniman Indonesia mampu untuk memanfaatkan perkembangan teknologi agar dapat menciptakan sebuah karya seni modern yang

Setelah dilakukan uji Anova dan dilanjutkan dengan uji LSD terbukti bahwa pemberian fraksi heksan maupun fraksi metanol ekstrak biji pepaya lokal Bali yang masih muda

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa gambaran secara umum untuk keterampilan proses siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Makassar setelah diajar melalui

Skala yang digunakan untuk mengukur data penelitian adalah skala tingkah laku prososial yang dibuat oleh Carlo dan Randall (2002, hal.31-44) yang bernama

Oleh karena itu, kemampuan penyesuatan diri seorang anak merupakan faktor yang penting untuk melalui dan menguasai tugas -tugas perkembangan pada masa kanak-kanak

Sedangkan pengertian Village dalam konsep saya adalah Desa, karena saya mengedepankan Ruang Terbuka Hijau untuk resapan air Hujan dan sarana Fasilitas umum bisa berkaitan

Adrenalin terhadap Pola Respon Mobilitas Sel Imunokompeten dalam Darah Tikus

Tanggal 1 Maret 2009 diterbitkan Obligasi 10 tahun dengan nilai pari $ 800,000 suku bunga 6% yang dibayar tengah tahunan pada tanggal 1 Januari dan 1 Juli.