13
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
STUDENT
TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION
UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS
BELAJAR MATEMATIKA SISWA
SMPN 3 PADANG
Amalina1), Lutfian Almash2), Minora Longgom Nasution3)
1) FMIPA UNP, email: alin_ku@yahoo.com 2,3) Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
Abstract
Many problems in our life need mathematics to solve it. So that, students must have sufficient mathematical skills in order to prepare the students for their life in modern area. For make it happened, mathematics teacher in the school have to increase active participation of all students in the classroom. But in reality, the characteristic in teaching learning process still in teacher centered. Only a few students are active during learning mathematics. So, This research has suggested a shift from teacher centred instruction towards more active participatory learning methods by implement cooperative learning model type student teams achievement division as one way to improve the quality of the learning process. The research reflects that cooperative learning this type makes teaching learning more enjoyable and improve student learning activities.
Keywords : Cooperative Learning Model, Student Teams Achievement Division, student activity.
PENDAHULUAN
Aktivitas belajar pada dasarnya tidak hanya terjadi di dalam kegiatan internal belajar mengajar, tetapi juga terjadi di luar kegiatan tersebut. Namun aktivitas belajar yang konkrit dan lebih bisa diamati adalah aktivitas belajar siswa ketika kegiatan
belajar mengajar dilaksanakan sedangkan
pengalaman belajar hanya mungkin diperoleh jika
siswa dengan keaktifannya sendiri dapat
berinteraksi terhadap lingkungannya. Dengan demikian, pembentukan pengalaman belajar dan pengetahuan baru siswa tidak akan terbentuk dengan sendirinya tapi harus melalui suatu proses.
Begitu juga dengan pengetahuan tentang matematika. Ia terbentuk tidak hanya dengan menerima saja apa yang diajarkan, serta menghafal rumus-rumus dan metode-metode yang diberikan, melainkan dengan membangun makna dari apa yang dipelajari. Menurut Montessori dalam Sardiman (2010) ”Anak-anak memiliki tenaga untuk berkembang sendiri dan membentuk sendiri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan
mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa yang lebih banyak berperan dalam pembentukan diri seseorang adalah aktivitas dari anak itu sendiri, sedangkan pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan dilakukan oleh anak didik.
Hal di atas juga berlaku dalam kegiatan belajar matematika. Tanpa ada aktivitas, proses belajar terjadi dengan kualitas yang rendah. Guru seharusnya dapat mengatur ruang kelas sedemikian rupa menjadi laboratorium pendidikan yang mendorong siswa bekerja sendiri. Oleh karena itu, selama pembelajaran siswa harus aktif berbuat.
Permasalahan yang dijumpai di kelas VIII SMP Negeri 3 Padang berdasarkan hasil observasi dari tanggal 16 Februari 2012 sampai 22 Februari 2012 adalah pembelajaran di kelas masih terpusat pada guru yang mengakibatkan siswa kurang aktif dalam pembelajaran matematika. Siswa yang aktif hanya siswa yang sama pada setiap pertemuan yaitu siswa yang memiliki kemampuan tergolong tinggi. Permasalahan lainnya adalah banyak siswa
14 yang lebih suka berdiskusi dengan temannya
namun guru belum memfasilitasi mereka untuk berdiskusi.
Untuk mengatasi keadaan di atas, guru hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja dalam kelompok kecil yang memiliki kemampuan berbeda tiap anggota kelompoknya dalam mendiskusikan suatu masalah, menentukan strategi penyelesaiannya, dan menyelesaikan masalah. Kelompok yang bersifat heterogen diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi siswa yang memiliki kemampuan dengan kategori
sedang dan rendah. Sedangkan yang
berkemampuan tinggi dapat lebih meningkatkan pemahamannya tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari.
Kondisi yang dikemukakan di atas merupakan karakteristik dari model pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division (STAD). Menurut Ibrahim (2000) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, (3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, (4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Menurut Slavin (2009) STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual dan rekognisi tim. Pada penelitian ini, pembelajaran kooperatif tipe STAD dilakukan dengan langkah - langkah sebagai berikut: guru menyampaikan materi pelajaran melalui persentasi kelas, kemudian siswa bergabung dalam tim atau kelompoknya yang terdiri dari empat atau lima orang yang sifatnya heterogen untuk mendiskusikan dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru melalui lembar
diskusi maupun LKS, selanjutnya guru
memberikan kuis secara individual kepada siswa. Skor hasil kuis tersebut di samping untuk menentukan skor individu juga digunakan untuk menentukan skor kelompoknya. Kelompok yang terbaik dengan nilai peningkatan kelompok paling tinggi akan diberi penghargaan berupa pujian atau hadiah berupa alat-alat tulis.
Penghargaan berupa pujian maupun hadiah berupa alat - alat tulis kepada kelompok dengan nilai peningkatan tertinggi berdasarkan nilai kuis
tiap anggota kelompoknya diharapkan dapat memotivasi setiap siswa dalam melakukan aktivitas belajar, karena melakukan aktivitas belajar merupakan cara yang dapat mereka gunakan untuk
meningkatkan pemahaman tentang materi
pembelajaran sehingga berpengaruh pada nilai kuis individu siswa sekaligus nilai peningkatan kelompoknya. Adapun langkah-langkah dalam menenetukan nilai peningkatan setiap kelompok adalah dengan menjumlahkan skor peningkatan
individu masing-masing anggota kelompok
kemudian membaginya dengan jumlah anggota kelompok yang hadir pada pertemuan hari itu. Sedangkan langkah-langkah untuk menghitung skor peningkatan individu yang dikemukakan oleh Ibrahim (2000) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1
Prosedur Penskoran Nilai Peningkatan Kelompok
1 2
Langkah 1 Menentukan skor dasar
Setiap siswa diberikan skor berdasaarkan skor kuis yang lalu
Langkah 2 Menghitung skor kuis terkini
Siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan dengan pelajaran terkini
Langkah 3 Menghitung skor Peningkatan individu
Siswa mendapatkan poin
peningkatan yang besarnya
ditentukan dengan
menggunakan skala yang
diberikan dibawah ini Lebih dari 10 poin di bawah skor
dasar
0 poin
10 hingga 1 poin di bawah skor dasar 10 poin
Skor awal hingga 10 poin di atas skor
awal 20 poin
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 poin
Nilai sempurna 30 poin
Sumber: Ibrahim (2000)
Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika selama diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas VIII SMPN 3 Padang.
15 METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan sebanyak empat
pertemuan dengan materi pembelajaran berupa luas
permukaan dan volume bangun ruang.
Pembelajaran model kooperatif tipe STAD ini diterapkan pada kelas sampel yaitu kelas VIII.3 dengan jumlah siswa sebanyak 35 orang dengan teknik pemilihan sampel secara acak.
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) tahap persiapan : melaksanakan observasi di SMPN 3 Padang untuk melihat pembelajaran yang diterapkan di kelas, meminta nilai ulangan MID semester II mata pelajaran
matematika kepada guru mata pelajaran,
menentukan jadwal penelitian, menentukan kelas
sampel, menganalisis materi pembelajaran,
kemudian mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan memvalidasinya kepada seorang guru matematika dan dua orang dosen jurusan matematika, membuat format lembar observasi untuk penilaian aktivitas belajar siswa selama pembelajaran, (2) tahap pelaksanaan : pada tahap ini peneliti melaksanakan skenario pembelajaran yang telah dibuat, dan (3) tahap penyelesaian : melakukan evaluasi terhadap pembelajaran dengan melakukan analisis terhadap hasil yang diperoleh.
Untuk melihat persentase siswa yang melakukan aktivitas pada setiap pertemuannya, seorang observer diminta untuk mencatat perkembangan aktivitas setiap siswa selama pembelajaran melalui lembar observasi yang telah disusun.
Dari data yang diperoleh melalui pengisian lembar observasi, dihitung persentase siswa yang melakukan setiap indikator aktivitas pada setiap pertemuan dengan cara menjumlahkan frekuensi siswa yang melakukan aktivitas dilambangkan
dengan F, kemudian dibagi dengan jumlah siswa
yang hadir dilambangkan dengan N, dikali dengan
100 %. Dapat juga ditulis dengan rumus
P= F/N x 100 %. Setelah diperoleh persentase
siswa yang melakukan aktivitas, dilihat kategori atau kriteria aktivitas berdasarkan persentase yang telah diperoleh. Kategori tersebut dikemukakan oleh Dimyati dan Mudijono (2002) yaitu : (a) jika
persentasenya berada pada 1 % < P ≤ 25 % maka
aktivitasnya tergolong sedikit sekali, (b) jika
persentasenya berada pada 25 % < P ≤ 50 % maka
aktivitasnya tergolong sedikit, (c) jika persentase
berada pada 50 % < P ≤ 75 % maka aktivitas
tergolong banyak, (d) jika persentasenya berada pada 75 % < P ≤ 100 % maka aktivitas tergolong banyak sekali.
Dalam menghitung skor nilai peningkatan kelompok digunakan nilai kuis masing - masing anggota kelompok. Langkah pertama menetapkan skor dasar yang diperoleh dari kuis pada pertemuan pertama selanjutnya dihitung nilai kuis pada pertemuan ke dua. Skor nilai peningkatan kelompok merupakan poin yang diperoleh dengan menggunakan Tabel 1 berdasarkan selisih kuis pada pertemuan ke dua dan pertama. Skor nilai peningkatan kelompok selanjutnya berdasarkan selisih nilai kuis pada pertemuan ke tiga dan ke dua, begitu seterusnya untuk skor penilaian peningkatan kelompok lainnya. Adapun kategori skor nilai peningkatan kelompok dikemukakan oleh Muliyardi (2002) yang diisajikan pada tabel berikut.
Tabel 2
Kategori Skor Penilaian Kelompok Nilai Rata-Rata kelompok
(NRT) Kategori 5 < NRT ≤ 14 14 < NRT ≤ 24 24 < NRT ≤ 30 Baik Hebat Super Sumber : Muliyardi (2002)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil observasi yang dilakukan oleh observer mengenai jumlah dan persentase siswa yang melakukan aktivitas untuk setiap indikator aktivitas yang diamati disajikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3
Jumlah dan Presentase Siswa yang Melakukan Aktivitas Selama Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD
Pertemuan ke- I II III IV Aktivitas Siswa Jmh % Jmh % Jmh % Jmh % 1 20 60.61 25 80.65 26 86.67 28 90.32 2 8 24.24 5 16.13 15 50 11 35.48 3 15 45.45 11 35.48 20 66.67 23 74.19 4 4 12.12 3 9.68 7 23.33 8 25.81 5 30 90.91 27 87.10 30 100 31 100 Jmh Siswa yang Hadir 33 31 30 31
16 Keterangan aktivitas siswa:
1. Menyimak penjelasan guru.
2. Mengemukakan pendapat.
3. Menjawab pertanyaan yang diajukan guru
selama pembelajaran berlangsung serta
mendiskusikan materi
pelajaran dengan teman kelompok.
4. Menanggapi penjelasan dari teman.
5. Mengerjakan LKS dalam kelompok dan
membuat catatan sendiri.
Pada tabel 3 terlihat bahwa persentase
siswa yang melakukan aktivitas selama
pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada umumnya mengalami peningkatan. Aktivitas yang paling banyak dilakukan adalah menyimak penjelasan guru, serta mengerjakan LKS dalam kelompok dan membuat catatan sendiri. Sedangkan aktivitas yang memiliki persentase paling rendah dari semua indikator aktivitas yang ada adalah menanggapi penjelasan teman.
Aktivitas siswa dalam menyimak
penjelasan guru khususnya pada awal pembelajaran berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3, terlihat bahwa pada pertemuan pertama persentasenya tergolong banyak. Hal ini disebabkan karena siswa sudah terbiasa dengan proses pembelajaran yang menuntutnya untuk mendengarkan penjelasan guru. Peningkatan jumlah siswa yang melakukan aktivitas ini ternyata terus terjadi hingga pertemuan ke empat. Akibatnya persentase siswa dalam menyimak penjelasan guru cendrung meningkat.
Hal serupa juga dijumpai pada persentase siswa yang melakukan aktivitas mengerjakan LKS dan membuat catatan sendiri. Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 terlihat aktivitas ini bahkan mengalami peningkatan yang sangat memuaskan karena persentase siswa yang melakukan aktivitas ini pada setiap pertemuan tergolong banyak sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan minat siswa dalam mengerjakan LKS dan membuat catatan sendiri tentang materi yang sedang dipelajari sangat tinggi.
Berbeda halnya dengan aktivitas siswa dalam menanggapi penjelasan teman. Persentase siswa yang melakukan aktivitas ini pada setiap pertemuan berdasarkan Tabel 3 tergolong sedikit sekali. Hal ini dikarenakan selama pembelajaran terlihat kebanyakan siswa memiliki rasa enggan untuk mengemukakan pendapatnya di depan kelas,
mereka lebih memilih untuk bertanya kepada teman
sekelompoknya. Walaupun demikian, jika
diperhatikan ternyata pada setiap pertemuannya terjadi peningkatan persentase siswa yang melakukan aktivitas ini meskipun dalam jumlah yang tidak signifikan. Ini berarti jika pembelajaran menggunakan STAD dilanjutkan, diharapkan persentase siswa dalam menanggapi penjelasan teman dapat terus meningkat.
Walaupun masih terdapat persentase siswa yang melakukan aktivitas tergolong sedikit sekali, namun berdasarkan Tabel 3 pembelajaran
matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada umumnya dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.
Kebebasan mengemukakan pendapat,
mendiskusikan materi pelajaran, menanggapi penjelasan teman dan bekerjasama dengan anggota kelompok ternyata membuat mereka sedikit demi sedikit dapat menghilangkan rasa enggan atau kurang percaya diri dalam melakukan aktivitas belajar..
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang memberikan penghargaan dan hadiah bagi kelompok yang memiliki nilai peningkatan paling tinggi ternyata dapat membuat siswa lebih aktif untuk memahami materi pembelajaran yang sedang berlangsung. Ini terlihat dari adanya kecendrungan peningkatan persentase siswa yang melakukan aktivitas belajar. Dengan melakukan setiap
indikator aktivitas yang tujuannya untuk
meningkatkan pemahaman siswa menguasai materi pembelajaran, diharapkan siswa mampu menjawab kuis dengan benar sehingga berdampak pada nilai peningkatan kelompok. Adapun nilai peningkatan setiap kelompok berdasarkan kuis yang diperoleh masing-masing anggota kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Nilai Peningkatan Kelompok
Kelompok Ku is I di jad ik an sk or d asa r un tu k m en en tu ka n nil ai pe nin gk atan k uis II Nilai Peningkatan Rata-rata Kategori Kuis
II Kuis III Kuis IV
I 17.50 20 20 19.17 Hebat II 15 20 15 16.67 Hebat III 10 22.50 15 15.83 Hebat IV 6 26 18 16.67 Hebat V 16 14 14 14.67 Hebat VI 8 16 22 15.33 Hebat VII 7.50 12.50 17.50 12.50 Baik VIII 5 20 10 11.67 Baik
17 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat
rata-rata nilai peningkatan kuis masing-masing kelompok dan kategori penghargaan tiap-tiap kelompok cenderung sama yaitu dengan kategori hebat kecuali kelompok VII dan VIII memiliki kategori baik. Kelompok dengan kategori baik memang bukanlah hal yang buruk, namun seharusnya masing-masing anggota kelompok ini
dapat meningkatkan nilai peningkatan
kelompoknya melalui nilai kuis tiap anggota kelompok yang dilakukan pada akhir pembelajaran, karena setiap kelompok terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan heterogen. Sehingga jika terdapat kesulitan belajar mereka dapat berdiskusi dengan anggota kelompoknya dan jika mereka masih mengalami kesulitan diperbolehkan bertanya kepada guru untuk mendapatkan cara menyelesaikan permasalahan tersebut.
Kerjasama antar kelompok dalam
memahami materi pelajaran tersebut ternyata belum dapat diwujudkan secara maksimal oleh kelompok VII dan VIII karena pada beberapa pertemuan, terdapat beberapa anggota kelompok yang belum melakukan aktivitas belajar secara optimal sehingga berdampak pada nilai kuis yang belum memuaskan karena aktivitas belajar sangat menunjang kemampuan siswa dalam menjawab kuis yang diberikan. Semakin sering aktivitas belajar dilakukan maka kemungkinan siswa menjawab kuis dengan benar juga semakin besar. Ditambah lagi dengan ketidakhadiran anggota kelompok pada beberapa pertemuan yang mengakibatkan mereka kekurangan teman untuk berdiskusi mengenai pelajaran. Alhasil peningkatan kelompoknya tergolong baik. Ini menunjukkan bahwa nilai kuis yang diperoleh setiap siswa disumbangkan untuk skor kelompoknya. Untuk itu, diperlukan kerjasama yang baik antar kelompok melalui diskusi kelompok dalam memahami pelajaran agar mereka dapat meningkatkan nilai peningkatan kelompoknya pada setiap pertemuan.
Respon siswa terhadap pelaksanaan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat positif terutama aktivitas memperhatikan penjelasan guru. Dengan melakukan aktivitas tersebut dapat membantu siswa dalam pengerjakan LKS maupun kuis yang akan diberikan guru. Selanjutnya aktivitas berdiskusi dengan teman sekelompok membuat mereka lebih antusias dalam memahami pelajaran
karena keleluasaanya bertanya kepada teman sebaya mengenai hal - hal yang belum dipahaminya. Aktivitas ini dapat membiasakan siswa untuk bekerja sama memahami pelajaran dan meningkatkan hubungan baik antar siswa karena kegiatan ini menuntut adanya saling menghormati dan menghargai pendapat seseorang, sabar dan tenggang rasa agar tercipta diskusi yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masing-masing anggota kelompok. Sedangkan aktivitas dalam menjawab pertanyaan guru, dan menanggapi penjelasan teman dapat melatih mereka untuk berani mengemukakan pendapatnya masing-masing. Pembelajaran kuis di akhir pembelajaran
dapat menumbuhkan sikap jujur dalam
pengerjaannya. Aktivitas dalam mengerjakan LKS dan kuis juga dapat melatih siswa untuk mendisiplinkan waktu yang ada agar pembelajaran dapat berlangsung optimal. Jadi respon positif siswa terhadap aktivitas yang dilakukan selama diterapkan model pembelajaran kooperatif ini selain dapat meningkatkan aktivitas belajar
sehingga menunjang kemampuan akademis
ternyata juga dapat menanamkan pendidikan karakter untuk setiap siswa karena nilai-nilai karakter yang terdapat pada masing-masing aktivitas.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang telah
dikemukakan, terlihat bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki peranan penting dalam meningkatkan aktivitas siswa. Peningkatan ini ternyata juga berdampak pada nilai kuis siswa yang dilakukan pada setiap akhir pembelajaran karena untuk mengerjakan kuis dengan benar, dibutuhkan aktivitas belajar yang dapat membantu siswa dalam memahami pelajaran. Jadi dapat dikatakan bahwa jika persentase aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan maka hasil belajar siswapun juga meningkat.
Melihat penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan dampak yang positif terhadap aktivitas belajar siswa sekaligus berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, maka guru diharapkan dapat menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Selain itu, guru juga diharapkan dapat
18 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD pada materi matematika lainnya. DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ibrahim, Muslimin. (2000). Pembelajaran
Kooperatif. Jakarta: Unesa- University Press.
Sardiman, A.M. (2010). Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Slavin, E Robert. (2009). Cooperative Learning
Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Muliyardi. (2002). Strategi Pembelajaran