• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBIBITAN KERBAU DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU DI PULAU JAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBIBITAN KERBAU DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU DI PULAU JAWA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERBIBITAN KERBAU DALAM MENDUKUNG

SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU

DI PULAU JAWA

(Improvement of Buffalo Breeding to Support Beef and Buff Self Sufficiency

in Java)

ANNEKE ANGGRAENI1,C.SOFYADI2,I.SANTOSO3,N.SETYAWAN4danSUTRISNO5 1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor

e-mail: ria.anneke@yahoo.co.id

2 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Pandeglang, Jl. Raya Labuan Km. 1 Komplek Perkantoran Cikupa, Pandeglang 42253, Banten

3 Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 13, Km. 3, Rangkasbitung, Lebak, Banten 4 Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, Jl. Taman Siswa No. 28, Brebes, Jawa Tengah

5 Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Ngawi, Jl. Teuku Umar No. 31, Ngawi, Jawa Timur

ABSTRACT

One of program priorities of government is to achieve beef and buff self-sufficiency in 2014 (BSSF-2014) by increasing population and improving productivity of local cattle and buffalo. Action of breeding as an effort to increase the number of buffalo breeding stocks that have good genetic quality for the improvement of productivity of buffalo population in the selected breeding area has been begun intensively by a number of regencies in Java Island. Central and regional government(s) encourage breeding program that is conducted through buffalo breeding strategies, which include improving genetic quality of buffalo breeding stocks, optimizing human resources and institutions as well as determining breeding policies and regulations. In relation to these, some districts have been designated as the regions for action of buffalo breeding activities. In the implementation, in addition to consider general constraints of buffalo in small holders, it is also paid attention to specify constraints in buffalo breeding centers. This paper reviews some buffalo breeding actions that have been conducted by some regencies in Java Island, namely Pandeglang and Lebak Districts (Banten Province), Brebes (Central Java) and Ngawi District (East Java).

Key Words: Buffalo, Breeding Stock, Beef

ABSTRAK

Salah satu program prioritas pemerintah untuk mewujudkan Swasembada Daging Sapi dan Kerbau tahun 2014) (SDSK-2014) adalah melakukan peningkatan populasi dan produktivitas dari sapi dan kerbau lokal. Kegiatan aksi pembibitan sebagai langkah untuk meningkatkan jumlah kerbau bibit yang memiliki kualitas genetik unggul untuk perbaikan produktivitas populasi kerbau di wilayah sumber bibit, telah dimulai secara lebih intensif oleh sejumlah Kabupaten di Pulau Jawa. Pemerintah Pusat maupun Daerah telah mendorong program pembibitan ternak kerbau yang ditetapkan melalui strategi perbibitan kerbau, meliputi antara lain perbaikan mutu bibit, peningkatan penyediaan bibit, optimalisasi kelembagaan dan SDM perbibitan dan kebijakan dan regulasi perbibitan. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, beberapa Kabupaten telah ditetapkan sebagai wilayah kegiatan aksi pembibitan kerbau. Dalam implementasinya, selain mempertimbangkan kendala umum dari kondisi budidaya ternak kerbau di mayarakat, juga memperhatikan kondisi-kondisi spesifik wilayah yang bisa menjadi kendala maupun potensi pembibitan kerbau. Tulisan ini menyampaikan ulasan tentang kegiatan aksi pembibitan ternak kerbau bersumber dari Laporan Program Pembibibitan Kerbau dari Kabupaten Pandeglang dan Lebak (Provinsi Banten), Kabupaten Brebes (Provinsi Jawa Tengah) dan Ngawi (Provinsi Jawa Timur).

(2)

PENDAHULUAN

Pencapaian SDSK-2014 merupakan salah satu program prioritas pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berupa kemandirian penyediaan daging sapi berbasis sumberdaya lokal. SDSK-2014 mempunyai sejumlah tujuan penting, antara lain adalah untuk meningkatkan populasi dan produktivitas pada sapi potong asli dan lokal, sehingga importasi sapi bakalan dan daging sapi yang saat ini masih dalam jumlah yang tinggi, secara bertahap akan dapat ditekan. Swasembada daging dalam memenuhi konsumsi daging masyarakat telah diorientasikan pula kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak, peningkatan daya saing dan kelestarian lingkungan hidup, serta adanya keberlanjutan usaha peternakan sapi potong dan kerbau di dalam negeri (MENTAN, 2010).

Ternak kerbau memiliki peran signifikan dalam menunjang program swasembada daging yang sudah dicanangkan, sehingga pemerintah mencanangkan kembali bahwa swasembada daging sapi perlu ditambahkan juga daging kerbau, sebagaimana dinyatakan PSDSK-2014. Cukup beralasan untuk mengedepankan ternak kerbau sebagai salah satu sumber daging masyarakat, karena kerbau menyumbang cukup besar dari kebutuhan daging nasional. Salah satu hal yang perlu ditekankan dalam melakukan peningkatan produksi daging dari ternak kerbau adalah melakukan perbaikan produktivitas dan peningkatkan populasinya secara berkelanjutan. Peningkatkan usaha ternak kerbau perlu dikembangkan dalam sistem usaha yang berskala ekonomis, dengan berorientasi kepada kesejahteraan peternak dan masyarakat, serta mampu memelihara kelestarian lingkungan.

Kerbau secara nasional memiliki jumlah populasi cukup tinggi, sekitar 1,31 juta ekor, dengan penyebarannya cukup padat terutama di Pulau Sumatera (39,3%), Jawa (30,0%), dan Nusa Tenggara (21,1%) (STATISTIK

PETERNAKAN, 2011). Meskipun populasi kerbau nasional cukup tinggi, namun perkembangannya menurun, dengan laju penurunan populasi selama beberapa tahun terakhir, antara 2007 – 2011, mencapai -10,02%/thn. Demikian halnya Pulau Jawa dengan kepadatan populasi kerbau terbanyak ke-2, sehingga menjadi salah satu sumber bibit

kerbau nasional, secara umum juga mengalami penurunan populasi, yang pada tahun terakhir, tahun 2010 – 2011, sudah mencapai sebesar -20,75%/thn.

Berbagai faktor menjadi penyebab terjadinya punurunan populasi kerbau, seperti perubahan fungsi habitat kerbau, keterbatasan sumber pakan, dan pemotongan yang tinggi. Selain itu, kelangkaan pejantan sebagai pemacak, tingginya intensitas perkawinan

inbreeding, dan pengurasan kerbau betina

produktif menjadi sumber lain penyebab penurunan kualitas genetik kerbau. Oleh karenanya, Pemerintah memandang perlu untuk diadakan program pembibitan ternak kerbau yang ditetapkan melalui strategi perbibitan kerbau, yaitu: perbaikan mutu bibit, peningkatan penyediaan bibit, optimalisasi kelembagaan dan SDM perbibitan serta kebijakan dan regulasi perbibitan (GUNAWAN

et al., 2010).

Makalah ini mencoba untuk menguraikan beberapa strategi dan kegiatan pembibitan pada ternak kerbau khususnya di Pulau Jawa berdasarkan informasi yang diperoleh dari laporan perkembangan kegiatan aksi pembibitan kerbau di empat kabupaten dalam rangka mendukung progran swasembada daging sapi dan kerbau tahun 2014. Empat Kabupaten yang laporannya dipergunakan untuk membahas perkembangan program pembibitan kerbau, adalah Kabupaten Pandeglang dan Lebak (Provinsi Banten), Brebes (Provinsi Jawa Tengah), serta Ngawi (Provinsi Jawa Timur).

KONDISI UMUM

Populasi kerbau

Populasi kerbau nasional saat ini berjumlah sekitar 1.208.506 ekor (DITJEN PKH, 2011). Berdasarkar sebaran populasi kerbau antara pulau seperti pada Tabel 1, populasi kerbau terbesar terdapat pada tiga pulau, meliputi Sumatera (39,3%), Jawa (30,0%), dan Nusa Tenggara (21,1%). Untuk pulau lainnya memiliki populasi kerbau kurang dari 3,5%. Pulau Jawa oleh karenanya menjadi salah satu wilayah untuk pembibitan dan pengembangan kerbau yang diandalkan baik saat ini maupun pada masa mendatang.

(3)

Meskipun populasi kerbau tinggi di Pulau Jawa, namun mengalami penurunan. Pada tahun 2007 populasi kerbau di Jawa sebanyak 461.186 ekor, sedangkan pada tahun 2011 populasinya menurun menjadi 363.003 ekor. Penurunan populasi antara tahun 2007 – 2008 adalah sebesar -1,17%, sedangkan tahun 2010 – 2011 penurunannya sangat besar (-20,75%).

Bila dilihat wilayah atau provinsi yang memiliki populasi kerbau tinggi, sehingga bisa dianggap sebagai sumber bibit kerbau pada saat ini, maka ada empat provinsi potensial, yaitu Jawa Barat (35,84%), Banten (33,92%), Jawa Tengah (20,85%), dan Jawa Timur (9,01%). Provinsi lain, meliputi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta mempunyai kerbau dalam jumlah sedikit (< 0,5%) (Tabel 2). Dalam upaya mendukung program swasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK 2014), maka berbagai upaya terkait dengan tujuan untuk bisa mempertahankan bahkan meningkatkan

populasi kerbau, sekaligus untuk meningkatkan produktivitas kerbau perlu terus dilakukan, khususnya di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Konservasi juga menjadi kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka mempertahankan dan memelihara sumber daya genetik (SDG) kerbau lokal, yang dapat dilakukan melalui pendekatan konservasi in-situ. Konservasi berdasarkan pendekatan kawasan tersebut perlu mempertimbangkan pengetahuan dan kearifan lokal, dimana dengan peternak-peternak tradisional sebagai pelaku utama, terbukti bisa memberikan nilai-nilai positif dalam memelihara sekaligus mempertahankan keberadaan SDG kerbau di berbagai wilayah. Pendekatan konservasi in-situ diharapkan pula bisa memberi nilai tambah berupa penghasilan pada peternak pelaku baik secara langsung maupun secara tidak langsung (CATURROSO

dan LUTHAN, 2012). Tabel 1. Populasi kerbau (ekor) di Indonesia berdasarkan lokasi pulau dan tahun

Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 % Total (2011) Sumatera 1025.020 852.072 874.414 902.716 475.086 39,31 Riau 50.614 49.140 51.697 50.650 37.730 3,12 Jawa 461.186 455.782 453.969 458.033 363.003 30,04 Bali 5.988 4.474 4.122 3.572 2.181 0,18 Nusa Tenggara 298.803 310.222 305.710 321.615 255.406 21,13 Kalimantan 71.509 75.126 65.516 77.169 41.541 3,44 Sulawesi 28.965 26.239 24.322 25.053 13.888 1,15 Maluku 25.371 26.186 27.640 29.286 18.431 1,53 Papua 1.320 1.366 1.396 1.413 1.240 0,10 Total di Indonesia 1.968.776 1.800.607 1.808.786 1.869.507 1.208.506 100,00

Sumber: STATISTIK PETERNAKAN (2011)

Tabel 2. Populasi kerbau (ekor) di Pulau Jawa berdasarkan lokasi provinsi dan tahun

Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 % Total (2011) DKI Jakarta 83 33 12 87 1.92 0,05 Jabar 149.030 145.847 142.465 139.730 130.089 35,84 Banten 144.944 153.004 151.976 153.204 123.143 33,92 Jateng 109.004 102.591 105.506 111.097 75.674 20,85 DI Yogyakarta 4.761 4.607 4.312 4.277 1.208 0,33 Jatim 53.364 49.700 49.698 49.638 32.697 9,01

Total di Pulau Jawa 461.186 455.782 453.969 458.033 363.003 100,00

(4)

Pemeliharaan kerbau

Pemeliharaan ternak kerbau oleh masyarakat sampai saat ini masih berpola tradisional ataupun semi intensif. Kerbau oleh peternak sangat umum dipelihara dalam skala kecil, sedangkan pemberian pakan lebih mengandalkan pada kekayaan alam. Pada budidaya yang mengandalkan padang penggembalaan, hampir sepanjang hari kerbau di lepas di ladang atau di padang penggembalaan. Pada malam hari kerbau baru digiring masuk ke kandang. Sebagian peternak bahkan melepaskan kerbaunya di penggembalaan sepanjang hari siang maupun malam hari.

Pada kondisi pemeliharaan di Pulau Jawa, dikarenakan kompetisi penggunaan lahan yang tinggi di sejumlah wilayah urban, maka ternak kerbau lebih sering dipelihara secara semi intensif. Kerbau dilepaskan di sekitar halaman rumah atau di sekitar perkebunan dan tanah umum, untuk dibiarkan mencari pakan hijauan. Pada malam hari kerbau digiring untuk tinggal di kandang. Di sejumlah daerah bahkan kerbau, seperti halnya sapi, dipelihara hampir secara terus menerus dikandangkan di dalam rumah, dan tinggal bersama pemiliknya. Hanya sekali-kali kerbau dikeluarkan untuk mencari makan di kebun rumput atau penggembalaan umum.

Ada pula pola pemeliharaan dengan cara digaduhkan, seperti yang terjadi di Bogor. Berdasarkan lama pemeliharaan antara 1 – 4 tahun, diperkirakan seekor induk dapat beranak dua kali. Dengan sistem gaduhan ini, disepakati anak pertama akan diterima oleh pemilik, sedangkan anak ke dua diserahkan kepada pemelihara (RUSDIANAet al., 2012). Di banyak daerah di Banten dan juga di beberapa daerah lainnya dengan agroekosistem berbasis persawahan, kerbau memiliki arti penting bagi pemiliknya sebagai sumber tenaga dalam mengolah sawah (KUSNADIet al., 2005).

Dalam menginisiasi kegiatan aksi pembibitan kerbau, maka ada beberapa hal yang dapat menjadi tantangan, sehingga perlu dicarikan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Dengan kondisi pemeliharaan tradisional dan skala kecil, hampir bisa dipastikan bahwa peternak akan enggan atau sulit mengadopsi berbagi inovasi teknologi untuk perbaikan produktivitas kerbau mereka. Adopsi teknologi kemungkinan dirasakan

menjadi beban dan perlu biaya, sedangkan hasil yang diperoleh mungkin tidak begitu dirasakan. Pada kondisi pengenalan teknologi pembibitan yang menuntut kegiatan berlangsung lama dan berjalan konsisten disertai berbagai perangkat sarana/prasarana yang perlu diadakan, maka pertimbangan akan kesederhanaan teknologi, komitmen pelaksanaan, dan jaminan pendanaan sangat perlu dipertimbangkan.

Pada kondisi budidaya tradisional, membangun sistem pencatatan (silsilah, perkawinan, reproduksi dan produksi), evaluasi mutu ternak, rancangan perkawinan, dan seleksi, menjadi tantangan. Rekayasa sosial yang bisa menggeser kondisi budidaya tradisional kepada pola pemeliharaan intensif seperti yang dilakukan dalam wadah kelompok dengan fondasi sistem kelembagaan yang kuat, diperkirakan dapat dijadikan salah satu cara untuk membangun sistem perbibitan kerbau yang dapat menjamin keberlajutannya.

Biologis kerbau

Secara alamiah, terdapat sejumlah keterbatasan reproduksi kerbau apabila dibandingkan dengan sapi, sehingga menyebabkan kinerja reproduksinya menjadi lebih rendah (TRIWULANINGSIH et al., 2011). Tanda-tanda estrus pada kerbau betina yang estrus sering tidak muncul. Apabila perkawinan menggunakan IB, maka ketidak munculan tanda-tanda estrus pada kerbau betina, akan mempengaruhi keberhasilan IB. Estrus yang kurang jelas pada kerbau disebabkan ovari menghasilkan jumlah folikel lebih sedikit (1/2) dibandingkan dengan ovari sapi (RAJAMAHENDRA dan THAMOTHARAM,

1988 dalam YENDRALIZA, 2011). Selain itu,

kadar hormon gonadothropin di dalam darah kerbau lebih rendah dibandingkan dengan sapi, menyebabkan hormon FSH tidak mampu mendorong sintesis hormon estrogen oleh sel granulosa dari folikel de graff, akibatnya tanda-tanda estrus sulit dieskpresikan (HAFEZ, 2000).

Kerbau biasanya memiliki umur pubertas, umur beranak I, dan lama bunting lebih lama dibandingkan dengan sapi. Kebuntingan pada kerbau biasanya selama 11 bulan, sedangkan sapi 9 bulan. Proses involusi uterus yang

(5)

panjang dan kebiasaan menyusui anak yang lebih lama, menyebabkan perpanjangan interval beranak. Selain itu, kerbau diduga memiliki sistem perkawinan tertutup, pada hal mana, kerbau betina akan sulit menerima pejantan dari luar populasi dalam perkawinan secara alami. Kondisi tersebut dapat menjadi faktor pembatas untuk mengawinkan kerbau betina dengan pejantan galur lain seperti dalam perkawinan out breeding.

Dalam usaha menekan perkawinan inbreeding yang sering terjadi secara intensif karena penggunaan pejantan dengan hubungan darah yang dekat. Berbagai karakteristik biologis kerbau tersebut perlu diperhatikan, sehingga dapat dipertimbangan bentuk-bentuk inovasi teknologi yang lebih sesuai dan tepat untuk bisa diterapkan bagi perbaikan genetik dan pemuliaan dalam program pembibitan kerbau di lapangan.

Peran kerbau

Kerbau berperan sangat penting sebagai sumber pangan protein hewani bagi masyarakat, dengan produk utama yang dihasilkan berupa daging dan susu. Pada beberapa wilayah, jeroan dan kulit kerbau dijadikan pula sebagai pangan olahan yang disukai. Daging kerbau di beberapa daerah diolah menjadi masakan-masakan khas yang digemari masyarakat. Daging kerbau sering dimasak dan disajikan sebagai masakan populer dalam hari-hari raya. Susu kerbau di beberapa daerah juga diolah dengan cara khas untuk dijadikan susu olahan yang sangat digemari, seperti dadih, tahu susu, sago puan, susu goreng dan danke (BAMUALIM dan ZULBARDI, 2007).

Beberapa bentuk kegiatan terkait dengan kebudayaan yang sudah mengakar di masyakat, kerbau dijadikan sebagai hewan simbol ataupun yang dihormati, seperti dalam upacara keraton Jogjakarta, kerbau dimuliakan dengan dipanggil sebagai Kyai Slamet (CATURROSO

dan LUTHAN, 2012). Kepemilikan kerbau dalam jumlah yang banyak sering dikaitkan dengan semakin baiknya status sosial bagi pemilik kerbau. Kerbau, seperti halnya ternak sapi, bagi peternak berfungsi pula sebagai tabungan, yang memungkinkan untuk dijual terutama saat mereka memerlukan uang untuk

membayar berbagai keperluan (RUSDIANA et al., 2012).

Pemanfaatan lain kerbau sebagai sumber penghasil bahan baku pembuatan kompos dan pupuk cair, sudah dilakukan sebagian peternak, dengan pupuk yang diperoleh untuk dipakai menyuburkan lahan pertanian mereka ataupun dijual (KUSNADI et al., 2005; GALIB dan HAMDAN, 2012).

Penurunan populasi kerbau

Pada kondisi di Pulau Jawa dengan kepadatan ternak yang tinggi dan penggunaan lahan yang sangat intensif, maka salah satu penyebab dari menurunnya populasi kerbau adalah adanya alih fungsi lahan habitat pemeliharaan dan lahan sumber pakan hijauan kerbau menjadi berbagai fungsi lainnya. Sebagai ilustrasi, adanya perluasan wilayah perkebunan sawit belakangan ini menjadi salah satu faktor penyebab berkurangnya habitat dan lahan sumber pakan hijauan kerbau, mempercepat penurunan populasi kerbau di Lebak, Banten (PRAHARANI dan ASHARI, 2011).

Meningkatnya permintaan kerbau sebagai ternak potong penghasil daging oleh masyarakat, terutama yang menyukai daging kerbau untuk diolah menjadi masakan khas daerah atau untuk sajian dalam hari-hari spesial, seperti upacara adat, pernikahan, dan Idul Adha. Saat ini pengeluaran kerbau betina produktif terutama untuk dijadikan sebagai ternak potong, menjadi salah satu masalah besar dalam pengurasan populasi kerbau di banyak lokasi. Angka pemotongan ternak kerbau yang tinggi yang belum diimbangi dengan perbaikan reproduksi dan produktivitas untuk meningkatkan angka calf crop, menyebabkan penurunan angka natural

increase di banyak populasi kerbau

(ANGGRAENI dan TRIWULANINGSIH, 2008). Angka mortalitas kerbau terutama selama fase pra dan pasca sapih masih tinggi, karena rendahnya adopsi teknologi terutama untuk menjaga kesehatan anak kerbau.

Bergantinya fungsi ternak kerbau sebagai pengolah lahan sawah dan pertanian dengan tenaga mesin atau traktor (KUSNADI et al., 2005; PRAHARANI dan ASHARI, 2011; TIESNAMURTI dan TALIB, 2011). Penurunan

(6)

populasi kerbau (rawa) juga terjadi di banyak wilayah pengembangan ternak kerbau di Asia Tenggara dikarenakan semakin banyak digunakan tenaga mesin menggantikan tenaga kerbau dalam mengolah lahan sawah dan pertanian (DE CRUZ, 2009).

Pada usaha penggemukan yang bertujuan untuk meningkatkan bobot potong ternak kerbau, angka calf crop yang rendah, menyebabkan kesulitan untuk mendapatkan bakalan, sehingga usaha tersebut menjadi tidak begitu berkembang, meskipun di beberapa daerah di Pulau Jawa kegiatan penggemukan masih bisa berjalan (JUARINI et al., 2012). Rendahnya keuntungan yang diperoleh dari memelihara ternak kerbau, menjadi alasan kuat pula bagi sejumlah peternak kerbau di beberapa daerah untuk tidak meneruskan usahanya (KUSNADIet al., 2005).

Keterbatasan pejantan

Penggunaan jantan yang terbatas diperkirakan telah meningkatkan intensitas perkawinan inbreeding di banyak wilayah produksi, sehingga memberikan dampak yang nyata terhadap kemunduran kinerja reproduksi kerbau betina seperti: memanjangnya periode estrus post partum dan selang beranak dan menurunnya angka kebuntingan. Pada studi kasus di Banten, derajat inbreeding yang terjadi karena perkawinan antara kerabat dekat, diperkirakan telah mencapai lebih dari 12,5% (PRAHARANI et al., 2010). Pola perkawinan yang dilakukan pada ternak kerbau masih secara alami, yang berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil menggunakan pejantan yang terbatas dan kualitas rendah.

Peternak biasanya sudah menjual kerbau jantan saat masih dalam usia muda, dengan penjualan terlebih dahulu untuk kerbau yang memilik pertumbuhan baik, untuk mendapatkan harga jual ternak yang baik. Pejantan yang tertinggal sebagai pemacak pada perkawinan alam dengan demikian adalah pejantan dengan pertumbuhan yang kurang baik dan tidak memenuhi kriteria sebagai kerbau bibit. Pada kondisi lain, adanya keperluan jantan yang baik untuk dipakai dalam upaca adat dan keagamaan menjadi sebab lain pengurasan pejantan berkualitas

baik (CATURROSO dan LUTFHAN, 2012; TIESNAMURTI danTALIB, 2011).

Kebijakan strategi perbibitan kerbau

Untuk membangun sistem perbibitan ternak kerbau yang tangguh, dalam upaya untuk meningkatkan populasi dan perbaikan mutu genetik kerbau lokal, maka diperlukan strategi pembibitan sebagai berikut (GUNAWAN et al., 2010):

1. Perbaikan mutu bibit kerbau, melalui program pemuliaan kerbau dengan sasaran yang jelas.

2. Penerapan good breeding practices. 3. Peningkatan ketersediaan bibit, melalui

penyediaan semen beku untuk IB. 4. Penjaringan kerbau bibit.

5. Optimaliasi kelembagaan dan SDM perbibitan.

6. Optimalisasi peran dan fungsi UPT, UPTD, VBC.

7. Kebijakan dan regulasi perbibitan.

8. Penggunaan dana APBN dan APBD di daerah untuk perbibitan kerbau.

KEGIATAN PEMBIBITAN KERBAU DI PULAU JAWA

Kegiatan pembibitan kerbau di Pulau Jawa pada bagian berikut ini, adalah merupakan hasil ulasan tentang beberapa rencana aksi kegiatan pembibitan kerbau yang dilakukan oleh sejumlah kabupaten, meliputi Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak dari Provinsi Banten, Kabupaten Brebes dari Provinsi Jawa Tengah, serta Kabupaten Ngawi dari Provinsi Jawa Timur.

Pembibitan kerbau di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten

Lokasi dan pembibitan

Pembibitan kerbau dilakukan di lima kelompok, meliputi: 1. Kelurahan Tani Jaya, Desa Nembol, Kecamatan Mandawangi; 2. Kelurahan Baroskombong, Desa Bangkuyung, Kecamatan Cikedal; 3. Kelurahan Harapan Mulya, Desa Sukarame, Kecamatan Carita; 4. Kelurahan Saluyu Jaya, Desa Cibarani, Kecamatan Cisata; dan 5. Kelurahan Tani

(7)

Mukti, Desa Margasana, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang. Kelima desa dijadikan sebagai pusat kegiatan pembibitan kerbau karena memiliki agroekosistem sesuai serta baik pakan hijauan dan air tersedia sepanjang tahun.

Pandeglang dengan kepemilikan populasi kerbau yang tinggi di Provinsi Banten, menjadi salah satu lokasi terpilih untuk pembibitan kerbau di tingkat nasional. Kabupaten Pandeglang memiliki potensi pengadaan pakan mencukupi, peternak sangat menyukai beternak kerbau, dengan proses penjualan kerbau mudah dengan harga relatif stabil. Sampai tahun 2012, kegiatan pembibitan kerbau di kelima lokasi mendapatkan dukungan dana dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten.

Jumlah kerbau pembibitan

Awal kegiatan pembibitan dimulai tahun 2011 dengan pembibitan dilakukan untuk kerbau jantan 10 ekor dan betina 110 ekor, disebarkan secara merata di kelima lokasi/desa terpilih. Setelah satu tahun pemeliharaan, diperoleh kelahiran anak kerbau masing-masing untuk 20 jantan dan 22 betina. Akan tetapi terjadi kematian anak untuk jantan dan betina masing-masing 2 ekor. Hingga tahun 2012, dengan demikian terdapat penambahan dari kelahiran anak sebanyak 18 jantan 20 betina. Jumlah kerbau pembibitan sampai saat ini menjadi 157 ekor, terdiri dari 10 pejantan, 107 induk, 20 anak jantan, dan 20 anak betina.

Perkawinan

Perkawinan kerbau dilakukan melalui sistem intensifikasi kawin alam (INKA). Pada tahap awal, pejantan pemacak dievaluasi atas dasar performans yang dilakukan oleh petugas dan kelompok. Teknologi IB telah diaplikasikan dengan bekerjasama dengan Balitnak. Perkawinan IB menggunakan semen dari pejantan populasi luar, dengan tujuan mengurangi intensitas perkawinan inbreeding. Sinkronisasi estrus dilakukan lebih dahulu, dilanjutkan perkawinan IB. Pada tahun 2010 kegiatan dilakukan di Desa Cibarani, Kecamatan Cisata dengan melakukan sinkronisasi dan IB pada 17 akseptor, menghasilkan kebuntingan 82% dan kelahiran anak 100%.

Tahun 2011 pada lokasi yang sama dilanjutkan sinkronisasi dan IB pada 40 akseptor, yang mencapai kebuntingan 100% dan kelahiran 65%. Tahun 2012, kegiatan dilakukan di Desa Cibarani dan Desa Rawasari, Kecamatan Cisata, masing-masing pada 43 dan 21 akseptor. Sistem pencatatan sudah dimulai seperti identitas ternak, tetua, perkawinan dan lainnya agar kegiatan pembibitan berjalan dengan baik.

Pemeliharaan

Pemeliharaan kerbau pembibitan dilakukan berkelompok berpola intensif pada kawasan terkonsentrasi. Pada pola kelompok ini, kandang milik peternak dikelola secara individual. Akan tetapi dari pola pemeliharaan secara berkelompok ini diharapkan terjadi interaksi sosial, sehingga memungkinkan proses saling belejar dan bertukar pengalaman antara peternak anggota. Melalui interaksi ini diharapkan bisa mempercepat pemahaman dan keahlian peternak dalam melakukan pembibitan kerbau.

Kebun rumput sebagai sumber hijauan yang sangat penting sudah dibangun oleh peternak pembibit. Kebun ditanami rumput Gajah dan Raja, sedangkan hasil panen dimanfaatkan secara bersama. Teknologi pengolahan pakan sudah mulai diintroduksikan, seperti fermentasi jerami padi, pengolahan kompos, dan pemeliharaan kesehatan.

Fasilitas pembibitan

UPT BPP Cadasari didirikan oleh Pemda Pandeglang untuk mendukung keberhasilan pembibitan kerbau secara terpadu. Ke depannya diharapkan pejantan terseleksi dapat dihasilkan oleh UPT untuk memperbaiki produktivitas populasi kerbau betina pembibitan dan sekitarnya. UPT Poskeswan dioperasionalkan, dilengkapi petugas paramedik dan veteriner.

Program aksi pembibitan kerbau di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten

Lokasi dan pembibitan

Pembibitan kerbau dilakukan mulai tahun 2009 sampai sekarang. Tahun 2009 pembibitan dilakukan di Kelurahan Sijati, Kecamatan

(8)

Cipanas dan Kelurahan Bukit Satwa Neglasari. Tahun 2010 pembibitan kerbau dikembangkan di Kelurahan Solear Jaya, Kecamatan Maja, selanjutnya tahun 2012 dilakukan di Kelurahan Kaolotan Cisitu, Kecamatan Cibebera, Lebak.

Jumlah kerbau pembibitan

Tahun 2009 pembibitan kerbau di Kelurahan Sijati dimulai dengan dengan 2 jantan dan 12 betina; sedangkan di Kelurahan Bukit dengan 3 jantan dan 16 betina. Pada tahun 2010 di Kelurahan Solear pembibitan dilakukan dengan 2 jantan dan 26 betina. Pada tahun 2012 dikembangkan di Kelurahan Kaolotan dengan 2 jantan dan 14 betina.

Perkawinan

Perkawinan kerbau menggunakan kawin alam, akan tetapi dukungan teknologi sinkronisasi estrus dan kawin IB sudah dimulai, yang bekerjasama dengan Balitnak. Kegiatan pencatatan mulai dilakukan, meskipun masih pada taraf awal. Pendataan dilakukan terhadap beberapa informasi, seperti kelahiran, kematian, perkawinan, dan reproduksi; demikian pula data pertumbuhan berupa ukuran tubuh.

Pemeliharaan

Pemeliharaan kerbau pembibitan sudah dilakukan secara berkelompok, yang diharapkan menjadi wadah pembelajaran satu sama lain, sehingga dapat mempercepat kemampuan mereka dalam melakukan pembibitan.

Fasilitas pembibitan

Pemda Kabupaten Lebak mengadakan sarana untuk perkawinan IB, tenaga pelayanan IB (inseminasi dan pemeriksa kebuntingan), dan membangun kebun rumput.

Program aksi pembibitan kerbau di Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah

Lokasi pembibitan

Kegiatan aksi pembibitan kerbau di Brebes sudah dimulai tahun 2006, namun dilakukan secara lebih intensif sejak tahun 2009. Melalui

dukungan beberapa sumber dana, APBN, APBD I dan II, kegiatan pembibitan kerbau dioperasionalkan pada beberapa program kegiatan aksi pembibitan (Tabel 3). Aksi pembibitan fokus pada sejumlah kelompok dari sejumlah desa/kecamatan. Pembibitan kerbau pada tahun 2006 dilakukan pada 1 desa, tahun 2009 pada enam desa, tahun 2010 pada lima desa, tahun 2011 pada empat desa, dan tahun 2012 pada satu desa.

Jumlah kerbau pembibitan

Beberapa kegiatan pembibitan dilakukan melalui pemberian bantuan kerbau jantan dan betina produktif untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai bibit, dengan rasio jantan dan betina yang diberikan berkisar antara 1 : 8 – 10 (Tabel 3). Dengan program pembibitan yang menggunakan rasio penyediaan jantan dan betina produktif secara optimal untuk perkawinan alam, maka populasi kerbau pembibitan menjadi meningkat, seperti yang terjadi di Kelurahan Bumi luhur dan Kelurahan Jaya Mulya, yang keduanya berada di Desa Indrajaya, Kecamatan Sulem. Selain itu, dalam membantu peternak untuk mengatasi keterbatasan pejantan, telah diberikan bantuan kerbau pejantan untuk melayani kerbau betina estrus. Selain itu, di beberapa desa juga diberikan bantuan hanya kerbau betina, untuk meningkatkan kinerja reproduksi kerbau pada lokasi pengembangan pembibitan.

Program aksi pembibitan kerbau di Ngawi, Provinsi Jatim

Lokasi pembibitan

Kegiatan pembibitan kerbau difokuskan pada Kelompok Tani Muda Sumber Rejeki, Desa Pengkol, Kecamatan Mantingan, Ngawi. Mantingan merupakan salah satu kecamatan yang potensial untuk dijadikan wilayah sumber bibit kerbau di Ngawi. Selain Kecamatan Widodaren dan Karang Anyar. Pada tahapan berikutnya, akan dilakukan perguliran kerbau untuk pembibitan ke lokasi baru yang ditargetkan di Desa Kersikan, Kecamatan Geneng, Ngawi.

(9)

Tabel 3. Kegiatan pembibitan kerbau di Brebes, dari tahun 2006 – 2012

Tahun dan sumberdana Kelompok/Desa/Kecamatan Jumlah kerbau

pembibitan Perkembangan Tahun 2006

APBN-P TA 2006 - 6 jantan dan

54 betina

Jumlah kerbau 102 ekor Tahun 2009

APBD I TA 2009 Kelurahan Bumi Luhur, Desa Indrajaya, Kecamatan Salem

6 jantan dan 20 betina

Jumlah kerbau 41 ekor Bantuan Gubernur Jawa

Tengah 2009

Kelurahan Maheso Karyo I, II, dan III Desa Kutamendala, Kecamatan Tonjong

20 betina Jumlah kerbau 21 ekor Bantuan Dinas Peternakan

Kabupaten Brebes TA 2009

Kelurahan Bina Sari I, Desa Tengki, Kecamatan Brebes

1 jantan per kelompok

Jumlah kerbau 5 jantan Kelurahan Maheso Karyo I dan

II, Desa Kutamendala, Kecamatan Tonjong

Kelurahan Jaya Mulya, Desa Indrajaya, Kecamatan Salem Kelurahan Mahesa Mukti, Desa Kebandung, Kecamatan Bantarkawung

Tahun 2010

APBN-TP TA 2010 Kelurahan Jaya Mulya, Desa Indrajaya, Kecamatan Sulem

4 jantan dan 36 betina

Jumlah kerbau 14 Jantan dan 50 betina Dinas Peternakan Kabupaten

Brebes TA 2010

Desa Kaliwlingi, Kecamatan Brebes

10 jantan Desa Pamulihan, Kecamatan.

Larangan

Desa Pengarasan, Kecamatan Bantarkawung

Desa Kebandungan, Kecamatan Bantarkawung

Tahun 2011

Bantuan Gubernur Jateng TA 2011

Kelurahan Jaya Mulya, Desa Indrajaya, Kecamatan Salem.

5 betina - Bantuan Dinas Peternakan

Kabupaten Brebes TA 2011

Kelurahan Lingga Tani, Desa Linggapura, Kecamatan Tonjong

5 jantan - Kelurahan Mahesa, Desa

Pamuliohan, Kecamatan Larangan

Kelurahan Rukun, Desa Bentra, Kecamatan Salem

Tahun 2012

APBN-TP Ditjen PKH Kelurahan Sida Mulya, Desa Pamulihan, Kecamatan Larangan

3 jantan dan 30 betina

-

(10)

Populasi pembibitan

Populasi awal ternak kerbau yang dipakai sebagai pembibit adalah 9 jantan dan 47 ekor betina, sehingga populasi awal pembibitan kerbau sejumlah 56 ekor. Sampai saat ini populasi tersebut berkembang dengan jumlah total 83 ekor, terdiri dari jantan 13 ekor dan betina 70 ekor. Dengan demikian terjadi penambahan populasi sebanyak 27 ekor.

Solusi masalah

Solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam kegiatan aksi pembibitan kerbau, perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi yang ada di masing-masing lokasi pembibitan. Diperlukan pendekatan secara terintegratif dengan mempertimbangkan kondisi SDG ternak, SDM, SDA, dan kesesuaian agroekosistem yang ada. Beberapa upaya yang perlu dilakukan agar kegiatan pembibitan kerbau berjalan, antara lain: 1. Perlu pejantan dengan pertumbuhan dan

reproduksi yang baik untuk difungsikan sebagai pemacak pada kawin alam ataupun pada perkawinan IB.

2. Uji performans diperlukan untuk mengidentifikasi pejantan ungul pada sifat pertumbuhan yang bisa laksanakan di UPT

yang ada atau membangun stasiun uji performans jika belum tersedia.

3. Pembinaan wilayah-wilayah yang dijadikan sebagai pusat pembibitan pedesaan atau village breeding centre (VBC), dengan melakukan pencatatan terhadap: identitas, silsilah, perkawinan, kelahiran, reproduksi, pertumbuhan (bobot badan dan ukuran tubuh) dari kerbau yang dilibatkan dalam pembibitan.

4. Merancang perkawinan secara terarah antara pejantan unggul dengan betina-betina terbaik yang ada di UPT dan juga dengan betina-betina terpilih di VBC. Selain itu, pengeluaran kerbau betina produktif yang tinggi perlu ditekan, terutama pada kerbau betina dengan kondisi tubuh dan reproduksi yang baik. 5. Memanfaatkan teknologi tepat guna dan

ramah lingkungan untuk meningkatkan produktivitas kerbau, pengadaan pakan mencukupi, pemeliharaan reproduksi dan kesehatan ternak kerbau.

6. Mengarahkan budidaya tradisional kepada usaha pembibitan secara berkelompok dan penguatan kelembagaan agar dapat dikelola secara terintegrasi pada skala usaha ekonomis.

Tabel 4. Permasalahan dalam kegiatan pembibitan kerbau

Pejantan Tingginya pengeluaran jantan muda, pejantan untuk kawin alam terbatas, pejantan untuk kawin alam dipilih berdasarkan performans

Perkawinan IB Betina sulit estrus karena kondisi tubuh kurus, aplikasi teknologi IB belum baik, dan kurang tenaga pelaksana IB seperti: inseminator, kesehatan, dan pemeriksa kebuntingan

Populasi kerbau betina Tingginya angka kematian kerbau anak, reproduksi dan produktivitas rendah, pengeluaran betina produktif yang tinggi, dan tingkat inbreeding tinggi. Pembibitan Kegiatan pembibitan memerlukan waktu lama, beresiko dan biaya besar.

Kurangnya dukungan fasilitas dan pendanaan untuk pembibitan kerbau dari pemerintah

Sarana dan prasarana Sulitnya dilakukan recording, terbatasnya wilayah yang dijadikan sebagai sumber bibit kerbau (Village Breeding Centre), serta dukungan sarana/ prasarana minimal

Budidaya Perubahan pemeliharaan dari tradisional menjadi pola intensif berkelompok, perlu sosialisasi introduksi teknologi pembibitan kerbau dan teknologi pendukung (pengolahan pakan, kesehatan, dan pengolahan kotoran/limbah)

(11)

KESIMPULAN

Kegiatan pembibitan kerbau khususnya mengacu dari laporan aksi pembibitan kerbau di Pulau Jawa, berdasarkan informasi dari empat kabupaten (Pandeglang, Lebak, Brebes dan Ngawi) menunjukkan bahwa sudah dilakukan pembibitan yang difokuskan pada sejumlah pusat pembibitan pedesaan yang memiliki potensi ternak, SDA, SDM dan dukungan sarana yang memadai. Kegiatan pembibitan diarahkan dengan pola kelompok dalam manajemen intensif. Melalui bantuan anggaran dari APBN, APBD I dan II berbagai aksi pembibitan dioperasionalkan berdasarkan prioritas di masing-masing kabupaten.

Hampir semua kegiatan pembibitan memberikan bantuan kerbau jantan dan betina produktif, untuk dikembangbiakkan dengan target menghasilkan kerbau bibit berkualitas. Di sejumlah kabupaten, pemberian bantuan kerbau jantan telah dilakukan untuk membantu peternak mengatasi keterbatasan ketersediaan pejantan yang dipakai baik untuk kawin alam ataupun IB. Berbagai dukungan teknologi untuk menunjang keberhasilan program pembibitan diimplementasikan, antara lain pengadaan kebun rumput, pengolahan hasil sisa pertanian pangan dan perkebunan, pemeliharaan, pengolahan limbah kotoran dan juga pada aspek kelembagaan.

DAFTAR PUSTAKA

ANGGRAENI, A. dan E. TRIWULANINGSIH. 2008. Keragaan bobot badan dan morfometrik tubuh kerbau Sumbawa terpilih untuk penggemukan. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Jambi, 22 – 23 Juni 2007. Dinas Peternakan Provinsi Jambi, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batanghari, Puslitbang Peternakan dan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan. Bogor. hlm. 124 – 131.

BAMUALIM,A.M.,M.ZULBARDI dan C.TALIB.2008. Studi dan keberadaan ternak kerbau di Indonesia. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Jambi, 22 – 23 Juni 2007. Dinas Peternakan Provinsi Jambi, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batanghari, Puslitbang Peternakan dan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan. Bogor. hlm. 1 – 11.

CATURROSO, P.R. dan F.LUTHAN. 2012. Rancang bangun ternak kerbau Kementerian Pertanian. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau, Samarinda 21 – 22 Juni 2011. Disnak Provinsi Kalimantan Timur, Dinas Peternakan Kotamadya Samarinda, Puslitbang Peternakan dan Direktorat Perbibitan Ditjan Peternakan. Bogor. hlm. 3 – 9.

DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN. 2012. Statistik Peternakan 2011. Kementerian Pertanian, Jakarta.

GALIB, R. dan A. HAMDAN. 2012. Aspek sosial ekonomi usaha ternak kerbau kalang dan karakteristik biofisik lahan dalam mendukung kecukupan daging di Kalimantan Selatan (Kasus di Kecamatan Kuripan, Kabupaten Barito Kuala). Pros. Seminar dan Lokakrya Nasional Kerbau, Samarinda 21 – 22 Juni 2011. Disnak Provinsi Kalimantan Timur, Dinas Peternakan Kotamadya Samarinda, Puslitbang Peternakan dan Direktorat Perbibitan Ditjan Peternakan. Bogor. hlm. 146 – 151.

GUNAWAN, E., ROMJALI dan C. TALIB. 2011. Kebijakan pengembangan pembibitan kerbau mendukung swasembada daging sapi/kerbau. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau. Lebak, 2-4 November 2010. Disnak Provinsi Banten, Disnak Kabupaten Lebak, Ditjen Peternakan dan Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 241 – 245.

HAFEZ, E.S.E. 2000. Reproduction in Farm Animals 8th Ed. Lea and Febriger, Philadelphia. JUARINI, E., SUMANTO, I.G. BUDIARSANA dan L.

PRAHARANI. 2012. Kesesuaian dan arah pengembangan lahan ternak kerbau di Kabupaten Lebak. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau. Samarinda 21 – 22 Juni 2011. Disnak Provinsi Kalimantan Timur, Disnak Kotamadya Samarinda, Ditjen Peternakan dan Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 100 – 107.

KEMENTRIAN PERTANIAN. 2010. Blue Print PSDS 2014. Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

PRAHARANI, L. dan ASHARI. 2011. Dinamika kelestarian populasi (herd survival) kerbau: Kasus di Kabupaten Lebak, Banten. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau. Samarinda 21 – 22 Juni 2011. Disnak Provinsi Kalimantan Timur, Disnak Kotamadya Samarinda, Ditjen Peternakan dan Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 76 – 81.

(12)

RAJAMAHENDRA, R.B. dan W.A. THAMOTHARAM. 1998. The use of progesterone releasing intravaginal device in swamp buffalo. J. Anim. Reprod. Sci. 20: 12 – 29.

RUSDIANA, R., I.G.A.P. MAHENDRI dan C. TALIB. 2011. Pendapatan usaha ternak di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau. Samarinda 21 – 22 Juni 2011. Disnak Provinsi Kalimantan Timur, Disnak Kotamadya Samarinda, Ditjen Peternakan dan Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 152 – 158.

TIESNAMURTI, B. dan C. TALIB. Inovasi teknologi dalam pengembangan perbibitan dan budidaya kerbau lumpur. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau. Samarinda 21 – 22 Juni 2011. Disnak Provinsi Kalimantan Timur, Disnak Kotamadya Samarinda, Ditjen Peternakan dan Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 14 – 22.

TRIWULANINGSIH, E., B. HARYANTO dan YENDRALIZA. 2011. Respon beberapa metode sinkronisasi estrus dan inseminasi buatan pada kerbau (Bubalus bubalis) di Kabupaten Kampar. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau, Samarinda 21 – 22 Juni 2011. Disnak Provinsi Kalimantan Timur, Disnak Kotamadya Samarinda, Ditjen Peternakan dan Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 60 – 69.

Gambar

Tabel 1. Populasi kerbau (ekor) di Indonesia berdasarkan lokasi pulau dan tahun
Tabel 3. Kegiatan pembibitan kerbau di Brebes, dari tahun 2006 – 2012

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi menyampaikan informasi dan pengetahuan dari orang yang satu kepada orang lain sehingga dapat terjadi

Kloset Duduk keramik merk toto manual buah Kloset Duduk keramik merk Ina manual buah Kloset Duduk keramik merk Lolo manual buah Kloset Duduk keramik merk Mono Blok American Standar

limbah padat hasil dari proses pembakaran di dalam furnace pada PLTU yang. kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa

Zeolit merupakan adsorbent yang unik, karena memiliki ukuran pori yang sangat kecil dan seragam jika dibandingkan dengan adsorbent yang lain seperti karbon aktif dan silika

Setelah melihat- lihat buku kita, beliau berkata, ‗Saya telah melihat pameran-pameran buku lainnya namun saya merasa tidak pernah melihat orang-orang yang menyebarkan

Konsumen pria dan wanita dengan usia yang berbeda memiliki penilaian yang sama baik/tinggi pada variabel desain kemasan (desain grafis, struktur desain, informasi produk)

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan rencana, program, dan anggaran, pemantauan dan evaluasi serta pelaporan, dan pengelolaan urusan

Namun, dalam Bab 3, MOU membentuk halangan besar bagi keadilan untuk para korban kejahatan yang dilakukan oleh GAM dengan mengatur bahwa Pemerintah Indonesia akan “memberikan