• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. maupun sumber daya manusia itu sendiri (Priyatna, 2007).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. maupun sumber daya manusia itu sendiri (Priyatna, 2007)."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sumber daya manusia merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam industri dan organisasi, karena memiliki peran yang krusial, dan dibutuhkan dalam setiap proses produksi dan jasa, dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas perusahaan (Cascio, 1987). Oleh karena itu pengelolaan sumber daya manusia mencakup, penyediaan tenaga kerja yang bermutu, mengendalikan biaya ketenagakerjaan, mempertahankan kualitas dan juga mempertahankan SDM yang potensial untuk tidak berpindah ke tempat lainnya (Robbins, 2007). Namun tidak dapat dipungkri bahwa, dalam mengembangkan dan juga mempertahankan usahannya, perusahaan kerap kali mengalami berbagai masalah antara sumber daya manusia dengan kepentingan organisasi. Hal ini berkaitan dengan tuntutan-tuntutan baik dari organisasi maupun sumber daya manusia itu sendiri (Priyatna, 2007).

Salah satu masalah yang menonjol adalah perilaku karyawan yang kurang menguntungkan bagi kemajuan perusahaan. Walaupun menyerap banyak jumlah tenaga kerja, perusahaan kerap mengalami masalah yang berkaitan dengan sumber daya manusia (Priyatna, 2007). Terutama tentang bagaimana cara mempertahankan sumber daya manusia yang potensial yang dimiliki perusahaan, agar tidak berpindah ke tempat lainnya. Tingginya tingkat pergantian karyawan merupakan masalah yang tidak terhindarkan. Karyawan dengan mudah keluar dan masuk perusahaan, dengan alasan untuk gaji yang lebih besar, karir yang lebih menjanjikan, lingkungang kerja yang lebih nyaman, atau sekedar alasan pribadi

(2)

(Priyatna, 2007). Perilaku karyawan yang meninggalkan perusahaan tersebut disebut dengan intensi keluar (turnover intention) (Mobley, 1982).

Intensi turnover didefinisikan sebagai perkiraan probabilitas karyawan yang akan meninggalkan organisasi dalam jangka waktu dekat atau niat langsung individu untuk meninggalkan pekerjaannya (Brough & Frame, 2004). Selanjutnya Mobley (1982) secara sederhana menggambarkan turnover sebagai bentuk seorang karyawan memutuskan berhenti bekerja dari organisasi. Kehilangan karyawan berarti perusahaan juga kehilangan kemampuan, pengalaman, dan sosok (Mobley, 1977). Hal ini merupakan isu yang penting bagi manajemen, karena akan mempengaruhi produktivitas, profitability, dan kualitas dari pelayanan (Mobley, 1982). Meskipun tampaknya mudah mencari karyawan, di balik itu semua ada biaya kehilangan seorang karyawan yang potensial (Priyatna, 2007). Dampak turnover yang tinggi mempengaruhi keadaan moral karyawan, hubungan antar karyawan dan keamanan kerja serta mengakibatkan semakin banyak potensi biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan, hal ini berhubungan dengan biaya rekrutmen, seleksi dan pelatihan (Priyatna, 2007).

Selanjutnya Robbins (2007) menjelaskan bahwa, saat karyawan berhenti bekerja dari organisasi, maka akan memberikan dampak terhadap tingkat penjualan dan profit yang diterima oleh perusahaan, juga menyangkut kerugian yang berkaitan dengan kehilangan kesempatan (lost of opportunities), losses due

to territory dan pelayanan pelanggan yang buruk selama pemimpin belum

menemukan pengganti karyawan yang pergi. Seiring dengan menurunnya tingkat produktifitas selama periode kekosongan posisi kerja, dampak lain yang timbul adalah meningkatnya stres yang dirasakan oleh karyawan lain yang harus

(3)

mengambil alih peran dan tugas karyawan yang pergi tersebut (Abbasid & Hollman, 2000).

Meningkatnya turnover bisa menjadi tolak ukur menurunnya kinerja, kualitas produk maupun pelayanan jasa dan merupakan sebuah tanda bahwa perusahaan memiliki masalah internal dan tujuan perusahaan tidak berhasil dicapai (Geurts, Schaufeli, & Jonge, 1998). Hal yang sama diungkapkan oleh Miller (1992); & Ahmad & Omar (2010), ketika sebuah organisasi kehilangan karyawannya, terdapat beberapa dampak meliputi berkurangnya level inovasi keseluruhan dan kualitas pelayanan pelanggan, yang terjadi karena berkurangnya motivasi karyawan untuk bekerja bagi organisasi. Turnover juga dapat membuat perusahaan kehilangan nama baiknya di mata konsumen dan karyawannya sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Level Playing Field Institute (2007). Di mata konsumen dan pihak luar, perusahaan terkesan tidak sanggup mempertahankan karyawannya di dalam perusahaan sekaligus menimbulkan persepsi bahwa karyawan diperlakukan dengan tidak baik. Selain itu, di mata karyawannya sendiri, perusahaan dipandang tidak mampu menyediakan keamanan kerja sehingga akan mengurangi motivasi karyawan di perusahaan tersebut. Dampak negatif turnover lainnya juga dikemukakan oleh Pisneacova (2011), yang menyebutkan bahwa selain membuat citra perusahaan menjadi buruk, tingginya turnover pada suatu perusahaan juga membuat para pencari kerja enggan melamar pekerjaan di perusahaan yang bersangkutan.

Turnover karyawan juga dapat mengacaukan rencana dan strategi organisasi

untuk mencapai tujuannya yang mana hal tersebut terkait dengan berkurangnya sumber daya manusia dan hilangnya staf dengan talenta yang dibutuhkan oleh

(4)

organisasi (Abbasi, Hollman & Hayes, 2008). Hal ini menjadi penting bagi perusahaan atau organisasi mengerti alasan keluarnya karyawan meninggalkan organisasi. Juga mengingat bahwa tenaga kerja merupakan salah satu sumber daya yang paling krusial dalam suatu perusahaan, maka penting bagi pihak manajemen untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat perputaran tersebut (Robbins, 2007).

Steers & Mowday (1981) menyatakan bahwa keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi seringkali disebabkan oleh adanya kesempatan memperoleh pekerjaan alternatif. Menurut Hwang & Kuo (2006), karakteristik organisasi memiliki pengaruh positif terhadap turnover intention, yang berarti bahwa ketika karyawan melihat peluang untuk keluar dari organisasi menguntungkan, maka niat mereka untuk meninggalkan organisasi semakin tinggi. Hom & Griffeth (1995), juga menyatakan bahwa adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan untuk berhenti bekerja dari organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung adalah adanya kesempatan mendapatkan pekerjaan alternatif, karakter pekerjaan, karakteristik lingkungan kerja, leader member exchange, gaya kepemimpinan seorang manajer, demografi organisasi, kinerja, keefektifan peranan motivasi oleh atasan, dan budaya perusahaan.

Budaya merupakan alat organisasi untuk membentuk sikap dan perilaku karyawan dengan memberikan suatu identitas, mendukung loyalitas antara staf dan pelanggan, dan membentuk dasar keputusan (Schein, 2006). Budaya berhubungan dengan bagaimana perusahaan mewujudkan visi, memenangkan hati pelanggan, memenangkan persaingan, membangun kekuatan perusahaan dan

(5)

membangun komitmen karyawan (Mangkusasono, 2007). Menurut Hofstede, Neuijen, Ohayv & Sanders (1990), budaya bukanlah perilaku yang jelas atau benda yang dapat terlihat dan diamati seseorang. Budaya juga bukan falsafah atau sistem nilai yang diucapkan atau ditulis dalam anggaran dasar organisasi tetapi budaya adalah asumsi yang terletak di belakang nilai dan menentukan pola perilaku individu terhadap nilai-nilai organisasi, suasana organisasi dan kepemimpinan. Organisasi dengan budaya tertentu memberikan daya tarik bagi individu dengan karakteristik tertentu untuk bergabung. Budaya organisasi bersifat nonformal atau tidak tertulis namun mempunyai peranan penting sebagai cara berpikir, menerima keadaan dan merasakan sesuatu dalam perusahaan tersebut.

Menurut Gibson, Ivancevich, & Donnelly (1997) budaya organisasi merupakan, apa yang dipersepsikan atau yang dirasakan oleh karyawan dan bagaimana persepsi tersebut membentuk sikap, pola keyakinan, nilai-nilai dan pengharapan. Organisasi yang memiliki budaya yang kuat dapat mempunyai pengaruh yang bermakna bagi perilaku dan sikap anggotanya. Suatu budaya yang kuat akan membentuk kohesivitas, kesetiaan, komitmen terhadap perusahaan, yang akan mengurangi kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi (Robbins, 2001). Selain itu budaya yang kuat membuat suatu organisasi efisien dan efektif dimana budaya organisasi harus sesuai dengan kebutuhan bisnis, perusahaan dan pegawainya (Wallach, 1983). Kesesuaian antara budaya organisasi dengan anggotanya akan menimbulkan kepuasaan kerja sehingga mendorong individu untuk bertahan pada suatu organisasi dan berkarir dalam jangka panjang (Wallach, 1983). Menurut Kotter & Hesket (1992) mereka yang

(6)

merasa tidak nyaman dalam suatu lingkungan akan mengalami ketidakberdayaan dan kekhawatiran. Namun sebaliknya, kalau ia merasa nyaman dengan lingkungannya ia akan memperlihatkan sifat positif dan memilih tinggal lebih lama dalam lingkungan tersebut.

Suatu organisasi biasanya mempunyai lebih dari satu budaya atau seringkali disebut multi-budaya, sub-budaya (sub culture) timbul karena adanya perbedaan letak geografis (Kotter dan Heskett, 1992). Menurut (Sackman, 1992) perbedaan karakteristik antara unit kerja menyebabkan terjadinya multibudaya dalam organisasi. Organisasi dengan budaya tertentu memberikan daya tarik bagi individu dengan karakteristik tertentu untuk bergabung. Wallach (1983) membagi budaya organisasi ke dalam tiga tipe. Tipologi ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan lebih jauh seberapa kuat atau lemahnya suatu budaya melekat pada organisasi tersebut. Ketiga tipe tersebut meliputi budaya birokratis, budaya inovatif dan budaya suportif. Wallach (1983) menyatakan bahwa kinerja seseorang dan hasil kerja yang baik, tergantung pada kesesuaian antara karakteristik orang tersebut dengan budaya organisasi. Kesesuaian antara individu dengan budaya organisasi, akan menimbulkan kepuasan kerja, komitmen kerja dan akan mendorong individu untuk bertahan pada satu perusahaan dan berkarir dalam jangka panjang (Kotter & Hesket, 1992; Wallach, 1983; O’Reilley, Charles & Chatman, Jenifer & Caldwell, 1991).

Robbins (2001) mengemukakan sikap atau perilaku anggota organisasi pada umumnya sangat dipengaruhi oleh budaya dalam suatu organisasi dan dipengaruhi pula oleh perilaku pemimpinnya. Menurut Hom & Griffeth (1995), faktor gaya kepemimpinan menejer merupakan salah satu faktor yang paling kuat

(7)

mempengaruhi keinginan karyawan untuk berhenti bekerja, terutama dalam suatu perusahaan yang mengandalkan tenaga penjualan. Menurut Riley (2006) gaya kepemimpinan seorang manajer atau atasan yang kuat dan mampu mempengaruhi keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Pemimpin merupakan bagian dari sebuah tim kerja dan memiliki tanggungjawab untuk mengarahkan dan mempengaruhi para bawahannya untuk mencapai target atau tujuan perusahaan (Riley, 2006). Menurut Bass (1990) gaya kepemimpinan seorang atasan memiliki pengaruh secara individu dalam memberikan pengaruh, baik positif maupun negatif terhadap prestasi kerja bawahannya. Bass (1990) juga menyatakan bahwa kualitas dari pemimpin sering kali dianggap sebagai faktor terpenting yang menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi. Schein (1992) juga menyatakan bahwa pimpinan mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan organisasi dan kunci dalam keefektifan organisasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Buckingham & Coffman (1999) mengenai pengaruh gaya kepemimpinan dengan keinginan karyawan untuk berhenti bekerja, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara gaya kepemimpinan terhadap intensi turnover. Dimana semakin buruk gaya kepemimpinan yang dirasakan oleh karyawan menyebabkan semakin tingginya keinginan karyawan untuk meninggalkan perusahaan. Menurut Buckingham & Coffman (1999), jika orang-orang yang potensial meninggalkan perusahaan, maka yang harus diperhatikan adalah atasan langsung mereka. Atasan adalah alasan karyawan bertahan dan berkembang dalam organisasi dan pemimpin adalah salah satu alasan mengapa mereka berhenti, pergi membawa pengetahun, pengalaman, dan relasi bersama mereka (Bungkingham & Coffman, 1999).

(8)

Menurut Priyatna (2007) karyawan bisa menjadi tidak nyaman dengan cara yang berbeda-beda, misalnya adanya gaya pemimpin yang terlalu mengontrol, terlalu curiga, terlalu mencampuri, sok tahu, juga terlalu mengecam. Atasan lupa bahwa para pekerja bukanlah aset tetap, mereka adalah agen bebas. Seorang karyawan akan berhenti, biasanya karena masalah yang tampak remeh (Priyatna, 2007). Contohnya sikap atasan yang terlalu keras atau kasar menyebabkan karyawan menjadi tidak nyaman seperti pernyataan “kamu tidak penting! Saya bisa mencari puluhan oang seperti kamu”. Meskipun benar bahwa orang meninggalkan pekerjaan karena berbagai alasan, untuk kesempatan yang lebih baik atau alasan khusus, mereka yang keluar juga sebetulnya bisa saja bertahan, kalau bukan mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari atasan mereka (Riley, 2006). Gaya kepemimpinan yang buruk memberikan dampak langsung pada kesehatan emosional, kenyamanan, kebahagiaan dan produktivitas karyawan sehingga hal tersebut menjadi pemicu munculnya keinginan karyawan untuk meninggalkan perusahaan (Priyatna, 2007).

Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi, memotivasi, dan diyakini memiliki pengaruh terhadap produktivitas dan kohesivitas kelompok (Bass, 1990). Dan gaya kepemimpinan adalah perilaku yang ditunjukkan seseorang pada saat ia mencoba mempengaruhi perilaku orang lain (Bass, 1990). Menurut Siagian (2003) peranan pemimpin dalam organisasi sengat sentral dalam pencapaian tujuan dari berbagai sasaran yang ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan mempunyai fungsi penentu arah dalam pencapain tujuan, wakil dan juru bicara organisasi, komunikator, mediator dan integrator. Abbasi & Hollman (2000), menyatakan bahwa pemimpin

(9)

yang tidak efektif memiliki visi yang lemah, penilaian yang tidak akurat, kemampuan komunikasi yang tidak efektif dan mengarah kepada keinginan karyawan untuk melepaskan diri. Oleh karena itu perusahaan dalam melakukan aktivitasnya, diisyaratkan memiliki pemimpin handal yang mampu mengantisipasi masa depan organisasi dan mengambil peluang dari perubahan sehingga dapat mengarahkan organisasi untuk sampai pada tujuannya (Pors, 2008).

Menurut Bass & Avolio (1994); & Robbins (2007) kepemimpinan transformasional berhubungan erat dengan peningkatan produktivitas, kinerja, loyalitas karyawan, komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan penurunan intensi

turnover. Kepemimpinan transformasional dinilai lebih efektif dibandingkan

pemimpin transaksional dalam membantu bawahannya untuk mencapai produktivitas yang tinggi, kepuasan kerja yang lebih tinggi dan dalam proses menurunkan niat karyawan untuk meninggalkan organisasi (Bass & Avolio, 1994; Julia, Natalie, & Tony, 2003). Hasibuan (2008) menyatakan kepemimpinan transformasional adalah suatu gaya atau perilaku pemimpin yang memberikan pertimbangan sendiri, ransangan intelektual, dan memiliki kharisma. Hasibuan (2008) juga menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang efektif dan juga dianggap lebih revolusioner dan aktif. Burn (1978) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan suatu proses dimana pemimpin dengan pengikut atau bawahan secara bersama-sama sampai pada moralitas dan motivasi pada tingkat yang lebih tinggi. Pengikut merasakan adanya kepercayaan, kebanggaan, loyalitas, dan rasa hormat kepada atasan atau pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan sesuatu yang melebihi apa yang diharapkan (Bass, 1990).

(10)

Menurut Chen (2004), budaya organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap bagaimana karyawan memandang organisasi mereka, tanggungjawab dan komitmen mereka. Sedangkan pemimpin mempengaruhi bawahan mereka baik secara langsung melalui interaksi dan juga melalui budaya organisasi. Ullah, Muhammad & Amjad (2011) menyatakan bahwa semakin kuat gaya kepemimpinan yang diterapkan dan didukung oleh budaya organisasi yang baik, maka akan meningkatkan tingkat kepuasan serta kreativitas yang tinggi dari karyawan dan mampu mengurangi keinginan karyawan untuk meninggal perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan transformasional terhadap intensi turnover karyawan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap intensi turnover karyawan. 2. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap intensi

turnover karyawan.

3. Bagaimana pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan transformasional terhadap intensi turnover karyawan.

(11)

C. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap intensi turnover karyawan.

2. Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap intensi turnover karyawan.

3. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan transformasional terhadap intensi turnover karyawan.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi teoritis bagi disiplin ilmu psikologi industri dan organisasi, terutama teori-teori yang berkaitan dengan budaya organisasi, gaya kepemimpinan transformasional dan intensi turnover karyawan.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi teoritis dan empiris sebagai penunjang untuk penelitian di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris bagi perusahaan mengenai bagaimana pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan transformasional terhadap intensi turnover karyawan b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris bagi

(12)

gambaran budaya organisasi dan gaya kepemimpinan transformasional dalam perusahaan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adanya sistematika penulisan adalah untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan. Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

2. BAB II LANDASAN TOERI

Bab ini membahas tentang landasan teori yang digunakan oleh peneliti dalam membahas pengaruh budaya organisasi suportif dan gaya kepemimpinan transformasional terhadap intensi turnover karyawan, hubungan antar variabel dan hipotesis penelitian.

3. BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas variabel penelitian beserta definisi operasionalnya, populasi dan sampel penelitian, metode pengambilan data, uji validitas, uji reliabilitas, uji coba alat ukur, prosedur penelitian dan metode analisa data. 4. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas mengenai gambaran umum obyek penelitian, uji asumsi, hasil penelitian yang disertai analisa data dan pembahasan.

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian dan saran penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Adanya produk substitusi dari perusahaan yang tidak sejenisB. Adanya lembaga pemerintah yang mendukung kelayakan bisnis forex

Berdasarkan hasil observasi berupa wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten bahwa pengembangan karier

Analisis kebutuhan merupakan suatu tahapan yang memutuskan kebutuhan apa saja yang harus ada pada sistem berdasarkan hasil analisis yang didapat dari sampel website

30 menit sebelum datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa pasien mengalami kejang, kejang berlangsung selama 5 menit, kejang terjadi di sebagian tubuh pasien yaitu tangan

Basis data (database) merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan

26 Beberapa kota besar di eropa seperti Paris, New York, London dapat dikatakan sebagai sebuah kota yang berhasil dalam membangun karakter yang kuat dan membuat

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (6,356 > 2,006), dengan demikian hipotesis kedua yang diajukan bahwa

Bencana alam ekstraterestrial adalah bencana alam yang disebabkan oleh benda dari luar angkasa. Meteor atau bintang beralih jatuh ke bumi dan mengakibatkan lubang yang