• Tidak ada hasil yang ditemukan

DNA (deoxy ribonucleic acid) yang membawa informasi genetik. Bagian tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DNA (deoxy ribonucleic acid) yang membawa informasi genetik. Bagian tengah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Spermatozoa

Spermatozoa adalah sel kelarnin jantan yang dibentuk pada tubuli semineferi testes melalui proses yang disebut spermatogenesis (Toelihere, 1993a dan Salisbury dan VanDemark, 1985).

Fisiologi Spermatozoa

Secara garis besar spermatozoa terbagi atas kepala dan ekor (Gamer dan Hafez, 2000). Sedangkan menurut Salisbury dan VanDemark (1985) spermatozoa normal memiliki kepala, leher, badan dan ekor (Gambar 1).

Kepala spermatozoa terisi dengan materi inti mengandung

kr.,

c m ~ ~ ~ m DNA (deoxy ribonucleic acid) yang membawa informasi genetik. Bagian tengah

ekor (axonema) terdapat sejumlah mitokondria yang dipercaya dapat memberikan energi untuk daya gerak. Bagian ini mengandung sebagian besar mekanisme daya gerak spermatozoa dan memiliki peranan yang sangat penting terhadap motilitas (Toelihere, 1993a).

End Pieee

(2)

Metabolisme spermatozoa dalam keadaan anaerobii menghasilkan asam laktat yang makin tertimbun dan meninggikan derajat keasaman atau m e n d a n pH larutan tersebut. Derajat keasaman sangat mempengaruhi daya tahan hidup spermatozoa. Pada sapi dan dornba, pH semen adalah netral, sekitar 6,s (ToelihereJ 993b).

Spermatozoa juga melakukan proses metabolime secara aktif, dengan adanya enzim yang dibutuhkan untuk reaksi kimia seperti glikolosis, siklus asam trikarbosilik, oksidasi asam lemak dan transpor elektron (Gamer dan Hafez, 2000). Proses metabolisme juga dilakukan untuk menghasilkan dan menyimpan energi berupa ATP (adenosine triphospate) yang digunakan untuk pergerakan atau motilitas spermatozoa (Metz dan Monroy, 1967).

Setelah menyelesaikan spermatogenesis dalam testes, spermatozoa harus terlebih dahulu mengalami pematangan di epididrnis, kapasitasi disaluran reproduksi betina dan reaksi akrosom saat berikatan dengan sel telur agar fertilisasi dapat terjadi (Djuwita et al., 2000). Sedangkan menurut Tomaszewska et al. (1991) spermatozoa mengalami fase pematangan yang kornpleks di dalam saluran reproduksi betina yaitu kapasitasi dan reaksi akrosom.

kapasitasi Spermatotoa dan Reaksi Akrosom

Kapasitasi Spermatozoa. Spermatozoa mamalia mengalami proses pernatangan di dalam saluran reproduksi jantan (Tomaszewska et al., 1991). Pematangan pada epididimis meliputi penghilangan sisa-sisa sitoplasma (cytoplasmic droplet), p e n a m b h beberapa protein pada membran plasma, serta memperoleh kemampuan bergeraklmotilitas (Djuwita et al., 2000).

Kapasitasi merupakan proses fisiologis yang te rjadi selama spermatozoa melalui saluran reproduksi betina dimana te rjadi perubahan kestabilan membran plasma spermatozoa sehingga memungkinkan terjadmya proses reaksi akrosom (Djuwita et al., 2000). Anderson (1977) mengemukakan bahwa kapasitasi spermatozoa dapat dilihat dari dua mekanisme, pelepasan faktor kimia (faktor dekapasitasi) dari spermatozoa dan aktifasi enzim akrosom (reaksi akrosom).

(3)

Proses kapasitasi memungkinkan terjadinya perubahan membra spermatozoa serta pelepasan suatu komponen dari perrnukaan akrosom (Blandau, 1980).

Kapasitasi mencakup pemecahan parsial akrosom bagian luar dan membran plasma, sehingga enzim akrosom dapat dilepaskan. Enzim-enzim tersebut selanjutnya dapat menembus zona pelusida. Kapasitasi juga mengaktifkan metabolisme sel-sel spermatozoa dengan menaikkan laju glikolisis dalam sel dan menaikan metabolisme oksidatif (Randson, 1992).

Menurut Mach ef al. (1991) kapasitasi mengakibatkan terjadinya hipermotilitas spermatozoa dan memudahkan terjadiiya reaksi akrosom walaupun belum menyebabkan terjadiiya pelepasan enzim akrosom karena membran akrosom sebelah luar masih utuh.

Secara in vitro kapasitasi spermatozoa dapat dilakukan dengan pencucian (sentrifugasi) pada medium BO ataupun CRlaa yang telah diberi tambahan kafein, heparin Gosenkrans dan First, 1991). Beberapa metode kapasitasi telah banyak dikembangkan untuk menyiapkan spermatozoa menjadi terkapasitasi, diantaranya menggunakan kafein, heparin, percoll gradient, hipotaurin, liposom, medium berkekuatan ion tinggi (high ionic strength medium) dan masih banyak yang lain (Herawati et al., 2001).

Reaksi Akrosom. Reaksi akrosom yaitu peleburan membran plasma dengan membran akrosom dari spermatozoa (Djuwita et al., 2000, Garner dan Hafez, 2000 dan Anderson, 1977) yang memungkinkan pengeluaran enzim-enzim hidrolitik yang terkandung di dalam tudung akrosom.

Setelah dekat dengan oosit, spermatozoa yang telah menjalani kapasitasi akan terpengaruh oleh zat-zat dari corona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah kepala spermatozoa akan terlepas dan berkontak dengan lapisan corona radiata. Pada saat ini dilepaskan hyaluronidase yang dapat melarutkan corona radiata, hypsine-like agent dan lysine-zone yang dapat melarutkan dan membantu spermatozoa melewati zona pelusida untuk mencapai ovum (Reksoprodjo et al., 2007)

(4)

Penilaian Kualitas Spermatozoa

Motilitas Spermatozoa. Semen normal akan mengandung sejurnlah spermatozoa yang bergerak progresif, mati, hidup tetapi imrnotil, atau motilitasnya lemah (Campbell et al. 2003). Penaksiran motilitas merupakan pe~iilaian subyektif terhadap kemampuan dan kualitas motilitas dari spermatozoa (Ax et al., 2000). Perkiraan motilitas adalah suatu prosedur secara visual dan hasilnya dimyatakan secara komparatif, tidak mutlak. Oleh karena itu untuk melihat motilitas spermatozoa di dalam suatu sampel semen diteruskan secara keseluruhan atau sebagai rata-rata dari populasi spermatozoa (Toelihere, 1993b dan Salisbury dan VanDemark, 1985).

Motilitas spermatozoa sangat rentan dengan perubahan kondisi lingkungan (Ax et al., 2000). Sewaktu penampungan harus diperhatikan agar eja!:ulat tidak mengalami penurunan suhu secara mendadak (cold shock) yang sangat mempengamhi motilitas spermatozoa. Panas yang berlebih-lebihan dan bahan- bahan kimia atau benda asing lainnya juga m e n d a n motilitas speramatozoa (Toelihere, 1993b).

Hidup Mati Spermatozoa. Perbedaan afinitas zat wama antara sel-sel spermatozoa yang mati dan yang hidup dipergunakan untuk menghitung jumlah spermatozoa yang hidup secara obyektif. Zat warna yang digunakan adalah eosin atau eosin negrosin (Toelihere, 1993b), sedangkan menurut Salisbury dan VanDemark (1985), eosin adalah pewarna yang paling baik digunakan, dilengkapi dengan opal blue sebagai latar belakang sehingga pengamatan spermatozoa yang benvama dan yang tidak benvama menjadi jelas.

Penghitungan spermatozoa hidup dan mati perlu dinilai secara kritis. Zat warna atau teknik pewamaan yang kurang baik sangat m e m p e n g d i hasil pemeriksaan. Teknik pewamaan dilakukan dengan membuat preparat ulas. Spermatozoa yang mati akan benvama merah dan sepermatozoa yang hidup tak benvama. Suatu kejadian kerusakan spermatozoa yang tinggi biasanya berhubungan dengan motilitas dan fertilitas yang rendah. Akan tetapi motilitas

(5)

yang rendah dapat berkaitan dengan persentase spermatozoa hidup yang normal (Toeliiere, 1993b).

Abnormalitas Spermatozoa. Setiap sampel semen mengandung beberapa spermatozoa abnormal. Morfologi abnormalitas spermatozoa mempunyai hubungan yang besar dengan fertilitas (Ax et

aL,

2000). Ada korelasi positif antara morfologi normal sperma dengan abnormalitas. Pada domba, ketika terdapat 20% atau lebih spermatozoa abnormal menunjukkan ketidaksuburan atau fertilasnya diragukan. Lebih dari 15% spermatozoa abnormal maka tidak dapat digunakan untuk inseminasi buatan (Ax et aL, 2000). Jumlah abnormalitas dihitung dari pemeriksaan sekitar 200 sel spermatozoa. Kelainan morfologi di bawah 20% masih dianggap normal (Toelihere, 1993a).

Semen domba yang memiliki motilitas lebih besar dari 85% dan abnormalitas kurang dari 10% menunjukan kualitas yang baik. Namun tidak semata-mata hanya menggunakan dua parameter ini. Jumlah total spermatozoa hidup per inserninasi lebii penting dari persentase spermatozoa abnormal. Ketidakmampuan dari satu spermatozoa untuk penetrasi ke zona pelusida dari sel teIur dipercaya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi fertilisasi (Ax et al.,

2000).

Abnormalitas bisa terjadi pada kepala, leher, badan, ekor, atau beberapa kombinasi pada bagian-bagian tersebut. Abnormalitas pada kepala termasuk kepala kembar, kepala pipih atau berbentuk buah per bulat, mengerut, membesar, menyempit, memanjang dan kepala kecil. Abnormalitas pada leher terdiri dari leher patah, dan kepala tak berekor, abnormalitas pada badan umumnya bengkok, patah, pendek, membesar, atau rnenebal, filiform ganda dan seperti batang, penggabungan tanpa sumbu dengan kepala. Abnormalitas pada ekor adalah melingkar, ganda, patah, menggulung (Salisbury dan VanDernark, 1985).

Produksi Embrio In vitro

Proses produksi embrio in vitro secara umum dilakukan melalui tiga tahapan penting yaitu in vifro maturation, fertilisasi in vifro (IVF) dan kultur in vitro (Setiadi, 2001 dan Siturnorang dan Triwulaningsih, 2004).

(6)

Pematangan Oosit In vitro

Pematangan oosit meliputi pematangan inti, ekspansi sel kurnulus dan pematangan sitoplasma (Parrish dan Fist, 1991). Pematangan oosit bertqjuan untuk menghasilkan sebuah oosit sekunder haploid yang diperlengkapi dengan berbagai kebutuhan biologis yang diperlukan untuk keberhasilan perkembangan embrio berikutnya (Hyttel et al., 1997). Tingkat kematangan inti oosit lebih dipengaruhi oleh kualitas oosit yang digunakan dan kondisi mikro selama proses pematangan (Boediono et al., 2006)

Oosit didapat dari ovarium dari rumah potong hewan dan dipindahkan ke laboratorium dengan menggunakan NaCL 0,9% yang mengandung antibiotik dengan suhu 23-27OC ( Bavister et al., 1992). Oosit dikumpulkan dengan metode memotong (dissecting), aspirasi maupun penyayatan (Slicing) (Jainudeen et al., 2000), secepatnya setelah hewan dipotong kemudian dimatangkan secara in vifro.

Umumnya medium yang digunakan untuk pematangan oosit adalah tissue culture medium-199 (TCM-199) disuplementasi dengan 10% fetal calf serum (FCS) dan gonadotropin (FSH, LH) diinkubasi pada suhu 3 8 , 5 3 9 ' ~ pada 5% C02 selama 24 jam (Gordon, 2004 dan Jainudeen et al., 2000).

Fertilisasi In vitro

Untuk dapat melakukan fertilisasi, spermatozoa harus terlebih dahulu mengalami kapasitasi dan reaksi akrosom (Gordon, 2004). Pada semen beku secara in viho kapasitasi spermatozoa dapat memakai metode fisik (teknik swim up, percoll density gradient) atau zat-zat kimia (kafein, teopiline, heparin) (Jainudeen et al., 2000).

Keberhasilan fertilisasi in vitro memerlukan kesiapan yang memadai secara biologis dari oosit dan sperma dan kondisi kultur yang mendukung efektifitas metabolisme dari gamet jantan dan betina (Bracket dan zuelke, 1993). Berbagai aspek kondisi kultur seperti medium, waktu inseminasi dan kapasitasi, dan sistem kultur yang baik dapat meningkatkan keberhasilan fertilisasi in vitro (Jaswandi, 2002).

Fertilisasi pada marnalia melalui tiga peristiwa yang penting yaitu migrasi spermatozoa diantara sel-sel kumulus, penempelan dan migrasi spermatozoa

(7)

menembus zona pelusida, dan fusi spermatozoa dan membran sel telur (Hafez dan Hafez, 2000). Djuwita et al. (2000) mengutarakan sebelum spermatozoa menembus dan masuk ke dalam sitoplasma sel telur, spermatozoa harus melalui beberapa lapisan selubung sel telur yaitu dari bagian paling luar berturut-turut adalah sel-sel kumulus, zona pelusida dan membran plasma (membrane vitelin). Spermatozoa menembns lapisan sel-sel kumulus dengan mengeluarkan enzim hyaluronidase yang akan mencerna asam hialuronat yang terdapat diantara sel-sel kumulus. Setelah menembus sel-sel kumulus spermatozoa berikatan dengan zona pelusida melalui ikatan antigen reseptor. Dalam hal ini yang bertindak sebagai antigen adalah protein-protein yang terdapat pada membran plasma spermatozoa dan sebagai reseptor adalah glikoprotein (ZP1, ZP2, dan ZP3). Ikatan spermatozoa-ZP3 akan merangsang reaksi akrosom dan pengeluaran enzim-enzim hidrolitiknya yang berperan mencema dan menembus zona pelusida. Ikatan spermatozoa-ZP3 bersifat sementara dan akan lepas setelah tejadi reaksi akrosom yaitu saat membran plasma spermatozoa melebur dan dilanjutkan ikatan antara membran akrosom sebelah dalam dengan ZP2 yang memungkinkan ikatan sperma-zona pelusida selama proses penembusan zona pelusida oleh spermatozoa. Setelah menembus zona pelusida, spermatozoa masuk ke ruang perivitelin dan menempel pada membran vitelin, kemudian spermatozoa masuk ke dalam sitoplasma sel telur dan melakukan penyatuan (syngami).

Jaswandi (2002) melaporkan bahwa periode fertilisasi dan sistem inkubasi tidak berpengaruh terhadap tingkat fertilisasi oosit domba in vitro. Fertilisasi dapat dilakukan selama enam jam baik pada sistem inkubasi tanpa COz 5% maupun sistem inkubasi dengan butiran efe~esen. Perpanjangan periode fertilisasi sampai 24 jam tidak meningkatkan keberhasilan fertilisasi oosit in vitro.

Kultur Embrio

in

vitro

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam produksi embrio in vitro. Kondisi kultur dan jenis medium yang digunakan, penambahan serum betina estrus, cairan folikel, fetal bovine serum (FBS), hormon estradiol dan gonadotropin, serta co-culture dengan sel granulosa atau sel oviduk yang sangat

(8)

mempengarubi keberhasilan fertilisasi dan perkembangan embrio tahap selanjutnya (Machatkova et al., 1996).

Zigot yang telah dihasilkan setelah

M?

(In vitro Fertilization) hams di kultur untuk perkembangan lebih lanjut sebelum ditransfer ke uterus atau diiopreservasi. Oleh karena itu kultur embrio secara in vitro membutuhkan lingkungan yang cocok untuk pembelahan (cleavage) zigot dan perkembangan sampai tahap morula/blastosis (Peters, 1992). Dalarn medium kultur yang digunakan harus megandung nutrisi, vitamin, faktor pertumbuhan, hormon dan antioksidan yang ditambahkan dengan serum (Gordon, 2004).

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah teks apabila dilihat sebagai tanda bahasa, atau sebagai kumpulan tanda yang mempunyai hubungan, memiliki tiga aspek: pertama sintaksis teks, yaitu yang

Masing – masing pulang membawa ikan hasil memancing milik Emelius 10 kilo gram lebih banyak dari ikan milik Evan dan kurang 10 kilo gram ikan hasil pancingan Katea. Bila dijumlahkan

keterbukaan perdagangan (trade openness) terhadap inflasi di Indonesia dalam. jangka panjang dan jangka pendek dengan periode tahun 2000

Tidak seperti pada kedua era sebelumnya yang lebih menekankan pada unsur teknologi, pada era manajemen perubahan yang lebih ditekankan adalah sistem informasi,

Model pertumbuhan harga tersebut menyatakan perkembangan harga di 4 tempat, pada harga yang berfluktuasi bisa digambarkan model pertumbuhannya, walaupun harga yang

Perdagangan 7.1 Jumlah Pasar dan Fasilitas Pasar Di Kota Depok Tahun, 2014 Number of Market and Market Facility in Depok, 2014 7.2 Jumlah Petugas Retribusi Pasar dan Kebersihan

Istilah adult berasal dari kata kerja Latin, berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran

Peneliti mengumpulkan data melalui angket untuk megetahui dengan jelas pengaruh hafalan Juz „Amma terhadap prestasi belajar siswa kelas XI pada bidang studi