• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pengertian dan Penggolongan Deskripsi Kerja a. Pengertian Deskripsi Kerja

Induk kajian deskripsi kerja adalah analisa jabatan yang merupakan suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang harus melakukan tugas tersebut. Aktivitas ini adalah sebuah upaya untuk menciptakan kualitas dari pekerjaan dan kualitas dari kinerja total suatu organisasi. Organisasi akan baik jika sumber daya manusia di dalamnya telah mampu melaksanakan pekerjaan masing-masing dengan jelas, spesifik, serta tidak memiliki peran ganda yang dapat menghambat proses pencapaian kinerja.

Hasibuan (2000) menyatakan bahwa analisis jabatan adalah menganalisis dan mendesain pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya dan mengapa pekerjaan itu harus dilakukan.

Sedangkan Moekijat (1992) menyatakan bahwa kegunaan analisis jabatan sebagai berikut: 1) Mendapatkan kualitas dan kuantitas pegawai yang tepat yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi, 2) Pelatihan, 3) Evaluasi jabatan, 4) Penilaian pelaksanaan pekerjaan, 5) Promosi dan pemindahan, 6) Organisasi, 7) Perkenalan, 8) Penyuluhan, 9) Hubungan ketenagakerjaan, 10) Perencanaan kembali jabatan.

Sebagaimana yang diharapkan, maka dalam penelitian ini mengkaji salah satu kegiatan dalam analisis jabatan yaitu deskripsi kerja.

Mathis dan Jackson (2001) menyatakan bahwa: “deskripsi kerja adalah proses menyebutkan tugas, tanggung jawab dari suatu pekerjaan. Tugas-tugas perlu diketahui dengan jelas apa jenisnya, selanjutnya tanggung jawab apa yang harus dipegang oleh seorang yang melakukan tugas tersebut, sehingga karyawan tidak melakukan kesalahan dengan adanya kejelasan-kejelasan pekerjaan yang harus mereka lakukan”.

(2)

Hasibuan (2000) menyatakan adanya pengaruh deskripsi kerja terhadap pekerjaan, yakni apabila deskripsi kerja kurang jelas akan mengakibatkan seorang karyawan kurang mengetahui tugas dan tanggung jawabnya pada pekerjaan itu, mengakibatkan pekerjaan tidak tercapai dengan baik. Dengan adanya perancangan pekerjaan dan deskripsi tugas yang jelas, maka akan semakin produktif dan berprestasi sehingga keuntungan ekonomis dari deskripsi pekerjaan akan diperoleh.

Selanjutnya Mathis dan Jackson (2001) menyatakan ada tiga hal yang menjadi ukuran deskripsi kerja yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Tugas dan tanggung jawab esensial.

b. Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan, dan c. Kerjasama yang dilakukan dalam menjalankan tugas yang didelegasikan.

b. Faktor-faktor Deskripsi Kerja

Untuk melihat apakah deskripsi kerja sudah sesuai dengan harapan karyawan digunakan model analisis pekerjaan fungsional, yang digunakan Miwaukee dan Sidney dalam Mathis dan Jackson (2001) yang terdiri dari sasaran organisasi, apa yang dapat dilakukan karyawan untuk mencapai sasaran itu dalam pekerjaan mereka, tingkat dan orientasi apa yang dilakukan para tenaga kerja, standar kinerja dan isi pelatihan.

Penjelasan dari hal di atas adalah sebagai berikut:

a. Sasaran organisasi, sasaran organisasi merupakan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh suatu organisasi, baik sasaran jangka pendek, menengah, maupun sasaran jangka panjang.

b. Apa yang dapat dilakukan karyawan untuk mencapai sasaran itu dalam pekerjaan mereka. Sasaran yang menjadi tujuan organisasi dicapai melalui aktivitas karyawan dalam bentuk pelaksanaan kerja untuk mewujudkan sasaran-sasaran tersebut.

(3)

c. Tingkat dan orientasi apa yang dilakukan para tenaga kerja. Karyawankaryawan dalam organisasi perlu memiliki orientasi dalam bekerja, dalam bentuk pemahaman-pemahaman maksud dari pekerjaan yang dilakukan masing-masing karyawan.

d. Standar kerja, organisasi umumnya memiliki standar kinerja yang menjadi titik tolak karyawan dalam melakukan pekerjaannya sehingga menghasilkan sesuatu yang termuat dalam standar yang ada.

e. Isi pelatihan. Pelatihan mempengaruhi pelaksaan kerja, pelatihan diadakan untuk memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan bekerja dalam mencapai kinerja.

Ranupandojo dan Husnan (2002) menyatakan:

”Beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam menyusun suatu pernyataan yang teratur dari berbagai tugas dan kewajiban suatu pekerjaan atau jabatan tertentu, diantaranya identifikasi jabatan, tugas yang dilaksanakan, pengawasan yang diberikan dan yang diterima, hubungan dengan jabatanjabatan lain, bahan-bahan dan alat-alat yang dipergunakan, kondisi kerja, penjelasan istilah-istilah yang tidak lazim, komentar tambahan untuk melengkapi penjelasan di atas”

Seluruh faktor-faktor di atas merupakan unsur-unsur yang diperlukan untuk menyusun suatu deskripsi kerja yang baik pada suatu organisasi, terutama organisasi yang memiliki kapasitas besar serta memiliki banyak tenaga kerja.

2. Pengertian Tentang Lingkungan Kerja

a. Pengertian Lingkungan Kerja dan Jenis Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah tempat di mana karyawan melakukan aktivitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi karyawan. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja di mana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Produktivitas akan tinggi dan optimis

(4)

prestasi kerja karyawan juga tinggi. Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama karyawan dan hubungan kerja antarbawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat karyawan bekerja.

Menurut Nitisemito (dalam Intaghina, 2008) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut: “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan”.

Menurut Sedarmayati (dalam Intanghina, 2008) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut: “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”.

Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja.

Lingkungan kerja yang mendukung produktivitas kerja akan menimbulkan kepuasan kerja bagi pekerja dalam suatu organisasi. Menurut Sihombing (2004), indikator dari lingkungan kerja adalah sebagai berikut:

a. Fasilitas kerja, b. Gaji dan tunjangan, c. Hubungan kerja.

Menurut Sedarmayanti (dalam Intanghina, 2008) Yang menjadi indikatorindikator lingkungan kerja adalah sebagai berikut:

1. Penerangan, 2. Suhu udara, 3. Suara bising, 4. Penggunaan warna,

5. Ruang gerak yang diperlukan, 6. Keamanan kerja,

(5)

7. Hubungan karyawan.

Menurut Pattanayak (2002) Motivasi kerja karyawan akan terdorong dari lingkungan kerja. Jika lingkungan kerja mendukung, maka akan timbul keinginan karyawan untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Keinginan ini kemudian akan menimbulkan persepsi karyawan dan kreativitas karyawan yang diwujudkan dalam bentuk tindakan. Persepsi karyawan juga dipengaruhi oleh faktor insentif yang diberikan perusahaan.

Lingkungan kerja dapat dibagi atas 2 (dua) jenis, yaitu: 1. Lingkungan kerja sosial

Lingkungan kerja sosial yang mencakup hubungan kerja yang terbina dalam perusahaan. Kita bekerja di dalam perusahaan tidaklah seorang diri, dan dalam melakukan aktivitas, kita juga membutuhkan bantuan orang lain. Dengan demikian kita wajib membina hubungan yang baik antara rekan kerja, bawahan maupun atasan karena kita saling membutuhkan. Hubungan kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi psikologis karyawan.

Komunikasi yang baik merupakan kunci untuk membangun hubungan kerja. Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan kesalahpahaman karena gagal menyampaikan pikiran dan perasaan satu sama lain. Komunikasi yang baik dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi prestasi kerja karyawan dan membangun tim kerja yang solid. Untuk membangun hubungan kerja yang baik, menurut Mangkunegara (2003) diperlukan:

a. Pengaturan waktu, b. Tahu posisi diri, c. Adanya kecocokan, d. Menjaga keharmonisan,

e. Pengendalian desakan dalam diri,

f. Memahami dampak kata-kata atau tindakan anda pada diri orang lain, g. Jangan mengatur orang lain sampai anda mampu mengatur diri sendiri, h. Bersikap bijak dan bijaksana.

(6)

Hal ini menunjukkan bahwa untuk membangun hubungan kerja yang baik diperlukan pengendalian emosional yang baik di tempat kerja.

Mangkunegara (2003) menyatakan bahwa .Untuk menciptakan hubungan relasi yang harmonis dan efektif, pimpinan dan manajer perlu (1) meluangkan waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosi karyawan dan bagaimana mereka berhubungan dengan tim kerja serta (2) menciptakan suasana memperhatikan dan memotivasi kreativitas.. Dari pernyataan ini dapat kita simpulkan bahwa pengelolaan hubungan kerja dan pengendalian emosional di tempat kerja itu sangat perlu untuk diperhatikan karena akan memberikan dampak terhadap prestasi kerja karyawan. Hal ini disebabkan karena manusia itu bekerja bukan sebagai mesin. Manusia mempunyai perasaan untuk dihargai dan bukan bekerja untuk uang saja.

2. Lingkungan kerja fisik

Lingkungan kerja fisik adalah tempat kerja karyawan melakukan aktivitasnya. Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat dan emosi kerja para karyawan. Faktor-faktor fisik ini mencakup suhu udara di tempat kerja, luas ruang kerja, kebisingan, kepadatan, dan kesesakan. Faktor-faktor fisik ini sangat mempengaruhi tingkah laku manusia. Sarwono (1992) menyatakan bahwa “kadang-kadang peningkatan suhu menghasilkan kenaikan prestasi kerja tetapi kadang-kadang malah menurunkan”. Menurut Bell, dkk dalam Sarwono (1992), kenaikan suhu pada batas tertentu menimbulkan arousal yang merangsang prestasi kerja tetapi setelah melewati ambang batas tertentu kenaikan suhu ini sudah mulai mengganggu suhu tubuh yang mengakibatkan terganggunya pula prestasi kerja. Lingkungan kerja fisik ini juga merupakan faktor penyebab stress kerja karyawan yang berdampak pada kinerja karyawan.

Robbins (2002) menyatakan bahwa .faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah: a) suhu, b) kebisingan, c) penerangan, d) mutu udara..

1. Suhu

Suhu adalah suatu variabel di mana terdapat perbedaan individual yang besar. Dengan demikian untuk memaksimalkan produktivitas, adalah penting

(7)

bahwa karyawan bekerja di suatu lingkungan di mana suhu diatur sedemikian rupa sehingga berada di antara rentang kerja yang dapat diterima setiap individu.

b. Kebisingan

Bukti dari telaah-telaah tentang suara menunjukkan bahwa suara-suara yang konstan atau dapat diramalkan pada umumnya tidak menyebabkan penurunan kinerja sebaliknya efek dari suara-suara yang tidak dapat diramalkan memberikan pengaruh negatif dan mengganggu konsentrasi karyawan.

c. Penerangan

Bekerja pada ruangan yang gelap dan samar-samar akan menyebabkan ketegangan pada mata. Intensitas cahaya yang tepat dapat membantu karyawan dalam memperlancar aktivitas kerjanya. Tingkat yang tepat dari intensitas cahaya juga juga tergantung pada usia karyawan. Pencapaian kinerja pada tingkat penerangan yang lebih tinggi adalah lebih besar untuk karyawan yang lebih tua dibanding yang lebih muda.

d. Mutu Udara

Merupakan fakta yang tidak bisa diabaikan bahwa jika menghirup udara yang tercemar membawa efek yang merugikan pada kesehatan pribadi. Udara yang tercemar dapat mengganggu kesehatan pribadi karyawan. Udara yang tercemar di lingkungan kerja dapat menyebabkan sakit kepala, mata perih, kelelahan, lekas marah, dan depresi.

Faktor lain yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah rancangan ruang kerja. Rancangan ruang kerja yang baik dapat menimbulkan kenyamanan bagi karyawan di tempat kerjanya. Faktor-faktor dari rancangan ruang kerja tersebut menurut Robbins (2002) terdiri atas: “a) Ukuran ruang kerja, b) Pengaturan ruang kerja, c) Privasi”.

a. Ukuran ruang kerja

Ruang kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Ruang kerja yang sempit dan membuat karyawan sulit bergerak akan menghasilkan kinerja yang lebih

(8)

rendah jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki ruang kerja yang luas.

b. Pengaturan ruang kerja

Jika ruang kerja merujuk pada besarnya ruangan per karyawan, pengaturan merujuk pada jarak antara orang dan fasilitas. Pengaturan ruang kerja itu penting karena sangat mempengaruhi interaksi sosial. Orang lebih mungkin berinteraksi dengan individu-individu yang dekat secara fisik. Oleh karena itu lokasi kerja karyawan mempengaruhi informasi yang ingin diketahui.

c. Privasi

Privasi dipengaruhi oleh dinding, partisi, dan sekatan-sekatan fisik lainnya. Kebanyakan karyawan menginginkan tingkat privasi yang besar dalam pekerjaan mereka (khususnya dalam posisi manajerial, di mana privasi diasosiasikan dalam status). Namun kebanyakan karyawan juga menginginkan peluang untuk berinteraksi dengan rekan kerja, yang dibatasi dengan meningkatnya privasi. Keinginan akan privasi itu kuat dipihak banyak orang. Privasi membatasi gangguan yang terutama sangat menyusahkan orang-orang yang melakukan tugas-tugas rumit.

b. Manfaat Lingkungan Kerja

Menurut Ishak dan Tanjung (2003), manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Yang artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang ditentukan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan, dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi.

(9)

3. Teori tentang Pengembangan Karir

a. Pengertian Pengembangan Karir dan Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Pengembangan Karir

Pengembangan karir terdiri atas semua pekerjaan yang dipegang seseorang selama kehidupan pekerjaannya. Untuk beberapa orang, pekerjaan-pekerjaan tersebut sebagai bagian dari sebuah perencanaan yang disiapkan secara terarah sedangkan untuk yang lainnya bisa jadi sebuah karir dikatakan sebagai peristiwa keberuntungan. Keputusan karir memang hendaknya didasarkan pada ukuran objektif tetapi tidak jarang muncul karena unsur subjektivitasnya dari kalangan otoritas tertentu. Uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan yang jelas di dalam perusahaan akan dapat menghindari adanya keputusan karir yang bersifat subjektif. Nawawi (2001) menyatakan bahwa:

“Uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan yang merupakan hasil dari analisis pekerjaan mempunyai manfaat: (1) pekerja yang tidak mampu memenuhi persyaratan fungsi esensial pekerjaan dengan kesadaran sendiri (tanpa paksaan) harus bersedia mengundurkan diri daripada menghadapi resiko yang dapat merugikan diri sendiri, perusahaan dan lingkungan sekitarnya, (2) para pekerja yang ternyata memenuhi persyaratanfungsi esensial perjalanan berhak memperoleh kompensasi dan akomodasi yang layak melebihi pekerja lainnya. Sedangkan para manajer berkewajiban memenuhinya agar tidak kehilangan tenaga kerja yang langka dan mampu meningkatkan kompetitif perusahaan”. Karir itu sangat penting bagi karyawan, karena dengan adanya peningkatan karir akan mendorong karyawan untuk lebih berprestasi. Nawawi (2001) mengartikan pengembangan karir dalam 3 hal yaitu

1. Pengembangan karir adalah suatu rangkaian (urutan) posisi atau jabatan yang ditempati seseorang selama masa kehidupan tertentu. Pengertian ini menempatkan posisi/jabatan seseorang di lingkungan suatu organisasi/ perusahaan, sebagai bagian dari posisi/jabatan yang ditempatinya selama masa kehidupannya sebagai pekerja. Sejak awal memasuki suatu organisasi sampai berhenti baik karena pensiun maupun karena berhenti/diberhentikan maupun karena meninggal dunia. Oleh karena pengertian ini dilihat dari segi posisi/

(10)

jabatan yang berada di luar diri seorang pekerja maka disebut pengertian objektif.

2. Pengembangan karir adalah perubahan nilai-nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi pada seseorang karena dengan penambahan/peningkatan usianya akan menjadi semakin matang. Pengertian ini menunjukkan bahwa focus pengembangan karir adalah peningkatan kemampuan mental yang terjadi karena pertambahan usia. Oleh karena perubahan itu berkenaan sebagai proses mental yang berada di dalam diri seseorang maka disebut juga pengertian subjektif,

3. Pengembangan karir adalah usaha yang dilakukan secara formal dan berkelanjutan dengan difokuskan pada peningkatan dan penambahan kemapuan seorang pekerja.

Dari ketiga pengertian ini dapat disimpulkan bahwa pengembangan karir harus diusahakan secara aktif. Tidak boleh hanya ditunggu tetapi harus diperjuangkan. Mangkuprawira (2002) menyatakan bahwa “komponen utama dari karir terdiri dari: 1) alur karir, 2) tujuan karir, 3) perencanaan karir, 4) pengembangan karir”.

1. Alur karir adalah pola pekerjaan yang berurutan yang membentuk karir seseorang.

2. Tujuan karir merupakan pernyataan tentang posisi masa depan di mana seseorang berupaya mencapainya sebagai bagian dari karir hidupnya. Tujuan ini menunjukkan kedudukan seseorang sepanjang karir pekerjaannya.

3. Perencanaan karir merupakan proses di mana seseorang menyeleksi tujuan karir dan arus karir untuk mencapai tujuan tersebut.

4. Pengembangan karir meliputi perbaikan-perbaikan personal yang dilakukan untuk mencapai rencana dan tujuan karir.

Perusahaan harus memperhatikan kebutuhan karir karyawan agar dapat mempertahankan karyawan yang produktif tetap bertahan di perusahaannya. Ada

(11)

lima faktor yang terkait dengan karir menurut Davis dan Werther, dalam Mangkuprawira (2002) yaitu:

a. Keadilan dalam karir

Para karyawan menghendaki keadilan dalam sistem promosi dengankesempatan sama untuk peningkatan karir.

b. Perhatian dengan penyelia

Para karyawan menginginkan pola penyelia mereka memainkan peran secara aktif dalam pengembangan karir dan menyediakan umpan balik dengan teratur tentang kinerja.

c. Kesadaran tentang penempatan

Para karyawan menghendaki pengetahuan tentang kesempatan untuk peningkatan karir.

d. Minat pekerja

Para karyawan membutuhkan sejumlah informasi berbeda dan pada kenyataannya memiliki derajat minat yang berbeda dalam peningkatan karir yang tergantung pada beragam faktor.

e. Kepuasan karir

Para karyawan tergantung pada usia dan kedudukan mereka memiliki tingkat kepuasan yang berbeda.

Betapa pun baiknya suatu rencana karir yang telah dibuat oleh seorang pekerja disertai oleh suatu tujuan karir yang wajar dan realistis, rencana tersebut tidak akan menjadi kenyataan tanpa adanya pengembangan karir yang sistematik dan programmatic. Karena per definisi perencanaan, termasuk perencanaan karir, adalah keputusan-keputusan yang diambil sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan, berarti bahwa seseorang yang sudah menetapkan rencana karirnya, perlu mengambil langkah-langkah tertentu guna mewujudkan rencana tersebut. Berbagai langkah yang perlu ditempuh itu dapat diambil atas prakarsa pekerja sendiri, tetapi dapat pula berupa kegiatan yang disponsori oleh organisasi, atau gabungan keduanya. Akan tetapi perlu diperhatikan, bahwa meskipun bagian pengelola sumber daya

(12)

manusia dapat turut berperan dalam kegiatan pengembangan tersebut, sesungguhnya yang paling bertanggung jawab adalah pekerja yang bersangkutan sendiri karena dialah yang paling berkepentingan dan dia pulalah yang akan menikmati hasilnya.

Menurut Siagian (2007), jika seseorang sudah siap memikul tanggung jawab demikian, tujuh hal yang perlu mendapat perhatiannya, yaitu:

1. Prestasi kerja yang memuaskan.

Pangkal tolak pengembangan karir seseorang adalah prestasi kerjanya melakukan tugas yang dipercayakan kepadanya sekarang. Tanpa prestasi kerja yang memuaskan, sukar bagi seorang pekerja untuk diusulkan oleh atasannya agar dipertimbangkan untuk dipromosikan ke pekerjaan atau jabatan yang lebih tinggi di masa depan. Oleh karena itu agar terbuka kemungkinan bagi seseorang untuk mewujudkan rencana dan tujuan karirnya, prestasi kerjanya haruslah sedemikian rupa sehingga bukan hanya memenuhi berbagai standar yang telah ditentukan tetapi juga sedapat mungkin digunakan sebagai bukti bahwa seseorang sudah berupaya semaksimal mungkin dan bahwa usaha tersebut merupakan indikator bahwa pegawai yang bersangkutan memiliki potensi yang dapat dikembangkan. 2. Pengenalan oleh pihak lain.

Yang dimaksud dengan pengenalan oleh pihak lain di sini adalah bahwa berbagai pihak yang berwenang memutuskan layak tidaknya seseorang dipromosikan - seperti atasan langsung dan pimpinan bagian kepegawaian - mengetahui kemampuan dan prestasi kerja pegawai yang ingin merealisasikan rencana karirnya. Sikap yang tepat bagi seorang pekerja untuk dikenal adalah merendah tetapi dengan prestasi kerja yang memuaskan. Selain dengan prestasi kerja cara lain untuk dikenal adalah dengan cara pekerja tersebut bersedia dan siap terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi yang sebenarnya berada di luar tuntutan tugas pokoknya.

3. Kesetiaan pada organisasi.

Per definisi pengembangan karir berarti bahwa seorang pegawai ingin terus berkarya dalam organisasi tempatnya bekerja dalam jangka waktu yang lama

(13)

sampai, misalnya usia pensiun. Bagian kepegawaian dan para eksekutif dalam organisasi sukar diharapkan memberi dukungan pada seorang pegawai yang diduga memiliki tingkat kesetiaan yang rendah kepada organisasi. Akan tetapi, yang harus diperhatikan ialah selama seseorang berkarya dalam suatu organisasi, selama itu pula ia berkewajiban menunjukkan loyalitasnya kepada organisasi tersebut.

4. Pemanfaatan mentor dan sponsor.

Pengalaman menunjukkan bahwa pengembangan karir seseorang berlangsung lebih mulus apabila ada orang lain dalam organisasi yang dengan berbagai cara dan jalur bersedia memberikan nasihat kepadanya dalam usaha meniti karir. Nasehat tersebut dapat berupa informasi tentang kesempatan yang tersedia untuk dimanfaatkan. Pemberi nasehat dapat berupa atasan langsung atau teman sekerja yang bertugas dalam satuan kerja lain dalam organisasi. Mereka inilah yang berperan sebagai mentor. Sedangkan sponsor adalah seseorang yang bersedia mencalonkan pegawai yang bersangkutan untuk mengikuti program pengembangan karir tertentu yang diselenggarakan organisasi. Adapun sponsor sendiri dapat berupa atasan langsung, pejabat senior, teman di satuan organisasi lain dalam organisasi atau pejabat dalam bagian kepegawaian.

5. Dukungan para bawahan.

Bagi mereka yang sudah menduduki posisi manajerial tertentu dan mempunyai rencana karir yang ingin diwujudkan, dukungan para bawahan pun sangat membantu. Alasan mengatakan demikian dapat dikembalikan kepada definisi klasik manajemen yaitu kemampuan dan kiat memperoleh hasil melalui kegiatan para bawahan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. 6. Pemanfaatan kesempatan untuk bertumbuh.

Telah berulang kali ditekannya bahwa pada akhirnya tanggung jawab dalam pengembangan karir terletak pada masing-masing pekerja. Berarti terserah pada pegawai yang bersangkutan apakah akan memanfaatkan berbagai kesempatan mengembangkan diri sendiri atau tidak.

(14)

7. Berhenti atas permintaan dan kemauan sendiri.

Dalam banyak hal, berhenti atas kemauan dan permintaan sendiri mungkin pula merupakan salah satu cara terbaik untuk mewujudkan rencana karir seseorang. Artinya, bukanlah hal yang mustahil bahwa dalam suatu organisasi seperti dalam organisasi yang kecil jenjang karir yang mungkin dinaiki demikian terbatasnya sehingga jalan yang mungkin dilalui menjadi sangat terbatas betapapun besarnya keinginan organisasi untuk membantu para pegawainya mengembangkan karir dalam organisasi.

b. Tanggung Jawab Pengembangan Karir

Pengembangan karir karyawan bukan merupakan tanggung jawab karyawan saja tetapi merupakan bangian dari tanggung jawab perusahaan. Jika perencanaan pengembangan karir di sebuah perusahaan tidak jelas dan sering kali terjadi peningkatan jabatan dari orang-orang tertentu bukan karena produktivitasnya, maka motivasi kerja karyawan akan hilang dan prestasi kerja juga akan menurun. Karyawan menjadi pasrah dan tidak peduli serta tidak memiliki rasa tanggung jawab sepenuhnya terhadap tugas yang dibebankan padanya. Karena karyawan tersebut merasa tidak memperoleh rewards atas kerja kerasnya.

Proses perencanaan dan pengembangan karir berawal dari proses perencanaan karir, di mana karyawan mengidentifikasikan sasaran-sasaran karir dan jalur-jalur karir menuju sasaran tersebut. Kemudian melalui kegiatan-kegiatan atau pengembangan para karyawan mencari cara-cara untuk meningkatkan dirinya dan mengembangkan sasaran-sasaran karir mereka.

Mangkuprawira (2002) menyatakan bahwa keterlibatan departemen sumber daya manusia dalam perencanaan dan pengembangan karir karyawan memiliki banyak manfaat, yaitu:

1. Meluruskan strategi dan syarat-syarat internal penempatan staf

Dengan membantu karyawan-karyawan melalui perencanaan karir, departemen SDM dapat mempersiapkan lebih baik untuk partisipasi pekerjaan

(15)

terbuka yang dituangkan dalam perencanaan SDM. Hasilnya adalah terpenuhinya kebutuhan perusahaan dengan karyawan yang memiliki bakat dan kemampuan untuk menduduki posisi tertentu.

2. Mengembangkan karyawan yang dapat dipromosikan

Membantu dalam mengembangkan pasokan internal bakat-bakat karyawan yang dapat dipromosikan untuk memenuhi posisi yang terbuka, misalnya karena adanya karyawan yang pensiun, mengundurkan diri dan jika terjadi pertumbuhan perusahaan.

3. Memfasilitasi penempatan karyawan tingkat internasional

Pada perusahaan yang mengglobal, perencanaan karir digunakan untuk membantu mengidentifikasi dan menyiapkan karyawan asing atau karyawan domestik yang memiliki daya saing tinggi.

4. Membantu pekerja yang memiliki keragaman tertentu

Ketika diberi bantuan perencanaan karir, para pekerja denga latar belakang berbeda dapat belajar tentang harapan-harapan perusahaan untuk pengembangan diri.

5. Memperkecil derajat perputaran karyawan

Perhatian dan kepedulian yang meningkat untuk karir para individu karyawan dapat meningkatkan kesetiaan karyawan terhadap perusahaan dan memperkecil terjadinya perputaran karyawan.

6. Membuka jalan bagi karyawan potensial

Perencanaan karir mendorong para karyawan untuk menunjukkan kemampuan potensial mereka lebih terbuka lagi karena mereka memiliki tujuan karir yang spesifik. Hal ini tidak hanya menyiapkan karyawan untuk memenuhi peluang masa depan tetapi dapat mengarahkan ke kinerja yang lebih baik bagi mereka yang sedang memegang jabatan.

7. Memajukan pertumbuhan personal

Rencana dan tujuan karir memotivasi para karyawan untuk tumbuh dan berkembang.

(16)

8. Mengurangi tumpukan karyawan

Perencanaan karir menyebabkan para karyawan, manajer dan departemen SDM sadar tentang kwalitas karyawan. Mereka mencegah para manajer yang egois dari penumpukan para bawahan kunci yang sebenarnya bisa jadi diantara mereka ada yang memiliki kapasitas potensial.

9. Memuaskan kebutuhan karyawan

Dengan tumpukan karyawan yang berkurang dan kesempatan pengembangan, kebutuhan pengakuan diri karyawan (seperti penghargaan dan prestasi) akan memberikan kepuasan kepada karyawan.

10. Membantu rencana kegiatan

Perencanaan karir dapat membantu kelompok yang sudah dipromosikan untuk menyiapkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih penting.

c. Perencanaan Karir dan Jalur Karir

Perencanaan karir bertitik tolak dari asumsi dasar bahwa seseorang mulai bekerja setelah penempatan dalam suatu organisasi akan terus bekerja untuk organisasi tersebut hingga ia memasuki usia pensiun. Jika seseorang berbicara mengenai karir dalam kehidupan pekerjaannya, biasanya yang dimaksud ialah keseluruhan pekerjaan yang dilakukan dan jabatan yang dipangku oleh seseorang selama ia bekerja. Memang sukar mengetahui suatu pola universal mengenai karir semua orang karena yang terjadi sangat beraneka ragam.

Menurut Siagian (2007) agar mengetahui pola karir yang terbuka baginya, seorang pekerja perlu memahami tiga hal.

1. Sasaran karir yang ingin dicapai dalam arti tingkat kedudukan atau jabatan tertinggi apa yang mungkin dicapai apabila ia mampu bekerja secara produktif, loyal kepada organisasi, menunjukkan prilaku yang fungsional serta mampu tumbuh dan berkembang.

2. Perencanaan karir dalam arti keterlibatan seseorang dalam pemilihan jalur dan sasaran karirnya.

(17)

3. Kesediaan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka pengembangan karir sambil berkarya.

Penelitian menunjukkan bahwa dimasa lalu hanya organisasi yang besar saja yang terlibat aktif dalam perencanaan karir pekerjanya. Menurut Siagian (2007) ada tiga hal yang menyebabkan hal ini terjadi yaitu:

1. Sukar menyusun suatu rencana karir bagi para pegawai untuk jangkauan waktu yang jauh ke depan.

2. Diperlukan biaya yang besar untuk menyelenggarakan berbagai jenis program pelatihan dan pengembangan bagi semua pegawai yang akan mengalami promosi.

3. Perencanaan karir dipandang sebagai urusan dan kepentingan para pegawai sendiri dan bagian pengelola sumber daya manusia hanya berkewajiban untuk membantu para pegawai.

Dewasa ini pemahaman akan perencaan karir semakin maju hal ini dilihat dari timbulnya kesadaran karena prevelansinya persepsi bahwa promosi dari dalam sebagai kebijaksanaan organisasi mempunyai dampak motivasional yang kuat. Artinya, jika para pegawai melihat dan menilai bahwa prospek karirnya dalam organisasi cerah maka mereka akan terdorong untuk menambah pengetahuan dan siap menerima tugas dan tanggung jawab yang lebig besar di kemudian hari.

Toeri manajemen sumber daya manusia mutakhir memberi petunjuk bahwa bagian kepegawaian yang paling intensif terlibat dalam perencanaan karir para anggota organisasi. Alasannya ialah karena para spesialis di bidang manajemen sumber daya manusialah yang paling memahami manfaat yang dapat dipetik oleh organisasi sebagai keseluruhan bila semakin banyak pegawai yang terlibat secara aktif dalam pengembangan karir masing-masing. Menurut Siagian (2007), diantara sekian banyak manfaat yang dapat dipetik oleh organisasi, lima manfaat yang sering mendapat sorotan utama, yaitu:

(18)

1. Pengembangan karir memberikan petunjuk tentang siapa diantara para pekerja yang wajar dan pantas untuk dipromosikan di masa depan dan dengan demikian suplai internal dapat lebih terjamin

2. Perhatian yang lebih besar dari bagian kepegawaian terhadap pengembangan karir para anggota organisasi menumbuhkan loyalitas yang lebih tinggi dan komitmen organisasional yang lebih besar di kalangan pegawai.

3. Telah umum dimaklumi bahwa dalam diri setiap orang masih terdapat reservoir kemampuan yang perlu dikembangkan agar berubah sifatnya dari potensi menjadi kekuatan nyata.

4. Perencanaan karir mendorong para pekerja untuk bertumbuh dan berkembang, tidak hanya secara mental intelektual, akan tetapi juga dalam arti professional

5. Perencanaan karir mencegah terjadinya penumpukan tenaga-tenaga yang terhalang pengembangan karirnya hanya karena atasan langsung mereka, sadar atau tidak, menghalanginya, pada hal ada diantara para pekerja tersebut yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk dikembangkan. Jalur karir jabatan yang baik dan jelas dalam organisasi sangat dibutuhkan bagi penerapan fungsi perencanaan dan pengembangan karir dalam organisasi tersebut. Jalur karir merupakan alat yang mampu mengakomodasi kebutuhan informasi peluang karir bagi anggota-anggota organisasi sehingga dapat membantu pegawai mendapatkan kejelasan arah karir, menetapkan sasaran karir mereka, mengetahui persyaratan dari jabatan yang ditujunya, dan menimbulkan motivasi untuk melakukan usaha-usaha yang diperlukan untuk mencapai sasaran karirnya yang pada akhirnya dapat memberikan kepuasan kerja pegawai. Pada kahirnya diharapkan pegawai dapat memberikan kontribusi positif bagi kemajuan perusahaan.

Jalur karir yang dapat ditempuh oleh pegawai memiliki persyaratan yang berbeda-beda. Misalnya jalur karir bagi pegawai yang mahir menggunakan jari-jari tangannya mungkin memulai karir sebagai juru tik. Dalam meniti karir, pegawai yang

(19)

bersangkutan akan berada pada jalur di mana kemahiran menggunakan jari-jari itu tetap diperlukan, akan tetapi kemudian ditambah dengan tanggung jawab yang lebih besar seperti menjadi juru tulis, sekretaris, penyelia, kepala bagian tata usaha, kepala biro dan seterusnya.

Informasi tentang jalur karir dapat diberikan oleh bagian sumber daya manusia dalam rangka membantu para karyawan menentukan tujuan, jalur dan pengembangan karirnya.

3. Tentang Prestasi Kerja

a. Pengertian dan Manfaat Prestasi Kerja

Menurut Bernandin dan Russell dalam Gomes (2003) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah ...the record of out comes produced on specified job function or activities during a specified time period (catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu). Prestasi kerja karyawan sangat penting, baik bagi karyawan itu sendiri maupun bagi perusahaan. Prestasi kerja yang tinggi akan memberikan rewards yang lebih baik bagi karyawan baik itu mencakup kenaikan jabatan atau gaji serta meningkatkan produktivitas karyawan.

Menurut Mangkunegara (2007) bahwa “Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Selanjutnya Rivai (2005) menyatakan bahwa ”Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suat perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hokum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika”.

Setiap perusahaan selalu mengharapkan memperoleh karyawan yang memiliki prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu di setiap perusahaan selalu dilakukan penilaian prestasi kerja karyawan untuk mengetahui kinerja karyawan-karyawannya

(20)

selama periode waktu tertentu, apakah terjadi peningkatan prestasi kerja atau bahkan terjadi sebaliknya. Jika dari hasil penilaian tersebut diperoleh data bahwa terjadi penurunan prestasi kerja karyawan, manajemen perlu mencari tahu sebabnya agar dapat mencari solusinya. Prestasi/kinerja karyawan yang baik akan memberikan keunggulan bersaing bagi suatu perusahaan. Prestasi/kinerja karyawan akan mempengaruhi kualitas produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.

Menurut Mangkuprawira (2002), penilaian kinerja karyawan memiliki manfaat ditinjau dari beragam perspektif pengembangan perusahaan, khususnya manajemen sumber daya manusia sebagai berikut:

1. Perbaikan kinerja

Umpan balik kinerja bermanfaat bagi karyawan, manajer dan spesialis personal dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja. 2. Penyesuaian kompensasi

Penilaian kinerja membantu pengambilan keputusan menentukan siapa yang seharusnya menerima peningkatan pembayaran dalam bentuk upah dan bonus.

3. Keputusan penempatan

Promosi, transfer, dan penurunan jabatan biasanya didasarkan pada kinerja masa lalu dan antisipatif lainnya misalnya dalam bentuk penghargaan. 4. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan

Kinerja mengindikasikan sebuah kebutuhan dan melakukan pelatihan kembali. Setiap karyawan hendaknya selalu mampu mengembangkan diri. 5. Perencanaan dan pengembangan karir

Umpan balik kinerja membantu proses pengambilan keputusan tentang karir spesifik karyawan.

6. Defisiensi proses penepatan staf

Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan staf di departemen SDM.

(21)

Kinerja buruk dapat mengindikasikan kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan, rencana SDM atau hal lain dari sistem manajemen personal. Hal demikian akan mengarah pada ketidaktepatan dalam keputusan menyewa karyawan, pelatihan dan keputusan konseling

8. Kesalahan rancang pekerjaan

Kinerja buruk mungkin sebagai sebuah gejala dari rancang pekerjaan yang keliru. Lewat penilaian dapat didiagnosa kesalahan-kesalahan tersebut. 9. Kesempatan kerja sama

Penilaian kinerja yang akurat yang secara aktual menghitung kaitannya dengan kinerja dapat menjamin bahwa keputusan penempatan internal bukanlah sesuatu yang bersifat diskriminatif.

10. Tantangan-tantangan eksternal

Kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan pekerjaan, seperti keluarga, finansial, kesehatan atau masalah-masalah lainnya. Jika masalah-masalah tersebut tidak diatasi melalui penilaian, departemen SDM mungkin mampu menyediakan bantuannya.

11. Umpan balik pada SDM

Kinerja yang baik dan buruk di seluruh organisasi mengindikasikan bagaimana baiknya fungsi departemen SDM diterapkan.

b. Tujuan Prestasi Kerja

Tujuan penilaian prestasi kerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi organisasi melalui peningkatan prestasi sumber daya manusia organisasi. Menurut Sunyoto dalam Mangkunegara (2007), secara lebih spesifik, tujuan dari penilaian prestasi kerja adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan prestasi.

(22)

2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seseorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.

3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.

4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.

5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu dirubah.

Sedangkan Nawawi (2001), membagi 6 (enam) tujuan penilaian prestasi kerja, yaitu:

1. Mengambil keputusan tentang pekerjaan karyawan.

2. Memberikan umpan balik antara karyawan dengan manajer. 3. Menghasilkan informasi untuk menentukan kriteria validitas test. 4. Mendiagnosa masalah organisasi.

5. Membangun komunikasi antara atasan dan bawahan, dan 6. Menjadi dasar bagi penetapan kurikulum program pelatihan.

Menurut Gomes (2003), tujuan penilaian prestasi kerja dibedakan atas 2 macam yaitu: (1) untuk merewads performansi sebelumnya (to reward past performance) dan (2) untuk memotivasi perbaikan performansi pada waktu yang akan datang (to motivate future performance improvement).. Informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian performansi itu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi dan penempatan-penempatan pada tugas tertentu

c. Penilaian Kerja

Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian performansi yang efektif menurut Gomes (2003), yakni:

(23)

1. Adanya kriteria performansi yang dapat diukur secara objektif, 2. Adanya objektivitas dalam proses evaluasi.

Kriteria performansi dapat diukur secara objektif untuk pengembangannya diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Menurut Gomes (2003) ada tiga kualifikasi penting bagi pengembangan kriteria performansi yang dapat diukut secara objektif yang meliputi:

1. Relevancy, 2. Reliability, 3. Discrimination.

Relevansi menunjukkan tingkat kesesuaian antara kriteria dengan tujuantujuan performansi. Misalnya kecepatan produksi bisa menjadi ukuran performansi yang lebih relevan dibandingkan penampilan seseorang. Reliabilitas menunjukkan tingkat di mana kriteria menghasilkan hasil yang konsisten.

Diskriminasi mengukur tingkat di mana suatu kriteria performansi bias memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam performansi. Jika nilai cenderung menunjukkan semuanya baik atau jelek, berarti ukuran performansi tidak bersifat diskriminatif, tidak membedakan performansi diantara masing-masing pekerja.

Jika kriteria performansi memiliki kualifikasi-kualifikasi penting itu maka pekerja mungkin akan cenderung lebih menjadi menerima terhadap penilaian performansi. Sebaliknya jika perkerja dievaluasi berdasarkan kriteria-kriteria yang tidak jelas dan tidak dispesifikasikan, maka para pekerja akan bersikap menentang bahkan merasa dirinya terancam.

Pendekatan penilaian kireja hendaknya mengidentifikasi standar kinerja yang terkait, mengukur kriteria dan kemudian memberikan umpan balik pada karyawan. Jika standar kinerja atau perhitungan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, evaluasi dapat mengarah pada ketidakakuratan atau hasil yang bias, merenggangkan hubungan manajer dengan karyawannya dan memperkecil kesempatan kerja sama. Tanpa umpan balik, perbaikan dan perilaku SDM tidak mungkin terjadi dan departemen tidak akan memiliki catatan akurat dalam sistem informasi SDM-nya. Dengan

(24)

demikian keputusan-keputusan dasar dalam membuat rancangan pekerjaan sampai kompensasi akan terganggu.

d. Faktor-faktor Penilai Prestasi Kerja

Simamora (2001), menyatakan bahwa ada tiga hal yang dimasukkan dalam penilaian prestasi kerja, yaitu: tingkat kedisiplinan, tingkat kemampuan, serta prilaku-prilaku inovatif dan spontan. Sedangkan Werther dan Davis (2001) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja yang dilakukan dapat lebih dipercaya dan objektif, perlu dirumuskan batasan atau faktor-faktor penilai prestasi kerja sebagai berikut:

1. Performance, yaitu keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan.

2. Competency, yaitu kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan jabatan.

3. Job Behavior, yaitu kesediaan untuk menampilkan prilaku atau mentalitas yang mendukung peningkatan prestasi kerja.

4. Potency, yaitu kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan.

e. Metode Penilaian Prestasi Kerja

Handoko (2000) mengelompokkan metode penilaian prestasi kerja sebagai berikut:

1. Metode penilaian yang berorientasi masa lalu, yang kemudian dibagi atas: a. Rating Scales, pengukuran dilakukan berdasarkan skala prestasi (kuantitatif

dan kualitatif) yang sudah baku.

b. Checklist, Pengukuran dilakukan berdasarkan daftar isian yang berisi berbagai ukuran karakteristik prestasi dalam bentuk kalimat yang menggambarkan karakteristik prestasi seorang karyawan.

c. Critical Incident Method, pengukuran dilakukan berdasarkan catatan aktivitas seorang karyawan dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam prilaku positif atau negatif.

(25)

d. Field Review Method, pengukuran dilakukan dengan langsung meninjau lapangan agar mendapatkan informasi langsung dari atasan.

e. Performance Test and Observation, pengukuran dilakukan bila jumlah pekerjaan terbatas. Test yang dilakukan bisa berbentuk keterampilan atau pengetahuan.

f. Comparative Evaluation Approaches, pengukuran dilakukan dengan membandingkan prestasi seseorang karyawan dengan karyawan lainnya. 2. Future-Oriented Appresial Methods, merupakan metode penilaian

berorientasi pada prestasi karyawan di masa depan berdasarkan potensi dan penentuan tujuan prestasi kerja di masa depan, yang dibagi menjadi: a. Self-Appresials, dilakukan secara mandiri oleh karyawan untuk

mengevaluasi pengembangan diri.

b. Management by Objectives, pengukuran didasarkan pada tujuan-tujuan pekerjaan yang terukur dan disepakati bersama antara karyawan dan atasannya.

c. Psychological Appraisials, penilaian ini pada umumnya dilakukan oleh para psikolog untuk menilai potensi karyawan di masa yang akan datang. d. Assesment Center, bentuk penilaian yang distandarisasikan di mana

tergantung pada tipe berbagai penilai.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Di bawah ini terdapat dua hasil penelitian terdahulu, yaitu: Tabel 2.1 : Tinjauan Penelitian terdahulu

Nama Judul Penelitian Perumusan Masalah Hasil Penelitian

Sarumpaet The Relationship Between Environmental Performance And Financial

Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai variabel adalah environmental

performance sebagai

variable terikat dan kinerja

Dalam penelitian ditemukan bahwa kinerja keuangan tidak berhubungan secara signifikan terhadap environmental

(26)

Tahun Penelitian: Perfomance Among Indonesian Companies

keuangan sebagai variable bebas dan listing di bursa efek, sertifikasi ISO 14001, dan sektor industri sebagai variabel pengendali.

efek, sertifikasi ISO 14001, dan ukuran perusahaan berhubungan secara signifikan terhadap

environmental performance. 2005 Suratno et al Pengaruh Environmental Performance Terhadap Environmental Disclosure dan Economic Performance

Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai variable adalah environmental

performance sebagai

variabel bebas dan kinerja keuangan dan

Environmental Disclosure

sebagai variabel terikat.

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapat hasil bahwa menunjukkan environmental

performance berpengaruh secara

positif dan signifikan terhadap

Environmental Disclosure, dan Environmental Performance

juga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap

Economic Performance

Tahun

Penelitian:

2006

Sarumpaet (2005) melakukan penelitian yang mempelajari hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Hasil penelitian menemukan bahwa kinerja keuangan tidak berhubungan secara signifkan terhadap kinerja lingkungan, tetapi listing bursa efek, sertifikasi ISO 14001, dan ukuran perusahaan berhubungan secara signifikan terhadap kinerja keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Suratno, et al (2006) berusaha meneliti pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan dan kinerja ekonomi. Secara parsial kinerja lingkungan juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja ekonomi dan pengungkapan informasi lingkungan.

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis

(27)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Penjelasan hubungan yang terdapat dalam kerangka konseptual ini, bahwa penelitian ini memuat :

1. Variabel X/ yaitu bebas/ variable independent :

a. Variable X1 yaitu : pengembangan karir, indikator yang diteliti adalah kemampuan dan keahlian (skill).

b. Variable X2 yaitu : deskripsi kerja yang indikatornya waktu masuk dinas, waktu berdinas, kepatuhan terhadap tata tertib dan kepatuhan kepada atasannya.

c. Variable X3 yaitu : lingkungan kerja, yang indikatornya tingkat gaji, rekan kerja, suasana kerja.

FAKTOR-FAKTOR INTERNAL PRESTASI KERJA

Pengembangan

Karir

Deskripsi

Kerja

Jalur kalir

Lingkungan

Kerja

Perencanaan

Karir

(28)

2. Variabel Y/ variable terikat/ variable dependent, yaitu efektifitas kinerja karyawan yang indikatornya prestsi kinerja.

2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

H0 : Deskripsi kerja, Lingkungan kerja, dan Pengembangan karir secara simultan dan parsial tidak berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai Yayasan Pendidikan Harapan Medan.

Ha : Deskripsi kerja, Lingkungan kerja, dan Pengembangan karir secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai Yayasan Pendidikan Harapan Medan

Gambar

Tabel 2.1 : Tinjauan Penelitian terdahulu
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan kurs, tenaga kerja sektor pertambangan, dan pertumbuhan ekonomi serta Volume ekspor minyak mentah

Dengan demikian komparator yang dihasilkan ini memungkinkan untuk dapat digunakan sebagai kit tiosianat dengan cara membandingkan intensitas warna sampel tiosianat

Aplikasi yang dibangun adalah aplikasi konsultasi akademik online dengan fitur utama melakukan prediksi masa studi mahasiswa dengan metode Voting Feature Interval 5 ke

Pada saat transformator memberikan keluaran sisi positif dari gelombang AC maka dioda dalam keadaan forward bias sehingga sisi positif dari gelombang AC tersebut

Beban yang digunakan adalah beban hidup yang berasal dari beban lalu lintas yaitu beban truk Pengujian dilakukan hanya untuk mendapatkan nilai tegangan Untuk

Orientasi merupakan tahapan yang dilakukan oleh penyaji untuk memfokuskan pada materi yang berkaitan dengan bentuk tari tradisi gaya Surakarta Putri jenis Srimpi, wireng

Sejak ditetapkan RRI sebagai lembaga yang dapat menerima pendapatan yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan

Timbangan ini dipasang pada bagian luar pabrik Casting (Penuangan) yang digunakan untuk menimbang MTC (Metal Transportation Car), yang digunakan untuk membawa ladle yang