• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dimana perkembangan media-media informasi sangat berkembang pesat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dimana perkembangan media-media informasi sangat berkembang pesat."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Penelitian.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi pada saat ini, dimana perkembangan media-media informasi sangat berkembang pesat. Perkemabangan media salah satunya adalah media massa yaitu film, seiring terus berembangnya film-film modern, film digunakan sebagai sarana penyampai pesan yang dapat megkomunikasikan isi pesan dalam film kepada penontonnya. Film merupakan bagian dari media massa, dimana media massa merupakan bagian dari proses komunikasi massa. Seiring dengan perkembangan teknologi mengharuskan kita mengenal yang namanya media massa. Menurut Jay Black and Frederick C Whitney dalam Nurudin disbutkan bahwa “Mass Communication is a process whereby mass-produced message are transmitted to larg, anonymous and heterogeneous massed of receivers ( komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal/tidak sedikit dari itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonym dan heterogen.)” (Nurudin,2009:12)

Dengan demikian, media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lainnya

(2)

menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu terbatas. Namun dari sekian banyak definisi, media massa bentuknya antara lain media elektronik (televisi,radio), media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), buku dan film.

Di zaman globalisasi ini peranan komunikasi sangatlah penting, hampir seluruh kegiatan manusia tidak dapat dipisahkan dari komunikasi, baik komunikasi verbal maupun non verbal. Perkembangan komunikasi itu sendiri dapat kita rasakan berkembang dengan begitu cepat dari waktu ke waktu, ini semua disebabkan perangkat penunjang komunikasi terus bermunculan. Sehingga proses komunikasi dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Seperti yang dikemukakan oleh Cangara tentang perkembangan teknologi dan informasi yaitu :

Pesatnya teknologi dan informasi membujuk kita untuk mengenal berbagai macam media, termasuk di dalamnya media massa yang merupakan sebuah bentuk alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima), dengan menggunakan alat-alat mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi.(Canggara.1998:134)

Informasi yang bersumber dari manusia atau peristiwa dapat diproduksi (diolah) menjadi suatu karya artistik yang mengutamakan keindahan. Informasi yang ditayangkan pertelevisian di Indonesia kian memegang peranan yang amat penting. Hal tersebut membuat akibat dari perkembangan satelit komunikasi yang mampu member informasi secara luas dan cepat. Produk informasi yang disajikan adalah informasi audiovisual gerak (citra bergerak) yang dapat diproduksi melalui CD, Kaset, Film dan Video. Seperti yang dikemukakan oleh Heru Effendy mengenai pengertian film yaitu :

(3)

Film adalah salah satu bentuk media massa yang tidak mudah untuk dilupakan begitu saja. Sebuah sajian dari rangkaian gambar dan suara yang begitu memikat perhatian. Film dapat dibagi berbagai jenis menurut bentuknya, yaitu film documenter, film cerita pendek, film cerita panjang, atau film-film lain seperti profil perusahaan, program televisi dan video klip (Effendy,2002:11)

Garin Nugroho menyebutkan film sebagai penemuan komunal dari penemuan-penemuan sebelumnya (fotografi, perekaman gambar, perekaman suara, dll), dan ia tumbuh seiring pencapaian penemuan-penemuan selanjutnya. Film juga merupakan hasil peleburan sekaligus persitegangan hakikat seni dan media komunikasi massa. (Nugroho, 1995:77). Sebuah film sebagai produk kesenian maupun sebagai medium, adalah suatu cara untuk berkomunikasi. Dalam sebuah film ada pesan yang ingin dikomunikasikan kepada penonton, dalam konteksnya sebagai media komunikasi massa. Dalam film, cara komunikasinya adalah cara bertutur. Film mengandung unsur tema, cerita dan tokoh yang dikemas dalam format audio visual yang pada akhirnya mengkomunikasikan sebuah pesan baik secara eksplisit maupun implisit (Bardwell, 1985:11).

Film merupakan salah satu media yang berperan penting dalam menanamkan pesan-pesan yang baik bagi generasi penerus bangsa. Film lebih dari sekedar hiburan tapi juga dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan yang sarat akan makna dan pengetahuan akan sesuatu hal yang diangkat dalam tema film. Film juga merupakan media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan, karena

(4)

penyampaian pesan-pesan lewat cerita-cerita yang diambil dari cerita kehidupan nyata. Selain itu, film juga mampu membuat kita memahami pandangan dunia dan peradaban lain, atau kehidupan dan problematika kemanusiaan. Film bisa membuat kita mengetahui budaya negara lain. Film juga bisa menjadi refleksi atas kenyataan.

Sejarah perfilman Indonesia mencatat bahwa pada periode tahun 1991-1998 ini perfilman Indonesia bisa dikatakan mengalami mati suri dan hanya mampu memproduksi 2-3 film tiap tahun. Selain itu film-film Indonesia didominasi oleh film-film bertema seks yang meresahkan masyarakat. Kematian industri film ini juga ditunjang pesatnya perkembangan televisi swasta, serta munculnya teknologi VCD, LD dan DVD yang menjadi pesaing baru. Pada tahun 2000an dianggap sebagai era kebangkitan perfilman nasional. Kebangkitan ini ditunjukkan dari kondisi perfilman Indonesia yang mengalami pertumbuhan jumlah produksi yang menggembirakan. Pada tahun 2000 Mira Lesmana menghadirkan film yang berjudul “Petualangan Sherina” dan Rudi Soedjarwo dengan “Ada Apa dengan Cinta?” pada tahun 2002 yang sukses di pasaran. Hingga saat ini jumlah produksi film Indonesia terus meningkat pesat meski masih didominasi oleh tema-tema film horor dan film remaja.

Film seringkali dijadikan contoh atau gambaran dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak jarang masyarakat terhipnotis untuk mengikuti karakter dalam sebuah film. Pada tahun 2014 Rumah Produksi Maxima Pictures memproduksi sebuah film yang diadaptasi dari sebuah novel karya Hanum Salsabiela Rais dan

(5)

Rangga Almahendra yang berjudul “99 Cahaya di Langit Eropa”. Film garapan Maxima Picture ini mendapat pujian dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat pemutaran perdana film di Jakarta. Film ini baik di tonton oleh semua kalangan. Film ini mengisahkan pengalaman seorang jurnalis asal Indonesia yang sedang menemani suaminya menjalani kuliah doktorat di Vienna, Austria.

Mengisahkan bagaimana mereka beradaptasi, bertemu dengan berbagai sahabat hingga akhirnya menuntun mereka kepada jejak-jejak agama Islam di benua Eropa yang dibawa oleh bangsa Turki di era Merzifonlu Kara Mustafa Pasha dari Kesultanan Utsmaniyah. Film “99 Cahaya di Langit Eropa” merupakan film yang digarap oleh sutradara Guntur Soeharjanto dan di produseri oleh Ody M Hidayat ini sukses menyita perhatian penonton. Film ke-40 yang di produksi oleh maxima pictures ini mendapatkan banyak respon positif dari penonton. Film sekuel “99 cahaya di langit eropa” ini sejak tayang perdana di bioskop mulai 5 Desember 2013 lalu, film “99 Cahaya di Langit Eropa” termasuk kedalam film terlaris di Indonesia bahkan film 99 Cahaya di Langit Eropa sekuel pertama mampu menyedot penonton hingga 1.189.709 orang penoton. Film “99 Cahaya di Langit Eropa” berhasil menempati puncak reting tertinggi di bioskop-bioskop indonesia dengan jumlah penonton yang mampu mencapai hingga 1,1 juta orang penonton.2

1

http://id.wikipedia.org/wiki/Perfilman_Indonesia

2

(6)

Pada tanggal 6 maret 2014 sekuel ke 2 film 99 Cahaya di langit eropa yang menggambil latar tempat di Cordoba dan Turki ini, menceritakan bagaimana Hanum dan Rangga melanjutkan perjalanan di Eropa untuk mengenal jejak-jejak sejarah islam yang ada di Eropa. Sejak awal penayangannya film ini mampu menarik perhatian penonton sebanyak 200.000 orang penonton. Merujuk pada data yang di catat oleh filmindonesia.or.id tercatat jumlah penonton sekuel ke 2 dari film “99 Cahaya di Langit Eropa” mampu mencapai 321.936 orang penonton, jauh dari jumlah penonton di sekuel pertama. Meskipun demikian film 99 cahaya di langit eropa mampu memberikan banyak pengetahuan mengenai islam di Eropa bagi masyarakat.3

Film merupakan salah satu bagian dari komunikasi massa, dimana film termasuk kedalam salah satu media massa. Film dapat mengkomunikasikan isi pesan dalam film itu sendiri kepada penontonnya. Seperti definisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh Bitten (Rakhmat,2003:188) yakni, komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communications is massage communicated through a mass medium to a large number of people). Oleh karena itu melalui film pesan dapat dikomunikasikan kepada khalayak yang menonton film tersebut, dimana masyarakat dapat menerima isi pesan yang disampaikan melaui film.

3

(7)

Seiring dengan terus meningkatnya produksi-produksi film di Indonesia banyak film yang menyajikan atau hanya membuat film sekedar untuk tujuan komersil tanpa memperhatikan konteks isi dan makna yang terkandung dalam film yang mereka produksi. Hal ini membuat peneliti ingin menganalisis sebuah film dilihat dari unsur makna dari setiap adegan, karena banyak bermunculan film-film Indonesia yang jauh dari nilai, budaya, dan norma ketimuran. Tetapi tidak semua film mengarah kearah yang negative tetapi banyak film yang memiliki isi pesan yang baik bagi penontonnya.

Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui bahwa tidak semua film menampilkan hal-hal negatif contohnya pada film “99 Cahaya di Langit Eropa”. Dimana film ini menampilkan berbagai macam aspek pengetahuan mengenai sejarah islam di Eropa, peneliti ingin menganalis pemaknaan mengenai nilai keislaman yang ada dalam film. Dari hasil penelitian film “99 Cahaya di Langit Eropa” ini masyarakat dapat mengetahui mengenai islam yang ada di Eropa, terutama representasi nilai-nilai Islam.

Melalui pendekatan semiotika Roland Barthes, penulis akan menelaah film yang berjudul “99 Cahaya Di Langit Eropa” secara denotasi, konotasi dan mitos. Ketiga dimensi tersebut (Denotasi, konotasi dan mitos), merupakan satu kesatuan dalam semiotika Roland Barthes, yang akan melahirkan satu kesimpulan mengenai pemaknaan atas film “99 Cahaya Di Langit Eropa”. Dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan semiotika Roland Barthes ini

(8)

diharapkan peneliti memperoleh hasil pemaknaan terutama mengenai nilai-nilai keislaman yang terdapat dalam film “99 Cahaya Di Langit Eropa”.

1.2 Fokus Penelitian dan Pernyataan Penelitian. 1.2.1 Fokus penelitian.

Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan di atas maka penelitian difokuskan pada kajian sebagai berikut:

“Representasi nilai-nilai keislaman dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa?”

1.2.2 Pertanyaan penelitian.

1. Bagaimana representasi nilai-nilai keislaman dalam film “99 Cahaya di Langit Eropa” dilihat dari makna denotasi?

2. Bagaimana representasi inilai-nilai keislaman dalam film “99 Cahaya di Langit Eropa” dilihat dari makna konotasi?

3. Bagaimana representasi nilai-nilai keislaman dalam film “99 Cahaya di Langit Eropa” dilihat dari makna mitos?

1.3 Tujuan Penelitian.

Dan adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana representasi nilai-nilai keislaman dalam film “99 Cahaya di Langit Eropa” dilihat dari makna denotasi.

2. Untuk mengetahui bagaimana representasi inilai-nilai keislaman dalam film “99 Cahaya di Langit Eropa” dilihat dari makna konotasi.

(9)

3. Untuk mengetahui bagaimana representasi nilai-nilai keislaman dalam film “99 Cahaya di Langit Eropa” dilihat dari makna mitos.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis.

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan terhadap pengembangan penelitian kualitatif studi semiotika khususnya untuk media film layar lebar di Indonesia dan akhirnya dari seluruh proses penelitian mampu memperluas kajian ilmu komunikasi, khususnya signifikasi (pemaknaan) terhadap media massa film, sehingga mampu memberikan jalan bagi analis kritis terhadap media sejenis lainnya.

1.4.2 Kegunaan Praktis.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi insan perfilman di Indonesia agar dapat membuat dan menyajikan film-film yang memiliki daya tarik tersendiri memiliki nilai-nilai moral yang baik untuk dijadikan contoh bagi penikmat perfilman Indonesia dan dapat memberikan inspirasi kepada masyarakat luas. Dimana film yang disajikan memiliki kualitas yang baik dan dapat dijadikan pembelajaran diri masyarakat luas. 1.5 Pembatasan Penelitian.

1. Film yang diteliti adalah film “99 Cahaya di Langit Eropa” yang di produksi oleh Maxima Pictures, yang di adaptasi dari novel karya Hanum Rais dan Rangga Almahendra dengan judul yang sama.

(10)

2. Aspek yang diteliti hanya adegan-adegan yang merujuk pada nilai-nilai keislaman dalam film “99 Cahaya di Langit Eropa”, dimana potongan dari adegan-adegan film tersebut menggambarkan nilai-nilai keislaman. Didalam penelitian ini terdapat beberapa adegan yang menggambarkan nilai-nilai keislaman yaitu scene 9 dan 11, Scene 17, scene 19, scene 31, scene 42 dan scene 46, scene 50 dan scene 51, scene 31, scene 49, scene 15 dan scene 53. 3. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Roland Barthnes yaitu

denotasi, konotasi, dan mitos.

1.5.1 Pengambilan gambar dalam adegan film “99 Cahaya di Langit Eropa” Pada penelitian ini analisis dilakukan berdasarkan potongan per-sequence yang menunjukan alur dari film “99 Cahaya di Langir Eropa” : 1. Potongan gambar 4.2.1.

Pengambilan gambar dilakukan didalam sebuah ruangan di area kampus di Vienna, Austria.

2. Potongan gambar 4.2.2.

Pengambilan gambar dilakukan di area depan kampus, yang menggambil gambar sebuah alur percakapan antara Rangga dan Stevan. 3. Potongan gambar 4.2.3.

Pengambilan gambar pada potongan gambar 4.2.3 dilakukan di beberapa lokasi didalam kampus yaitu lokasi pertama bertempat di lorong kampus atau didepan mading kampus, lokasi pengambilan gambar kedua diambil didalam sebuah ruangan seorang professor, lokasi pengambilan

(11)

gambar ketiga diamabil didalam ruang kelas dan lokasi pengambilan gambar keempat adalah di masjid dan lokasi pengambilan gambar ke lima diambil didalam ruangan imam masjid.

4. Potongan gamabar 2.2.4.

Pengambilan gambar pada potongan gambar 2.2.4 diambil di dua tempat yang berbeda, pada potongan gambar 1 & 2 pengambilan gambar dilakukan di museum Luve, Paris dan potongan gambar ke 3 & 4 pengambilan gambar di lakukan di café.

5. Potongan gambar 4.2.5.

Pengambilan gamabar pada potongan gamabar 4.2.5 diambil di beberapa tempat berbeda, pada potongan gamabar 1 & 2 pengambilan gambar dilakukan di Cordoba, Spanyol dimana gambar diambil di dalam sebuah gedung bekas masjid agung Cordoba. Pengambilan gambar berikutnya dilakukan di Hagiasophia, Turki pengambilan gambar dilakukan di dalam gedung yang bernama Hagiasophia.

6. Potongan gambar 4.2.6

Pengambulan gambar pada potongan gambar 4.2.6 diambil di beberapa dua tempat yang berbeda, dimana pengambilan gambar dilakukan di sebuha halaman sekolah Ayse dan lokasi pengambilan gambar berikutnya di ambil di lokasi pemakaman Ayse.

(12)

dilakukan di beberapa negara Eropa seperti, Austria, Paris, Spanyol, dan Turki. Pengambilan gambar pada film ini memang difokuskan dibeberapa negara di Eropa, untu mengungkap apa saja peninggalan jejak sejarah islam yang ada di dataran Eropa.

1.6 Ruang Lingkup / Pengertian Istilah. 1.6.1 Ruang Lingkup.

Ruang lingkup penelitian pada penelitian ini adalah terbatas pada representasi nilai-nilai keislaman yang terdapat pada adegan-adegan dalam film “99 Cahaya di Langit Eropa” dengan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes yakni denotasi, konotasi dan mitos. Agar terfokusnya penelitian pada apa yang akan diteliti dan agar mendapatkan hasil yang tepat. 1.6.2 Pengertian Istilah.

1. Komunikasi

Komunikasi secara etimologis berasal dari kata dalam bahasa latin communication, dan perkataan ini bersumber pada kata communis yang berarti sama, dalam arti kata sama makna, yaitu sama makna mengenai suatu hal. Secara terminologis berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dan apabila dilihat dari sudut paradigmatis, definisi komunikasi adalah : Proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk member tahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tidak langsung melalui media. (Efendy. 1986:3-6)

(13)

2. Komunikasi Massa

Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bitten (Rakhmat,2003:188) yakni, komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communications is massage communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi massa itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. (Elfinaro,2007:3)

Ada pula definisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh Gerbner dalam Jalaludin Rakhmat yang mendefinisikan komunikasi massa merupakan produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industry (Rakhmat, 2003:188). Dari definisi Gerbner tergambar bahwa komunikasi massa menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan komunikasi. Produk tersebut disebarkan, didistribusikan kepada khalayak secara luas terusmenerus dalam jangka waktu yang tetap, misalnya harian, mingguan, dwimingguan dan bulanan.

(14)

3. Semiotika

Semiotika berasaldari kata Yunani: Semeion, yang berarti tanda. Dalam pandangan piliang, penjelajah semiotika sebagai metode kajian dalam pelbagai cabang keilmuan ini dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata lain bahasa dijadikan model dalam pelbagai wacana sosial. Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga di pandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri. (Piliang, 1998:262)

4. Denotasi.

Makna denotasi adalah makna yang digunakan untuk mendeskripsikan makna desisional, literal, gamblang dan atau common sence dari sebuah tanda. Denotasi adalah interaksi antar signifier (penanda) dengan signified (petanda) dalam tanda, dan antara sign dengan referensi dalam realitas eksternal. Denotasi dijelaskan sebagai makna sebuah tanda yang defesional, literal, jelas (mudah dilihat dan dipahami) atau commonsense. Dalam kasus tanda linguistik, makna denotasi adalah apa yang dijelaskan dalam kamus. (Elvinaro.2011:81)

5. Konotasi.

Makna konotatif mengacu pada asosiasi-asosiasi bidaya social dan personal berupa ideologis, emosional dan lain sebagainya. Konotasi

(15)

menggambarkan interaksi yang berlangsung takala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya (Fiske,2004;118). Konotasi adalah interaksi yang mucul ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi pembacaan / penggunaan dan nilai-nilai budaya mereka. Maknanya menjadi subjektif atau intersubjektif. Istilah konotasi merujuk pada tanda yang memiliki asosiasi sosiokultural dan personal. Tanda lebih terbuka dalam penafsirannya pada konotasi daripada denotasi. (Elvinaro.2011:81-82)

6. Mitos

Mitos adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam. Mitos primitive berkenaan dengan hidup, mati manusia dan dewa, baik dan buruk. Bagi Barthes, mitos merupakan cara berpikir dari satu kebudayaan tentang sesuatu, cara untuk mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu. (Fiske.2004:120-121)

7. Film

Film adalah bentuk komunikasi massa visual yang dominan karena dianggap mampu menjangkau banyak segmen sosial, serta memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayak. Ini dikarenakan isi dari pesan yang dibawa oleh film dapat mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan cerita yang dibawa dibalik film dan tidak berlaku sebaliknya. Sedang isi dari film

(16)

kemudian memproyeksikannya kembalike arah layar lebar. Sementara Turner dalam Irawanto (1999: 14), film sebagai representasi dari relitas masyarakat di mana, film adalah potret dari realitas masyarakat di mana film itu dibuat dan menghadirkan kembali dalam membentuk realitas masyarakat berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan idiologi dari kebudayaan kelayar lebar.

8. Nilai-Nilai Keislaman.

Nilai-nilai keislaman merupakan bagian dari nilai material yang terwujud dari kenyataan pengalaman rohani dan jasmani. Nilai-nilai islam merupakan tingkatan integritas kepribadian yang mencapai tingkat budi (insane kamil).

9. Makna

4

Makna adalah kecenderungan total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam maksa yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat. (Mulyana,2001:256)

10. Tanda

Tanda merupakan suatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita, tanda mengacu pada seuatu diluar tanda itu sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda. Saussure menyatakan bahwa tanda terdiri atas bentuk fisik plus konsep mental yang terkait, dan konsep ini merupakan pemahaman atas realitas eksternal.Tanda

(17)

terkait pada realitas hanya melalui konsep orang yang menggunakannya. (Fiske.2004:61-62)

11. Representasi

Representasi adalah menggunakan bahasa untuk menggungkapkan suatu hal yang memiliki arti. Representasi juga merupakan bagian yang penting dalam proses di mana sebuah arti dibentuk dan dibenturkan dengan budaya. (Hall, 2002: 15)

12. Scene

Scene adalah sering diartikan sebagai tempat atau setting di mana sebuah cerita akan dimainkan, hal ini tentu saja terpengaruh dari dunia teater atau panggung. Sebuah Scene bisa terdiri dari beberapa shot atau bisa saja satu shot panjang yang disebut sebagai Sequenceshot. Sequence adalah rangkaian dari beberapa scene dan shot dalam satu kesatuan yang utuh.5

1.7 Kerangka Pemikiran

Menurut Gebner, Mass Communications is the tehnologically based production and distribution of the most broadly shared continuous flow of massages in industrial societies (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri). (Rakhmat,2003:188)

(18)

didistribusikan kepada khalayak secara terus menerus dalam jangka waktu yang tetap, sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat industri. Penyampaian pesan pada komunikasi massa menggunakan alat-alat mekanis dari media massa. Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen.

Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lainnya adalah bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu terbatas. Namun dari sekian banyak definisi, media massa bentuknya antara lain media elektronik (televisi,radio), media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), buku dan film.

Secara etiologis, istilah semiotic berasal dari kata Yunani, semeion yang berarti tanda. Tanda didefinisikan sebagai sesuatu yang yang atas dasar konvensi social yang tergabung sebelumnya, dapat dianggap melalui sesuatu yang lain. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial (Kurniawan, dalam Sobur. 2001:95).

Selain istilah semiotika atau semiologi, dalam sejarah linguistik digunakan pula istilah lain, seperti semasiologi, sememik, dan semik untuk merujuk pada bidang studi yang mepelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang. Tanda-tanda (signs) adalah baris dari seluruh komunikasi. Manusia dengan

(19)

perantaraan tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Banyak hal yang bisa dikomunikasikan di dunia ini. (Sobur.2003:11&16)

Dalam metode semiotika dikenal istilah denotasi, konotasi, dan mitos. Roland Barthes menggunaka istilah firs order of signification untuk denotasi, dan second order of signification untuk konotasi. Tatanan yan pertama mencakup penanda dan pertada berbentuk tanda. Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Kemudian dari tanda tersebut muncul pemaknaan lain, sebuah konsep mental lain yang melekat pada tanda (yang kemudian dianggap sebagai penanda). Pemaknaan baru inilah yang kemudian menjadi konotasi. (Birowo,2004:56-57)

Mengacu pada metode tersebut, dalam kerangka pemikiran penulis menggunakan metode semiotika yang dikemukakan oleh Roland Barthes yang terdiri dari Denotasi, Konotasi dan Mitos sebagai acuan dalam penelitian ini.

1. Denotasi.

Makna denotasi adalah makna yang digunakan untuk mendeskripsikan makna decisional, literal, gamblang dan atau common sence dari sebuah tanda. Denotasi adalah interaksi antar signifier (penanda) dengan signified (petanda) dalam tanda, dan antara sign dengan referensi dalam realitas eksternal. Denotasi dijelaskan sebagai makna sebuah tanda yang defesional, literal, jelas (mudah dilihat dan dipahami) atau commonsense. Dalam kasus tanda linguistik, makna denotatif adalah apa yang dijelaskan dalam kamus. (Elvinaro.2011:81)

(20)

2. Konotasi.

Makna konotatif mengacu pada asosiasi-asosiasi bidaya social dan personal berupa ideologis, emosional dan lain sebagainya. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya (Fiske,2004;118). Konotasi adalah interaksi yang mucul ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi pembacaan / penggunaan dan nilai-nilai budaya mereka. Maknanya menjadi subjektif atau inter subjektif. Istilah konotasi merujuk pada tanda yang memiliki asosiasi sosiokultural dan personal.Tanda lebih terbuka dalam penafsirannya pada konotasi daripada denotasi. (Elvinaro.2011:81-82)

3. Mitos.

Mitos adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam. Mitos primitif berkenaan dengan hidup, mati manusia dan dewa, baik dan buruk. Bagi barthes, mitos merupakan cara berpikir dari satu kebudayaan tentang sesuatu, cara untuk mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu.

Penelitian ini berjudul Reresentasi Nilai-Nilai Keislaman Dalam Film “99 Cahaya Di Langit Eropa”. Dimana film merupakan bagian dari komunikasi massa, yaitu alat mekanis dari media massa. Pada penelitian ini peneliti mengacu pada metode dan pendekatan yang digunakan,

(21)

didalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan semiotika dari Roland Barthes. Dimana Roland Barthes mengemukakan dua tahapan penandaan yaitu yang disebut denotasi dan konotasi laku didukung dengan mitos yang memperkuat konotasi.

Dimana tatanan penandaan dari Roalnd Barthes yang terdiri dari denotasi, konotasi dan mitos, dimana denotasi sebagai tatanan penanda pertama, konotasi sebagai tatanan penanda kedua dan mitos sebagai cara ketiga dari bekerjanya tanda di tatanan kedua atau konotasi. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran akan dijabarkan sebagai berikut :

Sumber : Peneliti

4

http://newjoesafirablog.blogspot.com/

Representasi Nilai-Nilai Keislaman dalam Film “99 Cahaya Di Langit Eropa”

Denotasi Mitos

Analisis Semiotika Roland Barthes

Konotasi Kualitatif

Gambar

gambar ketiga diamabil didalam ruang kelas dan lokasi pengambilan  gambar keempat adalah di masjid dan lokasi pengambilan gambar ke lima  diambil didalam ruangan imam masjid

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah (1) dalam pelaksanaan penilaian kurikulum 2013 di SDIT Muhammadiyah Al-Kautsar sudah berjalan dengan baik, namun masih ada yang harus

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi fenotipe dan genotipe hibrida ikan kerapu “Tiktang” hasil persilangan antara ikan kerapu batik (Epinephelus microdon) betina

Adapun maksud dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perhitungan drainase yang ideal berdasarkan debit limpasan yang terjadi pada ruas jalan Simpang Tiga Tanjung Durun

Meningkatkan Motivasi Penduduk Potensial untuk Bermigrasi ke Kawasan Sulawesi Tenggara dan Daerah Pedesaannya.. Pengembangan Kualitas dan Peningkatan Peranserta Angkatan Kerja

Berdasarkan gambar 9 dapat dilihat bahwa nilai uji kemampuan berpikir kritis perserta didik di SMA Negeri 8 pada materi laju reaksi berada pada 45 mendapat

Dalam upaya untuk mengatasi perdagangan anak ini, Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

Cara perajahan atau penepungan yaitu teknik menghaluskan dari bahan Daun sirsak yang sudah kering dengan cara ditumbuk atau digerus diatas cobek yang bersih Atau anda

 Inovasi sistem perencanaan dan program daerah yang telah dilakukan adalah: sudah dialokasikan anggaran 100 juta per desa setiap tahun untuk peningkatan kualitas masyarakat