• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN PROTEIN PAKAN DAN PRODUKSI PROTEIN MIKROBA PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI PAKAN ROTI SISA PASAR SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN PROTEIN PAKAN DAN PRODUKSI PROTEIN MIKROBA PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI PAKAN ROTI SISA PASAR SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN PROTEIN PAKAN DAN PRODUKSI

PROTEIN MIKROBA PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE

(PO) YANG DIBERI PAKAN ROTI SISA PASAR SEBAGAI

PENGGANTI DEDAK PADI

(The Utilisation of Feed Protein and Microbial Protein Production

in Ongole Crossbred Cattle Fed on Market Refused Bread

as A Substitution of Rice Bran)

ANDHIKA DIYATMOKO,M.R.H.FITRIANTO,E.RIANTO,E.PURBOWATI,M.ARIFIN danA.PURNOMOADI Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang

ABSTRACT

This study was carried out to determine the utilization of feed protein and microbial protein production of feed containing refused bread (MRB) as a substitution of rice bran. Eight Ongole crossbred cattle aged 2-2.5 years old at average body weight 275 ± 16.4 kg (CV = 5.9%) were fed on napier grass (Pennisetum

purpureum) ad libitum and concentrate feeding containing wheat bran, rice bran or MRB. These cattle were

divided into two groups of treatments based on Completely Randomized Design (CRD), namely: (1) group receiving concentrate feeding composed of rice bran 75% and wheat bran 25% (D-WB), (2) group receiving concentrate feeding composed of MRB 75% and wheat bran 25% (R-WB). Concentrate feeding was given at 1.5% of body weight. The result showed that no differences between the R-WB and D-WB in dry matter intake (7618 vs. 7023 g/day), protein intake (657 vs. 572 g/day), protein digestibility (71.97 vs. 65.65%) , as well as the protein metabolizability (28.33 vs. 29.16%), but the efficiency of microbial N production was found a significantly difference (6.69 vs 19.38 g N/kg DOMI; P < 0.05). Based on these results, it could be concluded that the MRB could be used as a concentrate feeding.

Key Words: Ongole Crossbred Cattle, Rice Bran, Market Refused Bread, Protein Utilization, Microbial

Protein Production

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan protein pakan dan produksi protein mikroba yang terjadi di rumen pakan yang mengandung roti sisa pasar (rosipa) sebagai penyusun ransum sapi penggemukan yang dibandingkan dengan dedak padi. Materi penelitian berupa 8 ekor sapi PO jantan umur 2 – 2,5 tahun dengan bobot badan 275 ± 16,4 kg (CV = 5,9%) yang diberi pakan rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dan konsentrat yang tersusun atas wheat bran, dedak padi atau roti sisa pasar. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan 4 ulangan, yaitu: (1) konsentrat dengan komponen 75% dedak padi dan 25% wheat bran (D-WB); (2) konsentrat dengan komponen 75% rosipa dan 25% wheat bran (R-WB). Konsentrat tersebut diberikan sebesar 1,5% dari bobot badan sapi, sedangkan rumput gajah secara ad libitum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara D-WB dan R-WB tidak ditemukan perbedaan pada konsumsi BK (7618 vs 7023 g/hari), konsumsi protein (657 vs 572 g/hari), kecernaan protein (71,97 vs 65,65%), demikian juga pada deposisi protein (28,33 vs 29,16%), namun efisiensi produksi N mikroba diperoleh perbedaan yang nyata (6,69 vs 19,38 g N/kg KBOT; P < 0,05) Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rosipa dapat digunakan sebagai komponen konsentrat pada sapi PO yang digemukkan.

(2)

PENDAHULUAN

Biaya pakan pada usaha penggemukan sapi menempati porsi 65% dari total biaya produksi (SIREGAR, 1994), sehingga jika terjadi peningkatan harga pakan tersebut, maka akan mengurangi keuntungan usaha yang cukup besar. Perbaikan kinerja produksi ternak dapat dilakukan dengan memperbaiki pada aspek pakan. Komponen biaya untuk pakan pada usaha penggemukan sapi sebagian besar digunakan untuk konsentrat, atau pakan tambahan di luar pakan kasar.

Diperkirakan 25% produk industri roti di industri tidak dapat dijual (hasil survei di daerah industri kecil pembuatan roti di Jepara). Roti sisa ini dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sebagai pengganti dedak padi mengingat menurut KEARL (1982), dedak padi memiliki kandungan bahan kering (BK) 92%; protein kasar (PK) 11,2%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 47,6% dan total digestible nutrients (TDN) 65%. Kandungan nutrisi tersebut tidak berbeda jauh dengan rosipa hasil analisa yaitu PK 12,63%, dan BETN 78,42%. Pakan dengan kandungan nutrisi seperti ini sudah termasuk baik bila dibandingkan dengan jenis-jenis pakan ternak yang ada di pasaran atau bahan pakan konvensional. Selain itu, roti sisa berharga murah, sehingga diharapkan dapat menekan biaya pakan.

Protein merupakan salah satu unsur nutrisi yang dibutuhkan ternak untuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi (TILLMAN et al., 1991). Kebutuhan sapi akan protein semakin naik seiringnya kenaikan bobot badan (KARTADISASTRA, 1997). Pemanfaatan protein dapat dilihat dari jumlah protein pakan yang tertinggal di dalam tubuh ternak. Jumlah tersebut dapat dihitung dari selisih protein pakan yang dikonsumsi dengan protein feses dan protein urin (CRAMPTON dan HARRIS, 1969). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan protein pakan adalah: 1) komposisi pakan, 2) faktor ternak, dan 3) jumlah konsumsi pakan (TILLMAN et al., 1991).

Proses produksi protein mikroba diawali dengan proses hidrolisis seluruh protein dalam pakan oleh mikroba rumen. Proses hidrolisa protein menjadi asam amino diikuti oleh proses deaminasi untuk membentuk amonia, kemudian amonia yang dibebaskan akan digunakan untuk produksi protein mikroba

bersama sumber energi (ARORA, 1995). Dijelaskan lebih lanjut bahwa, selain amonia dari deaminasi asam amino, mikroba juga menggunakan sumber N yang berasal dari NPN pakan dan NPN dari urea yang berasal dari saliva atau yang masuk dalam cairan rumen melalui dinding rumen. Protein yang terkandung pada pakan di dalam rumen mengalami katabolisme/hidrolisa menjadi asam amino yang diikuti oleh proses deaminasi menjadi amonia (FRANDSON, 1992). Pertumbuhan mikroba di dalam rumen sangat dipengaruhi oleh laju degradasi bahan organik sebagai sumber energi untuk mensistensi protein mikroba (NOLAN, 1993). Sebagian amonia yang terbentuk melalui proses deaminasi di dalam rumen digunakan oleh mikro organisme dalam rumen untuk membentuk protein, sebagian lagi di absorbsi lewat vena porta dan diubah menjadi urea di dalam hati yang kemudian masuk sistem peredaran darah (TILLMAN et al., 1991). Produksi protein mikroba sangat tergantung pada pemecahan nitrogen pakan, kecepatan absorpsi amonia dan asam amino, kecepatan alir bahan keluar dari rumen, kebutuhan mikroba akan asam amino dan jenis fermentasi berdasarkan jenis pakan yang masuk (ARORA, 1995). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan protein dan produksi protein mikroba di rumen akibat pemberian roti sisa sebagai penyusun ransum sapi penggemukan yang dibandingkan dengan dedak padi.

MATERI DAN METODE

Materi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 8 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) dari jenis kelamin jantan, dengan bobot badan 275 ± 16,4 kg (CV = 5,9%). Sapi-sapi tersebut ditempatkan pada kandang individual tipe tail to tail. Pakan yang diberikan berupa rumput gajah dan konsentrat yang terdiri dari dedak padi, wheat bran dan roti sisa pasar.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), dengan 2 perlakuan pakan, yaitu: (1) konsentrat dengan komponen 75% dedak padi dan 25% wheat bran (D-WB); (2) konsentrat dengan komponen 75% rosipa dan 25% wheat bran (R-WB). Setiap perlakuan terdapat 4 ulangan. Hijauan berupa rumput

(3)

Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan dalam penelitian

Kandungan nutrisi dalam 100% BK BK Abu PK LK SK BETN Bahan pakan ...………..%... R-Wb 85,37 2,41 9,81 10,74 3,04 74,00 D-WB 88,59 16,66 9,23 1,55 29,57 43,00 R. Gajah 50,57 11,26 7,73 1,19 29,62 50,21

PK: Protein Kasar; LK: Lemak Kasar, SK: Serat Kasar; BETN: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

Gajah diberikan secara ad libitum dan konsentrat sebesar 1,5% bobot badan, diberikan 2 kali sehari pukul 08.00 dan 16.00 WIB. Pemberian air minum secara ad libitum. Sanitasi kandang dan ternak dilakukan 2 kali sehari, yaitu setiap pagi dan sore sebelum sapi diberi pakan konsentrat.

Tahap perlakuan (13 minggu) dilakukan setelah sapi diadaptasikan dengan kondisi penelitian (lingkungan, pakan dan pekerja) selama kurang lebih 4 minggu. Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah pemanfaatan protein pakan dan produksi protein mikroba. Data pemanfaatan protein pakan diperoleh dengan metode total koleksi selama 7 hari, untuk mengukur protein yang dikonsumsi, yang dicerna (dengan mengukur yang keluar sebagai feses) dan yang dideposit (dengan mengukur yang keluar sebagai urin). Sementra itu, produksi protein mikroba diukur dengan menghitung jumlah alantoin dalam urin tersebut dan mengkalkulasikannya ke dalam N mikroba menurut CHEN dan GOMES (1995). Efisiensi produksi protein mikroba merupakan perbandingan antara jumlah produksi N mikroba dengan konsumsi bahan organik yang tercerna.

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi protein

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi protein pada sapi yang mendapat D-WB (657 gram/hari; 8,62% BK) tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan konsumsi protein pada sapi yang mendapat R-WB (572 g/hari; 8,01% BK). Hal ini dikarenakan konsumsi BK dan kandungan protein pada kedua perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05) yang mengakibatkan

konsumsi protein tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hasil penelitian ini lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh ARIFIN (2005), sebesar 450 g/hari. Penelitian ARIFIN (2005) menggunakan rumput Gajah (13,04% protein), dedak padi (6,33% protein) dan bungkil kelapa sawit (15,39% protein).

Rata-rata jumlah konsumsi protein kedua perlakuan pada penelitian ini adalah 8,31% BK. Jumlah ini sesuai dengan pendapat CRAMPTON dan HARRIS (1969) yang menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar untuk ternak sapi adalah 8 – 12% BK. Dijelaskan lebih lanjut oleh CULLISON (1979), bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi protein adalah konsumsi BK, selain kandungan nutrisi ransum.

Kecernaan protein

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan protein pakan yang mengandung D-WB tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan R-WB (71,97 dan 65,65%). Hal ini dikarenakan konsumsi protein dan protein feses kedua perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05) yang mengakibatkan kecernaan protein tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa sisa roti dan dedak padi memiliki kualitas protein yang sama. Persentase kecernaan protein pada penelitian ini lebih rendah daripada yang dilaporkan oleh MAHESTI et al. (2004), yaitu sebesar 74,46%. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan kualitas pakan, terutama perbedaan kadar protein dalam ransum. Ransum yang digunakan oleh MAHESTI et al. (2004) adalah ampas bir (26,08% protein) dan rumput raja (15,67% protein), dengan kandungan SK 17,57 dan 32,65%. Kecernaan protein antara lain

(4)

Tabel 2. Hasil parameter penelitian pemanfaatan protein pada sapi PO yang diberi roti sisa dan dedak padi secara statistik Perlakuan Parameter D-WB R-WB Keterangan PBBH (g/hari) 307 408 ns Konsumsi BK (g/hari) 7618 7023 ns

Konsumsi protein (g/hari) 657 572 ns

Protein feses (g/hari) 183 171 ns

Protein urin (g/hari) 289 210 ns

Jumlah protein tercerna (g/hari) 474 401 ns

Kecernaan protein (%) 71,97 65,65 ns

Jumlah protein terdeposisi (g/hari) 185 191 ns

Deposisi protein (%) 28,33 29,16 ns

Konversi protein terkonsumsi 2,28 1,40 ns

Konversi protein tercerna 1,62 0,967 ns

Konversi protein terdeposisi 0,551 0,469 ns ns (non signifikan): tidak berbeda nyata pada taraf 5%

dipengaruhi oleh kandungan SK, karena sebagian protein terdapat dalam pakan dalam bentuk ikatan lignoprotein yang sulit dicerna. Hal ini sesuai dengan pendapat TILLMAN et al. (1991), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan protein antara lain adalah: 1) komposisi pakan, 2) penyiapan pakan, 3) faktor ternak dan 4) jumlah konsumsi pakan. Dijelaskan lebih lanjut peningkatan jumlah konsumsi pakan akan menurunkan nilai kecernaan karena perjalanan arus pakan menjadi lebih cepat sehingga penyerapan zat pakan tidak dapat optimal.

Deposisi protein

Hasil penelitian menunjukkan bahwa deposisi protein D-WB tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan R-WB (28,33 dan 29,16%). Hal ini dikarenakan konsumsi protein, protein feses dan protein urin tidak berbeda nyata (P > 0,05) yang mengakibatkan deposisi protein tidak berbeda nyata. Persentase deposisi protein pada penelitian ini masih rendah daripada yang dilaporkan oleh ARIFIN (2005), pada sapi PO yaitu 45,74%. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kualitas pakan (ORSKOV, 1992). Pakan yang digunakan oleh ARIFIN (2005) mempunyai kandungan PK 8,68%, sedangkan

pakan dalam penelitian ini mempunyai kandungan PK sebesar 9,25%. Perbedaan kemampuan ternak dalam menyimpan atau mendeposisikan protein pakan akan menghasilkan bobot badan yang berbeda (ORSKOV, 1992). Deposisi yang bernilai positif dalam penelitian ini memungkinkan ternak meningkatkan bobot badannya dengan menambah tenunan urat daging (CRAMPTON dan HARRIS, 1969).

Konversi protein

Nilai konversi protein terkonsumsi antara D-WB dengan R-WB berbeda nyata (P > 0,05; 2,28 dan 1,40), sedangkan konversi protein tercerna juga menunjukkan hasil tidak berbeda nyata antara D-WB dan R-WB (P > 0,05; 1,62 dan 0,967) dan untuk konversi protein terdeposis menunjukkan hasil tidak berbeda nyata antara D-WB dan R-WB (P > 0,05; 0,551 dan 0,469). Hal ini dikarenakan konsumsi protein dan PBBH pada kedua perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05), yang mengakibatkan konversi protein tidak berbeda nyata (P > 0,005). Konversi protein merupakan kemampuan ternak untuk mengkoversikan protein dalam pakan yang dikonsumsi menjadi daging (CAMPBELL dan LASLEY, 1985).

(5)

Dijelaskan lebih lanjut bahwa konversi protein dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi dan kebutuhan ternak akan protein untuk hidup pokok dan produksi.

Produksi nitrogen mikroba

Pakan yang mengandung roti sisa menghasilkan produksi nitrogen mikroba (64,95 g/hari) lebih tinggi (P < 0,05) dari pada pakan dedak padi (23,69 g/hari). Hal ini menunjukkan bahwa sumber energi dalam pakan dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba, dimana roti memiliki kandungan energi lebih tinggi dibandingkan dengan dedak padi. Walaupun dari kandungan NH3 rumen sapi yang diberi pakan roti lebih rendah dari sapi yang diberi pakan dedak padi, tetapi kandungan serat kasar pada roti lebih rendah dari pada dedak padi, sehingga memudahkan mikroba untuk mendegradasi pakan pada sapi yang diberi roti. Hal ini tidak sesuai dengan pandapat ARORA (1995), bahwa peningkatan konsentrasi NH3 didalam rumen akan

menyebabkan terjadinya peningkatan sintesis protein mikroba. Menurut SUPRAYOGI (2003), pada sapi Peranakan Ongole (PO) yang diberi pakan berserat berkisar antara 15 – 25 g/hari. Perbedaan jumlah produksi protein mikroba ini dimungkinkan karena konsumsi bahan organik dalam penelitian ini lebih tinggi. Dijelaskan oleh NOLAN (1993), pertumbuhan mikroba didalam rumen sangat dipengaruhi oleh laju degradasi bahan organik sebagai sumber energi untuk mensistensi protein mikroba. Dijelaskan lebih lanjut oleh ARORA (1995), produksi protein mikroba sangat tergantung pada pemecahan nitrogen pakan, kecepatan absorpsi

amonia dan asam amino, kecepatan alir bahan keluar dari rumen, kebutuhan mikroba akan asam amino dan jenis fermentasi berdasarkan jenis pakan yang masuk.

Efisiensi produksi nitrogen mikroba (EPNM)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efisiensi produksi nitrogen mikroba sapi yang diberi pakan roti sisa (19,38 g N mikroba per kg KBOT) lebih tinggi (P < 0,05) dari pada pakan dedak padi (6,01 g N mikroba per kg KBOT). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan roti sisa dapat meningkatkan efisiensi produksi N mikroba rumen. Hal ini terjadi disebabkan oleh kenyataan bahwa produksi N mikroba pada sapi yang diberi R-WB (roti sisa dan wheat bran) jauh lebih tinggi dari pada sapi yang mendapat D-WB (dedak padi dan wheat bran). Menurut SUPARJO (1999), sapi PO yang diberi pakan rumput gajah, tepung daun kaliandra, Pollard, bekatul dan tepung ikan memiliki EPNM sebesar 9,5-11,2 g N mikroba per kg KBOT. Perbedaan EPNM yang signifikan ini dipengaruhi oleh perbedaan dari produksi N mikroba. Menurut WIBOWO (2008), EPNM dihitung dari perbandingan produksi N mikroba dengan konsumsi bahan organik tercerna (KBOT). Menurut CLARK et al. (1992), efisiensi produksi N mikroba sangat berkorelasi dengan konsumsi bahan organik yang tercerna di dalam rumen. Dijelaskan lebih lanjut oleh ARC (1980), bahwa bahan organik yang tercerna didalam rumen dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya suplai energi yang digunakan untuk sintesis protein.

Tabel 3. Konsumsi pakan dan efisiensi produksi N mikroba

Parameter D-WB R-WB Ket.

Kecernaan BK (%) 53,78 75,87 s

Produksi N mikroba (g/hari) 23,69 64,95 s

Efisiensi produksi N mikroba (g N/kg KBOT) 6,69 19,38 s s: signifikan; ns: non signifikan; BK: bahan kering; KBOT: konsumsi bahan organik tercerna

(6)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa rosipa tidak berbeda dengan dedak padi dalam hal pemanfaatan proteinnya, namun rosipa lebih baik disbanding dedak padi dalam hal produksi protein mikroba. Kesimpulan dari penelitian ini adalah rosipa dapat digunakan sebagai konsentrat untuk sapi PO yang digemukan.

DAFTAR PUSTAKA

ARC. 1980. The Nutrient Requirement of Ruminant Livestock. Commonwealth Agricultural Bureaux, Slaugh.

ARIFIN, H.D. 2005. Deposisi Protein pada Sapi Peranakan Ongole (PO) dan Peranakan Frisian Holstein (PFH) jantan dengan Pakan Rumput Gajah, Dedak Padi dan Bungkil Kelapa Sawit. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

ARORA, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Diterjemahkan oleh: R. MURWANI Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

CAMPBELL, J.R. dan J.F. LASLEY. 1985. The Science of Animal that Serve Mankid. 2nd Ed. Tata Mcgraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

CHEN, X.B.danM.J.GOMES. 1995. Estimation of Microbial Protein Supply to Sheep and Cattle Based on Urinary Excretion of Purine Derivatives. Rowett Research Institute, Aberdeen.

CLARK, J.H., T.H. KLUSMEYER and M.R. CAMERON. 1992. Microbial protein synthesis and flows of nitrogen fractions to the duodenum of dairy cows. J. Dairy Sci. 75: 2304 – 2323.

CRAMPTON, C.W. dan L. HARRIS. 1969. Applied

Animal Nutrition.2nd Ed. W.H. Freeman and Company, San Francisco.

CULLISON, A.E. 1979. Feeds and Feeding. 2nd. Reston Publishing company, Inc. A Prentice-Hall Company, Reston.

FRANDSON, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi Keempat. Diterjemahkan oleh: SRIGANDONO, B. dan K. PRASENO. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

KARTADISASTRA, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.

KEARL, L.C. 1982. Nutrient Requirement of Ruminants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute, Utah.

MAHESTI, G., E. RIANTO, A. PRAWOTO dan A. PURNOMOADI. 2004. Pemanfaatan protein pada sapi Peranakan Ongole dan sapi Peranakan Limousin yang mendapat pakan rumput Raja dan ampas bir. J. Pengembangan Peternakan Tropis. Special Edition Bulan Oktober Buku 1: 91 – 95.

NOLAN, J.V. 1993. Nitrogen Kinetics. In: Quantitative Aspects of Ruminant Digestion and Metabolism. FORBES,J.M. and J.FRANCES

(Ed.) C.A.B International, Cambridge. pp. 123 – 144.

ORSKOV, E.R. 1992. Protein Nutrition in Ruminants. 2nd Ed. Academic Press. Harcout Brace Javanovich Publisher, London.

SIREGAR, S. 1994. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha. Penerbit Swadaya, Jakarta.

SUPARJO. 1999. Studi tentang peran intestine digestible protein pakan dalam menunjang pembentukan protein mikroba rumen dan pertumbuhan sapi Peranakan Ongole. J. Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan 2(4): 18 – 27.

SUPRAYOGI, W.P.S. 2003. Sintesis protein mikroba sapi peranakan ongole yang diberi pakan berserat. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 28(3): 115 – 118.

TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPROJO,

S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

WIBOWO, A. 2008. Produksi Protein Mikroba dan Rasio Asam Asetat/Propionat pada Berbagai Umur Sapi Peranakan Ongole. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul “PELAKSANAAN PEMBIMBINGAN TERHADAP KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENDAPAT CUTI MENJELANG BEBAS (CMB) DAN CUTI BERSYARAT (CB) OLEH BALAI

Ayah dan ibu saya, sujud kupersembahkan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayah dan Ibu yang tiada henti-hentinya memberikan kasih sayang, nasehat,

Berdasarkan nilai koefisien penentuan (R 2 ), tampak bahwa pada kedua blok percobaan, pertumbuhan dan perkembangan larva serta imago L.huidobrensis memiliki pola

Kadar deasetilasi kitosan bead dihitung dengan menggunakan metode base line dapat dilihat pada Gambar 11. Penelitian ini menggunakan kitosan dengan berat 12,5 gram

Sistem enzim jaringan tubuh ternak tidak mampu menggunakan nitrogen anorganik (seperti amonia-N) untuk mensintesis protein selnya, dan ternak yang tidak mendapatkan keuntungan

perineum.. Setelah dilakukan pijat perineum, seluruh ibu bersalin tidak mengalami ruptur perineum derajat III dan IV. Minimalnya robekan perineum dapat terjadi karena pada

Jika Tertanggung dirawat inap di rumah sakit selama lebih dari 12 jam karena sakit atau Kecelakaan dalam Masa Pertanggungan Asuransi, maka akan dibayarkan Manfaat Harian Perawatan

ntuk #en*a$ai sasaran $rogra# di&amp;ara$kan se#ua $elaku #ulai dari tingkat ntuk #en*a$ai sasaran $rogra# di&amp;ara$kan se#ua $elaku #ulai dari tingkat atas sa#$ai ke