• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tantangan pendidikan sekarang ini berkaitan dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di World Trade Organization (WTO), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Community, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Tantangan lainnya terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan.

Tantangan masa depan di dalam bidang pendidikan menuntut pembelajaran, khususnya pembelajaran sains lebih mengembangkan higher order of thinking, yang selanjutnya disingkat HOT. Tantangan tersebut dapat dinyatakan berdasarkan tingkat kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah. Peserta didik sering berhasil memecahkan masalah tertentu, tetapi gagal jika konteks masalah tersebut sedikit diubah. Hal tersebut terjadi karena peserta didik belum terbiasa berpikir tingkat metakognitif. Hasil penelitian lain menunjukkan hal yang sama, yaitu adanya defisit penerapan strategi metakognitif dalam pembelajaran (Baker, L. & Brown, A., 1984: 353).

(2)

2 Salah satu ranah kemampuan HOT yaitu analytical thinking. Analytical thinking merupakan pembelajaran sains dalam meningkatkan kemampuan bekerja secara sistematis dan logis untuk mengatasi masalah, mengidentifikasi penyebab suatu masalah, mengantisipasi hasil yang tidak diharapkan, mengelola isu-isu berdasarkan pengalaman dan pengetahuan, serta sumber daya yang diperlukan. Faktanya, pembelajaran masih banyak yang berorientasi pada upaya mengembangkan dan menguji daya ingat peserta didik sehingga kemampuan berpikir peserta didik direduksi dan sekedar dipahami sebagai kemampuan untuk mengingat (Ratno Harsanto, 2005: 44). Selain itu, mengakibatkan peserta didik terhambat dan tidak berdaya menghadapi masalah-masalah yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah secara logis, kreatif, dan reflektif (Iwan Sugiarto, 2011: 14).

Kemampuan analytical thinking merupakan kemampuan yang penting dikuasai untuk pembelajaran sepanjang hayat (longlife learning). Analytical thinking seharusnya dibelajarkan kepada peserta didik agar peserta didik memperoleh bekal untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan hidup ke depan yang tentunya lebih kompleks. Di tingkat analitis, peserta didik dituntut mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.

Berdasarkan hasil observasi di SMP N 1 Jetis Bantul diketahui bahwa kemampuan analytical thinking peserta didik masih rendah yang terlihat dari

(3)

3 perilaku peserta didik saat pembelajaran berlangsung. Ketika guru memberikan sebuah permasalahan tertentu, peserta didik cenderung menjawab dengan spontan dan tidak dilandasi dengan teori. Hal tersebut membuktikan bahwa peserta didik tidak mampu membedakan sesuatu yang relevan dari bagian yang tidak relevan dari masalah tersebut. Selain itu, peserta didik malas untuk berpikir mencari penyelesaian masalah yang tepat dan mengaitkan penyelesaian tersebut dengan fakta dilingkungan sekitar ataupun dengan teori yang ada. Peserta didik juga belum mampu dalam merumuskan sebuah hipotesis dari suatu permasalahan, masih ada beberapa peserta didik yang belum mengerti apa yang dimaksud dengan hipotesis (dugaan sementara). Ketika guru memberikan pertanyaan, guru harus menunjuk peserta didik yang bersangkutan untuk menjawab. Proses pembelajaran IPA yang dilaksanakan sebatas latihan soal secara teoritis, belum berorientasi untuk mengembangkan kemampuan analytical thinking pada persoalan yang kontekstual. Pembelajaran masih didominasi guru sebagai sumber informasi (teacher centered).

Hal ini diperkuat dengan hasil studi PISA dan TIMSS tentang pengukuran prestasi IPA peserta didik. Hasil studi PISA pada tahun 2015 menunjukkan bahwa prestasi IPA peserta didik Indonesia menempati peringkat 69 dari 76 negara peserta (PISA, 2015: 5). Hasil studi TIMSS tahun 2015 menunjukkan bahwa prestasi IPA peserta didik Indonesia menempati peringkat 36 dari 49 negara peserta (TIMSS, 2015: 6). Hasil studi PISA dan TIMSS menunjukkan bahwa peserta didik Indonesia masih dalam level dasar pada kemampuan analytical thinking dalam pembelajaran IPA.

(4)

4 Dalam menghadapi tantangan abad 21, banyak negara telah melakukan reformasi pada kurikulum dengan tujuan mempersiapkan peserta didik untuk kebutuhan pendidikan yang lebih tinggi dan pekerjaan di abad ke-21. Sesuai dengan tujuan pendidikan di Indonesia, seiring perkembangan zaman kurikulum Indonesia juga mengalami perkembangan yaitu dengan adanya Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 adalah sebuah kurikulum yang dirancang untuk menyiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan dimasa depan, yaitu tuntutan globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Pendidikan merupakan aspek penting dalam era globalisasi. Asih Widi Wisudawati dan Eka Sulistyowati (2015: 5) mengatakan bahwa perkembangan kurikulum di Indonesia pada tahun 2013 untuk pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik dan menuntut guru memiliki kreativitas dan pola berpikir tingkat tinggi dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA di kelas.

Pada pembelajaran IPA, untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan analytical thinking tentunya tidaklah mudah. Untuk menghadapi tantangan abad 21 lebih baik guru mempersiapkan peserta didik untuk menjadi seorang penyelidik, pemecah masalah, berpikiran analitis, kritis, dan kreatif. Oleh karena itu, untuk pencapaian hasil belajar yang optimal diperlukan suatu pendekatan pembelajaran. Penerapan pendekatan pembelajaran harus dapat melatih cara-cara memperoleh informasi baru, menyeleksi dan kemudian mengolahnya, sehingga terdapat jawaban terhadap suatu permasalahan. Untuk mencapai

(5)

5 tujuan pembelajaran tersebut pendekatan pembelajaran yang lebih efektif digunakan adalah pendekatan pembelajaran berbasis konstruktivisme. Salah satu pendekatan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme adalah pendekatan inkuiri.

W. Gulo (2008: 84-85) mendefinisikan inkuiri sebagai suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Dengan melakukan kegiatan inkuiri, peserta didik mendapatkan pengalaman belajar secara langsung dalam menemukan pengetahuan-pengetahuan. Sund & Trowbridge (1973: 71) membagi pendekatan inkuiri menjadi tiga macam, yaitu: inkuiri terbimbing (guided inquiry), inkuiri semi terbimbing (modified free inquiry), dan inkuiri bebas (free inquiry).

Upaya membelajarkan peserta didik dengan pendekatan inkuiri diperlukan media pembelajaran. Media pembelajaran yang baik menginterpretasikan konsep yang abstrak menjadi konsep yang mudah dipahami. Media pembelajaran yang lengkap akan membantu guru dalam mengajar, dan membantu peserta didik dalam proses belajar. Media pembelajaran yang beredar di sekolah adalah media pembelajaran yang hanya cover-nya saja IPA terpadu, tetapi kontennya belum menunjukkan keterpaduan. Tentunya ketersediaan media pembelajaran IPA terpadu yang masih minim dapat menjadi kendala berarti karena media pembelajaran diperlukan untuk

(6)

6 mendukung pencapaian kompetensi pembelajaran. Media pembelajaran yang tersistematis untuk melatih analytical thinking peserta didik sangat jarang.

Selain itu, media pembelajaran yang memanfaatkan penggunaan ICT sebagai tuntutan era globalisasi masih jarang diterapkan di sekolah. Penggunaan ICT dalam proses pembelajaran sangatlah penting karena dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan keterampilan ICT guru maupun peserta didik. Dalam memanfaatkan ICT perlu diantisipasi melalui pengelolaan penggunaan ICT secara baik sehingga bisa meminimalisir dampak negatif menjadi dampak yang positif. Penerapan ICT dalam media pembelajaran dapat melatih cara-cara memperoleh informasi baru, menyeleksinya dan kemudian mengolahnya, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.

Salah satu sub materi pembelajaran IPA di SMP yaitu Fotosintesis. Materi ini dimuat dalam KD 3.5 yaitu memahami konsep energi, berbagai sumber energi, dan perubahan bentuk energi dalam kehidupan sehari-hari termasuk fotosintesis dan KD 4.5 yaitu menyajikan hasil percobaan tentang perubahan bentuk energi, termasuk fotosintesis. Dari KD tersebut, maka setelah dianalisis membutuhkan kegiatan yang berupa eksperimen. Sementara itu, pembelajaran eksperimen di laboratorium diyakini sebagai suatu faktor kunci dalam pendidikan IPA karena melalui kegiatan laboratorium maka peserta didik dapat memahami fenomena alam dan dapat mengembangkan cara bernalar ilmiah. Akan tetapi kegiatan laboratorium yang real berbasis hands-on dirasa lebih banyak memakan waktu oleh sebagian guru, termasuk dalam hal penyiapan alat dan bahan, serta harus memberikan instruksi arahan kegiatan

(7)

7 eksperimen yang baik dan benar. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, maka virtual laboratory sebagai salah satu alternatif cara untuk mengatasi masalah tersebut dengan mensimulasikan kegiatan percobaan di laboratorium.

Sementara laboratorium merupakan lingkungan tradisional untuk melakukan pembelajaran berbasis inkuiri. Beberapa penelitian mengumpulkan bukti bahwa laboratorium virtual juga cocok untuk memenuhi tujuan penyelidikan ilmiah tersebut. Secara khusus, mereka dianggap setidaknya sama kondusif untuk manipulasi aktif untuk eksperimen yang dipandang sebagai aspek penting dari pembelajaran inkuiri. Asri Widowati, dkk (2016: 7) menyatakan bahwa di era digital ini, sudah mulai dikembangkan penerapan inkuiri secara online (digital) dengan variasi berupa blended learning ataupun fully online (melalui suatu kombinasi dari synchronous tools) .

Virtual laboratory sebagai suatu produk inovasi media pembelajaran berbasis komputer dapat diterapkan di sekolah dengan teknologi informasi dalam proses pembelajarannya. Virtual laboratory lebih murah, aman dan cocok digunakan oleh peserta didik yang memiliki gaya belajar visual karena peserta didik dapat mengeksplorasi virtual laboratory sesuai kecepatan dan kebutuhannya (Dobrzanki & Honysz 2010: 197). Virtual laboratory IPA telah digunakan sebagai simulasi percobaan pada materi yang abstrak dan sulit dipahami untuk mengatasi kurangnya sarana, alat dan bahan di laboratorium, mahalnya alat dan zat-zat kimia. Kegiatan percobaan yang disimulasikan menggunakan virtual laboratory dengan bantuan komputer telah terbukti

(8)

8 kebermanfaatannya sebesar 82,81% (Sunendar, 2007 dalam Felintina Yuniarti, Pramesti Dewi, dan R. Susanti, 2012: 29).

Virtual laboratory diharapkan dapat menstimulasi peserta didik berpikir tentang kegiatan laboratorium real (hands on) melalui layar komputer dengan suatu penggambaran visual dan fungsi-fungsi alat serta prosedur kerja dengan mempergunakan teknologi multimedia modern. Virtual laboratory yang dimaksud bukan secara total menggantikan kegiatan laboratorium secara real tetapi sebagai media yang mendukung. Kemampuan analytical thinking menjadi prioritas, mengingat pendekatan inkuiri juga berkaitan dengan aktivitas minds-on dan hands-on dalam virtual laboratory hanya sebatas simulasi. Flowers (2011: 114) menyatakan bahwa implementasi virtual laboratory dalam pembelajaran IPA dapat mendorong pemahaman terhadap materi pelajaran, mengajarkan critical thinking, dan meningkatkan problem solving.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 27 Februari 2016 dengan guru IPA di SMP Negeri 1 Jetis Bantul menyatakan bahwa media pembelajaran IPA yang ada masih kurang khususnya media pembelajaran untuk materi-materi yang sulit dilakukan eksperimen secara nyata. Materi yang tidak mudah untuk dilakukan pengamatan dengan menggunakan panca indera saja. Salah satu materi pembelajaran IPA tersebut yaitu proses terjadinya fotosintesis pada tumbuhan. Materi tersebut mencakup daun sebagai organ berlangsungnya fotosintesis, jaringan penyusun daun, proses fotosintesis, dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis. Media yang biasanya digunakan saat pembelajaran pada materi ini yaitu melalui slide powerpoint atau meminta

(9)

9 peserta didik untuk merangkum materi yang ada pada buku peserta didik. Pemanfaatan komputer yang ada di laboratorium komputer ataupun LCD di laboratorium IPA dalam pembelajaran IPA masih kurang optimal.

Selain itu, jika waktu memungkinkan untuk melakukan eksperimen, maka akan dilakukan pembuktian terjadinya proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat (Uji Sach) dan oksigen (Uji Ingenhousz). Tujuannya untuk memperjelas pengetahuan peserta didik mengenai proses fotosintesis. Akan tetapi berdasarkan wawancara dengan peserta didik, mereka merasa jenuh dan kurang tertarik apabila harus memperhatikan materi yang disajikan melalui slide powerpoint atau mengamati proses fotosintesis pada buku.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka penting untuk peneliti mengadakan penelitian mengenai “Pengembangan Virtual Laboratory IPA Materi Fotosintesis Berbasis Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Analytical Thinking Peserta Didik Kelas VII SMP” karena sebagai bukti empiris tentang penggunaan virtual laboratory berbasis inkuiri terbimbing dalam mengembangkan higher order of thinking (HOT) yang berfokus pada peningkatan kemampuan analytical thinking (berpikir analitis).

B. Identifikasi Masalah

Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasikan berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai berikut:

1. Salah satu dari kemampuan pembelajaran abad 21 adalah kemampuan berpikir analitis (analytical thinking) dalam memecahkan masalah. Secara realita, pembelajaran yang mengorientasikan pemecahan masalah secara

(10)

10 analitis (analytical thinking) di Indonesia masih tergolong rendah yang ditunjukkan dengan peserta didik masih bergantung pada guru.

2. Pendekatan inkuiri dapat memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada peserta didik dalam menemukan pengetahuan-pengetahuan baru. Namun pembelajaran IPA yang dilakukan di kelas masih teacher centered. 3. Media pembelajaran IPA yang ada masih kurang khususnya media

pembelajaran untuk materi Fotosintesis, padahal materi pembelajaran yang rumit dapat disederhanakan dengan bantuan media pembelajaran.

4. Peserta didik merasa jenuh apabila penjelasan materi melalui slide powerpoint atau dengan membaca buku. Padahal banyak media pembelajaran lainnya yang lebih menarik untuk memperjelas pengetahuan peserta didik mengenai Fotosintesis.

5. Materi Fotosintesis yang sifatnya abstrak, rumit, dan sulit dipahami, serta prosesnya membutuhkan waktu yang lama mengakibatkan kurangnya sarana, alat dan bahan di laboratorium.

6. Laboratorium IPA memiliki alat-alat dan fasilitas laboratorium yang sudah lengkap namun penggunaan alat-alat laboratorium untuk kegiatan laboratorium masih kurang karena terbatasnya waktu.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini menekankan pada pembuatan suatu produk media virtual laboratory IPA berbasis inkuiri terbimbing untuk meningkatkan kemampuan analytical thinking peserta didik kelas VII SMP pada sub materi Fotosintesis.

(11)

11 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kelayakan pengembangan produk media virtual laboratory IPA berbasis inkuiri terbimbing yang berpotensi untuk meningkatkan kemampuan analytical thinking peserta didik berdasarkan kriteria kualitas media pembelajaran yang baik?

2. Bagaimana respon peserta didik terhadap media virtual laboratory IPA berbasis inkuiri terbimbing yang dikembangkan?

3. Apakah penggunaan media virtual laboratory IPA berbasis inkuiri terbimbing yang dihasilkan dapat meningkatkan kemampuan analytical thinking perserta didik Kelas VII SMP pada materi Fotosisntesis?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengembangkan media virtual laboratory IPA yang layak digunakan pada materi Fotosintesis untuk meningkatkan kemampuan analytical thinking peserta didik berdasarkan kriteria kualitas media pembelajaran yang baik. 2. Mengetahui respon peserta didik terhadap media virtual laboratory IPA

yang dikembangkan.

3. Mengetahui peningkatan kemampuan analytical thinking perserta didik setelah menggunakan media virtual laboratory IPA pada materi Fotosisntesis.

(12)

12 F. Spesifikasi Produk dan Keterbatasan Pengembangan

1. Spesifikasi Produk

Produk yang dihasilkan dari penelitian pengembangan ini adalah media virtual laboratory IPA berbasis inkuiri terbimbing untuk meningkatkan kemampuan analytical thinking peserta didik SMP kelas VII. Media virtual laboratory ini didesain dan dibuat dengan menggunakan software Adobe Flash CS4. Media virtual laboratory IPA yang dikembangkan mencakup kajian tentang fotosintesis khususnya pada percobaan Ingenhousz.

Media virtual laboratory IPA di desain sesuai dengan fakta dilapangan. Pada media virtual laboratory tersebut berisikan mengenai simulasi percobaan Ingenhousz, yang disajikan berupa gambar, teks, soal, serta rangkuman materi. Pengembangan media virtual laboratory mengandung langkah-langkah pendekatan inkuiri dengan tipe guided inquiry (inkuiri terbimbing) sehingga dapat meningkatkan kemampuan analytical thinking peserta didik.

Media virtual laboratory IPA yang dikembangkan memenuhi standar kualitas media yang baik. Standar tersebut yaitu sesuai dengan isi dan tujuan pembelajaran, memberikan peningkatan kemampuan analytical thinking peserta didik, mudah terbaca dan menggunakannya, tampilan warna yang sesuai dengan fakta, dan mudah dipahami. Selain itu media virtual laboratory IPA yang sesuai standar yaitu mudah diakses di berbagai

(13)

13 jenis komputer, simple, dan dapat digunakan oleh semua umur (secara individu maupun kelompok-kelompok kecil).

2. Keterbatasan Pengembangan

Media virtual laboratory IPA juga mempunyai keterbatasan. Salah satu keterbatasan media virtual laboratory IPA yaitu tidak memberikan pengalaman di lapangan secara nyata, tetapi mengurangi keterbatasan waktu, jika waktu terbatas untuk menyampaikan seluruh materi kepada peserta didik hingga mereka paham. Selain itu, penggunaan media bagi sekolahan yang terbatas dalam fasilitis jumlah komputer dan untuk peserta didik yang tidak memiliki komputer/laptop tidak dapat menggunakannya.

G. Manfaat Penelitian

Hasil pengembangan virtual laboratory IPA berbasis inkuiri dengan materi Fotosintesis untuk meningkatkan kemampuan analytical thinking diharapkan mampu memberikan manfaat bagi:

1. Peserta didik

Melalui penggunaan media virtual laboratory IPA ini, kemampuan analytical thinking peserta didik diharapkan dapat lebih ditingkatkan, serta menjadikan IPA lebih menarik dan terasa lebih mudah sehingga dapat memenuhi kebutuhan peserta didik untuk belajar.

2. Guru

Memberikan informasi dan masukan kepada guru dalam hal mengembangkan media pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA.

(14)

14 3. Sekolah

Diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan dapat menambah media yang membantu dalam proses pembelajaran. Selain itu, dapat dijadikan inspirasi untuk melakukan inovasi pembelajaran IPA pada khususnya dan pelajaran lain pada umumnya. 4. Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti mengenai media virtual laboratory IPA sehingga dapat digunakan sebagai bekal saat mengajar ataupun ahli media pembelajaran.

H. Definisis Operasional

Agar terhindar dari kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini, maka definisi-definisi terkait dengan penelitian dikemukakan sebagai berikut: 1. Pengembangan

Pengembangan adalah proses untuk menghasilkan suatu produk atau mengembangkan suatu produk. Salah satu model penelitian dan pengembangan yaitu penelitian 4-D (four-D model). Proses pengembangan pada model ini dilakukan melalui tahap pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran.

2. Virtual Laboratory

Virtual laboratory atau bisa disebut dengan istilah laboratorium eksperimen maya yaitu suatu lingkungan belajar berwujud simulasi komputer dimana di dalamnya terdapat kebutuhan inti dalam eksperimen di laboratorium ekperimen.

(15)

15 3. Pendekatan Inkuiri Terbimbing

Pendekatan inkuiri terbimbing adalah pendekatan yang membelajarkan peserta didik tentang permasalahan melalui penyelidikan dengan bimbingan guru. Ketercakupan aspek inkuiri terbimbing yaitu identifikasi masalah, menyusun hipotesis, menganalisis data dan fakta, menghubungkan hal-hal yang berhubungan dengan masalah, menyusun kesimpulan, belajar aktif, dan melakukan percobaan.

4. Kemampuan Analytical Thinking

Analytical thinking atau berpikir secara analitis adalah komponen berpikir kritis (critical thinking) yang memberikan satu kemampuan untuk memecahkan masalah dengan cepat dan efektif. Pemikiran analitis melibatkan proses mengumpulkan informasi yang relevan dan mengidentifikasi isu-isu, membandingkan kumpulan data dari sumber yang berbeda; mengenali kemungkinan penyebab dan efek pola, dan menarik kesimpulan yang tepat dari suatu data untuk mencapai solusi yang tepat.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini telah dirancang dan direalisasikan program sistem verifikasi nomor kendaraan bermotor, yang diujikan pada kondisi pagi, siang, dan sore hari, dimana

Berdasarkan penjelasan masing-masing istilah di atas, maka maksud dari judul skripsi adalah bagaimana bentuk perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, dan peningkatan

Aplikasi Pengelolaan Pengajuan Kegiatan dari Masyarakat Desa Cipagalo adalah suatu aplikasi yang dibuat untuk memberikan kemudahan pada masyarakat maupun pihak Kantor

Eksperimen menunjukkan bahwa tegangan operasi plasma dari sistem yang telah dirancangbangun bergantung pada tekanan reaktor, jenis gas, laju aliran gas, komposisi campuran gas CH 4

Sedangkan menurut (Moh. Nazir, 2005 : 63) eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap obyek penelitian serta adanya kontrol. Dari

Pengaruh Persepsi Merek Mewah terhadap Niat beli pada merek ZARA di Surabaya. Hipotesis ketiga yang

Tujuan penelitian ini yaitu untuk memperoleh data kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar serat, kadar abu, kadar karbohidrat tempe yang diolah di

Kelimpahan Artropoda predator yang dominan di tajuk pertanaman padi ratun ialah spesies Verania lineata (Coccinellidae) dan di permukaan tanah ialah spesies Pheropsophus