• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL VEHICLE ROUTING PROBLEM UNTUK PENDISTRIBUSIAN PRODUK PERISHABLE MENGGUNAKAN TRUK BERPENDINGIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL VEHICLE ROUTING PROBLEM UNTUK PENDISTRIBUSIAN PRODUK PERISHABLE MENGGUNAKAN TRUK BERPENDINGIN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Produk perishable (tidak tahan lama) memiliki karakteristik mudah rusak dan akan mengalami loss selama umur hidupnya yang diukur melalui kualitas produk. Temperatur menjadi salah satu atribut yang sangat penting untuk menjaga kualitas dan keamanan produk. Sehingga, dibutuhkan kondisi lingkungan khusus yang dapat mempertahankan umur hidup produk perishable saat didistribusikan. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan model Vehicle Routing Problem with Soft Time Windows (VRPSTW) dengan tujuan meminimumkan total biaya distribusi yang terdiri dari biaya pengadaan kendaraan, transportasi, energi, persediaan (loss quality), dan penalti karena keterlambatan. Biaya loss quality dihitung berdasarkan lama waktu perjalanan dibanding dengan umur hidup produk dan juga disesuaikan dengan temperatur lingkungan di sekitar produk. Dalam penyelesaiannya digunakan dua strategi yaitu distance-dependent (route 1st, cluster 2nd) dan strategi temperature-dependent (cluster 1st, route 2nd). Pemilihan rute perjalanan menggunakan heuristik dengan algoritma Ant Colony Optimization (ACO). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pendistribusian produk dengan strategi distance-dependent menghasilkan biaya yang lebih kecil sebesar 40.10% daripada strategi temperature-dependent. Penggunaan temperatur dinamis memberikan biaya inefisiensi energi yang lebih rendah dibandingkan T tetap. Range temperatur produk yang besar akan mengurangi jumlah cluster sehingga biaya menjadi lebih murah dan shelf life produk sangat berpengaruh pada jumlah kendaraan yang harus dipersiapkan yang lebih banyak untuk memenuhi permintaan.

Kata Kunci : Produk perishable, VRPSTW, Energi, Distance-Dependent, Temperature-Dependent, Ant Colony Optimization

I. PENDAHULUAN

Supply chain management (SCM) didefinisikan sebagai kegiatan suatu organisasi yang terintegrasi antar unit dalam sebuah rantai pasok dengan mengkoordinasikan aliran material, informasi, dan finansial untuk memenuhi permintaan customer yang tujuannya adalah meningkatkan daya saing

rantai pasok perusahaan secara keseluruhan4 Seluruh kegiatan dalam rantai pasok tidak terlepas dari proses distribusi, sehingga sistem distribusi yang efisien adalah salah satu faktor penunjang keberhasilan rantai pasok5. Saat ini, hubungannya dengan sektor makanan, food SCM masih mendapatkan perhatian yang kecil dalam berbagai literatur. Hal ini disebabkan jaringan SCM pada makanan memiliki spesifikasi produk dan karakteristik prosesnya yang kompleks4.

Produk perishable, disamping memberikan keuntungan yang besar, peningkatan permintaannya juga memiliki karakteristik tersendiri yang akan menyebabkan terjadinya resiko baik pada proses transformasi maupun pada saat distribusi. Hal ini disebabkan produk perishable memiliki umur ketahanan (shelf life) yang relatif terbatas. Sepanjang shelf life tersebut, nilai (value) produk perishable secara kontinu menurun dan rentan menyebabkan kehilangan (loss)5. Kualitas merupakan salah satu karakteristik yang paling penting diperhatikan pada produk makanan (perishable) disuatu rantai pasok. Dan untuk mempertahankan kualitas produk, temperatur merupakan kondisi lingkungan utama yang paling berpengaruh4. Pengelolaan temperatur berkontribusi signifikan mempertahankan shelf life, kualitas, serta keamanan produk perishable. Sehingga, diperlukan suatu sistem pendistribusian produk dengan menggunakan kendaraan berpendingin untuk menjaga kualitas produk perishable yang didistribusikan.

Penggunaan truk berpendingin, selain memberikan keuntungan tersendiri, juga menyebabkan biaya distribusi yang tidak sedikit. Hal ini disebabkan bahan bakar kendaraan tidak hanya digunakan selama perjalanan, namun juga untuk mengubah energi di ruang pendingin. Salah satu perusahaan ritel di Jepang, Seven Eleven telah menerapkan cold chain management yang disebut dengan combined delivery system1. Terdapat 290 perusahaan yang memproduksi fast food serta 293 DC yang digunakan untuk proses pengiriman makanan Eleven. Sehingga sistem distribusi baik pada Seven-Eleven maupun pada sistem secara umum, harus dirancang dengan menyusun strategi rute perjalanan kendaraan dengan mempertimbangkan efektifitas biaya yang mampu meminimalkan biaya distribusi.

Pada penelitian ini, akan dikembangkan model jaringan distribusi produk perishable berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Trihandani, 2011. Namun pada penelitian Trihandani truk kontainer hanya didedikasikan untuk satu

PENGEMBANGAN MODEL VEHICLE ROUTING

PROBLEM UNTUK PENDISTRIBUSIAN PRODUK

PERISHABLE MENGGUNAKAN TRUK

BERPENDINGIN

Marita Tania, Ahmad Rusdiansyah, dan Nurlita Gamayanti

Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

(2)

temperatur. Berbeda dengan penelitian ini, truk container diatur dengan temperatur dinamis. Truk tersebut memiliki temperatur yang dapat berubah selama perjalanan sesuai dengan produk dan demand disetiap customer. Tujuan dari adanya kontainer dengan suhu dinamis adalah untuk meminimumkan total biaya distribusi.

Penelitian ini berfokus pada pengembangan model Vehicle Routing Problem with Soft Time Windows dengan multi temperature dan multi product. Tujuannya adalah meminimumkan total biaya distribusi yang terdiri dari biaya pengadaan kendaraan, transportasi, energi, persediaan (loss quality), dan penalti karena keterlambatan. Penyelesaian model akan dilakukan dengan dua strategi yaitu distance-dependent dan temperature distance-dependent. Kemudian model yang telah dikembangakan akan diselesaikan secara heuristik dengan menggunakan metode Ant Colony Optimization (ACO).

II. TINJAUANPUSTAKA

Terdapat beberapa penelitian yang telah membahas mengenai Vehicle Routing Problem (VRP), namun tidak cukup banyak yang membahas mengenai VRP pada perishable produk. Penelitian yang memperhatikan perishability antara lain : Hsu dkk, (2007), Osvald dan Stirn (2008), serta Trihardani (2011). Penelitian Hsu dkk, (2007), berfokus pada distribusi produk perishable single item dengan single temperature dengan memperhatikan loss yang diakibatkan dari perjalanan dan pembukaan cold storage. Selain itu juga memperhatikan biaya energi yang dapat mempengaruhi total biaya distribusi secara signifikan. Penyelesaian dilakukan dengan Nearest Neighbor. Kemudian pada penelitian Osvald dan Stirn (2008) mengembangkan model dengan mempertimbangkan adanya loss quality (penurunan kualitas) yang akan berpengaruh pada total biaya distribusi. Penelitian berfokus pada distribusi produk perishable single item dengan single temperature. Penelitian ini diselesaikan dengan heuristik Tabu Search.

Penelitian Trihardani (2011) merupakan penelitian yang berfokus pada distribusi produk perishable yang mempertimbangkan biaya energi dengan multi product dan multi temperature. Trihardani menyelesaiakan permasalahan distribusi dengan menggunakan dua strategi yaitu dependent distance dan dependent temperature. Kedua strategi ini akan dibandingkan hasilnya melalui analisis sensitivitas untuk mengetahui mana yang lebih optimal pada kedua strategi tersebut.

Rong dkk, (2011) mengintegrasikan produksi dan distribusi untuk menemukan suhu optimal pada pengiriman disetiap periode yang berbeda. Fungsi tujuannya adalah meminimalkan biaya produksi, transportasi dan loss kualitas. Loss kualitas yang diperhitungkan oleh Rong berbeda dengan lainnya yaitu dengan memperhatikan adanya perubahan temperatur pada kontainer dan lama waktu produk berada pada perubahan tersebut. Model yang dikembangkan oleh Rong diselesaikan dengan menggunakan metode eksak Mixed-Integer Linear Programming untuk menghasilkan suhu optimal dengan setiap perubahan harga dan kualitas yang diminta oleh customer.

III. FORMULASIMODELDISTRIBUSIPRODUK PERISHABLE

Fungsi tujuan dari model yang akan dikembangkan adalah meminimumkan total biaya distribusi. Komponen biaya yang akan diminimumkan tetap sama dengan penelitian sebelumnya antara lain: dispatching cost (biaya tetap penggunaan kendaraan), transportation cost (biaya transportasi), in-transit inventory cost (biaya persediaan yang merupakan resiko pada loss quality), energy cost (biaya energi yang digunakan untuk mendinginkan kontainer selama perjalanan), penalty cost (biaya keterlambatan yang dikonversikan sebagai loss revenue yang diderita retailer karena pengiriman terlambat).

Perhitungan biaya energi dipengaruhi oleh spesifikasi kendaraan, jumlah muatan, serta temperatur eksternal dan di dalam kontainer itu sendiri. Energi yang diperlukan kompresor untuk mendinginkan kontainer dihitung dari thermal looses dan freeze power. Thermal looses merupakan panas terbuang (heat losses) yang umum terjadi pada barang-barang elektronik yang menkonsumsi energi.

Temperatur eksternal Temperatur netral (0 C) Temperatur cold storage Energi pendinginan (freeze power) Gambar 1 Konsep Freeze Power5

Freeze power juga berkontribusi pada energi yang digunakan untuk mendinginkan kontainer. Berikut model energi5:

Dimana waktu kedatangan ke pelanggan i; k, koefisien insulating material; A, luasan area permukaan (m2); w, berat muatan (kg); C, spesifikasi panas muatan (kkal); T0, perbedaan

antara temperatur eksternal dengan 0oC; Cl, panas laten muatan (kkal/kg); Tlm, perbedaan antar temperatur 0oC dengan

temperature container, 1/24 adalah konstanta energi untuk mendinginkan per jam berdasarkan studi selama 24 jam. Waktu perjalanan adalah stokastik yang disebabkan karena factor kepadatan lalu lintas, sehingga waktu perjalanan (expected travel time)2 menjadi:

Dimana lamanya perjalanan yang diharapkan (expected travel time) pelanggan i ke j; β0, invers kecepatan kendaraan tanpa kepadatan lalu lintas; β12, invers kecepatan kendaraan dengan kepadatan lalu lintas, dimana β1 ≤ β2; p, probabilitas terjadi kepadatan lalu lintas.

(3)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pada batasan soft time windows, keterlambatan akan dihitung berdasarkan waktu keterlambatan yang dinilai berdasarkan nilai masing-masing barang yang dibawa.

Dimana ri , waktu awal pelayanan pada time windows

pelanggan i; si, Waktu akhir pelayanan time windows

pelanggan i; Si, waktu akhir pelayanan yang masih bisa

diterima pelanggan i dengan konsekuensi biaya penalti. Kemudian untuk menghitung biaya penurunan kualitas, yang dihitung berdasarkan umur produk (shelf life) hingga batas maksimal produk tersebut dapat diterima pasar3

Dimana Q merupakan value yang masih dapat dijual (quality remaining); A merupakan poin mulai pendistribusian produk; sehingga B merupakan masa hidup produk. Diasumsikan bahwa penurunan kualitas terjadi hingga waktu t. Sehingga t dapat diasumsikan sebagai lama waktu perjalanan suatu kendaraan dari suatu titik ke titik lainnya.

Untuk perhitungan penurunan kualitas yang terjadi akibat dari ketidaksesuaian temperatur yang dipasang dalam kontainer di hitung berdasarkan persamaan Arrhenius yang merupakan rumus untuk reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur.

Gambar 2

Ilustrasi Penurunan Kualitas Produk4

Pendekatan quality level bergantung pada durasi atau lama waktu dan temperatur penyimpanan4

Dimana ∆q, penurunan kualitas; , durasi waktu; , temperature pada i; ko konstanta; E0 energi aktivasi (parameter empiris berdasarkan temperatur eksponensial); R, ketetapan gas konstan.

Formulasi model dengan fungi tujuan minimumkan total biaya distribusi produk perishable m yang diangkut menggunakan truk berpendingin l dengan setting temperatur T adalah:

Konstrain:

Dimana satu kendaraan mengunjungi pelanggan i satu kali (1); rute (i ,j) hanya dilewati satu kendaraan (2); kendala time windows (3), (4), (5); batasan waktu sampai soft time windows (6); waktu keterlambatan penalti adalah waktu kedatangan dikurangi dengan waktu akhir time windows yang sebenarnya (7); jumlah muatan tidak melebihi kapasitas kendaraan (8); temperatur yang digunakan adalah temperatur irisan atau minimum untuk kumpulan item p (9); kendala biner untuk variabel dan (10)

IV. ALGORITMA PENYELESAIAN

Penyelesaian model ini akan menggunakan algoritma ACO yang disusun dalam VBA Excel 2007. Algoritma Ant Colony Optimization memiliki sistem dasar berpikir dari sekumpulan semut (colony) yang memiliki kemampuan untuk menemukan jarak yang lebih pendek dari sumber makanan ke sarangnya dengan menggunakan informasi feromon di setiap graph. Berikut langkah penyelesaian algoritma ACO:

(4)

Langkah 1 : Inisialisasi parameter awal: jumlah semut (k), jumlah iterasi (max_iter), feromon awal (τ), parameter pengendali intensitas jarak semut (α), parameter pengendali visibility (β), dan tingkat penguapan feromon (ρ)

Langkah 2 : Hitung nilai visibility (η) = 1/expected travel time

Langkah 3 : Tentukan feromon (τ)

Langkah 4 : Hitung probabilitas transisi (p) dari setiap node i ke j

Langkah 5 : Pilih kota berdasarkan roulette wheel selection

Langkah 6 : Evaluasi kontrain kapasitas kendaraan dan time windows

Langkah 7 : Hitung total biaya transportasi Langkah 8 : Update feromon

Langkah 9 : Iterasi maksimum

Terdapat dua strategi yang akan digunakan dalam penyelesaian permasalahan, yaitu: dependent distance dan dependent temperature. Dependent Distance, rute kendaraan dibuat berdasarkan jarak terdekat sehingga temperatur di dalam kontainer akan disesuaikan setelah rute terbentuk. Dependent Temperature, pengambilan rute dilakukan dengan mengklaster berdasarkan temperatur produk yang beririsan terlebih dahulu, kemudian setelah terbentuk klaster akan dibentuk rute, pada strategi ini terdapat kemungkinan bahwa setiap node dikunjungi lebih dari satu kali namun dengan kendaraan yang berbeda. Berikut alur pengerjaan pada kedua strategi:

Mulai

Input data awal (koordinat & demand node, time windows, shelf life & temperatur produk, parameter ACO)

Penyusunan rute tanpa mempertimbangkan perishability dengan algoritma ACO

Total biaya distribusi

Selesai

Mulai

Clustering produk berdasarkan temperatur sejenis

Pengaturan temperatur kendaraan berdasarkan cluster

produk sejenis

Total biaya distribusi

Selesai Penyusunan rute pada setiap cluster dengan algoritma ACO Pengaturan temperatur

kunjungan (dinamis) sesuai rute yang terbentuk Penentuan temperatur pada

setiap kelompok demand pelanggan

Input data awal (koordinat & demand node, time windows, shelf life & temperatur produk,

parameter ACO)

Pengelompokan node yang akan dikunjungi sesuai jenis produk ter-cluster yang diminta

Penentuan jumlah muatan yang dibawa setiap kendaraan di

cluster tertentu

Gambar 3 Diagram Alir Setiap Strategi

V. PERCOBAANNUMERIK

Percobaan pertama dilakukan pada beberapa set data untuk meyakinkan bahwa hasil running program konsisten terhadap seluruh set data dengan kedua strategi distance-dependent dan

temperature-dependent. Percobaan dilakukan pada data Solomon yaitu seri C102, C103, dan C104. Berikut total biaya distribusi:

Tabel 1

Total Biaya Distribusi pada Beberapa Set Data

Strategi Jenis Data Kendaraan Transportasi Energi Penalty Loss Quality Total Biaya C102 1,200,000 169,039 724,035 94,496 104,995 2,292,564 C103 1,200,000 190,848 632,565 36,052 57,702 2,117,167 C104 1,200,000 169,841 753,345 91,751 64,561 2,279,498 C102 2,600,000 337,333 691,996 158,867 39,077 3,827,274 C103 2,400,000 345,701 667,229 47,862 42,423 3,503,215 C104 2,400,000 312,770 687,370 74,430 42,220 3,516,790 Distance Dependent Temperature Dependent

Berdasarkan hasil tabel di atas, telah ditunjukkan bahwa terdapat konsistensi pada biaya yang dikeluarkan masing-masing elemen biaya distribusi. Berikut perbandingan total biaya distribusi pada setiap strategi:

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000 4000000 4500000

Distance - Dependent Temperature -Dependent

Total Biaya Distribusi Distance-Dependent Vs Temp Dependent

Biaya Loss Quality Biaya Penalty Biaya Transportasi Biaya Energi Biaya Kendaraan

Gambar 4

Grafik Total Biaya Distribusi Masing-masing Strategi

Jumlah kendaraan yang digunakan pada strategi temperature-dependent lebih besar hingga dua kali lipat dari pada strategi distance-dependent. Sehingga biaya transportasi yang dikeluarkan juga akan semakin besar seiring dengan banyaknya jumlah kendaraan yang digunakan untuk kedua strategi. Namun berbeda pada biaya energi, pada strategi distance-dependent, biaya energi yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan dengan strategi temperature-dependent. Hal ini disebabkan oleh beratnya muatan kendaraan. Serta sedikitnya kendaraan yang digunakan juga menyebabkan muatan yang dibawa akan semakin besar. Kemudian untuk biaya loss quality yang harus dikeluarkan dengan menggunakan strategi distance-depandent lebih besar sekitar 62.78% dibandingkan dengan loss quality yang terjadi pada strategi temperature-distance.

Berdasarkan hasil pada tabel 1 maka perimbangan biaya perlu dilakukan yaitu pada biaya Loss Quality. Jika distributor tidak mempertimbangkan biaya loss quality, maka akan terjadi loss biaya sebesar 4.8% untuk strategi distance-dependent dan 1.03% untuk strategi temperature-dependent. Kedua pada biaya energi yang memiliki kontribusi cukup besar yaitu 31.58% dan 18.08% untuk setiap strategi. Jika distributor tidak mempertimbangkan biaya energi, maka akan terjadi loss biaya energi yang terjadi cukup besar yaitu 46.16% dan 22.07% untuk masing-masing strategi. Ketiga pada biaya keterlambatan, perbedaan pertimbangan biaya loss revenue memang tidak terlalu besar yaitu 4.30% dan 4.33%. Namun

(5)

biaya ini tetap harus diperhitungkan karena ketika nilai produk berubah semakin tinggi, biaya yang harus dikeluarkan oleh distributor juga akan semakin tinggi.

Terdapat biaya yang terbuang pada strategi distance-dependent akibat dari setting temperatur yang kebanyakan tidak sesuai dengan kebutuhan produk. Penerapan temperatur dinamis, disamping pada pada konsumsi biaya energi yang tidak efisien, juga menyebabkan loss quality pada produk menjadi lebih tinggi (a)

Distance -Dependent Temperature -Dependent Inefisiensi Energy 60274.23383 7530.223508 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 Inefisiensi Energi (DD Vs DT) Gambar 5

Inefisiensi pada Strategi Distance-Dependent (a), Perbandingan Biaya Energi dan Inefisiensi Energi pada T Dinamis dan T Tetap (b)

Namun kondisi ini akan menjadi lebih baik ketika temperatur kendaraan dipasang secara tetap (statis) pada suhu minimum dari keseluruhan produk. Hal ini menyebabkan terjadinya pemborosan konsumsi energi yang lebih tinggi. Seperti pada grafik (b) yang menyatakan bahwa biaya inefisien energi terjadi lebih besar ketika temperatur kendaraan dibuat tetap. Walaupun demikian, tetap akan terjadi trade-off pada loss quality yang terjadi.

Percobaan berikutnya adalah dengan range temperatur produk yang besar. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar range temperatur produk memberikan dampak pada total biaya distibusi. Berikut total biaya yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2. Pada produk dengan range temperatur besar, distribusi produk dengan menggunakan strategi distance-dependent tidak mengalami perubahan pada biaya penggunaan kendaraan dan biaya transportasinya karena range temperatur produk tidak memberikan dampak pada rute perjalanan kendaraan. Namun pada biaya energi akan semakin kecil dengan adanya pengaturan temperatur kendaraan dengan temperatur yang lebih tinggi. Semakin rendah temperatur yang digunakan pada kontainer, biaya energi juga akan semakin tinggi. 0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000 4000000 4500000 (-2) (-10) (-2) (-10) Perbandingan Biaya Range Temperatur (-2) Vs (-10)

Biaya Loss Quality Biaya Penalty Biaya Transportasi Biaya Energi Biaya Kendaraan

Gambar 6

Grafik Perbandingan Biaya Range Temperatur (-2) dan (-10)

Pada strategi temperature-dependent, perubahan range temperatur produk memberikan pengaruh pada jumlah kendaraan yang dibutuhkan berkurang sebanyak 3 kendaraan karena pada range temperature (-2) terbentuk 3 cluster, pada range (-10) terbentuk 2 cluster. Perbedaan jumlah cluster tersebut menyebabkan jumlah kendaraan yang digunakan menjadi lebih sedikit yaitu 10 kendaraan dengan biaya transportasi dan biaya energi juga semakin menurun karena jumlah muatan yang dibawa dan lama waktu perjalanan juga lebih kecil. Namun pada loss quality semakin tinggi.

Percobaan terakhir adalah percobaan pada umur hidup produk yang sempit yaitu 12 jam. Total biaya yang diperlukan dapat dilihat pada Tabel 3. Pada distribusi dengan strategi distance-dependent, shelf life produk yang pendek berpengaruh pada penambahan jumlah kendaraan untuk memenuhi permintaan pelanggan agar pengiriman tidak melebihi batas waktu umur hidup produk. Sehingga rute perjalanan semakin panjang dan biaya transportasi meningkat. Dengan bertambahnya jumlah kendaraan, jumlah muatan yang dibawa akan semakin kecil dan menyebabkan biaya energi semakin kecil. Namun pada biaya loss quality semakin turun karena durasi perjalanan perjalanan juga semakin kecil.

Hal yang sama terjadi pada strategi temperature-dependent, yang juga mengalami peningkatan akibat dari penambahan kendaraan. Dengan penambahan kendaraan akan menyebabkan waktu perjalanan semakin pendek namun tetap akan menjadi lebih besar secara keseluruhan karena jumlah cluster yang tetap dan harus melewati lebih banyak node. Pendistribusian dengan shelf life produk yang sempit pada strategi temperature-dependent secara umum juga akan meningkatkan total biaya distribusi yaitu sebesar 15%.

Tabel 2. Perbandingan Biaya pada Range Temperatur Produk -2 dan -10 Strategi Range Temperatur Kendaraan (Unit) Penggunaan Kendaraan (Rp) Transportasi (Rp) Energi (Rp) Penalty (Rp) Loss Quality (Rp) Total Biaya (Rp) -2 6 1,200,000 169,039 724,035 94,496 104,995 2,292,564 -10 6 1,200,000 169,039 699,596 94,496 388,638 2,551,769 -2 13 2,600,000 337,333 691,996 158,867 39,077 3,827,274 -10 10 2,000,000 263,625 540,959 109,971 327,019 3,241,574 Distance-Dependent Temperatur-Dependent

Tabel 3. Perbandingan Biaya Distribusi pada Produk dengan Shelf Life Pendek

Strategi Shelf Life Kendaraan

(Unit) Penggunaan Kendaraan (Rp) Transportasi (Rp) Energi (Rp) Penalty (Rp) Loss Quality (Rp) Total Biaya (Rp) Panjang 6 1,200,000 169,039 724,035 94,496 104,995 2,292,564 Pendek 7 1,400,000 169,823 671,724 98,554 74,615 2,414,716 Panjang 13 2,600,000 337,333 691,996 158,867 39,077 3,827,274 Pendek 16 3,200,000 374,270 516,040 170,809 129,064 4,390,183 Distance-Dependent Temperatur-Dependent T Dinamis T Tetap Inefficient Cost 60274.23383 138000.2028 Energy Cost 724034.7261 750575.2326 0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 900000 1000000 Inefficient Energy (Rp) T Dinamis Vs T Tetap

(6)

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendistribusian produk strategi distance-dependent menghasilkan biaya yang lebih kecil sebesar 40.10% daripada strategi temperature-dependent. Dengan semakin banyak jumlah kendaraan, konsumsi energi semakin besar sedangkan biaya transportasi akan semakin rendah. 2. Penggunaan strategi distance-dependent dengan T

dinamis memberikan biaya inefisiensi energi yang lebih rendah dibandingkan T tetap; dengan range temperatur yang besar jumlah cluster akan semakin kecil sehingga biaya akan menjadi lebih murah; shelf life produk sangat berpengaruh pada jumlah kendaraan yang harus dipersiapkan lebih banyak untuk memenuhi permintaan

DAFTAR PUSTAKA

[1] Chopra, S. 2005. Seven-Eleven Japan Co., 5-403-757. [2] Hsu, C.-I., Hung, S.-F. & Li, H.-C. 2007. Vehicle Routing

Problem With Time-Windows For Perishable Food Delivery. Journal Of Food Engineering, 80, 465–475. [3] Osvald, A. & Stirn, L. Z. 2008. A Vehicle Routing

Algorithm For The Distribution Of Fresh Vegetables And Similar Perishable Food. Journal Of Food Engineering, 85, 285–295.

[4] Rong, A., Akkerman, R. & Grunow, M. 2011. An

Optimization Approach For Managing Fresh Food Quality Throughout The Supply Chain. Int. J. Production

Economics, 131, 421-429.

[5] Trihardani, L. 2011. Pengembangan Model Distribusi Produk Perishable Multi Temperatur Dengan Mempertimbangkan Biaya Energi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Gambar

Gambar 3  Diagram Alir Setiap Strategi  V. PERCOBAAN NUMERIK

Referensi

Dokumen terkait

Sikap orang tua, keluarga, teman sebaya, teman sekolah, dan masyarakat pada umumnya sangat berpengaruh terhadap pembentukan.. konsep diri anak tunadaksa. Dengan demikian

Konsep penciptaan lukisan dalam Tugas Akhir Karya Seni yaitu untuk memvisualisaikan kehidupan scooterist yang diwujudkan dalam lukisan berupa Vespa yang dideformasi dan

Nilai pelanggan (Customer Value) adalah pilihan yang dirasakan pelanggan dan evaluasi terhadap atribut produk dan jasa, kinerja atribut dan konsekuensi yang timbul dari

Siemens Indonesia” adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Teknik Industri dari Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Porsi setoran dividen PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) kepada pemerintah pada tahun ini diperkirakan sama dengan tahun lalu atau sekitar 50–55 persen dari laba bersih tahun

Berdasarkan keterangan guru fikih siswa-siswi MTs Futuhiyyah Kudu kecamatan Genuk melakukan tadarus Al Qur’an pada jam 06.30 WIB sebelum pelajaran dimulai,

Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan oleh gereja dalam melakukan pelayanan anak dalam konteks kekinian yaitu: pertama, melibatkan anak-anak dalam ibadah bersama

Indikator Kinerja Utama (IKU) Dinas Kesehatan tahun 2013-2018, yang tertuang dalam dokumen RPJMD Kota Sukabumi tahun 2013-2018 ditetapkan berdasarkan Keputusan