BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Deskripsi Konseptual
1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Sudarman (2013) mengutip dalam kamus Oxford Advanced
Learner’s, istilah “thinking” salah satunya diartikan, “ideas or opinions about something”. Pemikiran itu adalah idea atau opini, dengan kata lain
orang yang berpikir adalah orang yang memiliki idea atau opini mengenai sesuatu. Sedangkan menurut Suryosubroto (2009) proses berpikir merupakan suatu pengalaman memproses suatu persoalan untuk memperoleh dan menentukan suatu gagasan yang baru sebagai jawaban dari persoalan yang dihadapi. Jadi, berpikir adalah suatu proses dalam mengelola dan mentransformasikan informasi untuk mendapat ide-ide atau gagasan penyelesaian dalam menghadapi suatu masalah.
Konsep kreativitas yang sangat kompleks menyebabkan kreativitas ditinjau dari beberapa aspek yang saling berkaitan, namun terdapat perbedaan pada penekanannya. Konsep kreativitas menurut Munandar (2009) ada dua yaitu 1) kreativitas dan aktualisasi diri, 2) kreatifitas dengan pendekatan 4P. Perlu dibahas keterkaitan antara berpikir kreatif dengan kreativitas. Berdasarkan pendekatan 4P, kreativitas meliputi beberapa aspek, yaitu sebagai berikut :
(1945) “Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an
unique and characteristic why”. Tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian
dalam interaksi dengan lingkungannya.
2) Pendorong : kreativitas berdasarkan pendorong (press) ada dua, yaitu dorongan internal (berasal dari diri sendiri) dan dorongan eksternal yang berasal dari lingkungan sosial dan psikologis.
3) Proses : kreativitas berdasarkan proses menurut Torrance adalah dengan adanya masalah maka dilakukaan dugaan, evaluasi dan mengetes dugaan, kemudian merevisi, mengetes kembali dan
mengkomunikasikan hasilnya.
4) Produk : kreativitas berdasarkan produk lebih menekankan pada orisinalitas atau keaslian. Barron (1966) menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru.
Menurut Sudarma (2013), kreativitas berasal dari kata “to
create” artinya membuat. Dengan kata lain kreativitas dapat
didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam membuat sesuatu, membuat produk dan menghasilkan sesuatu. Sedangkan Haefele
(1962) “Creativity is defined as the ability to formulate new
combinations from two or more concepts already in the mind”. Bahwa
kreativitas didefinisikan sebagai kemampuan dalam merumuskan berbagai kombinasi dari dua atau lebih konsep yang ada di pikiran. Guilford (Munandar, 2009) mengartikan bahwa kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah.
Menurut Kosta (Jazuli, 2012) kreativitas dan berpikir kreatif secara konsep terkait tetapi tidak identik. Kreativitas merupakan payung gagasan yang di dalamnya terdapat berpikir kreatif. Sehingga berpikir kreatif merupakan bagian dari kreativitas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah kemampuan seseorang dalam melihat berbagai kemungkinan atau dugaan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan dorongan dari diri sendiri maupun lingkungan yang kemudian menghasilkan sesuatu yang baru atau sesuatu yang telah dikombinasikan.
Dalam studi-studi faktor analisis tentang ciri-ciri utama dari kreatifitas, Guilford (Munandar, 2009) membedakan aptitude dan
non-aptitude. Ciri-ciri aptitude dari kreatifitas (berpikir kreatif)
meliputi kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam berpikir. Sedangkan ciri-ciri non aptitude meliputi kepercayaan diri, keuletan, apresiasi estetik, kemandirian.
Menurut William (Munandar,2009) menjelaskan bahwa ciri-ciri atau perilaku siswa kreatif meliputi delapan keterampilan, empat dari ranah kognitif dan empat dari ranah afektif. Keterampilan kognitif kreatif ialah berpikir lancar (fluency), berpikir lentur (fleksibility), berpikir asli (originality), dan berpikir elaboratif atau merinci
(elaboration). Keterampilan afektif kreatif ialah kemelitan (rasa ingin
tahu), mengambil risiko, kemajemukan, dan imajinasi. Berikut adalah penjelasannya :
1) Berpikir lancar (fluency)
Mampu menghasilkan banyak gagasan dan arus pemikirannya lancar.
2) Berpikir luwes (fleksibel)
Mampu menghasilkan gagasan-gagasan dengan mengubah cara berpikirnya yang berbeda-beda.
3) Berpikir orisinal (originality)
Mampu memberikan jawaban yang berbeda, yang tidak biasanya atau tidak seperti umumnya.
4) Berpikir terperinci (elaborasi)
Mampu untuk menambah, mengembangkan dan memperluas gagasannya dan terperinci secara detail.
5) Mengambil risiko
Berani mengakui kesalahan, membuat dugaan dan mempertahankan pendapatnya.
6) Merasakan tantangan
Mampu mencari banyak kemungkinan. 7) Rasa ingin tahu
Mampu bermain dengan suatu gagasan, tertarik pada misteri dan senang untuk mencoba hal-hal yang baru.
8) Imajinasi
Mampu membuat gambaran mental, memimpikan hal yang belum terjadi dan menapaki hal-hal di luar dunia nyata.
Munandar (2009) menyatakan bahwa kreativitas tidak muncul begitu saja, namun perlu pemicu. Kreativitas adalah hasil dari proses interaksi antara individu dengan lingkungannya, yang berarti bahwa lingkungan akan menunjang atau menghambat kreativitas seseorang. Munandar menjelaskan ciri-ciri keterampilan berfikir kreatif sebagai berikut :
1) Fluency (ketrampilan berfikir lancar) 2) Flexibility (keterampilan berfikir luwes) 3) Originality (ketrampilan berpikir orisinil) 4) Elaboration ( keterampilan berpikir rinci)
Berdasarkan pendapat dari para pakar tentang berpikir kreatif, terdapat beberapa ciri kognitif berpikir kreatif yang dijadikan indikator dari berpikir kreatif siswa yang mengacu pada pendapat Munandar (2009).
Tabel 1.1 Indikator kemampuan berpikir kreatif matematis
Indikator Ketercapaian
Kelancaran (fluency)
Siswa mampu menyelesaikan masalah matematika dengan banyak jawaban. Keluwesan
(flexibility)
Siswa mampu menyelesaikan masalah matematika dengan banyak cara penyelesaian.
Keaslian
(originality)
Siswa mampu menyelesaikan masalah matematika dengan idenya sendiri.
Terperinci (elaboration)
Siswa mampu menyelesaikan masalah matematika dengan cara yang terperinci.
Pehkonen (1997) mengatakan bahwa kreativitas bukanlah karakteristik yang hanya ditemukan pada seniman dan ilmuwan tetapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kreativitas harus menjadi bagian intrinsik dari matematika. Pada umumnya orang berpikiran bahwa kreativitas dan matematika tidak ada hubungannya dengan satu sama lain. Tetapi para ahli matematika sangat tidak setuju, salah satunya Kiesswetter (Pehkonen, 1997) menyatakan bahwa dalam pengalamannya sendiri, berpikir fleksibel yang merupakan salah satu komponen dari kreativitas adalah salah satu kemampuan yang paling penting dan sukses menjadi pemecah masalah.
Definisi tentatif pada Kreativitas matematika menurut Evink (David Tall, 2002) bahwa kreatifitas matematika adalah kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah dan atau mengembangkan struktur berfikir, melakukan perhitungan yang aneh dari disiplin
logika deduktif, dan kemampuan membangun konsep yang terintegrasi ke dalam inti yang penting dalam matematika.
Berdasarkan pendapat dari para ahli maka peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan pada seseorang dalam menemukan gagasan atau ide sebagai solusi untuk memecahkan masalah matematika yang mencakup aspek indikator kreatif yaitu fluency, flexibility, originality,
dan elaboration. 2. Locus of Control
a. Pengertian dan Jenis Locus of Control
Konsep Locus of Control pertama kali digagas oleh Jullian Rotter (1966), konsep ini didasarkan pada teori pembelajaran sosial bahwa individu belajar dari lingkungan. Rotter mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam belajar, salah satunya adalah expectancy yaitu ekspetasi atau harapan seseorang bahwa reinforcement akan muncul dalam situasi tertentu. Jadi, Locus of Control merupakan keyakinan atau harapan umum tentang hubungan kasual antara perilaku seseorang dan konsekuensinya atau dapat dikatakan bahwa suatu keyakinan atau harapan seseorang untuk menentukan hasil akhir tergantung pada kontrol perilaku seseorang tersebut. Rotter (1966) membagi Locus of
1) Locus of Control internal
Individu yang memiliki keyakinan bahwa hasil akhir yang diinginkan dalam kehidupannya merupakan kontrol dari tindakan individu itu sendiri. Individu yang memiliki Locus of Control internal yakin bahwa dirinya bertanggung jawab dan memiliki kontrol atas kejadian-kejadian yang dialaminya dalam hidupnya. Mereka yakin bahwa dalam kehidupannya apabila mengalami kesuksesan maupun kegagalan merupakan hasil dari perbuatan atau tingkah lakunya sendiri. Misalnya saat mereka berhasil dan mendapatkan niai yang tinggi dalam mengerjakan soal matematika, maka mereka yakin bahwa hasil yang diperoleh atas kemampuan atau skill yang mereka miliki atau menganggap bahwa hasil tersebut karena usaha dan kerja kerasnya dalam belajar. Sedangkan saat mereka mengalami kegagalan, maka mereka menganggap bahwa usaha dan kerjakeras yang dilakukan belum maksimal, sehingga hasil yang diperoleh kurang maksimal atau tidak sesuai dengan yang diinginkan.
2) Locus of Control eksternal
Individu yang memiliki keyakinan bahwa hasil akhir dalam kehidupannya ditentukan atau dikontrol oleh hal di luar dirinya seperti kesempatan atau kekuatan lainnya. Individu yang memiliki Locus of Control eksternal yakin bahwa dirinya tidak memiliki kontrol penuh atas apa yang terjadi dalam hidupnya
sendiri, melainkan dipengaruhi oleh kekuatan yang ada di luar dari dirinya. Individu dengan Locus of Control eksternal pada saat mereka mencapai suatu keberhasilan atau kesuksesan dalam hidupnya, maka mereka akan beranggapan bahwa yang terjadi bukan karena dirinya, tetapi dipengaruhi oleh kekuatan dari luar seperti kesempatan (chance), keberuntungan (luck), dan nasib
(destiny). Misal seorang siswa mendapatkan nilai ulangan harian
matematika dengan nilai yang tinggi atau memuaskan, ia menganggap bahwa hasil pencapaiannya adalah hanya kebetulan saja atau faktor keberuntungan. Mungkin juga ia menganggap bahwa karena guru berbaik hati memberi nilai yang bagus. Namun apabila tidak dapat mengerjakan, maka ia tidak menyalahkan diri sendiri melainkan menyalahkan menyalahkan lingkungan sekitar atau situasi yang kurang kondusif sehingga mengganggu konsentrasi saat mengerjakan. Mungkin ia juga akan menganggap bahwa ketidakbisaannya atau kegagalannya dalam mengerjakan karena memang sudah takdir atau mungkin menganggap bahwa guru tidak baik hati karena tidak member nilai yang baik dan mungkin beranggapan bahwa nasibnya memang kurang baik.
Robbins (2005) menyatakan bahwa Individu yang percaya bahwa peristiwa, kejadian, dan takdir disebabkan karena kendali dirinya sendiri disebut dengan internal Locus of Control. Sedangkan
individu yang percaya bahwa peristiwa, kejadian, dan takdir disebabkan karena kendali dari faktor di luar dirinya disebut dengan eksternal Locus of Control. Sedangkan menurut Levenson (Lefcourt,1981) mengatakan bahwa kontrol internal-ekternal dibangun dengan menyatukan harapan dengan kekuatan tingkah laku seseorang (kontrol internal) atau menghasilkan kesempatan, nasib, atau kekuatan dari orang lain (kontrol eksternal).
Munandar,AS (2012) menyatakan bahwa Locus of Control mengacu pada derajat kendali yang diamati terhadap situasi tertentu yang terberikan. Orang yang berorientasi internal percaya bahwa keputusan dan tindakan pribadi mempengaruhi hasil. Orang yang berorientasi eksternal percaya bahwa hasil lebih ditentukan oleh keputusan dan keyakinan dari orang lain atau ditentukan oleh nasib, kekuatan di luar dirinya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Locus of Control adalah keyakinan pada seseorang dalam mengendalikan atau mengontrol kajadian – kejadian yang dialaminya dan jenis Locus of Control ada 2 yaitu Locus of Control internal yang merupakan keyakinan pada seseorang bahwa hasil yang diinginkan pada kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan atau dikendalikan oleh kemampuan atau perilaku orang tersebut dan Locus of Control eksternal merupakan keyakinan pada seseorang bahwa hasil yang diinginkan pada kejadian-kejadian
dalam hidupnya ditentukan atau dikendalikan oleh lingkungan yaitu kesempatan, keberuntungan, dan nasib.
b. Konsep Dasar Locus of Control
Rotter (1966) menyebutkan bahwa konsep dasar Locus of
Control ada 4 yaitu :
a. Potensi Perilaku, kecenderungan kemunculan suatu perilaku tertentu dalam situasi tertentu.
b. Harapan (expectancy), merupakan suatu keinginan seseorang terhadap hasil yang akan diperoleh sesuai perilaku orang tersebut pada situasi tertentu.
c. Nilai Penguatan (reinforcement value), adalah sejauh mana seseorang menghargai suatu kejadian yang memperkuat perilaku dan memperbesar kemungkinan perilaku yang diberikan sebagai respon terhadap perilaku yang tidak diinginkan.
d. Situasi Psikologi (psychological situation) adalah bentuk pengaruh atau rangsangan baik secara interal maupun eksternal yang diterima seseorang dalam situasi tertentu. Hal tersebut dapat meningkatkan maupun menurunkan harapan terhadap munculnya hasil yang diharapkan.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep dasar dari Locus of Control yaitu perilaku yang dipilih seseorang tergantung dari seberapa besar seseorang
mengharapkan perilaku mereka akan mendatangkan hasil akhor yang positif (expetasi) dan seberapa besar mereka menghargai reinforcement yang mereka harapkan. Roter berfokus pada alasan mengapa individu bertindak, dan perilaku mana yang akan individu tampilkan pada situasi tertentu.
c. Aspek - Aspek Dalam Locus of Control
Lavenson (1972, dalam Azwar, 2009) membagi locus of
control ke dalam tiga aspek, yaitu:
1) Internal (I), adalah keyakinan seseorang bahwa
kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh kemampuan dirinya sendiri.
2) Powerful Others (P), adalah keyakinan seseorang bahwa
kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh orang yang lebih berkuasa
3) Chance (C), adalah keyakinan seseorang bahwa
kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh nasib, peluang, dan keberuntungan.
Salah satu faktor dari ketiga aspek tersebut adalah peran orang tua dalam perkembangan kontrol anak. Orang tua yang mendorong, membantu, mengharapkan anaknya mandiri pada usia yang masih muda maka anaknya akan mempunyai Locus of
melarang, mengecam akan mengakibatkan anaknya memiliki Locus
of Control eksternal (Soemanto, 1998).
Faktor lain yang mempengaruhi adalah lingkungan. Jika seseorang berada di lingkungan dengan kelompok yang mengalami diskriminasi (golongan sosial lemah) maka kontrol intern yang mereka miliki lebih rendah daripada golongan yang tidak mengalami diskriminasi. Dengan kata lain orang yang mengalami diskriminan lebih memiliki kontrol eksternal sedangkan yang tidak mengalami diskriminan lebih memiliki kontrol internal Monks (1982).
d. Ciri-ciri Locus of Control
Menurut Munandar (2012) orang yang ber-Locus of Control internal mengalami ancaman lebih sedikit daripada yang berorientasi ekternal. Pada internal ada kecenderungan untuk mencari informasi dan memecahkan masalah, sedangkan para eksternal lebih bereaksi dengan ketidakberdayaan. Sedangkan menurut Findley & Cooper (Friedman dan Schustack, 2008) orang dengan lokus kontrol internal lebih berorientasi pada keberhasilan karena mereka menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan mereka juga cenderung tergolong ke dalam high-achiever. Orang dengan lokus kontrol eksternal cenderung kurang independent dan lebih mungkin menjadi depresif, stress (Rotter, 1954).
Soemanto (1998) berpendapat bahwa anak yang memiliki
Locus of Control eksternal mendapat skor tinggi untuk
kegelisahan, kecurigaan, dan rasa permusuhan. Sedangkan anak yang internal suka bekerja sendiri dan efektif. Menurut Lefcourt (Monks, 1982) orang yang dapat menerima informasi lebih baik mengenai situasinya adalah orang yang memiliki kontrol internal dan sebaliknya pada orang yang memiliki kontrol eksternal. Orang yang memiliki sosial lemah juga merupakan orang yang memiliki kontrol internal yang rendah, sehingga untuk meningkatkan orang yang memiliki sosial rendah dapat dibantunya dalam perbaikan informasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki kontrol internal lebih baik dalam menerima informasi dan memiliki sosial yang tinggi, dan sebaliknya orang yang memiliki kontrol eksternal kurang baik dalam menerima informasi dan memiliki sosial yang rendah.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri Locus of Control antara lain:
a. Locus of Control internal
1) Suka bekerja keras dan bekerja sendiri 2) Berorientasi pada keberhasilan
3) Selalu mencari informasi dan dapat menerima informasi dengan baik
5) Selalu mencoba berpikir seefektif mungkin 6) Memiliki nilai sosial yang tinggi
b. Locus of Control eksternal 1) Selalu merasa tidak berdaya
2) Kurang mampu untuk berdiri sendiri
3) Kurang berusaha dalam mencari informasi dan kurang baik dalam menerima informasi
4) Mengalami rasa kegelisahan, kecurigaan dan rasa permusuhan
5) Memiliki nilai sosial yang rendah
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Locus of
Control internal dan Locus of Control eksternal terdapat pada
setiap individu, namun pada setiap individu ada kecenderungan memiliki salah satu tipe Locus of Control tertentu, namun bukan berarti setiap orang hanya memiliki satu Locus of Control saja karena sifatnya continu (Rotter, 1961). Perubahan tersebut dapat terjadi dari individu yang memiliki Locus of Control internal menjadi individu yang memiliki Locus of Control eksternal dan begitu sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi disekitarnnya. Seseorang dikatakan memiliki Locus of Control yang sehat ketika skor berada di tengah kedua dimensi tersebut tetapi condong ke arah internal. Jadi jika
skor Locus of Control sangat ekstrim pada kedua dimensi tersebut pada dasarnya tidak baik (Feist & Feist, 2008).
B. Penelitian Relevan
Penelitian ini mengacu pada hasil penelitian Sahat Saragih (2011) yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Dan Locus of Control Terhadapa Kemampuan Penalaran Matematika Siswa”. Sahat Saragih meyatakan hasil penelitiannya bahwa siswa dengan Locus of Control internal pada pembelajaran open ended lebih dominan dalam penyelesaian masalah. Penyebabnya adalah siswa seperti ini mampu mempelajari berbagai sumber, informasi, dan pengalaman yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi sehingga siswa tersebut akan lebih memahami prosedur dan cara-cara menyelesaikan permasalahan tersebut.
Siswa dengan Locus of Control eksternal pada pembelajaran open ended akan merasa kurang nyaman dan was-was, karena mereka pada dasarnya kurang mempunyai inisiatif dalam mencari berbagai sumber dan informasi yang relevan terhadap permasalahan yang dihadapi sehingga mereka terlihat tidak begitu aktif di setiap tahap pembelajaran. Dalam menyelesaikan permasalahan mereka lebih banyak menyerahkan kepada teman dan bila mereka berusaha untuk menyelesaikan permasalahan, mereka lebih banyak meminta petunjuk-petunjuk secara detail pada teman yang mereka anggap lebih mampu. Dapat ditarik kesimpulan dari penelitian tersebut bahwa
siswa yang memiliki Locus of Control internal memiliki kemampuan penalaran matematika yang lebih baik dari siswa yang memiliki
Locus of Control eksternal.
Adapun kesamaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah sama – sama mengacu pada variabel Locus of Control. Sedangkan perbedaan penelitian yaitu pada variabel berpikir kreatif dan juga tempat penelitian yang akan peneliti ambil adalah di SMA Negeri Patikraja dengan subjek penelitian kelas XII IPA1. Peneliti akan terfokus untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMA Negeri Patikraja ditinjau dari Locus of Control. C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir bertujuan untuk memperoleh kejelasan mengenai variabel-variabel yang akan diteliti. Variabel yang akan diteliti adalah kemampuan berpikir kreatif dan tipe Locus of Control. Dalam Locus of Control terdapat 2 tipe, yaitu Locus of Control internal dan Locus of Control eksternal.
Berpikir adalah mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan dalam membentuk konsep, bernalar dan berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah . Berpikir kreatif matematis adalah kemampuan pada setiap individu dalam menemukan gagasan dengan dorongan dari diri sendiri maupun lingkungan untuk memecahkan
masalah matematika yang mencakup aspek indikator kreatif yaitu
fluency, flexibility, originality, dan elaboration
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam menguasai kemampuan berpikir kreatif yaitu dengan memahami karakteristik siswa. Salah satu karakterisitik siswa yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran yaitu berkenaan dengan tipe kepribadian siswa. Kepribadian adalah gambaran tentang baik buruknya tingkah laku, emosi, tindakan, pemikiran seseorang yang mencerminkan dirinya sendiri dalam beradaptasi dengan lingkungannya sebagai sesuatu yang khas atau unik. Menurut Rotter (Friedman dan Schustack, 2008) Locus of Control merupakan salah satu tipe variabel kepribadian yang mempertimbangkan bahwa orang berusaha mencapai tujuannya, baik karena konsekuensi, pikiran dan persepsi mereka akan hasil akhir dan seberapa besar kemungkinan hasil akhir tersebut muncul. Setiap siswa mempunyai tipe Locus of
Control yang berbeda, dari Locus of Control yang berbeda
dimungkinkan akan mengakibatkan kemampuan berpikir kreatif yang berbeda. Mengingat bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis dan
Locus of Control siswa beragam, maka guru sebagai seorang pendidik
yang berkualitas harus mampu membuat siswa mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dan guru dapat memilih metode pembelajaran yang tepat. Sehingga siswa dapat terdorong dan termotivasi untuk lebih aktif dalam berpikir kreatif. Dengan
termotivasinya siswa dalam belajar matematika maka kemungkinan besar tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa akan jauh lebih baik lagi. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan tipe Locus of Control guna mengetahui gambaran kemampuan berpikir kreatif matematis siswa ditinjau dari Locus of Control.
Dalam penelitian ini untuk mengelompokkan siswa ke dalam
Locus of Control internal dan eksternal yang dilakukan dengan angket
skala IPC Locus of Control. Untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis, siswa diberikan tes tertulis dengan materi matriks. Tes tersebut disusun berdasarkan indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yaitu : kelancaran, keluwesan, keaslian, dan terperinci. Kemudian dilakukan wawancara kepada sampel yang terpilih, hasilnya ditranskrip dan dipaparkan untuk selanjutnya dianalisis.
Berdasarkan penjelasan di atas, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis siswa ditinjau dari Locus of Control, sehingga dapat membantu guru untuk lebih dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sesuai dengan Locus of Control yang dimiliki siswa.