• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Penduduk bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan yang tinggal di pedesaan merupakan penyumbang terbesar jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk lain yang memiliki sumber pendapatan dari sektor-sektor lainnya, seperti industri manufaktur, keuangan, dan perdagangan. Pusat Data dan Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian (2013) menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin berdasarkan lapangan pekerjaan, diperoleh data bahwa jumlah penduduk miskin yang berumur 15 tahun ke atas yang bekerja pada sektor pertanian pada tahun 2012 terdapat 6.028.503 orang yang terdiri dari 3.795.976 orang yang bekerja pada Subsektor Tanaman Pangan, 340.615 orang yang bekerja pada Subsektor Hortikultura, 1.401.721 orang pada Subsektor Perkebunan dan 490.190 orang yang bekerja pada Subsektor Peternakan.

Dari subsektor-subsektor tersebut, penduduk miskin yang paling besar jumlahnya adalah yang bekerja pada Subsektor Tanaman Pangan yakni 62.97 persen dari total penduduk miskin sektor pertanian. Penduduk miskin di sektor pertanian jumlahnya lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya disebabkan oleh faktor-faktor: a) distribusi lahan yang timpang, b) pendidikan petani dan pekerja yang rendah, c) sulitnya mendapatkan modal, dan d) nilai tukar petani yang terus menurun dan diperburuk akibat maraknya alih fungsi lahan dari fungsi sebagai

(2)

pertanian beralih fungsi untuk kegiatan-kegiatan non pertanian. Kesulitan modal untuk usaha tani dan kebutuhan dana cash untuk menunjang kebutuhan hidup mulai masa tanam sampai dengan masa menunggu penjualan hasil panen, mengakibatkan banyak petani terjebak sistem ijon dan atau hutang kepada para tengkulak. Konsekuensinya, tengkulak akan mematok harga hasil panen dengan harga rendah mengingat petani sudah tidak memiliki posisi tawar yang kuat.

Permasalahan kemiskinan juga terjadi pada penduduk yang tinggal di wilayah pesisir. Mereka sebagian besar hidup bergantung pada pemanfaatan sumber daya perikanan di laut dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan skala kecil dan tradisional dengan kapasitas kapal di bawah 30 gross ton (GT). Jumlah nelayan yang cukup besar tersebut ternyata kurang menjadi perhatian pemerintah karena konsep pembangunan nasional dan kebijakan-kebijakan yang disusun masih berorientasi ke darat. Keadaan demikian mengakibatkan potensi perikanan tangkap yang melimpah tersebut belum dikelola dengan baik dan optimal sehingga sebagian besar nelayan-nelayan di Indonesia berada dalam kondisi miskin. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dalam Kompas, 5 Oktober 2012 menyebutkan bahwa jumlah nelayan miskin saat ini sekitar 7,87 juta orang atau sekitar 25,14 persen dari jumlah penduduk miskin di Indonesia.

Di dalam wilayah lautan Indonesia yang luasnya mencapai 5,8 juta km2, tersimpan potensi sumberdaya alam yang luar biasa, baik dari kuantitas maupun diversitas, khususnya sumberdaya perikanan laut. Berbagai jenis ikan bernilai ekonomis tinggi antara lain : tuna, cakalang, udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, ikan-ikan karang (kerapu, baronang, udang barong/lobster), ikan hias

(3)

dan kekerangan termasuk rumput laut banyak ditemukan di wilayah perairan laut Indonesia. Terkait potensi tersebut khususnya potensi perikanan tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (2012) merilis data bahwa potensi lestari (maximum sustainable yield/MSY) sumberdaya perikanan tangkap di wilayah perairan laut Indonesia sekitar 6,5 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 5,71 juta ton pada 2011 (77,38%).

Bekerja sebagai nelayan di laut merupakan pekerjaan yang sangat dipengaruhi faktor alam sehingga pendapatan yang diperoleh nelayan tidak pasti dan berfluktuasi sepanjang tahun berdasarkan musim serta harga ikan. Musim timur merupakan musim ikan di mana hasil tangkapan biasanya melimpah, sebaliknya musim barat, cuaca buruk dan masa-masa peralihan musim merupakan musim paceklik bagi nelayan karena umumnya angin bertiup kencang yang menimbulkan gelombang besar dan badai sehingga banyak nelayan yang tidak dapat pergi melaut karena sangat berbahaya.

Jumlah pendapatan nelayan sulit ditentukan besarannya pada setiap kali melaut dan memiliki sifat harian (daily increments). Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan pada suatu saat melimpah tetapi tidak jarang hasilnya sangat kurang. Nelayan seringkali tidak dapat menutup biaya operasional untuk melaut karena tidak seimbang dengan modal yang telah dikeluarkan. Dengan kondisi demikan, nelayan mengalami kesulitan dalam merencanakan penggunaan pendapatannya dan cenderung membelanjakan uangnya segera setelah hasil tangkapan terjual sehingga kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan penduduk yang bermata pencaharian di

(4)

daratan. Di lain pihak, tingkat kompetisi antar nelayan pada saat ini semakin tinggi karena sumberdaya ikan yang semakin terbatas dan jumlah nelayan yang terus bertambah. Sebagai dampaknya, nelayan semakin sulit untuk melakukan aktivitas ekonomi dan mempertahankan kelangsungan hidup ekonomi rumah tangganya yang juga memiliki keterbatasan teknologi, modal, memahami kondisi musim ikan yang sulit diprediksi, tingkat pendidikan yang rendah, hutang piutang dan posisi tawar yang rendah. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh petani dan nelayan sebagaimana disebutkan di atas, ternyata juga dihadapi oleh komunitas nelayan di Kabupaten Gunungkidul, khususnya penduduk yang berprofesi sebagai petani dan sekaligus sebagai nelayan di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari.

Pada awalnya seluruh nelayan tersebut adalah petani lahan kering yang menggarap lahan yang kurang subur dan tidak produktif hasilnya. Penduduk Desa Kemadang yang menekuni aktivitas sebagai nelayan tersebut tidak sepenuhnya menjadi nelayan tetapi tetap menjalankan aktivitasnya sebagai petani. Akar sejarah sebagai nelayan yang tidak kuat dan tingginya kepercayaan terhadap hal-hal gaib tentang pantai selatan Jawa, mengakibatkan perkembangan aktivitas kenelayanan di Desa Kemadang berjalan sangat lambat. Perkembangan jumlah nelayan yang signifikan terjadi pada saat booming lobster tahun 1997-1998. Banyak warga Desa Kemadang yang semula merupakan petani beralih profesi menjadi nelayan karena besarnya pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan lobster.

(5)

Penduduk Desa Kemadang yang menggeluti aktivitas kenelayanan dapat dikategorikan sebagai nelayan tradisional karena sarana dan prasarana yang digunakan untuk melaut masih tradisionnal. Keterbatasan sarana yang digunakan, maka umumnya nelayan Desa Kemadang memiliki jangkauan wilayah penangkapan ikan rata-rata < 4 mil laut. Nelayan Desa Kemadang pergi melaut pada saat pagi hari dan kembali saat siang hari pada hari yang sama (one day fishing).

Dari hasil observasi awal diketahui bahwa jumlah kapal dan nelayan saat ini sudah tidak sebanding dengan area penangkapan ikan untuk jangkauan < 4 mil laut. Akibatnya tingkat persaingan antar nelayan yang terjadi semakin tinggi dan dikeluhkan oleh para nelayan bahwa jumlah ikan hasil tangkapan yang diperoleh semakin menurun. Hal tersebut tampak dari data produksi hasil tangkapan ikan di TPI Baron antara tahun 1998-2011 pada gambar sebagai berikut.

Gambar 1.1

Produksi Hasil Tangkapan Ikan TPI Baron 1998-2011 (Kg) Sumber: Profil Kelompok Usaha Bersama Pantai Baron 2012 0,00 50.000,00 100.000,00 150.000,00 200.000,00 250.000,00 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(6)

Kondisi cuaca yang sulit diprediksi, ombak besar, masa peralihan musim dan badai mengakibatkan nelayan Desa Kemadang seringkali tidak dapat pergi melaut. Dalam kurun waktu 1 (satu) tahun, nelayan Desa Kemadang hanya dapat pergi melaut rata-rata 6 – 8 bulan dan itu pun tidak selalu memperoleh ikan hasil tangkapan.

Dalam menghadapi tekanan dan ancaman terhadap kelangsungan hidup serta masa depan yang tidak dapat diprediksi, maka setiap individu mempunyai respon berbeda. Wallace (1966) menyebutkan bahwa dalam menghadapi tekanan dan ancaman tersebut, ada dua pilihan solusi yang dapat diambil, pertama, persoalan diterima dengan penuh kesabaran dan toleransi, misalnya mengembangkan sikap nrimo, menerima dengan ikhlas kondisi yang selama ini dihadapi sebagai takdir Tuhan, melakukan pola hidup sederhana, dan belajar pada kesulitan hidup masa lalu sehingga secara psikologis persoalan hidup yang dihadapi tidak dipandang sebagai suatu hal yang berat. Kedua, melakukan identifikasi dan memetakan sumber permasalahan dengan mengembangkan upaya antisipasi peluang untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Peluang-peluang yang dipilih untuk mengatasi persoalan kelangsungan hidup penduduk Desa Kemadang sangat tergantung pada tingkat kerentanan keluarga dan tingkat krisis yang dialami. Penentuan pilihan peluang yang diambil tersebut juga memperhitungkan faktor demografis, sosial ekonomi, faktor geografis/lingkungan, struktur sumberdaya desa dan karakteristik penduduk.

(7)

1.2. Permasalahan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana peluang bertahan hidup yang dilakukan penduduk Desa Kemadang dalam menghadapi permasalahaan ketidakpastian pendapatan dan kondisi lingkungan di darat dan di laut yang "ekstrim", menjadi suatu strategi bertahan hidup?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan permasalahan-permasalahan terkait aktivitas bertani dan kenelayanan yang dihadapi penduduk Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari.

2. Menemukan upaya peluang bertahan hidup yang dilakukan oleh penduduk Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul dalam menghadapi ketidakpastian pendapatan yang diperoleh dari hasil bertani dan melaut sebagai suatu strategi bertahan hidup.

1.4. Lingkup Penelitian

Penelitian ini memiliki ruang lingkup substansi pada peluang bertahan hidup yang dimiliki penduduk Desa Kemadang dengan memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang ada di dua dunia, yaitu di darat dan laut. Untuk lingkup obyek penelitian lebih difokuskan kepada penduduk Desa Kemadang yang memiliki profesi ganda, sebagai petani dan sekaligus sebagai nelayan. Sedangkan dari

(8)

lingkup temporal, penelitian dilaksanakan pada kurun waktu tahun 2012 sampai dengan tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi masyarakat Gunungkidul: dapat memberikan gambaran alternatif-alternatif peluang pekerjaan yang dapat dilakukan untuk menambah pendapatan di tengah ketidakpastian pendapatan dari usaha di darat dan di laut sebagai strategi bertahan hidup.

2. Bagi pemerintah daerah: dapat memberi masukan kepada pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan dan langkah-langkah tindaklanjut dalam menangani permasalahan sosial ekonomi yang terjadi dalam komunitas bertani-nelayan di Kabupaten Gunungkidul untuk pengembangan lapangan kerja yang menjawab permasalahan wilayah.

3. Bagi ilmu pengetahuan: dapat memberikan sumbangan kajian terkait berbagai peluang strategi bertahan hidup masyarakat pesisir yang hidup di dua dunia dengan kondisi "ekstrim" dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya.

1.6. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan sementara penulis yang masih terbatas pada perpustakaan Pasca sarjana Universitas Gadjah Mada, penelitian dengan fokus yang sejenis tentang strategi bertahan hidup nelayan pernah dilakukan oleh

(9)

beberapa peneliti tetapi memiliki perbedaan lokus dan metode yang digunakan. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan strategi bertahan hidup yang pernah dilakukan di antaranya oleh Utomo (2011), Antono (2005) dan Prajitno (2012).

Utomo (2011) pada penelitian yang dilakukan di Desa Marimbati, Kabupaten Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, ingin mengetahui strategi pertahanan hidup dalam menghadapi permasalahan yang dialami oleh masyarakat nelayan ketika mengatasi beban dan persoalan kehidupan sehari-hari. hal tersebut menarik untuk diungkap mengingat masyarakat nelayan di Desa Marimbati tersebut berada dalam kemiskinan dan terpuruk meskipun di kelilingi oleh sumberdaya pesisir dan laut yang melimpah. Untuk mengungkapkan jawaban atas permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan eksploratif dan analisa data secara induktif.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Antono (2005) untuk mengungkapkan, pertama profil rumah tangga dan karakteristik nelayan asal petani di Pantai Selatan Bantul; kedua hubungan profil rumah tangga dengan strategi adaptasi kelangsungan hidup nelayan asal petani di Pantai Selatan Bantul, dan ketiga hubungan tingkat pendidikan dan pengalaman sebagai nelayan dengan tingkat keberhasilan dari strategi adaptasi kelangsungan hidup nelayan asal petani di Pantai Selatan Bantul. Lokus penelitian di Pantai Selatan Bantul dengan menggunakan metode survai dan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara berdasar kuisioner kepada 120 orang/responden yang ditentukan secara purposive sampling. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan metode statistik (koefisien kontingensi (K)).

(10)

Sedangkan Prajitno (2012), melakukan penelitian di Laguna Segara Anakan Cilacap dengan obyek yang diteliti adalah nelayan Kampung Laut. Saat ini, nelayan Kampung Laut mengalami kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dari hasil menangkap ikan yang telah dilakukan secara turun temurun akibat terjadinya pendangkalan dan penyempitan laguna. Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana masyarakat Kampung laut dapat bertahan hidup dalam situasi kerusakan sumberdaya alam laguna Segara Anakan. Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan tersebut, peneliti menguraikan strategi nelayan Kampung laut dengan menggunakan metode induktif kualitatif.

Perbedaan mendasar pada tema penelitian yang dilakukan saat ini berkaitan dengan peluang bertahan hidup masyarakat yang hidup di dua dunia. Perbedaan dengan ketiga penelitian terdahulu sebagaimana diuraikan di atas adalah kekhasan obyek penelitian yaitu penduduk Desa Kemadang yang hidup dengan kondisi lingkungan tempat tinggal di darat dan tempat bekerja di laut yang "ekstrim", masih kental dengan budaya, tradisi dan kepercayaan terhadap hal-hal gaib. Hal tersebut sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan peluang bertahan hidup yang dipilih berdasarkan potensi-potensi yang ada di sekitar tempat tinggalnya, menjadi temuan peneliti berupa strategi bertahan hidup penduduk yang hidup di dua dunia.

1.7. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini disajikan dengan urutan dan sistematika penulisan sebagai berikut:

(11)

Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi mengenai latar belakang, permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penulisan mengenai kehidupan di dua dunia sebagai peluang antisipasi untuk bertahan hidup;

Bab II Tinjauan Pustaka

Membahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan sumberdaya dua dunia berupa sumberdaya pertanian dan sumberdaya pesisir dan laut, mata pencaharian sebagai petani dan nelayan, kemiskinan yang mencakup konsep, penyebab dan kategorisasinya, kemiskinan petani dan nelayan, dan konsep multi peluang bertahan hidup.

Bab III Metode Kerja Penelitian

Pada bab ini diuraikan metode kerja penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian, terdiri dari uraian tentang metode penelitian induksi, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data secara induktif.

Bab IV Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Pada bab ini diuraikan gambaran umum wilayah penelitian, kondisi wilayah pesisir dan laut serta aktivitas di darat dengan akivitas bertani, perikanan tangkap dan aspek-aspek terkait yang meliputi penggunaan lahan, kependudukan, sarana dan prasarana, matapencaharian, dan aspek sosial budaya, historiografi penduduk Desa Kemadang yang berprofesi sebagai petani dan nelayan.

(12)

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang uraian hasil penelitian dan hasil analisis terhadap seluruh data yang diperoleh berupa fenomena-fenomena peluang kegiatan antisipasi kesulitan hidup, kategorisasi yang mengerucut pada temuan penelitian berupa strategi bertahan hidup penduduk Desa Kemadang di dua dunia.

Bab VI Kesimpulan

Bab ini merupakan penutup dari penyusunan tesis yang berisi kesimpulan tentang peluang antisipasi bertahan hidup yang menjadi strategi bertahan hidup penduduk Desa Kemadang dan rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan sebagai upaya perbaikan lapangan kerja baik di darat dan di laut.

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini, FMIPA UGM terdiri atas 7 program studi S1 yaitu Elektronika dan Instrumentasi, Fisika, Geofisika, Kimia, Ilmu Komputer, Matematika, dan Statistika, 2 program studi D3

Varietas benih berukuran besar, Bromo memiliki kandungan lemak dan protein yang rendah (Balitkabi 2013), bobot biji 100 butir lebih tinggi dibandingkan dengan Grobogan, Argomulyo,

Secara tertulis, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh mahasiswa yang bersangkutan akan dapat

Arah daya paduan yang dihasilkan oleh konduktor yang membawa arus dalam medan magnet boleh ditentukan dengan menggunakan petua tangan kiri Fleming. Catapult field is the

Pada data penelitian diketahui ibu dengan pola asuh baik dan memiliki balita dengan status gizi normal sebanyak 33 orang dari 52 sampel yang memiliki anggota

Hasil penelitian menunjukkan bahwa atlet FIFA BC sering mengalami cedera lecet dan lokasi cedera yang sering terjadi pada pergelangan kaki yang tergolong ektremitas bawah

Dalam dunia komputer yang dimaksud dengan Redundancy Server atau biasa juga disebut Server Clustering adalah menggunakan lebih dari satu server yang menyediakan

Bantalan merupakan salah satu bagian dari elemen mesin yang memegang peranan cukup penting karena fungsi dari bantalan yaitu untuk menumpu sebuah poros agar poros dapat berputar