BAB II
GAMBARAN KOTA MEDAN DALAM SISTEM TRANSPORTASI
2.1. Kondisi Geografis Kota Medan
Kota Medan adalah ibukota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota terbesar
ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini berada di wilayah dataran rendah
timur dari Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian 22,5 meter di bagian utara Belawan
sampai 37,5 meter di bagian selatan di atas permukaan laut. Kota ini dialiri oleh dua sungai
yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka. Secara geografis Kota
Medan terletak pada 3,30°- 3,43° LU dan 98,35°- 98,44° BT dengan topografi cenderung
miring ke utara. Di sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli
Serdang. Di sebelah utara dan selatan berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis
ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang
dan jasa baik itu domestik maupun internasional.8
Dahulu Kota Medan merupakan kampung kecil yang memiliki tanah yang subur di
wilayah dataran rendah timur Provinsi Sumatera Utara dan merupakan tempat pertemuan
Sungai Babura dan Sungai Deli. Tempat ini dahulu dikenal sebagai Kampung Medan Putri
yang dikepalai oleh Raja Guru Patimpus, nenek moyang Datuk Hamparan Perak dan Datuk
8 Kantor Badan Pusat Statistik Kota Medan, Pendataan Penduduk Kelurahan se‐Kota Medan Tahun 2000, Medan: Kantor BPS Kota Medan, April 2001, hal 8.
Suka Piring, yaitu dua dari empat kepala suku di Kesultanan Deli.9 Menurut John Anderson,
pegawai pemerintahan Inggris di Pulau Pinang yang berkunjung ke Medan tahun 1823.
Dalam bukunya yang berjudul “Mission to the East Coast of Sumatera”, menuliskan bahwa
Medan merupakan sebuah kampung kecil yang masih memiliki penduduk sekitar 200 orang
dan perkampungan ini terletak di pinggiran sungai Deli.10
Medan yang merupakan teritorial Kerajaan Deli yang kemudian berubah menjadi
perkampungan Medan, mulai terkenal setelah orang Belanda yang dipelopori Nienhuys
membuka perkebunan tembakau di sekitar Medan. Dalam waktu beberapa tahun saja, Deli
menjadi terkenal ke seluruh dunia karena tembakaunya mempunyai kualitas istimewa sebagai
pembungkus cerutu. Hal ini menjadi penarik bagi orang asing untuk datang ke Medan guna
menanam modal dan mencari nafkah. Medan terus berkembang pesat dan akhirnya menjadi
pusat pemerintahan Sumatera Timur dan Kerajaan Deli.11
2.1.1. Perluasan Wilayah Kota Medan
Pada tahun 1918, Kota Medan menjadi kota praja, tetapi tidak mencakup Kota Maksum
dan daerah Sungai Kera yang tetap berada di bawah Kesultanan Deli, ketika itu penduduk
kota Medan berjumlah 43.826 jiwa, terdiri dari orang Eropa, Cina dan penduduk pribumi.
9 Tengku Lukman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan: Litbang Seni Budaya Melayu, 1991, hal 11‐12. 10 Timbul Siregar, Sejarah Kota Medan, Medan: Yayasan Pembina Jiwa Pancasila Sumatera Utara, 1980, hal 8. 11 Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani, J. Rumbo (terj.), Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1985, hal 51‐55.
Dengan keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Utara No. 66/ III/ PSU, sejak tanggal 21
September 1951, daerah Kota Medan diperluas tiga kali lipat. Keputusan itu diikuti
Maklumat Walikota Medan No. 21, tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas kota
Medan menjadi 5.130 Ha, dengan empat kecamatan yaitu Kecamatan Medan, Kecamatan
Medan Timur, Kecamatan Medan Barat dan Kecamatan Medan Baru. Berdasarkan
Undang-Undang Darurat No. 7 dan 8 tahun 1956, dibentuk Provinsi Sumatera Utara dengan beberapa
kabupaten antara lain Kabupaten Deli Serdang dan Kotamadya Medan.
Pada tahun 1971, melalui SK Walikota No. 342 tanggal 25 Mei 1971 dibentuk Panitia
Penelitian Hari Jadi Kota Medan yang diketuai oleh Prof. Mahadi, SH. Berdasarkan hasil
rumusan panitia tersebut dinyatakan bahwa hari jadi Kota Medan jatuh pada tanggal 1 Juli
1590.12 Selanjutnya laju perkembangan di Provinsi Sumatera Utara khususnya di Kotamadya
Medan sangat pesat sehingga memerlukan perluasan daerah. Maka dengan itu dikeluarkan PP
No. 22 Tahun 1973, dimana dimasukkan beberapa bagian dari daerah Kabupaten Deli
Serdang ke dalam Kotamadya Medan.
Pasca diberlakukannya PP No. 22 Tahun 1973 maka luas daerah Kota Medan setiap
kecamatan semakin bertambah sehingga luas Kotamadya Medan menjadi 26.510 Ha, yang
terdiri dari 11 kecamatan dan 116 kelurahan.13 Perkembangan terakhir berdasarkan Surat
Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara No. 140.22/2772.K/1996 tanggal 30
September 1996 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II
Medan, secara administrasi Kota Medan dibagi menjadi 21 Kecamatan yang mencakup 151
12 Dada Meuraxa, Sejarah Hari Jadi Kota Medan 1 Juli 1590, Medan: Sastrawan, 1975, hal 21. 13
Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh
secara geografis, demografis dan sosial ekonomis. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1
Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kotamadya Medan (2000)
Kecamatan Luas Daerah
(km²) Kepadatan Penduduk (jiwa/km²) Medan Belawan 26,25 3,500 Medan Labuhan 36,67 2,434 Medan Deli 20,84 6,250 Medan Sunggal 2,98 34,833 Medan Denai 11,19 11,216 Medan Tuntungan 20,68 3,174 Medan Johor 12,81 7,959 Medan Baru 5,84 7,434 Medan Barat 6,82 12,713 Medan Kota 7,99 10,579 Medan Timur 5,33 21,180 Medan Marelan 23,82 3,728 Medan Perjuangan 7,76 12,590 Medan Tembung 4,09 32,790 Medan Helvetia 15,44 8,299 Medan Petisah 13,16 5,302 Medan Area 9,05 12,202 Medan Polonia 5,52 8,391 Medan Maimun 5,27 9,297 Medan Selayang 9,01 8,633 Medan Amplas 14,58 6,079 JUMLAH 265,10 7,267
Kota Medan sejak berdiri telah ditandai dengan keberagaman masyarakatnya, sudah
pasti berbagai perubahan dan perkembangan baru yang telah mewarnai pembangunan kota
dan desa. Pembangunan perkotaan dilakukan secara berencana dengan lebih memperhatikan
keserasian antara kota dengan daerah pedesaan di sekitarnya, serta keserasian pertumbuhan
kota itu sendiri. Kota harus dipergunakan sebagai alat untuk menggerakkan pembangunan
regional dan nasional. Perlu dikembangkan adanya hubungan timbal-balik yang serasi dan
saling menguntungkan antara perkotaan dengan wilayah yang berpengaruh di sekitarnya dan
antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Perkembangan perkotaan perlu
dilanjutkan dan dilaksanakan secara bersama dan terpadu dengan memperhatikan
pertumbuhan penduduk di kota. Guna menjamin kelestarian lingkungan hidup yang sehat
bagi pemukiman penduduk harus tetap memelihara nilai sosial budaya yang mencerminkan
kepribadian bangsa. Pembangunan di perkotaan seperti kegiatan perdagangan, kegiatan
produksi jasa-jasa yang mempunyai daya tarik bagi masyarakat. Oleh sebab itulah, maka
Kota Medan yang penduduknya terus bertambah padat sehingga memerlukan perluasan
wilayah.
Kota memberikan hal-hal yang berguna dan positif, tetapi pertumbuhan kota juga
menimbulkan berbagai dampak sosial, ekonomi dan politik. Dimanapun juga kota-kota yang
ada di dunia merupakan pelopor bagi perusahaan sosio-ekonomi dan politik suatu negara
ataupun bangsa. Demikian pula kita harus menerima bahwa kota merupakan pusat berbagai
kegiatan yang menentukan dan mempengaruhi kegiatan yang terjadi di desa sekelilingnya
dan juga daerah pengaruhnya. Hal tersebut ditentukan oleh aneka ragam sarana dan prasarana
barang dan jasa yang diproduksi atau ditangani di pusat kota. Oleh sebab itu pembangunan
kota harus terlihat berbagai disiplin keahlian, yang harus bekerja sama secara terpadu untuk
mewujudkan aspirasi masyarakat dalam satu tatanan kota yang kompleks dengan berbagai
sarana dan prasarana.
2.1.2. Perencanaan Tata Kota Medan
Kedudukan Kota Medan dan peranannya yang sangat penting, telah mendorong
perkembangan kota yang sangat pesat. Agar perkembangan yang terjadi secara langsung,
terpadu dan berkelanjutan maka untuk itu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kotamadya Medan menetapkan adanya satuan-satuan wilayah pengembangan pembangunan.
Pembentukan satuan-satuan wilayah pembangunan tersebut didasarkan pada hasil
analisis terhadap kondisi pembangunan yang dicapai. Oleh karena itu perlu upaya untuk
meratakan laju pertumbuhan di setiap Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP).
Pembangunan di setiap sektor akan dioptimalkan dan disesuaikan menjadi lima WPP, yaitu:
1. WPP A, meliputi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Medan Belawan, Medan
Labuhan, dan Medan Marelan dengan pusat pengembangan di Belawan. Wilayah
ini dibangun untuk pelabuhan, industri, permukiman, rekreasi air, dan usaha
kegiatan pembangunan jalan baru, jaringan air minum, septik tank, sarana
pendidikan.
2. WPP B, meliputi satu kecamatan yaitu Kecamatan Medan Deli dengan pusat
perkantoran, perdagangan, rekreasi indoor, dan permukiman, dengan program
kegiatan pembangunan jalan baru, jaringan air minum, pembuangan sampah dan
sarana pendidikan.
3. WPP C, meliputi enam kecamatan yaitu Kecamatan Medan Timur, Medan
Perjuangan, Medan Tembung, Medan Area, Medan Denai dan Medan Amplas
dengan pusat pengembangan di Aksara. Wilayah ini dibangun untuk permukiman,
perdagangan dan rekreasi, dengan program kegiatan pembangunan sambungan air
minum, septik tank, jalan baru, rumah permanen, sarana pendidikan dan kesehatan.
4. WPP D, meliputi lima kecamatan yaitu Kecamatan Medan Johor, Medan Baru,
Medan Kota, Medan Maimun, dan Medan Polonia dengan pusat pengembangan
di Inti Kota. Wilayah ini dibangun untuk kawasan perdagangan, perkantoran,
rekreasi indoor dan permukiman, dengan program kegiatan pembangunan
perumahan permanen, penanganan sampah dan sarana pendidikan.
5. WPP E, meliputi enam kecamatan yaitu Kecamatan Medan Barat, Medan
Helvetia, Medan Petisah, Medan Sunggal, Medan Selayang dan Medan Tuntungan dengan pusat pengembangan di Sei Sikambing. Wilayah ini dibangun
untuk permukiman, perdagangan, rekreasi, dengan program kegiatan sambungan air
minum, septik tank, jalan baru, rumah permanen, sarana pendidikan dan kesehatan.
Pembentukan wilayah pengembangan kota ini dimaksudkan untuk menghindari dan
menanggulangi masalah yang timbul dari padatnya pergerakan lalu lintas dan kepadatan
penduduk di pusat kota.
Wilayah metropolitan MEBIDANG ini meliputi luas 163.378 ha, dengan mempunyai
Medan sebagai kota inti dan wilayah sekelilingnya dengan beberapa kota kecil yakni: Deli
Tua, Pancur Batu, Namorambe, Tanjung Morawa, Patumbak, Sunggal, Hamparan Perak,
Percut Sei Tuan, Batang Kuis, Labuhan Deli, Lubuk Pakam, Pantai Labu, Pagar Merbau dan
Beringin.14
Konsepsi pembangunan kawasan metropolitan ini adalah pembangunan terpadu dengan
mewujudkan satu kesatuan sistem, dalam rangka pembangunan ekonomi dengan
memanfaatkan secara maksimal seluruh fasilitas kota yang berskala besar, seperti bandara
udara, pelabuhan laut, rumah sakit dan lain sebagainya.
2.2. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Kota Medan
Pembangunan sarana dan prasarana pada dasarnya untuk kepentingan masyarakat
untuk hal-hal yang berguna dan positif, tetapi pertumbuhan dan pembangunan kota juga
dapat menimbulkan berbagai macam masalah seperti penggusuran pemukiman penduduk
akibat pembangunan kota. Hal ini membuat kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang
tinggal di daerah pemukiman tersebut menjadi semakin menurun dan melemah dengan
adanya pembangunan kota. Tetapi dari sudut inilah kita harus melihat dan menilai peranan
kunci kota bagi pembangunan nasional dan juga kita menerima bahwa kota merupakan pusat
berbagai kegiatan yang menentukan atau mempengaruhi berbagai kegiatan pemerintah dan
masyarakat di sekitarnya.
Dan salah satu hakekat dan sifat manusia (masyarakat) yang banyak dapat dilihat
dalam pembangunan, karena secara simbolik manusia itu adalah ”potensi” yang juga disebut
14 Kantor Badan Pusat Statistik Kota Medan, Statistik Perhubungan Provinsi Sumatera Utara 1990, Medan: Kantor Badan Pusat Statistik Kota Medan, September 1989, hal 54‐56.
sebagai sumber daya manusia (SDM). Sehingga oleh karena itu, birokrat atau pemerintah
harus dapat melihat, menampung aspirasi dan menyelesaikan fenomena-fenomena yang
berlangsung di masyarakat.
2.3. Kondisi Sarana dan Prasarana di Kota Medan
Melihat fungsi dan peranan Kota Medan yang serba kompleks sehingga diperlukan
sarana dan prasarana dalam menunjang pembangunan di bidang sosial ekonomi. Dengan
adanya peningkatan penyediaan sarana dan prasarana yang sudah cukup memadai, maka arus
lalu lintas barang atau jasa, baik dari sentra-sentra produksi dapat berjalan dengan lancar,
sehingga barang-barang untuk kebutuhan yang beredar di pasaran tetap dapat stabil, dan juga
harga barang yang beredar di pasaran tetap dapat terkendali dengan baik.
Dalam hal ini transportasi sangat berperan sekali dalam laju perdagangan baik dalam
negeri maupun luar negeri, karena transportasi sangat dibutuhkan oleh semua pihak baik
transportasi darat, laut dan udara. Berkaitan dengan perhubungan darat, dalam upaya
menghindari kemacetan arus lalu lintas di inti Kota Medan maka Pemerintah Kota Medan
telah membangun 2 unit terminal yaitu :
1. Terminal Terpadu Amplas
2. Terminal Terpadu Pinang Baris
Kedua terminal ini adalah tempat keluar masuk angkutan umum Antar Kota dan Antar
Provinsi (AKAP), dengan kata lain angkutan umum jarak jauh. Dengan adanya terminal ini
volume kemacetan lalu lintas dalam Kota Medan dapat dikurangi, sehingga keluar masuk
Di samping terminal yang telah ada 2 unit tersebut, ada juga terminal pembantu yaitu :
1. Terminal Sambu
2. Terminal Aksara
Kedua terminal pembantu ini diperuntukkan bagi armada angkutan dalam kota, untuk
mengatasi kepentingan masyarakat Kota Medan, Pemerintah Kota telah mengambil
langkah-langkah kebijaksanaan dengan meningkatkan jumlah armada angkutan umum dalam kota,
yang di antaranya dikelola oleh Koperasi Pengangkutan Umum Medan, sehingga angkutan
umum dalam wilayah Kota Medan dapat dijangkau oleh masyarakat Kota Medan. Dengan
demikian masyarakat Kota Medan, baik yang berada di pinggiran kota mendapat kemudahan
mempergunakan jasa angkutan umum, dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Pembangunan sarana dan prasarana adalah syarat utama pada kota-kota besar di
Indonesia. Keadaan sarana dan prasarana jalan di wilayah Kota Medan pada realitanya sudah
cukup memadai, sehingga seluruh wilayah yang mencapai 21 kecamatan di Kota Medan
telah dapat dijangkau oleh kendaraan bermotor baik umum dan pribadi.
Dalam hal ini kebijakan Pemerintah Kota Medan diperlukan untuk memberikan
perhatian pada sektor pelayanan jasa angkutan umum sebagai sarana yang menghubungkan
antar wilayah. Mobil Penumpang Umum (MPU) harus dipastikan telah melakukan wajib uji
oleh Dinas LLAJR Kota Medan sebagai uji kelayakan kendaraan tersebut. Hal ini dapat
Tabel 2
Banyaknya Mobil Penumpang Wajib Uji Tahun 1984-2000 di Kota Medan Tahun Banyaknya Mobil Penumpang
Umum Wajib Uji
1984 9.882 unit 1985 8.370 unit 1986 8.171 unit 1987 8.439 unit 1988 7.873 unit 1989 8.254 unit 1990 9.168 unit 1991 9.533 unit 1992 10.283 unit 1993 12.705 unit 1994 15.051 unit 1995 15.497 unit 1996 17.435 unit 1997 27.689 unit 1998 26.880 unit 1999 26.841 unit 2000 27.687 unit
Sumber: Cabang Dinas LLAJR Kota Medan tahun 2000
2.3.1. Sarana Transportasi
Melihat kondisi sarana transportasi angkutan umum Kota Medan di tahun 1960-an,
dapat dipahami tentunya belum sebaik sekarang, karena yang ada saat itu hanyalah sarana
angkutan umum yang sangat masih minim dan sederhana, seperti Becak Dayung dan
sebagian kecil telah ada Becak Mesin yang masing-masing beroda tiga.
Becak Dayung dianggap kurang layak secara manusiawi, karena menggunakan tenaga
manusia secara langsung, demikian pula mengenai jarak tempuh dan daya angkut, hanya
terbatas pula. Becak Mesin, meskipun terlihat lebih baik dari Becak Dayung namun faktor
resiko akibat polusi udara oleh asapnya yang tebal dan suaranya yang bising karena
menggunakan mesin tempel, menimbulkan sorotan dari berbagai kalangan masyarakat
terhadap sarana ini, apalagi jumlah penumpang yang dapat diangkut juga terbatas. Di
samping itu, walaupun armada becak cukup banyak, tetapi belum dapat menjangkau
kebutuhan transportasi warga kota Medan, karena tidak mempunyai rute tetap. Ini merupakan
sebuah gambaran bahwa belum adanya sistem transportasi terpadu di Kota Medan pada saat
itu.15
Dalam menyikapi kondisi dinamis Kota Medan, khususnya pertumbuhan penduduk dan
pengembangan wilayah, diikuti pula dengan pertumbuhan jaringan transportasi yang meluas,
tentu membutuhkan sarana pengangkutan umum dan sistem yang harus dapat menjawab
masalah transportasi. Pada saat yang sama, ternyata ada kebijakan Pemerintah Pusat melalui
Menteri Perhubungan yang menetapkan penyaluran 15 unit angkutan Daihatsu Trimobile
(mobil roda tiga yang kemudian populer dengan nama “Bemo”) produksi Jepang untuk Kota
Medan, dengan pelaksanaan impor dilakukan oleh pemerintah Kota Medan. Kebijakan yang
bersumber dari dana Pampasan Perang Jepang, bermula dari kunjungan Presiden Soekarno ke
kota Bangkok (Thailand) pada tahun 1961, yang melihat angkutan kota, produk Daihatsu ini
efektif untuk dijadikan sarana angkutan rakyat. Komitmen kerakyatan ini menyentuh
pemikiran Presiden Soekarno sehingga sekembalinya dari Bangkok, beliau menugaskan
Menteri Perhubungan untuk menetapkan kebijakan agar mengimpor 500 unit Daihatsu
Trimobile dan disalurkan kepada kota-kota di tanah air. Hal ini dijelaskan dari beberapa
15 Wawancara dengan Ibu Roslina Siregar, pegawai Dishub Kota Medan bag. Angkutan Kota pada tanggal 9 Juli 2013.
catatan yang menyangkut latar belakang kondisi angkutan umum perkotaan dan kebijakan
yang diluncurkan serta mengenai nama Daihatsu merupakan Pengangkutan Rakyat. 16
2.3.2. Prasarana Transportasi
Jalan-jalan raya yang digunakan sebagai prasarana dalam lalu lintas angkutan jalan
khususnya angkutan kota pada waktunya perlu dibangun dalam arti dibangun baru maupun
ditingkatkan mutunya untuk diperbaiki dan direhabilitasi. Suatu jalan patut dibangun atau
diperbaiki jika berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, finansial, ekonomi, politis, dan
sebagainya yang menunjukkan kelayakannya untuk diperbaiki.
Berhubung karena dalam setiap negara sangat banyak jalan yang perlu dibangun
khususnya ditingkatkan dan diperbaiki, sedangkan di lain pihak dana yang tersedia untuk
keperluan itu sangat terbatas, maka diperlukan penentuan prioritas dalam membangun atau
memperbaiki jalan tersebut. Tujuan dari penetapan prioritas dalam perencanaan
pembangunan prasarana transportasi adalah agar dalam pembangunan dan perbaikan
jalan-jalan tersebut dilakukan lebih utama (lebih dahulu diprioritaskan).17
Pada sektor prasarana yaitu jalan, dalam hal ini menunjukkan adanya peningkatan dan
perbaikan maupun pembangunan jalan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Medan dan
swadaya masyarakat, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut berdasarkan pada panjang jalan
menurut kondisinya di kota Medan.
16 http://medanpos.com/bemo‐daihatsu/angkot‐medan‐tempodoeloe diakses pkl.17.05 pada tanggal 20 Juli 2013.
Tabel 3
Panjang Jalan Menurut Kondisi di Kota Medan Tahun 2000 Panjang Jalan (Km)
Kondisi Jalan Penanggung jawab Jumlah Negara Provinsi Kabupaten/Kota
Baik 75,51 25,07 1.334,83 1.435,41 Sedang _ _ 351,92 351,92 Rusak _ _ 121,03 121,03 Rusak Berat _ _ 56,72 56,72 Tidak Diperinci _ _ 386,28 386,28 JUMLAH 75,51 25,07 2.250,78 2.351,36
Sumber: Kantor Badan Pusat Statistik Kota Medan Tahun 2000
Dengan didukung kondisi prasarana jalan yang baik, maka jumlah jasa angkutan umum
yang melayani masyarakat mendapat kemudahan di dalam pengoperasian armada jasa
angkutan umum, dengan demikian mobilitas masyarakat dalam memanfaatkan jasa
transportasi dapat lebih efektif dalam aktivitas sehari-hari.
2.4. Bemo Sebagai Sarana Transportasi di Kota Medan
Sebagai tahap awal, Pemerintah Kota Medan melakukan beberapa pendekatan dengan
mencari mitra usaha importir yang dianggap layak dan juga dengan pengemudi Becak
itu, karena dianggap lebih prioritas untuk meningkatkan derajat hidup dan mengalihkan
profesi mereka menjadi pengemudi Daihatsu Trimobile (Bemo).
Becak Mesin yang semula akan dihapuskan dan dicarikan alternatif penggantinya,
justru tidak terkendalikan, dengan tujuan menggantikan Becak Mesin dengan Bemo, tetapi
penggantian ini tidak terlaksana serta masih perlu mempertimbangkan kemampuan dan
persiapan mitra usaha importir yang ada, maka kebijakan Pemerintah Kota Medan akhirnya
tertuju kepada CV. Barisan Medan yang dikelola anggota veteran Republik Indonesia,
sebagai mitra kerjasama untuk mengimpor Bemo. Menyusul kerjasama itu, maka pada tahun
1963 diterbitkan kebijakan mengimpor Daihatsu Trimobile yang ditujukan bagi kalangan
pengemudi Becak Dayung.
Armada Daihatsu Trimobile yang telah diimpor sesuai hasil kebijakan Pemerintah
Pusat berjumlah 15 unit, dihubungkan dengan pendekatan kepada pengemudi Becak Dayung
dan CV. Barisan yang juga membina kalangan veteran, ternyata mengundang minat yang
cukup besar bagi para pengemudi Becak Dayung, anggota veteran dan pensiunan dari
berbagai jawatan kantor pemerintah/swasta.
Pada tanggal 17 April 1963 ditetapkan perkumpulan tersebut bernama KPB (Koperasi
Pengangkutan Bemo)18, dan berkedudukan di Jalan Pemuda No. 148 Medan. Keberadaan
Daihatsu Trimobile alias Bemo merupakan kendaraan bermesin satu piston dengan
menggunakan mobil kecil namun memiliki kapasitas penumpang tujuh orang dengan satu
orang pengemudi.
Mengenai kewajiban dari anggota koperasi pemilik Bemo, diharuskan membayar
cicilan Rp. 700,- per hari, yang harus dibayar selama 200 hari kerja, melalui pengurus
koperasi dan kemudian menyetorkan ke bank. Operasional Bemo ini tumbuh bersama dengan
Becak Dayung dan Becak Mesin yang semula ingin dihapuskan namun keberadaan becak
tetap eksis karena masih banyak masyarakat Kota Medan menggunakan jasa angkutan becak.
Seiring dengan dinamika sistem transportasi di Kota Medan, mulai berkembang
produksi kendaraan roda empat yang mempunyai kelebihan dapat menampung penumpang
lebih banyak serta mencapai jarak tempuh yang lebih jauh dan lebih cepat. Kurangnya daya
saing, ditambah lagi dengan kondisi fisik angkutan Bemo yang tidak layak beroperasi lagi
serta berhentinya produksi Bemo (Daihatsu Trimobile) di negara Jepang sejak tahun 1970,
membuat munculnya peremajaan angkutan kota yang menggunakan armada roda empat jenis
Suzuki, Daihatsu, Mitsubishi dan lainnya.
Maka sejak dikeluarkan Perda No. 2 Tahun 1981 oleh Pemerintah Kota Medan tentang
pelarangan pengoperasian angkutan jenis Bemo. Hal ini disebabkan karena keberadaan Bemo
di jalan sangat mengganggu sistem kelancaran transportasi jalan dan kenyamanan masyarakat
kota Medan serta menyebabkan polusi udara akibat asap tebal dari pembuangan knalpotnya.
Menyusul kebijakan ini maka Bemo pun mulai tersisih dari jalan raya Kota Medan dan
hingga tahun 1990, Bemo tidak lagi beroperasi di pusat Kota Medan.
Dan sebagai alternatif kendaraan angkutan Kota Medan, sekitar tahun 1980-an
kemudian mulai muncul kendaraan angkutan kota yang menggunakan roda empat yang
sering disebut Sudako. Awalnya penamaan Sudako hanya untuk angkutan kota yang
berwarna kuning saja. Tetapi hingga sekarang, hampir semua angkutan kota juga dinamai
Pengangkutan Angkutan Umum (KPUM) yang menjadi induk lahirnya Sudako di Kota