BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Manajemen
Manajamen berasal dari kata to manage yang memiliki artinya melaksanakan dan mengatur. Pengaturan tersebut dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi- fungsi manajemen. Jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Menurut Sofjan Assuri (2008:18), memberikan pengertian manajemen sebagai berikut :
“Manajemen adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan atau mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain.”
2.2 Pengertian Manajemen Operasional
Didalam melakukan proses produksi diperlukan sekali manajemen yang baik, hal ini bertujuan untuk melakukan pengaturan ataupun pengawasan proses produksi agar sesuai dengan standar yang telah dibuat, baik kesesuaian standar proses produksi maupun kesesuaian standar dari produk yang telah dihasilkan. Proses-proses produkasi ini merupakan suatu proses perubahan atau transformasi dari input menjadi output, dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki. Hal ini kemudian dikenal sebagai manajemen operasional. Menurut Jay Heizer dan Berry Rander (2009:4), manajemen operasional adalah :
“Serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang-barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output.”
Sedangkan menurut Sofjan Assauri (2008:19), manajemen operasional adalah :
“Kegiatan untuk mengatur dan mengkoordinasikan penggunaan sumber-sumber daya yang berupa sumber-sumber daya manusia, sumber-sumber daya alat dan sumber daya dana, serta bahan secara efektif dan efesien untuk menciptakan dan menambah kegunaan (Utility) suatu barang atau jasa” Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen operasional merupakan serangkaian proses aktivitas yang berupaya untuk merencanakan, mendisain, mengkontrol dan menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengatur dan mengkoordinasikan penggunaan sumber-sumber daya secara efektif dan efesien.
2.3 Pengendalian
2.3.1 Pengertian Pengedalian
Pengendalian (control) adalah pengaturan aktivitas-aktivitas organisasi
agar elemen- elemen kinerja yang menjadi target tetap berada pada
batas-batas yang dapat diterima (Griffin, 2004:167).
Pengendalian menurut schermerhorn, Jhon R (2005:62) mengemukakan bahwa:
Artinya, Pengendalian, merupakan proses mengukur kinerja dan mengambil tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Pengendalian menurut Carter dan Usry (2005:122), bahwa pengedalian merupakan :
“Usaha sistematis manajemen untuk mencapai tujuan. Aktivitas-aktivitas di monitor terus-menerus untuk memastikan bahwa hasilnya berada pada batasan yang diinginkan.”
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian
merupakan proses kinerja suatu organisasi dan pengambilan tindakan agar
elemen-elemen kinerja yang menjadi target tetap berada pada batas-batas yang diinginkan.
2.3.2 Jenis-Jenis Pengendalian
Menurut Glenn A Welsch dkk yang dialihbahasakan oleh Purwatiningsih dan Maudy Marouw (2000:55-57) berdasarkan waktu persiapan dan pelaksanaanya secara bentuk pengendalian suatu perusahaan dapat digolongkan menjadi:
“Pengendalian awal (Feedforward Control), Pengendalian berjalan (Concurrent Control), dan pengendalian umpan balik (Feedback Control).”
Penjelasan dari jenis-jenis pengendalian tersebut diatas adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian Awal
Dipergunakan sebelum kegiatan atau tindakan dilaksanakan
untuk menjamin bahwa sumber daya manusia dan bahan baku telah disiapkan dan perusahaan telah siap untuk melaksankan kegiatan.
2. Pengendalian Berjalan
Biasanya dalam bentuk laporan kinerja berkala.
Pemantauan(dengan menggunakan observasi personal dan
laporan-laporan) terhadap aktivitas-aktivitas berjalan untuk menjamin bahwa tujuan dapat di capai,dan kebijakan serta prosedur yang telah diterapkan dengan benar selama operasi perusahaan.
3. Pengendalian Umpan Balik
Tindakan pasca operasi, memfokuskan pada hasil periode
sebelumnya untuk mengendalikan aktivitas- aktivitas di masa yang
akan datang.
2.4 Persediaan
2.4.1 Pengertian Persediaan
Persediaan merupakan sesuatu yang harus ada untuk melancarkan proses produksi. Setiap perusahaan harus selalu ada persediaan untuk menjalankan opersinya, karena persediaan merupakan salah satu faktor yang memegang peran aktif dalam perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diolah,
dan selanjutnya dijual.
Menurutt Sofjan Assauri (2008:237) mengemukakan bahwa :
“Persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan, parts yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi serta barang-barang jadi/ produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari komponen atau langganan setiap waktu”.
Menurut Prawirosentono (2001:61) mengemukakan bahwa :
“Persediaan adalah aktiva lancar yang terdapat dalam perusahaan dalam bentuk persediaan bahan mentah (bahan baku/raw material, bahan setengah jadi/work in process dan barang jadi/finished goods).”
Menurut Hani Handoko (2000:333) mengemukakan bahwa :
“Persediaan atau inventory adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.”
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Persediaan adalah barang yang dimiliki untuk dijual atau diproses lebih lanjut untuk memfasilitasi produksi dimana hasil akhirnya adalah untuk memuaskan permintaan konsumen.
2.4.2 Fungsi Persediaan
Pada prinsipnya persediaan mempermudah atau memperlancar jalannya operasi perusahaan/pabrik yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi barang-barang serta menyampaikannya pada para pelanggan atau konsumen.
Menurut Rangkuti (2004:15) adapun fungsi-fungsi persediaan oleh suatu perusahaan/pabrik adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Decoupling
Adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan proses-proses individual perusahaan terjaga “kebebasannya”. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock.
2. Fungsi Economic Lot Sizing
Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan pembeliaan, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan sebagainya. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar dibandingkan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, resiko dan sebagainya), jadi keuntungan yang akan diperoleh dari
a) Memperoleh potongan harga pada pembelian
b) Memperoleh efensiensi produksi (manufacturing economics) karena adanya operasi atau “production run” yang lebih lama c) Adanya penghematan didalam biaya angkutan
3. Fungsi Antisipasi
Apabila perusahan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (seasional inventories). Disamping itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidak pastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang selama periode tertentu. Dalam hal ini perusahaan memerlukan persediaan ekstra yang disebut pengamanan (safety stock).
2.4.3 Jenis-jenis Persediaan
Menurut Eko Indrajit dan Djokopranoto (2003:12-13) dapat dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya :
1. Persediaan Menurut Jenisnya
a. Barang Umum (General Material)
Barang jenis ini macamnya cukup banyak,
pemakaiannya tidak tergantung dari peralatan, harganya relatif lebih kecil, dan penentuan kebutuhannya relatif lebih kecil serta penentuan kebutuhannya relatif lebih gampang.
b. Suku Cadang
Barang jenis ini macamnya sangat banyak, harganya
lebih mahal, pemakaiannya tergantung dari peralatan, dan penentuan kebutuhannya lebih sulit.
2. Menurut Harga
a. Barang Berharga Tinggi (High Value Item)
Barang ini biasanya berjumlah sekitar hanya 10%
dari jumlah item persediaan, namun jumlah nilainya mewakili sekitar 70% dari seluruh nilai persdiaan, dan oleh sebab itu memerlukan tingkatan pengawasan yang sangat tinggi.
b. Barang Berharga Menengah (Medium Value Item)
Barang ini biasanya berjumlah kira-kira 20% dari
jumlah item persediaan, dan jumlah nilainya juga sekitar 20% dari jumlah persediaan, sehingga memerlukan tingkat pengawasan cukup saja.
c. Barang Berharga Rendah (Low Value Item)
Berlawanan dengan barang berharga tinggi, jenis
barang ini biasanya berjumlah kira-kira 70% dari seluruh pos persediaan, namun nilai harganya hanya mewakili 10% saja dari seluruh nilai barang persediaan, sehingga hanya
memerlukan tingkat pengawasan rendah.
3. Menurut Frekuensi Penggunaan
a. Barang yang Cepat Pemakaian atau Pergerakannya (Fast
Moving Items)
Barang ini frekuensi penggunaanya dalam 1 tahun
lebih dari sekian bulan tertentu, misalnya lebih dari 4 bulan, sehingga barang jenis ini memerlukan frekuensi perhitungan pemesanan kembali yang tidak sering.
b. Barang Lambat Pemakaiannya atau Pergerakannnya (Slow
Moving Items)
Barang yang frekuensi penggunaannya dalam 1
tahun kurang dari sekian bulan tertentu, misalnya kurang dari 4 bulan, sehingga barang jenis ini memerlukan frekuensi perhitungan pemesanan kembali yang sering.
4. Menurut Tujuan Penggunaan
a. Barang Pemeliharaan, Perbaikan, dan Operasi (MRO
Materials)
Barang ini sifatnya habis pakai, digunakan untuk
keperluan pemeliharaan, perbaikan, atau resparasi dan operasi, dan jika pada suatu saat persediaan habis, operasi
masih dapat berjalan sementara.
b. Barang Program (Program Materials)
Barang yang sifatnya juga habis pakai, jumlah
kebutuhannya sesuai dengan tingkat produksi/ kegiatan perusahaan yang bersangkutan, dan jika pada suatu saat persediaan habis, kegiatan perusahaan akan langsung berhenti.
2.4.4 Komponen Biaya Persediaan
Menurut Fien Zulfikarijah (2005:14), unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan digolongkan menjadi empat jenis, diantaranya:
1) Biaya Pembelian
Biaya pembeliaan adalah biaya perunit apabila item yang
dibeli dari pihak luar, atau biaya produksi tiap unit apabila diproduksi dalam perusahaan. Biaya per unit akan selalu menjadi bagian dari item dalam persediaan. Untuk pembelian item dari luar biaya per unit adalah harga beli ditambah dengan biaya pengangkutan.
2) Biaya Pemesanan (Ordering Cost)
Biaya pemesanan ini dimaksudkan adalah biaya-biaya yang di keluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau bahan-bahan dari penjual sejak pemesanan sampai barangt-barang
atau bahan-bahan tersebut dikirim dan diserahkan serta disimpan digudang. Biaya ini berhubungan dengan pesanan, tetapi sifatnya tetap dimana besarnya barang yang dipesan, melainkan berubah sesuai dengan frekuensi daripada pesanan , yang termasuk didalam biaya pemesanan ini semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan bahan tersebut, diantaranya biaya administrasi pembelian (biaya membuat daftar permintaan) dan penempatan pemesanan, biaya pengangkutan dan bongkar muat (shipping and holding cost), biaya permintaan dan biaya pemeriksaan.
3) Biaya Penyimpanan (Holding Cost)
Yang dimaksud dengan biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang diperlukan berkenaan dengan jumlah persediaan. Biaya ini berhubungan dengan tingkat rata-rata persediaan yang selalu terdapat digudang, sehingga besarnya biaya ini bervariasi yang tergantung dari besar kecilnya rata-rata persediaan yang ada. Yang termasuk dalam biaya ini adalah semua biaya yang timbul karena barang disimpan yaitu barang pergudangan yang terdiri dari biaya sewa gudang, upah dan gaji tenaga pengaman dan pelaksana pergudangan biaya peralatan material komoditi digudang, biaya administrasi gudang, biaya pajak, dan semua biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan persediaan.
4) Biaya Kekurangan Persediaan (Out Of Stock Cost)
Yang dimaksud dengan biaya ini adalah konsekuensi ekonomis atau kekurangan dari luar maupun dari dalam perusahaan. Kekurangan dari luar terjadi apabila pesanan konsumen tidak dapat dipenuhi. Sedangkan kekurangan dari dalam terjadi apabila departemen tidak dapat memenuhi kebutuhan departemen lain. Biaya kekurangan dari pihak luar dapat berupa backorder, biaya kehilangan kesempatan penjualan dan biaya kehilangan kesempatan menerima keuntungan. Biaya kekurangan dari dalam perusahaan dapat berupa penundaan pengiriman idlen kapasitas.
2.4.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan
Didalam pemyelenggaraan bahan baku untuk proses prosuksi, perusahaan
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Adapun faktor - faktor yang
mempengaruhi persediaan bahan baku menurut Sujadi Prawirosentono (2000:71) adalah sebagai berikut:
1) Prakiraan Pemakaian Bahan Baku
Penentuan besarnya bahan baku yang diperlukan harus sesuai dengan kebutuhan pemakaian bahan tersebut dalam satu periode produksi tertentu perencanaan pemakaian bahan baku pada satu periode yang lalu (actual Usage) dapat digunakan untuk
periode lalu merupakan indicator tentang peyerapan bahan oleh proses produksi. Dengan demikian, bila kondisinya sama seperti periode yang akan datang dapat ditentukan besarnya bahan baku bersangkutan.
2) Harga Bahan Baku
Harga bahan yang diperlukan merupakan faktor lainnya
yang dapat mempengaruhi besarnya persediaan yang harus diadakan. Harga bahan ini bila dikalikan dengan jumlah bahan yang diperlukan merupakan kebutuhan modal yang disediakan untuk membeli persediaan tersebut
.
3) Biaya-Biaya Persediaan
Terdapat beberapa jenis biaya untuk menyelenggarakan
persediaan bahan. Adapun jenis biaya persediaan adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan gudang.
4) Waktu Menunggu Pesanan (Lead Time)
Waktu antara tenggang pemesanan dilakukan sampai
dengan saat pesanan tersebut masuk kegudang. Waktu tenggang ini merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan agar bahan atau barang yang dipesan datang tepat pada waktunya, artinya
2.4.6 Pengendalian Persediaan
1. Pengertian Pengendalian Persediaan
Pengertian Pengendalian persediaan menurut Sofjan Assauri (2008:247), bahwa:
“Pengendalian persediaan dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan parts, bhaan baku, dan barang hasil produksi, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahan dengan efektif dan efesien.”
2. Tujuan Pengendaliaan Persediaan
Tujuan persediaan menurut Sofjan Assauari (2008:250) adalah sebagai berikut:
a. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan
persediaan sehingga dapat mengakibatkan
terhentinya kegiatan produksi.
b. Menjaga agar supaya pembentukan persediaan
tidak terlalu besar atau berlebihan sehingga biaya yang ditimbulkan juga tidak terlalu besar.
c. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat
dihindari karena ini berakibat biaya pemesanan menjadi besar.
2.4.7 Metode Penilaian Persediaan
Penentuan harga pokok persediaan sangan bergantung dari metode penialaian yang dipakai. Masalah yang sering timbul dalam penentuan metode yang dipakai adalah: bagaimana menentukan harga pokok persediaan seandainya masing-masing unit dari produk yang sama dibeli dengan harga yang berlainan.
Sebelum menentukan metode mana yang lebih sesuai untuk suatu perusahaan maka ada beberapa cara yang dapat digunakan menurut Sofjan Assauri (2004:173) diantaranya adalah:
1. First-in, First-out (FIFO Method)
Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa harga barang yang sudah terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk. Dengan demikian persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang yang akhir masuk. Kalau suatu sistem perpetual dbina oleh perusahaan yang bersangkutan maka diperlukan pencatatan-pencatatan terhadap mutasi barang, baik yang masuk karena pembelian atau yang keluar disebabkan oleh penjualan dalam suatu buku tambahan atau kartu administrasi persediaan.
2. Rata-Rata ditimbang (Weighted Average Method)
Cara ini didasarkan atas harga rata-rata dimana harga tersebut dipengaruhi oleh jumlah barang yang diperoleh masing-masing harganya. Dengan demikian persediaan yang dinilai
berdasarkan harga rata-rata.
3. Last-In, First-Out (LIFO Method)
Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa barang yang telah
dijual dinilai menurut harga pembelian barang yang terkhir masuk. Sehingga persediaan yang masih ada atau stock, dinilai berdasarkan harga pembelian barang yang terdahulu.
Sebagai contoh perusahaan yang menetapkan metode ini
pada umumnya terdapat pada perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat perputaran (turn over) penjualan yang sangat tinggi. Kelebihan metode ini yaitu terletak dalam laporan rugi atau laba, metode LIFO memberikan nilai yang tertinggi terhadap barang yang dijual.
4. Perbandingan atas Hasil dan Penilaian
Bila mana keadaan harga stabil, maka semua cara penilaian
menghasilkan angka yang sama. Akan tetapi bila fluktuasi harga tidak stabil (turun naik) maka masing-masing cara akan menghasilkan angka yang berbeda.
2.5 Metode Pengendalian Persediaan
“Jumlah pembelian bahan mentah pada setiap kali pesan dengan biaya yang paling rendah.”
Sedangkan menurut Sofjan Assauri (2008:256), dalam bukunya yang berjudul manajemen persediaan dan operasional, mendefinisikan EOQ sebagai berikut :
“Jumlah atau besarnya pesanan yang diadakan hendaknya menghasilkan biaya-biaya yang timbul dalam penyediaan adalah minimal.”
Adapun menurut Render dan Heizer (2010:92) EOQ merupakan salah satu teknik pengendaliaan persediaan tertua dan paling terkenal. Teknik ini relatif mudah digunakan tetapi, didasarkan pada beberapa asumsi sebagai berikut:
1. Tingkat permintaan diketahui dan bersifat konstan
2. Lead time diketahui dan bersifat konstan.
3. Persediaan diterima dengan segera.
4. Tidak mungkin diberikan diskon.
5. Biaya variabel yang muncul hanya biaya pemesanan
dan biaya penyimpanan persediaan sepanjang waktu.
6. Keadaan kehabisan stock (kekurangan) dapat dihindari
sama sekali bila pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat.
2.5.2 Jumlah Pemesanan yang Ekonomis
Menurut Sofjan Assauri (2004:182), dalam penentuan atau pemecahan jumlah pesanan yang ekonomis ini dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan
menggunakan tabel (tabular approach), dengan menggunakan grafik (graphical approach) dan dengan menggunakan rumus (formula approach)
1. Tabular Approach
Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dengan Tabular
approach dilakukan dengan cara menyusun suatu daftar atau tabel jumlah pesanan dan jumlah biaya pertahun.
2. Graphical Aproach
Penentuan jumlah pesanan economis dengan cara
Graphical approach dilakukan dengan cara menggambar grafik-grafik carrying cost dan total cost dalam satu gambar, dimana sumbu horizontal jumlah pesanan (order) per tahun, sumbu vertical besarnya biaya dari ordering cost, carrying cost dan total costs. Berikut contoh dari grapical aproach:
3. Dengan Menggunakan Rumus (Formula Approach)
Cara penentuan jumlah pesanan ekonomis dengan menurunkan didalam rumus rumus matematika dapat dilakukan dengan cara memperhatikan jumlah biaya persediaan yang minimum terdapat, jika ordering costs sama dengan Carrying costs. Adapun untuk menetukan jumlah pesanan yang ekonomis (EOQ) adalah sebagai berikut:
EOQ=
Keterangan :
Q = Jumlah pesanan yang ekonomis
D = Permintaan tahunan barang persediaan (unit) S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
Dalam menerapkan EOQ ada biaya-biaya yang harus dipertimbangkan dalam penentuan jumlah pembelian atau keuntungan yaitu:
a) Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan merupakan biaya-biaya yang
akan langsung terkait dengan kegiatan pemesanan yang dilakukan perusahaan. Biaya pesan tidak hanya terdiri dari biaya eksplisit, tetapi juga biaya kesempatan
√2𝑥𝐷𝑥𝑆
(opportunity cost). Sebagai contoh, waktu yang hilang untuk memproses pesanan, menjalankan administarasi pesanan tersebut. Biaya pesan dalam satu periode, merupakan perkalian antara biaya pesan per pesan yang dinyatakan dengan notasi S dengan frekuensi pesanan
dalam periode dinyatakan dengan 𝑃
𝑄 maka biaya pemesanan
dalam bentuk rumus sebagai berikut:
Biaya pemesanan = 𝐷
𝑄
. 𝑆
Keterangan :
Q = Jumlah barang setiap pemesanan D = Permintaan tahunan barang persediaan S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
b) Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan merupakan biaya yang harus
ditanggung oleh perusahaan sehubungan dengan adanya bahan baku yang disimpan didalam perusahaan. Adapun rumus biaya penyimapan adalah sebagai berikut:
Biaya Penyimpanan
=
𝑄Keterangan :
Q = Jumlah barang setiap pemesanan H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
c) Total Biaya
Biaya persediaan yang diberi notasi TC,
merupakan penjumlahan dari biaya pesan dan biaya simpan. TC minimum ini, akan tercapai pada saat biaya simpan sama dengan biaya pesan. Pada saat TC minimum, maka pada jumlah pesanan tersebut dikatakan jumlah yang paling ekonomis (EOQ). Untuk menentukan TC adalah sebagai berikut (Render dan Heizer, 2010:97) :
TC = biaya pemesanan + biaya simpan
TC =
D QS +
Q 2
H
Keterangan :
TC = Total biaya persediaan
Q = Jumlah barang setiap pemesanan
D = Permintaan tahunan barang persediaan (unit) S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
2.6 Safety Stock (Persediaan Pengaman)
Dengan adanya model EOQ ini sebenernya masih ada kemungkinan terjadinya out of stock atau kekurangan persediaan dalam produksi. Kemungkinan ini dapat disebabkan oleh:
1. Penggunaan bahan baku didalam produksi lebih besar dari pada yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini akan mengakibatkan bahan baku akan habis diproduksi sebelum pembelian atau pemesanan yang berikutnya datan, sehingga terjadi out of stock. Hal ini berarti terjadi ketidakpastian dalam pemakaian bahan baku.
2. Pemesanan atau pembelian bahan baku atau barang itu tidak dapat datang pada waktunya (terlambat) hal ini berarti lead time tidal tepat. Ketidakpastian jumlah dan waktu pengiriman, lead time dan jumlah serta
penyelesian produksi merupakan masalah yang sering terjadi.
Ketidakpastian ini dapat menyebabkan kehabisan persediaan atau sebaliknya, jumlah persediaan yang terlalu banyak. Risiko kehabisan persediaan antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut:
Permintaan yang lebih besar
Lead time berubah
Permintaan terlalu tinggi
` Untuk mengantisipasi ketidakpastian tersebut, khususnya dalam
permintaan dan lead time, maka disediakan suatu jumlah tertentu (Safety stock) yang akan mengurangi kehabisan persediaan. Menurut Sofjan Assauri (2008:263) Persediaan pengaman (Safety stock) adalah :
“Persediaan pengaman (Safety stock) adalah persediaan tambahan yang akan diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (Stock out).”
Semakin besar tingkat Safety stock-nya maka kemungkinan kehabisan persediaan semakin kecil, akan tetapi akibatnya adalah biaya simpan semakin besar karena jumlah total persediaan meningkat. Bila demikian, tujuan minimasi total biaya persediaan tidak tercapai karena total biya dalam model persediaan didapatkan pada titik keseimbangan antara kelebihan dan kehabisan persediaan.
Tetapi dengan diadakannya Safety stock akan mengurangi kegiatan yang ditimbulkan karena terjadinya stock out, selain itu safety stock juga berperan untuk menjaga kelangsungan proses produksi dapat berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan.
Sedangkang rumus yang digunakan untuk menentukan persediaan pengaman (safety stock) adalah sebagai berikut :
SS = Z x σd x
√
𝑡 𝑛 Keterangan : SS = Safety stock L = Lead time n = Periode σd = Standar deviasiσd =
√
∑(𝑋−𝑥̅)² 𝑛−1 Keterangan :σd = Standar deviasi
𝑥̅
= Rata-rata pemakaian bahan bakuX = kebutuhan bahan baku sebenarnya n = Banyaknya data
2.7 Waktu Tunggu (Lead Time)
Untuk menjamin kelancaran proses produksi perusahaan perlu
memperhatikan jangka waktu antara saat mengadakan pemesanan dengan saat penerimaan barang-barang yang dipesan kemudian dimasukkan kedalam gudang. Lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan bahan-bahan sampai dengan kedatangan bahan-bahan yang dipesan dinamakan lead time. Bahan baku yang datang terlambat mengakibatkan kekurangan bahan baku. Sedangkan bahan baku yang datang lebih awal dari waktu yang telah ditentukan akan memaksa perusahaan memperbesar biaya penyimpanan bahan baku. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menetukan lead time adalah:
1. Stock Out Cost
Stock Out Cost adalah biaya-biaya yang terpaksa dikeluarkan karena keterlambatan datangnya bahan baku.
2. Extra Carrying Cost
Extra Carrying Cost adalah biaya-biaya yang terpaksa dikeluarkan karena keterlambatan bahan baku datang lebih awal.
2.8 Reorder Point
Titik atau tingkat pemesanan kembali atau reorder point menurut Sofjan Assauri (2008:277) adalah :
“Tingkat pemesanan kembali adalah suatu titik atau batas dari dimana persediaan yang ada pada suatu saat dimana pemesanan harus diadakan kembali.”
Perusahaan sering mengalami kendala dalam menjalankan kegiatan produksinya, diantaranya yaitu persediaan yang telah digunakan dalam menentukan titik ini, harus diperhatikan besarnya penggunaan bahan selama bahan yang dipesan belum datang dan persediaan minimum. Besarnya penggunaan bahan selama bahan-bahan yang dipesan belum diterima , ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
1. Lead time
2. Tingkat penggunaan rata-rata
Saat pemesanan kembali (reorder point) dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Menentukan jumlah bahan baku selama lead time ditambah dengan satu presentase tertentu
persediaan pengaman yang telah ditetapkan.
Dalam menghitung reorder point menurut Aminudi (2005:157) menggunakan rumus sebagai berikut :
ROP = d x L + SS Keterangan :
ROP = Pemesanan kembali (reorder point) SS = Persediaan pengaman (safety stock)
d = Tingkat pemakaian rata-rata per hari kerja (demand) L = waktu tunggu (lead time)
2.9 Kajian Penelitian Terdahulu yang Berkaitan dengan Variabel dan Objek yang Diteliti
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu Yang Berkaitan Dengan Variabel Dan Objek
No Judul Penelitian dan Nama
Penelitian
Variabel Hasil Penelitian
1 Analisi Pengendalian
Persediaan Bahan Baku Pada PT. NT Piston Ring Indonesia, Karawang, Edi Suswardiji, S.E.,M.M, Eman S, S.E.,M.M, Ria Ratnaningsing, S.E (2012)
Persediaan Bahan Baku Ring Piston
Berdasarkan hasil analisis persediaan bahan baku yang dilakukan, Metode EOQ dapat lebih
menghemat biaya
persediaan sebesar 6,23% dibanding dengan
pengendalian persediaan yang dilakukan perusahaan
2 Analisis Pengendalian
Persediaan Bahan Baku Kayu Cempaka Pada Industri Mebel Dengan Menggunakan Metode EOQ
(Studi Kasus Pada Ud. Batu Zaman), Manado, Mutiara Simbar, Theodora M. Katiandagho, Tommy F. Lolowang, Jenny Baroleh (2014) Persediaan Bahan Baku Kayu Cempaka Dengan menggunakan metode EOQ dalam kebijakan pengadaan bahan baku perusahaan akan mendapatkan
kuantitas pembelian bahan baku yang optimal dengan biaya yang minimum.
3 Analisis Persediaan Bahan Baku Tebu Pada Pabrik Gula Pandji PT.
Perkebunan Nusantara XI (Persero)
Situbondo, Jawa Timur, Chairul Bahtiar Robyanto, Made Antara, Ratna Komala Dewi(2013)
Persediaan Bahan Baku Tebu
Berdasarkan hasil analisis persediaan bahan baku yang efisien terhadap efisisiensi biaya persediaan dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode EOQ perusahaan dapat lebih
mengefisienkan biaya persediaan bahan baku
4 Analisis Persediaan Solar
Dengan Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Pada PT. Anugerah Bara Kaltim Siti Nurhasanah(2012)
Persediaan Solar Dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) pada PT Anugerah Bara Kaltim dalam menganalisa persediaan dapat ditentukan biaya yang paling minimal(ekonomis) dalam persediaan solar.
5 Analisis Pengendalian
Persediaan Bahan Baku Pada Produk Mi Kering (Studi Kasus Di Pt Surya Pratista Hutama, Sidoarjo), Pinetri, Arif Hidayat, STP, M.AIT, dan Mas‟ud Effendi, STP, MP (2013)
Persediaan bahan baku tepung terigu
Dengan menggunakan metode EOQ perusahaan dapat menentukan jumlah pemesanan yang optimal untuk bahan baku dan perusahaan dapat menghemat biaya
2.10 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran
Pengendalian persediaan bahan baku berdasarkan kebijakan perusahaan Ironic
Ironflight
Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
Perhitungan persediaan dengan kebijakan
perusahaan
Pengendalian persediaan bahan baku berdasarkan
metode EOQ Biaya pesan Biaya simpan Kebutuhan bahan baku Lead time Perhitungan persediaan dengan metode EOQ ROP Safety stock
Analisi efesiensi persediaan optimum (EOQ) dan berdasarkan
kebijakan Ironic Ironflight
Perbandingan total biaya persediaan antara kebijakan Ironic Ironflight
dengan mentode EOQ
Pengendalian bahan baku yang optimum dan ekonomis
Keterangan :
Gambar 2.1 diatas menjelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, sebelumnya dievaluasi terlebih dahulu dalam data kebutuhan bahan baku sebelum menerapkan metode yang akan digunakan. Bahan baku merupakan kebutuhan utama dalam proses produksi karena tanpa adanya bahan baku proses produksi tidak akan dapat berjalan dan tidak akan dapat memproduksi barang (output).
Kebutuhan bahan baku bersifat tidak tetap dan akan mengalami naik turun , maka dari itu dibutuhkan manajemen pengendalian persediaan yang baik agar tidak mengalami kekurangan persediaan (stock out) atau pun justru mengalami kelebihan persediaan (over stock) yang akan mengacu pada biaya penyimpanan yang tinggi. Perusahaan dapat memperkirakan jumlah pembelian bahan baku kemudian dilakukan perhitungan dengan biaya persediaan yang dikeluarkan. Untuk itu perusahaan dapat menggunakan kebijakan perusahaan maupun dengan menggunakan metode EOQ.
Dalam penggunaan EOQ akan dipengaruhi beberapa faktor sepeti biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan kebutuhan bahan baku. Selain itu juga perusahaan harus mengadakan persediaan pengaman atau sefety stock dengan tujuan untuk menghindari masalah kekurangan bahan baku (stock out) sebelum pemesanan atau pembelian kembali bahan baku dilakukan (ROP), pembelian kembali bahan baku dipengaruhi oleh jumlah kebutuhan bahan baku dan waktu tunggu (lead time). Dengan penentuan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
yang dilakukan berdasarkan kebijakan perusahaan atau pun berdasarkan metode EOQ maka akan diperoleh perbandingan total biaya persediaan antara kebijakan perusahaan dengan metode EOQ. Setelah itu akan diketahui pengendalian bahan baku yang optimun dan yang paling ekonomis.