• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN EKOWISATA DI SUAKA ALAM MERAPI, KABUPATEN TANAH DATAR, PROVINSI SUMATERA BARAT MUTIA RAMADHANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN EKOWISATA DI SUAKA ALAM MERAPI, KABUPATEN TANAH DATAR, PROVINSI SUMATERA BARAT MUTIA RAMADHANI"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI SUMATERA BARAT

MUTIA RAMADHANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

PROVINSI SUMATERA BARAT

MUTIA RAMADHANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(3)

MUTIA RAMADHANI. E34051636. Ecotourism Development in Merapi Nature Reserve, Tanah Datar District, West Sumatra Province. Under the supervisions of E.K.S. HARINI MUNTASIB and EVA RACHMAWATI.

Merapi Nature Reserve is one of 21 conservation areas in West Sumatera. It has a unique natural feature, an active volcano known as Mount Merapi. There are several attractors in Merapi Nature Reserve, such as flora and fauna, Mount Merapi and other historical objects. The Reserve is located on a strategic place, near the major cities of West Sumatra which are Bukit Tinggi, Padang Panjang and Padang and also adjacent to villages with historical and cultural objects. Those attractors are potential to be developed into special interest tourism, such as natural tourism, educational tourism and cultural tourism. The community supported tourism development in the area. However, the potential had not been developed properly. The aim of the research is to plan ecotourism development in Merapi Nature Reserve, Tanah Datar District, West Sumatra Province.

The research was conducted at Merapi Nature Reserve, particularly at Koto Baru Trail, Sepuluh Koto Subdistrict during July to September 2009. Instruments used in the research were questionnaire, scoring tables, interview schedule and map of Merapi Nature Reserve. While respondents were managers, local people (30 respondents) and visitors (100 respondents). Data were collected through literature review, interviews, questionnaires dissemination and field observations using resources supply approach. Analysis on ecotourism potentials consisted of two elements : attraction and accessibility, a modified of Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation (DGFPNC’s of Tourism Objects and Attractions Assessment and Development, 2003).

Scores for attractor element for 9 objects in Merapi Nature Reserve were : Pesangrahan Bung Hatta (690), Cadas (690), Parak Batuang (600), Paninjauan Shelter (600), Edelweis Park (540), Crater of Merapi (516), Tunnel Ferns (510), Peak Merpati (456) and Abel Tasman Monument (396). Meanwhile, every object had the sama score for accessibility element (650) which fell into high category.

The total scores for attractor and accessibility elements were : Pesanggrahan Bung Hatta (1340), Cadas (1340), Parak Batuang (1250),

(4)

criteria, the minimum total score for attractor and accessibility element should be 720 to be developed as ecotourism objects. The Abel Tasman Monument had total score of 1046 which exceed the minimum of 720. However, The Abel Tasman Monument had low score for the attractor element which exclude it from the object to be developed. Thus, only 8 objects were recommended to be developed.

There were 5 recommendations for ecotourism development in Merapi Nature Reserve : (1) physical development for each object, (2) ecotourism activities development, there are 9 activities inside the area and 3 activities outside the area (3) ecotourism service development, consisted of facilities to the area, service and hospitality (4) ecotourism promotion development and (5) human resources development, dedicated to managers and a team of Merapi Adventure Camp (MAC).

KEY WORDS : ecotourism development, Merapi Nature Reserve, score, Koto Baru Trail.

(5)

MUTIA RAMADHANI. E34051636. Pengembangan Ekowisata di Suaka Alam Merapi, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh E.K.S. HARINI MUNTASIB dan EVA RACHMAWATI.

Suaka Alam Merapi adalah satu dari 21 kawasan konservasi di Sumatera Barat. Suaka Alam Merapi memiliki kondisi alam yang unik berupa kawasan gunung berapi aktif yang dikenal sebagai Gunung Merapi. Suaka Alam Merapi memiliki obyek-obyek yang menjadi daya tarik kawasan, seperti berbagai jenis flora fauna, Gunung Merapi dan obyek-obyek bersejarah didalamnya. Obyek-obyek di Suaka Alam Merapi mempunyai letak strategis karena berdekatan dengan kota-kota besar di Sumatera Barat, seperti Bukit Tinggi, Padang Panjang dan Padang. Suaka Alam Merapi juga berbatasan langsung dengan nagari (desa) yang memiliki obyek sejarah dan budaya. Keseluruhan potensi tersebut berpeluang untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata, seperti wisata alam, ilmu pengetahuan dan wisata budaya. Masyarakat setempat memberi dukungan penuh terhadap pengembangan kawasan, namun potensi Suaka Alam Merapi dan dukungan masyarakat tersebut belum sepenuhnya termanfaatkan dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.

Penelitian dilakukan di Suaka Alam Merapi (jalur Koto Baru), Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar pada bulan Juli - September 2009. Bahan yang digunakan adalah kuisioner, tabel skoring, panduan wawancara, peta lokasi Suaka Alam Merapi, pengelola, masyarakat (30 responden) dan pengunjung (100 responden). Data dikumpulkan melalui studi pustaka, wawancara, kuisioner dan pengamatan lapang dengan menggunakan pendekatan supply sumberdaya. Potensi ekowisata yang dianalisis terdiri dari dua unsur, yaitu daya tarik dan aksesibilitas. Kedua unsur tersebut dianalisis dengan menggunakan kriteria penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata oleh Dirjen PHKA (2003) yang telah dimodifikasi.

Hasil penilaian unsur daya tarik menunjukkan sembilan obyek di Suaka Alam Merapi, yaitu Pesangrahan Bung Hatta (690), Cadas (690), Parak Batuang (600), Shelter Paninjauan (600), Taman Edelweis (540), Kawah Merapi (516),

(6)

dalam klasifikasi tinggi.

Total skor unsur daya tarik dan aksesibilitas menunjukkan nilai kesembilan obyek, yaitu Pesanggrahan Bung Hatta (1340), Cadas (1340), Parak Batuang (1250), Shelter Paninjauan (1250), Taman Edelweis (1190), Kawah Merapi (1166), Terowongan Pakis (1160), Puncak Merpati (1106) dan Tugu Abel Tasman (1046). Jumlah nilai minimal dari kedua klasifikasi untuk bisa dikembangkan sebagai obyek ekowisata adalah 720. Delapan dari sembilan obyek direkomendasikan sebagai obyek ekowisata. Tugu Abel Tasman mendapatkan total skor melebihi 720, namun obyek tersebut mendapat skor rendah untuk unsur utama, yaitu daya tarik, sehingga tidak direkomendasikan sebagai obyek ekowisata.

Pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi (Jalur Koto Baru) meliputi lima bentuk pengembangan, yaitu (1) pengembangan masing-masing obyek, (2) pengembangan kegiatan ekowisata, terdiri dari 9 kegiatan di dalam kawasan Suaka Alam Merapi dan 3 kegiatan di luar Suaka Alam Merapi, (3) pengembangan pelayanan ekowisata, meliputi fasilitas menuju kawasan Suaka Alam Merapi, pelayanan dan keramahtamahan, (4) pengembangan promosi, dan (5) pengembangan SDM ekowisata, ditujukan untuk pengelola (BKSDA Sumatera Barat) dan tim Merapi Adventure Camp (MAC).

KATA KUNCI : pengembangan ekowisata, Suaka Alam Merapi, skor, jalur Koto Baru.

(7)

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengembangan Ekowisata di Suaka Alam Merapi, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat” adalah benar-benar hasil kerja Saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

Mutia Ramadhani NRP E34051636

(8)

Nama : Mutia Ramadhani

NIM : E34051636

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib Eva Rachmawati, S.Hut NIP : 19550410 198203 2 002 NIP : 19770321 200501 2 003

Mengetahui,

Ketua

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP : 19580915 198403 1 003

(9)

Penulis (Mutia Ramadhani) dilahirkan di Jambak (Pasaman Barat, Sumatera Barat) pada tanggal 13 Mei 1987. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Ade Syaifudin dan Ibu Suryana.

Riwayat pendidikan penulis adalah SD Negeri 58 Jambak, SMP Negeri 2 Pasaman, SMA Negeri 1 Pasaman dan lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan S1 mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Penulis aktif disejumlah organisasi kemahasiswaan, diantaranya staf pengurus Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) periode 2007-2008, Pengurus Cabang Sylva Indonesia – IPB (Divisi Kajian Strategis dan Advokasi) periode 2007-2009, reporter dan penulis Koran Kampus IPB (2006-2008). Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung – Sulawesi Selatan pada tahun 2007 dan SURILI di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya – Kalimantan Barat pada tahun 2008. Penulis juga pernah melakukan magang kerja di Dinas Kehutanan Kabupaten Pasaman Barat (September 2009) serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan – Lampung (2009). Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengembangan Ekowisata di Suaka Alam Merapi, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Penulis dibimbing oleh Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib dan Eva Rachmawati, S.Hut.

(10)

Alhamdulillaahirobbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas anugerah sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Keluarga besar penulis : Ade Syaifudin (Ayah), Suryana (Ibu) dan Sandi Prima Yuris (adik).

2. Dosen Pembimbing : Ibu Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib (Pembimbing I) dan Ibu Eva Rachmawati, S.Hut (Pembimbing II).

3. Dosen-dosen penguji: Prof. Dr. Imam Wahyudi (DTHH), Dr. Prijanto Pamoengkas, M.Sc. F.Trop. (DSVK) dan Dr. Bahruni, MS (DMNH). 4. Pimpinan dan staf BKSDA Sumatera Barat, khususnya Bapak Ir. Indra

Arinal selaku mantan Kepala BKSDA Sumatera Barat dan Mba Erlinda Cahya Kartika.

5. Bapak Andi Asmadi selaku wali nagari Koto Baru dan tim Merapi Adventure Camp (MAC).

6. Divisi-divisi Pemerintahan Daerah (PEMDA) Kabupaten Tanah Datar : Bappeda Tanah Datar, Disbudpar Tanah Datar, Dishutbun Tanah Datar dan BPS Tanah Datar.

7. Keluarga besar Tarsius 42 KSHE, Fakultas Kehutanan IPB.

8. Seluruh pihak dan rekan-rekan yang telah membantu dari awal hingga selesainya tugas akhir penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih.

(11)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Penulis mengucapkan puji syukur dan terimakasih kepada Allah SWT dan Nabi Besar Muhammad SAW atas selesainya karya ilmiah ini. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan penulis sejak Juli hingga September 2009, yang diberi judul “Pengembangan Ekowisata di Suaka Alam Merapi, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat”.

Pengelolaan Suaka Alam Merapi sebagai kawasan konservasi harus mendapat perhatian penuh. Banyaknya kunjungan wisatawan dari berbagai daerah ke kawasan mengindikasikan bahwa kawasan Suaka Alam Merapi (Jalur Koto Baru) mempunyai daya tarik wisata yang dapat dikembangkan. Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang pengembangan ekowisata, diharapkan pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi mendapat perhatian dari pengelola (BKSDA Sumatera Barat) dan pemerintahan daerah setempat.

Semoga karya ini dapat mendatangkan manfaat untuk berbagai pihak yang bersangkutan. Kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk penginformasian penelitian ini.

Bogor, Januari 2010

(12)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekowisata ... 3 2.1.1 Pengertian ... 3 2.1.2 Prinsip Ekowisata ... 5 2.1.3 Tipologi Ekowisata ... 7 2.1.4 Potensi Ekowisata ... 8 2.2 Pengunjung... 9 2.3 Pengembangan Ekowisata ... 10

2.3.1 Strategi Pengembangan Ekowisata ... 10

2.3.2 Prinsip Pengembangan Ekowisata ... 11

2.4 Kawasan Suaka Alam ... 12

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ... 14

3.2 Bahan dan Alat ... 14

3.3 Metode ... 15

3.3.1 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 15

3.3.2 Analisis Data ... 19

BAB IV KONDISI UMUM KAWASAN 4.1 Suaka Alam Merapi, Kabupaten Tanah Datar ... 23

4.1.1 Sejarah Kawasan... ... 23

4.1.2 Letak dan Luas... 23

4.1.3 Topografi ... 24

4.1.4 Geologi dan Tanah ... 25

4.1.5 Iklim ... 25

4.1.6 Hidrologi ... 25

4.1.7 Flora dan Fauna ... 26

4.2 Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar... 27

4.2.1 Nagari Koto Baru ... 29

(13)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Obyek Daya Tarik Suaka Alam Merapi ... 31

5.1.1 Daya Tarik ... 32

5.1.1.1 Keunikan Sumberdaya Alam ... 32

5.1.1.2 Sumberdaya Alam yang Menonjol... 34

5.1.1.3 Kepekaan Sumberdaya Alam... 35

5.1.1.4 Variasi Kegiatan Wisata ... 37

5.1.1.5 Kebersihan Lokasi ... 38

5.1.1.6 Keamanan Kawasan ... 39

5.1.2 Kadar Hubungan (Aksesibilitas) ... 40

5.1.3 Rekapitulasi Kriteria Penilaian ODTW Suaka Alam Merapi 44

5.2 Obyek Daya Tarik Sekitar Suaka Alam Merapi ... 45

5.2.1 Tenunan dan Ukiran Pandai Sikek ... 45

5.2.2 Cagar Budaya (Komplek Makam dan Mesjid)... 47

5.2.3 Air Terjun Lembah Anai ... 48

5.2.4 Makanan Tradisional “Bika” ... 49

5.2.5 Atraksi Budaya: Randai dan Adu Kerbau ... 49

5.2.6 Kawasan Pertanian Koto Baru ... 51

5.3 Obyek Daya Tarik Wisata di Luar Suaka Alam Merapi ... 51

5.4 Pengunjung ... 54

5.4.1 Karakteristik Pengunjung ... 54

5.4.2 Tujuan dan Pola Kunjungan ... 56

5.4.3 Pengetahuan tentang Jenis yang Dilindungi... 60

5.4.4 Penilaian Pengunjung... 60

5.4.5 Harapan Pengunjung ... 61

5.5 Pendapat Pengelola tentang Pengembangan Ekowisata di Suaka Alam Merapi ... 61

5.6 Pendapat Masyarakat tentang Pengembangan Ekowisata di Suaka Alam Merapi ... 63

5.7 Prinsip Pengembangan Ekowisata di Suaka Alam Merapi ... 66

5.8 Pengembangan Ekowisata di Suaka Alam Merapi... 68

5.8.1 Pengembangan Obyek Dalam Kawasan ... 69

5.8.2 Pengembangan Kegiatan Ekowisata Dalam Kawasan ... 70

5.8.3 Pengembangan Kegiatan Ekowisata Sekitar Kawasan ... 75

5.8.4 Pengembangan Sarana Prasarana Ekowisata ... 78

5.8.4.1 Sarana Prasarana Dalam Kawasan ... 78

5.8.4.2 Sarana Prasarana Penunjang ... 81

5.8.5 Pengembangan Pelayanan Ekowisata ... 83

5.8.5.1 Fasilitas ... 83

5.8.5.2 Pelayanan dan Keramahtamahan ... 84

5.8.6 Pengembangan Promosi ... 85

(14)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 89

6.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(15)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Kondisi umum Suaka Alam Merapi ... 15

2. Potensi ekowisata di Suaka Alam Merapi ... 15

3. Pengunjung di Suaka Alam Merapi ... 16

4. Pengelolaan Suaka Alam Merapi ... 17

5. Kategori responden, strata umur, persentase sampel dan jumlah sampel pengunjung untuk penelitian ... 19

6. Klasifikasi penilaian ... 20

7. Contoh tabulasi pengunjung berdasarkan jenis kelamin ... 21

8. Letak dan luas Suaka Alam Merapi menurut pembagian wilayah administrasi pemerintahan ... 24

9. Sungai-sungai yang mengalir di Suaka Alam Merapi ... 26

10. Luas Kecamatan X Koto berdasarkan nagari ... 27

11. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan sex ratio pernagari di Kecamatan X Koto ... 28

12. Jumlah penduduk X Koto menurut jenis kelamin perkelompok umur ... 28

13. Luas panen dan produksi hortikultura Nagari Koto Baru ... 29

14. Luas panen dan produksi palawija Nagari Koto Baru ... 29

15. Luas tanam, panen dan produksi padi sawah Nagari Koto Baru ... 29

16. Penilaian keunikan sumberdaya alam ... 32

17. Penilaian banyaknya jenis sumberdaya alam yang menonjol ... 34

18. Penilaian kepekaan sumberdaya alam... 35

19. Penilaian variasi kegiatan wisata ... 38

20. Penilaian kebersihan lokasi ... 38

21. Penilaian keamanan kawasan ... 39

22. Rekapitulasi penilaian daya tarik Suaka Alam Merapi ... 40

23. Penilaian kriteria aksesibilitas Suaka Alam Merapi ... 43

24. Aksesibilitas Suaka Alam Merapi dari kantor pusat pengelola dan pemerintahan ... 43

25. Rekapitulasi Kriteria Penilaian ODTW Suaka Alam Merapi ... 44

26. Daftar beberapa toko souvenir dan pengrajin Pandai Sikek... 46

27. Obyek wisata di Bukit Tinggi ... 52

28. Obyek ekowisata yang dikembangkan di Suaka Alam Merapi ... 68

29. Pengembangan ekowisata pada masing-masing obyek di Suaka Alam Merapi (Jalur Koto Baru)... 69

30. Pengembangan kegiatan ekowisata di Suaka Alam Merapi ... 71

31. Pengembangan kegiatan ekowisata di sekitar Suaka Alam Merapi ... 76

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Peta Suaka Alam Merapi dan Kecamatan X Koto ... 14

2. Sistematika penelitian pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi. 22

3. Gunung Merapi, simbol sejarah masyarakat Minangkabau ... 23

4. Denah obyek Suaka Alam Merapi dan nagari sekitarnya ... 31

5. Pesangrahan Bung Hatta ... 33

6. Shelter Paninjauan ... 33

7. Cadas ... 33

8. Tugu Abel Tasman ... 33

9. Kawah Merapi ... 33

10. Puncak Merpati ... 33

11. Taman Edelweis... 33

12. Parak Batuang ... 34

13. Terowongan Pakis ... 34

14. Kebersihan lokasi di Suaka Alam Merapi. Ket: (A) Sampah bekas pendaki di Shelter Paninjauan; (B) Vandalisme di batuan Cadas; (C) Vandalisme pada obyek Tugu Abel Tasman. ... 39

15. Pengambilan bunga Edelweis dan bunga padi adalah salah satu bentuk gangguan terhadap kawasan ... 39

16. Denah obyek Suaka Alam Merapi (Jalur Koto Baru) ... 42

17. Rekapitulasi penilaian kriteria ODTW Suaka Alam Merapi... 44

18. Nagari Pandai Sikek. Ket: (A) Ibu Hj. Sanuar, pimpinan“Rumah Pusako” ; dan (B) Pusat kerajinan Pandai Sikek “Rumah Pusako”.. ... 45

19. Berbagai bentuk ukiran Pandai Sikek. Ket: (A,B) Ukiran pada lemari; dan (C) Lukisan pahatan kayu ... 46

20. Komplek makam Haji Miskin. Ket: (A) Pintu masuk; (B) Komplek makam; (C) Makam Haji Miskin; dan (D) Pemandangan Gunung Merapi dari makam Haji Miskin ... 47

21. Komplek makam Tuanku Pamansingan. Ket: (A) Mesjid Tuanku Pamansingan; (B) Pintu masuk ke makam; (C) Komplek makam Tuanku Pamansingan dan pengikutnya; dan (D) Wisata ziarah yang dilakukan pengunjung ... 48

22. Air terjun Lembah Anai ... 49

23. Bika, makanan khas Koto Baru ... 49

24. Atraksi randai, kebudayaan khas Minangkabau ... 50

25. Adu kerbau, atraksi budaya Koto Baru ... 50

26. Gedung pasar Sub Terminal Agropilitan di Koto Baru ... 51

27. Karakteristik pengunjung berdasarkan umur ... 54

(17)

29. Karakteristik pengunjung berdasarkan daerah asal ... 55

30. Karakteristik pengunjung berdasarkan pendidikan terakhir ... 55

31. Karakteristik pengunjung berdasarkan profesi / pekerjaan ... 56

32. Tujuan kunjungan ... 57

33. Kegiatan yang dilakukan di SA Merapi ... 57

34. Daya tarik utama SA Merapi ... 57

35. Rekan kunjungan ... 58

36. Lama kunjungan ... 58

37. Alasan utama jenis tumbuhan menarik ... 58

38. Ledakan pengunjung pada hari besar nasional dan hari libur ... 59

39. Pengetahuan pengunjung tentang jenis dilindungi ... 60

40. Penilaian pengunjung tentang bentuk fasilitas yang diinginkan ... 60

41. Dukungan terhadap pelestarian lingkungan Suaka Alam Merapi ... 64

42. Diagram pengetahuan masyarakat: pernah / tidak mendengan istilah ekowisata ... 64

43. Dukungan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi ... 64

44. Kegiatan pengamatan gunung berapi. Ket: (A) Pengamatan kawah Merapi; dan (B) Pengamatan bebatuan Gunung Merapi ... 73

45. Kegiatan pendakian ke Gunung Merapi oleh pengunjung ... 73

46. Wisata Gunung – Hutan. Ket: (A) Hiking; dan (B) Penjelajahan trail / jalur pendakian ... 73

47. Berbagai pemandangan di kawasan puncak Gunung Merapi ... 73

48. Panorama Cadas. Ket: (A) Sunset Gunung Singgalang; dan (B) Pemandangan kota-kota besar di Sumatera Barat ... 74

49. Berbagai hasil fotografi dengan obyek kawah Gunung Merapi ... 74

50. Tenunan Pandai Sikek. Ket: (A,B) Berbagai bentuk warna kain songket; dan (B) Contoh penggunaan tenunan Pandai Sikek untuk penghias pelaminan pengantin adat Minangkabau ... 74

51. Aksesoris Pandai Sikek. Ket: (A,B) Dompet; dan (C) Kerajinan kayu ... 74

52. Kerajinan tenunan Pandai Sikek. Ket: (A) Aktivitas menenun; dan (B) Alat tenun yang digunakan ... 74

53. Agrowisata di Merapi. Ket: (A) Kelompok Tani Subur dan Lereng Merapi; (B) Contoh area perkebunan; dan (C,D) Aktivitas petani sayuran ... 77

54. Sarana prasarana dalam kawasan. Ket: (A) Pos jaga BKSDA dan MAC; (B) Papan penunjuk arah; (C) Papan himbauan, (d) Papan petunjuk obyek ... 78

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Kriteria penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata (hasil

modifikasi Ditjen PHKA tahun 2003) ... 94

2. Panduan wawancara ... 96

3. Kuisioner pengunjung ... 99

4. Data karakteristik pengunjung di Suaka Alam Merapi ... 103

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya dalam mencapai tujuan pembangunan konservasi harus selalu dikaitkan dengan tiga pilar utama konservasi, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta pemanfaatan secara lestari (Undang-undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999). Daya guna sebuah kawasan konservasi dapat dioptimalkan pemanfaatannya melalui pengembangan ekowisata yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat. Daerah tujuan wisata yang diminati oleh wisatawan umumnya adalah daerah yang masih alami.

Suaka Alam Merapi merupakan satu dari 21 kawasan konservasi di Sumatera Barat. Pengelolaannya berada di bawah Seksi Konservasi Sumberdaya Alam Wilayah II Kabupaten Tanah Datar, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sumatera Barat. Suaka Alam Merapi memiliki kondisi alam yang unik berupa kawasan gunung berapi aktif yang dikenal sebagai Gunung Merapi dan obyek-obyek bersejarah didalamnya. Keberadaan Gunung Merapi di Suaka Alam Merapi menjadi cikal bakal munculnya ketertarikan wisatawan untuk datang ke kawasan, khususnya wisatawan yang melakukan kegiatan pendakian. Gunung Merapi memiliki nilai sejarah yang tinggi karena merupakan tempat berasalnya nenek moyang orang Minangkabau.

Suaka Alam Merapi (Jalur Koto Baru) berdekatan dengan kota-kota besar di Sumatera Barat, seperti Bukit Tinggi, Padang Panjang dan Padang. Keadaan tersebut menempatkan Suaka Alam Merapi ke dalam lokasi strategis sebagai lokasi wisata bagi pengunjung yang berada di daerah sekitarnya. Suaka Alam Merapi juga berbatasan langsung dengan nagari (desa) yang memiliki obyek-obyek sejarah dan budaya, seperti Nagari Koto Baru dan Nagari Pandai Sikek. Nagari-nagari tersebut mempunyai kekuatan untuk menarik pasar wisata. Keseluruhan obyek yang dimiliki Suaka Alam Merapi dan daerah sekitarnya dapat dikembangkan sebagai obyek ekowisata. Hal ini akan menjadikan Suaka Alam Merapi sebagai salah satu kawasan wisata unggulan di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

(20)

Pemanfaatan Suaka Alam Merapi untuk kegiatan ekowisata belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, seperti kegiatan pendakian yang dilakukan pengunjung tanpa memperhatikan daya dukung kawasan. Kesadaran pengunjung yang kurang terhadap kelestarian kawasan telah mendatangkan efek negatif, seperti sampah, vandalisme dan pengambilan sumberdaya alam dari dalam kawasan, contohnya Edelweis (Anaphalis javanica). Kondisi yang demikian memerlukan alternatif pemecahan, salah satunya melalui pengembangan ekowisata. Penelitian tentang pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengembangan Suaka Alam Merapi untuk kepentingan wisata alam, ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan dan kehidupan masyarakat sekitarnya.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak pengelola, yaitu BKSDA Sumatera Barat sebagai dasar dalam pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi. Selain itu juga memberi manfaat bagi pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap kawasan Suaka Alam Merapi.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekowisata

2.1.1 Pengertian Ekowisata

Ekowisata didefinisikan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) dalam Fennel (1999) sebagai suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Ekowisata awalnya hanya dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan daerah tujuan wisata, budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Beberapa kalangan ahli dan organisasi mendefinisikan ekowisata dengan sudut pandang yang berbeda, yaitu:

1) Ekowisata merupakan suatu kegiatan pemanfaatan jasa keanekaragaman hayati tanpa mengganggu keanekaragaman hayati itu sendiri, sehingga dapat dijadikan alternatif pelestariannya (Muntasib 2007).

2) Ekowisata adalah kegiatan pengusahaan wisata yang dapat memberikan banyak manfaat, seperti sumber pendanaan bagi kawasan konservasi, perlindungan kawasan konservasi, alternatif sumber mata pencaharian masyarakat lokal, pilihan untuk mempromosikan konservasi dan dorongan upaya konservasi secara khusus (Hetzer 1995 dalam Page & Ross 2002). 3) Ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutsertakan

aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat melalui pengelolaan kelestarian ekologis, seperti menjamin hubungan antara komponen biotik dan abiotik (Australian Department of Tourism 1998 dalam Fennel 2002). Definisi ini menegaskan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam.

4) Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan bertanggung jawab ke daerah yang masih alami dan relatif tidak terganggu untuk menikmati, mempelajari dan menghargai alam serta budaya didalamnya. Tujuan ekowisata adalah untuk mengkonservasi, meminimalisasi dampak negatif

(22)

terhadap alam dan memberikan kontribusi yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan dan masyarakat lokal (Lascurain 1991 dalam Fennel 1999). 5) Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan

yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan yang konservatif, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat (Ditjen Pariwisata 1995).

6) Ekowisata adalah bentuk wisata yang menitikberatkan pada obyek alami dan arkeologi, contohnya burung dan hidupan liar lain, tempat yang indah, terumbu karang, goa, situs fosil, situs arkeologi, lahan basah serta tempat-tempat dengan spesies flora dan fauna langka atau terancam punah (Kusler 1991 dalam Fennel 1999).

Beeton (2000) menyatakan bahwa pengertian ekowisata dapat ditinjau dari tiga unsur utamanya, yaitu:

1) Nature-based

Nature based berhubungan dengan flora dan fauna dari sebuah kawasan dan bisa diasosiasikan dengan lingkungan yang sudah dimodifikasi oleh manusia. Ekowisata hendaknya memberikan dampak sekecil mungkin terhadap alam (nature). Lillywhite dan Lillywhite (1990) dalam Wearing dan Neil (2000) mengategorikan beberapa karakteristik cara mengatasi dampak kecil ekowisata, yaitu melalui manajemen lokal, ketentuan-ketentuan dalam kualitas travel product dan pengalaman wisata, memberlakukan nilai-nilai budaya, pelatihan dengan penekanan, tanggung jawab terhadap sumberdaya alam dan budaya, serta integrasi antara pembangunan dan konservasi.

2) Educative

Orang-orang umumnya menginginkan pengalaman berwisata ke lokasi yang menyediakan informasi yang dapat membantu mereka untuk memahami daerah yang mereka datangi. Ekowisata hendaknya dapat memberikan keterangan-keterangan penting tentang suatu kawasan. Ketersediaan keterangan/informasi tersebut memberikan peluang pembelajaran bagi wisatawan.

(23)

Ekowisata dan wisata harus memelihara keberlanjutan lingkungan, sebagai bagian dari pertimbangan tanggung jawab ke arah kelestarian lingkungan dimasa yang akan datang. Sustainable management artinya mengatur tekanan fisik lingkungan seperti jumlah pengunjung dan perilakunya, caranya adalah dengan memperkenalkan pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan pengunjung terhadap lingkungan atau dengan menghemat penggunaan energi.

2.1.2 Prinsip Ekowisata

Ekowisata mencerminkan tiga prinsip utama, yaitu prinsip konservasi, prinsip partisipasi masyarakat dan prinsip ekonomi (Page & Ross 2002). Ketiga prinsip tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Prinsip Konservasi

Prinsip konservasi artinya memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan alam dan budaya, melaksanakan kaidah-kaidah usaha yang bertanggung jawab dan ekonomi berkelanjutan. Prinsip konservasi alam memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian alam serta pembangunan yang mengikuti kaidah ekologis, sedangkan prinsip konservasi budaya adalah kepekaan dan penghormatan kepada nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat.

2) Prinsip Partisipasi Masyarakat

Perencanaan dan pengembangan ekowisata harus melibatkan masyarakat setempat secara optimal.

3) Prinsip Ekonomi

Pengembangan ekowisata dilaksanakan secara efisien, dimana dilakukan pengaturan sumberdaya alam sehingga pemanfaatannya yang berkelanjutan dapat mendukung generasi masa depan.

Organisasi The Ecotourism Society dalam Fennel (1999) menjelaskan bahwa ada delapan prinsip ekowisata. Kedelapan prinsip tersebut adalah :

1) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya

(24)

Pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

2) Pendidikan konservasi lingkungan

Ekowisata mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam. 3) Pendapatan langsung untuk kawasan

Ekowisata mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan conservation tax dapat digunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam.

4) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan

Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata, masyarakat diharapkan ikut secara aktif dalam kegiatan pengawasan. 5) Penghasilan masyarakat

Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. 6) Menjaga keharmonisan dengan alam

Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam, apabila ada upaya disharmonis dengan alam akan merusak produk wisata ekologis.

7) Daya dukung lingkungan

Lingkungan alam umumnya mempunyai daya dukung yang lebih rendah dibandingkan daya dukung kawasan buatan, meskipun permintaan sangat banyak, tetapi daya dukung menjadi faktor pembatas.

8) Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara

Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah setempat.

Hetzer (1995) dalam Fennel (1999) menjelaskan bahwa ekowisata sebagai konsep pariwisata yang didalamnya terdapat prinsip-prinsip, yaitu meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan, meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat lokal, memberikan kontribusi terhadap kelestarian kawasan dan

(25)

meningkatkan kepuasan pengunjung terhadap alam dan budaya. Muntasib (2007) menjelaskan lima hal penting yang mendasari kegiatan ekowisata, yaitu:

1) Perjalanan wisata yang bertanggung jawab, artinya semua pihak pelaku kegiatan ekowisata bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan dari kegiatan ekowisata terhadap lingkungan alam dan budaya.

2) Memperkecil dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan ekowisata terhadap lingkungan alam dan budaya setempat.

3) Melaksanakan studi dan penelitian yang mendalam mengenai berbagai aspek, termasuk daya dukung (carrying capacity) lingkungan, dampak yang akan ditimbulkan dan hasilnya.

4) Kegiatan ekowisata harus bisa memberikan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam, secara moral maupun material.

5) Meningkatkan pendapatan masyarakat setempat, artinya kegiatan ekowisata harus melibatkan masyarakat setempat, mulai dari tahapan perencanaan, pembangunan dan implementasinya. Dengan demikian akan memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat setempat.

2.1.3 Tipologi Ekowisata

Page dan Ross (2002) mengelompokkan empat tipe ekowisata, yaitu:

1) Self Reliant Ecotourism

Ekowisata yang melibatkan individu atau kelompok kecil (± 10 orang) yang tidak atau menggunakan transportasi sangat sederhana (seperti berjalan kaki atau menggunakan perahu/sampan) untuk mengunjungi daerah yang relatif terpencil dan area yang masih alami.

2) Small Group Ecotourism

Ekowisata yang melibatkan individu atau kelompok kecil (± 15 orang) yang menggunakan transportasi sederhana (seperti kapal kecil atau boat kecil) untuk mengunjungi suatu daerah minat khusus yang relatif masih sulit dijangkau. Tipe ini umumnya cocok untuk wisatawan semua umur dan tidak terlalu membutuhkan keahlian khusus untuk kegiatan di lapangan.

3) Popular Ecotourism

Ekowisata yang melibatkan transportasi (seperti bus atau kapal boat besar) dan jumlah pengunjung yang banyak untuk mengunjungi daerah yang

(26)

terkenal pada suatu negara atau lokasi dengan daya tarik wisata yang populer dikalangan wisatawan. Tipe ini tidak membutuhkan kemampuan diri wisatawan yang tinggi karena tantangan di alam relatif lebih rendah. Namun tipe ini memungkinkan adanya kebutuhan sarana prasarana, infrastruktur dan pelayanan jasa, seperti pusat informasi pengunjung, penjual makanan dan minuman serta toilet. Tipe ini cocok untuk wisatawan segala usia.

4) Hard and Soft Ecotourism

Hard ecotourism adalah tipe ekowisata yang ideal bagi wisatawan yang menyukai petualangan, sifatnya perorangan dan umumnya membutuhkan waktu yang lama bagi wisatawan untuk menikmati petualangan alam tersebut. Tipe ini cocok untuk wisatawan segala usia. Pesertanya adalah orang-orang dengan minat khusus dan mempunyai komitmen terhadap pelestarian lingkungan. Soft ecotourism adalah tipe ekowisata dengan melakukan perjalanan yang relatif singkat, interaksi dengan alam adalah salah satu dari beberapa komponen yang menjadi tujuan dalam pengalaman berwisata. Tipe ini bertempat di kawasan dengan sedikit berlatar alami, seperti di pusat taman interpretasi, melihat pemandangan di taman nasional yang telah difasilitasi dengan pelayanan dan jasa.

2.1.4 Potensi Ekowisata

Yoeti (1997) mengartikan potensi ekowisata sebagai obyek ekowisata yang dapat dilihat, disaksikan, dilakukan atau dirasakan. Obyek tersebut dapat berupa:

1) Obyek yang berasal dari alam. Ciri-cirinya adalah dapat dilihat atau disaksikan secara bebas, seperti pemandangan alam, flora, fauna dan vegetasi hutan.

2) Hasil kebudayaan suatu bangsa yang dapat dilihat, disaksikan dan dipelajari, seperti monumen bersejarah, tempat-tempat budaya dan perayaan tradisional.

Potensi wisata sangat berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya alam dari satu tempat. Wearing dan Neil (2000) menyebutkan bahwa lingkungan alam adalah pusat dari ekowisata yang mempunyai fokus pada ciri-ciri fisik dan biologis. Obyek wisata merupakan sumberdaya yang berpotensi dan berdaya tarik

(27)

bagi wisatawan. Fennel (1999) menguraikan sumberdaya alam yang dapat dijadikan potensi wisata, yaitu:

1) Lokasi geografi, merupakan karakteristik wilayah untuk menentukan kondisi bersama variabel lainnya untuk tujuan penggunaan tertentu.

2) Iklim dan cuaca, ditentukan oleh ketinggian, kemiringan dan geologi yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi kondisi fisik lingkungan, pembentukan tanah, vegetasi, hewan dan proses geomorfologi.

3) Topografi dan bentukan muka bumi.

4) Material permukaan bumi, seperti batuan, pasir, tanah dan mineral. 5) Air, merupakan tipe dan level dari rekreasi alam.

6) Vegetasi, memberikan pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kegiatan wisata.

2.2 Pengunjung

Colvin (1991) dalam Gunn (1994) menggambarkan salah satu tipe pengunjung ekowisata sebagai seorang “sains” (berilmu pengetahuan) dengan memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:

1) Kebutuhan yang mendalam akan pengalaman yang asli.

2) Mempertimbangkan pengalaman yang bermanfaat, baik manfaat secara pribadi maupun manfaat secara sosial.

3) Tidak menyukai perjalanan dengan kelompok tour dalam jumlah yang besar dalam sebuah program/acara wisata yang menantang.

4) Mencari tantangan yang membutuhkan kekuatan fisik dan mental.

5) Mengharapkan interaksi dengan kehidupan lokal dan mempelajari kebudayaan setempat.

6) Mudah menyesuaikan diri, seringkali lebih suka menggunakan akomodasi pedesaan.

7) Toleransi terhadap ketidaknyamanan.

8) Suka melibatkan diri, tidak berperilaku pasif.

(28)

2.3 Pengembangan Ekowisata

2.3.1 Strategi Pengembangan Ekowisata

Pengembangan adalah sebuah usaha perubahan yang dilakukan untuk meningkatkan keuntungan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Page dan Ross (2002) menyebutkan perencanaan untuk pengembangan ekowisata terletak pada sepuluh hal, yaitu :

1) Perencanaan ekowisata mengikutsertakan perlindungan lingkungan dan mengukur perencanaan penggunaan lahan.

2) Perencanaan ekowisata dilakukan melalui perawatan ekologis, cagar alam dan keanekaragaman biologi dan memastikan bahwa sumberdaya yang digunakan tetap terjaga kelestariannya.

3) Perencanaan ekologis dan lingkungan cenderung mendekati nilai-nilai yang berlaku di kalangan masyarakat setempat.

4) Memiliki ukuran-ukuran untuk mengevaluasi area-area alami.

5) Metode perencanaan ekowisata dan lingkungan dalam mengevaluasi atribut lingkungan untuk konservasi dan perlindungan di dalam suatu kerangka perencanaan ekowisata.

6) Konsep daya dukung tidak dapat dipisahkan dari berbagai macam biaya. 7) Pendekatan perencanaan ekowisata harus meliputi nilai sosial dan

mengikutsertakan wisatawan dan masyarakat setempat.

8) Perencanaan ekowisata merupakan bagian dari suatu proses berkelanjutan yang berdasarkan pada suatu interaktif.

9) Perencanaan regional memberikan metode yang terbaik untuk mencapai keberhasilan strategi pengembangan ekowisata dan perlindungan terhadap lingkungan.

10) Untuk penetapan dari suatu kerangka perencanaan ekowisata untuk area alami yang dipilih didasarkan pada konsep pengembangan yang berkelanjutan, yaitu konservasi, perlindungan terhadap lingkungan dan mengikutsertakan wisatawan dan masyarakat setempat.

Kawasan konservasi sebenarnya memiliki fungsi dan peranan ekonomi yang tinggi untuk dikembangkan, namun mengingat berbagai pemanfaatannya bersifat tidak nyata secara ekonomi maka seolah-olah kawasan konservasi tidak mempunyai nilai ekonomi. Pengembangan wisata tidak selalu identik dengan

(29)

pembangunan infrastruktur dan fasilitas yang mewah. Pengembangan wisata dapat dilakukan dengan modal seadanya asalkan sebuah wilayah memiliki kekayaan alam dan budaya yang masih terjaga keasliannya (Purwanto 2006). Purwanto (2006) juga menjelaskan bahwa pengembangan ekowisata juga harus memperhatikan interkoneksi dengan wilayah tujuan wisata disekitarnya.

Page dan Ross (2006) menyebutkan aspek-aspek utama dari strategi pengembangan ekowisata, yaitu mengidentifikasi sumberdaya, mengidentifikasi dan mengisi produk, menetapkan pintu gerbang regional dan menetapkan zona tujuan serta program utama. Keseluruhan aspek tersebut diperlukan untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang tertarik akan kegiatan ekowisata.

2.3.2 Prinsip Pengembangan Ekowisata

Wearing dan Neil (2000) menyebutkan bahwa konservasi dan manajemen lestari sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan, pengembangan dan manajemen ekowisata. Muntasib et al. (2004) menuliskan ada tujuh prinsip dasar pengembangan ekowisata, yaitu:

1) Berhubungan/kontak langsung dengan alam (touch the nature).

2) Pengalaman yang bermanfaat, baik secara pribadi ataupun secara sosial. 3) Ekowisata bukan wisata masal.

4) Program-programnya membuat tantangan fisik dan mental bagi wisatawan.

5) Interaksi dengan masyarakat dan belajar budaya setempat. 6) Adaptif atau sesuai dengan akomodasi pedesaan.

7) Pengalaman lebih utama dari kenyamanan.

Perencanaan dan pengembangan ekowisata harus mempertimbangkan beberapa isu diawal tahap perencanaan. Wight (1993) dalam Gunn (1994) mengidentifikasi beberapa prinsip pengembangan ekowisata yang menggarisbawahi delapan hal, yaitu:

1) Tidak merusak sumberdaya dan harus dikembangkan dengan cara memperhatikan kepekaan lingkungan terhadap kerusakan.

2) Memberikan pengalaman tangan pertama (first-hand), mengajak berpartisipasi dan menambah pengalaman.

(30)

3) Memasukkan unsur pendidikan diantara para partisipan, baik itu komunitas lokal, pemerintah, non pemerintah, industri dan pengunjung (sebelum, selama dan setelah perjalanan).

4) Memberi pemahaman pada seluruh pihak bahwa nilai inti dari ekowisata bergantung pada nilai sumberdaya.

5) Memperhatikan kemampuan sumberdaya dan batasannya yang mampu mendukung manajemen orientasi suplai (supply-oriented management). 6) Mempromosikan dan memberikan pengertian kepada berbagai pihak untuk

membina kerjasama, termasuk didalamnya pemerintah, non pemerintah, industri dan masyarakat lokal (sebelum dan selama pengembangan ekowisata).

7) Mengutamakan moral/etika, tanggung jawab serta perilaku berbagai pihak, terkait dengan perlakuan terhadap sumberdaya.

8) Memberikan manfaat jangka panjang terhadap sumberdaya, kelompok industri dan masyarakat lokal. Manfaat jangka panjang yang dimaksud dapat berupa manfaat konservasi, ilmu pengetahuan, sosial, budaya dan ekonomi.

Yoeti (2000) mengemukakan tiga hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan sebuah kawasan sebagai tujuan wisata. Ketiga hal tersebut adalah:

1) Something to do, merupakan berbagai macam bentuk kegiatan yang dapat dilakukan pada satu obyek wisata. Contohnya adalah kegiatan hiking dan berkuda.

2) Something to see, merupakan semua pemandangan yang dapat dinikmati oleh pengunjung sebagai sarana hiburan bagi pengunjung. Contohnya melihat pemandangan matahari terbit dari puncak gunung.

3) Something to buy, merupakan kegiatan dengan membeli suatu barang atau souvenir sebagai tanda mata dari kawasan wisata yang dikunjungi.

2.4 Kawasan Suaka Alam

Kawasan Suaka Alam merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga

(31)

berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan (PP 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam). Kawasan Suaka Alam terdiri dari Kawasan Suaka Margasatwa dan Kawasan Cagar Alam.

Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya, sedangkan Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam bertujuan untuk mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan. Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dilakukan sesuai dengan fungsi kawasan, yaitu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya dan untuk pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Kawasan Suaka Alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata alam terbatas dan kegiatan penunjang budidaya. Wisata alam terbatas sebagaimana yang dimaksudkan dalam pemanfaatan Kawasan Suaka Margasatwa terbatas pada kegiatan mengunjungi, melihat dan menikmati keindahan alam dan perilaku satwa di dalam kawasan Suaka Margasatwa dengan persyaratan tertentu (diatur dalam keputusan Menteri Kehutanan).

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Suaka Alam Merapi (Jalur Koto Baru, Kecamatan X Koto), Seksi KSDA Wilayah II Kabupaten Tanah Datar. Jalur Koto Baru merupakan lokasi yang akan dikembangkan sebagai lokasi ekowisata oleh BKSDA Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2009.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah kuisioner, panduan wawancara, peta kerja (peta lokasi Suaka Alam Merapi, peta tata batas dan sebagainya), pengelola, masyarakat (30 responden) dan pengunjung (100 responden). Alat yang digunakan adalah alat tulis menulis, kamera, binokuler, buku panduan lapang (fieldguide) dan alat perekam suara.

Gambar 1 Peta Suaka Alam Merapi dan Kecamatan X Koto (Sumber: BKSDA Sumatera Barat).

(33)

3.3 Metode

3.3.1 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, wawancara, kuisioner dan pengamatan lapang. Data yang dikumpulkan meliputi data kondisi umum (Tabel 1), data potensi ekowisata (Tabel 2), data pengunjung (Tabel 3) dan data pengelolaan Suaka Alam Merapi (Tabel 4).

Tabel 1 Kondisi umum Suaka Alam Merapi No Jenis Data Metode

Pengumpulan Data Informasi yang Dikumpulkan 1. Sejarah

kawasan

Studi pustaka a. Asal usul Suaka Alam Merapi b. Luas kawasan

c. Sejarah penetapan Suaka Alam Merapi 2. Kondisi

fisik

Studi pustaka a. Letak (administratif dan geografis) b. Luas

c. Batas wilayah

d. Topografi (kelerengan dan bentuk topografi) e. Geologi dan tanah (jenis tanah, batuan dan

tekstur tanah)

f. Iklim (tipe iklim, curah hujan, bulan basah dan bulan kering)

g. Hidrologi (sungai dan air) h. Sarana prasarana pendukung 3. Kondisi

biologi

Studi pustaka dan pengamatan lapang

a. Flora dan fauna, terutama:

- jenis langka/dilindungi dan unik - lokasi ditemuinya jenis-jenis tersebut b. Kekhasan dan keunikan ekosistem 4. Masyarakat Wawancara dan

studi pustaka

a. Penduduk (jumlah dan tingkat pendidikan) b. Ekonomi masyarakat (mata pencaharian) c. Budaya masyarakat (mitos yang berkembang di

kalangan masyarakat tentang Suaka Alam Merapi, kesenian, kerajinan, upacara adat dan agama)

Tabel 2 Potensi ekowisata di Suaka Alam Merapi No Jenis Data Metode

Pengumpulan Data Informasi yang Dikumpulkan 1. Daya tarik

fisik

Pengamatan lapang dan studi pustaka

a. Tanah

b. Bentang alam (seperti panorama dari puncak gunung, suasana alami pedesaan, panorama hamparan sawah, dll) dan obyek yang berhubungan dengan gejala alam (seperti gunung, mata air, sungai, gua alam) c. Atraksi alam dan hidupan liar 2. Daya tarik

biologis

Pengamatan lapang dan studi pustaka

c. Flora dan fauna:

- jenis langka/dilindungi/unik

- lokasi ditemuinya jenis-jenis tersebut d. Kekhasan dan keunikan ekosistem

(34)

Tabel 2 (Lanjutan)

No Jenis Data Metode

Pengumpulan Data Informasi yang Dikumpulkan 3. Daya tarik sosial ekonomi - budaya masyarakat Pengamatan lapang, studi pustaka dan wawancara pengelola/institusi terkait/masyarakat

a. Sistem sosial masyarakat

b. Kepercayaan dan mitos yang berlaku di kawasan/sekitar Suaka Alam Merapi c. Atraksi budaya (contoh: upacara tradisional) d. Kesenian masyarakat lokal (seni tari, seni

musik, produk-produk hasil kerajinan tangan) e. Aktivitas hidup masyarakat lokal

f. Pola tradisional rumah adat, tempat keramat, arsitektur bangunan dan lain-lain

g. Makanan tradisional

h. Kegiatan yang menunjang pendapatan masyarakat

4. Aksesibilitas Wawancara pengelola dan isntitusi terkait serta masyarakat

a. Aksesibilitas yang telah tersedia (keadaan jalan setapak dan jalan utama, jalur wisata yang telah digunakan)

b. Aksesibilitas yang direncanakan (keadaan jalan setapak dan jalan utama, jalur wisata yang direncanakan)

5. Peta-peta dasar dan peta-peta penunjang

Studi pustaka a. Peta lokasi Suaka Alam Merapi b. Peta topografi

c. Peta penutupan lahan d. Peta curah hujan e. Dll

Tabel 3 Pengunjung di Suaka Alam Merapi No Jenis Data Metode

Pengumpulan Data Informasi yang Dikumpulkan 1. Karakteristik pengunjung Kuisioner dan wawancara a. Nama b. Umur c. Jenis kelamin d. Daerah asal e. Pendidikan f. Pekerjaan 2. Tujuan dan pola

kunjungan

Kuisoner dan wawancara

a. Tujuan utama kunjungan ke Suaka Alam Merapi

b. Kegiatan wisata yang dilakukan di Suaka Alam Merapi

c. Obyek yang disukai

d. Lama kunjungan (1 hari, 2 hari, 3 hari, 7 hari)

e. Intensitas kunjungan (1 kali, 2 kali, 3 kali) 3. Pengetahuan tentang kelestarian kawasan Kuisioner dan wawancara

Pengetahuan mengenai flora fauna dilindungi

4. Penilaian pengunjung

Kuisioner dan wawancara

a. Daya tarik utama kawasan b. Pelayanan pengunjung 5. Harapan

pengunjung

Kuisioner dan wawancara

Harapan pengunjung terkait pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi

(35)

Tabel 4 Pengelolaan Suaka Alam Merapi No Sumber Data Metode

Pengambilan Data Jenis Data dan Informasi yang Dikumpulkan 1. BKSDA

Sumatera Barat

Wawancara pengelola dan studi pustaka

a. Struktur organisasi

b. Sistem pengelolaan kawasan (status pengelolaan, dana anggaran, sumber dana, jumlah dan status petugas dan kegiatan pokok) c. Kebijakan-kebijakan yang telah diberlakukan

pengelola terkait kegiatan wisata

d. Rencana kebijakan terkait pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi e. Hubungan kerjasama dengan pihak luar

(pemerintahan daerah, LSM dan swasta) f. Data penunjang lainnya

2. Pemda Kabupaten Tanah Datar

Wawancara dan studi pustaka

a. Hubungan kerjasama dengan pengelola dan institusi terkait dalam pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi b. Pengembangan pariwisata/ekowisata di

Kabupaten Tanah Datar

c. Tata guna lahan dan Rencana Tata Ruang Daerah, master plan/dokumen yang

mendukung pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi

d. Industri-industri di Kabupaten Tanah Datar 3. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tanah Datar Wawancara dan studi pustaka

a. Hubungan dan bentuk kerjasama dengan pengelola dan institusi terkait dalam pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi

b. Pengembangan pariwisata/ekowisata di Kabupaten Tanah Datar

4. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Datar

Studi pustaka Data statistik Kabupaten Tanah Datar, terutama yang berkaitan dengan kondisi sosial budaya ekonomi masyarakat, seperti:

a. Jumlah penduduk dan klasifikasi penduduk (berdasarkan umur, pekerjaan, jenis kelamin, pendidikan, dll)

b. Sarana prasarana

c. Kawasan Suaka Alam Merapi dan potensinya

1) Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan langkah awal untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian dan data umum potensi kawasan. Studi pustaka diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku laporan dari pihak pengelola (BKSDA Sumatera Barat) dan institusi terkait, skripsi, majalah, brosur dan dokumen terkait dengan judul penelitian.

2) Wawancara Terstruktur

Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara. Nasution (2007) menjelaskan dalam wawancara terstruktur semua pertanyaan telah dirumuskan sebelumnya dengan cermat dan biasanya secara tertulis. Pewawancara dapat menggunakan daftar pertanyaan sewaktu melakukan

(36)

wawancara. Responden yang diwawancarai adalah pengelola (BKSDA Sumatera Barat), Pemda Kabupaten Tanah Datar, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tanah Datar dan masyarakat sekitar Suaka Alam Merapi.

Masyarakat yang diwawancarai ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Nasution (2007) menjelaskan bahwa purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil orang-orang yang terpilih oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Data yang dikumpulkan dari masyarakat sekitar kawasan diperoleh dari tokoh-tokoh masyarakat yang memegang peranan penting di masyarakat dan mempunyai hubungan dengan Suaka Alam Merapi, contohnya adalah kepala desa, tokoh agama, niniak mamak (istilah untuk kelompok orang yang kedudukannya tinggi di masyarakat Sumatera Barat) dan sebagainya. Jumlah responden masyarakat yang diwawancarai adalah 30 orang (Lampiran 2).

Agung (2005) menjelaskan bahwa dalam penentuan jumlah sampel, secara statistik teorema limit sentral telah dapat diterapkan untuk ukuran sampel minimal 30. Roscue (1975) dalam Agung (2005) juga menyebutkan bahwa jika sampel harus dibagi lagi menjadi sub sampel, maka diperlukan ukuran sampel minimal 30 untuk setiap kategori. Ukuran sampel yang diperoleh tersebut hanya merupakan suatu pedoman, bukan syarat yang absolut (Sclesselman 1982 dalam Agung 2005).

3) Kuisioner

Kuisioner digunakan untuk pengunjung. Jenis data yang dikumpulkan adalah karakteristik pengunjung, tujuan dan pola kunjungan, pengetahuan pengunjung tentang kelestarian kawasan, penilaian pengunjung, harapan dan saran pengunjung tentang pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi (Lampiran 3). Pengambilan data dan informasi pengunjung dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemampuan biaya dan waktu peneliti (Kusmayadi 2004). Dalam pengambilan sampel responden menurut Nasution (2007), pengunjung dikelompokkan berdasarkan strata umur, yaitu: anak-anak (9-14 tahun), remaja (15-24 tahun), dewasa (25-50 tahun) dan dewasa tua (> 50 tahun). Jumlah pengunjung diambil berdasarkan jumlah yang dikehendaki atas kemampuan peneliti, yaitu 100 orang (Tabel 5). Penentuan sample pengunjung sebanyak 100 orang karena baik

(37)

pengelola (BKSDA Sumatera Barat) maupun pihak terkait (Dinas Pariwisata Kabupaten Tanah Datar dan Pemda) tidak memiliki data jumlah pengunjung di Suaka Alam Merapi.

Tabel 5 Kategori responden, strata umur, persentase sampel dan jumlah sampel pengunjung untuk penelitian

No Kategori Responden

Strata Umur Persentase Sampel (%)

Jumlah Sampel Pengunjung (orang)

1. Anak-anak 9-14 tahun 10 10

2. Remaja 15-24 tahun 45 45

3. Dewasa 25-50 tahun 35 35

4. Tua > 50 tahun 10 10

Jumlah Total 100 % 100 orang

4) Pengamatan Lapang

Pengamatan lapang dilakukan untuk pencocokan (verifikasi). Pengamatan lapang terutama dilakukan untuk menganalisis obyek-obyek wisata yang terdapat di Suaka Alam Merapi dengan menggunakan metode skoring.

3.3.2 Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode skoring. Potensi ekowisata di dalam kawasan Suaka Alam Merapi (Jalur Koto Baru) dianalisis dengan menggunakan tabel kriteria penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata (ODTW) oleh Ditjen PHKA (2003) yang telah dimodifikasi (Lampiran 1). Kriteria yang dianalisis dalam penelitian ODTW di kawasan konservasi adalah sebanyak 15 unsur (Ditjen PHA 2003), sedangkan dalam penelitian pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi (Jalur Koto Baru) hanya menganalisis dua unsur utama, yaitu daya tarik dan kadar hubungan (aksesibilitas).

1) Daya tarik

Unsur daya tarik dibedakan menjadi 6 sub unsur, yaitu keunikan sumberdaya alam, sumberdaya alam yang menonjol, kepekaan sumberdaya alam, variasi kegiatan wisata alam, kebersihan lokasi dan keamanan kawasan. Daya tarik diberi bobot 6 dan merupakan bobot tertinggi karena daya tarik adalah modal utama untuk menarik pengunjung.

Penilaian daya tarik dilakukan dengan cara menjumlahkan total nilai dari 6 sub unsur daya tarik, selanjutnya dikalikan bobot daya tarik. Nilai akhir tersebut dinamakan bobot total yang menunjukkan klasifikasi penilaian daya tarik pada

(38)

satu obyek. Klasifikasi akhir penilaian daya tarik dikategorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi pada selang angka tertentu (Tabel 6).

2) Kadar hubungan (aksesibilitas)

Kadar hubungan (aksesibilitas) terdiri dari 3 unsur, yaitu kondisi dan jarak jalan darat dari ibukota provinsi ke kawasan, pintu gerbang udara nasional/internasional dan waktu tempuh dari pusat kota menuju kawasan. Bobot yang diberikan adalah 5 karena sangat penting dalam mendorong potensi pasar.

Penilaian aksesibilitas dilakukan dengan cara menjumlahkan total nilai dari 3 sub unsur aksesibilitas, selanjutnya dikalikan bobot aksesibilitas. Nilai akhir tersebut dinamakan bobot total yang menunjukkan klasifikasi penilaian aksesibilitas pada satu obyek. Sama halnya dengan unsur daya tarik, klasifikasi akhir penilaian aksesibilitas juga dikategorikan menjadi tinggi, sedang dan rendah pada selang angka tertentu (Tabel 6).

Tabel 6 Klasifikasi penilaian No Unsur

Penelitian

Klasifikasi Penilaian Rendah Sedang Tinggi 1. Daya tarik 90 – 420 420 – 750 750 – 1080 2. Aksesibilitas 75 – 300 300 – 525 525 – 750 Keterangan :

S maks : nilai skor tertinggi S min : nilai skor terendah

K : banyaknya klasifikasi penilaian

Selang : nilai selang dalam penetapan klasifikasi penilaian

Hasil akhir proses skoring diperoleh dengan menjumlahkan bobot total daya tarik dengan bobot total aksesibilitas. Hasil penjumlahan tersebut merupakan rekapitulasi penilaian obyek daya tarik Suaka Alam Merapi. Hasil tersebut menunjukkan obyek-obyek yang memiliki skoring tertinggi hingga terendah. Hasil tersebut selanjutnya akan diuraikan secara deskriptif mengenai bentuk-bentuk pengembangan ekowisata yang sesuai pada masing-masing obyek.

3) Analisis pengunjung

Hasil kuisioner pengunjung akan diolah dalam bentuk tabulasi (Tabel 7). Metode tabulasi mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan hubungan antar variabel yang akan diteliti (Wardiyanta 2006).

Selang = S Maks – S Min K

(39)

Tabel 7 Contoh tabulasi pengunjung berdasarkan jenis kelamin No Jenis Kelamin Jumlah Persentase Sampel (%)

1. Laki-laki 2. Perempuan Jumlah Total

Wardiyanta (2006) menjelaskan bahwa setelah menyusun tabel dan matriks, langkah selanjutnya adalah menginterpretasikan atau mendeskripsikan tabel. Pendeskripsian tersebut dapat memberikan informasi mengenai karakteristik dan kondisi pengunjung di Suaka Alam Merapi (Jalur Koto Baru), sehingga dapat menunjang informasi mengenai pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi (Jalur Koto Baru) yang disesuaikan dengan potensi pengunjung.

4) Analisis pengelolaan

Analisis pengelolaan dilakukan secara deskriptif meliputi upaya bersama oleh berbagai pihak (BKSDA Sumatera Barat dan institusi terkait) dalam mengembangkan ekowisata di Suaka Alam Merapi. Informasi yang diperoleh meliputi bentuk-bentuk dukungan dan hambatan dalam pengembangan kegiatan ekowisata di Suaka Alam Merapi.

(40)

Gambar 2 Sistematika penelitian pengembangan ekowisata di Suaka Alam Merapi. PENGUMPULAN DATA:  Studi pustaka  Wawancara dan kuisioner  Pengamatan lapang PENGEMBANGAN EKOWISATA DI SUAKA ALAM MERAPI

ANALISIS DATA :

Metode Skoring hasil modifikasi Ditjen PHKA (2003) dan Analisis Deskriptif

Potensi Ekowisata di SA. Merapi:

- Daya tarik fisik - Daya tarik biologis - Daya tarik sosial

ekonomi-budaya masyarakat - Aksesibilitas - Peta dasar/penunjang Pengelolaan SA. Merapi: - BKSDA Sumatera Barat

- Pemda Kab. Tanah Datar

- Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Tanah Datar - Data statistik

Kabupaten Tanah Datar

Potensi pengunjung SA. Merapi: - Karakteristik pengunjung - Tujuan dan pola kunjungan - Pengetahuan pengunjung tentang

kelestarian kawasan - Penilaian pengunjung

- Harapan dan saran pengunjung JENIS DATA (1) Analisis unsur daya tarik (2) Analisis unsur aksesibilitas (3) Analisis pengelola (BKSDA Sumatera Barat) (5) Analisis masyarakat sekitar Suaka Alam Merapi (Jalur Koto Baru) (6) Analisis pengunjung Suaka Alam Merapi (Jalur Koto Baru) - Sejarah kawasan - Kondisi fisik - Kondisi biologi - Masyarakat

(41)

BAB IV

KONDISI UMUM KAWASAN

4.1 Suaka Alam Merapi, Kabupaten Tanah Datar 4.1.1 Sejarah Kawasan

Kawasan Merapi ditetapkan sebagai kawasan suaka alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 442/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Sumatera Barat. Merapi dahulunya adalah kawasan lindung (bousweisseen) didasari Government Besluit (GB) 7 Januari 1927 Nomor 23. Suaka Alam Merapi berada di bawah pengelolaan Seksi KSDA Wilayah II Kabupaten Tanah Datar.

Suaka Alam Merapi memiliki Gunung Merapi, salah satu gunung berapi aktif di Sumatera Barat dengan ketinggian 2891,3 meter dari permukaan laut (m dpl). Terhitung sejak akhir abad 18 hingga tahun 2008 tercatat kira-kira sudah 454 kali meletus, 50 diantaranya dalam skala besar, sedangkan sisanya dalam skala kecil dengan mengeluarkan abu belerang.

Gambar 3 Gunung Merapi, simbol sejarah masyarakat Minangkabau (Sumber: Beyete).

4.1.2 Letak dan Luas

Suaka Alam Merapi berada di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam. Luas Suaka Alam Merapi secara keseluruhan adalah 9.670 hektar (ha) (Tabel 8). Khusus Suaka Alam Merapi yang berada di Kabupaten Tanah Datar adalah seluas 6.574 ha. Suaka Alam Merapi terletak pada

(42)

0˚21’30” LS - 0˚27’35” LS dan 100˚25’ BT - 100˚38’ BT. Secara administratif Suaka Alam Merapi termasuk ke dalam wilayah kerja Seksi Wilayah Konservasi Sumber Daya Alam II Kabupaten Tanah Datar.

Tabel 8 Letak dan luas Suaka Alam Merapi menurut pembagian wilayah administrasi pemerintahan

No Wilayah Luas Kawasan (ha) Wilayah Kecamatan 1 Kabupaten Tanah Datar 6.574 Kec. Sepuluh Koto

Kec. Batipuh Kec. Pariangan Kec. Sungai Tarab Kec. Salimpaung

2 Kabupaten Agam 3.096 Kec. Banuhampu Sei Puar Kec. Empat Angkat Candung Kec. Baso

Sumber: BKSDA Sumatera Barat (2007)

Adapun batas-batas kawasan Suaka Alam Merapi adalah:

a. Bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Salimpaung dan Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar.

b. Bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Banuhampu Sungai Puar, Kabupaten Agam dan Kecamatan Sepuluh Koto, Kabupaten Tanah Datar. c. Bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Empat Angkat Candung dan

Kecamatan Baso Banuhampu, Kabupaten Agam.

d. Bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Batipuh dan Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar.

4.1.2 Topografi

Kawasan Suaka Alam Merapi sebagian besarnya (88,15%) merupakan daerah dataran tinggi bergelombang dan berbukit terjal sangat curam, kemiringannya lebih dari 40o. Topografi kawasan ini bervariasi, mulai dari lereng curam dan sangat curam dengan konfigurasi sebagian besarnya bergelombang dan berbukit. Merapi juga memiliki lembah, air terjun dan kawah dengan kepundan yang masih aktif .

Suaka Alam Merapi memiliki sejumlah bukit, seperti Bukit Sibakal Ginting, Bukit Panjanguhan, Bukit Sungkiang, Bukit Barung-barung Timabaku dan Bukit Sirasah. Kawasan di sekitar Suaka Alam Merapi subur sebagai akibat dari letusan yang sering terjadi semenjak tahun 1980-an dan telah lama dimanfaatkan oleh penduduk sebagai lahan pertanian.

Gambar

Gambar  1  Peta  Suaka  Alam  Merapi  dan  Kecamatan  X  Koto  (Sumber: BKSDA Sumatera Barat)
Tabel 4  Pengelolaan Suaka Alam Merapi
Tabel  5    Kategori    responden,      strata    umur,      persentase    sampel    dan    jumlah  sampel pengunjung untuk penelitian
Tabel 7  Contoh tabulasi pengunjung berdasarkan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Apabila si makmum berada di satu masjid dengan imamnya,selama ia bisa mengikuti gerakan imam dengan perantara radio tersebut, maka shalatnya sah, meski shafnya

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi dan perilaku pekerja konstruksi terhadap Implementasi Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan

(4) Berdasarkan hasil analisis persentase bahwa dari ke empat sumber Pendapatan Asli Daerah, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Salah yang mempunyai kontribusi yang cukup besar

Nilai BOD5 air Sungai Lembu di Desa Logas Kecamatan Singingi masih di bawah ambang Baku Mutu Lingkungan Perairan, Pengukuran BOD5 sangat penting dalam pengelolaan kualitas air,

Dalam suatu perjanjian kedit, kreditor menginginkan ada jaminan kepastian pengembalian utang oleh debitor, dimana untuk memperoleh kepastian hukum tersebut tidak

Gunakan valve 45 untuk mengatur pengeluaran air yang melalui pipa aliran keluar (46). 2) Menyalakan pompa dan buka valve 45 perlahan-lahan.. 4) Mencatat perbedaan ketinggian yang