• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Pengarusutamaan Gender telah menjadi garis kebijakan peme-rintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Instruksi tersebut menggariskan: “seluruh departemen maupun lem-baga pemerintah nondepartemen di pemerintah nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota harus melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pada kebijakan dan program pembangunan”. Sejak itu berbagai kebi-jakan publik di berbagai sektor, di pusat dan daerah, telah secara eksplisit memasukkan nilai keadilan dan kesetaraan gender.

Jika dikaitkan dengan tahap-tahap strategi perjuangan perem-puan, Indonesia sudah melewati era WID (women in development) dan era GAD (gender and development). Kini Indonesia telah berada di era GM (Gender Mainstreaming). Persoalan perempuan tidak lagi dianggap memadai jika hanya dilihat sebagai masalah partisipasi perempuan dalam pembangunan, karena tingginya partisipasi tidak serta merta mencerminkan peningkatan keber-dayaan perempuan atau tercapainya keadilan dan kesetaraan gender. Upaya memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender pun juga tidak lagi dianggap memadai jika tidak menyentuh akar permasalahan, yaitu hambatan kultural dan struktural yang terdapat di masyarakat. Tembok penghalang tersebut harus ditembus dengan memperteguh komitmen negara terhadap keadilan dan kesetaraan gender dan menjadikannya sebagai agenda utama pembangunan. Karena itu, di era GM ini, faktor kebijakan harus menjadi fokus.

(2)

vi

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender.

Genderisasi kebijakan publik telah terjadi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini. Indonesia telah meratifikasi kesepatan global pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Diantara delapan tujuan yang dicanangkan, salah satunya adalah mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Sebagai konsekuensinya, kebijakan-kebijakan publik yang terkait dengan pencapaian MDGs, seperti kebijakan penanggulangan kemiskinan, kebijakan pendidikan, kebijakan kesehatan (kesehatan ibu dan anak serta penanggulangan penyakit-penyakit menular), kebijakan keles-tarian lingkungan hidup, dan kemitraan global untuk pembangunan, harus sejalan atau memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender. Negara telah mengimplementasikan kesepakatan MDGs ter-sebut. Salah satunya dapat dilihat dari dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang digulirkan pada 2005 oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Dalam dokumen tersebut secara eksplisit dinyatakan bahwa negara berkewajiban untuk mengakui, melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar warga-negara di sembilan sektor kesejahteraan, salah satunya dalam pendidikan, yaitu tersedianya pelayanan pendidikan dasar yang bermutu, terjangkau dan tanpa diskriminasi gender.

Kajian dari Ismi Dwi Astuti Nurhaeni juga menunjukkan hal yang sama. Nurhaeni mengkaji kasus pengarusutamaan gender pada kebijakan pendidikan di Jawa Tengah. Menurut hasil pene-litian tersebut keadilan dan kesetaraan gender telah berhasil menjadi arusutama dalam dokumen “position paper” PUG

(3)

pendidikan di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, namun di tingkat kabupaten, tingkat penerapannya masih bervariasi. Di tingkat pro-vinsi, terdapat bukti perbaikan kualitas kebijakan sesudah dilak-sanakannya PUG pendidikan, khususnya dalam bentuk penajaman program, perubahan orientasi pemberdayaan perempuan dari affirmative action dan gender mainstreaming, serta adanya jaminan keberlanjutan program dengan tersusunnya rancangan PUG 2009-2013 dan grand design pemberdayaan perempuan.

Sudah tentu hal tersebut merupakan berita gembira bagi kaum perempuan, khususnya bagi para pejuang gender. Sejauh menyang-kut dokumen kebijakan, negara telah memperhatikan gender. Ini benar untuk hampir semua kebijakan publik di berbagai sektor pembangunan, seperti pendidikan, kesehatan, lingkungan, kete-nagakerjaan, dan penanggulangan kemiskinan. Namun jika kebi-jakan adalah aksi negara yang secara konkrit dilakukan dan memberi dampak pada kehidupan masyarakat, fenomena bias gender masih mudah ditemui. Hal ini diakui oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Dalam sambutannnya di Rapat Koor-dinasi Nasional Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2008 di Bekasi 9 Agustus 2008, Meutia menyatakan bahwa banyak peraturan dan perundang-undangan yang tidak bisa diimplemen-tasikan di lapangan secara konsekuen untuk menjamin dan melin-dungi hak perempuan dan anak. Akibat semua itu, perempuan pun belum sepenuhnya menjadi subyek pembangunan. Katanya: “Kesetaraan gender masih jauh dari yang diharapkan. Masih terus berlangsung kesenjangan gender. Hal ini karena masih selaras dengan budaya dan tatanan sosial, sehingga masih mengutamakan posisi dan kedudukan laki-laki. Ini merefleksikan masih kuatnya

(4)

viii

nilai budaya patriarki di masyarakat yang salah satunya bersumber dari penafsiran ajaran agama yang kurang komprehensif, bias gender, serta deskriminatif terhadap perempuan”.1

Problem ketimpangan gender belum juga sepenuhnya teratasi di sektor pendidikan. MDGs mencanangkan target yang cukup jelas dalam bidang pendidikan: “memastikan pada 2015 semua anak-anak dimana pun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesai-kan pendidimenyelesai-kan dasar”. Terhadap pencapaian target tersebut ada bukti kemajuan yang cukup berarti, namun masalah ketimpangan gender masih tetap terjadi. Beberapa kemajuan yang dapat dilihat antara lain:

1. Angka partisipasi murni (APM) pada jenjang SD/MI telah mengalami peningkatan dari 88,7 persen pada tahun 1992 menjadi sekitar 93 persen pada tahun 2004.

2. Angka partisipasi murni (APM) pada jenjang SMP/MTs mengalami kenaikan dari 41,9 persen pada tahun 1992 menjadi 65,24 persen pada tahun 2004. Sedangkan APK mengalami kenaikan dari 65,7 persen pada tahun 1995 menjadi 81,1 persen pada tahun 2003. Meskipun demikian, angka partisipasi ini belum cukup tinggi untuk mencapai APK 90 persen sebagai target penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun pada tahun 2008.

3. Tingkat keberaksaraan penduduk usia 15-24 tahun meningkat dari 96,2 persen pada tahun 1990 menjadi 98,7 pesen pada tahun 2004.2

1

Kedaulatan Rakyat, 10 Agustus 2008, hal.9.

2

INFID, GAPRI dan OXFAM, Laporan Masyarakat Sipil tentang Pencapaian MDGs

(5)

Data di atas menunjukkan bahwa secara umum pemerintah Indonesia sudah mencapai sebagian besar dari tujuan kedua MDG sebagaimana telah ditargetkan, yaitu: menjamin bahwa sampai dengan tahun 2015, semua anak, dimanapun, laki-laki dan perem-puan, dapat menyelesaikan sekolah dasar. Namun demikian, pen-capaian target di atas juga diwarnai oleh buruknya status pendidikan dasar yang ditandai oleh rendahnya kualitas pendidikan dan sarana sekolah, meningkatnya angka putus sekolah dan masih kuatnya masalah kesenjangan akses bagi anak perempuan. Situasi keadilan dan kesetaraan gender juga belum sepenuhnya terwujud. Kemajuan baru terjadi pada tingkat sekolah dasar. APK perempuan untuk tingkat SD sudah hampir sama dengan laki-laki. Tetapi di tingkat pendidikan yang lebih tinggi, ketimpangan gender masih terjadi. Angka partisipasi kasar (APK) perempuan untuk tingkat sekolah lanjutan pertama (SLTP) dan sekolah lanjutan atas (SLTA) serta perguruan tinggi lebih rendah dibandingkan laki-laki. Dalam pemberantasan buta huruf kemajuan terjadi di perkotaan, tapi tidak demikian halnya di perdesaan. Angka buta huruf perempuan usia 15-24 di perkotaan sudah sama dengan laki-laki, tetapi angka buta huruf perempuan di perdesaan lebih tinggi dari laki-laki. Berbagai hasil AKP mengungkapkan adanya persoalan akses masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya ke SLTP karena besarnya biaya transportasi dan biaya-biaya penunjang pendidikan lainnya, seperti untuk seragam dan buku-buku pelajaran. Letak SLTP dan SLTA yang jauh dari desa menyebabkan makin kecilnya akses anak perempuan untuk melanjutkan sekolah. 3

3

Jalal, Fasli. "Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Indonesia." Presentasi disampaikan pada Pertemuan dengan UNSFIR-BPS-Kompas. Jakarta, 9

(6)

x

Lebih jauh lagi, pencapaian kesetaraan perempuan dalam pendidikan bukan hanya menyangkut pemenuhan pendidikan dasar tetapi secara isi juga perlu memasukkan materi penyadaran akan keadilan gender dalam setiap kurikulum pendidikan. Dengan demikian, kesetaraan gender bukan hanya terlihat pada peningkatan angka angka partisipasi di setiap jenjang pendidikan tetapi juga perubahan kesadaran akan kesetaraan gender itu juga terlaksana. Dalam hal tersebut terakhir, belum banyak perubahan yang terjadi.4

Tampaknya perjuangan menuju keadilan dan kesetaraan gender masih panjang. Dengan dijadikannya gender sebagai arus-utama pembangunan tidak serta merta mengubah situasi menjadi sepenuhnya adil dan setara bagi perempuan. Perjuangan ini akan hanya berjalan di tempat jika para pemangku kebijakan masih ber-sikap hipokrit, secara formal mereka mengadopsi gagasan keadilan dan kesetaraan gender, tetapi dalam keseharian membiarkan praktek ketidakadilan dan diskriminasi gender berlangsung di masyarakat. Kita bahkan dapat mundur ke belakang jika sentimen anti-gender menyeruak di tengah arus demokrasi dan otonomi daerah yang seperti tengah kehilangan arah ini.

Yogyakarta, Januari 2009

Prof. Dr. Muhadjir M. Darwin

September 2004. Lihat juga, “Gender dan Kemiskinan”, Smeru, No.14, April-Juni 2005.

4

Referensi

Dokumen terkait

Kembali ke Sekretariat Direktur, beserta tesis yang sudah disetujui (sudah tidak ada revisi tesis dari Reviewer) untuk dimintakan pengesahan Direktur.. Mendaftar Ujian di

Hasil evaluasi dapat dilihat pada website LPSE Kabupaten Kendal: http//lpse.kendalkab.go.id/.. Demikian pengumuman dari kami harap

Rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana Pengadaan bangunan pengaman pengamanan sungai sumlili JB: Modal JP: Pekerjaan Konstruksi. 1

Menyerahkan 4 eksemplar tesis jadi (soft cover warna merah) berikut tanda tangan pembimbing dan direktur2. Menyerahkan berkas pendaftaran,

Catatan : Agar membawa dokumen penawaran asli sesuai yang di-upload lewat aplikasi SPSE.. Demikian undangan dari kami dan atas perhatiannya disampaikan

DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN Pengembangan pasar dan distribusi barang/produk Belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan pasar Oesao JB: Modal JP: Jasa Konsultansi. 1

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH NAIBONAT Pembangunan Rumah Dinas Belanja Jasa Konsultansi Perencanaan Pembangunan Mess Dokter Ahli.. JB: Barang/jasa JP:

Peserta seleksi yang memasukkan penawaran dapat menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE atas penetapan pemenang kepada Pokja 2 ULP Kabupaten Kendal dimulai