• Tidak ada hasil yang ditemukan

Assessing Pain in Dementia Patients Dr. dr. AAA Ayu Putri Laksmidewi, Sp.S(K) Bagian/SMF Neurologi FK Udayana/RSUP Sanglah Denpasar Abstract Increasin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Assessing Pain in Dementia Patients Dr. dr. AAA Ayu Putri Laksmidewi, Sp.S(K) Bagian/SMF Neurologi FK Udayana/RSUP Sanglah Denpasar Abstract Increasin"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

(9)

112 | B A N U 7

Assessing Pain in Dementia Patients

Dr. dr. AAA Ayu Putri Laksmidewi, Sp.S(K) Bagian/SMF Neurologi FK Udayana/RSUP Sanglah Denpasar Abstract

Increasing age cannot be stopped, thus it is certainly expected to be a meaningful and still quality old age. Dementia is a neurodegenerative disorder that occurs slowly, mainly in the form of cognitive function disorders, behavioral disorders that can interfere with daily activities. Cognitive disorders that occur mainly in the form of memory disorders accompanied by language disorders, impaired understanding, recognition and planning. Dementia patients with pain problems are often unable to clearly express the pain complaints they experience. The real impact of pain is on the emotional, social and physical functions of the sufferer. The assessment of pain in dementia is indeed quite difficult, because people with dementia have problems with memory, emotions and language. Pain is a subjective experience, and objective examinations used to measure pain in people with dementia are still under study.

There are three pain examination tools for people with dementia who are selected based on popularity, validity of the study, including: PACSLAC (Pain Assessment Checklist for Seniors with Severe Dementia), PAINAD (Pain Assessment in Advanced Dementia) and CNPI (Checklist of Non-verbal Pain Indicators).

In line with technological developments which include computer and smartphone applications (Android and iOS), a multimodal pain scale has also been developed designed to help clinicians and health workers to assess and examine pain in patients suffering from moderate dementia to severe dementia. One interesting tool is EPAT, this tool can be relied on to assess pain in patients with moderate to severe dementia who are unable to report their pain complaints. The strong correlation between ePAT and APS in this study is very challenging. Statistical analysis of the effects of assessment time (such as whether the assessment was performed at rest or during movement) shows that there is no difference between the two pain assessment tools. This means that if the assessment is carried out at rest or movement does not affect the EPAT and APS scores.

(10)

113 | B A N U 7

Abstrak

Bertambah usia tidak dapat dihentikan, dengan demikian tentunya diharapkan dapat menjadi usia lanjut yang penuh makna dan tetap berkualitas. Demensia merupakan gangguan neurodegeneratif yang terjadi secara perlahan- lahan terutama berupa gangguan fungsi kognitif, gangguan perilaku yang dapat menganggu aktifitas sehari-hari. Gangguan kognitif yang terjadi terutama berupa gangguan memori disertai gangguan berbahasa, gangguan pemahaman, pengenalan dan perencanaan. Penderita demensia dalam permasalahan nyeri seringkali tidak mampu secara jelas mengekspresikan keluhan nyeri yang dialaminya. Dampak nyata nyeri adalah pada aspek emosional, sosial dan fungsi fisik penderita. Penilaian nyeri pada demensia memang cukup sulit, dikarenakan penderita demensia memiliki masalah pada memori, emosi dan bahasa. Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif, dan pemeriksaan objektif yang digunakan untuk mengukur nyeri pada penderita demensia masih dalam penelitian.

Ada tiga alat pemeriksaan observasi nyeri pada penderita demensia yang dipilih berdasarkan popularitas, validitas penelitian, antara lain:

PACSLAC (

Pain Assessment Checklist for Seniors with Severe Dementia

), PAINAD (P

ain Assesment in Advanced Dementia

) dan CNPI (

Checklist of Non-verbal Pain

Indicators

).

Sejalan dengan perkembangan teknologi yang meliputi computer dan aplikasi smartphone (Android dan iOS), berkembang juga suatu skala nyeri multimodal yang dirancang untuk membantu klinisi dan pekerja kesehatan untuk menilai dan memeriksa nyeri pada pasien yang menderita demensia sedang sampai demensia berat. Salah satu alat yang menarik adalah ePAT, alat ini dapat diandalkan untuk menilai nyeri pada pasien dengan demensia sedang sampai berat yang tidak mampu melaporkan keluhan nyeri mereka. Korelasi yang kuat antara ePAT dan APS dalam studi ini sangat menantang. Analisa statistik terhadap efek waktu penilaian (seperti apakah penilaian dilakukan saat istirahat atau saat pergerakan) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua alat penilaian nyeri tersebut. Ini artinya bahwa apabila penilaian tersebut dilakukan saat istirahat atau pergerakan tidak berpengaruh terhadap skor ePAT dan APS.

Kata kunci: Demensia – Nyeri – Penilaian nyeri Pendahuluan

Usia merupakan faktor resiko tertinggi untuk demensia dan nyeri. Populasi usia tua semakin meningkat, jumlah penderita demensia disertai nyeri juga akan meningkat. Demensia dan nyeri merupakan fenomena yang kompleks,

(11)

114 | B A N U 7

beberapa variasi mekanisme nyeri dapat ditemukan seperti nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik juga nyeri sentral.

Nyeri merupakan masalah yang paling banyak dikeluhkan oleh penderita demensia disamping keluhan gangguan daya ingat. Sekitar 84% populasi lanjut usia diperkirakan menderita nyeri kronik dan sedikitnya 55% penderita demensia usia tua juga menderita nyeri.1 Nyeri berdampak pada aspek

emosional, sosial dan fungsi fisik penderita. Nyeri pada usia tua seringkali tidak terdiagnosa, terutama yang terjadi pada penderita demensia. Dianggap bahwa keluhan nyeri adalah wajar saja terjadi pada usia tua, juga kurangnya perhatian pada lanjut usia menyebabkan laporan-laporan penelitian nyeri pada usia tua sangat sedikit.2

Menilai nyeri pada demensia memang cukup sulit, karena penderita demensia cenderung memiliki masalah dalam memori, emosi, bahasa dan berbicara serta menurunnya kemampuan untuk mengenali adanya nyeri.3 Nyeri

merupakan pengalaman yang subjektif, dan pemeriksaan objektif yang digunakan untuk mengukur nyeri pada penderita demensia masih dalam penelitian. I

Demensia dan Penilaian Nyeri pada Demensia Demensia

Demensia adalah gangguan neurodegenerative kronik yang disertai beberapa gangguan fungsi intelekual dan perilaku berupa penurunan fungsi memori secara progresif yang mengakibatkan gangguan pada aktifitas kehidupan sehari-hari. Demensia bukanlah suatu penyakit tunggal namun merupakan kumpulan gejala. Umumnya terdapat gangguan perilaku, gangguan kepribadian, ketidakmampuan untuk mengingat, gangguan emosi dan kegagalan kemampuan memahami orang lain.4 Demensia menurut DSM-IV adalah penurunan fungsi

memori jangka pendek dan jangka panjang diikuti dengan gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi seperti gangguan bahasa, pengenalan obyek,

apraksia

, dan gangguan berpikir abstrak atau perubahan perilaku.5 Gangguan fungsi

kognitif ini direvisi menurut DSM-5 berdasarkan berat ringannya gangguan yang terjadi dan mengelompokkannya menjadi dua kelompok besar yaitu gangguan neurokognitif ringan dan berat. 4 Berkaitan dengan akibat dari defisit fungsi luhur

yang terjadi, ICD-10 mendefinisikan demensia sebagai kemunduran fungsi luhur (mental) dengan penekanan pada proses sedemikian rupa sehingga hal tersebut mengganggu pekerjaannya, aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain.

(12)

115 | B A N U 7

Penilaian Nyeri

Melakukan suatu penilaian nyeri pada penderita demensia merupakan suatu permasalahan yang cukup sulit hal ini tentunya menjadi suatu tantangan bagi tenaga medis untuk melakukan suatu penelitian. Penilaian atau assesmen nyeri pada penderita demensia yang diketahui sudah bermasalah dengan daya ingat dan kemandirian adalah cukup sulit, hal ini membuat banyak berkembang teknik pemeriksaan nyeri pada kasus seperti ini. Pada awalnya diketahui ada penilaian nyeri menurut

Dutch Veiligheids management Systeem

(VMS). Keterbatasan kemampuan untuk pengukuran nyeri yang jelas dan sistematik merupakan alasan penting dari tidak memadainya penatalaksanaan nyeri pada penderita demensia.2

Prevalensi nyeri pada penderita demensia cukup tinggi. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sekitar 50% penderita demensia pernah mengalami nyeri. Nyeri pada demensia berkaitan dengan gejala penurunan fungsi kognitif serta kemampuan

activities of daily living

(ADL). Adanya nyeri ini dapat menurunkan kualitas hidup penderita demensia. Karena itu, pengenalan dini dan penatalaksanaan nyeri yang adekuat pada penderita demensia menjadi prioritas.3

Beberapa penilaian nyeri sudah diteliti di beberapa Negara, seperti penilaian:

Abbey Pain Scale

(APS), ADD (

Assessment of Discomfort in Dementia

), CNPI,

Certified Nursing Assistant Pain Assessment Tool

(CPAT), DOLOPLUS-2, MOBID (

Mobilization-Observation-Behavior-Intensity-Dementia Pain Scale

) dan MOBID- 2, MPS (

Mahoney Pain Scale),

NOPPAIN (

Non-Communicative Patient’s Pain

Assessment Instrument

), PACSLAC (

Pain Assessment Checklist for Seniors with

Limited Ability to Communicate

), PADE (

Pain Assessment for the Dementing

Elderly

), PAINAD(

Pain Assessment in Advanced Dementia

), PAINE(

Pain

Assessment in Noncommunicative Elderly persons

), semua penilaian nyeri ini ada nilai lebih dan kurangnya.6

APS (

Abbey Pain Scale

): pemeriksaan vokalisasi, ekspresi wajah, perubahan

body

language

, perubahan perilaku, perubahan psikologi dan perubahan fisik. Beratnya nyeri dapat dinilai dengan menggunakan 6 item.

CNPI (

Checklist of Nonverbal Pain Indicator

): Vocalization, ekspresi wajah, stimulus, friksi, agitasi dan keterbatasan verbal.

Karakteristik Demensia dan Nyeri

Penderita demensia biasanya mengalami gangguan kognitif berupa gangguan memori, gangguan berbahasa, gangguan pemahaman, pengenalan dan perencanaan. Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan demensia hanya sedikit mengeluh nyeri bahkan dilaporkan bahwa apabila mengeluh nyeri maka

(13)

116 | B A N U 7

durasi nyeri yang terjadi dilaporkan mempunyai durasi pendek.7 Ekspresi

gangguan nyeri pada penderita demensia tidak terlalu jelas, namun tetap ada usaha untuk mengenali adanya nyeri namun penderita demensia ini tidak mampu secara verbal menyatakan nyeri yang dirasakan.8

Penderita demensia ini tidak mampu untuk menentukan apakah nyeri yang dialaminya berubah seiring dengan waktu atau tidak karena penderita demensia ini tidak mampu menggambarkan ciri khas dari nyeri yang dialaminya dan tidak mampu membandingkan pengalaman nyeri saat ini dengan nyeri yang sebelumnya.9 Penderita demensia tidak memiliki kemampuan yang memadai

untuk mengenali dan mengemukakan pengalaman nyeri yang dirasakan. Penderita demensia seringkali melaporkan durasi nyeri yang lebih pendek dibandingkan dengan penderita lain yang mempunyai fungsi kognitif baik.8

Penderita demensia seringkali memperlihatkan nyeri melalui perilaku seperti ekspresi wajah, keagresifan, agitasi verbal dan kecemasan. Ekspresi wajah lebih kuat ditunjukkan oleh penderita demensia jika dibandingkan dengan penderita tanpa demensia, dan adanya ekspresi wajah tersebut dapat menjadi indikator kunci adanya rasa nyeri pada penderita demensia. 10

American Geriatric Society

(AGS) pada tahun 2002 memberi rekomendasi indikator nyeri berupa komunikasi nonverbal dengan observasi perilaku dengan

pain assessment tools.

Ekspresi wajah merupakan petunjuk adanya nyeri yang berkaitan dengan perilaku.

The Facial Action Coding System

(FACS) memperkenalkan suatu cara yang lebih objektif dalam menggambarkan ekspresi nyeri pada wajah ini. FACS merupakan katalog anatomi dan taksonomi dari ekspresi wajah, yang mengandung 52 kode unit aksi (Action Unit/ AU) dan untuk lebih obyektif dan menggunakan kriteria yang komprehensif, menggunakan FACS ini dapat memperbaiki reliabilitas, seperti diketahui bahwa katalog anatomi dengan eyelid tightening (AU7) dan lips parting (AU25) FACS merupakan standar baku emas dalam mengevaluasi ekspresi wajah terkait nyeri. 10, 11, 12 Dilakukan

penelitian menggunakan teknik baru yang mengintegrasikan penglihatan dengan komputer (menggunakan

artificial intelligence

/ AI) dan

facial recognition

. Teknologi sebagai alat pemeriksaan klinis ini sangat memungkinkan dilakukan dengan perangkat canggih yang sangat menginspirasi seperti ePAT.13

Perkembangan teknologi termasuk komputer dan smartphone (android dan iOS), memberikan peluang pada teknologi untuk assessmen nyeri. Saat ini dikembangkan suatu alat pemeriksaan nyeri yang berbasis pada kecanggihan teknologi, yang disebut dengan elektronik

Pain Assessment Tool

(ePAT), integrasi teknologi dengan psikometrik pada pasien dengan gangguan kognitif yang lebih bermanfaat dibandingkan dengan

Abbey Pain Scale

(APS).14

(14)

117 | B A N U 7

Teknik Pemeriksaan Nyeri pada Penderita Demensia

Penelitian sebelumnya melalui

self report rating

pada penderita demensia dianggap tidak bermakna karena pada penelitian didapatkan bahwa sekitar 45% dari total sampel yang terdiri dari 35 orang tidak ada melaporkan hasil pemeriksaan nyeri yang bisa di skor. Diperlukan suatu alat pemeriksaan nyeri yang menggunakan teknologi yang dapat diaplikasikan pada demensia.8

Lints-Martindale (2012) pada penelitiannya menyatakan bahwa ekspresi wajah, vokalisasi/ verbalisasi dan gerakan tubuh dapat menjadi tanda yang paling signifikan untuk mengidentifikasi nyeri pada penderita demensia.15 Penelitian

Lautenbacher tahun 2013, melaporkan bahwa penderita demensia menunjukkan secara jelas adanya ekspresi wajah saat nyeri, jika dibandingkan dengan penderita tanpa demensia.10

The American Geriatrics Society

(AGS) memberi rekomendasi untuk pemeriksaan nyeri pada pasien secara non verbal melalui 6 petunjuk observasi perilaku yaitu: ekspresi wajah, verbalisasi dan vokalisasi, gerakan tubuh, perubahan pada interaksi interpersonal, perubahan pola aktivitas yang rutin dan perubahan status mental.15

Perilaku dan Nyeri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku dan nyeri berkaitan erat satu sama lain. Perubahan perilaku pada penderita demensia dapat diduga sebagai adanya sinyal nyeri pada saat itu. Hal ini juga menunjukkan bahwa observasi perilaku menggunakan alat bersifat valid dalam pemeriksaan nyeri untuk penderita demensia. Herr pada tahun 2011 menyatakan bahwa jumlah dan tipe nyeri yang ditunjukkan sangatlah bervariasi, berdasarkan pada pengaturan dan tingkat aktivitas penderita. Karena itulah menilai dan memeriksa nyeri pada penderita demensia adalah sangat sulit.

Beberapa alat untuk observasi nyeri telah dikembangkan dan diuji, berikut adalah beberapa alat observasi nyeri yang diteliti dan telah diuji serta dapat digunakan untuk mengevaluasi efek penatalaksanaan dan untuk mengidentifikasi nyeri pada penderita demensia, tapi tidak untuk mengukur intensitas nyeri. Herr 2011 mengemukakan bahwa untuk memilih alat observasi nyeri yang valid pada penderita demensia sebaiknya menilai reliabilitas dan validitas alat. 3

Diketahui ada tiga alat pemeriksaan observasi nyeri pada penderita demensia yang dipilih berdasarkan popularitas, validitas penelitian, antara lain: 1. PACSLAC (

Pain Assessment Checklist for Seniors with Severe Dementia

)

(15)

118 | B A N U 7

Alat ini dikembangkan untuk penderita dengan demensia berat dan terdiri dari 6 item, yang meliputi kategori yang terdapat pada guideline AGS. Metode ini dapat diandalkan karena memiliki konsistensi internal yang baik dan dapat digunakan untuk klinik. Membutuhkan waktu selama 5 menit untuk melengkapi checklist tersebut.3

2. PAINAD (

Pain Assesment in Advanced Dementia

), merupakan metode yang singkat dan sederhana dengan menggunakan 5 item.

Tabel 1.

Pain Assessment in Advanced Dementia

3. CNPI (

Checklist of Non-verbal Pain Indicators

), menggunakan 6 item alat skor, dan ini merupakan satu-satunya alat yang diuji untuk menilai nyeri akut pada pasien usia tua.

Teknik penilaian nyeri lainnya adalah:

The Pain Assessment Checklist for Seniors with Limited Ability to Communicate (PASCLAC) tidak spesifik untuk menilai nyeri terutama yang disertai emosi dan mengalami kesedihan. Terdiri dari 60 item daftar pertanyaan.

PASCLAC II yang dilaporkan merupakan versi lebih singkat dari versi PASCLAC yang asli. PASCLAC II merupakan pemeriksaan yang valid untuk menilai nyeri pada lanjut usia termasuk demensia yang mengalami kesulitan komunikasi berbahasa. PASCLAC II terdiri dari 31 item pertanyaan yang memperlihatkan 6 domains dari nonverbal behaviors yang dikemukakan oleh AGS yaitu Ekspresi wajah, verbal/ vocal, gerakan tubuh, perubahan interaksi interpersonal, perubahan dari aktifitas rutin dan perubahan status mental kepribadian. PAINAD hanya menilai 3 domain contohnya ekspresi wajah, bahasa verbal / vocal dan gerakan tubuh. 16

(16)

119 | B A N U 7

Tabel 2. Abbey Pain Scale

Abbey Pain Scale

(APS)

APS ini digunakan dan direkomendasi oleh

Australian Pain Society

sebagai strategi manajemen mereka, Properti instrument yang dinilai meliputi 6 skala yaitu vokalisasi, ekspresi wajah, perubahan bahasa tubuh, perubahan perilaku, perubahan psikologik dan perubahan fisik. Setiap skala tersebut memiliki skor dengan nilai 0-3 untuk mengindikasikan suatu intensitas. Dimana skor 0 mengindikasikan tidak adanya nyeri, skor 1 = ringan, skor 2 = sedang dan skor 3=berat. Dan total dari skor tersebut dihitung dan diindikasikan sebagai suatu rentang skala dimana rentang skor 0-2 = tidak ada nyeri, rentang skor 3-7 = nyeri ringan , rentang skor 8-13 = nyeri sedang dan skor >14 mengindikasikan suatu nyeri berat. 14

The Electronic Pain Assessment Tool (

ePAT)

Sesuai dengan perkembangan teknologi yang meliputi computer dan aplikasi

smartphone

(Android dan iOS), dikembangkanlah suatu skala nyeri yang multimodal yang dirancang untuk membantu klinisi dan pekerja kesehatan untuk menilai dan memeriksa nyeri pada pasien yang menderita demensia sedang sampai demensia berat. Teknologi ini dikembangkan oleh Universitas Curtin, Bentley di Australia Barat yang berkolaborasi dengan perusahaan dari Swiss.17

(17)

120 |B A N U 7

Langkah langkah analisa wajah untuk mengidentifikasi pain yang berhubungan dengan facial unit actions pada penderita demensia

Aplikasi ePAT ini menggunakan teknologi pengenalan wajah otomatis untuk mendeteksi adanya mikro-ekspresi wajah yang mengindikasikan adanya suatu nyeri, dimana, ketika dikombinasikan dengan gambaran perilaku dan fisik berdasarkan 5 domain AGS, dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan nyeri. Menggunakan video selama 10 detik dari wajah subjek, ePAT memetakan wajah dan secara otomatis mengidentifikasi adanya nyeri yang berkaitan dengan mikro-ekspresi wajah (dikenal juga dengan

action unit

).

Aplikasi ePAT terdiri dari 42 item domain yaitu domain 1 : wajah ( 9 item ), domain 2 : suara ( 9 item ), domain 3; pergerakan ( 7 item ), domain 4: perilaku ( 7 item ), domain 5: aktivitas ( 4 item ) dan domain 6 : tubuh ( 6 item ). Setiap domain merepresentasikan subklas yang mengevaluasi dimensi tertentu dari nyeri, seperti yang tampak pada tabel dibawah ini.17

Facial features

extraction and

localization

Action unit

detection

Face detection

and tracking

(18)

120 |B A N U 7

(19)

122 | B A N U 7

Gambar 1. Deteksi wajah menggunakan ePAT

(20)

123 | B A N U 7

Gambar 3. Domain 5 dari ePAT: aktivitas

(21)

124 | B A N U 7

Gambar 5. Total skor dari aplikasi ePAT Kesimpulan

Penelitian-penelitian yang telah dilaporkan menunjukkan bahwa salah satu alat yaitu ePAT menawarkan suatu metode baru yang valid dan dapat diandalkan untuk menilai nyeri pada pasien dengan demensia sedang sampai berat yang tidak mampu melaporkan keluhan nyeri mereka. Korelasi yang kuat antara ePAT dan APS dalam studi ini sangat menantang. Analisa statistik terhadap efek waktu penilaian (seperti apakah penilaian dilakukan saat istirahat atau saat pergerakan) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua alat penilaian nyeri tersebut. Ini artinya bahwa apabila penilaian tersebut dilakukan saat istirahat atau pergerakan tidak berpengaruh terhadap skor ePAT dan APS.

Mengingat bahwa APS merupakan salah satu dari skala nyeri perilaku yang dapat menunjukkan perbedaan signifikan pada pra dan paska intervensi (seperti gerakan), ini juga mengemukakan bahwa ePAT juga dapat mendiskrimasi nyeri saat istirahat dan nyeri saat gerakan. Alat pemeriksaan lain yang juga dianggap cukup valid antara lain

Checklist of nonverbal Pain indicator

(CNPI),

Pain

assessment Checklist for Seniors with Limited Ability to Communicate

(PACSLAC) dan PACSLAC II.

Daftar Pustaka:

1. Cunningham, C. Managing pain in patients with dementia in hospital. Nursing Standard, 2006. 20(46), 54-58.

(22)

125 | B A N U 7

2. Hadjistavropoulos, T., Herr, K., Prkachin, K. M., Craig, K. D., Gibson, S. J., Lukas, A., & Smith, J. H. Pain assessment in elderly adults with dementia.

Lancet Neurology

. 2017 (13), 1216-1227

3. Herr, K. Pain assessment strategies in older patients. The Journal of Pain, 2011. 12(3), S3-S13.

4. Siberski, J.

Dementia and DSM-5: Changes, Cost and Confusion

. Aging Well. Geriatric Medicine 2014. 5(6). p12.

5. Simon, R, Greenberg, D, Aminoff, M. Clinical Neurology. Seventh Edition. Mcgraw-Hill. USA. 2009

6. Carezzato N.L, Valera G.G, Vale F.A.C, Hortense P. 2014. Instruments for assessing pain in persons with severe dementia. Dement Neuropsychol 2014. 8(2):99-106

7. Miu and Chan. Under-detection of pain in elderly nursing home residents with moderate to severe dementia. Journal of Clinical Gerontology and Geriatrics 2014 (5).1. 23-27

8. Horgas, AL., Elliott, AF., & Marsiske, M. Pain assessment in persons with dementia: Relationship between self-report and behavioral observation. The American Geriatric society, 2009. 57(1), 126132.

9. Kelley, A., Siegler, E., & Carrington Reid, M. Pitfalls and recommendations regarding the management of acute pain among hospitalized patients with dementia. Pain Medicine, 2008. 9(5), 581-586 10. Lautenbacher, S., Niewelt, B., & Kunz, M. Decoding pain from the facial

display of patients with dementia. Pain medicine, 2013. 1-9.

11. Kunz M, Scharmann S, Hemmeter U, Schepelmann K, Lautenbacher S. The facial expression of pain in patients with dementia. Pain. 2007. 133, 221-228

12. Atee Mustafa, Hoti Kreshnik, Parsons Richard, Hughes Jeffery D. Pain Assessment in Dementia: Evaluation of a Point-of-Care Technological Solution. Journal of Alzheimer’s Disease. 2017. 60. 137-150

13. Atee Mustafa, Hoti Kreshnik, Parsons Richard, Hughes Jeffery D. A Novel Pain Assessment Tool Incorporating Automated Facial Analysis: Interrater reliability in advanced dementia. Clinical Interventions in Aging. 2018: 13 1245-1258.

14. Abbey J, Piller N, De Bellis A, Esterman A, Parker D, Giles L, Lowcay B. The Abbey pain scale: A 1-minute numerical indicator for people with end-stage dementia. Int J Palliat Nurs. 2004. 10, 6-13

(23)

126 | B A N U 7

15. Lints-Martindale, A., Hadjistavropoulos, T., Lix, L., & Thorpe, L. A comparative investigation of observational pain assessment tools for older adults with dementia. Clinical journal of pain, 2012. 28(3), 226-237.

16. Ruest M, Bourque M, Laroche S, Harvey M-P, Martel M, Bergeron-V K, Apinis C, Proulx D, Hadjistavropoulos T, Tousignant-L Y, Leonard G. Can We Quickly and Thoroughly Assess Pain with the PACSLAC-II ? A Convergent Validity Study in Long-Term Care Residents Suffering from Dementia. The American Society for Pain

Management Nursing. 2017.

http://dx.doi.org/10.1016/j.pmn.2017.05.009

Hughes J, Hoti K, Atee MAW, Inventors. Electronic Pain Assessment

Technologies (ePAT) Pty Ltd, assignee. A pain assessment method and system, World Intellectual Property Organization(WIPO), Patent 025989, 2016

Gambar

Tabel 1.  Pain Assessment in Advanced Dementia
Tabel 3. Perbandingan antara APS dan ePAT
Gambar 2. Mendeteksi adanya  Action Unit  pada wajah
Gambar 4. Domain 6 dari ePAT : Tubuh

Referensi

Dokumen terkait

Dampak buruk akibat merokok lainnya adalah menurunnya perekonomian, memang rokok harganya tidak terlalu mahal, akan tetapi bisa kita bayangkan berapa rupiah yang harus dikeluarkan

Hasil pembahasan sesuai dengan hasil studi di lapangan, tahapan pelaksanaan pekerjaan plumbing adalah: (1) menggunakan metode luas lantai efektif untuk menghitung jumlah jumlah

Penambahan karagenan dengan konsentrasi yang berbeda tidak mempengaruhi rasa minuman jeli nanas, hal ini disebabkan komposisi bahan dalam pengolahan minuman jeli nanas

Menurut hasil penelitian yang didapat, dapat disimpulkan bahwa semua fraksi buah sirih hutan memiliki senyawa fenol dengan kandungan total fenol tertinggi terdapat

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis kegagalan apa yang sering terjadi terhadap produk yang dihasilkan, faktor- faktor penyebab kegagalan dan usaha yang

Validasi materi ini dilakukan dua kali tahap oleh dua ahli validator yaitu: dosen fakultas tarbiyah jurusan pendidikan agama Islam Bapak Drs. Hasil

Bahwa benar pada saat Terdakwa akan bebicara dengan Saksi 2 (Sdri.Oliep) bersamaan itu pula Saksi 2 pergi bermaksud akan berganti pakaian, sehingga niat Terdakwa untuk

Produk yang dihasilkan juga diharapkan memiliki kapasitas absorpsi air yang lebih kecil dan ketahanan yang lebih baik terhadap pelarut bila dibandingkan dengan