• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. KAJIAN PRODUK MINUMAN HERBAL DAUN BIDARA (Ziziphus spina-christi L.) BERAROMA JINTAN HITAM (Nigella Sativa L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. KAJIAN PRODUK MINUMAN HERBAL DAUN BIDARA (Ziziphus spina-christi L.) BERAROMA JINTAN HITAM (Nigella Sativa L)"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

1

SKRIPSI

KAJIAN PRODUK MINUMAN HERBAL DAUN

BIDARA (Ziziphus spina-christi L.) BERAROMA

JINTAN HITAM (Nigella Sativa L)

OLEH

DIAN RAHMANA PUTRI

1522060153

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI S1-TERAPAN

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL

PERIKANAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI

PANGKEP

2019

(2)
(3)
(4)

4

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama Mahasiswa : Dian Rahmana Putri

Nim : 15220160153

Program Studi : Agroindustri Sarjana Terapan

PerguruanTinggi : Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah praktek akhir yang ditulis dengan Judul: “Kajian Produk Minuman Herbal Daun Bidara

(Ziziphus spina christi L.) Beraroma Jintan Hitam (Nigella Sativa L)” adalah

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain.

Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan karya ilmiah praktek akhir ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Pangkep, Juli 2019 Yang Menyatakan

(5)

5

DIAN RAHMANA PUTRI (1522060153) Kajian Produk Minuman Herbal Daun Bidara (Ziziphus spina christi L.) Dengan Aroma Jintan Hitam (Nigella Sativa

L). Dibimbing oleh NUR LAYLAH dan ZAIMAR.

SUMMARY

Bidara leaf herbal drink is a drink made from bidara leaves with the addition of black cumin as a natural flavor. Herbal drinks are drinks that are liked by many people. This study aims to determine the formulation of the use of bidara leaves and black cumin, and the drying process in making bidara leaf herbal drinks.

This study consisted of two stages, namely the first stage to find out the best proportion of leaves of bidara and black cumin and the second phase of the study to determine the best drying temperature and time on making bidara leaf herbal tea. This research was carried out using a Completely Randomized Design (CRD). The treatment applied in the first phase of the study was the proportion of bidara leaves and black cumin each of which was 90:10; 80:20; 70:30. The second phase of the study applied a temperature treatment of 50ºC and 60ºC with a drying time of 4 and 5 hours. The research data was processed using diversity analysis and Duncan's multiple distance difference test.

The parameters observed were analysis of vitamin C levels, water content and ash content in bidara leaf herbal drinks. The results of the first phase of the study show that the best formulation of the use of leaves of bidara and black cumin is 70:30. The results of the second phase of the study showed that the use of temperature and drying time significantly affected the moisture content. But it did not significantly affect vitamin C and ash levels in bidara leaf herbal drinks. Based on the quality requirements of the tea showed that the best temperature and

(6)

6

drying time treatment of this study were 60 ° C for the drying temperature and 5 hours for the drying time, respectively.

Keywords: bidara leaves, herbal drinks, black cumin, drying time.

DIAN RAHMANA PUTRI (1522060153) Kajian Produk Minuman Herbal Daun Bidara (Ziziphus spina christi L.) Dengan Aroma Jintan Hitam (Nigella Sativa

(7)

7

RINGKASAN

Minuman herbal daun bidara merupakan minuman yang terbuat dari daun bidara dengan penambahan jintan hitam sebagai perasa alami. Minuman herbal merupakan minuman yang disukai oleh banyak orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi penggunaan daun bidara dan jintan hitam, dan proses pengeringan pada pembuatan minuman herbal daun bidara.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama untuk mengetahui proporsi terbaik daun bidara dan jintan hitam dan penelitian tahap kedua untuk mengetahui suhu dan waktu pengeringan terbaik pada pembuatan teh herbal daun bidara. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diterapkan pada penelitian tahap pertama adalah proporsi daun bidara dan jintan hitam masing-masing adalah 90:10; 80:20; 70:30. Penelitian tahap kedua diterapkan perlakuan suhu yaitu 50oC dan 60oC dengan lama pengeringan 4 dan 5 jam. Data hasil penelitian diolah menggunakan analisis keragaman dan uji beda berjarak ganda Duncan.

Parameter yang diamati yaitu analisis kadar vitamin C, kadar air dan kadar abu pada minuman herbal daun bidara. Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa formulasi penggunaan daun bidara dan jintan hitam yang terbaik adalah 70:30. Hasil penelitian tahap kedua menunjukan bahwa penggunaan suhu dan lama pengeringan berpengaruh nyata terhadap kandungan kadar air. Tetapi tidak berpengaruh nyata pada vitamin c dan kadar abu pada minuman herbal daun bidara. Berdasarkan syarat mutu teh menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan terbaik dari penelitian ini masing-masing adalah 60°C untuk suhu pengeringan dan 5 jam untuk waktu pengeringan.

(8)

8

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmusshalihaat, segala puji bagi Allah yang dengan kenikmatan-Nya menjadi sempurnalah segala amal sholeh. Sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul: “Kajian Produk

Minuman Herbal Daun Bidara (Ziziphus spina christi L.) Beraroma Jintan Hitam (Nigella Sativa L)” Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada

Rasulullullah Salallahu’alaihi Wasallam, keluarganya serta para sahabatnya. Laporan penelitian ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Suami; Abdul kahar, ibunda Darsiana, Ayahanda Hamsaruddin, serta segenap kelurga tercinta yang telah memberikan bantuan moril maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Hanya doa dan bakti penulis yang dapat dipersembahkan pada Suami, Ibunda dan Ayahanda serta segenap keluarga atas segala pengorbanannya.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Darmawan, M.P. selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

2. Bapak Dr. Andi Ridwan Makkulawu, ST.,M.Sc. selaku Ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

3. Ibu Zulfitriany Dwi Mustaka, SP, MP. Selaku Ketua Program Studi Agroindustri.

(9)

9

5. Bapak Dr. Ir. Zaimar, MT. selaku Dosen pembimbing II.

6. Dosen beserta Staf Akademik Program Studi Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

7. Rekan-rekan mahasiswa program studi Agroindustri sebagai kawan seperjuangan, sahabat dan sebagai saudara selama perjalanan studi selama di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

8. Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian Laporan penelitian ini.

Penulis menyadari dalam setiap tulisan masih terdapat kekurangan, saran dan masukan dari pembaca yang sifatnya membangun penulis harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan selanjutnya. Akhir kata penulis berharap laporan penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Aamiin Ya Rabbal Alamin

Pangkep, Juli 2019

(10)

10

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

SUMMARY ... iv

RINGKASAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daun Bidara ... 4

2.2 Kandungan Kimia Daun Bidara ... 7

2.3 Manfaat Tanaman Daun Bidara ... 8

(11)

11 2.5 Pengeringan ... 13 2.6 Vitamin C ... 14 2.7 Kadar Air ... 16 2.8 Kadar Abu ... 17 2.9 Uji Organoleptik ... 17 2.10 Minuman Herbal ... 18

2.11 Analisis Kelayakan Usaha ... 20

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 22

3.2 Alat dan Bahan ... 22

3.3 Metode Penelitian ... 22

3.3.1 Penelitian Pendahuluan ... 22

3.3.2 Penelitian Utama ... 23

3.4 Rancangan Percobaan ... 23

3.5 Prosedur Kerja ... 24

3.5.1 Proses Pembuatan Minuman Herbal Daun Bidara ... 24

3.5.2 Analisa Vitamin C ... 25

3.5.3 Analisa Kadar Air ... 25

3.5.4 Analisa Kadar Abu ... 25

(12)

12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Minuman Herbal Daun Bidara ... 27

4.2 Analisa Vitamin C ... 28

4.3 Analisa Kadar Air ... 29

4.4 Analisa Kadar Abu ... 31

4.5 Uji Organoleptik ... 32

4.6 Analisis Kelayakan Usaha ... 36

V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 38 5.2 Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA ... 40 LAMPIRAN... 43 RIWAYAT HIDUP ... 63

(13)

13

DAFTAR GAMBAR

No Teks . Halaman

1. Tanaman Bidara ... 4

2. Alur Proses Pembuatan Minuman Herbal Daun Bidara ... 24

3. Serbuk Minuman Herbal Daun Bidara ... 27

4. Grafik Vitamin C Minuman Herbal Daun Bidara ... 28

5. Grafik Kadar Air Minuman Herbal Daun Bidara ... 29

6. Grafik Kadar Abu Minuman Herbal Daun Bidara ... 31

(14)

14

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman 1. Perbandingan Pengujian Ekstrak Daun, Buah, dan Biji bidara 5 2. Komposisi Kimia Daun Teh ... 19 3. Syarat Mutu Minuman Herbal Dalam Kemasan ... 20 4. Rancangan percobaan ... 23

(15)

15

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ...44

Lampiran 2.Hasil Penelitian ...48

(16)

16

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki ribuan jenis tumbuhan yang tersebar di berbagai daerah. Keanekaragaman hayati yang ada tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat modern dan tradisional. Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan memakai obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit. Semakin mahalnya harga obat modern dipasaran merupakan salah satu alasan untuk menggali kembali penggunaan obat tradisional. Banyak jenis tanaman obat di Indonesia yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku obat, sebagian spesies tanaman tersebut bahkan telah diuji secara klinis kandungan fitokimia, khasiat dan keamanan penggunaannya (Akhyar, 2010).

Pengobatan herbal masih menjadi pilihan utama oleh sekitar 75-80% populasi dunia sebagai kebutuhan primer kesehatan mereka, karena mudah diterima tubuh dan efek samping yang rendah (Kamboj, 2000). Penggunaan obat bahan alam terus meningkat dari tahun ke tahun, baik yang digunakan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan, maupun untuk pengobatan penyakit. Hal ini terjadi pada negara-negara berkembang seperti Indonesia dan juga pada negara-negara maju (BPOM, 2011).

Teh adalah minuman yang sangat akrab dalam kehidupan kita sehari-hari. Kebiasaan minum teh tidak hanya dikenal di Indonesia tetapi juga hampir diseluruh dunia. Teh ternyata mengandung banyak manfaat bagi kesehatan. Menurut beberapa hasil penelitian, teh memiliki kandungan senyawa yang mampu mengobati sejumlah penyakit ringan dan mencegah serangan berbagai penyakit berat. Selain itu karena teh adalah minuman alami, maka relatif aman dari efek samping yang merugikan kesehatan (Ajisaka, 2012). Salah satu tanaman obat tradisional yang dapat dijadikan sebagai ramuan obat herbal/teh herbal adalah daun bidara dan jintan hitam/habbatussauda.

Bidara yang memiliki nama latin Ziziphus spina-christi L. dikenal dengan beberapa nama daerah yaitu Widara (Jawa, Sunda), Rangga (Bima), Kalangga (Sumba) dan Bekul (Bali) (Heyne, 1987). Di India masyarakat menggunakan

(17)

17

bidara sebagai obat diare, kencing manis dan malaria sedangkan Malaysia rebusan kulit kayunya dimanfaatkan sebagai obat sakit perut dan sebagian masyarakat lagi menggunakan daun bidara untuk mengatasi masalah kecantikan seperti mengatasi jerawat, keriput dan lingkaran hitam pada bawah mata (Latif, 2000).

Jintan hitam telah diketahui banyak manfaat. Secara empiris jintan hitam digunakan sebagai peluruh kentut, rematik, sakit kepala, pencegah muntah, pencahar, infeksi saluran kemih, antibiotik, dan lain-lain (Depkes RI, 1995; Ivankovic et al, 2006). Abdulelah dan Abidin (2007) menyatakan penggunaan tanaman obat ini di Timur Tengah sebagai obat parasit (antimalaria). Minyaknya sebagai pengawet karena mempunyai aktivitas antibakteri terhadap pembusukan makanan dan bakteri patogen (Arici et al, 2005). Bagian yang digunakan dari jintan hitam utamanya adalah bijinya (El Tahir et al, 2006).

Ramuan obat tradisional yang dikenal dan banyak digunakan dalam masyarakat dikenal dengan nama jamu. Akan tetapi ramuan obat tradisional juga dapat dijadikan teh herbal yang sangat penting bagi kesehatan dan upaya pemanfaatan sumber daya alam. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pembuatan produk herbal fungsional berupa formulasi teh celup herbal daun bidara dan jintan hitam sebagai alternatif yang bermanfaat bagi kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas, rumusan masalah penelitian dapat dibuat yaitu:

1. Bagaimana formulasi minuman herbal daun bidara (Ziziphus spina-christ

L) dan jintan hitam?

2. Bagaimana pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap formulasi minuman herbal daun bidara?

3. Bagaimana kandungan minuman herbal daun bidara (Vitamin C, kadar air, kadar abu) organoleptik, dan analisis biaya.

(18)

18 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah : 1. Untuk menentukan formulasi minuman herbal daun bidara terbaik

2. Untuk mempelajari pengaruh suhu dan waktu pengeringan terbaik pada minuman herbal daun bidara

3. Untuk menentukan kandungan minuman herbal daun bidara (Ziziphus

spina-christ L). (Vitamin C, kadar air, kadar abu) organoleptik, dan

analisis biaya.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat pelaksanaan penelitian adalah :

1. Memberikan informasi dan menambah wawasan baru tentang pengolahan minuman herbal daun bidara (Ziziphus spina-christ L) dengan aroma jintan hitam.

2. Memanfaatkan tanaman bidara (Ziziphus spina-christ L) di lingkungan sekitar yang selama ini dianggap tak memiliki nilai ekonomis.

(19)

19

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Bidara (Ziziphus spina-christi L.)

Gambar 1. Tanaman bidara

Sumber: Data Primer 2019

Bidara atau yang dikenal dengan bahasa latin (Ziziphus spina-christ L) banyak tumbuh di daerah kepulauan Pangkep (Pulau Sabutung). Senyawa utama yang terkandung dalam tanaman bidara arab yaitu flavonoid, alkaloid, triterpenoid, saponin, lipid dan protein. Daunnya diketahui mengandung batulinik, asam seanotik, berbagai senyawa flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid.

Ajeng (2017) melaporkan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya ekstrak daun bidara arab dengan pelarut etanol 96% mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa daun bidara arab memiliki aktivitas antioksidan paling baik dibandingkan dengan ekstrak buah dan biji dengan nilai IC50sebesar 127,87 ppm (Kusriani, 2015).

Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak daun, buah dan biji bidara.Pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak daun, buah dan biji bidara dilakukan secara kuantitatif menggunakan metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), langkah pertama pembuatan larutan induk sampel ekstrak kemudian dibuat seri konsentrasi, masing-masing tambahkan DPPH di tempat gelap, kemudian

(20)

20

inkubasi selama 30 menit, setelah itu ukur absorbannya pada panjang gelombang DPPH (Kusriani dkk, 2015).

Penapisan fitokimia adalah pemeriksaan yang dilakukan sebagai skrining awal untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat dalam daun, buah, dan biji bidara (Ziziphus spina-christi). Penapisan fitokimia ini meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, tanin dan stroid/triterpenoid. Ekstraksi daun, buah, dan biji bidara dilakukan dengan metode maserasi, menggunakan pelarut etanol. Rendemen ekstrak daun yang didapat 4,62 %, ekstrak buah 5,76 %, sedangkan ekstrak biji sebesar 2,49 % (Nawawi dkk, 2015).

Pada pengujian secara kualitatif dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel GF254 pra salut. Penampak bercak yang di gunakan yaitu DPPH 0,2%, AlCl3 5%, FeCl3 10% dan H2SO4 10%. Teknik penetapan kadar fenolat total adalah menggunakan reagen Folin Ciocalteu yang dilarutkan dalam aquades (1:10). Sebanyak 0,5 mL sampel ekstrak dari larutan induk ditambahkan 5 mL reagen Folin Ciocalteu inkubasi 5 menit, kemudian larutan tersebut ditambahkan Na2CO3 1 M dan inkubasi selama 15 menit, kemudian ukur absorbansinya pada panjang gelombang 765 nm (Machter dkk, 2015).

Tabel.1. Data hasil perbandingan pengujian ekstrak daun, buah, dan biji bidara

Ekstrak IC50 (ppm)

Daun 127,87

Buah 315,09

Biji 205,85

Sumber (Kusriani dkk, 2015)

Hasil pengujian aktivitas antioksidan yang didapatkan bahwa ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan paling baik adalah ekstrak daun bidara dengan nilai IC50 = 127,87 ppm sedangkan ekstrak buah dengan nilai IC50 = 315,09 ppm dan ekstrak biji dengan nilai IC50 = 205,85 menunjukan aktivitas sangat lemah karena > 200 ppm (Kusriani dkk, 2015).

(21)

21

2.1. Morfologi Tanaman Bidara (Ziziphus spina-christ L)

Gambar 2. Tanaman bidara (Ziziphus spina-christ L)

Sumber gambar: Daunbuah.com

Pohon bidara berbunga sekitar bulan Juli hingga Agustus, dan biji matang dari Oktober sampai Desember. Bunga-bunga wangi yang hermaprodit (memiliki jenis bunga jantan dan bunga betina). Tanaman ini memiliki bunga kecil berbulu putih yang sangat wangi. Komposisi kimia Tanaman ini telah diteliti secara luas dan telah diketahui komposisi kimianya. Konstituen utama dari minyak esensial adalah alpha-terpineol (16,4%) dan linalool (11,5%).

Hidrokarbon netral dalam bentuk n-pentacosane adalah (81%). Metil ester yang diisolasi dari daun bidara termasuk metil palmitat, metil stearat dan metil miristat. beta-sitosterol, asam oleanolic dan asam maslinic adalah aglikon utama dari glikosida terdapat dalam daun bidara. Kandungan gula dalam daun bidara adalah laktosa, glukosa, galaktosa, arabinosa, xilosa dan rhamnosa, dan juga berisi empat glikosida saponin. Kandungan flavonoid tertinggi ditemukan dalam daun

(22)

22

(0,66%).Terdapat kandungan quercetin 3-O-rhamnoglucoside 7-O-rhamnoside yang merupakan senyawa flavonoid utama pada semua bagian tanaman.

Komposisi kimia tanaman bidara terbukti sangat kompleks dan lengkap, selain alkaloid, terdapat zizyphine-F, jubanine-A dan amphibine-H, sebuah peptida baru alkaloid spinanine-A telah diisolasi dari kulit batang pohon bidara. Spinanine-A adalah salah satu dari 14 jenis cyclopeptide alkaloid jenis amphibine-B (Ziziphus spina-christ L) adalah semak atau pohon berduri dengan tinggi hingga 15 m, diameter batang 40 cm atau lebih.

Kulit batang abu-abu gelap atau hitam, pecah-pecah tidak beraturan. Daun tunggal dan berselang-seling, memiliki panjang 4-6 cm dan lebar 2,5-4,5 cm. Tangkai daun berbulu dan pada pinggiran daun terdapat gigi yang sangat halus. Buah berbiji satu, bulat sampai bulat telur, ukuran kira-kira 6x4 cm, kulit buah halus atau kasar, mengkilap, berwarna kekuningan sampai kemerahan atau kehitaman, daging buah putih, renyah, agak asam hingga manis (Goyal et al., 2012).

Adapun klasifikasi dari tanaman ini adalah sebagai berikut (Gembong, 2010): Kerajaan : Plantae Divisi : Mognoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Rosales Suku : Rhamnaceae Marga : Ziziphus

Jenis : Ziziphus spina-christi L.

2.2. Kandungan Kimia Daun Bidara (Ziziphus spina-christ L).

Ziziphus spina-christi L. hanya tiga dari kandungan kimia yang meliputi

polifenol, saponin dan tanin. Sterol seperti, sitosterol, Terpenoid, pitosterol, triterpenoid, alkaloid, saponin, flavonoid, glikosida dan tanin (Chang, 2002)

Kandungan senyawa kimia yang berperan sebagai pengobatan dalam tanaman bidara antara lain alkaloid, fenol, flavanoid, dan terpenoid (Adzu dkk, 2001: 1317).

(23)

23

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jain et al. (2012) serta Bhatt and Dhyani (2013), kulit batang Z. spina-chrisst L mengandung golongan senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, fenolik, lignin, steroid dan tanin. Aktivitasantioksidan sering kali dihubungkan dengan kandungan senyawa fenolik padatanaman, seperti flavonoid, asam fenolat dan asam triterpenoat (Javanmardi

et al.,2003);(Martin and Appel, 2010). Senyawa fenolik merupakan senyawa penangkap radikal yang poten. Senyawa ini dapat menyumbangkan radikal hidrogen ke radikal bebas, dan bahkan memecah rantai reaksi oksidasi lipid pada tahap inisiasiawal (Gulcin et al., 2004).

Tanaman Bidara (Ziziphus spina-christi L.) memiliki kandungan fenolat

dan flavanoid yang kaya akan manfaat. Senyawa fenolat adalah senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi, senyawa yang berasal dari tumbuuhan yang memiliki ciri sama, yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau lebih gugus hidroksil (Harbon,1987).

2.3. Manfaat Tanaman Bidara (Ziziphus spina-christ L).

Ajeng Raden S.P (2017) melaporkan bahwa secara umum Ziziphus

Spina-christi L memiliki banyak kegunaan yang menguntungkan. Misalnya daun

digunakan sebagai pakan untuk hewan dan ranting-ranting yang digunakan untuk pagar. Kayu digunakan untuk konstruksi dan furniture. Semua bagian tanaman (buah, daun, akar dan kulit kayu) yang digunakan dalam obat tradisional. Untuk itu tanaman ini sering disebut tanaman serbaguna (Dafni dkk, 2005; Saied dkk., 2008; Stayeh dkk., 1998).

Banyak kegunaan tradisional untuk Z. spina-christi L, orang-orang arab dan Badui telah menggunakan pasta dari akarnya untuk pengobatan gusi. Orang Badui menggunakan the dari buahnya untuk meningkatkan produksi ASI dan untuk mengobati hati (Allan, 2012). Di Sudan ranting digunakan secara eksternal untuk mengobati rematik dan sengatan kalajengking. Selain itu, di Uni Emirat Arab air rebusan dari daunnya digunakan untuk mengobati rambut rontok.

(24)

24

Ada banyak laporan tentang efek medis dari ektraksi yang berbeda dari berbagai belahan dari Ziziphus Spina-christi L. Ekstrak methanol kulit batang mengurangi diare, sedangkan ekstrak methanol daun melindungi terhadap carcinogenicity pada tikus (Abdel-Wahhab dkk., 2007).

Adapun khasiat dari daun Bidara (Ziziphus spina-christ L) yaitu :

a) Antioksidan

The polyphenols of Yemeni plants telah melakukan uji coba dengan ferrylmyoglobin untuk menentukan kandungan antioksidan daun bidara yang ditujukan untuk mengurangi degradasi oksidatif. Efek pertahanan dari saponin pada daun bidara dari cultured myocardial yang terkena anoxia-reoxygenation ditentukan dan ditemukan bahwa peroksidasi lipid berkurang.

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menangkal dampak negative dari oksidan dalam tubuh seperti ROS dan radikal bebas lainnya (Winarsi, 2007). Tubuh manusia memiliki antioksidan alami di dalamnya yang dapat dikategorikan menjadi antioksidan enzimatik dan antioksidan nonenzimatik.Antioksidan enzimatik memanfaatkan sistem enzim dalam menangkal radikal bebas di dalam tubuh, contohnya SOD (superoxide

dismutase) dan enzim katalase lainnya. Sedangkan antioksidan

nonenzimatik melibatkan senyawa mikronutrien seperti vitamin C dan vitamin E (Birben et al., 2012).

b) Penggunaan Untuk Bahan Makanan

Konstituen kimia mengkonfirmasi penggunaan menguntungkan buah sebagai tonik, buah rasa seperti campuran kurma dan apel dan sangat dihargai oleh suku Badui karena memiliki nilai energi yang sangat tinggi. Buah dapat dimakan mentah atau dikeringkan dan buah bidara memiliki rasa sedikit asam menyegarkan, sedikit menyerupai apel kering. Biji bidara kaya protein, kalsium, zat besi dan magnesium. Makanan dari tanaman ini merupakan sumber energi, protein dan mineral yang sangat penting.

(25)

25

Sifat Tonik dari buah bidara dapat meningkatkan nafsu makan, dan dapat digunakan juga sebagai pencahar dan telah digunakan sebagai obat cacingan (vermifuge). Buah bidara juga menyegarkan dan mengembalikan, serta meningkatkan kecerdasan otak dan merupakan obat untuk tekanan darah tinggi. Di bagian barat Sudan buah bidara dianggap makanan lezat, (Kordofan & Darfur, 2017).

c) Mengusir Ganguan Jin

Dalam Islam daun bidara dimanfaatkan untuk mengusir gangguan jin dan sebagai sarana pendukung terapi ruqyah. Wahb bin Munabih, salah seorang pemuka tabi’in yang ahli dalam sejarah dan ilmu kedokteran menyarankan untuk meenggunakaan tujuh lembar daun bidara yang dihaluskan kemudian dilarutkan dalam air dan dibacakan ayat Kursi, surat al Kafirun, al ikhlas, al Falaq dan an Naas (Mushannaf Ma’mar bin rasyid 11/13)

Pada penelitian ini, daun yang digunakan adalah daun bidara yang dipetik langsung dari pohonnya. Daun bidara mengandung antioksidan yang menghambat reaksi radikal bebas dengan membentuk reaksi radikal bebas reaktif dan relatif stabil. Salah satu senyawa dalam tanaman yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan adalah flavonoid (Neldawati, 2013). Flavonoid mengurangi senyawa yang dapat menghambat banyak reaksi oksidasi dan memiliki kemampuan sebagai antioksidan karena dapat mentransfer elektron untuk membebaskan senyawa radikal (Haeria et al, 2016). Kandungan fenolat pada tanaman bidara kaya manfaat akan manfaat biologis antara lain; antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antifungi dan mencegah timbulnya tumor (Prior, 2003).

2.4. Jintan hitam (Nigella Sativa L)

Jintan hitam merupakan tanaman berbatang tegak, batangnya biasanya berusuk dan berbulu kasar, rapat atau jarang-jarang, dan disertai adanya bulu-bulu berkelenjar. Bentuk daun lanset berbentuk persegi, panjang 1,5 cm-2 cm, ujung meruncing dan terdapat tiga tulang daun yang berbulu. Daun bagian bawah

(26)

26

bertangkai dan bagian atas duduk. Kelopak bunga umumnya delapan, agak memanjang, lebih kecil dari kelopak bunga, berbulu jarang, dan pendek. Benang sari banyak dan kepala sari jorong dan sedikit tajam, berwarna kuning. Biji hitam, jorong bersudut tiga tidak beraturan dan sedikit berbentuk kerucut, panjang 3 cm dan berkelenjar (Sulaiman, S: 2011).

Nigella sativa L. (Ranunculaceae) merupakan sebuah tanaman berbunga

tahunan yang aslinya berasal dari wilayah Mediterania tetapi telah dibudidayakan dibelahan dunia lainnya seperti Asia, Afrika semenanjung Arab (Akhtar, dkk, 2011:70). Bunganya lembut dan pada umumnya berwarna biru muda dan putih dengan biji-biji hitam kecil (Hosseini, dkk, 2011: 220). Rasanya sedikit pahit dan pedas dengan tekstur renyah. Bijinya angular, umumnya berukuran kecil, berwarna abu-abu gelap atau hitam (Akhtar, dkk, 2012: 119). Tanaman ini dikenal juga dengan nama black caraway, black cumin atau kalonji (Pereira, dkk, 2012: 404).

Jintan hitam tumbuh diketinggian kurang dari 700 meter dibawah permukaan laut. Tanaman ini membutuhkan suhu udara 9-50 ºC, kelembapan (70-90%) dan penyinaran matahari penuh. Tanaman ini biasa tumbuh dengan baik di tanah inseptiol atau tanah lempeng berpasir (Junaedi,2006:26). Tumbuhan ini tumbuh hingga mencapai tinggi 20-30 cm, dengan daun hijau lonjong, ujung dan pangkal runcing,tepi beringgit,dan pertulangan menyirip. Bunganya majemuk, bentuk karang, kepala sari berwarna kuning, mahkota berbentuk corong berwarna antara biru sampai putih, dengan 5-10 kelopak bunga dalam satu batang pohon (Admin, al manar: 2011).

Buahnya keras seperti buah buni, berbentuk besar, menggembung, berisi 3-7 unit folikel, masing-masing berisi banyak biji atau benih yang sering digunakan manusia sebagai rempah-rempah. Memiliki rasa pahit yang tajam dan bau seperti buah strawberi, bijinya berwarna hitam pekat (Admin,al manar: 2011).

Jintan hitam mengandung berbagai bahan aktif seperti asam amino, protein, karbohidrat, baik minyak tetap (asam lemak 84%, termasuk linoleat dan oleat) dan minyak atsiri, alkaloid, saponin, serat kasar, serta mineral seperti kalsium, zat besi, sodium dan kalium. Di antara bahan-bahan aktif lainnya,

(27)

27

senyawa golongan kuinon hadir dalam minyak atsiri, thymoquinone (TQ), sekitar 27-57% telah dikaitkan menjadi bahan aktif yang paling penting dalam seluruh biji atau ekstraknya. Dithymoquinone, thymohydroquinone dan timol adalah bahan aktif secara farmakologi lainnya yang telah diidentifikasi dengan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) (Dollah, dkk, 2013: 97)

Biji jintan hitam (Nigella sativa L) mengandung beberapa senyawa, antara lain 15 jenis asam amino; protein; karbohidrat 0,5-1 %, minyak atsiri tidak kurang dari 0,2% v/b (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979). Kandungan minyak atsiri dalam biji bahkan dapat mencapai 1,5%. Kandungan lain dalam bijinya adalah glukosida, saponin, zat pahit, dan minyak lemak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014)

Kandungan utama di dalam Nigella sativa L. adalah thymoquinone, senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (Akhtar, dkk, 2011: 70). Minyak atsirinya telah terbukti mengandung 18,4-24% thymoquinone dan total 46% dari banyak monoter pensepertip-cymenedanpinene (Perveen, dkk, 2009: 139). Biji Nigella sativa L. merupakan sumber dari bahan aktif seperti saponin, 30-40% minyak tetap, 0,5-1,5% minyak esensial, berbagai macam gula dan protein dan komponen aktif farmakologi seperti thymoquinone (TQ), dithymoquinone (DTQ), dan nigellin (Hosseini, dkk, 2011: 220).

Kandungan lainnya: Tanin, alkaloid, nigelon, nigelimin, nigelimin noksida dan nigelisin, campestrol, stigmasterol, β-sitosterol, α- spinasterol. Juga mengandung 1,5% glukosida melantin yang bila dihidrolisis menghasilkan racun melantogenin. Dalam 100g biji jintan hitam mengandung: air 4g, protein 22g, lemak 41g, karbohidrat 17g, serat 8g, mineral 4,5g (Na 0,5g, K 0,5g, Ca 0,2g, P 0,5g, Fe 10mg), thiamin 1,5mg, piridoksin 0,7mg, tokoperol 34mg dan niasin 6 mg (Akhtar, dkk ,2008: 5).

Biji jintan hitam (Nigella sativa L.) secara tradisional telah digunakan untuk berbagai keadaan dan pengobatan yang berkaitan dengan kesehatan pernapasan, pencernaan, gangguan usus, ginjal, fungsi hati, sirkulasi, dan mendukung sistem kekebalan, serta untuk pengobatan sakit gigi dan sebagai antiseptic untuk mengobati bau mulut. Ibnu Sina yang dikena sebagai dunia Barat

(28)

28

dengan nama Avicenna, seorang peneliti jenius dari timur tengah, telah meneliti berbagai manfaat Jintan Hitam untuk kesehatan dan pengobatan. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya bab yang khusus membahas jintan hitam di dala bukunyan “ The Canon of Medicine”, buku yang dianggap sebagai tonggak paling bersejarah dalam ilmu pengobatan. Ibnu Sina memuji Habbatusauda sebagai “obat yang bias membangkitkan energi dalam tubuh serta mampu menghilangkan rasa letih dan lesu.” Di dalam bukunya tersebut , Ibnu Sina juga menganjurkan habbatusauda untuk mengatasi berbagai penyakit , antara lain sakit gigi, sakit kepala, demam, flu, penyakit luka, iritasi, sebagai obat anti jamur, obat cacing, dan parasite (PAaarkh et al, 2010).

2.5. Pengeringan

Pembuatan minuman herbal sangat erat kaitannya dengan penggunaan suhu pengeringan dan lama pengeringan yang dapat mempengaruhi karakteristik teh herbal. Pengeringan yaitu aplikasi pemanasan melalui kondisi yang teratur, sehingga dapat menghilangkan sebagian besar air dalam suatu bahan dengan cara diuapkan. Penghilangan air dalam suatu bahan dengan cara pengeringan mempunyai satuan operasi yang berbeda dengan dehidrasi. Dehidrasi akan menurunkan aktivitas air yang terkandung dalam bahan dengan cara mengeluarkan atau menghilangkan air dalam jumlah lebih banyak, sehingga umur simpan bahan pangan menjadi lebih panjang atau lebih lama (Muarif, 2013).

Menurut Henderson et al., (1976), pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat perkembangan organisme pembusuk. Heldman et al.,(1981), menyatakan beberapa keuntungan pengeringan, yaitu : memperpanjang umur simpan dan penurunan mutu sekecil-kecilnya, memudahkan pengangkutan karena berat bahan lebih ringan dan volume menjadi kecil, menimbulkan aroma yang khas pada bahan lebih ringan dan volume menjadi kecil dan mutu lebih baik serta nilai ekonomi lebih tinggi.

Udara yang terdapat dalam proses pengeringan mempunyai fungsi sebagai pemberi panas pada bahan, sehingga menyebabkan terjadinya penguapan air. Fungsi lain dari udara adalah untuk mengangkut uap air yang dikeluarkan oleh

(29)

29

bahan yang dikeringkan. Kecepatan pengeringan akan naik apabila kecepatan udara ditingkatkan. Kadar air akhir apabila mulai mencapai kesetimbangannya, maka akan membuat waktu pengeringan juga ikut naik atau dengan kata lain lebih cepat (Muarif, 2013).

Menurut Departemen Kesehatan RI (1985), suhu pengeringan tergantung pada jenis herbal dan cara pengeringannya. Herbal dapat dikeringkan pada suhu 30-90°C, tetapi suhu yang terbaik tidak melebihi 60°C. herbal yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin misalnya 30-45°C, atau dengan cara pengeringan vakum.

Prinsip pengeringan biasanya akan melibatkan dua kejadian, yaitu panas harus diberikan pada bahan yang akan dikeringkan, dan air harus dikeluarkan dari dalam bahan. Dua fenomena ini menyangkut perpindahan panas ke dalam dan perpindahan massa keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kecepatan pengeringan adalah luas permukaan, perbedaan suhu sekitar, kecepatan aliran udara, kelembaban udara, lama pengeringan. Selama proses pengeringan faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh herbal kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Suhu pengeringan tergantung pada jenis herbal dan cara pengeringannya. Herbal dapat dikeringkan pada suhu 30oC-90oC, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60oC (Laelasari, 2016).

2.6. Vitamin C

Defisiensi vitamin C yang dinamakan skorbut atau scurvy telah dikenal semenjak tahun 1720. Diketahui pula bahwa penyakit tersebut dapat dicegah dengan pemberian sayur-mayur atau buah-buahan segar terutama golongan jeruk yang ternyata mengandung vitamin C. Asam askorbat mula-mula dikenal sebagai asam heksuronat dengan rumus C6H8O6. Karena berkhasiat antiskorbut maka dinamakan asam askorbat atau vitamin C (Dewoto dan Wardhini B. P., 1995).

Sifat vitamin C Sangat tidak stabil pada pH netral atau alkali, terutama terhadap panas, tetapi sangat stabil terhadap asam (seperti halnya dalam banyak

(30)

30

jenis air buahbuahan/juice) dan cukup stabil selama penyimpanan sementara dalam keadaan dingin dan segar (Linder, 1992).

Vitamin C (Asam askorbat) bersifat sangat sensitif terhadap pengaruhpengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, oksigen, enzim, kadar air, dan katalisator logam (Andarwulan dan Koswara, 1992). Ada dua sifat yang penting dari vitamin C sebagai antioksidan. Pertama, karena mempunyai potensial reduksi yang rendah, askorbat dan radikal askorbil mampu bereaksi dengan radikal biologis dan mereduksi oksidan-oksidan. Kedua, stabilitas dan reaktivitas yang rendah dari radikal askorbil, yang terbentuk ketika askorbat menangkap SOR dan senyawa nitrogen yang reaktif (Silalahi, 2006).

Pada level molekular, askorbat dan dehidroaskorbat mempunyai sifat pereduksi (reducing agent) seperti halnya vitamin E, dalam keadaan demikian vitamin tersebut mempunyai sifat umum yang penting sebagai antioksidan yang mempengaruhi redoks-potensial tubuh (status relatif dalam oksidasi/reduksi zatzat yang larut dalam air di dalam dan diluar sel) (Linder, 1992). Asam askorbat sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin. Kedua senyawa ini merupakan komponen kolagen yang penting. Penjagaan agar fungsi itu tetap mantap banyak dipengaruhi oleh cukup tidaknya kandungan vitamin C dalam tubuh (Winarno, 1995).

Vitamin C meningkatkan daya tahan terhadap infeksi, kemungkinan karena pemeliharaan terhadap membran mukosa atau pengaruh terhadap fungsi kekebalan (Almatsier, 2002). Kebutuhan vitamin C untuk orang dewasa adalah 60 mg, lebih banyak dalam kehamilan dan laktasi, sedangkan untuk bayi dan anak-anak 35-45 mg. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan vitamin C diatas 60 mg/hari termasuk merokok, pemakaian kontraseptif dan penyembuhan luka (Linder, 1992).

(31)

31 2.7. Kadar air

Penentuan kadar air untuk berbagai bahan berbeda-beda metodenya tergantung pada sifat bahan yaitu bahan yang tidak tahan panas, berkadar gula tinggi, berminyak dan lain-lain penentuan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan oven vakum dengan suhu rendah. Bahan yang mempunyai kadar air tinggi dan mengandung senyawa volatil (mudah menguap) penentuan kadar air dilakukan dengan cara destilasi dengan pelarut tertentu yang berat jenisnya lebih rendah daripada berat jenis air. Untuk bahan cair yang berkadar gula tinggi penentuankadar air dapat dilakukan dengan menggunakan reflaktometer.

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan metode gravimetri yakni dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105oC selama 30 menit. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Selama proses pengovenan terjadi penurunan berat yang disebabkan berkurangnya kadar air dalam bahan pangan (Kumalaningsih, 2006).

Penentuan kadar air berguna untuk menyatakan kandungan zat dalam tumbuhan sebagai persen bahan bahan kering. Kandungan air dalam air dalam bahan pangan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan keawetan bahan pangan tersebut. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan pangan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan pangan sendiri. Adanya air mempengaruhi kemerosotan mutu pangan secara kimia dan mikrobiologi (Kumalaningsih, 2006).

Penentuan kadar air bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung dari sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan metode oven pengering. Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tesebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai suatu batasa agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi didalamnya. Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105oC selama waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air (Astuti, 2010).

(32)

32 2.8. Kadar abu

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang ada pada suatu bahan pangan. Bahan unsur tediri dari unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pengabuan akan terbakan akan tetapi bahan anorganik tidak ikut terbakar. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan berat setelah pembakaran dengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan sebelum terjadi dekomposisi dari abu tersebut (Sudarmadji, 2003). Mineral terbagi menjadi empat yaitu: Garam organik (garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat); garam anorganok (garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat); senyawa komplek (klorofil-Mg, pektin-Ca, mioglobin-Fe); kandungan abu dan komposisinya tergantung macam bahan dan cara pengabuannya.

Penetuan kadar abu dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mencari jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Kandungan kadar abu dapat ditentukan dengan cara cara langsung yaitu mengabukan dalam tanur pada suhu 500oC-600oC sampai semua karbon hilang dalam bahan makanan.

2.9 Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik dengan menggunakan metode uji peringkat sederhana dilakukan untuk mengetahui produk minuman herbal daun bidara yang terbaik dari segi rasa, aroma, warna, dan tekstur. Dalam uji peringkat sederhana, sebanyak 20 panelis diminta untuk menguji sampel berdasarkan parameter yang telah ditentukan tersebut. Setiap panelis dihadapkan pada sampel yang akan diuji dan diminta untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kisaran nilai yang diberikan sebagai berikut:

(33)

33 Peringkat Keterangan 1 2 3 4 5

Sangat Tidak Suka Tidak Suka

Agak Suka Suka Sangat Suka

2.10. Minuman herbal

Saat ini telah banyak berkembang minuman fungsional yang bersumber tidak hanya dari teh, tetapi bahan-bahan alami lainnya digunakan sebagai minuman fungsional yang dikenal dengan bahan-bahan herbal. Bahan-bahan herbal ini adalah sebutan untuk ramuan yang berasal dari bunga, daun, biji, akar atau buah kering yang disebut juga teh herbal. Walaupun disebut “teh”, ramuan atau minuman ini tidak mengandung daun dari tanaman teh (Camellia sinensis) (Kadista, 2016).

Teh merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi setelah air putih dan dipercaya memiliki banyak manfaat. Teh terbagi menjadi dua jenis, yaitu teh non-herbal dan teh herbal. Teh non-herbal berasal dari tanaman teh (Camelia sinensis). Teh non-herbal dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu teh hitam, teh hijau, dan teh olong. Teh herbal biasanya terbuat dari akar, batang, bunga, daun, biji, dan kulit buah dari tanaman yang memiliki manfaat sebagai tanaman obat, mudah larut dalam air panas serta mudah dalam penyajian. Tidak seperti teh non-herbal, teh herbal tidak mengandung kafein, sehingga cocok digunakan sebagai detoksifikasi tubuh (Wahyuningsih, 2011).

Teh herbal mempunyai fungsi dan manfaat yang berbeda terhadap kesehatan. Manfaat teh terhadap kesehatan berhubungan dengan sifat antioksidan dan aktivitas penghambatan radikal bebas dari teh yang kaya akan kandungan fenolik dan flavonoid (Komes, 2010 dalam Siburian dkk., 2015).

(34)

34

Komposisi kimia daun teh secara lengkap disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia daun teh (% berat kering)

Komponen kimia Daun segar (%)

Selulosa dan serat kasar 34

Protein 17

Klorofil dan pigmen 1,5 Pati 8,5 Tanin 25 Tanin teroksidasi 0 Kafein 4 Asam amino 8 Mineral 4 Abu 5,5

Sumber : Nasution dan Tjiptadi (1975).

Minuman herbal yang dibuat diharapkan dapat meningkatkan cita rasa dari tiap bahan yang digunakan tanpa mengurangi khasiatnya (Verma dan Alpana, 2014). Minuman herbal bukan hanya untuk menghilangkan rasa haus dan memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh manusia. Minuman herbal juga memiliki nilai jual dan dipercaya akan kegunaannya. Beberapa jenis minuman herbal mampu memberi manfaat antioksidan yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai penangkal radikal bebas. Pembuatan minuman herbal dengan memanfaatkan bahan dasar dari alam yang mudah didapat oleh masyarakat sebagai antioksidan alami sangat dibutuhkan oleh tubuh. Syarat mutu minuman herbal dalam kemasan berdasarkan SNI 3836:2013 dapat dilihat pada Tabel 3.

(35)

35

Tabel 3. Syarat Mutu Minuman Herbal dalam Kemasan Menurut SNI 3836:2013

Kriteria uji Satuan Persyaratan

Keadaan air seduhan

Warna - Khas produk teh

Bau - Khas produk teh

Rasa - Khas produk teh

Kadar polifenol (b/b) % Min. 5.2

Kadar air (b/b) % Maks. 8,0

Kadar ekstrak dalam air (b/b) % Min. 32

Kadar abu total (b/b) % Maks. 8,0

Kadar abu larut dalam air dari abu total (b/b)

Min. 45

Kadar abu tak larut dalam asam (b/b) % Maks. 1,0

Alkalinitas abu larut dalam air (sebagai KOH) (b/b)

% 1-3

Serat kasar % Maks. 16,5

Cemaran logam

Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2

Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0

Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0

Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,03

Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 1,0

Cemaran mikroba :

Angka lempeng total (ALT) Koloni/g Maks. 3x103

Bakteri Coliform APM/g < 3

Kapang Koloni/g Maks. 5x102

Sumber : BSN, 2013

2.11. Analisis Kelayakan Usaha

Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu usaha layak atau tidak didirikan. Beberapa cara sering digunakan untuk menganalisis

(36)

36

kelayakan suatu usaha adalah dengan cara menghitung BEP dan B/C Ratio serta R/C Ratio.

a) BEP

Break event point adalah volume penjualan dimana penghasilannya

(revenue) tepat sama besarnya dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mendapatkan keuntungan atau menderita kerugian (Riyanto, 2010). BEP juga dapat didefinisikan sebagai titi impas dalam hal unit yang dihasilkan dan biaya yang diperoleh tanpa mengalami keuntungan maupun kerugian. Break event pointmenyatakan volume penjualan dimana total pengahasilan tepat sama besarnya dengan total biaya, sehingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak juga memperoleh kerugian (Mercubuana, 2008).

𝐵𝐸𝑃 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 =

Total Biaya Operasional

h𝑎𝑟𝑔𝑎 (𝑅𝑝)

b) B/C Ratio

BCR adalah suatu analisa pemilihan usaha untuk menentukan layak atau tidak layaknya suatu usaha. B/CR ( Benefit Cost Ratio ) Rumus :

𝐵𝐶𝑅 =

Penerimaan

Total Biaya Operasional

c) R/C Ratio

Merupakan perbandingan antara seluruh pendapatan/pemasukan dengan biaya produksi. Usaha dikatakan layak apabila R/C Ratio lebih dari 1,00 (>1,00).

(37)

37

III. METODOLOGI

3.1 Waktu pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan Februari sampai Juni 2019 di Pulau kulambing, Desa Pasui, Kec. Bungoro dan Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Halu Oleo.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi oven, hammert, baskom, blender, gunting, gelas plastik, kompor gas, sendok, tapisan, timbangan analitik, gelas ukur, corong, erlenmeyer, cawan petri, cawan porselin, penjepit cawan, pipet skala, buret, labu takar, cawan abu porselin,gelas piala, gelas braket, spatula.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daun bidara, jintan hitam, gula pasir, air, kertas saring, aquades, larutan iod 0,01 N, Pati 1%, larutan H2S04, asam askorbat, dan kertas saring.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui formulasi penggunaan daun bidara dan jintan hitam yang terbaik untuk membuat minuman herbal daun bidara. Formulasi penggunaan daun bidara dan jintan hitam (D:J) yang akan digunakan yaitu 90:10; 80:20; 70:30 menggunakan suhu 50oC dan 60°C dengan lama pengeringan 4 dan 5 jam.

Penelitian pendahuluan ini akan dilakukan respon pengamatan secara uji organoleptik dengan menggunakan metode uji hedonik oleh 20 orang panelis terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa yang terbaik terhadap minuman herbal daun bidara yang dihasilkan. Berdasarkan hasil uji organoleptik pada penelitian pendahuluan, sampel yang terpilih akan digunakan pada penelitian utama.

(38)

38 3.3.2. Penelitian utama

Penelitian utama ini akan dilakukan rancangan perlakukan berdasarkan

formulasi yang dihasilkan dari penelitian pendahuluan. Pada penelitian utama ini ada 2 faktor yang dikaji, faktor pertama yaitu suhu pengeringan (A) terdiri dari 2 taraf yaitu (A1) 50oC, (A2) 60oC. Faktor kedua yaitu lama pengeringan (B) yang

terdiri dari 2 taraf yaitu (B1) 4 jam, (B2) 5 jam. Penelitian ini menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan analisa data menggunakan SPSS 16.0 dengan 2 kali ulangan. Pengamatan yang akan dilakukan yaitu analisis kadar tanin, kadar air dan kadar abu.

3.4. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan dua faktor perlakuan yaitu suhu pengeringan dan lama pengeringan. Rancangan percobaan dari penilitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ajeng, 2010. Menggunakan suhu pengeringan 40°C dan 50°C, maka penulis ingin melanjutkan penelitian tersebut dengan menggunakan suhu pengeringan 50°C dan 60°C. Tabel 4. Rancangan Percobaan

Faktor Perlakuan Lama Pengeringan Suhu Pengeringan A1= 50°C A2= 60°C B1= 4 Jam A1B1 A2B1 B2= 5 Jam A1B2 A2B2 Keterangan :

A1B1: Suhu pengeringan 50oC dan lama pengeringan 4 jam,

A1B2: Suhu pengeringan 50oC dan lama pengeringan 5 jam,

A2B1: Suhu pengeringan 60oC dan lama pengeringan 4 jam,

(39)

39 3.5. Prosedur Kerja

3.5.1. Proses pembuatan serbuk teh herbal daun bidara

1. Daun bidara dan jintan hitam yang akan digunakan disortasi terlebih dahulu 2. Daun bidara dan jintan hitam yang sudah disortasi dicuci kemudian ditiriskan. 3. Kemudian daun bidara dipotong dengan ukuran kecil

4. Kemudian dilakukan proses pengeringan menggunakan oven dengan suhu 50oC dan 60oC selama 4 jam dan 5 jam.

5. Kemudian daun bidara dan jintan hitam dicampur dan dihaluskan menggunakan blender.

6. Daun bidara yang sudah halus dimasukkan dalam kemasan.

Gambar 3. Alur Proses Pembuatan Minuman Herbal Daun Bidara

Daun Bidara 2kg Sortasi Pencucian Perajangan Pengeringan Suhu Pengeringan 50°C, 60°C Lama Pengeringan 4 jam, 5 jam Penambahan Jintan Hitam

(40)

40 3.5.2. Analisis Vitamin C (Sudarmadji, 1984)

Bahan ditimbang sebanyak 10 gram. Masukkan bahan tersebut ke dalam labu ukur 100 ml lalu diencerkan dengan aquades sampai tanda batas, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer, setelah itu tambahkan 1 ml larutan serbuk daun bidara 1%, kemudian dititrasi dengan larutan iod 0.01 N sampai timbul warna biru. Setiap 1 ml 0,01 N iod ekuivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Vitamin C dihitung dengan rumus:

𝑀𝑔 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑘𝑜𝑟𝑏𝑎𝑡 =ml Iod 0,01 N × 0,88 × pengenceran × 100 Berat bobot

3.5.3. Analisa kadar air

Analisis kadar air dilakukan dengan mengadopsi prosedur sesuai dengan SNI -01-2354.2-2006 sebagai berikut:

a. Contoh dihaluskan dengan blender

b. Berat cawan porselin (A) ditimbang, dicatat dan dinolkan kembali

c. Contoh yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam cawan porselin (A) ± 2 gram kemudian ditimbang (B)

d. Cawan yang telah diisi dengan contoh dikeringkan ke dalam oven vakum pada suhu 100oC, selama 5 jam atau biasa selama semalam, atau sampai berat konstan

e. Dinginkan cawan porselin kedalam desikator dengan menggunakan alat penjepit, selama kira-kira 30 menit kemudian timbang (C).

Perhitungan kadar air menggunakan rumus sebagai berikut: % air = 𝐁−(𝐂−𝐀)𝐁 × 100

3.5.4. Analisa kadar abu

Anlisis kadar abu dilakukan dengan mengadopsi prosedur sesuai dengan SNI -01-2354.1-2016 sebagai berikut:

(41)

41

a. Memijarkan cawan abu porselin sampai merah dalam tungku pengabuan yang telah bersuhu sekitar 650oC selama 1 jam. Suhu tungku pengabuan harus dinaikkan bertahap.

b. Setelah suhu tungku pengabuan turun menjadi sekitar 40oC, ambil cawan abu porselin dan dinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian timbang berat cawan abu porselin kosong (A).

c. Kedalam cawan abu porselin tambahkan ± 2 gram contoh (B) yang telah dihomogenkan kemudian dimasukkan kedalam tungku pengabuan. Suhu dinaikkan secara bertahap sampai 650oC. Total pemanasan dilakukan selama 8 jam atau 1 malam sampai diperoleh abu berwarna putih.

d. Setelah suhu tungku pengabuan turun menjadi sekitar 40oC, ambil cawan abu porselin dalam desikator yang didiamkan selama 30 menit menggunakan alat penjepit dan timbang beratnya (C).

Perhitungan:

% Abu = 𝐂 − 𝐀𝐁 × 100%

3.5.5. Uji Organoleptik

Bubuk minuman serbuk daun bidara sebanyak 2 gram diseduh dengan 50 ml air panas dan ditambahkan 1 gram gula. Setiap sampel seduhan minuman serbuk daun bidara ditempatkan di gelas/botol yang berbeda, kemudian diberikan kepada panelis. Selain itu juga disediakan sampel berupa bubuk minuman serbuk daun bidara untuk pengamatan tekstur.

Panelis yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 20 orang. Panelis mengisi form penilaian yang sudah diberikan. Kriteria penilaian pada form meliputi rasa, warna, tekstur bubuk dan aroma. Skala yang digunakan yaitu: 1= Sangat tidak suka, 2=Tidak suka, 3= Cukup suka, 4=Suka, 5=Sangat suka.

Gambar

Gambar 1. Tanaman bidara  Sumber: Data Primer 2019
Gambar 2. Tanaman bidara (Ziziphus spina-christ L)  Sumber gambar: Daunbuah.com
Tabel 3. Syarat Mutu Minuman Herbal dalam Kemasan Menurut SNI 3836:2013

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penelitian dengan judul “uji aktivitas antibakteri ekstrak Daun

Skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia dan ekstrak n - heksan, etilasetat dan etanol daun sisik naga meliputi pemeriksaan golongan senyawa alkaloid,

Skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia dan ekstrak n- heksan, etilasetat dan etanol daun sisik naga meliputi pemeriksaan golongan senyawa alkaloid,

Penelitian yang dilakukan yaitu mengenai pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak daun bidara (Ziziphus mauritiana) terhadap sifat fisik sediaan sabun cair scrub dengan

Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah informasi tentang skrining fitokimia, golongan senyawa triterpenoid / steroid (isolat) hasil isolasi dari ekstrak n-heksana

Dengan faktor adalah jenis penambahan ekstrak daun bidara (Ziziphus spina- christ L), formulasi ekstrak etanol menjadi bentuk sediaan shampo antiketombe terdiri

kekerasan buah selama penyimpanan selama penyimpanan 15 hari Keterangan: G0 = Glukomannan 0%, G1 = Glukomannan 1%, G2 = Glukomannan 2%, B0 = Ekstrak bidara 0%, B1 = Ekstrak bidara 0,6%,

HASILDANPEMBAHASAN Hasil Uji Fisik Dan Kimia Pengeringan Daun Bidara Analisis uji fisik dan kimia laboratorium telah dilakukan pada pengeringan daun bidara dengan parameter yang