• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TUGAS AKHIR SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) METHOD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN TUGAS AKHIR SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) METHOD"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN TUGAS AKHIR

SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) METHOD UNTUK

PENENTUAN PERINGKAT DALAM PEMBUATAN PETA

TEMATIK DAERAH RAWAN DEMAM BERDARAH DENGUE

( STUDI KASUS KABUPATEN REMBANG )

Disusun Oleh:

Nama

: RIO RAHMANDIKA NUGROHO

NIM

:

A12.2011.04472

Program Studi

:

Sistem Informasi - S1

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

2015

(2)

ii

LAPORAN TUGAS AKHIR

SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) METHOD UNTUK

PENENTUAN PERINGKAT DALAM PEMBUATAN PETA

TEMATIK DAERAH RAWAN DEMAM BERDARAH DENGUE

( STUDI KASUS KABUPATEN REMBANG )

Laporan ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program studi Sistem Informasi S-1 pada Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Dian Nuswantoro

Disusun Oleh:

Nama

:

Rio Rahmandika Nugroho

NIM

:

A12.2011.04472

Program Studi

:

Sistem Informasi - S1

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

2015

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN ADEMIS

(7)

vii

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini yang berjudul “Simple Additive Weighting (SAW) Method Untuk Penentuan Peringkat Dalam Pembuatan Peta Tematik Daerah Rawan Demam Berdarah Dengue ( Studi Kasus Kabupaten Rembang )”.

Tugas akhir ini tidak akan terselesaikan sesuai rencana tanpa adanya doa dan dukungan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr.Ir.Edi Noersasongko,M.Kom, selaku Rektor Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS) Semarang,

2. Dr.Drs.Abdul Syukur,MM, selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

3. Affandy, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Sistem Informasi-S1 Universitas Dian Nuswantoro.

4. Budi Widjdjanto,M.Kom, selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa memberi arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun tugas akhir.

5. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kantor Litbang Kabupaten Rembang, Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang, Dinas Kependudukan dan pencatatan Sipil kabupaten Rembang,

(8)

viii

serta pihak yang membantu memberikan pengarahan dan memberi izin perolehan data-data guna kebutuhan penyusunan laporan tugas akhir.

6. Bapak Nugroho Hari Siswanto S.H dan Ibu Rahmawati Edy Lestari, selaku orang tua dan keluarga penulis yang senantiasa memberikan dukungan materi maupun moril bagi penulis selama menjalani perkuliahan di UDINUS.

7. Eggy, Lala, Nilam, Anggita, Devan, Luthfi, Nahid, Fandi,serta teman-teman seangkatan yang berjuang bersama dan memberi dukungan selama penyusunan tugas akhir dan selama perkuliahan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tugas akhir ini. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang ada di dalam laporan tugas akhir ini. Semoga laporan tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan berkontribusi kepada program studi Sistem Informasi-S1 UDINUS. Penulis menerima dengan senang hati terhadap kritik dan saran untuk menyempurnakan tugas akhir ini.

Semarang, November 2015

(9)

ix ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang sangat berbahaya karena tingginya jumlah kematian yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Kabupaten Pati termasuk daerah tropis yang memiliki potensi penyebaran nyamuk ini. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat peta tematik sebagai upaya antisipasi, penanganan, dan pengendalian terhadap wilayah berpotensi DBD. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Simple Additive Weighting (SAW) yang sering disebut metode penjumlahan terbobot yaitu mencari penjumlahan dari rating kinerja pada setiap alternative dari semua atribut. Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Dengan menerapkan metode Simple Additive Weighting (SAW), dapat membantu dinas kesehatan untuk menilai daerah rawan DBD di Kabupaten Pati. Berdasarkan penelitan yang telah dilakukan, pola penyebaran DBD yang meliputi intensitas curah hujan, kepadatan penduduk, dan insiden kejadian demam berdarah, sebagai variabel. Untuk menggambarkan daerah rawan DBD di Kabupaten Pati, maka pola tersebut disajikan dengan peta tematik menggunakan aplikasi ArcView. Hasil dari penelitian tersebut bahwa penyebaran DBD tidak lepas dari pengaruh perkembangbiakan nyamuk, kepadatan penduduk dan penularan dari penderita satu kependerita lainnya. Dan peringkat tertinggi nilai kerawanan pada tahun 2014 berada di

Kecamatan Pati dengan nilai 2,25 diikuti Kecamatan Sukolilo 2,08 dan Kecamatan Margorejo 2,06.

Kata kunci : Demam Berdarah Dengue, DBD, Simple Additive Weighting (SAW), Peta tematik, Arcview.

(10)

x ABSTRACT

Demam Berdarah Dengue (DBD) is a disease that is very dangerous due to the high number of deaths caused by the mosquito Aedes aegypti. Kabupaten Pati including tropical regions that have the potential spread of this mosquito. The purpose of this research is to create thematic maps as anticipation, handling, and control of potentially DBD region. The method used in this study is the Simple Additive Weighting (SAW) is often called a weighted summation method which is seeking the sum of rating the performance of each alternative on all attributes. SAW method requires the decision matrix normalization process (X) to a scale which can be compared with all ratings existing alternatives. By applying the Simple Additive weighting method (SAW), can help dinas kesehatan to assess the rank of DBD prone areas in the Kabupaten Pati. Based on the research that has been done, the pattern of spread of dengue which includes rainfall intensity, population density, and the incidence of DBD , as variables. To illustrate the dengue-prone areas in the kabupaten Pati, then the pattern presented with thematic maps using ArcView application. Results from these studies that the spread of dengue is not free from the influence of mosquito breeding, population density and transmission from one patient to another patient. And the highest ranking value of insecurity in 2014 was in Kecamatan Pati with a value of 2.25 followed Kecamatan sukolilo2,08 and kecamatan Margorejo2,06.

Keywords : Dengue Hemorrhagic fever, DHF, Simple Additive Weighting (SAW), thematic maps, Arcview.

(11)

xi DAFTAR ISI

Persetujuan Laporan Tugas Akhir ... iii

Pengesahan Dewan Penguji ... iv

Pernyataan Keaslian Tugas Akhir ... v

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah Untuk Kepentingan ademis ... vi

Ucapan Terimakasih ... vii

Abstrak ... ix

Abstract ... x

Daftar Isi ... xi

Daftar Gambar... xiv

Daftar Tabel ... 1

Bab 1 PENDAHULUAN ... 2

1.1 Latar Belakang Masalah ... 2

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 9

2.2.1 Definisi ... 9

2.2.2 Epidemiologi ... 10

2.2.3 Upaya pengendalian DBD terhadap daerah rawan DBD ... 11

(12)

xii

2.3 Decision Support System (DSS) dan Geographic Information System (GIS) 16

2.4 Metode Simple Additive Weighting (SAW) ... 16

2.5 Peta ... 19

2.5.1 Klasifikasi Peta ... 19

2.5.2 Penyususan Peta ... 21

2.5.3 Komponen ArcView ... 23

Bab 3 METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Objek Penelitian ... 28

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 28

3.2.1 Observasi / pengamatan ... 28

3.2.2 Wawancara ... 34

3.2.3 Studi Literatur ... 35

3.3 Metode Analisis ... 37

3.3.1 Analisa Fuzzy Multiple Attribute Decision Making (FMADM) dengan metode Simple Additive Weighting (SAW)... 37

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Tinjauan Umum Perusahaan ... 39

4.1.1 Sosial Kesehatan Masyarakat Dan Kondisi Geografis ... 39

4.1.2 Curah Hujan dan Insiden DBD di Kabupaten Rembang 2015 ... 42

4.2 Analisa Penghitungan dengan Metode Simple Additive Weighting Tingkat Kerawanan Berdasarkan Kriteria ... 45

4.2.1 Penentuan rating kecocokan setiap alternatif (Ai(i=1,2,...,n)) pada setiap kriteria Cj. ... 46

4.2.2 Matriks perhitungan ... 49

(13)

xiii

4.3.1 Peta Kabupaten Rembang ... 53

4.3.2 Peta Kecamatan ... 53

4.3.3 Peta Curah Hujan ... 54

4.3.4 Peta Kependudukan ... 55 4.3.5 Peta Kerawanan DBD ... 56 BAB 5 ... 57 PENUTUP ... 57 5.1 Kesimpulan ... 57 5.2 Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA ... 58

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar peta ditinjau dari segi jenis ... 20

Gambar 2.2 Macam peta ditinjau dari fungsinya. ... 21

Gambar 2.3 Titik. ... 22

Gambar 2.4 Variasi Garis ... 22

Gambar 2.5 Variasi Polygon ... 23

Gambar 2.6 Jendela view. ... 25

Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 36

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Rembang. ... 42

Gambar 4.2 Indeks curah hujan. ... 55

Gambar 4.3 Kependudukan... 55

(15)

1

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Penelitian yang telah dilakukan ... 7

Tabel 3.1 Wawancara ... 34

Tabel 3.2 Kerawanan ... 38

Tabel 4.1 Jumlah penduduk. ... 39

Tabel 4.2 Wilayah Kabupaten Rembang. ... 41

Tabel 4.3 Titik pantau curah hujan Rembang. ... 43

Tabel 4.4Rata-rata Curah Hujan Tahun 2015. ... 44

Tabel 4.5 Insiden DBD 2014 ... 45

Tabel 4.6 Nilai bobot... 46

Tabel 4.7 Indeks hujan. ... 46

Tabel 4.8 Nilai Range kriteria Hujan. ... 47

Tabel 4.9 Jumlah penduduk. ... 47

Tabel 4.10 Nilai range penduduk. ... 48

Tabel 4.11Jumlah kejadian DBD. ... 48

Tabel 4.12Kriteria Kejadian. ... 48

Tabel 4.13Variabel Kriteria. ... 49

Tabel 4.14Variabel Bobot. ... 49

Tabel 4.15Variabel R. ... 50

Tabel 4.16Kriteria Peringkat ... 52

(16)

2 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya yang mampu menyebabkan kematian yang hanya membutuhkan waktu singkat. Berdasarkan dari laporan WHO, Demam Berdarah Dengue pada tahun 1953 disinyalir pertama kali ditemukan di filipina dan menyebar di berbagai negara. Gejala klinis yang muncul akibat infeksi virus DEN-2 dan DEN-4 ,virus tersebut cepat menyebar di negara sekitar. Pada tahun 1958, virus tersebut mengisolasi sebagian besar daerah di Thailand ,Selang beberapa dekade berikutnya mulai menyebar ke wilayah Kamboja ,Cina ,Laos ,Malaysia,Singapura, Indonesia dan sebagainya.

Indonesia dilaporkan pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968 dengan jumlah penderita 58 jiwa dengan kematian 24 jiwa prosentase 41,3%. Setelah kejadian tersebut menimbulkan dampak penyebaran keseluruh wilayah Indonesia, sehingga puncaknya pada tahu 1988 dengan insiden rate mencapai 13,45% per 100.000 penduduk. Meningkatnya mobilitas penduduk erat kaitannya dengan hal ini[1]. DBD cepat menyebar di wilayah lain di Indonesia, pada tahun 1969 didaerah Jakarta kemudian dilaporkan berturut-turut dilaporkan di Bandung dan Yogykarta pada tahun 1972. Epidemi penyebaran diluar jawa memasuki tahun 1972 di Sumatra Barat dan lampung, Menyusul daerah Riau ,Sulawesi Utara dan Bali pada tahun 1973 dan diikuti penyebaran di wilayah lainnya. Saat ini DBD menjadi endemi di banyak kota besar[1].

Penyebaran wabah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) berpotensi pada musim penghujan. Kerap kali menimbulkan genangan air yang menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk Aides Aigepthy. Penularan penyebaran penyakit

(17)

2 tersebut dipengaruhi faktor iklim khususnya faktor curah hujan ,suhu ,dan kepadatan penduduk dan frekuensi kejadian DBD[2].

Kabupaten Rembang merupakan salah satu daerah yang berpotensi terhadap penyebaran penyakit DBD. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang mengatakan Frekuensi kejadian DBD dikabupaten sangat tinggi tercatat berdasarkan data dari beberapa rumah sakit dengan kejadian di musim penghujan. Berbagai upaya yang sudah dilakukan oleh pihak dinas kesehatan dalam pencegahan DBD dengan prioritas pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serentak dalam satu minggu. Dan himbauan melakukan abatisasi terhadap tempat penampungan air.

Sebagai upaya mengantisipasi penyebaran DBD, diperlukan tindakan preventif antisipasi dini dengan memberikan data yang relevan bagi pihak pemerintah dinas kesehatan dan masyarakat terutama pada wilayah kecamatan di kabupaten Rembang yang berstatus rawan terhadap frekuensi kejadian penularan DBD. Penyajian data yang relevan dilakukan dengan mengumpulkan sumber yang menjadi faktor pengaruh pola penyebaran DBD.Berdasarkan data tersebut pemerintah dinas kesehatan dapat mengantisipasi dengan tindakan lebih dini dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Diharapkan pemerintah bersama masyarakat bisa mempersiapkan lebih dini dalam penanganan penyakit Demam Berdarah Dengue.

Berdasarkan uraian tersebut, dalam hal ini penulis mengusulkan penelitian dengan judul “Simple Additive Weighting (SAW) Method Untuk Penentuan Peringkat Dalam Pembuatan Peta Tematik Daerah Rawan Demam Berdarah Dengue” dalam penjumlahan terbobot dengan faktor penyebaran DBD yang menjadi kriteria dari setiap wilayah kecamatan yang berada di kabupaten Rembang sehingga diketahui potensi status rawan DBD terhadap wilayah tersebut . Selanjutnya di terapkan pada pembuatan peta tematik guna penggambaran presentasi daerah rawan DBD.

(18)

3 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana menentukan tingkat rawan DBD pada wilayah kecamatan di Kabupaten Rembang dengan dengan faktor curah hujan, kepadatan penduduk dam angka insiden kejadian DBD.

2. Bagaimana menyediakan informasi berupa peta tematik wilayah rawan DBD Kabupaten Rembang sebagai upaya Dinas Kesehatan dalam acuan tindakan antisipasi dan penanganan DBD.

1.3 Batasan Masalah

Supaya Penelitian penentuan tingkat rawan DBD terarah ,maka Batasan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Besar rata-rata curah hujan wilayah Kabupaten Rembang 2014 per titik pantau.Jumlah penduduk 2014 per kecamatan.

2. Frekuensi insiden kejadian DBD 2014 per kecamatan.

3. Data yang dihasilkan berupa data mentah yang selanjutnya dikembangkan oleh dinas kesehatan dan pihak terkait sesuai kebutuhan.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengimplementasikan metode Simple Additive Weighting (SAW).dalam penentuan nilai terbobot dari kriteria sehingga diketahui peringkat daerah rawan DBD.

2. Membuat peta tematik dengan pemanfaatan software Arcview untuk memberikan data yang relevan kepada dinas kesehatan dan pihak terkait guna menentukan upaya antisipasi, penanganan, dan pengendalian DBD terhadap daerah rawan dan berpotensi.

(19)

4 1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Dinas Kesehatan Dan Pihak Terkait:

a. Dapat memberikan acuan data pemanfaatan peta tematik wilayah rawan penyebaran DBD sebagai sumber upaya antisipasi ,pengendalian dan penanganan penyebaran DBD.

b. Dapat memberikan pola sebaran wilayah rawan pada daerah yang berpotensi terhadap DBD dapat dijadikan pertimbangan dalam analisa berkelanjutan dan progam kerja berkelanjutan.

2. Bagi peneliti :

a. Untuk mengimplementasikan ,memaparkan serta mengaplikasikanteori ilmu yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan di Universitas Dian Nuswatoro.

b. Menjadi referensi peneliti dalam mengembangkan peta tematik dengan memanfaatkan metode perhitungannya.

3. Bagi civitas akademika :

a. Sebagai upaya menambah pembendaharaan kepustakaan dan karya ilmiah akademik baik secara kualitas maupun kuantitas.

b. Sebagai tolak ukur program awal untuk membimbing dan mengarahkan mahasiswa dalam meningkatkan pemahaman pada mata kuliah yang ditempuh.

(20)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan metode Simple Additive Weighting (SAW) dan Pembuatan peta tematik ataupun GIS. Sebagai berikut :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Purnama, Cucu Suhery dan Dedi Triyanto pada tahun 2013. Penelitian ini berlatar belakang penyebaran DBD di daerah pontianak hal ini dapat disebabkan oleh lokasi penderita yang terisolir, jumlah penduduk yang terlalu padat, cuaca yang kondusif bagi nyamuk dan tidak adanya kepedulian penduduk dan pemerintah terhadap lingkungan yang sehat. Terdapat beberapa faktor untuk menentukan suatu daerah rawan penyakit DBD. Yaitu jumlah curah hujan, suhu, kelembapan, kepadatan penduduk, jumlah kejadian ,dan sarana prasarana kesehatan. Pengaruh jumlah curah hujan menjadi prioritas dominan karena pengaruh tempat berkembang biak , nyamuk cenderung berkembang biak pada suhu tropis, kepadatan penduduk yang lebih besar mempunyai resiko tinggi penyebaran virus ,semakin tinggi kejadian DBD maka semakin tinggi resiko tertular. Hasil penelitian berupa penggunaan metode logika fuzzy dalam penentuan nilai dan memetakan pada peta tematik.

2. Penelitian oleh Heni Dwi Astuti tahun 2012 tentang perancangan sistem informasi geografis penyebaran DBD diwilayah Depok dengan menggunakan ArcView. Penelitian tersebut berdasarkan kebutuhan suatu sistem informasi yang secara terintegrasi mampu mengolah data spasial dan non spasial secara efektif dan efisien. Dengan berlatar belakang diperlukannya penanganan yang cepat agar tidakbanyak korban yang disebabkan olehnyamuk Aedes Aegypti. Agar seluruh upaya itu berjalan lancar diperlukan.sosialisasi, peningkatan serta pemahaman atas pengelolaan penyakitDBD dan mengantisipasi penyakit ini kepada masyarakat. Hasil penelitian berupa

(21)

6 metode pendekatan membuat suatu sistem informasi geografis. Memberikan informasi data penyakit DBD di setiap daerah disediakan dari tahun 2006 sampai 2008 untuk korban yang menderita penyakit DBD dalam bentuk visualisasi peta wilayah kota Depok dengan menggunakan software ArcView serta hanya menampilkan informasi tentang DBD, cara penanggulangan, pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue serta daftar puskesmas dan rumah sakit terdekat. Model data dalam SIG terdiridari 2 macam, yaitu data spasial dan data non spasial. Data spasial yang terdapat dalam aplikasi ini yaitu data spasial kecamatan, data spasial kelurahan, dan data kasus DBD. Menunjukkan kasus demam berdarah yang ada di wilayah Depok. Data-data spasial tersebut dibuat secara langsung melalui proses dijitasi (on screen digitizing) dengan perangkat ArcView.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Amah Majidah Vidyah Dini, Rina Nur Fitriany, Ririn Arminsih Wulandari ,2010. Objek penelitian tersebut adalah berada di daerah Serang. Kabupaten Serang merupakan wilayah di Propinsi Banten yang memiliki jumlah kasus terbesar kedua setelah Kabupaten Tangerang. Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tahun 2003 sebanyak 252 dengan kematian 10 kasus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara faktor iklim (suhu, curah hujan, hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban, dan kecepatan angin) dengan angka insiden demam berdarah dengue di Kabupaten Serang tahun 2007-2008. Secara keseluruhan, tidak ada salah satu pun dari faktor iklim yang diteliti (suhu, curah hujan, hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban, dan kecepatan angin) yang memiliki hubungan bermakna dengan insiden DBD di Kabupaten Serang tahun 2007-2008. Ada beberapa hal yang mungkin membuat hal ini terjadi. Beberapa diantaranya adalah kurang lamanya durasi data yang diambil, kurang lengkapnya data iklim yang didapat, dan kurangnya frekuensi data insiden DBD yang diambil. Selain itu, mungkin upaya pemberantasan nyamun A. aegepty sebagai vektor DBD yang dilaksanakan di Kabupaten Serang telah berhasil.

(22)

7 Tabel 2.1Penelitian yang telah dilakukan

No Nama Peneliti

dan Tahun Masalah Metode Hasil

1. Purnama,Cucu Suhery,Dedi Triyanto ,2013

Daerah rawan penyebaranDemam Berdarah Dengue (DBD) daerah Pontianak.

Logika fuzzy Implementasi logika fuzzy terhadap faktor penyebaran untuk memberikan informasi gambaran terhadap daerah yang berstatus rawan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD).

2. Heni Dwi Astuti ,2012

Kurangnya informasi tentang pola penyebaran DBD.

Pembobotan nilai Memberikan informasi geografis penyebaran DBD guna memberikan pengetahuan untuk mengantisisipasi DBD.[3]

(23)

8 No Nama Peneliti

dan Tahun Masalah Metode Hasil

3. Amah Majidah Vidyah Dini, Rina Nur Fitriany, Ririn Arminsih Wulandari 2010

bagaimana gambaran dan hubungan antara faktor iklim (suhu, curah hujan, hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban, dan kecepatan angin) dengan angka insiden demam berdarah dengue di Kabupaten Serang

Penelitian kuantitatif dengan studi ekologi

Mengetahui beberapa faktor yang berhubungan bermakna dengan angka insiden DBD

(24)

9 2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.2.1 Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok[5]. Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106 . Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu 1, 2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus[1].

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) menular yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti melalui virus yang dimilikinya yaitu virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Virus ini berkembang biak di dalam kelenjar liur di pangkal belalai nyamuk dan berkembang subur di dalam darah manusia [6]. Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999[1].

(25)

10 2.2.2 Epidemiologi

Penularan beberapa penyakit menular sangat dipengaruhi oleh faktor iklim.Parasit dan vektor penyakit sangatpeka terhadap faktor iklim, khususnya suhu, curahhujan, kelembaban, permukaan air, dan angin. Begitu juga dalam hal distribusi dan kelimpahan dari organisme vektor dan host intermediate. Penyakit yang tersebar melalui vektor (vector borne disease) seperti malaria dan Demam Berdarah Dengue (DBD) perlu diwaspadai karena penularan penyakit seperti ini akan makin meningkat dengan perubahan iklim. Di banyak negara tropis penyakit ini merupakan penyebab kematian utama.

Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah penyakit demam berdarah dengue.4 Penyakit ini terus menyebar luas di negara tropis dan subtropis.5,6 Sekitar2,5 milyar orang (2/5 penduduk dunia) mempunyai risiko untuk terkena infeksi virus dengue. Lebih dari100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan demam berdarah dengue, lebih kurang 500.000kasus setiap tahun dirawat di rumah sakit dengan ribuan orang diantaranya meninggal dunia[7].

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Ukurannya lebih kecil daripada nyamuk normal ,mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada badan dan kaki mempunyai bentuk lira yang disebut Ilyre-formyang putih pada punggungnya . Telur nyamuk ini mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral. Nyamuk betina meletakan telurnya diatas permukaan air ,menempel pada dinding perindukannya ,dengan masa pertumbuhan dari telur sampai dewasa berlangsung dalam kisaran waktu 9 hari. Tempat perindukan nyamuk ini disekitar rumah penduduk pada tempat-tempat yang berisi air jernih seperti pada tempayan ,bak mandi ,pot bunga ,kaleng botol dan benda-benda bervolume yang tergenang air hujan. Nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina pada siang hari ,dipagi hari dari jam 8-12 dan sebelum matahari terbenam jam 15-18, baik dalam rumah atau pun diluar rumah.Tempat istirahat nyamuk tersebut berada di

(26)

semak-11 semak atau tanaman rendah,dan juga terdapat di pakaian ato benda-benda dirumah. Umur nyamuk betina bisa mencapai sekitar 2 bulan. [5]

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu : 1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk[1].

Dalam penelitian sebelumnya iklim dapat dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi karena agen penyakit baik virus, bakteri atau parasit, dan vekor bersifat sensitif terhadap suhu, kelembaban, dan kondisi lingkungan ambien lainnya. Selain itu, WHO juga menyatakan bahwa penyakit yang ditularkan melalui nyamuk seperti DBD berhubungan dengan kondisi cuaca yang hangat. Penelitian yang dilakukan Andriani (2001) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktoriklim dengan angka insiden DBD selama tahun 1997-2000 di DKI Jakarta terutama untuk suhu udara,sedangkan penelitian ini menghasilkan hal yang sebaliknya,yaitu tidak ada hubungan antara iklim denganinsiden DBD.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sungono(2004) di Jakarta Utara tahun 1999-2003 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara suhudengan angka insiden DBD.11 Begitu juga denganpenelitian Rohaedi (2008) di Jakarta Barat tahun 2007[7].

2.2.3 Upaya pengendalian DBD terhadap daerah rawan DBD

Demam berdarah dengue dapat dihindari bila Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan pengendalian vektor dilakukan dengan baik, terpadu danberkesinambungan. Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes No.581 tahun 1992, bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dilakukan secara periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW dalam bentuk PSN dengan

(27)

12 pesan inti 3M plus. Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.

Sejak tahun 2004 telah diperkenalkan suatu metode komunikasi/penyampaian informasi/pesan yang berdampak pada perubahanperilaku dalam pelaksanaan PSN melalui pendekatan sosial budaya setempat yaitu Metode Communication for Behavioral Impact(COMBI). Pada tahun 2007 pelaksanaan PSN dengan metode COMBI telah dilaksanakan di beberapa kota antara lain Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Padang, dan Yogyakarta; sedangkan pada tahun 2008 dilaksanakan di 5 kota, yaitu Jakarta Selatan, Bandung, Tangerang, Semarang, dan Surabaya. Kegiatan PSN dengan metode pendekatan COMBI tersebut menjadi salah satu prioritas kegiatan dalam program P2DBD di masa yang akan datang. sehingga kegiatan penyuluhan dan sosialisasi mobilisasi masyarakat untuk PSN perlu lebih ditingkatkan[8]. Penyuluhan dikategorikan sebagai berikut :

1. Partisipasi masyarakat.

Proses panjang dan memerlukan ketekunan, kesabaran dan upaya dalam memberikan pemahaman dan motivasi kepada individu, kelompok, masyarakat, bahkan pejabat secara berkesinambungan. Program yang melibatkan masyarakat adalah mengajak masyarakat mau dan mampu melakukan 3 M plus atau PSN dilingkungan mereka. Istilah tersebut sangat populer dan mungkin sudah menjadi trade mark bagi program pengendalian DBD, namun karena masyarakat kita sangat heterogen dalam tingkat pendidikan, pemahaman dan latar belakangnya sehingga belum mampu mandiri dalam pelaksanaannya. Mengingat kenyataan tersebut, maka penyuluhan tentang vektor dan metode pengendaliannya masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat secara berkesinambungan. Karena vektor DBD berbasis lingkungan, maka penggerakan masyarakat tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa peran dari Pemerintah daerah dan lintas sektor terkait seperti pendidikan, agama, LSM, dll. Program tersebut akan dapat

(28)

13 mempunyai daya ungkit dalam memutus rantai penularan bilamana dilakukan oleh masyarakat dalam program pemberdayaan peran serta masyarakat. Untuk meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan pengendalian, maka perlu peningkatan dan pembenahan sistem surveilans penyakit dan vektor dari tingkat Puskesmas, Kabupaten Kota, Provinsi dan pusat. Disamping kerjasama dan kemitraan dengan lintas sektor terkait perlu dicari metode yang mempunyai daya ungkit [8].

2. Pengendalian lingkungan.

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Manajemen lingkungan hanya akan berhasil dengan baik kalau dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat melalui program kemitraan.

2.2.4 Variabel faktor penyebaran DBD

Dalam penelitian ini penulis menggolongkan siklus pola penyebaran DBD dipengaruhi faktor –faktor berikut.

1. Indeks Curah Hujan (ICH)

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) hujan merupakan sebuah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di permukaan. Hujan biasanya terjadi karena pendinginan suhu udara atau penambahan uap air ke udara. Hal tersebut tidak lepas dari kemungkinan akan terjadi bersamaan. Turunnya hujan biasanya tidak lepas dari pengaruh kelembaban udara yang memacu jumlah titik-titik air yang terdapat pada udara.Indonesia memiliki daerah yang dilalui garis khatulistiwa dan sebagian besar daerah di Indonesia merupakan daerah tropis, walaupun demikian beberapa daerah di Indonesia memiliki intensitas hujan yang cukup besar.

(29)

14 Indeks Curah Hujan (ICH) yang merupakan perkalian curah hujan dan hari hujan dibagi dengan jumlah hari pada bulan tersebut.ICH tidak secara langsung mempengaruhi perkembang-biakan nyamuk, tetapi berpengaruh terhadap curah hujan ideal.Curah hujan ideal artinya air hujan tidak sampai menimbulkan banjir dan air menggenang di suatu wadah/media yang menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk A. aegypti.yang aman dan relatif masih bersih (misalnya cekungan di pagar bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau talang rumah).Tersedianya air dalam media akan menyebabkan telur nyamuk menetas dan setelah 10 - 12 hari akan berubah menjadi nyamuk. Bila manusia digigit oleh nyamuk dengan virus dengue maka dalam 4 - 7 hari kemudian akan timbul gejala DBD. Sehingga bila hanya memperhatikan faktor risiko curah hujan, maka waktu yang dibutuhkan dari mulai masuk musim hujan hingga terjadinya insiden DBD adalah sekitar 3 minggu [8].

Populasi perindukan nyamuk A. aegypti tergantung dari tempat perindukan nyamuk. Curah hujan yang tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat menyebabkan banjir sehingga dapat menghilangkan tempat perindukan nyamuk Aedes yang biasanya hidup di air bersih.Akibatnya jumlah perindukan nyamuk akan berkurang sehingga populasi nyamuk akan berkurang. Namun jika curah hujan kecil dan dalam waktu yang lama akan menambah tempat perindukan nyamuk dan meningkatkan populasi nyamuk. Seperti penyakit berbasis vektor lainnya, DBD menunjukkan pola yang berkaitan dengan iklim terutama curah hujan karena mempengaruhi penyebaran vektor nyamuk dan kemungkinan menularkan virus dari satu manusia kemanusia lain[7].

2. Angka Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk mempengaruhi tingginya tingkat penderita DBD. Tingginya mobilisasi seseorang dapat meningkatkan kesempatan penyakit

(30)

15 DBD menyebar luas. Tingkat kepadatan penduduk yang tidak merata juga dapat menjadi faktor. Daerah yang lebih padat, lebih memudahkan proses penyebaran DBD. Selain itu, sering pemberantasan nyamuk sebagai vektor tidak efektif.Sebagian besar hanya nyamuk dewasa yang diberantas, sedangkan jentik atau telur nyamuk dibiarkan terus berkembang biak ditempatnya. Akibatnya, dalam waktu singkat vektor akan bersemai dan kembali menjadi perantara penyakit DBD .

3. Angka insiden DBD

Penyakit Demam Berdarah Dengue menyebar melalui virus yang masuk kedalam tubuh manusia. Seseorang yang didalam darahnya memiliki virus dengue merupakan sumber penular gejala demam berdarah. Vrus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrintik ), nyamuk tersebut siap menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Sehingga semakin tinggi tingkat insiden penyakit DBD sangat mempengaruhi pola penyebaran DBD diwilayah tersebut [1].

Adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor, diluar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Menurut Mc Michael (2006), perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan

(31)

16 semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakinluas. Selain itu penyebaran dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus termasuk lemahnya upaya program pengendalian DBD, sehingga upaya program pengendalian DBD perlu lebih mendapat perhatian terutama pada tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas[8].

2.3 Decision Support System (DSS) dan Geographic Information System (GIS)

Dengan melakukan integrasi antara aplikasi Geographic Information System (GIS) dan DecisionSupport System (DSS) dapat memberikan sebuah kinerja sistem dengan memanfaatkan kelebihan dari masing-masing aplikasi. Selama ini antara GIS dan DSS lazim digunakan secara terpisah untuk menyelesaikan suatu persoalan tertentu. Penelitian ini melibatkan GIS sebagai display dalam memberikan dukungan kepada user disamping rangking nilai berupa tingkat dukungan[9]. Geographic Information System (GIS) yang didasarkan pada Decision Support System(DSS) sering dikenal juga dengan istilah Spatial Decision Support System (SDSS) , merupakan sebuah teknologi yang mengkombinasikan kemampuan GIS dan DSS secara bersama-sama untuk para pengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah terkait dengan data spasial. GIS secara umum digunakan untuk mengolah data geografis dalam bentukdigital untuk dapat digunakan sebagai dasar analisis[4].

2.4 Metode Simple Additive Weighting (SAW)

Metode Simple Additive Weighting (SAW) sering juga dikenal istilah metode penjumlahan terbobot.Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternative pada semua atribut.Metode SAW merupakan metode yang paling terkenal dan sering digunakan dalam menghadapi situasi Multiple Attribute Decision Making (MADM).MADM itu sendiri merupakan suatu metode yang digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah alternatif dengan kriteria tertentu.Dalam metode ini mengharuskan

(32)

17 pembuat keputusan melakukan penentukan bobot bagi setiap atribut. Sehingga didapat skor total untuk alternatif diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara rating / yang dapat dibandingkan lintas atribut dan bobot tiap atribut. Rating tiap atribut haruslah bebas dimensi dalam arti telah melewati proses normalisasi matriks sebelumnya. Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) kesuatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada [10].

Rumus Rangking Kinerja Ternormalisasi.

𝑀𝑎𝑥 𝑋𝑖𝑗𝑋𝑖𝑗

𝑖

Jika j adalah atribut Keuntungan (benefit)

rij =

𝑀𝑖𝑛 𝑋𝑖𝑗 𝑖

𝑋𝑖𝑗 Jika j adalah atribut Biaya (cost)

(2.1)

Dimana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj;

i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n. Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi). Hasil akhir

akan diperoleh dari proses perangkingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks ternomalisasi R dengan vektor bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih sebagai alternatif terbaik sebagai solusi.

𝑉𝑖 = ∑ 𝑊𝑗𝑟𝑖𝑗

𝑛

(33)

18 Keterangan :

Vi = rangking untuk setiap alternatif

wj = nilai bobot dari setiap kriteria

rij = nilai rating kinerja ternormalisasi.

Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih. Dalam penelitian ini menggunakan FMADM metode SAW. Berikut langkah – langkah dalam metode SAW[11].

1. Penentuan kriteria-kriteria yang akan dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan (C).

2. Penentuan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria yang ada. 3. Pembuatan matriks keputusan berdasarkan (C), selanjutnya melakukan

normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut keuntungan ataupun atribut biaya) sehingga diperoleh matriks ternomalisasi R.

4. Diperoleh hasil akhir dari proses perangkingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks ternomalisasi R dengan vector bobot sehingga akan diperoleh nilai terbesar yang dipilih sebagai alternatif terbaik (A) sebagai solusi.

Kelebihan dari model Simple Additive Weighting (SAW) dibandingkan dengan model keputusan yang lain terletak pada kemampuan untuk melakukan penilaian secara lebih tepat karena didasarkan pada nilai kriteria dan bobot preferensi yang sudah ditentukan selain itu SAW juga dapat menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang ada karena adanya proses perangkingan setelah menentukan nilai bobot untuk setiap atribut

Hubungan metode SAW dengan sistem informasi adalah hasil dari perhitungan semua atribut nantinya akan diolah oleh Dinas kesehatan untuk dijadikan acuan data

(34)

19 wilayah rawan penyebaran DBD dan sebagai sumber informasi bagi masyarakat untuk mengantisipasi penyebaran penyakit tersebut di wilayahnya masing masing. Alasan penggunaan metode SAW tersebut adalah memudahkan penghitungan jumlah penduduk dengan jumlah curah hujan di masing masing wilayah daerah Kabupaten Rembang yang nanti hasilnya sebagai acuan bagi masyarakat untuk mengetahui seberapa besar dampak BDB di daerahnya masing masing.

Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang saat ini melalui Dinas Kesehatan sangat gencar memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya penyakit DBD, maka dari itu Dinas Kesehatan mengajak semua masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan masing masing guna mengurangi penyebaran penyakit DBD yang di sebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti[10].

2.5 Peta

Peta merupakan penyajian grafis dari permukaan bumi dalam skala tertentu dan digambarkan pada bidang datar melalui sistem proyeksi peta dengan menggunakan simbol – simbol tertentu sebagai perwakilan dari objek – objek spasial di permukaan bumi. Secara singkat Prihandito (1988) mendefinisikan peta merupakan penyajian grafis dari bentuk ruang dan hubungan keruangan antara berbagai perwujudan yang diwakili. Peta mengandung arti komunikasi, artinya peta peta merupakan suatu alat penyampaian sinyal atau saluran informasi antara si pengirim pesan (pembuatan peta) dan si penerima pesan (pemakai peta).Agar komunikasi tersebut berjalan lancar maka sebuah peta haruslah mudah dimengerti atau ditangkap maknanya oleh si pemakai peta. Supaya Mudah dimengerti atau ditangkap maknanya. Peta memberikan gambaran yang sebenarnya dan tidak membingungkan. Tingkat ketelitian harus disesuaikan dengan tujuan dan jenis peta serta kesanggupan skala peta dalam menyatakan ketelitian[12].

2.5.1 Klasifikasi Peta

(35)

20 1. Macam peta dapat ditinjau dari segi jenis

a. Peta Foto, peta yang dihasilkan dari mozaik foto udara yang dilengkapi garis kontur, nama, dan legenda.

b. Peta Garis, peta yang menyajikan detail alam dan buatan manusia dalam bentuk titik, garis dan luasan.

Gambar 2.1 Gambar peta ditinjau dari segi jenis

2. Macam peta ditinjau dari skala.

a. Peta Skala Besar, yaitu peta dengan skala 1: 50.000 atau lebih besar (1:25.000).

b. Peta Skala Kecil, yaitu peta dengan skala 1:500.000 atau lebih kecil. 3. Macam peta ditinjau dari fungsinya.

a. Peta Umum (General Map), merupakan peta yang berisi penampakan-penampakan umum, seperti jalan: jalan, bangunan, batas wilayah, garis pantai, elevasi dan sebagainya.

b. Kart, merupakan peta yang didesain untuk keperluan navigasi, nautical dan aeronautical. Peta kelautan yang ekuivalen dengan topografi disebut batimetrik.

(36)

21 c. Peta Tematik, merupakan peta yang menunjukan hubungan ruang dalam bentuk atribut tunggal atau hubungan atribut. Peta tematik memberikan gambaran dari sebagian permukaan yang dilengkapi dengan informasi tertentu baik diatas maupun di bawah permukaan bumi yang mengandung tema tertentu yang memiliki konsep geografis, seperti populasi, kepadatan, iklim, perpindahan barang dan sebagainya.

Gambar 2.2 Macam peta ditinjau dari fungsinya.

d. Macam peta yang ditinjau dari macam persoalan (maksud dan tujuan), terdapat beberapa jenis, sepertihalnya: peta kadaster, peta geologi, peta tanah, peta ekonomi, peta kependudukan, peta tata guna tanah, dan sebagainya.

2.5.2 Penyususan Peta

Dalam penyusunan peta diperlukan data geografis untuk menyampaikan ide melalui peta dari berbagai hal, seperti: kedudukan peta dalam ruang muka bumi dengan objek geografis tertentu, sehingga tingkat kerumitan sangat tinggi. Karena hal itu diperlukan penyederhanaaan objek geografis

.

1. Titik (Point).

Digunakan untuk pengolahan data titik dan simbol untuk mewakili data pada posisi tersebut yang berisi tentang informasi titik-titik posisi. Bentuk titik ini

(37)

22 misalnya untuk melambangkan sebuah menara, tugu, posisi ibukota suatu daerah, dan lain-lain.

2. Garis (Line)

Digunakan untuk pengolahan data yang berbentuk garis. Bentuk garis yang dimaksud adalah kenampakan geografis pada permukaaan bumi,seperti: sungai, jaringan, jalan, dan lain sebagainya.

3. Luasan (Polygon/boundary)

Digunakan untuk mengolah data yang berbentuk luasan, seperti bentuk-bentuk penggunaan tanah, danau dan lain sebagainya.

Gambar 2.3 Titik.

(38)

23 Dalam implementasi ketiga data geografis tersebut digunakan dalam penggambaran tiap batas wilayah[12].

4. ArcView

ArcView merupakan salah satu perangkat lunak (tool) SIG dan pemetaan yang dikembangkan oleh ESRI (Environmental Systems Research Institute,inc). ArcView memiliki kemampuan melakukan visualisasi data, eksplorasi data, menjawab query (baik database spasial maupun non spasial), menganalisis data geografis, dan sebagainya. Dalam kaitannya, Sistem Informasi Geografik adalah suatu sistem yang dirancang untuk menyimpan, memanipulasi, menganalisis, dan menyajikan informasi geografi [12]. 2.5.3 Komponen ArcView

ArcView mengorganisasikan perangkat lunaknya kedalam beberapa komponen penting sebagai berikut.

1. Project

Project merupakan suatu unit organisasi tertinggi di dalam ArcView. Project merupakan file yang merangkum bagian-bagian pekerjaan dalam ArcView. Sebuah project biasanya terdiri atas salah satu atau beberapa dari: View, Theme, Table, Chart, Layout, Dan Script yang digunakan aplikasi ArcView. File project tersimpan dalam format file berinteraksi .apr (ArcView project).

(39)

24 Pada dasarnya, project tidak menyimpan data spasial yang sebenarnya ( data-data spasial seperti: shape file,Arcinfo coverage atau image dan tabular ). Tetapi sebuah project menyimpan seluruh referensi lokasi dari data spasial tersebut, dengan cara ini sebuah data spasial dapat dibuka dalam banyak project untuk aplikasi yang berbeda tanpa membuat duplikasi. Dalam sebuah project dapat meng-improt project lain untuk menggabungkan beberapa project sekaligus [12].

2. Theme

Merupakan suatu bangunan dasar AcView. Theme merupakan kumpulan dari beberapa layer ArcView yang membentuk suatu “ tematik ” tertentu. Sumber data yang dapat dipresentasikan sebagai theme adalah shape file, coverage (AtcInfo), dan citra raster [12].

3. View

Dokumen view menampilkan peta yang berisi beberapa layer informasi spasial. Seperti : titik, garis, polygon, citra raster, dan lain-lain. View juga merupakan kumpulan informasi geografis yang disebut theme (tema).

Theme kumpulan yang logis dari detail geografis dengan karakteristik yang sama. Sebagai contoh, view dengan nama kampus terdiri dari 6 theme, yaitu : jalan, fakultas, gedung pusat, gedung pertemuan, perpustakaan, dan laboratorium. Jendela (window) dari view mempunyai dua bagian, yaitu daftar isi dan tampilan peta. Daftar isi memuat tema-tema yang ada dan menampilkan legendanya [12].

(40)

25 Gambar 2.6 Jendela view.

Theme dapat diakses dari lokal komputer atau komputer lain melalui jaringan (network). Secara default Theme hanya berisi suatu fitur dalam satu kelas, tetapi dapat juga didefinisikan sesuai dengan fitur tertentu[12].

4. Table

Dokumen Tables menampilkan data tabular. Tables menyimpan informasi yang menjelaskan fitur-fitur pada suatu view (misalnya: lebar jalan, ukuran kota, jumlah penduduk). Setiap baris atau record dari suatu table didefinisikan satu anggota dari kelompok besar. Sedangkan setiap kolom atau field mendefinisikan karakter tunggal dari kelompok itu. Table didalam project dapat bersumber dari [12] :

a. Import dari progam database lainnya (dengan SQL). b. Memasukan database secara langsung.

c. Membuat table sendiri dengan table dalam ArcView. d. Mengambil table dari atribut theme peta yang dimasukan.

(41)

26 5. Chart

Dokumen grafik dengan ArcView memberikan kemampuan menampilkan menampilkan data dan grafik yang terpadu dalam lingkungan geografis ArcView. ArcView akan memungkinkan anda berkerja secara berkesinambungan (simultan) dengan data geografi, tabel, maupun grafik. Sebuah grafik adalah penyajian data tabular yang menyajikan atribut-atribut dikaitkan dengan fitur geografisnya. Grafik dapat dipakai untuk menampilkan, membandingkan, dan menanyakan data tabular dan data geografis secara efektif, sebab telah terpadu dalam pemakaian geografis ArcView. Table yang dimasukan dalam ArcView project dapat diedit, baik dengan menambahkan field atau dengan menambah record atau mengedit record yang telah ada. User dapat mengatur tampilan table dengan memilih field yang akan ditampilkan, hasil pengaturan berguna sekali jika akan menampilkan table ke dalam layout. Table dalam ArcView dapat di-export ke format lain baik dalam format dbf atau txt.

Chart merupakan visualisasi dari table, dalam ArcView berarti visualisasi dari atribut table setiap data spasial yang ditampilkan. Chart dapat dijadikan sebagai alat untuk menampilkan, meng-query ata analisis data. Menggunakan chart dalam ArcView sangat menguntungkan karena antara chart, table dan view memili keterkaitan database. Setiap perubahan pada database secara langsung akan mengubah chart, table dan tampilan view [12].

6. Layout

Menyediakan teknik-teknik untuk menggabungkan dokumen-dokumen project dan komponen-komponen peta lainnya seperti arah utara, arah selatan dan skala batang, guna menciptakan peta akir untuk dicetak atau diplot. Sebagi contoh, suatu layout dapat memiliki dua view, satu chart, satu arah utara dan sebuah judul.

(42)

27 Layout pada sebuah project memungkinkan pemakai untuk menampilkan view, chart, table , grafik hasil import and grafik yang dimiliki ArcView itu sendiri (skala, arah mata angin dll).

Layout dalam ArcView bersifat dinamis artinya data yang dimasukan masih terkait dengan original data yang dimasukan dalam layout bersifat live link maka setiap perubahan dalam view akan mengubah tampilan di dalam layout. Satu data dapat dimasukan dalam beberpa layout, data-data tersebut dapat diubah sesuai dengan tujuan layout dibuat. Dengan layout juga mampu memodifikasi peta sampai menghasilkan peta dengan kualitas presentasi. Peta yang terdapat dalam layout dapat diexport ke format lain (bmp, wmf, eps, jpg) atau langsung dicetak [12].

7. Script

Kita dapat menulis script (bahasa progam) dengan aplikasi pengembangan bahasa yang disebut avenue untuk membuat interface atau perintah ArcView sesuai dengan kebutuhan dan tujuan. Script merupakan komponen ArcView project yang berisikan code-code pemograman avenue. Avenue sendiri merupakan bahasa pemrogaman dalam ArcView yang berbasiskan object oriented progamming.

Seperti halnya macro atau script pada progam lain maka script di dalam project ArcView mempunyai kegunaan sebagai alat otomatisasi perintah serta menambah kemampuan baru pada ArcView itu sendiri. Dengan kata lain maka ArcView merupakan kumpulan script. Hal ini karena semua fungsi kontrol dalam ArcView diatur dengan script. Modul pembuatan script disebut juga script editor, script editor mengakses avenue dalam bentuk teks serta mengkompilasi teks tersebut sebagai script[12]

(43)

28 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini penulis melaksanakan penelitian dengan mempelajari studi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di kabupaten Rembang. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui potensi daerah rawan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di setiap titik pantau. Adapun dalam pola penyebarannya penulis mengklasifikasikan faktor iklim,menyebar pada suhu tertentu,ketinggian tanah,kepadatan penduduk dan angka insiden Demam Berdarah sebagai kriteria potensi rawan Demam Berdarah Dengue (DBD), di kabupaten Rembang.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian pengumpulan data merupakan tahapan yang penting. Dengan mendapatkan data yang tepat maka penelitian akan berlangsung sampai peneliti mendapatkan jawaban dari rumusan masalah yang sudah ditetapkan. Data tersebut akan diolah dan dianalisa sehingga dapat diperoleh permasalahannya yang kemudian akan dilakukan proses pemecahannya.

Dalam metode pengumpulan data, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

3.2.1 Observasi / pengamatan

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati langsung dengan cara melihat dan mengambil suatu data yang dibutuhkan ditempat penelitian. Observasi bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checkingin atau pembuktian terhadap informasi / keterangan yang diperoleh sebelumnya.

(44)

34

yang dilakukan penulis adalah observasi partisipan dan nonpatisipan. Penelitian eksploratif dilakukan oleh penulis dalam mengamati satuan angka insiden Demam Berdarah Dengue dengan pola penyebaran yang berhubungan dengan kepadatan penduduk.

Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan berdasarkan hubungan partisipatifnya dengan obyek yang diamati. Peranan posisi penulis saat ini sebagai partisipan pengamat, yang mana sumber data dihasilkan oleh pihak yang terkait. Peneliti sebagai pengamat membatasi diri dalam berpartisipasi terhadap obyek pengamatan. Dan berikut proses pengamatan dengan data yang dihasilkan sumber partisipan. Berdasarkan pengamatan dihasilkan pilihan variabel yang paling dominan dalam menghasilkan suatu keputusan.

3.2.2 Wawancara

Wawancara dilakukan untuk melakukan komunikasi antara peneliti dan responden. Penulis melakukan wawancara guna memperoleh pemahaman obyek penelitan serta dukungan data selain data dokumen yang dihasilkan. Dinas kesehatan kabupaten Rembang dan BMKG Jawatengah. Dan berikut pokok bahasan wawancara.

Tabel 3.1 Wawancara

No Responden Pokok Wawancara

1 Dinas

Kesehatan

Faktor penyebab DBD

Insiden DBD kabupaten Rembang Pola penyebaran DBD menurut ahli

Pengaruh kejadian DBD dengan ketersediaan Tempat Sarana kesehatan

(45)

35

35

No Responden Pokok Wawancara

2 BMKG Pola curah hujan kabupaten Rembang 2014 Pengaruh suhu kelembapan terhadap ketinggian dataran kabupaten Rembang

3.2.3 Studi Literatur

Metode studi pustaka dilakukan dengan cara mencari informasi dari beberapa sumber. Sumber Informasi dapat berasal dari buku, jurnal ataupun artikel yang dapat mendukung penelitian.Studi pustaka digunakan untuk memecahkan masalah yang ada, baik untuk menganalisa faktor - faktor dan data pendukung maupun untuk merencanakan metode penelitian.

Studi literatur dilakukan dengan cara mencari atau mengumpulkan bahan yang berhubungan dengan pola penyebaran Demam Berdarah Dengue , Peta tematik ,dan metode Simple Additive Weighting (SAW). Studi literatur dapat berupa,

1. Artikel, literatur, jurnal yang didapatkan dari media penyedia jurnal. Keyword yang dipakai adalah penyebaran DBD,simple additive weigthtng (SAW),peta tematik , ArcView. Seperti jurnal Implementasi Logika Fuzzy Dalam Pengolahan Peta Tematik Daerah Rawan Penyakit Demam Berdarah (Cucu Suhery Dedi Triyanto Purnama),faktor iklim dan angka insiden demam berdarah dengue(Rina Nur Fitriany Ririn Arminsih Wulandari Amah Majidah Vidyah Dini).

2. Buku (text book), penulis melakukan referensi dari buku-buku yanng berhubungan dengan pokok bahasan seperti halnya buku dengan judul,Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi Geografis Berbasis Desktop Dan Web (Prilnali EP, Hendi Indelarko Riyanto),dan lain-lain.

(46)

36

36

3. Skripsi atau penelitian yang sudah dilakukan, literatur ini didapatkandari internet dan dari perpustakaan. Topik atau tea skripsi yang dicari adalah topik atau tema yang berhubungan dengan penelitian. Demikian juga halnya dengan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan metode Simple Additive Weighting (SAW).

(47)

37

37 3.3 Metode Analisis

3.3.1 Analisa Fuzzy Multiple Attribute Decision Making (FMADM) dengan metode Simple Additive Weighting (SAW)

Fuzzy Multiple Attribute Decision Making FMADM adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah alternatif dengan kriteria tertentu. Inti dari FMADM adalah menentukan nilai bobot untuk setiap atribut, kemudian dilanjutkan dengan proses perankingan yang akan menyeleksi alternatif yang sudah diberikan[13].

Metode ini dikembangkan untuk pengambilan keputusan terhadap beberapa alternatif keputusan untuk mendapatkan suatu keputusan yang akurat dan optimal. Moon Hyun Joo dan Chang Sun Kang mengembangkan metode Fuzzy Decision Making (FDM), dalam 3 langkah penting penyelesaian, yaitu : representasi masalah, evaluasi himpunan fuzzy, dan menyeleksi alternatif yang optimal[14]. Pada dasarnya, ada 3 pendekatan untuk mencari nilai bobot atribut, yaitu pendekatan subyektif, pendekatan obyektif dan pendekatanintegrasi antara subyektif & obyektif. Masing – masingpendekatan memiliki kelebihan dankelemahan. Pada pendekatan subyektif, nilai bobotditentukan berdasarkan subyektifitas dari parapengambil keputusan, sehingga beberapa faktordalam proses perankingan alternatif bisa ditentukansecara bebas. Sedangkan pada pendekatan obyektif,nilai bobot dihitung secara matematis sehinggamengabaikan subyektifitas dari pengambil keputusan [11].

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah FMADM. antara lain:

1. Simple Additive Weighting Method (SAW) 2. Weighted Product (WP)

3. ELECTRE

4. Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) 5. Analytic Hierarchy Process (AHP).

(48)

38

38 Metode Simple Additive Weighting (SAW)

Pemberian nilai peringkat dimaksudkan untuk memberikan nilai skor pada suatu atau tiap-tiap parameter.Peringkat ini didasarkan pada pengaruh parameter tersebut terhadap pola perkembang biakan nyamuk penyebab DBD.

Berdasarkan hal tersebut, maka pemberian skor untuk daerah curah hujan tersebut semakin tinggi. pemberian skor paramater curah hujan dibedakan berdasarkan jenis data curah hujan tahunan, dimana data curah hujan dibagi menjadi empat kelas . Dimana skor 5 diberikan kepada daerah yang sangat basah dengan curah hujan rata- rata diatas 2500 mm, sedangkan skor 1 diberikan kepada daerah yang sangat kering dengan curah hujan rata - rata dibawah 1000 mm.

Dari semua hasil peringkat dari faktor yang ada digunakan sebagai pemberian nilai setiap titik wilayah. Dengan menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW) digunakan untuk menentukan peringkat kerawanan.

Tabel 3.2 Kerawanan no Kecamatan Peringkat Status

1 Kecamatan 1 1 Luar Biasa

2 kecamatan 2 2 Awas

3 Kecamatan 3 3 Siaga 4 Kecamatan 4 4 Normal

(49)

39

39 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan Umum Perusahaan

4.1.1 Sosial Kesehatan Masyarakat Dan Kondisi Geografis

Kabupaten Rembang merupakan salah satu dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Terletakdisebelah timur ibu kota Provinsi Jawa Tengah.Lebih tepatnya berada di pesisir sebelah utara yang menghubungkan setiap kabupaten/kota sepanjang pesisir jalan pantai utara di pulau jawa. Jalur pantura menjadi jalan pelopor kegiatan transportasi dan mempunyai peranan vital dalam kegiatan penduduk. Demografi tingginya angka kepadatan penduduk berada di sektor wilayah mobilitas kegiatan penduduk yang tinggi seperti yang terlansir pada nasional.republika.co.id. Banyaknya peduduk terhadap satuan luas atau yang disebut dengan kepadatan penduduk merupakan faktor yang dapat mempengaruhi keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat tersebut.

Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Rembang mencatat angka jumlah penduduk Kabupaten Rembang pada tahun 2015 sebesar 613.386 jiwa yang terdiri dari golongan laki – laki 310.458 Jiwa dan golongan perempuan 302.928 jiwa. Dan berikut tabel rincian.

Tabel 4.1 Jumlah penduduk.

No Kecamatan Golongan Jumlah

Penduduk Laki-laki Perempuan 1 Sumber 17.904 17.918 35.822 2 Kaliori 19.824 19.718 39.542 3 Rembang 43.170 43.436 86.606 4 Pancur 14.574 14.133 28.707 5 Kragan 31.328 30.344 61.672 6 Sedan 26.364 25.072 51.436

(50)

40

40

No Kecamatan Golongan Jumlah

Penduduk Laki-laki Perempuan 7 Pamotan 24.204 23.098 47.302 8 Sulang 18.323 18.038 36.361 9 Bulu 13.654 13.362 27.016 10 Gunem 11.930 11.612 23.542 11 Sale 19.971 19.523 39.494 12 Sarang 29.784 28.324 58.108 13 Sluke 14.633 14.093 28.726 14 Lasem 24.795 24.257 49.052 Jumlah 310.458 302.928 613.386

Faktor kepadatan penduduk turut mempengaruhi pola-pola penyakit. Bagi penyakit yang ditransmisikan oleh vektor yang lubuknya adalah non – manusia, jumlah penduduk yang tinggi bukan merupakan syarat karena ia dapat bertahan hidup dalam sejumlah populasi manusia yang kecil dan terpencar. Sebaliknya, penyakit yang proses infeksinya memerlukan waktu yang singkat serta berkembang melalui transmisi yang cepat dari seorang ke orang lain, memerlukan sejumlah populasi manusia yang cukup besar untuk memungkinkan organisme penyakit dapat mempertahankan kehidupannya dalam host manusia, dengan demikian rantai transmisi dapat terpelihara ( Cockburn 1971 ).Kepadatan penduduk memperlancar penyebaran penyakit menular dari virus melalui perantara Manusia, hewan dan benda. Seperti halnya DBD, HIV/AIDS, dan lain-lain.

Secara geografis Kabupaten Rembang terletak pada posisi koordinat111o 00' – 111o 30' Bujur Timur dan 6o 30' - 7o 6' Lintang Selatan.Kabupaten Rembang dengan luas 101.408 hektar terdiri atas lahan sawah sebesar 29.058 hektar (28,65 %), lahan bukan sawah sebesar 39.938 hektar (39,38 %) dan bukan lahan pertanian sebesar 32.412 hektar (31,96 %). Menurut luas penggunaan lahan, lahan terbesar adalah tegalan sebesar 32,94 persen, hutan 23,45 persen dan sawah tadah hujan sebesar 20,08 persen.Adapun batas-batas wilayah administratif Kabupaten

(51)

41

41 Rembang adalah sebagai berikut:

1. Sebelah utara : Laut Jawa 2. Sebelah barat : Kabupaten Pati 3. Sebelahselatan : Kabupaten Blora

4. Sebelah timur : Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur

Kabupaten Rembang terbagi menjadi 14 kecamatan, 287 desa dan 7 kelurahan. Kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar adalah Kecamatan Sale (10.714 ha) dan terkecil Kecamatan Sluke (3.759 ha).Data luas wilayah kecamatan di Kabupaten Rembang tersaji pada sebagai berikut :

Tabel 4.2 Wilayah Kabupaten Rembang.

No. Nama Kecamatan Luas Wilayah (Ha) 1 Sumber 7.673 2 Kaliori 6.150 3 Rembang 5.881 4 Pancur 4.594 5 Kragan 6.166 6 Sedan 7.964 7 Pamotan 8.156 8 Sulang 8.454 9 Bulu 10.240 10 Gunem 8.020 11 Sale 10.714 12 Sarang 9.133 13 Sluke 3.759 14 Lasem 4.504 Jumlah 101.408

(52)

42

42

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Rembang.

4.1.2 Curah Hujan dan Insiden DBD di Kabupaten Rembang 2015

Salah satu potensi pendukung perkembang biakan nyamuk adalah kelembapan tempat berair ,secara garis besar ekosistem genangan air yang ditimbulkan oleh hujan menjadi tingginya faktor populasi nyamuk tersebut. Dari data yang didapat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Kabupaten Rembang memiliki jenis iklim tropis dengan suhu maksimum tahunan sebesar 33°C dan suhu rata-rata 23°C. dengan bulan basah selama 4 sampai 5 bulan. sedangkan selebihnya termasuk kategori bulan sedang sampai kering. Curah hujan di Kabupaten Rembang termasuk sedang, yaitu rata-rata 502.36 mm/tahun.

BMKG memiliki beberapa titik pantau yang berada diwilayah yang tersebar kabupaten Rembang.Titik pantau berfungsi mencatat curah hujan di wilayah titik tersebut yang secara garis besar berada di wilayah beberapa kecamatan.

(53)

43

43

Tabel 4.3 Titik pantau curah hujan Rembang. No Nama Titik Pantau Cakupan

1 Bulu Kec.Bulu

2 Sendang Mulyo Kec.Gunem

3 Kaliori Kec.Kaliori

4 Kragan Kec.Kragan

5 Lasem PHP Kec.Lasem

6 Mudal Kec.Pamotan

7 Warunggunung Kec.Pancur 8 Rembang Pel, Kec.Rembang

9 Mrayun Kec.Sale 10 Sarang Kec.Sarang 11 Sedan Kec.Sedan 12 Sluke Kec.Sluke 13 Sulang PMB Kec.Sulang 14 Sumber Kec.Sumber

Berdasarkan data yang didapat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang menunjukan rata-rata curah hujan bulanan Pada Tahun 2015 pada tabel berikut.

(54)

44

44

Tabel 4.4Rata-rata Curah Hujan Tahun 2015.

2015 Bulan

Rata-rata Titik Pantau Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember

Bulu 250 152 238 44 25 49 32 0 0 126 303 102 Sendang Mulyo 478 142 133 82 54 13 83 29 0 0 33 543 132 Kaliori 572 242 0 14 52 7 0 0 0 133 290 109 Kragan 565 78 75 177 159 201 105 34 0 56 68 325 154 Lasem PHP 528 112 151 123 56 121 0 0 22 223 111 Mudal 343 72 59 109 68 127 82 0 0 0 10 225 91 Warunggunung 754 138 184 101 43 121 144 5 0 0 27 181 141 Rembang Pel, 596 180 68 110 62 62 52 23 0 0 204 557 159 Mrayun 695 135 144 106 180 148 74 21 0 15 66 326 160 Sarang 402 64 90 135 81 90 102 8 0 27 33 301 112 Sedan 778 111 143 84 22 78 36 108 0 53 15 308 145 Sluke 583 194 74 200 124 273 101 28 0 16 24 277 158 Sulang PMB 1452 302 232 220 79 81 17 15 0 0 165 608 264 Sumber 605 302 110 131 105 25 0 0 0 234 344 155 Keterangan :

0 Hujan tidak terukur (curah Hujan < 0,5 mm) Tidak ada data hujan

(55)

45

45

Pola penyebaran yang spesifik itu berhubungan dengan arah angin. Pada bulan Januari-Maret (Musim Monsun Asia), secara umum angin bergerak dari Barat ke Timur yang disertai dengan curah hujan yang tinggi.Kombinasi dari fenomena itu sangat mendukung pergerakan nyamuk yang beserta dengan ketersediaan genangan air. Sehingga meningkatnya perkembangbiakan dan berpengaruh terhadap insiden DBD diwilayah Kabupaten Rembang.

Tabel 4.5 Insiden DBD 2014 No Kecamatan Laki-laki Perempuan Meninggal Jumlah Insiden 1 Sumber 23 28 1 51 2 Kaliori 15 9 0 24 3 Rembang 43 44 2 87 4 Pancur 13 23 0 36 5 Kragan 21 37 0 58 6 Sedan 25 21 0 46 7 Pamotan 10 6 0 16 8 Sulang 35 42 3 77 9 Bulu 11 13 0 24 10 Gunem 10 28 0 38 11 Sale 16 40 0 56 12 Sarang 15 15 0 30 13 Sluke 30 24 0 54 14 Lasem 18 33 0 51

4.2 Analisa Penghitungan dengan Metode Simple Additive Weighting Tingkat Kerawanan Berdasarkan Kriteria

Langkah-langkah digunakan dalam proses penyelesaian masalah menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW) , menentukan nilai bobot kriteria.

Gambar

Gambar 2.1 Gambar peta ditinjau dari segi jenis
Gambar 2.2 Macam peta ditinjau dari fungsinya.
Gambar 2.4 Variasi Garis
Tabel  3.1 Wawancara
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

ju ren~ menim- bulkem bobDh psikis tertentu bogi mereke, k3reno selDin terjedi nya kadenE-kadsne proses pombeboGDn tenah yang kureng berkensn dihati maroks, ju~

(d) Mengevaluasi apakah pengujian pengendalian dilaksanakan oleh auditor jasa dan hasilnya, seperti dijelaskan dalam laporan auditor jasa, relevan dengan asersi

Jenis dan fungsi pada gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme pada artikel opini Mojok.co unggahan Februari 2019- Mei 2019 memiliki berbagaibahasa yang santai tetapi dengan

Oleh karena itu, penyusunan dan penerbitan Kamus Dwibahasa Bahasa Talaud- Bahasa Indonesia ini diharapkan dapat mengatasi kesenjangan kemampuan berbahasa Indonesia bagi

Contemporary Engineering Sciences is international journal that presents high quality peer-reviewed papers and reviews in all branches of engineering sciences and related

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dapat diberikan simpulan bahwa disiplin pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran pada kelas V di MIN Limau

Šios tikslingumo sampratos dažniausiai yra socialiai įtvirtintos ir insti- tucionalizuotos, tačiau kaip tik dėl to, kad jos negali būti atsietos nuo veiklų ir tik dėl jų

Dengan demikian bank syariah harus menerapkan strategi promosi yang tepat supaya bisa menarik hati dan diminati oleh masyarakat sehingga tercipta minat yang bisa menyebabkan