• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XI IPA UNGGULAN 2 DALAM MENYELESAIKAN SOAL PELUANG DI MAN TULUNGAGUNG 1 TAHUN AJARAN 2014/2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XI IPA UNGGULAN 2 DALAM MENYELESAIKAN SOAL PELUANG DI MAN TULUNGAGUNG 1 TAHUN AJARAN 2014/2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang dikembangkan secara akal dapat dikatakan sebagai ilmu.1 Ilmu memang seakan-akan didesain manusia, namun segalanya berasal dari Tuhan, terbukti dalam surat Al-Alaq ayat 4 dan 5:2

Yang mengajar manusia melalui pena dan tulisan

Ia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

Namun karena Allah memerintahkan dalam Al-„Alaq ayat 3, yaitu “Bacalah dengan nama Tuhanmu”, sehingga ilmu dapat dicari melalui belajar disertai berdoa. Orang yang belajar akan memiliki ilmu pengetahuan yang akan berguna diantaranya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Sehingga dengan ilmu pengetahuan yang didapatkan seseorang akan dapat mempertahankan kehidupannya. Dengan demikian, orang yang tidak pernah belajar mungkin tidak akan memilliki ilmu pengetahuan atau mungkin ilmu

1

B. M.Yanto, Mengembangkan Pola Berpikir yang Baik, (Surabaya: Putra Pelajar, 2001), hal 11

2

(2)

pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas, sehingga ia akan kesulitan ketika harus memecahkan persoalan-persoalan kehidupan yang dihadapinya.3 Dengan ilmu yang dimiliki seseorang melalui proses belajar, maka Allah akan memberikan derajat yang lebih tinggi kepada hamba-Nya.4

Hakekat ilmu bukanlah sekedar pengetahuan atau kepandaian yang dapat dipakai untuk memperoleh sesuatu, tetapi merupakan cahaya yang menerangi jiwa untuk berbuat dan bertingkah laku baik. Dari sini tidak ada perbedaan antara ilmu agama dan ilmu umum.5 Maksudnya ilmu dalam hal ini bukan hanya pengetahuan tentang agama saja, tetapi juga ilmu non agama yang relevan dengan tuntutan kemajuan zaman. Selain itu ilmu tersebut harus bermanfaat bagi kehidupan orang banyak dan bagi orang yang menuntut ilmu itu sendiri, sehingga semakin dekat kepada Allah. Ini sesuai pendapat Zamroji bahwa mencari ilmu bertujuan untuk semakin bertaqwa kepada Allah. Oleh karena itu mencari ilmu apapun tidak masalah yang penting diharapkan bisa mendekatkan diri pada Tuhan, sehingga kita berusaha berbuat baik karena merasa diawasi. Ilmu yang dapat dipelajari diantaranya ilmu matematika.

Ilmu matematika yang pemanfaatan nilai-nilainya begitu besar dapat dilihat dari cabang-cabang ilmu termasuk dalam kajian matematika, seperti riset operasi, kriptologi, aljabar linier, teori graf, topologi, geometri, analisis riil, kalkulus,

3

Muhammad Fathurrahman dan Sulistyorini, Belajar Pembelajaran: Meningkatkan Mutu Pembelajaran Sesuai Standar Nasional, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal 19

4

Ibid., hal 21

5Ahmad Fauzi dan Muniri, “ Memantapkan Nilai

-nilai Matematika melalui Pendidikan untuk

Mencerdaskan dan Mengembangkan Karakter Bangsa”, dalam Seminar Nasional, 29 Maret 2014,

(3)

analisis numerik, statistik, dan lain-lain.6 Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia secara keseluruhan maupun bagi perkembangan setiap individu dalam masa dimana hubungan dan persaingan antar manusia tidak lagi terbatas hanya dalam satu negara atau satu wilayah tertentu saja (era globalisasi), peranan matematika menjadi semaki penting.7 Peranan matematika sangat penting di semua bidang, terutama bidang pendidikan.

Istilah pendidikan dalam bahasa Inggris “education” berakar dari bahasa

Latin, dapat diartikan pembimbingan berkelanjutan. Ini mencerminkan keberadaan pendidikan berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia.8 Pada dasarnya pendidikan wajib bagi siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Berarti pendidikan memang harus berlangsung di setiap jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan, mulai dari lingkungan individual, sosial keluarga, lingkungan masyarakat luas dan berlangsung sepanjang waktu. Pendidikan berlangsung di setiap bidang kehidupan manusia. Artinya pendidikan berproses di samping pada bidang pendidikan sendiri, juga di bidang ekonomi, politik, hukum, kesehatan, keamanan, teknologi, perindustrian, dan sebagainya.9 Pendidikan dapat

6

Ibid., hal. 8

7

Ibid., hal. 7

8

Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008), hal. 77

9

(4)

berlangsung secara nonformal di samping secara formal seperti di sekolah, madrasah dan institusi lainnya.10

Di setiap bidang kehidupan pasti terkandung pendidikan, terlepas apakah persoalan itu sengaja diciptakan atau memang ada secara alami.11 Sehingga pendidikan merupakan investasi paling utama bagi suatu bangsa. Dalam sejarah, Islam menempatkan aspek pendidikan dalam skala prioritas pembangunan.12 Pembangunan bagi bangsa yang sedang berkembang hanya dapat dilakukan oleh manusia melalui pendidikan.13

Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan carabertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.14 Pendidikan adalah suatu upaya untuk membuat manusia menjadi lebih baik, dalam arti kehidupannya menjadi lebih berkembang. Sehingga orientasi pendidikan tidak hanya diarahkan pada kebudayaan material saja tapi juga pada kebudayaan spiritual.

Kegiatan pendidikan difokuskan pada bagaimana mengubah dan mengembangkan pola berpikir, pola berasa, dan pola berperilaku.15 Sebagian

12Ahmad Fauzi dan Muniri, “ Memantapkan Nilai

-nilai Matematika…, hal.5

13

Suhartono, Filsafat…, h.82

14

Syah,Psikologi Pendidikan…, h.10

15

(5)

orang memahami arti pendidikan sebagai pengajaran.16 Padahal pendidikan tidak hanya berupa pengajaran, namun berupa segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan.17

Jadi pendidikan merupakan sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri. Dewasa dalam hal perkembangan badan, cerdas dalam hal perkembangan jiwa, dan matang dalam hal berperilaku. Hal ini juga tercermin dalam tujuan pendidikan Indonesia yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila. Tujuan pendidikan ini mengoperasikan manusia Indonesia seutuhnya dan juga mengoperasikan wujud-wujud sila-sila Pancasila dalam diri siswa secara detail, agar satu persatu dapat dapat ditanamkan melalui proses pembelajaran mengenai penjelasan kaitan antara sila-sila Pancasila dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, serta isi ajaran-ajaran agama di Indonesia agar dapat ditanamkan pada diri siswa.18 Sehingga siswa dapat mengamalkan sila-sila Pancasila diantaranya berperilaku positif dan berpikir kritis( terkaitsila ke-1, 2, 3 dan 5).

Namun pesatnya perkembangan teknologi informasi menjadikan derasnya arus informasi yang dapat mudah diakses oleh setiap orang termasuk siswa. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pemerintah tidak mudah membatasi dan menyeleksi derasnya informasi, sehingga banyak ditemui contoh buruk yang mudah diakses oleh peserta didik. Lemahnya pendampingan orangtua dan

16

Syah, Psikologi Pendidikan…, h.11

17

Suhartono, Filsafat…, hal. 7

18

(6)

masyarakat mengharuskan siswa menyaring dan memikirkan sendiri informasi yang diperolehnya.19

Sekarang ini banyak remaja yang terjerumus kepada kenakalan remaja, pergaulan bebas, geng motor, dan penggunaan obat-obatan terlarang.20 Sebagai contoh tawuran di kalangan siswa, mahasiswa maupun masyarakat dapat diakses dengan mudah oleh siswa. Apa yang dipikirkan siswa lainnya terhadap informasi ini sungguh di luar dugaan, tawuran di kalangan siswa saat ini cenderung dijadikan tren. Fenomena tawuran sangat mudah menular dari satu tempat ke tempat yang lain serta dari satu institusi ke institusi lainnya.21 Tawuran remaja ini juga dipengaruhi oleh aspek emosi remaja yang perkembangan emosinya menunjukkan sifat sensitif (tersinggung dan sedih).

Banyak informasi lain yang mudah diakses oleh siswa, baik itu informasi yang baik maupun yang menyesatkan tanpa dibendung adanya nilai baik dan buruk ini tentunya akan mempengaruhi pembentukan karakter diri siswa. Persoalan lain yang sering dihadapi siswa adalah permasalahan yang mucul di lingkungan sekitar siswa, baik itu di lingkungan terdekat siswa maupun lingkungan masyarakat sekitar diman siswa tersebut tinggal. Hal ini karena siswa selalu berinteraksi dengan masyarakat. Bahkan intensitas interaksi ini lebih

19

R.Rosnawati, “ Berpikir Kritis Melalui Pembelajaran Matematika untuk Mendukung

Pembentukan Karakter Siswa” , dalam SemNas Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, hal. 1

20Ahmad Fauzi dan Muniri, “ Memantapkan Nilai

-nilai Matematika…, hal. 5

(7)

banyak dilingkungan masyarakat termasuk dunia maya daripada lingkungan sekolah.

Dari kenyataan yang kurang membanggakan di kalangan siswa khususnya remaja maka diperlukan kebiasaan untuk berpikir kritis pada diri siswa, baik itu di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Karena berpikir kritis adalah kemampuan berpikir dengan memberi alasan secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis serta memutuskan keyakinan.22 Kehidupan di dunia ini jelas akan terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu siswa diharapkan memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerja sama yang efektif.23 Sehingga matematika sangat berperan dalam hal ini.

Seseorang yang belajar matematika baik secara langsung atau tidak ia mempelajari nilai-nilai karakter, misalnya keadilan, kejujuran, kedisiplinan, kerja keras, logis, kritis, kreatif dan inovatif. Tidak heran jika Napoleon Bonaparte juga mengatakan bahwa “Kemajuan dan kesempurnaan matematika memiliki

hubungan yang erat dengan kesejahteraan Negara”.24 Jika matematika dipahami oleh siswa dengan baik maka akan tercapai harapan sesuai dengan tujuan

22Husnidar, et. all, “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa” , dalam Jurnal Didaktik Matematika Vol. 1, No. 1, April 2014, h. 73

23Ahmad Fauzi dan Muniri, “ Memantapkan Nilai

-nilai Matematika…, hal. 16

24

(8)

mempelajari matematika yang dikemukakan oleh Nasution, diantaranya yaitu dengan penggunaan metode matematika maka dapat diperhitungkan segala sesutu dalam pengambilan keputusan.25

Dengan demikian maka seorang guru harus terus mengikuti perkembangan matematika dan selalu berusaha kreatif dalam pembelajaran yang dilakukan sehingga dapat membawa siswa ke arah yang diinginkan.26 Masalah utama yang terjadi dalam pembelajaran matematika pada pendidikan formal saat ini adalah masih rendahnya daya serap (kemampuan berpikir), minat, motivasi, dan keaktifan siswa.27 Salah satu penyebab hal tersebut adalah kondisi pembeljaran yang masih bersifat konvensional, bahwa proses pembelajaran masih didominasi guru (teacher-centered), kelas masih berfokus kepada guru sebagai satu-satunya sumber belajar. Sebagian guru belum memberikan kebebasan berpikir kepada siswa. Sehingga mayoritas siswa pergi ke sekolah hanya untuk aktivitas belajar terbatas yaitu mendengarkan penjelasan guru saja tanpa mencoba memahami materi. Cara belajar ini bukanlah cara belajar matematika. Meskipun siswa mungkin bisa mendapat nilai yang tinggi dan dianggap siswa yang sukses atau berkemampuan tinggi. Namun tetap saja jika proses berpikir siswa dibatasi maka mereka tidak akan berkembang.

25

Ibid., hal. 16

26

Ibid

27 Almira Amir, “ Penggunaan Metode Penemuan Terbimbing (

Guided Discovery) dalam Mengembangkan Aktivitas dan Kemampuan Berpikkir Kritis Siswa dalam Pembelajaran

(9)

Ciri utama dalam pembelajaran matematika adalah metode penalaran, baik deduktif maupun induktif. Menalar secara induktif membutuhkan pengamatan dan percobaan untuk memperoleh fakta yang dapat dipakai sebagai dasar argumentasi. Untuk menghindari keterbatasan metode induktif digunakan metode deduktif yaitu menarik kesimpulan yang merupakan konsekuensi logis dari fakta-fakta yang sebelumnya telah diketahui.28

Sujono mengemukakan:

Beberapa pengertian matematika, diantaranya matematika diartikan cabang ilmu eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logis dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.Bahkan matematika sebagai ilmu bantu dalam menginterpretasikan berbagai ide dan kesimpulan.29

Maka seharusnya siswa dalam menyerap pelajaran matematika memiliki kesempatan untuk menjadi student active learning. Namun karena pembelajaran matematika masih terpusat pada guru maka munculah berbagi mitos mengenai matematika yang menyebabkan siswa bosan, jenuh meskipun belum memulainya.30 Siswa merasa jenuh dan bosan saat belum dimulai terhadap pelajaran matematika, padahal saat peneliti mengisi materi peluang dan mengujikan materi peluang yang pernah disampaikan saat PPL nilainya memenuhi kriteria sedang dan tinggi.Ini menunjukkan kebisaan siswa karena

28R.Rosnawati, “ Berpikir Kritis Melalui…, hal. 2

29

Abdul HalimFatani, Matematika:Hakikat&Logika. (Jogjakarta: ar-Ruzz Media,2012),hal.19

30

(10)

menghafal. Karena itu perlu dilatih berpikir kritis agar siswa terbiasa dan tidak kesulitan dalam memecahkan masalah khususnya pada soal peluang.

Dari serentetan permasalahan yang telah dijelaskan di atas membuktikan bahwa saat ini siswa belum memiliki kepekaan pikiran terhadap situasi sekitar khususnya matematika. Dengan kata lain, pikiran siswa masih terkekang dan belum bisa berkembang menjadi pemikiran yang kritis. Menurut Ennis berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Berpikir kritis mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang pada akhirnya memungkinkan siswa secara aktif membuat keputusan.31 Berpikir kritis merupakan salah satu jenisberpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik.32 Jadi berpikir kritis berarti berpikir dengan benar dalam mencari pengetahuan yang relevan tentang sesuatu di sekitar kita atau berpikir kritis adalah berpikir yang masuk akal (reasonable), reflektif, bertanggung jawab, cakap, terampil dan semuanya dipusatkan untuk memutuskan apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Oleh karenanya berpikir kritis sangat diperlukan dalam matematika.

Selanjutnya kompetensi yang terkait dengan pembelajaran matematika yaitu memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan, dan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis serta mempunyai kemampuan bekerjasama. Tugas dalam pembelajaran matematika diharapkan

31

Husnidar, et. all, “Penerapan…, hal. 73

32

(11)

mampu membuat peserta didik berpartisipasi aktif, mendorong pengembangan intelektual peserta didik, mengembangkan pemahaman dan ketrampilan matematika, dapat menstimulasi siswa, menyusun hubungan dan mengembangkan tatakerja ide matematika, mendorong untuk memformulasi masalah, pemecahan masalah dan penalaran matematika, memajukan komunikasi matematika, menggambarkan matematika sebagai aktifitas manusia, serta mendorong dan mengembangkan keinginan peserta didik mengerjakan matematika.

Matematika diperlukan para pelajar untuk memenuhi kebutuhan praktis dan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dapat menghitung isi dan berat, dapat mengolah, mengujikan dan menafsirkan data.33 Selain itu agar siswa mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut, untuk membantu memahami bidang studi lain seperti fisika, kimia, farmasi, ekonomi, dan sebagainya. Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuni. Hal tersebut dimanifestasikan dalam setiap mata pelajaran di sekolah, termasuk matematika. Pada mata pelajaran matematika banyak materi yang dapat mengantarkan siswa memiliki keterampilan berpikir kritis.

Dari pemaparan di atas, agar siswa mampu memecahkan masalah dalam soal matematika pada materi peluang maka pendidik harus bisa menganalisis proses berpikir kritis siswa. Sehingga pendidik dan siswa dapat melaksanakan pembelajaran sesuai tujuan pendidikan. Oleh karena itu penelitian mengenai hal

33

(12)

tersebut dilakukan, yakni untuk mengetahui bagaimana proses berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal-soal peluang. Sehingga diharapkan peneliti mampu mengetahui bagaimana berpikir kritis yang dilakukan siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil judul “Analisis Proses Berpikir Kritis

Siswa Kelas XI IPA Unggulan 2 dalam Menyelesaikan Soal Peluang di MAN Tulungagung 1 Tahun Ajaran 2014/2015”.

B. Fokus Penelitian

1. Bagaimana proses berpikir kritis dalam menyelesaikan soal peluang siswa kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 yang berkemampuan tinggi? 2. Bagaimana proses berpikir kritis dalam menyelesaikan soal peluang siswa

kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 yang berkemampuan sedang?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan proses berpikir kritis siswa kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 yang berkemampuan tinggi dalam menyelesaikan soal peluang

(13)

D.Batasan Masalah

Supaya penelitian ini lebih terarah, terfokus dan tidak meluas, penulis membatasi penelitian pada proses berpikir kritis siswa. Adapun untuk mengetahui proses berpikir kritis siswa adalah menggunakan kriteria (memadukan proses penyelesaian masalah menurut Polya dan karakteriktik berpikir kritis menurut John Chaffee). Masalah yang diteliti oleh peneliti adalah tentang berpikir kritis siswa di kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1.

E. Manfaat Penelitian

Adanya penelitian ini diharapkan bisa menjadi kajian yang bermanfaat, diantaranya sebagai berikut

1. Manfaat teoritis

Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal matematika pada materi peluang. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam mengembangkan kegiatan belajar mengajar yaitu dengan melatih siswa berpikir kritis selanjutnya serta meningkatkan pemahaman siswa terutama dalam menyelesaikan soal matematika pada materi peluang.

(14)

a. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah terhadap masalah yang dihadapi di dunia pendididkan secara nyata dan menjadi bekal di masa mendatang.

b. Bagi sekolah, diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan pertimbangan sebagai salah satu bahan alternatif dalam kemajuan semua mata pelajaran pada umumnya dan matematika pada khususnya.

c. Bagi guru matematika, diharapkan dapat memberikan masukan untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah matematika agar kemudian dapat menggunakan metode pengajaran yang tepat guna menunjang peningkatan kualitas belajar mengajar.

d. Bagi peserta didik, sebagai bekal pengetahuan tentang berpikir kritis, sehingga termotivasi untuk selalu menyelesaikan soal dengan matang, sungguh dan penuh pertimbangan.

e. Bagi peneliti lain, sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya serta memberikan konstribusi bagi upaya peningkatan dan kualitas pendidikan.

F. Definisi Istilah

Penelitian ini perlu adanya penegasan istilah yaitu:

(15)

2. Berpikir kritis berarti merefleksikan masalah secara mendalam, mempertahanakan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber, serta berpikir secara reflektif ketimbang hanya menerima ide-ide dari luar tanpa adanya pemahaman dan evaluasi yang signifikan. 34 Indikator berpikir kritis menurut John Chaffe yaitu mengetahui tujuan, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, mengerti isu atau permasalahan, menyadari bahwa pandangan mereka terbatas dan merasa pandangan mereka adalah satu diantaranya banyak pandangan, mencoba memahami dan mengapresiasi pandangan orang lain, mencoba mengidentifikasi alasan yang mendukung pandangannya dan alasan-alasan yang mendukung pandangan orang lain.

3. Menyelesaikan soal peluang berarti mencari jalan keluar atau jawaban dari soal peluang yang menurut Polya memilki empat tahap yaitu memahami masalah, membuat rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali pemecahan yang telah didapatkan

G. Sistematika Pembahasan

34

(16)

Skripsi dengan judul “Analisis Proses Berpikir Kritis Siswa Kela s XI IPA

Unggulan 2 dalam Menyelesaikan Soal Peluang di MAN Tulungagung 1 Tahun

Ajaran 2014/2015” memuat tahap-tahap pembahasan sebagai berikut.35

1. Bagian Awal, terdiri dari halaman sampul depan, halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran dan abstrak.

2. Bagian Utama/Inti terdiri dari BAB I, BAB II, BAB III, BAB IV, dan BAB V. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

BAB I (Pendahuluan): (a) latar belakang masalah, (b) fokus penelitian (rumusan masalah), (c) tujuan penelitian, (d) batasan masalah (e) kegunaan hasil penelitian, (e) penegasan istilah, (f) sistematika penulisan skripsi. BAB II (Kajian Pustaka), terdiri dari: (a) kajian fokus pertama, (b) kajian fokus kedua dan seterusnya, (c) hasil penelitian terdahulu, (d) kerangka berpikir.

BAB III (Metode Penelitian), terdiri dari: (a) pola/jenis penelitian, (b) lokasi penelitian, (c) kehadiran peneliti, (d) sumber data, (e) teknik pengumpulan data, (f) teknik analisis data, (g) pengecekan keabsahan temuan, (h) tahap-tahap penelitian.

BAB IV (Paparan Hasil Penelitian): (a) paparan data, (b) temuan penelitian, (c) pembahasan

BAB V (Penutup): (a) kesimpulan, (b) saran

35

(17)
(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakekat Matematika

1. Pengertian Matematika

Matematika adalah sebuah ilmu pasti yang memangg induk dari segala ilmu pengetahuan di dunia ini.36 Secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:37

a. Matematika sebagai struktur yang terorganisasi

Matematika agak berbeda dengan ilmu pengetahuan lain, karena merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisasi. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen yang meliputi aksioma, pengertian dan dalil

b. Matematika sebagai alat

Matematika sebagai alat mencari solusi pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari

c. Matematika sebagai pola pikir deduktif

Suatu pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif

d. Matematika sebagai cara bernalar

36

Fatani, Matematika Hakikat…, hal. 5

37

Ibid., hal 23

(19)

Matematika memuat cara pembuktian yang valid, rumus-rumus yang umum, atau sifat penalaran yang sistematis.

e. Matematika sebagai bahasa artifisial

Bahasa matematika memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks f. Matematika sebagai seni yang kreatif

Penalaran logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan.

Kurikulum matematika menawarkan siswa kesempatan untuk mempelajari konsep-konsep dan prosedur-prosedur matematika dengan pemahaman.38 Lima standar pertama menggambarkan tujuan isi matematika dalam materi bilangan operasi, aljabar, geometri, pengukuran serta analisis data dan peluang. Lima standar selanjutnya menunjukkan proses dari penyelesaian masalah, penalaran dan pembuktian, mengaitkan ide, komunikasi dan representasi.39

B. Kemampuan Berpikir Kritis

1. Pengertian Berpikir

Manusia yang hidup di dunia ini tidak akan bisa lepas dan berhenti dalam berpikir, setiap hari manusia dituntut untuk selalu berpikir. Berpikir merupakan suatu pekerjaan rutin dan bukan hal baru dalam kehidupan

38

NCTM, Principles and Standards for School Mathematics, (USA: The National Council of Mathematics, Inc, 2000), hal.3

39

(20)

manusia. Setiap saat manusia berpikir seperti berdiskusi dengan diri sendiri dan melalui diskusi pribadi itulah dapat diambil kesimpulan yang selanjutnya dijadikan keputusan untuk melakukan suatu tindakan.40

Berpikir merupakan perbuatan berbicara dengan diri sendiri, misalnya saja menentang kata hati yang dianggapnya kurang berkenan atau menyetujui sesuatu hal yang dianggapnya baik. Percakapan dengan diri sendiri merupakan perbuatan yang tidak nyata (abstrak) dan tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali diri kita sendiri. Kecuali apabila percakapan tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan atau diberitahukan kepada orang lain secara lisan. Berpikir yang baik juga sering disebut dengan berpikir menggunakan logika. Dengan berpikir, akal manusia berusaha mengolah ilmu pengetahuan yang dilihat atau didengarkan untuk mencapai suatu kebenaran yang dapat diterima oleh akal itu sendiri. Jadi berpikir memiliki tujuan untuk mencari kebenaran secara terarah dengan menggunakan akal yang sehat.

Suatu pemikiran yang tidak berdasarkan kenyataan dan dalil yang benar meskipun pikiran itu logis, tentu tidak akan menghasilkan suatu kesimpulan yang benar. Jika sudah demikian, maka keputusan yang diambil nantinya juga tidak akan pasti dan tentu saja salah arah.41 Agar pemikiran bisa menghasilkan suatu kesimpulan yang benar maka pemikiran itu harus berpedoman pada kenyataan yang ada.42

40

Yanto, Mengembangkan…, hal 11

41

Ibid., hal. 2

42

(21)

Mengenai tahapan berpikir yang terjadi sejak tahap operasional kongkrit sampai tahap operasional formal, Freenkel mengemukakan tahapan-tahapan sebagai berikut:43 (1) tahap berpikir konvergen, yaitu mengorganisasikan informasi atau pengetahuan yang diperoleh untuk mendapatkan jawaban yang benar, (2) tahap bepikir divergen, yaitu kita mengajukan beberapa alternatif sebagai jawaban. Diantara jawaban tersebut tidak ada yang benar seratus persen. Oleh karena itu, kita tidak bisa memperoleh suatu kesimpulan yang pasti dari berpikir divergen, (3) tahap berpikir kritis, yaitu bahwauntuk mampu berpikir secara kritis dalam menghadapi permasalahan seseorang harus terlebih dahulu memiliki beberapa alternatif sebagai jawaban yang mungkin atas permasalahan yang sedang dihadapi. Selanjutnya menentukan criteria untuk memiliki alternatif jawaban yang paling benar. Penentuan kriteria itu didasarkan pada pengetahuan dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi, (4) tahap berpikir kreatif, yaitu menghasilkan gagasan baru yang tidak dibatasi oleh fakta-fakta, tidak memerlukan penyesuaian dengan kenyataan, tidak memperhatikan bukti dan bisa saja melanggar aturan logis.

2. Berpikir yang Baik

Pemikiran yang baik atau bagus dibagi menjadi dua yaitu berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis adalah berpikir dengan jelas dan rasional. Ini 43Kowiyah,” Kemampuan Berpikir Kritis”, dalam Jurnal Pendidikan Dasar, Vol.3, No. 5,

(22)

memerlukan pemikiran yang tepat dan sistematis serta mengikuti aturan-aturan logis dan penalaran ilmiah antar satu dan lainnya. Berpikir kreatif adalah menemukan ide-ide yang baru dan berguna, sehingga menghasilkan kemungkinan-kemungkinan alternatif.44 Berpikir kritis dan kreatif adalah dua hal yang sama penting. Seseorang perlu berpikir kreatif untuk menemukan ide-ide untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga perlu berpikir kritis untuk mengevaluasi dan memperbaiki ide-ide tersebut, sehingga keduanya saling melengkapi.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam berpikir yang baik:45 a. Selalu Cinta pada Kebenaran

Seseorang yang selalu mencintai maka dalam hidupnya tidak menyukai kebohongan. Mencintai kebenaran diwujudkan dengan menjauhkan diri dari kemalasan dan kecerobohan. Dia akan memiliki sikap mental yang selalu siap menerima kebenaran walaupun ternyata berlawanan dengan prasangka dan kecenderungan pribadinya.Sebagai seorang yang mempunyai pemikiran yang baik maka diperlukan untuk mengoreksi diri sendiri. Seseorang yang konsekuen dengan perbuatannya maka hari-hari selanjutnya akan berubah menjadi orang yang baik dan besar kemungkinan tidak akan melakukan kesalahan yang disengaja. b. Sadar terhadap Perbuatan yang Dilakukan

44

Lau, An Introduction to Critical Thinking and Creativity: Think More, Think Better, (USA: John Wiley & Sonc, Inc, 201), hal 1

45

(23)

Menyadari sesuatu yang sedang berjalan pada lingkungan dan perbuatan yang dilakukan adalah perlu. Jika seseorang telah menyadari tentang kegiatan yang dilakukan, maka tidak ada penyesalan di kemudian hari. Kekecewaan yang berkepanjangan yang terjadi pada seseorang, karena sebelumnya orang tersebut tidak pernah memikirkan sesuatu yang dikerjakan.

Pada dasarnya hidup di dunia ini hanyalah mencari kebenaran. Maka tanpa adanya pengertian untuk mencapai tujuan itu tentu kita akan salah arah. Jika orang sadar tentang pekerjaan yang tengah dilakukan, maka ia akan bisa menarik keberhasilan yang memuaskan. Seseorang yang menyadari berarti melihat baik dan buruknya suatu pekerjaan yang dikerjakan. Setiap manusia yang sadar tentu akan mendambakan sesuatu yang baik dan benar. Namun jika ia melakukan perbuatan kurang baik maka saat melakukan ia belum menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan kurang baik pada dirinya.

c. Sadar terhadap Semua Perkataan yang Diucapkan

Orang tidak dapat berbicara dengan baik tanpa mempunyai kata-kata, demikian pula orang tidak akan bisa berpikir dengan tepat tanpa pengertian-pengertian. Dengan kata-kata maka ide atau pemikiran yang ada dalam batin dapat terungkapkan dan dipahami oleh orang lain.

d. Membuat Perbedaan yang Semestinya

(24)

klasifikasikan agar berasnya dapat ditanak tanpa bercampur dengan jagung dan kacang, begitu pula kacang dan jagung. Inilah yang dinamakan dikatakan penggolongan dan pembedaan. Sesuatu yang kita lihat di alam fana ini sesungguhnya sangat bermacam-macam jenis dan pola ragamnya, maka dari itu dengan penggolongan seseorang diharapkan bisa berpikir secara baik. Bila bermacam-macam jenis itu kita campur tanpa diklasifikasikan maka semuanya akan kabur.

e. Selalu Membuat Definisi yang Benar

Orang berpikir dengan baik tidak mau begitu saja menerima penjelasan dari orang lain tanpa definisi yang kuat. Kalimat-kalimat yang tidak jelas artinya tentu akan mempengaruhi taraf berpikirnya, mungkin ia tidak hanya menyetujui saja tentang kata-kata yang dilontarkan tetapi bertanya tentang arti kata itu.

Pada dasarnya manusia normal selalu ingin mengetahui tentang yang didengarnya, yang dilihatnya secara mendetail. Bila seseorang menerangkan pikiran pada orang lain maka sebaiknya ia tidak segan-segan membuat definisi atau batasan yang tepat. Pembagian atau pembedaan unsur yang terkandung serta pengertiannya merupakan suatu saran yang penting untuk membuat batasan yang tepat, sehingga berpikir dengan cara yang terang dan jelas perlu dibiasakan.

f. Sadar akan Apa yang Disimpulkannya

(25)

dua gabungan tersebut. Gagasan yang datang itu tentu bersumber dari pengalaman yang pernah dilakukan. Bila gagasan baru itu sesuai maka bisa ditarik kesimpulan bahwa pemikiran patut diterapkan. Dalam menyimpulkan sesuatu hal tentunya perlu adanya pertimbangan-pertimbangan yang matang. Kesimpulan harus diteliti kebenarannya, sehingga tidak berbuat asal menyimpulkan saja dan berpikir matang apakah kesimpulan itu sudah relevan dengan kenyataan yang ada.

g. Menghindari Kesalahan dengan Segala Usaha

Seseorang yang tidak mau mengakui kesalahannya tentu akan banyak lagi membuat kesalahan karena dia tidak menyadari sebab kesalahan. Tetapi bila dia mau terbuka dan mengakui kelemahannya maka orang lain akan menunjukkan sebab kesalahan yang ia lakukan. Dengan demikian kesalahan selanjutnya dapat ditekan sekecil mungkin. Karena jika orang tidak berhasil memecahkan kesulitannya, mungkin orang lain akan dapat memberi jalan keluar. Karena orang lain tersebut mempunyai pengalaman yang berbeda dengan pengalamannya.

h. Tidak Pernah Mengabaikan Perbuatan Baik

Berbuat baik bukan hanya memberi uang kepada pengemis atau menolong orang kesusahan, tetapi banyak macamnya. Perbuatan baik yang banyak itu diantaranya misalnya memberi penjelasan tentang solusi dalam memecahkan masalah.

(26)

Menguasai perasaan saat berpikir dengan cara memperhatikan alasan-alasan yang menipu dan menjerumuskan, serta mengalihkan perhatian ke suatu masalah lain.

j. Dapat Mengendalikan Diri

Banyak orang besar apalagi di bidang matematika yang berhasil dan namanya menjadi terkenal ke penjuru dunia karena memiliki sifat-sifat terpuji. Rahasianya adalah karena mereka dapat mengendalikan diri dan menetapkan suatu pikiran yang dianggapnya benar. Banyak mereka yang gagal dalam melakukan percobaan, tetapi mereka tidak kenal menyerah sehingga dicoba dan dicobanya lagi, mereka tetap berpegang pada prinsip semula. Sehingga sikap yang demikian dapat menjadikan orang pandai mengendalikan diri, berpikir dengan tenang dan cepat, berbicara dengan menimbang-nimbang kebaikan dan keburukan antara yang menyinggung dan membuat senang orang lain.

k. Berpikir Secara Normal

(27)

Menurut Perkins, Jay dan Tishman pemikiran yang baik meliputi disposisi-disposisi untuk: (1) berpikir terbuka, fleksibel dan berani menagmbil resiko, (2) mendorong keingintahuan intelektual, (3) mencari dan memperjelas pemahaman, (4) merencanakan dan menyusun strategi, (5) berhati-hati secara intelektual, (6) mencari dan mengevaluasi pertimbangan-pertimbangan rasional dan (7) mengembangkan metakognitif.46

3. Menggunakan Logika dalam Berpikir

Berpikir dilakukan orang setiap hari. Berpikir kelihatannya sangat mudah karena sejak kecil sudah berpikir. Berpikir itu mudah bila tidak menggunakan akal dan tidak memperhatikan fakta. Tetapi berpikir dengan cermat dan teliti tentu sangat sukar, karena dituntut untuk memperhatikan fakta yang ada lalu menarik kesimpulan akan kebenaran. Anak kecil yang masih mulai berjalan bisa berpikir, tetapi berpikir yang tidak menggunakan penalaran. Namun berbeda dengan orang dewasa atau remaja, tentu harus berpikir secara logis dan perlu sikap teliti.47 Berikut orang yang menggunakan logika dalam berpikir:48

a. Berpikir dengan Hati-hati

46

Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal. 153

47

Yanto, Mengembangkan…, hal. 95

48

(28)

Berpikir hati-hati adalah berpikir dengan tidak sembrono. Karena jika berpikir sembrono akan mengakibatkan sesuatu yang fatal bagi kehidupan kita. Berpikir hati-hati dapat dilakukan dengan tidak memutuskan suatu persoalan dengan cara yang gegabah, memikirkan lebih dahulu baru menarik kesimpulan. Setelah kesimpulan itu benar-benar pasti dan masuk akal maka melakukan pekerjaan itu.

b. Menggunakan Penalaran saat Berpikir

Berpikir dengan penalaran ialah berpikir tepat dan jitu. Berpikir yang memerlukan kerja otak dan akal untuk merumuskan sesuatu yang sesuai dengan patokan logika. Melihat kenyataan pada diri kita lalu menggabungkan sebab dan akibat. Artinya setiap apa yang kita perbuat hendaknya disesuaikan dengan kenyataan yang ada pada diri kita. Bila hal tersebut sesuai dengan kenyataan dan jika dikerjakan bisa mengakibatkan keuntungan maka lakukan hal itu.

(29)

orang lain tersebut kemungkinan besar dapat membantu dalam mencari kebenaran berpikir orang yang diberi saran.

Di samping itu pemikiran juga mengenal open system problem, maksudnya tidak menutup diri dalam berpikir atau menarik kesimpulan. Karena dengan tidak menutup diri dalam berpikir atau menarik kesimpulan maka kemungkinan informasi dari luar pemikiran merubah keputusan yang kita ambil. Suatu kesimpulan itu pasti apabila kita mengetahui dengan positif, tanpa ragu-ragu bahwa kesimpulan yang kita tarik itu benar dan kesimpulan yang menyatakan sebaliknya itu salah. Tingkat kepastian itu dapat tercapai tergantung dari cara bagaimana hal yang dibuktikan, bagaimana hubungan titik pangkal dan kesimpulan serta kekuatan-kekuatan alasan kita. Adapun pedoman berpikir secara nalar itu ada beberapa hal yakni:

1)Seseorang harus berpikir secara kritis. Sebuah keterangan yang tidak pasti hendaknya tidak dipercaya begitu saja

2)Sebelum bertindak sebaiknya harus berpikir lebih dahulu untuk beberapa saat

3)Pandangan harus luas dari pada pikiran kita sendiri. Waspada terhadap prasangka-prasangka sendiri. Tidak menganggap benar sesuatu yang disenangi dan menolak sesuatu yang dibenci

4)Berpikir dua kali, tidak gegabah dalam menarik kesimpulan atau mengemukakan pendapat seakan-akan merupakan kebenaran mutlak 5)Bersikap terbuka, karena mungkin pendapat perlu dikoreksi atau

(30)

6)Berpikir jangka panjang dan berpandangan luas

7)Bersikap kritis terhadap apa yang dikemukakan oleh orang lain. Mengadakan evaluasi terhadap pendapat sendiri

8)Bersikap optimis, mencari segi-segi positif dalam segala hal dan berdiskusi juga dalam hal berpikir bersikap simpatik terhadap orang lain 9)Bersikap jujur

10)Bekerja dan berpikir secara teratur dan terencana. c. Mengutarkan Pemikiran dengan Perkataan

Berpikir telah dirumuskan sebagai berbicara dengan diri sendiri di dalam batin. Manusia berpikir dengan menggunakan konsep atau pengertian-pengertian, serta tidak perlu diucapkan dengan kata lisan atau tulisan. Tetapi apabila yang kita pikirkan hendak disampaikan kepada orang lain, maka isi isi pikiran itu harus dinyatakan, dilahirkan dan diucapkan. Adapun jika kita kita ingin melontarkan pikiran kepada orang lain tersebut ada bermacam-macam cara, yakni dengan tanda-tanda atau kata-kata. Jadi bahasa adalah alat untuk menyatakan isi pikiran, kedua saling berhubungan timbal balik.

(31)

menguasai dan kita pergunakan dengan tepat akan dapat membantu untuk memperoleh kecakapan dalam berpikir dengan lurus.

Orang tidak mungkin dapat berbicara dengan baik serta dapat melontarkan pemikirannya dengan sempurna jika ia tidak mempunyai kata-kata. Juga seseorang tidak akan dapat berpikir dengan tepat tanpa adanya pengertian-pengertian. Maka akal kita bekerja dengan harus mengerti tentang yang dilihat.

d. Tidak Menggunakan Kata Kiasan dalam Berbicara

Perbandingan atau analogis bukanlah dasar yang kuat untuk suatu pembuktian, sebab dari kesamaan sesuatu atau beberapa sifat belum tentu dapat disimpulkan kesamaan dalam sifat lain. Akan tetapi umtuk menjelaskan hal-hal yang agak sulit maka disertakan dengan contoh-contoh dan perbandingan-perbandingan, tetapi harus diingat bahwa tidak selamanya perbandingan masuk akal. Yang terpenting adalah contoh dan perbandingan-perbandingan itu ada kesamaan sifatnya, misalnya ungkapan pikiran siswa diisi ilmu, maka dapat dinilai bahwa pikiran manusia itu bagaikan bak yang diisi air. Jika kita berhenti mengisi air maka bak itu tidak akan penuh dan bila kita terus-menerus menuangkannya kesana maka air akan tumpah. Dari contoh tersebut dapat kita jadikan untuk menarik suatu kesimpulan atau pembuktian.

e. Nilai Rasa dan Emosional

(32)

meledak-ledak, dalam situasi seperti ini akal sudah tidak berperan lagi. Maka orang yang berbahagia dan tentram hidupnya ialah seseorang yang setiap langkahnya dipikirkan secara akal. Dia melihat kenyataan-kenyataan dirinya dan menarik kesimpulan dari berbagai pertimbangan

f. Dapat Membedakan dan Menggolongkan Suatu Hal

Kenyataan yang ada di dunia ini banyak ragamnya. Tetapi dalam keanekaragaman itu naluri seseorang masih dapat melihat aturan-aturan yang ada, akal kita masih dapat membagi-bagi, menggolong-golongkan dan menyusun pengertian-pengertian serta sesuatu menurut kesamaan dan perbedaannya. Manusia dilengkapi dengan akal dan pikiran sesungguhnya diperintahkan untuk memikirkan apa yang terjadi di sekitarnya. Manusia harus mampu menggolongkan yang buruk dan yang baik. Jika manusia sudah tidak dapat membedakan antara yang putih dan yang hitam maka manusia tersebut sudah hilang sifat kemanusiaannya.

Begitu juga dalam ilmu pengetahuan, penggolongan dirasa perlu karena untuk mengupas suatu persoalan maka harus dapat menangkap bagian-bagiannya. Orang yang tidak mau berpikir secara logis tentu menggolongkan sesuatu hal hanya dibagi dua bagian saja. Dia menganggap di dunia ini hanya ada dua macam masalah, misal hitam putih, hidup mati, kawan lawan, baik buruk, pintar bodoh, dan lain sebagainya. Memang dia mempertentangkan suatu hal, tetapi tidak melihat hal-hal terkecil yang masih dapat dibedakan lagi. Sikap inilah yang seharusnya tidak ada dalam pemikiran logis.

(33)

Hal yang perlu diperhatikan jika seseorang telah berpikir dengan baik, lalu menyatakan pikiran itu kepada orang lain ialah bagaimana menjelaskan pikiran terhadap orang lain.

4. Berpikir Kritis

Sejumlah psikolog dan pendidik mulai mempelajari ketrampilan-ketrampilan anak dalam berpikir secara kritis. Memang dalam wacana psikologi dan pendidikan pemikiran kritis ini bukan tergolong ide yang baru.49 Seorang pemikir kritis adalah seseorang yang telah mengembangkan pemahaman pengetahuan dari dunia kompleks, pandangan yang berbeda berdasarkan ide dan persoalan penting yang mempunyai kekuatan menembus pengetahuan dan kecerdasan, pemikiran yang pintar dan kemampuan bahasa.50

Berpikir kritis didefinisikan secara beragam oleh para ahli. Sehingga terdapat berbagai macam definisi tentang berpikir kritis diantaranya sebagai berikut:

a. Menurut Ennis berpikir kritis merupakan berpikir wajar dan reflektif yang fokus dalam menentukan apa yang harus dipercaya atau dilakukan.51

49

Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.152

50

John Chaffee, Thinking Critically, (USA: Wadsworth, Cengage Learning, 2012), hal. 52

51

(34)

b. McPeck mendefinisikan berpikir kritis sebagai “ketepatan penggunaan skeptis reflektif dari suatu masalah yang dipertimbangkan sebagai wilayah permasalahan sesuai dengan disiplin materi”.52

c. Nikerson dalam Seifert dan Hoffnung mendefinisikan berpikir kritis sebagai “ reflection or thougt about complex issues, often for the purpose of

choosing actions related to those issues”.53

d. Menurut Santrock berpikir kritis adalah memahami makna masalah secara lebih dalam, memperhatikan agar pikiran tetap terbuka terhadap segala pendekatan dan pandangan yang berbeda serta berpikir secara reflektif bukan hanya menerima ide yang datang ke dalam pikirannya.54 Definisi ini mengandung makna bahwa berpikir kritis sering diasumsikan sebagai penalaran kehidupan sehari-hari untuk menerima pernyataan, hasil penelitian dan melaksanakan mekanisme pembelajaran.55

e. Menurut Dacey dan Kenny berpikir kritis adalah “The ability to think logically, to apply this logical thinking to the a ssessment of situations and to

make good judgment and decision”.56

f. Schafesman berpendapat bahwa berpikir kritis berarti berpikir dengan benar dalam mencari pengetahuan yang relevan dan reliabel tentang sesuatu

52

Ibid., hal 21

53

Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.151

54

Ibid.

55Kowiyah,” Kemampuan…, hal. 177

54

(35)

di sekitar kita. Cara lain untuk mengartikannya berpikir kritis adalah masuk akal (rea sonable), reflektif, bertanggung jawab dan berpikir cakap serta terampil dan semuanya dipusatkan untuk memutuskan apa yang harus dipercayai atau dilakukan.57

g. Pikket dan Foster menyatakan berpikir kritis adalah jenis berpikir yang lebih tinggi yang bukan hanya menghafal materi, tetapi penggunaan manipulasi bahan-bahan yang dipelajari dalam situasi baru.58

h. Menurut Dewey dalam Fisher, gagasan berpikir kritis pertama kali disebut berpikir reflektif dan mendefinisikannya secara tepat sebagai aktif, gigih, hati-hati dalam mempertimbangkan keyakinan atau pembentukan pengetahuan yang mendukungnya dan menyusun kesimpulan. Jadi bukannya tindakan sederhana menerima informasi dan kemudian siap menrimanya. Berpikir kritis melibatkan proses berpikir aktif dan menganalisis apa yang diterimanya.

i. Menurut Richard Paul berpikir kritis adalah gaya berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja, dimana pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil stuktur-stuktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.59

57Risnanosanti,” Melatih Metakognitif Siswa dalam Pembeljaran Matematika”, dalam

Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika 2008, hal. 177

58R.Rosnawati, “ Berpikir Kritis…, hal. 4

(36)

j. Menurut Edward Glaser berpikir kritis sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang, (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersbut. Berpikir menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.60

k. Michael Scriven berargumentasi bahwa berpikir kritis merupakan kompetensi akademis yang mirip dengan membaca dan menulis dan hampir sama pentingya. Oleh karena itu ia mendefinisikan berpikir kritis sebagai interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi.

l. Watson dan Glaser menyatakan berpikir kritis dari perspektif filosofis sebagai gabungan sikap, pengetahuan dan kecakapan.

Berdasarkan pengertian tentang berpikir kritis yang didefinisikan oleh para ahli di atas, walaupun menggunakan istilah atau kalimat yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang dan pengertian yang yang dianut, namun banyat memiliki kesamaan makna. Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan berpikir kritis adalah berpikir secara logis, reflektif dan produktif yang diaplikasikan dalam menilai situasi untuk

60

(37)

membuat pertimbangan dan keputusan yang baik.61 Dalam perspektif deskriptif, berpikir kritis merupakan analisis situasi masalah melalui evaluasi potensi, pemecahan masalah dan sintesis informasi untuk menentukan keputusan. Keputusan dilakukan secara parsial dengan cara membuat daftar isian informasi yang selanjutnya dievaluasi, disintesis dan pemecahan masalah yang akhirnya menjadi sebuah keputusan.

Berpikir kritis di Amerika Serikat sering dianggap sebagai sinonim dari ketrampilan berpikir.62 Berpikir kritis menjelaskan tujuan, memeriksa asumsi-asumsi, nilai-nilai, pikiran tersembunyi, mengevaluasi bukti, menyelesaikan tindakan dan menilai kesimpulan. Kritis sebagaimana digunakan dalam ungkapan berpikir kritis, berkonotasi pentingnya atau sentralitas dari pemikiran yang mengarah pada pertanyaan isu atau masalah yang memprihatinkan. Kritis dalam konteks ini tidak berarti penolakan atau negatif.63

Kata kritis juga berhubungan dengan kata kritik yang artinya menanyakan dan mengevaluasi. Sayangnya kemampuan untuk mengkritik seringkali digunakan hanya secara buruk untuk menghancurkan pemikiran orang lain.64 Sehingga berpikir kritis diartikan beberapa orang sebagai mengkritik atau mencela orang lain setiap waktu dengan tidak konstruktif.

61

Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.153

62

Kuswana, Taksonomi…, hal 19

63

Ibid, hal. 20

64

(38)

Tapi ini adalah sebuah kesalahpahaman. Berpikir kritis bukan secara murni kekuatan yang menghancurkan.65 Padahal kritik dapat menjadi analisis konstruktif untuk tujuan pengembangan pemahaman yang lebih baik. Pertama, dengan menolak ide-ide buruk kita dapat lebih tepat dalam menemukan kebenaran. Kedua, berpikir dengan kritis bukan berarti mencela orang setiap waktu. Ketika orang lain benar maka kita harus menerima, dan ketika orang lain salah berpikir kritis membantu kita mengenali kesalahan yang diperbuat tapi tidak mencela mereka (apalagi jika jika kesalahan tidak menjadi permasalahan). Kita harus sopan dan dapat membantu dengan memberi alasan padanya dengan pengertian tidak langsung, misal dengan memberi petunjuk atau saran-saran. Seorang pemikir kritis dapat menjadi pribadi yang simpatik dan membangun.66

Berpikir kritis berakibat positif dan berguna, misalnya merumuskan solusi yang terbaik untuk masalah pribadi yang kompleks, berunding dengan kelompok tentang tindakan apa yang harus diambil atau menganalisis asumsi dan kualitas metode yang digunakan secara ilmiah dalam menguji suatu hipotesis. Menggunakan kemampuan berpikir kritis yang kuat memungkinkan kita untuk mengevaluasi argument dan layak untuk penerimaan berdasarkan pikirannya.67 Berpikir kritis berarti merefleksikan permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai

65

Lau, An Introduction, hal. 3

66

Ibid

67

(39)

pendekatan dan prespektif berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber (lisan atau tulisan), serta berpikir secara reflektif daripada hanya menerima ide-ide dari luar tanpa adanya pemahaman dan evaluasi yang signifikan.68

Pernyataan tersebut hampir sama dengan yang diungkapkan John Caffee bahwa orang disebut ahli pemikir kritis jika mereka:69

a. Berpikir terbuka

Dalam diskusi mereka dengan hati-hati mendengarkan setiap pandangan, mengevaluasi tiap pandangan dengan hati-hati dan jelas.

b. Berpengetahuan

Ketika mereka menawarkan sebuah pendapat selalu berdasarkan fakta atau bukti. Namun jika mereka kurang berpengetahuan tentang sesuatu maka mereka mengakuinya.

c. Aktif

Mereka berinisiatif dan dengan aktif menggunakan kemampuan mereka untuk mengahadapi masalah-masalah dan menghadapi tantangan daripada hanya merespon masalah secara pasif.

d. Ingin tahu

Mereka mengeksplorasi situasi dengan memeriksa pertanyaan, sehingga menembus dasar permukaan suatu permasalahan daripada merasa nyaman dengan penjelasan-penjelasan yang dangkal.

68

Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.153

69

(40)

e. Pemikir Mandiri

Mereka tidak takut untuk tidak mudah setuju terhadap kumpulan pendapat. Mereka mengembangkan dukungan keyakinan secara baik lewat analisis yang bijaksana daripada hanya mengikuti ide-ide orang lain (yang tidak dipertimbangkan).

f. Cakap dalam diskusi

Mereka mendiskusikan ide-ide dalam cara yang terorganisir dan cerdas. Sama ketika ada masalah kontroversial, mereka mendengarkan dengan hati-hati untuk menolak pandangan-pandangan dan merespon secara bijaksana. g. Penuh pengertian

Mereka menggunakan hati atas permasalahan yang dihadapi. h. Sadar diri

Mereka menyadari atas kekeliruan diri mereka dan menggunakan kesalahannya dirinya tersebut dalam pertimbangan ketika menganalisis sebuah situasi.

i. Kreatif

Mereka dapat mengembangkan pola pembentukan pemikiran dan pendekatan situasi dari petunjuk-petunjuk inovatif.

j. Semangat

Mereka mempunyai semangat untuk memahami dan selalu bekerja keras untuk melihat persoalan dengan lebih jelas.

(41)

reasoning”. Dengan alasan demikian Santrok menegaskan “critical thinking

can and should be used not just in the classroom, but outside it as well”.70 Berpikir kritis dapat terjadi kapan saja, seperti salah satu hakim memutuskan atau memecahkan masalah. Pada umumnya seseorang harus mencari tahuapa yang harus dipercaya atau apa yang harus dilakukan dan melakukannya dengan cara yang wajar dan reflektif.71 Kemampuan berpikir kritis meliputi pengamatan, interpretasi, analisis, kesimpulan, evaluasi, penjelasan dan metakognisi.

Berpikir kritis tidak hanya melibatkan logika, tetapi ada kesiapan kriteria intelektual yang luasseperti kejelasan, kredibilitas, akurasi, presisi, relevansi, kedalaman, keluasan makna dan keseimbangan. Ennis berpendapat bahwa berpikir kritis pada dasarnya tergantung pada dua disposisi.Pertama, perhatian untuk dapat melakukannya dengan benar semaksimal mungkin dan kepedulian untuk menyajikan posisi jujur dan kejelasan. Kedua, tergantung pada proses evaluasi (menerapkan kriteria untuk menilai kemungkinan jawaban), baik secara proses implisit dan eksplisit.72

Paul membedakan dua indra berpikir kritis, yaitu bertolak dari kelemahan berbagai keterampilan yang dapat digunakan untuk mendeteksi suatu kekeliruan penalaran dan kekuatan di situasi yang paling kompleks. Paul menyatakan bahwa salah satu tujuan berpikir kritis adalah untuk

70

Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.154

71

Kuswana, Taksonomi…, hal. 20

72

(42)

mengembangkan perspektif peserta didik dandialog penting sebagai bahan dalam membantu mengembangkan penilaian.73

5. Karakter Berpikir Kritis

Pierce dalam Dacey dan Kenny menyebutkan beberapa karakteristik yang diperlukan dalam pemikiran kritis, yaitu: (1) kemampuan untuk menarik kesimpulan dari pengamatan, (2) kemampuan untuk mengidentifikasi asumsi, (3) kemampuan untuk berpikir secara deduktif, (4) kemampuan untuk membuat interpretasi yang logis dan (5) kemampuan untuk mengevaluasi argumentasi yang lemah dan yang kuat.74

Sementara Seifert dan Hoffnung menyebutkan beberapa komponen berpikir kritis:75

a. Basic operations of reasoning

Untuk berpikir secara kritis, seseorang memiliki kemampuan untuk menjelaskan, menggeneralisasi, menarik kesimpulan deduktif dan merumuskan langkah-langkah logis lainnya secara mental.

b. Domain-specific knowledge

Dalam menghadapi suatu masalah, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang topik atau kontennya. Untuk memecahkan suatu konflik

73

Ibid., hal. 22

74

Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.154

75

(43)

pribadi, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang seseorang dan dengan siapa yang memiliki konflik tersebut

c. Metacognitive knowledge

Pemikiran kritis yang efektif mengharuskan seseorang untuk memonitor ketika ia mencoba untuk benar-benar memahami suatu ide, menyadari kapan ia memerlukan informasi baru dan mereka-reka bagaimana ia dapat dengan mudah mengumpulkan dan mempelajari informasi tersebut.

d. Values, beliefs and dispositions

Berpikir secara kritis berarti melakukan penilaian secara jelas dan objektif.Ini berarti ada semacam keyakinan diri bahwa pemikiran benar-benar mengarah pada solusi. Ini juga berarti ada semacam disposisi yang reflektif ketika berpikir.

Menurut Beyer setidaknya terdapat 10 kecakapan berpikir kritis yang dapat digunakan peserta didik dalam mengajukan argumentasi atau membuat pertimbangan yang absah (valid):76

a. Ketrampilan membedakan fakta-fakta yang dapat diverifikasi dan tuntutan nilai-nilai yang sulit diverifikasi (diuji kebenarannya)

b. Membedakan antara informasi, tuntutan atau alasan yang relevan dengan yang tidak relevan

c. Menentukan kecermatan faktual (kebenaran) dari suatu pernyataan d. Menentukan kredibilitas dari suatu sumber

e. Mengidentifikasi tuntutan atau argumen

76

(44)

f. Mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan g. Mendeteksi bias (menemukan penyimpangan) h. Mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan logika

i. Mengenali ketidakkonsistenan logika dalam suatu alur penalaran j. Menentukan kekuatan suatu argumen atau tuntutan.

Oleh sebab itu belakangan ini sejumlah ahli psikologi dan pendidikan menyarankan bahwa proses pembelajaran di sekolah seharusnya lebih dari sekadar mengingat atau menyerap secara pasif berbagai informasi baru, melainkan peserta didik perlu berbuat lebih banyak dan belajar bagaimana berpikir secara kritis. Peserta didik didorong untuk memiliki kesadaran akan diri dan lingkungannya yang pada gilirannya terbentuk kesadaran berpikir secara kritis.77

Menurut Santrock untuk berpikir kritis, untuk memecahkan setiap permasalahan atau untuk mempelajari sejumlah pengetahuan baru, peserta didik harus mengambil peran aktif di dalam belajar, dalam arti peserta didik harus berupaya mengembangkan sejumlah berpikir aktif, diantaranya:78

a. Mendengarkan secara seksama

b. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan-pertanyaan c. Mengorganisasi pemikiran-pemikiran mereka

d. Memperhatikan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan e. Melakukan deduksi

77

Ibid., hal 156

78

(45)

f. Membedakan antara kesimpulan-kesimpulan yang valid dan yang tidak valid secara logika

g. Belajar bagaimana mengajukan pertanyaan-pertanyaan klarifikasi.

Menurut Watson dan Glaser kompetensi dalam berpikir kritis direpresentasikan dengan kecakapan-kecakapan berpikir kritis tertentu. Kecakapan-kecakapan berpikir kritis adalah:79

a. Inference

Kecakapan untuk membedakan antara tingkat-tingkat kebenaran dan kepalsuan. Inference merupakan kesimpulan yang dihasilkan oleh seseorang observasi sesuai fakta tertentu.

b. Pengenalan asumsi-asumsi

Kecakapan untuk mengenal asumsi-asumsi. Asumsi merupakan sesuatu yang dianggap benar.

c. Deduksi

Kecakapan untuk menentukan kesimpulan-kesimpulan tertentu perlu mengikuti informasi di dalam pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.

d. Interpretasi

Kecakapan menimbang fakta-fakta dan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan pada data yang diberikan.Interpretasi adalah kecakapan untuk menilai apakah kesimpulan secara logis berdasarkan informasi yang diberikan.

e. Evaluasi

(46)

Kecakapan membedakan antara argumen yang kuat dan relevan dan argumen yang lemah atau tidak relevan.

Selain Watson dan Glaser, Facione juga membagi proses berpikir kritis menjadi enam kecakapan yaitu interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan dan regulasi diri. Berikut adalah penjelasan skema dari keenam kecakapan berpikir kritis utama:80

1. Interpretasi,

Menginterpretasi adalah memahami dan mengekpresikan makna dari berbagai macam pengalaman, situasi, data, penilaian prosedur atau kriteria. Interpretasi mencakup sub kecakapan mengkategorikan, menyampaikan signifikasi dan mengklarifikasi makna

2. Analisis

Menganalisis adalah mengidentifikasi hubungan inferensial dan aktual diantara pertanyaan-pertanyaan, konsep-konsep, deskripsi untuk mengekpresikan kepercayaan, penilaian dan pengalaman, alasan, informasi dan opini. Analisis meliputi pengujian data, pendeteksian argumen, menganalisis argumen sebagai sub kecapakan dari analisis

3. Evaluasi

Menaksir kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi yang merupakan laporan atau deskripsi dari persepsi, pengalaman dan menaksir kekuatan logis dari hubungan inferensial, deskripsi atau bentuk representasi

80

(47)

lainnya. Contoh evaluasi adalah membandingkan kekuatan dan kelemahan dari interpretasi alternatif.

4. Inferensi

Mengidentifikasi dan memperoleh unsur yang diperlukan untuk membuat kesimpulan-kesimpulan yang masuk akal, membuat dugaan dan hipotesis, mempertimbangkan informasi yang relevan dan menyimpulkan konsekuensi dari data.

5. Eksplanasi/Penjelasan

Mampu menyatakan hasil-hasil dari penalaran seseorang, menjastifikasi penalaran tersebut dari sisi konseptual, metodologis dan konstektual.

6. Regulasi Diri

Secara sadar diri memantau kegiatan-kegiatan kognitif seseorang, unsur-unsur yang digunakan dalam hasil yang diperoleh, terutama dengan menerapkan kecakapan di dalam analisis dan evaluasi untuk penilaiannya sendiri.

Dalam penelitian ini peneliti mengacu pada pendapat John Chaffee tentang karakteristik dan indikator berpikir kritis untuk menganalisis proses berpikir kritis siswa. Karakteristik berpikir kritis dan indikator-indikatornya sebagai berikut:81

a. Berpikir aktif

Indikator: mengetahui tujuan, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah

81

(48)

b. Dengan hati-hati mengeksplorasi situasi dengan pertanyaan Indikator: mengerti isu atau permasalahan

c. Berpikir dengan mandiri

Indikator: dapat menjelaskan alasan

d. Memandang situasi dari perspektif yang berbeda

Indikator: menyadari bahwa pandangan mereka terbatas dan merasa pandangan mereka adalah satu diantaranya banyak pandangan, mencoba memahami dan mengapresiasi pandangan orang lain

e. Mendukung perspektif yang bermacam-macam dengan alasan dan bukti Indikator: Mencoba mengidentifikasi alasan-alasan yang mendukung pandangannya dan alasan-alasan yang mendukung pandangan orang lain. f. Mendiskusikan ide-ide dengan sebuah cara yang terorganisir (peneliti tidak

menggunakan karakteristik ini karena ini dapat diamati jika siswa membentuk kelompok)

Indikator: Mendengarkan dengan hati-hati, mendukung pandangan lain dengan alasan dan bukti, memeriksa pertanyaan, berusaha meningkatkan pemahaman.

(49)

Demikian juga, jika peserta didik tidak didorong untuk mencari alternatif penjelasan dan interpretasi tentang masalah-masalah dan isu-isu, kemungkinan kesimpulan-kesimpulan yang mereka ambil lebih didasarkan pada harapan-harapan mereka sendiri, prasangka dan pengalaman-pengalaman pribadi yang pada gilirannya dapat mengarah pada kesimpulan-kesimpulan yang keliru.82

6. Berpikir Kritis dalam Matematika

Gambar 2.1. Hirarki Berpikir83

Gambar di atas merupakan hirarki dari berpikir. Penalaran merupakan bagian berpikir di lular ingatan. Penalaran meliputi berpikir dasar, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Pada kategori ingatan, siswa memiliki kemampuan menghapal (misal menghafal rumus-rumus matematika) dan mengingat,

82

Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.157

83Rochmad,” Ketrampilan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran Matematika”,

dalam Semnas Jurusan Matematika Universitas Semarang, hal. 11

(50)

memanggil apa yang diketahui, menyimpan informasi berdasar fakta empirik dan mengingat konsep-konsep matematika sederhana. Pada kategori berpikir dasar, siswa memiliki pemahaman terhadap konsep-konsep matematika dan hubungan antar konsep dan mengenali konsep ketika muncul dalam suatu masalah. Siswa mengetahui pengetahuan dasar-dasar logika untuk digunakan dalam pemecahan masalah dan memahami cara berpikir induktif dan deduktif.84

Pada kategori berpikir kritis, siswa dapat menguji, merealisasikan dan mengevaluasi semua aspek dari suatu situasi atau masalah. Siswa berpikir dengan memfokuskan pada bagian-bagian dari suatu situasi atau masalah, mengumpulkan dan mengorganisasi informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan mengaitkan informasi yang dipelajari sebelumnya, menentukan alasan dari jawaban, menggambarkan kesimpulan yang valid dan menganalisis serta merefleksikan sifat. Pada kategori berpikir kreatif siswa dapat menghasilkan kerja asli dari pemikirannya atau idenya, menghasilkan suatu produk termasuk yang kompleks, menemukan, mensintesiskan ide-ide, memperumpun ide-ide dan menerapkan ide-ide.85

Dalam kegiatan untuk pemecahan masalah atau persoalan yang rumit banyak pendapat para ahli, salah satunya seperti yang dikemukakan Polya. Polya mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha untuk mencari jalan

84

Ibid

85

(51)

keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak segera dicapai . Menurut Polya ada empat langkah dalam pemecahan masalah, yaitu:86

a. Memahami masalah

Dalam tahap ini, masalah harus benar-benar dipahami, seperti mengetahui apa yang tidak diketahui, apa yang sudah diketahui, apakah kondisi yang ada cukup atau tidak cukup untuk menentukan yang tidak diketahui, adakah yang berlebih-lebihan atau adakah yang bertentangan, menentukan suatu gambaran masalah, menggunakan notasi yang sesuai. b. Membuat rencana pemecahan masalah

Mencari hubungan antara informasi yang ada dengan yang tidak diketahui. Dalam membuat rencana ini seseorang dapat dibantu dengan memperhatikan masalah yang dapat membantu jika suatu hubungan tidak segera dapat diketahui sehingga akhirnya diperoleh suatu rencana dari pemecahan.

c. Melaksanakan rencana

Pada tahap ini rencana dilaksanakan,memeriksa setiap langkah sehingga dapat diketahui bahwa setiap langkah itu benar dan dapat membuktikan setiap langkah benar.

d. Memeriksa kembali pemecahan masalah yang didapatkan

Pada tahap ini dapat diajukan pertanyaan seperti dapatkah memeriksa hasil, dapatkah memeriksa alasan yang dikemukakan, apakah diperoleh hasil

86

Desti Haryani,” Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah untuk

menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”, dalam Posiding Seminar Nasional

(52)

yang berbeda, dapatkah melihat sekilas pemecahannya, dapatkah menggunakan pemecahan yang telah diperoleh atau metode yang sudah digunakan untuk masalah lain yang sama.

Jika diperhatikan, langkah-langkah pemecahan masalah yang dikemukakan Polya sangat memerlukan ketrampilan atau kemampuan berpikir kritis. Pada tahap memahami masalah agar siswa dapat memahami masalah, dia harus mempunyai kemampuan interpretasi agar dia memahami secara tepatmasalah matematika yang diajukan kepadanya. Selain itu dia juga harus mempunyai kemampuan evaluasi untuk mengevaluasi pemikirannya dalam memahami masalah. Kemampuan inferensi juga diperlukan untuk mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanya dalam masalah.

Pada tahap merencanakan pemecahan masalah ketrampilan interpretasi, analisis dan evaluasi juga diperlukan karena untuk dapat menentukan rencana apa yang akan dilaksanakan, siswa harus mampu memaknai informasi yang ada pada masalah dan menghubungkan setiap unsur yang ada pada masalah. Bahkan Polya mengemukakan bahwa sesungguhnya kemampuan memecahkan masalah ada pada ide menyusun rencana pemecahan.Jadi pada tahap ini sangat diperlukan kemampuan berpikir kritis dari siswa.

(53)

ini siswa mengorganisasikan semua pengetahuan dan konsep matematika yang telah dimilikinya agar dia berhasil memecahkan masalah.

Pada tahap terakhir yaitu tahap melihat atau memeriksa kembali hasil pemecahan masalah yang telah didapat, semua ketrampilan berpikir kritis juga sangat diperlukan untuk menguji apakah pemecahan masalah yang telah dilaksanakan sudah benar.87 Karena peneliti mengacu pada pendapat John Chaffee maka langkah pemecahan masalah dalam soal menurut Polya terkait berpikir kritis sebagai berikut:

Tabel 2.1. Proses Berpikir Kritis No Langkah

Penyelesaian (Polya)

Karakteristik Berpikir Kritis Indikator Berpikir Kritis

1 Memahami Dengan hati-hati mengeksplorasi situasi dengan pertanyaan

2 Merencanakan Berpikir aktif Mencari tahu strategi

Berpikir dengan mandiri Tidak menyontek Berpikir dengan mandiri Dapat menuliskan

alasan

3 Melaksanakan Berpikir dengan mandiri Tidak menyontek

Memandang situasi dari perspektif

Gambar

Gambar 2.1. Hirarki Berpikir 83
Tabel 2.1. Proses Berpikir Kritis No
Tabel 4.2 No 1
Table 4.3Daftar Peserta Wawancara
+3

Referensi

Dokumen terkait

proses berpikir siswa kemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah dalam memecahkan masalah lingkaran Untuk mendeskripsikan proses berpikir siswa dalam menyelesaikan soal

antara siswa laki-laki dan perempuan pada soal nomor 2 yaitu proses berpikir. konseptual atau

Bagi peneliti lain, hendaknya dapat digunakan sebagai acuan dalam. penelitian selanjutnya serta memberikan kontribusi bagi

telah ia ketahui, akan tetapi selanjutnya ia kurang dapat melanjutkan rencana.. penyelesaian dari masalah yang ia temukan pada soal. Berdasarkan hal. tersebut disimpulkan

kreatif menurut Siswono bahwa siswa tersebut dalam kategori tingkat berpikir. yang

siswa dalam menyelesaikan soal statistika yang berdasarkan pada tingkat berpikir.. kreatif siswa antara laki-laki

Tingkat Berpikir Kreatif Siswa .... Berpikir Kreatif dalam Matematika

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tingkat berpikir kreatif siswa laki-laki dalam menyelesaikan soal statistika dan untuk mendeskripsikan