KONFLIK ELIT POLITIK TRADISIONAL DAN MODERN PADA
AWAL KEMERDEKAAN DI PURBA KABUPATEN SIMALUNGUN
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Edella P Saragih
308121051
Jurusan Pendidikan Sejarah
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
EDELLA PIRMA INTANI SARAGIH, DIBAWAH BIMBINGAN DR. HIDAYAT, MSI. KONFLIK ELIT POLITIK TRADISIONAL DAN ELIT MODERN PADA AWAL KEMERDEKAAN DI PURBA KABUPATEN SIMALUNGUN. SKIRIPSI S-1 JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH. FAKULTAS ILMU SOSIAL. UNIVERSITAS NEGERI MEDAN .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, bagaimana latar belakang, proses, dan dampak dari Konflik Elit Politik Tradisional dan Modern di Purba Kabupaten Simalungun. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode heuristik, yaitu dengan mengumpulkan dan menganalisa data secara sistematis dan objektif berdasarkan bukti-bukti dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kemudian penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu Penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Informannya adalah orang-orang yang dianggap mengetahui informasi dan memiliki kapasitas mengenai masalah yang diteliti. Tehnik pengumpulan data yaitu dengan mengumpulkan, menganalisis, menyimpulkan dan menuangkannya ke dalam tulisan.
Dari penggalian data informasi yang didapat mengenai Konflik Elit Politik Tradisional dan Modern tersebut adalah, bahwa yang melatarbelakangi konflik adalah keinginan dari beberapa kalangan Elit Modern untuk mendapatkan kekuasaan dari hak milik raja dan menghapuskan paham feodal yang dirasa tidak mendukung kemerdekaan Indonesia. Kalangan yang dirasa masih memengang paham ini adalah Kaum Elit Tradisional beserta dengan keluarganya. Proses dari penghapusan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang tergabung ke dalam BHL (barisan harimau liar) yang dipimpin oleh Saragih ras. Dan dampak dari pembersihan itu adalah lenyapnya para Kaum Elit Tradisional beserta keluarganya serta hilangnya kerajaan di Simalungun salah satunya adalah Kerajaan Purba dan Raja yang memerintah pada saat itu adalah raja Mogang Purba. Dan mulai saat itu tidak ada lagi Kerajaan di Simalungun.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan yang setinggi-tingginya kepada Tuhan Yang maha Esa,
yang atas bimbingan dan kasih karunianya yang sungguh besar sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “ Konflik Elit Politik Tradisional Dan Modern Pada Awal Kemerdekaan Di Purba Kabupaten Simalungun”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan yang harus diselesaikan untuk mendapatkan gelar Sarjana di
Universitas Negeri Medan.
Penulis membutuhkan proses yang panjang dalam penyelesaian skripsi ini, dan mendapatkan
berbagai tantangan dan halangan. Namun semua halangan dan tantangan itu justru memacu
penulis untuk lebih bersemangat dalam penyelesaian hasil akhir skripsi ini. Dalam penulisan
skripsi ini penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada orang-orang yang telah berperan
banyak terhadap kelancaran dan kemudahan penyelesaian skripsi ini khususnya kepada:
1. Teristimewa kedua orang tua ku, Bapak ku ( B.E. Saragih) dan Mama ku ( E. Sipayung).
Yang merupakan motivator terbesar dalam hidup penulis untuk menyelesaikan studi di
Universitas Negeri Medan. Terimakasih buat segala cinta dan kasih sayangnya, buat
dukungan moral dan moril yang tak terhingga jumlahnya. Terimakasih.
2. Untuk kedua Oppung ku dan Tulang ku, terimakasih buat segala bantuan, cinta, dan
dukungan moral dan moril yang diberikan, yang ikut sibuk dalam pencarian data,
informasi dan sumber-sumber untuk penyelesaian skripsi ini. Trimakasih.
3. Untuk adik-adik ku yang mengisi hari-hari ku dengan ocehan, sehingga menghilangkan
rasa jenuh ku, Anni saragih, Trina Saragih, Basrido Saragih, Jurdam Sipayung, Ganda
Sipayung, Yohana Sipayung, dan si kecil yang slalu ku rindu Ewin Sipayung.
Terimakasih adik-adik ku
4. Untuk Bapak Dr. Hidayat selaku dosen pembimbing skripsi, terimakasih buat bimbingan,
nasehat dan waktu yang telah diluangkan untuk memberikan bimbingan dan berbagai
ilmu untuk penyelesaian skripsi ini berlangsung.
5. Untuk Ibu Dra. Flores Tanjung selaku PA dan juga dosen penguji. Terimakasih buat
segala ilmu dan nasehat yang diberikan dalam penulisan skripsi ini.
6. Untuk Bapak Drs. Ponirin selaku dosen penguji. Terimakasih atas bimbingan yang
7. Untuk Bapak Drs. Yushar Tanjung selaku dosen penguji. Terimakasih atas bimbingan
yang diberikan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.
8. Untuk Ibu Dra. Lukitaningsih selaku ketua Jurusan Sejarah. Terimakasih buat segala
bimbingan dan kemudahan dalam kelancaran penulisan skripsi ini.
9. Untuk Dra. Hafnita Lubis selaku seketaris jurusan, Terimakasih buat segala bimbingan
dan kemudahan dalam kelancaran penulisan skripsi ini.
10. Yang penulis kasihi Lian Sinaga, terimakasih buat segala dukungan mu baik moral dan
moril terimakasih buat perhatian dan pengertian mu dalam penyelesaian skripsi ini, dan
terimakasih telah ada bersama ku untuk menyelesaikan dua jenjang pendidikan ku.
11.Kepada sahabat-sahabat terbaik ku Neva Manurung, Listra Marpaung, Sri Defi A. Purba.
Insani, Rika dan Prima terimaksih buat segala dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini
12.Kepada teman-teman seperjuangan ku, Betti H. Saud, Rasita, Lilis, Era Purba, Hendrik
terimakasih telah memberikan dukungan atas penyelesaian skripsi ini
13.Kepada teman-teman anak C reg 08. Terimaksih buat dukungan dalam penyelesaian
skripsi ini
14.Kepada teman-teman 177. Kak reeb, Kak pasu, Bang momo, Bang cocom, Geri, Kak
lina, Kak anti, Regen, Bang niko, Bang ronal, Bang leo , Jho cloud, Hoyas dll.
Terimakasih buat segala bantuan dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.
15.Semua yang telah mendukung dalam penulisan skripsi ini yang belum tersebutkan
namanya. Penulis ucapkan terimakasih.
Penulis
i
1.1.Latar Belakang Masalah……….. 1
1.2.Identifikasi Masalah……… 4
2.3. Konflik Elit Politik……….. 14
2.4. Kerangka Konseptual……….. 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 20
3.1. Metode Penelitian………... 20
3.2. lokasi Penelitian ………. 20
3.3. Sumber Data………20
3.4. Informan Penelitian………. 21
3.5. Tehnik Analisis Data………... 21
BAB IV PEMBAHASAN………. 22
4.1. Kondisi Lokasi Penelitian……….. 22
4.1.1. Letak Geografis……… 22
ii
4.1.3. Kondisi Pemerintahan Masyarakat Purba……… 25
4.1.4. kondisi Pendidikan……….. 26
4.2. Gambaran Singkat Kerajaan Purba……… 27
4.2.1. Sejarah Kerajaan Purba……… 27
4.3. Latar Belakang Terjadinya Konflik Elit Politik Tradisional Dan Modern Di Purba……… 35
4.3.1. Kerajaan Purba Pada Masa Belanda ………... 35
4.3.1.1. Pengaruh Penjajahan Belanda Di Purba………... 37
4.3.1.2. Perobahan kewenangan Elit Tradisional………... 39
4.3.1.3.Masuknya Pendatang ke Simalungun………41
4.3.2. Sejarah Masuknya Pengaruh Jepang Ke Kerajaan Purba………... 45
4.3.3. Simalungun Sejak Proklamasi 1945-1949……….. 48
4.4. Proses Konflik Elit Politik Tradisional dan Modern……….. 54
4.5. Dampak Konflik Elit Politik Tradisional dan Elit Modern………. 64
4.5.1. Dampak Ekonomi……… 64
4.5.2. Dampak Politik ………... 66
4.5.3. Dampak Pemerintahan………. 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 69
5.1. Kesimpulan ……… 69
5.2. Saran ……….. 70
DAFTAR PUSTAKA ……….. 72
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Luas Wilayah Dan Jumlah Dusun Menurut Nagori/Kelurahan Di Kecamatan Purba
Tahun 2010
Tabel 2. Luas Wilayah Menurut Nagori/Kelurahan Dan Jenis Penggunaan Lahan Di
Kecamatan Purba Tahun 2010
Tabel 3. Penduduk Menurut Nagori(Desa) Kelurahan Dan Jenis Kelamin Di Kecamatan
Purba
Tabel 4. Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kecamatan Purba Tahun
2010
Tabel 5. Jumlah Sekolah, Guru, Kelas, dan Murid SD, SMP, SMA( Negeri ) Menurut Nagori
iv
DAFTAR GAMBAR
Foto 1. Wawancara dengan ibu Purnama Simarmata.SH. di Kantor dinas pematang raya
Foto 2. Wawancara dengan Bpk M Saragih sebagai kepala seksi di kantor camat Pemtang
purba.
Foto 3. Wawancara dengan Deknan Purba di komplek rumah bolon pematang purba
Foto 4 Wawancara dengan Bpk. Drs. Djomen Purba di museum simalungun
Foto 5. Wawancara dengan Bpk Robin Hud Purba di musem simalungun
Foto 6. Wawancara dengan Lili Surahni Purba di museum simalungun
Foto 7. Peta Kecamatan purba sebelum pemekaran
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia di kumandangkan oleh Ir.Seokarno pada
tanggal 17 Agustus 1945, beberapa wilayah di Indonesia masih berbentuk kerajaan khususnya
daerah Simalungun, ada beberapa Kerajaan yang berdiri, yaitu Kerajaan Dolok Silau, Kerajaan
Tanah Jawa, Kerajaan Siantar, dan Kerajaan Pane yang dikenal dengan sebutan Kerajaan
Maropat. Dalam sistem pemerintahannya, setiap kerajaan memiliki Dewan Kerajaan yang terdiri
dari Raja (Ketua Kerajaan), beserta Tungkat ( Bagian keuangan), Partuanon ( Kepala Daerah),
Guru Bolon (Penasehat Raja), dan Goraha( Panglima Perang). Sebelum masuknya Belanda ke
tanah Simalungun, rakyat bisa memakai tanah yang berada di kawasan Kerajaan, sesuai dengan
syarat-syarat yang diberlakukan oleh pihak Kerajaan. Terinspirasi dari keberhasilan perkebunan
tembakau Deli, Belanda ingin mencari-cari lahan untuk dijadikan daerah perkebunan.
Simalungun merupakan daerah yang sangat subur, dan sangat cocok dijadikan perkebunan
namun agak sulit untuk ditaklukkan, karena sikap dan sipat masyarakatnya yang sudah
mempunyai raja selain itu Orang Simalungun bukan tipe pekerja keras. Tahun-tahun selanjutnya
Belanda mengatur strategi untuk menaklukkan Simalungun. Tujuannya supaya dapat
membangun perkebunan di Simalungun. Strategi yang dilakukan Belanda adalah dengan ikut
campur dalam kerajaan-kerajaan yang ada. Turut campurnya Belanda dalam mengatur
Kerajaan-kerajaan di Simalungun, ternyata tidak menyelesaikan masalah tetapi justru memicu gejolak.
Belanda selalu berusaha supaya Kerajaan yang ada terpecah belah sehingga lebih mudah
2 adalah partuanon dari Kerajaan yang ada, yang didorong dan dirancang oleh Belanda untuk
berdiri sendiri sebagai Kerajaan baru. Strategi ini bertujuan untuk mengukuhkan posisi Belanda
dalam mencampuri tatanan sosial dan politik dari masing-masing Kerajaan.
Ketiga kerajaan baru tersebut diantaranya pertama Kerajaan Raya ibukotanya di
Pematang raya. Pada awalnya Kerajaan Raya adalah daerah partuanon dibawah Kerajaan silou.
Rajanya bermarga Saragih. Raja terakhirnya dipangku oleh Tuan Djaulan kadoek saragih. Kedua
adalah Kerajaan Purba. Kerajaan Purba adalah daerah partuanon dibawah Kerajaan Silou juga.
Awalnya kerajaan ini dipimpin oleh marga Dasuha tetapi kemudian digantikan dengan Purba
Pakpak. Raja yang terkahir adalah Raja Mogang Purba Pakpak. Dan Kerajaan ketiga adalah
Kerajaan Silima kuta, yang beribukota di Pamatang Nagasaribu. Sebelumnya kerajaan ini
merupakan derah partuanon Kerajaan Silou awalnya yang memangku Kerajaan ini adalah marga
Sinaga, kemudian digantikan oleh marga Girsang. Raja yang terakhir adalah Raja Tuan Padi
Raja Girsang. Setelah terbentuknya ketiga Kerajaan baru ini, maka diwilayah Kerajaan nagur
resmi telah terbentuk tujuh Kerajaan, yaitu: Kerajaan Siantar, Kerajaan Tanah Jawa, Kerajaan
Panei, Kerajaan dolog silou, Kerajaan raya, Kerajaan purba, dan Kerajaan Silima Kuta. Setelah
terbentuknya tujuh Kerajaan maka dengan mudah Belanda dapat mengendalikannya. Dengan
membujuk, menghasut dan memaksa para Raja, pada tahun 1907 Belanda berhasil memperoleh
persetujuan ketujuh raja untuk menandatangani perjanjian Korte Verklaring (Kontrak Pendek).
Perjanjian tersebut merupakan peryataan para raja untuk tunduk kepada Belanda. Dengan Korte
Verklaring resmilah simalungun dijajah Belanda.
Setelah adanya Korte Verklaring, kekuasaan Belanda semakin tidak terbatas. Korte
Verklaring sebenarnya adalah sebagai surat pengakuan raja-raja dan ketaatan kepada Belanda di
3 (onderdeming) besar. Onderdeming yang pertama dibuka di Simalungun adalah Perkebunan teh
di Nagahuta pada tahun 1910. Dengan dibukanya perkebunan di Simalungun maka
membutuhkan tenaga kerja yang banyak, berhubung orang Simalungun tidak pekerja keras maka
pihak Belanda mendatangkan penduduk luar ke tanah Simalungun seperti orang Jawa dan orang
Toba. Migrasi berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu. Pada awalnya orang
Simalungun tidak mempermasalahkan kehadiran para pendatang. Tapi pada akhirnya migrasi
tersebut justru menjadi faktor yang melemahkan bagi keberadaan orang Simalungun yaitu
adanya persaingan untuk kebutuhan beras. Untuk menarik minat para pendatang Belanda
memberikan santunan hidup untuk tahun pertama dan masing-masing menerima 1 ha sawah.
Belanda tidak merasa ada masalah karena tanah yang diberikan itu adalah tanah rakyat. Dengan
berakhirnya kekuatan Belanda di Indonesia pada tahun 1942, maka kekuasaan Belanda di
gantikan Oleh Jepang. Jepang tertarik dan berniat menguasai asset perkebunan Belanda yang
sudah ada di Simalungun. Tidak hanya itu kekejaman Jepang juga sangat dirasakan oleh rakyat.
Namun kekuasaan Jepang tidak berlangsung lama bersamaan dengan penyerahan kekalahan
Jepang kepada sekutu. Maka diproklamasikanlah kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17
Agustus oleh Ir. Seokarno Kehadiaran Negara Republik Indonesia tidak langsung disambut baik
oleh Simalungun khususnya kaum Elit Tradisional ( Raja dan pendukungnya). Kaum Elit
Tradisional merasa terusik dengan adanya ide untuk bergabung ke Negara kesatuan Republik
Indonesia, sebab kehadiran Negara kesatuan secara langsung akan melengserkan posisi para raja
dari tampuk kepemimpinannya. Namun rakyat yang merasa kurang puas dengan kaum Elit
Tradisional, mendukung penuh kemerdekaan Indonesia, yang dibantu oleh para kaum Elit
Modern yaitu orang-orang yang telah memiliki intelektual keadaan itu menjadikan dua kubu
4 keinginan tersebut mengakibatkan konflik yang berakibat buruk bagi kaum Elit Politik
Tradisional, khususnya di kerajaan Purba
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Konflik Elit Politik Tradisional Dan Modern Pada Awal Kemerdekaan Di Purba
Kabupaten Simalungun”
1.2. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat di identifikasi beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Apa yang melatar belakangi konflik elit politik tradisional dan modern pada awal
kemerdekaan?
2. Bagaimana proses terjadinya konflik elit politik tradisional dan modern pada awal
kemerdekaan?
3. Apa dampak yang terjadi setelah konflik elit politik tradisional dan modern pada
awal kemerdekaan?
1.3.Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah berdasarkan tahun yaitu tahun
1945-1949. karena awal kemerdekaan dimulai tahun 1945 dan disutu pulalah muncul
keinginan dan keberanian rakyat yang didukung kaum elit modern untuk melakukan
pemberontakan terhadap kerajaan. Dan tahun 1949 merupakan pengakuan kedaulatan
Indonesia dan tidak ada kerajaan lagi.
5 Berdasarkan identifikasi masalah yang ada diatas maka yang menjadi rumusan
masalahnya adalah
1. Bagaimana latar belakang terjadinya konflik elit politik tradisional dan modern
pada awal kemerdekaan di purba
2. Bagaimana proses terjadinya konflik elit politik tradisional dan modern pada
awal kemerdekan di purba?
3. Apa dampak yang terjadi setelah konflik elit politik tradisional pada awal
kemerdekaan di purba?
1.5. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui latar belakang yang mempengaruhi terjadinya konflik elit
tradisional dan modern pada awal kemerdekaan di purba.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya konflik elit politik tradisional dan
modern pada awal kemerdekaan di kerajaan purba.
3. Untuk mengetahui bagaimana dampak dari konflik elit politik tradisonal dan modern
pada awal kemerdekaan.
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian :
1. Memberi pengetahuan dan wawasan bagi penulis dan pembaca tenang konflik Elit
Politik pada awal Kemerdekaan di Purba Kabupaten Simalungun.
2. Memberi pemahaman kepada peneliti tentang konflik Elit Politik pada awal
6 3. Sebagai bahan referensi bagi para peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian
yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti penulis.
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1.Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulakan bahwa:
1. Konflik politik elit tradisional dengan elit modern dilatar belakangi oleh keinginan kaum
elit yang ingin mempertahankan kekuasaannya sebagai penguasa. Kaum elit kurang
menerima dengan baik kemerdekaan Indonesia, bahkan ada keinginan dari kaum elit
tradisional supaya Belanda kembali ke Indonesia khususnya simalungun, supaya elit
tradisional dapat mempertahankan statusnya. Di satu sisi kaum elit modern ingin
pemerintahan di simalungun disesuaikan dengan daerah lain yang telah bergabung
dengan Indonesia. Namun itu sebenarrnya bukan lah keinginan yang utama namun
kekayaan dan kekuasaan rajalah yang ingin mereka dapatkan. Atas nama pemerintah
beberapa kelompok elit modern membawa nama kemerdekaan dan menghasut rakyat
untuk berpihak kepada mereka, untuk melakukan penghapusan paham feodal.
Kelompok-kelompok yang tergabung dengan BHL melakukan cara kurang terpuji dengan
menghapuskan elit tradisional. Padahal seharusnya yang dihilangkan adalah pemikiran
feodalnya bukan lah orangnya.
2. Proses Jalannya aksi yang dilakukan oleh kelompok elit modern di mulai pada tanggal 3
maret 1946, ternyata bukanlah keinginan pemerintah melainkan keinginan sekelompok
orang yang merasa tidak senang dengan sikap raja. Saragihras merupakan dalang dari
aksi yang terjadi di simalungun yaitu dengang menhasut rakyat agar membenci raja. BHL
68
simalungun, yaitu raja kerajaan panei, tanoh jawa, kerajaan siantar, kerajaan purba,
kerajaan silimakuta, kerajaan dolog silau, dan kerajaan raya.
3. Dampak dari pembantaian itu tentu saja merugikan banyak pihak yaitu keluarga raja dan
keturunannya yang terpaksa melarikan diri dari simalungun dan mengungsi ketempat
lain, bahkan ada yang sampai meninggalkan Indonesia dan mengikut ke belanda. Hal itu
dapat terjadi karena kedekatan kerajaan terhadap belanda, sehingga mempermudah
hubungan mereka. Trauma yang sangat mendalam sangat dirasakan keluarga raja, karena
sebenarnya tidak semua raja mengiginkan kekuasaan namun karena hasutan dari elit
modern yang ingin kekuasaan maka hal itu pun dilakukan. Dampak terhadap
pemerintahan adalah tidak adanya kerajaan di simalungun lagi karena telah lenyapnya
para penguasa tradisional, dan mulai saat itu purba dijadikan sebuaah kecamatan.
Dampak terhadap perekonomian juga dirasakan oleh rakyat simalungun khususnya bekas
kerajaan purba, karena keadaan yang masih dalam kondisi buruk rakyat menutup diri dan
tidak banyak pekerjaan, sehingga kurangnya ketersediaan bahan pangan bagi daerah
tersebut. Dampak dalam bidang politik adalah berkurangnya orang-orang intelektual pada
masa itu, karena kaum intelektual pada saat itu muncul masih dari keluarga kerajaan.
1.2.Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diajukan peneliti adalah:
1. Kepada pemerintah simalungun agar menambah data-data dan buku-buku yang
bersangkut paut dengan penelitian. Supaya untuk kedepannya para generasi muda
69
mengetahuinya. Dan supaya kejadian ini tidak dilupakan melainkan menjadi satu batu
loncatan untuk menjadi yang lebih baik lagi.
2. Kepada dinas pariwisata agar lebih memperhatikan keberadaan komplek rumah
bolon. Karena itu merupakan bukti dari perjalanan sejarah di simalangun khususnya
kecamatan purba. Bahwa dulunya ada satu kerajaan besar yang ada di Purba dan telah
memberikan perubahan pada pematang purba.
3. Kiranya penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi teman-teman yang ingin
memperdalam keingintahuaan terhadap Kerajaan Purba dulunya. Dan memperbaiki
70
DAFTAR PUSTAKA
Basarshah II,Tuanku Luckman Sinar, dan Purba, MD. 2009. Lintasan Adat dan Budaya Simalungun. Forum Kominikasi Antar Lembaga Adat (FORKALA). Sumatra Utara
Crayonpedia(2011) 3 Maret,
http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_6_KONFLIK_SOSIAL
Depdikbud,(2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta
Didin –HI-09(-2010), 3 Maret .http://biarhappy.wordpress.com/2011/04/11/teori-elite-politik/
Gottschalk,Louis. Mengerti Sejarah. Penerbit Universitas Indonesia
Lauer,Rober.H.2011. Perspektif Tentang Perubahan Sosial.Rineka Cipta. Jakarta
Mengenal Nusantara Provinsi Sumatra Utara.
Pranoto,Tukidjan.2001. Tetes Embun Di Bumi Simalungun.Yayasan Keluarga. Medan
Purba,Djomen.2011 Rumah Bolon Pematang Purba Suatu Objek Wisata Budaya Dan Peniggalan Sejarah Kerajaan Purba.Pematang siantar
Poerba J.D,Kenan Purba. 1995. Sejarah Simalungun. Bina Budaya Simalungun.Jakarta
71
Purba,T.B.A.1982. Sejarah Simalungun. Pem siantar
Reid,Anthony.1987. Perjuangan Rakyat Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatra. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
Reid,Anthony.2011. Menuju Sejarah Sumatra Antara Indonesia dan Dunia.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Ricklefs,M.C.2008. Sejarah Indonesia Modern (1200-2008).PT Serambi Ilmu Semesta. Jakarta
Saragih,Sortaman.2008. Orang Simalungun. Citama Vigora. Depok
Simanjuntak, Antonius Bungaran.2009. Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Sjamsuddin,Helius.2007. Metodologi Sejarah. Penerbit Ombak. Yogyakarta
Stoler,Ann Laura. 2005. Kapitalisasi dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatra (1870-1979). Karsa.Yogyakarta
You’ll Have Never Known Till You Have Tired(2010), 3 maret