• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Intensitas Olahraga dan Pola Tidur dengan Tingkat Stres pada Mahasiswa Tingkat Satu Poltekkes Surakarta Tesis Pajar Lengkap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Intensitas Olahraga dan Pola Tidur dengan Tingkat Stres pada Mahasiswa Tingkat Satu Poltekkes Surakarta Tesis Pajar Lengkap"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN INTENSITAS OLAHRAGA DAN POLA TIDUR DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA TINGKAT SATU

POLTEKKES SURAKARTA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga

Minat Utama Pendidikan Profesi kesehatan

Oleh:

PAJAR HARYATNO S 541208063

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2014

▸ Baca selengkapnya: intensitas (tingkat keras dan lembut) bunyi dalam kalimat musik dan perubahannya, disebut dengan…….

(2)
(3)
(4)

MOTTO

M

an

J

adda

W

a

J

adda

Siapa yang Bersungguh Sungguh Pasti Sukses

(5)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada : Allah SWT dan Rosulku

Bapak Suparmin dan Ibu Sumarsi pahlawanku

Bapak Drs. Yadi Hartanto dan Ibu Tri Sarwoni penyayangku Saudara-saudaraku yang kusayang dan kuhormati

Istriku tercinta Adinda Dyah Retnaningsih

Jagoan dan Mujahid-mujahidku : Mas Irfan dan Dik Rafi

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN PUBLIKASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :

1. Tesis yang berjudul : “Hubungan Intensitas Olahraga dan Pola Tidur dengan Tingkat Stres Pada Mahasiswa Tingkat Satu Poltekkes Surakarta” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam kutipan serta daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, maka saya bersedia Tesis beserta gelar Magister saya dibatalkan serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (6 bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi PDPK PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi PDPK PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi yang berlaku.

Surakarta, Juni 2014 Mahasiswa,

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan Intensitas Olahraga dan Pola Tidur dengan Tingkat Stres Pada Mahasiswa Tingkat Satu Poltekkes Surakarta”. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Kesehatan pada Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan tesis ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S, selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti pendidikan di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Hari Wujoso, dr, Sp.F, MM, selaku Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyusunan tesis ini .

4. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd selaku pembimbing I yang telah membimbing dalam tesis ini.

5. Dr. Sariyatun, M.Pd., M.Hum. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan dan penelitian tesis ini.

6. Direktur Poltekkes Surakarta yang telah memberi ijin untuk tempet penelitian di Jurusan Fisioterapi Poltekkes Surakarta.

7. Ketua Jurusan Fisioterapi, Bapak M. Mudatsir Sy, Dipl.PT, SPsi, M.Kes yang mendukung dan memotivasi serta memfasilitasi dalam kelancaran selama pendidikan di pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(8)

8. Bapak Drs. Yadi Hartanto dan Ibu Tri Sarwoni yang terhormat, istriku (Dyah Retnaningsih) dan putra-putraku (Irfan Habib Ramadhan dan Rafi Hannan Adib) tercinta yang senantiasa membantu, memanjatkan do’a, dorongan dan semangat sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa pascarsarjana Program Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Semoga semua kebaikan yang diberikan memperoleh ridlo dan pahala dari Allah SWT sebagai amal sholeh. Akhirnya saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan tesis ini sangat penulis harapkan.

Surakarta, Juni 2014

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi... ix

Daftar Gambar ... xi

Daftar Tabel ... xii

Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN. ... 1

A.Latar Belakang. ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Tujuan Penelitian ... 5

D.Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A.Landasan Teori... 7

1. Stres...7

2. Intensitas Olahraga... ...18

3. Pola Tidur ...21

B.Penelitian yang relevan... ...28

C.Kerangka pikir...30

D.Hipotesis ...33

BAB III METODE PENELITIAN ... ....34

A.Jenis Penelitian...34

B.Tempat Dan Waktu Penelitian...35

C.Populasi dan Sampel ... 35

D.Identifikasi Variabel... 35

E. Definisi Operasional ... 36

F. Teknik Pengumpulan Data ... 37

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39

(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ... 44

A. Karakteristik Subyek Penelitian ... 44

B. Data Variabel Penelitian ... 45

C. Analisis Data ... 50

D. Pembahasan ... 57

E. Keterbatasan Penelitian ... 61

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Implikasi... ... 64

C. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Hubungan antara Intensitas Olahraga

dan Pola Tidur dengan Tingkat Stres ...29

Gambar 3.1 Desain Penelitian ...31

Gambar 4.1 Prosentase Kategori Variabel Intensitas Olahraga... ... 43

Gambar 4.2 Prosentase Kategori Variabel Pola Tidur... ... 43

Gambar 4.3 Prosentase Kategori Variabel Tingkat Stres... 45

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi kuisioner Intensitas olahraga ... . 34

Tabel 3.2 Kisi-kisi kuisioner Pola Tidur ... .. 35

Tabel 3.3 Kisi-kisi kuisioner Tingkat Stres ... 35

Tabel 3.4 Skoring Kuisioner Intensitas Olahraga, Pola Tidur dan Tingkat Stres.. 35

Tabel 3.5 Hasil uji konsistensi internal dari item variabel intensitas olahraga pola tidur dan tingkat stres yang memenuhi syarat reliabilitas...38

Tabel 3.6 Interpretasi koefisien korelasi (r)...39

Tabel 4.1 Deskripsi Umur Responden Mahasiswa...40

Tabel 4.2 Deskripsi Jenis Kelamin Responden Mahasiswa... 41

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Mahasiswa...41

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Intensitas Olahraga...42

Tabel 4.5 Deskripsi data intensitas olahraga ...43

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi pola tidur mahasiswa...44

Tabel 4.7 Deskripsi data pola tidur...44

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi tingkat stres mahasiswa...45

Tabel 4.9 Deskripsi data tingkat stres...46

Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Data...47

Tabel 4.11 Hasil Uji Linieritas Hubungan Intensitas Olahraga dan Pola Tidur dengan Tingkat Stres ...48

Tabel 4.12 Hasil Uji Multikolinieritas Hubungan Intensitas Olahraga dan Pola Tidur dengan Tingkat Stres...49

Tabel 4.13 Hasil Uji Product Moment Hubungan Intensitas Olahraga dan Tingkat Stres ...49

Tabel 4.14 Hasil Uji Product Moment Pola Tidur dan Tingkat Stres...50

Tabel 4.15 Hasil uji Regresi Linier Berganda untuk mengetahui hubungan intensitas olahraga dan pola tidur dengan tingkat stres...51

Tabel 4.16 Hasil uji Regresi Linier Berganda pada Anova untuk mengetahui hubungan intensitas olahraga dan pola tidur dengan tingkat stres...51

Tabel 4.17 Hasil uji Regresi Linier Berganda pada Coefficient mengetahui hubungan intensitas olahraga dan pola tidur dengan tingkat stres...52

Tabel 4.18 Perhitungan Sumbangan Efektif dan Relatif... 53

(13)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengantar dan petunjuk pengisian kuisioner uji coba penelitian Lampiran 2. Informed Consent

Lampiran 3. Kuisioner uji coba variabel intensitas olahraga Lampiran 4. Kuisioner uji coba variabel pola tidur

Lampiran 5. Kuisioner uji coba variabel tingkat stres

Lampiran 6. Tabel Data Uji Coba Variabel Intensitas Olahraga

Lampiran 7. Tabel hasil analisis Uji reliabilitas kuisioner uji coba variabel intensitas olahraga

Lampiran 8.Tabel Data Uji Coba Variabel Pola Tidur

Lampiran 9.Tabel hasil analisis Uji reliabilitas kuisioner uji coba variabel Pola tidur

Lampiran 10.Tabel Data Uji Coba Variabel Tingkat Stres

Lampiran 11.Tabel hasil analisis Uji reliabilitas kuisioner uji coba variabel Tingkat stres

Lampiran 12. Kuisioner penelitian variabel intensitas olahraga Lampiran 13. Kuisioner penelitian variabel pola tidur

Lampiran 14. Kuisioner penelitian variabel tingkat stres Lampiran 15. Tabel Data Variabel Intensitas Olahraga Lampiran 16. Tabel Data Umur, jenis kelamin & variabel

Lampiran 17. Data deskriptif variabel intensitas olahraga dan hasil uji hubungan variabel intensitas olahraga dan tingkat stres

Lampiran 18. Data deskriptif variabel pola tidur dan hasil uji hubungan variabel pola tidur dan tingkat stres

Lampiran 19. Uji Linier berganda hubungan intensitas olahraga dan pola tidur dengan tingkat stres

(14)

Pajar Haryatno. 2014. NIM: S541208063. Hubungan Intensitas Olahraga dan Pola Tidur dengan Tingkat Stres pada Mahasiswa Tingkat Satu Poltekkes Surakarta. TESIS. Pembimbing I : Dr. Nunuk Suryani, M.Pd, II : Dr. Sariyatun, M.Pd, M.Hum. Program Studi Kedokteran Keluarga, Pendidikan Profesi Kesehatan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Latar Belakang : Memasuki dunia kuliah merupakan suatu perubahan besar pada kehidupan seseorang termasuk transisi dari seorang senior di Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi mahasiswa baru di perguruan tinggi. Mahasiswa tahun pertama memiliki tingkat stres lebih tinggi dibandingkan mahasiswa lainnya, hal ini karena mahasiswa tahun pertama harus menyesuaikan diri jauh dari rumah untuk pertama kalinya, ingin memperoleh prestasi akademis yang tinggi, dan harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru. Cara untuk mengelola stres adalah melakukan olahraga secara teratur untuk kebugaran merupakan salah satu cara terbaik untuk mengurangi stres. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat stres adalah pola tidur seseorang. Pola tidur yang baik dan teratur memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan.

Tujuan : Menganalisis hubungan intensitas olahraga dan pola tidur dengan tingkat stres pada mahasiswa tingkat satu Prodi DIII Fisioterapi Politeknik Kesehatan Surakarta

Metoda : Menggunakan analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional. Sampel yaitu seluruh mahasiswa tingkat I Prodi DIII Fisioterapi Politeknik Kesehatan Surakarta sejumlah 91 orang. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner. Data dianalisis menggunakan analisis korelasi dan regresi linier berganda dengan program SPSS versi 17.0 for windows.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) intensitas olahraga tidak berhubungan secara signifikans dengan tingkat stres karena nilai probabilitasnya menunjukkan 0,510 > 0,05 (2) pola tidur berhubungan secara signifikan dengan tingkat stres, karena nilai probabilitasnya menunjukkan 0,00 < 0,05 (3) ada hubungan secara simultan antara intensitas olahraga dan pola tidur dengan tingkat stres, karena signifikansi menunjukkan 0,00 < 0,05.

Kesimpulan : Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara bersama-sama antara intensitas olahraga dan pola tidur dengan tingkat stres.

Kata Kunci: Intensitas Olahraga, Pola Tidur, Tingkat Stres

(15)

Pajar Haryatno. , 2014. NIM: S541208063. The Relationship of the Sport intensity and Sleep Patterns with Stress Levels on the first degree of Surakarta Health Polytechnic. THESIS. Principal Advisor : Dr. Nunuk Suryani, M. Pd, Co-advisor: Dr. Sariyatun, M.Pd, M.Hum. Magister of Family Medicine Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta.

ABSTRACT

Background: Enter the world of college is a big change in a person's life, including the transition from a senior in high school that became a freshman at college. The first year students have higher stress levels than other students, this is because the first-year students must adapt away from home for the first time, they want to gain high academic achievement, and they must adapt to a new social environment. How to manage stress is to exercise on a regular basis for fitness it is one of the best ways to reduce stress. Other factors that affect the level of stress is one's sleep patterns. Good sleep patterns and regularly gives a nice effect on health.

Objective: The objective of this research is analyzing the relationship of the sport intensity and sleep pattern with stress levels to the students of Physiotherapy diploma in Health Polytechnic Surakarta.

Methods: To use an observational analytic cross-sectional study design. Samples that all students Physiotherapy Diploma first Level in Health Polytechnic Surakarta are of 91 people. The instrument used was a questionnaire. The data were analyzed using correlation analysis and multiple linear regression with SPSS version 17.0 for Windows.

Results: The results showed that (1) the sport intensity did not correlate with the level of stress due to the significance probability value that showed 0.510 > 0.05 (2) sleep patterns significantly associated with the level of stress, because the probability value indicates 0.00 < 0.05 (3) there is a simultaneous relationship between sport intensity and sleep patterns with level of stress, because of the significance that showed 0.00 < 0.05.

Conclusion: The results of this research could be concluded there was a relationship together between sport intensity and sleep patterns in stress levels.

Keywords: Sports Intensity, Sleep Patterns, Stress Levels

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan jaman mendorong manusia untuk bergerak lebih cepat

dan produktif guna memenuhi kebutuhan hidup. Usaha manusia untuk

memenuhi kebutuhan hidup baik fisik, mental emosional, dan sosial tidak

jarang menghadapi rintangan. Rintangan, tekanan-tekanan dan

kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup menjadikan individu stres,

sehingga mempengaruhi fungsi fisiologis, kognitif, emosi, dan perilaku.

Stres merupakan suatu ketidakseimbangan yang besar antara permintaan

yang berupa fisik ataupun psikologis dengan kemampuan respon di mana

terjadinya kegagalan untuk memenuhi permintaan yang memberi konsekuensi

yang esensial. Stres dapat mengganggu kondisi fisik dan kesehatan mental

(Krohne, 2002).

Dewasa ini, stres diakui sebagai pembunuh nomor satu di dunia karena

stres diyakini sebagai akar penyakit. Menurut catatan The American Medical

Association, stres adalah penyebab dasar dari 60 persen semua penyakit manusia

dan komplikasinya (Syarifah, 2013). Survei yang dilakukan oleh Widianingrum

(2012) terhadap 221 mahasiswa yang direkrut secara acak menunjukkan bahwa

satu dari empat mahasiswa mengalami tingkat stres sedang, sementara hampir 4 %

menunjukkan tingkat burn-out yang tinggi. Sebanyak dua belas persen dari 217

responden mahasiswa dalam penelitian Anisah (2012) menunjukkan gejala

(17)

dalam penelitian Pratiwi (2012) menunjukkan gejala-gejala depresi. Temuan

penelitian-penelitian lapangan ini sejalan dengan data pada layanan konsultasi

psikologi di Gadjah Mada Medical Center (GMC). Menurut analisis yang

dilakukan oleh Utami (2011), klien-klien yang dilayani di GMC sebagian besar

menunjukkan masalah-masalah terkait dengan perasaan kurang bersemangat,

tertekan, gangguan konsentrasi, perasaan bingung, kesulitan tidur, putus asa, dan

dorongan mengakhiri hidup, bahkan pada beberapa kasus telah terjadi percobaan

bunuh diri oleh mahasiswa.

Mahasiswa baru merupakan status yang disandang oleh mahasiswa di

tahun pertama kuliahnya. Memasuki dunia kuliah merupakan suatu perubahan

besar pada hidup seseorang termasuk transisi dari seorang senior di Sekolah

Menengah Atas (SMA) menjadi mahasiswa baru di perguruan tinggi (Santrock,

2003 dalam Silalahi, 2010). Secara khusus Greenberg merangkum penyebab stres

pada mahasiswa yang memasuki perkuliahan setelah lulus dari SMA, yaitu

perubahan gaya hidup, nilai, jumlah mata kuliah yang diambil, masalah

pertemanan, cinta, rasa malu, dan kecemburuan (Silalahi, 2010). Sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Towbes & Cohen (1996) dalam Ross (1999)

menyatakan bahwa mahasiswa tahun pertama memiliki tingkat stres lebih tinggi

dibandingkan mahasiswa lainnya, hal ini karena mahasiswa tahun pertama harus

menyesuaikan diri jauh dari rumah untuk pertama kalinya, ingin memperoleh

prestasi akademis yang tinggi, dan harus menyesuaikan diri dengan lingkungan

sosial yang baru.

(18)

Bila dicermati secara mendalam, masalah-masalah kesehatan mental pada

mahasiswa bersumber pada aspek akademis maupun non-akademis, dan dari

faktor internal maupun eksternal mahasiswa. Masalah-masalah akademis terutama

disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan studi,

misalnya akibat salah memilih jurusan, metode pembelajaran yang berbeda

dengan SMA, cara dosen mengajar, tugas perkuliahan, masalah-masalah dalam

pengerjaan skripsi, dan kehawatiran terhadap karier dan masa depan.

Permasalahan non-akademis terutama berasal dari tekanan sosial yang dialami

mahasiswa sehari-hari seperti permasalahan yang terkait dengan keluarga,

misalnya karena tinggal terpisah dari keluarga, kondisi keuangan keluarga,

riwayat pola pengasuhan asuh dari orangtua, perbedaan prinsip dengan orangtua.

Selain itu masalah-masalah yang bersumber dari kehidupan di pondokan,

hubungan pertemanan dengan latar belakang sosial dan budaya yang berbeda,

kesulitan adaptasi umum, masalah dalam hubungan lawan jenis, serta masalah di

dalam organisasi dan kegiatan kemahasiswaan sering merupakan sumber

permasalahan yang serius bagi mahasiswa (Center for Public Mental Health

UGM, 2012).

Mencari cara untuk mengelola stres adalah bagian yang penting untuk

menjaga diri kita sendiri. Melakukan olahraga secara teratur untuk kebugaran

merupakan salah satu cara terbaik untuk mengurangi stres (Suryanto, 2011).

Beberapa studi telah menunjukkan aktivitas fisik dapat mengurangi insiden dan

tingkat keparahan gangguan mood stres yang terkait, termasuk ansietas dan

(19)

olahraga memberi dampak protektif terhadap stres secara konsisten baik pada

olahraga jenis aerobik ataupun anaerobik (Greenwood & Fleshner, 2008). Efek ini

dikaitkan dengan meningkatnya neurotransmiter, khususnya serotonin dan

dopamin. Selain itu olahraga juga dapat meningkatkan sekresi opioid endogen

ataupun endorfin (Greenwood & Fleshner, 2008). Olahraga dapat menjadi sumber

yang berguna untuk memerangi efek kesehatan yang merugikan dari stres (Castro,

Wilcox O'Sullivan, Baumann, & King, 2002).

Disamping melakukan olah raga faktor lain yang mempengaruhi tingkat

stres adalah pola tidur seseorang. Belakangan ini, pola tidur yang dimiliki para

mahasiswa tidak teratur lagi. Pola tidur yang tidak baik itu sangat berdampak

buruk bagi para mahasiswa. Hubungan pola tidur dengan konsentrasi belajar siswa

tentulah tidak asing lagi yang pernah kita dengar. Banyak sekali mahasiswa yang

tidak memperhatikan pola tidurnya saat ini, hal tersebut bisa kita lihat ketika

pelajaran sedang berlangsung ada mahasiswa yang tertidur ketika guru sedang

menjelaskan pelajaran. Mungkin mereka menganggap hal tersebut adalah sepele,

tetapi kalau diteruskan akan menjadi kebiasaan yang buruk.

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh

semua orang. Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup

agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh

melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada

dalam kondisi yang optimal. Pola tidur yang baik dan teratur memberikan efek

yang bagus terhadap kesehatan (Guyton & Hall, 1997). Menurut Lanywati (2001),

(20)

kebutuhan tidur yang cukup, ditentukan selain oleh jumlah faktor jam tidur

(kuantitas tidur), juga oleh kedalaman tidur (kualitas tidur).

Maka kebiasaan berolahraga mampu mempengaruhi tingkat stres pada

setiap individu dengan mekanisme yang kompleks dan berbeda antara satu sama

lain.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik melakukan penelitian

mengenai hubungan antara intensitas berolahraga dan pola tidur dengan tingkat

stres pada mahasiswa tingkat satu Prodi DIII Fisioterapi Politeknik Kementerian

Kesehatan Surakarta angkatan 2013-2014.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini akan dilakukan terhadap seluruh mahasiswa tingkat satu

Prodi DIII Fisioterapi Politeknik Kementerian Kesehatan Surakarta angkatan

2013-2014. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Adakah hubungan intensitas berolahraga dengan tingkat stres.

2. Adakah hubungan pola tidur dengan tingkat stres.

3. Adakah hubungan bersama intensitas berolahraga dan pola tidur dengan

tingkat stres.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis hubungan intensitas berolahraga dengan tingkat stres.

(21)

3. Menganalisis hubungan bersama intensitas berolahraga dan pola tidur

dengan tingkat stres.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Menambah pengetahuan penulis tentang hubungan antara berolahraga

teratur dengan tingkat stres pada subyek sehat.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan terhadap ilmu

pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu Fisioterapi dan sebagai bahan

penelitian selanjutnya.

3. Memberi wawasan dan informasi kepada pembaca mengenai hubungan

antara intensitas berolahraga dan pola tidur dengan tingkat stres.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Stres

a. Pengertian stres

Stres merupakan suatu ketidak seimbangan yang besar antara permintaan

yang berupa fisik ataupun psikologis dengan kemampuan respon di mana

terjadinya kegagalan untuk memenuhi permintaan yang memberi konsekuensi

yang esensial. Stres dapat mengganggu kondisi fisik dan kesehatan mental kita

(Krohne, 2002).

Menurut Lazarus & Folkman (1984) stres adalah keadaan internal yang

dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial

yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan

individu untuk mengatasinya. Menurut Hans Selye (dalam Hawari, 2002), stres

adalah respon tubuh yang sifatnya tidak spesifik terhadap setiap tuntutan beban

atasnya.

b. Fisiologi stres

Cannon (dalam Ogden, 2004) memberikan deskripsi mengenai bagaimana

reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang mengancam. Ia menyebutkan reaksi

tersebut sebagai fight-or-flight response karena respon fisiologis mempersiapkan

individu untuk menghadapi atau menghindari situasi yang mengancam tersebut.

(23)

terhadap situasi yang mengancam. Akan tetapi bila stres yang tinggi terus

menerus muncul dapat membahayakan kesehatan individu.

Hans Selye (dalam Niven, 2002) mempelajari akibat yang diperoleh bila

stresor terus menerus muncul. Ia mengembangkan istilah General Adaptation

Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap

stresor yaitu:

1). Fase reaksi peringatan (Alarm reaction)

Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan

seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang,

nadi bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang

terkena stres.

2). Fase resistensi (Stage of resistence)

Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab

pada tingkat tertentu, stres akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami

disfungsi, bila stres dibiarkan berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut,

tubuh harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang

melakukan kerja keras.

3). Fase kelelahan (Stage of exhaustion)

Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat

yang parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat

menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.

c. Tipe stres

(24)

Stres memiliki efek negatif, tetapi kadang-kadang stres dapat memiliki

efek positif yang menguntungkan kesehatan. Stres terbagi atas dua tipe yaitu

distress dan eustress. Distress adalah stres yang merugikan dan memiliki efek

negatif terhadap tubuh kita sedangkan eustress adalah stres positif yang

menguntungkan kesehatan (Ogden, 2004).

Menurut Australian Psychological Society (2012), stres dibagi menjadi

stres akut, stres akut episodik, dan stres kronik. Stres akut adalah stres yang terjadi

hanya sesaat setelah seseorang mengalami suatu kejadian. Stres akut episodik

sering terjadi pada mahasiswa yang akan mengikuti ujian. Mereka akan

mengalami stres yang dimulai pada saat pengumuman waktu ujian sampai ujian

tersebut selesai. Stres kronik adalah stres yang berlangsung dalam jangka waktu

yang lama.

d. Klasifikasi stres berdasarkan etiologinya

1). Stres kepribadian (Personality stress)

Stres kepribadian adalah stres yang dipicu oleh masalah dari dalam diri

seseorang. Berhubungan dengan cara pandang pada masalah dan kepercayaan atas

dirinya. Orang yang selalu bersikap positif akan memiliki risiko yang kecil

terkena stres kepribadian.

2). Stres psikososial (Psychosocial stress)

Stres psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan dengan orang

lain di sekitarnya ataupun akibat situasi sosialnya. Contohnya stres ketika

mengadaptasi lingkungan baru, masalah keluarga, stres macet di jalan raya dan

lain-lain.

(25)

3). Stres bio-ekologi (Bio-ecological stress)

Stres bio-ekologi adalah stres yang dipicu oleh dua hal. Hal yang

pertama adalah ekologi atau lingkungan seperti polusi serta cuaca. Sedangkan hal

yang kedua adalah kondisi biologis seperti menstruasi, demam, asma, jerawatan,

dan lain-lain.

4). Stres pekerjaan (Job stress)

Stres pekerjaan adalah stres yang dipicu oleh pekerjaan seseorang.

Persaingan di kantor, tekanan pekerjaan, terlalu banyak kerjaan, target yang

terlalu tinggi, usaha yang diberikan tidak berhasil, persaingan bisnis adalah

beberapa hal umum yang dapat memicu munculnya stres akibat karir pekerjaan.

5). Stres mahasiswa (Student stress)

Stres mahasiswa itu dipicu oleh dunia perkuliahan. Sewaktu perkuliahan

terdapat tiga kelompok stresor yaitu stresor dari segi personal dan sosial, gaya

hidup dan budaya, serta stresor yang dicetuskan oleh faktor akademis kuliah itu

sendiri (Rice, 1999 dalam Pin, 2011).

e. Tahapan stres

Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena

perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat dan baru dirasakan bilamana

tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik

di rumah, tempat kerja ataupun di pergaulan lingkungan sosial (Hawari, 2002).

Dr. Robert J. Van Amber pada tahun 1979 (dalam Hawari, 2002) dalam

penelitiannya membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut:

(26)

1). Stres tahap I

Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya

disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: (1) semangat bekerja besar,

berlebihan (over acting), (2) penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, (3)

merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa

disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan

pula, (4) merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah

semangat, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

2). Stres tahap II

Dalam tahapan ini dampak stres yang semula menyenangkan sebagaimana

diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan yang

disebabkan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup

waktu untuk beristirahat. Istirahat antara lain dengan tidur yang cukup bermanfaat

untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit.

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada

pada stres tahap II adalah sebagai berikut: (1) merasa letih sewaktu bangun pagi,

(2) merasa mudah lelah sesudah makan siang, (3) lekas merasa capai menjelang

sore hari, (4) sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel

discomfort), (5) detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar), (6) otot-otot

punggung dan tengkuk terasa tegang, (6) tidak bisa santai.

3). Stres tahap III

Bila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa

(27)

di atas, maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang

semakin nyata dan mengganggu yaitu: (1) gangguan lambung dan usus semakin

nyata, misalnya gastritis dan diare, (2) ketegangan otot-otot semakin terasa, (3)

perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat, (4)

gangguan pola tidur (insomnia), (5) koordinasi tubuh terganggu.

Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk

memperoleh terapi atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi.

4). Stres tahap IV

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter

sehubungan dengan keluhan-keluhan stres pada tahap III di atas, oleh dokter

dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ

tubuhnya.

Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk

bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul: (1)

untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit, (2) aktivitas pekerjaan

yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan

terasa lebih sulit, (3) semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan

kemampuan untuk merespons secara memadai, (4) ketidakmampuan untuk

melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari, (5) gangguan pola tidur disertai dengan

mimpi-mimpi yang menegangkan, (6) seringkali menolak ajakan karena tidak ada

semangat dan gairah, (7) daya ingat dan konsentrasi menurun, (8) timbul perasaan

takut dan cemas yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

(28)

5). Stres tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka akan terjadi stres tahap V yang ditandai

dengan hal-hal berikut: (1) kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam

(physical and psychological exhaustion), (2) ketidakmampuan menyelesaikan

pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana, (3) gangguan sistem pencernaan

semakin berat (gastro-intestinal disorder), (4) timbul perasaan takut dan cemas

yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

6). Stres tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan

panik dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI

ini berulang kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun pada

akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh.

Gambaran stres tahap ini adalah sebagai berikut: (1) debaran jantung

teramat keras, (2) susah bernafas, (3) sekujur badan terasa gemetar, dingin dan

keringat bercucuran, (4) ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan, (5) pingsan

atau collapse.

f. Tingkat stres

Menurut Rasmun (dalam Carolin, 2010), stres dibagi menjadi tiga

tingkatan. Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari

seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya lupa,

ketiduran, dikritik, dan kemacetan. Stres ringan biasanya hanya terjadi dalam

beberapa menit atau beberapa jam. Situasi ini tidak akan menimbulkan penyakit

kecuali jika dihadapi terus menerus.

(29)

Stres sedang dan stres berat dapat memicu terjadinya penyakit. Stres

sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa hari. Contoh dari

stresor yang dapat menimbulkan stres sedang adalah kesepakatan yang belum

selesai, beban kerja yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, dan anggota

keluarga yang pergi dalam waktu yang lama.

Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai

beberapa tahun. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan stres berat adalah

hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit fisik

yang lama.

g. Faktor- Faktor yang Menyebabkan Stres

Stres disebabkan oleh banyak faktor yang disebut dengan stressor. Stressor

merupakan stimulus yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor

menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa

saja kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual,

atau kebutuhan kultural. Stressor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai

stressor internal dan stressor eksternal. Stressor internal berasal dari dalam diri

seseorang misalnya kondisi fisik, atau suatu keadaan emosi. Stressor eksternal

berasal dari luar diri seseorang misalnya perubahan lingkungan sekitar, keluarga

dan sosial budaya (Potter & Perry, 2005).

Penyebab stres dapat dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu kategori

pribadi dan kategori kelompok atau organisasi. Kedua kategori ini, baik secara

langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada individu atau kelompok dan

(30)

Santrock (2003) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan

stres terdiri atas :

1) Beban yang terlalu berat, konflik dan frustasi Beban yang terlalu berat

menyebabkan perasaan tidak berdaya, tidak memiliki harapan yang disebabkan

oleh stres akibat pekerjaan yang sangat berat dan akan membuat penderitanya

merasa kelelahan secara fisik dan emosional.

2) Faktor kepribadian

Tipe kepribadian A merupakan tipe kepribadian yang cenderung untuk

mengalami stres, dengan karakteristik kepribadian yang memiliki perasaan

kompetitif yang sangat berlebihan, kemauan yang keras, tidak sabar, mudah

marah dan sifat yang bemusuhan.

3) Faktor kognitif

Sesuatu yang menimbulkan stres tergantung bagaimana individu menilai

dan menginterpretasikan suatu kejadian secara kognitif. Penilaian secara kognitif

adalah istilah yang digunakan oleh Lazarus untuk menggambarkan interpretasi

individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup mereka sebagai sesuatu yang

berbahaya, mengancam atau menantang dan keyakinan mereka dalam menghadapi

kejadian tersebut dengan efektif. Pada umumnya stressor psikososial dapat

digolongkan sebagai berikut:

1) Perkawinan

(31)

Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang dialami

seseorang; misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian salah satu

pasangan, ketidaksetian, dan lain sebagainya.

2) Problem orang tua

Permasalahan yang dihadapi orang tua; misalnya kenakalan anak, anak

sakit, hubungan yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan dan lain sebagainya.

3) Hubungan interpersonal

Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat/orang-orang

disekitar yang mengalami konflik.

4) Pekerjaan

Masalah pekerjaan merupakan sumber stres kedua setelah masalah

perkawinan; misalnya pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi,

jabatan, kenaikan pangkat, pensiun, kehilangan pekerjaan, dan lain sebagainya.

5) Lingkungan hidup

Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan

seseorang. Rasa tercekam dan tidak merasa aman ini amat mengganggu

ketenangan dan ketenteraman hidup, sehingga tidak jarang orang jatuh kedalam

depresi dan kecemasan.

6) Keuangan

Masalah keuangan (kondisi sosial-ekonomi) yang tidak sehat misalnya

pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat utang, kebangkrutan

usaha, soal warisan dan lain sebagainya sangat berpengaruh terhadap kesehatan

jiwa seseorang.

(32)

7) Hukum/peraturan

Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum/peraturan yang ada dapat

merupakan sumber stres pula.

8) Perkembangan

Yang dimaksud disini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun

mental seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopouse, usia lanjut,

dan sebagainya.

9) Kondisi fisik atau cidera

10) Faktor keluarga

Faktor keluarga yang dimaksud disini adalah faktor stres yang dialami

oleh seseorang yang disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik yaitu

sikap orang tua.

11) Lain-lain

Stressor kehidupan yang lainnya juga dapat menimbulkan depresi dan

kecemasan adalah bencana alam, kebakaran, perkosaan, dan sebagainya (Yosep,

2007).

Nelson dalam Agoes (2003) menyebutkan bahwa penyebab stres

umumnya adalah: pindah ke daerah baru, masuk perguruan tinggi, pindah sekolah,

menikah, hamil, baru bekerja, gaya hidup baru, perceraian, kematian orang yang

dicintai, dipecat dari pekerjaan, tekanan waktu, persaingan, kesulitan keuangan,

suasana atau bunyi yang sangat ramai atau bising, tidak puas atau tidak nyaman.

Terjadinya stres karena stressor tersebut dipersepsikan oleh individu

(33)

tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik, psikologis, bahkan spiritual.

Sedangkan dampak dari stressor tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor

yaitu: Sifat stressor, jumlah stressor pada saat yang bersamaan, lama pemajanan

terhadap stressor, pengalaman masa lalu, tingkat perkembangan (Kozier & Erb,

1983 dalam Keliat, 1998).

2. Intensitas Olahraga

Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang

dilakukan orang sadar untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya

(Griwijoyo, 2007 dalam Rahayu & Suhayat, 2011). Di dalam deklarasi

International Council of Sport and Physical Education tentang olahraga

dinyatakan bahwa olahraga ialah setiap kegiatan fisik yang bersifat permainan dan

yang berupa perjuangan terhadap kekuatan-kekuatan alam tertentu (dalam

Soejono & Harjadi, 1984).

Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau 3 kali seminggu minimal

30 menit setiap berolahraga (Depkes, 2002). Olahraga teratur adalah gerakan

seluruh organ tubuh dengan cara dan periode tertentu, serta dilakukan secara

teratur agar tubuh terlihat bugar dan sehat. Sesuai yang dianjurkan oleh Depkes

(2002), olahraga minimal 3 kali seminggu @ 30 menit, maka 3 x 30 menit adalah

waktu minimal berolahraga yang paling sedikit dalam seminggu. Jadi berdasarkan

hal tersebut maka dibagi 2 kategori untuk tingkat olah raga yaitu ringan (<90

menit) dan berat (> 90 menit). Tingkat aktifitas olahraga didapat dengan

(34)

a. Manfaat olahraga

Olahraga yang teratur dapat meningkatkan kesehatan jasmani. Kesehatan

jasmani merupakan suatu kondisi kompleks yang terdiri dari kekuatan otot, daya

tahan otot, fleksibilitas dan kesehatan kardiorespiratori (aerobic fitnesss)

(Bernstein & Nash, 2006). Selain itu, olahraga yang teratur juga membantu dalam

kontrol berat badan dan optimisasi berat badan. Obesitas dapat diperbaiki dengan

berolahraga yaitu dengan durasi 60-90 menit setiap hari mungkin diperlukan

(Hansen et al., 2005).

Dalam tahun terakhir ini, ahli psikologis kesehatan telah meneliti tentang

peranan olahraga aerobik dalam mempertahankan kesehatan mental dan fisik.

Olahraga aerobik dapat menstimulasi dan memperkuatkan sistem kardiovaskular

dan respiratori serta memperbaiki penggunaan oksigen pada tubuh. Olahraga

aerobik juga memberi manfaat yang banyak terhadap kesehatan. Olahraga

kira-kira hanya 30 menit sehari dapat menurunkan risiko untuk menderita penyakit

kronis seperti penyakit jantung dan kanker (Taylor, 2009). Selain daripada

meningkatkan efisiensi sistem kardiorespiratori,olahraga yang teratur juga boleh

meningkatkan kapasitas kerja fisik, penurunan ataupun kontrol hipertensi,

memperbaiki kadar kolestrol dan toleransi glukosa, meningkatkan toleransi

terhadap stres dan pengurangan kebiasaan yang buruk seperti merokok, konsumsi

alkohol dan diet yang tidak baik (Taylor, 2009).

Olahraga berserta perubahan pola makan juga dapat mengurangi risiko

menderita diabetes tipe II pada golongan yang berisiko tinggi. Olahraga juga

(35)

Kiecolt-Glaser, Malarkey, & Frid, 2005). Olahraga yang teratur juga dapat

memanjangkan umur. Laki-laki dan perempuan yang mempunyai tingkat

kebugaran fisik yang lebih tinggi dapat menunda mortalitas yang dipicu oleh

penyakit kardiovaskuler dan kanker (Taylor, 2009).

b. Hubungan stres dan olahraga

Ketika seseorang mengambil bagian dalam suatu aktivitas fisik maka otak

akan memberi respon kimia tertentu. Endorfin adalah polipeptida yang mengikat

pada reseptor neuron di otak dandapat menghilangkan efek dari stres (Carruthers,

2006). Mekanisme terjadi efek ini disebabkan oleh terjadinya perubahan struktur

dan fisiologis yang menghubungkan partisipasi olahraga yang berulang. Selain

itu, olahraga yang teratur boleh meningkatkan kepekaan insulin. Kepekaan insulin

meningkat karena peningkatan volume otot, aliran darah kepada otot-otot yang

aktif dan kapasitas oksidatif bahan bakar dalam tubuh. Peningkatan kapasitas

oksidatif yang disebabkan oleh proses biogenesis mitokondrial juga memberi efek

yang positif terhadap homeostasis lipid di mana bisa juga meningkatkan

metabolisme basal. Peningkatan metabolisme basal dapat menyeimbangkan energi

yang dikerahkan semasa aktivasi simpatis (Stewart. Et al., 2005).

Olahraga juga membantu dalam memulihkan ekspresi genetik yang

alamiah untuk menjamin survival ketika menghadapi suatu kejadian stres dan

sembuh dari kejadian tersebut (Booth. Et al, 2002). Di samping itu, beberapa

penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga dapat menurunkan insiden dan

keparahan gangguan mood yang berkaitan dengan stres termasuk ansietas dan

(36)

depresi. Efek ini berhubung dengan peningkatan neurotransmiter terutamanya

serotonin dan dopamin dan juga sekresi endorfin (Greenwood, 2008).

Maka, olahraga adalah salah satu cara yang sungguh bermanfaat untuk

melawan efek stres terhadap kesehatan yang merugikan (Castro, Wilcox. O’Sullivan, Baumann, & King, 2002). Jadi, olahraga yang teratur dapat

mempengaruhi tingkat stres dengan adanya perubahan kimia dalam otak setelah

berolahraga. Perubahan tersebut mencakup transportasi dan metabolisme

neurotransmiter yang mengubah aktivitas neurotransmiter (Brannon & Feist,

2007).

3. Pola Tidur

Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu yang

relatif menetap dan meliputi (1) jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, (2) irama

tidur, (3) frekuensi tidur dalam sehari, (4) mempertahankan kondisi tidur, dan (5)

kepuasan tidur.

Gangguan pola tidur adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami

perubahan jumalh/kualitas pola tidur dan istirahat sehubungan dengan kedaaan

biologis atau kebutuhan emosi.

a. Pola tidur yang normal pada remaja

Tidur merupakan suatu fenomena yang umum, terjadi kehilangan

kesadaran yang bersifat sementara dan merupakan suatu keadaan fisiologik aktif

yang ditandai dengan adanya fluktuasi yang dinamik pada parameter susunan

(37)

dua macam yaitu rapid eye movement (REM) dan non-rapid eye movement

(NREM). Berdasarkan studi pola gelombang otak NREM terbagi menjadi

beberapa tingkat dimulai dari keadaan mengantuk sampai tidur nyenyak. Tingkat

awal (tingkat I dan II) adalah mudah terbangun dan bahkan tidak menyadari bila

sedang tertidur. Tingkat lanjutan (tingkat III dan IV) ialah sangat sulit

dibangunkan, dan apabila dibangunkan akan disorientasi dan bingung.

Kegunaan tidur belum sepenuhnya diketahui, tetapi tidur merupakan

proses penting dalam konsolidasi ingatan serta proses penyembuhan. Lamanya

kebutuhan tidur bervariasi antara tiap orang dan sangat sulit untuk menilai berapa

lama tidur yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi optimal. Pola

tidur remaja perlu perhatian lebih karena berhubungan pada performa sekolah.

Pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti mengenai tidur menyadari perbedaan

perubahan pola tidur pada remaja. Perubahan tersebut ialah jam biologis remaja

atau disebut irama sirkadian. Pada permulaan masa pubertas, fase tidurnya

menjadi telat. Untuk terjatuh tidur menjadi lebih malam dan bangun tidur lebih

telat pada pagi hari. Dan remaja tersebut lebih waspada pada malam hari dan

menjadi lebih susah tidur.

Menurut penelitian remaja membutuhkan waktu 9 sampai 9.25 jam untuk

tidur dalam sehari. Namun nyatanya sekitar 8 jam sehari karena pengaruh waktu

sekolah. Waktu tidur dan bangun berdasarkan waktu sekolah dan kehidupan sosial

akan mengkontribusi pengurangan waktu tidur pada remaja. Penelitian yang

dilakukan oleh Iglowstein dkk terhadap anak di Swiss mendapatkan hasil bahwa

(38)

anak usia 12 sampai 15 tahun memiliki rata-rata jumlah waktu tidur sebanyak 8,4

sampai 9,3 jam per hari.

Salah satu contoh pola tidur yang tidak baik adalah kurang tidur. Pada

dasarnya penyebab kurang tidur disebabkan oleh diri kita sendiri. Menurut

Carpenter dan Graham bahwa remaja sering kurang tidur karena adanya

perubahan denyut jantung yang diakibatkan oleh perubahan hormon yang

dihasilkan oleh otak. Selain itu, perkembangan teknologi seperti permainan lewat

komputer, internet, video dan televisi juga menjadi penyebab utama kurangnya

tidur pada siswa.

Dari beberapa pendapat para ahli tentang tidur dapat disimpulkan bahwa

tidur sangat penting bagi tubuh. Karena pada saat tidur sebagian organ tubuh

termasuk otak akan beristirahat. Jika kita kurang tidur maka otak kita pun kurang

istirahat, hal itu menyebabkan konsentrasi belajar menjadi terganggu. Jam

biologis merupakan pengatur waktu internal dalam tubuh yang bekerja secara

otomatis. Jam biologis manusia sudah terprogram secara genetik untuk

menentukan waktu bangun dan tidur kita. Setiap orang memiliki jam biologis

yang berbeda-beda tergantung pada umurnya. Jika kita melawan jam biologis

maka akan berdampak buruk bagi kesehatan.

b. Jenis-Jenis Pola Tidur yang Tidak Baik

1). Insomnia

Insomnia adalah kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk hidup tertidur,

atau gangguan tidur yang membuat penderita merasa belum cukup tidur pada saat

(39)

hanya beberapa malam, (2) Insomnia jangka pendek: dua atau empat minggu

mengalami kesulitan tidur, (3) Insomnia kronis: kesulitan tidur yang dialami

hampir setiap malam selama sebulan lebih.

2). Parasomnia

Parasomnia adalah suatu kelainan yang disebabkan kejadian perilaku atau

psikologis abnormal yang muncul di kala tidur, tahapan tertentu, atau transisi fase

tidur-terjaga. Parasomnia lebih umum terjadi pada anak-anak dan tidak selalu

menandakan adanya masalah psikologis atau psikiatris yang signifikan.

3). Tidur Apnea

Tidur apnea adalah suatu kondisi dimana terjadinya penghentian napas

disaat tidur. Tidur apnea sangat umum terjadi, layaknya diabetes yang lazim

menimpa orang dewasa. Tidur apnea bisa muncul pada segala kelompok usia dan

jenis kelamin, namun lebih umum menimpa kaum pria.

4). Narkolepsi

Kelainan tidur ini secara umum ditandai munculnya keinginan tidur di

siang hari secara tak terkendali. Penderita sering kali jatuh tertidur di sembarang

waktu dan tempat, juga terjadi berulang kali dalam sehari. Narkolepsi adalah

kelainan neourologis (yang menyerang otak dan syaraf) kronis yang melibatkan

system saraf pusat tubuh.

5). Paralisis Tidur

Paralisis tidur adalah fungsi alamiah tubuh yang menyebabkan

penderitanya mengalami kelumpuhan dikala tidur.

(40)

c. Penyebab Yang Memicu Terjadinya Pola Tidur Yang Tidak Baik Pada

Siswa

Siswa itu sendiri memerlukan waktu 9-10 jam tidur dalam sehari. Tetapi

faktanya sekarang ini jam tidur siswa tidak sampai segitu lagi, semua itu

dikarenakan oleh beberapa hal yang menyebabkan pola tidur yang tidak baik

terjadi pada siswa. Tanpa mereka sadari penyebab pola tidur yang tidak baik dapat

menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh sebuah lembaga National Sleep Foundation menyatakan bahwa

95% dari mereka bermain video games, menonton televisi, menggunakan

komputer atau laptop, dan smartphone, sebelum tidur. Czeisler berpendapat

bahwa layar monitor atau ponsel bisa menyebabkan terhalangnya hormon

melatonin, hormon yang mengeluarkan keinginan tidur bagi seseorang, dan

membuat orang itu tidak mengantuk. Namun, peneliti-peneliti khawatir

penggunaan smartphone, komputer, dan main video game yang lebih

menghipnotis para penggunanya, dibandingkan dengan sekadar menonton TV

yang lebih pasif. Sehingga membuat para siswa akan semakin sulit untuk tidur.

Hal tersebut dapat menjadi kebiasaan dan dapat mengganggu konsentrasi siswa

dalam belajar.

d. Gejala Pola Tidur Yang Tidak Baik

Ada beberapa gejala pola tidur yang tidak baik seperti merasa mengantuk

sepanjang hari, tidak merasa segar setelah tidur malam, kesulitan bangun di pagi

hari, merasa perlu untuk tidur siang terus-menerus sepanjang hari, merasa

(41)

memiliki kebutuhan untuk meminuman kopi setiap saat, merasa perlu untuk tidur

di akhir pekan untuk menebus tidur yang hilang.

e. Dampak Buruk Dari Pola Tidur Yang Tidak Baik

Aktivitas yang sibuk saat ini begitu menyita waktu, sehingga banyak orang

cenderung kekurangan tidur. Padahal, efek kurang tidur bukan sekadar membuat

Anda mengantuk keesokan harinya, dan jadi kurang dapat berkonsentrasi saat

belajar. Banyak orang yang menganggap pola tidur yang tidak baik adalah hal

yang sepele, tetapi dibalik semua itu, pola tidur yang tidak baik dapat berdampak

buruk bagi kesehatan. Salah satu contoh pola tidur yang tidak baik adalah kurang

tidur. Berikut adalah beberapa dampak buruk yang diakibatkan dari pola tidur

yang tidak baik:

1). Para ahli mengungkapkan, kurang tidur akan membuat kemampuan

motorik kita melambat dan kurang gesit. Akibatnya, kita jadi sering gugup,

menabrak atau menumpahkan sesuatu. Hal itu disebabkan refleks kita berkurang

dan otak kita kurang fokus sehingga kita jadi terlihat seperti orang ceroboh.

2). Tidur yang cukup dan berkualitas adalah bagian penting agar tubuh sehat.

Karena pada saat tidur malam hari saatnya proses regenerasi sel dari dalam. Bila

kita kurang tidur, otomatis daya tahan tubuh akan melemah. Tubuh akan mudah

terserang virus yang ringan, seperti flu dan batuk. Walaupun kita mengatur pola

makan, tanpa diimbangi tidur yang berkualitas, daya tahan tubuh akan tetap

melemah.

3). Kurang tidur dapat memengaruhi penafsiran tentang peristiwa. Keadaan

(42)

bijaksana. Mereka yang kurang tidur sangat rentan terhadap penilaian buruk

ketika sampai pada saat menilai apa yang kurang terhadap sesuatu. Dalam dunia

yang serba cepat saat ini, kebiasaan tidur menjadi semacam lencana kehormatan.

4). Kebanyakan orang mengalami kulit pucat dan mata bengkak setelah

beberapa malam kurang tidur. Keadaan tersebut benar karena kurang tidur yang

kronis dapat mengakibatkan kulit kusam, garis-garis halus pada wajah, dan

lingkaran hitam di bawah mata. Bila Anda tidak mendapatkan cukup tidur, tubuh

Anda melepaskan lebih banyak hormon stres atau kortisol. Dalam jumlah yang

berlebihan, kortisol dapat memecah kolagen kulit atau protein yang membuat kulit

tetap halus dan elastis. Kurang tidur juga dapat menyebabkan tubuh lebih sedikit

mengeluarkan hormon pertumbuhan. Ketika kita masih muda, hormon

pertumbuhan manusia mendorong pertumbuhan. Dalam hal ini, hormon tersebut

membantu meningkatkan massa otot, menebalkan kulit, dan memperkuat tulang.

"Ini terjadi saat tubuh sedang tidur nyenyak—yang kami sebut tidur gelombang

lambat (SWS)—hormon pertumbuhan dilepaskan," kata Phil Gehrman, PhD,

CBSM, Asisten Profesor Psikiatri dan Direktur Klinis dari Program Behavioral

Sleep Medicine Universitas Pennsylvania, Philadelphia

5). Tidur yang baik sangat berperan penting dalam berpikir dan belajar.

Kurang tidur dapat mempengaruhi banyak hal. Pertama, dapat mengganggu

kewaspadaan, konsentrasi, penalaran, dan pemecahan masalah. Hal ini membuat

belajar menjadi sulit dan tidak efisien. Kedua, siklus tidur pada malam hari berperan dalam “menguatkan” memori dalam pikiran. Jika tidak cukup tidur,

(43)

akan menurun. Menurut Sean Drummond PhD, seorang peneliti masalah tidur dari

University of California, San Diego, orang yang sedang capek biasanya lebih

mudah mengambil risiko dengan harapan mendapat hasil maksimal. Padahal, hal

itu justru sering membuat rencana berantakan. Alhasilnya, saat di sekolah siswa

jadi tidak bisa berkonsentrasi saat belajar karena pada malam harinya kekurangan

tidur dan saat di sekolah siswa pun jadi tertidur di kelas. Akibatnya konsentrasi

belajar pun jadi menurun.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian (Nabkasorn, Et al, 2005): Effects of physical exercise on

depression, neuroendocrine stress hormones and physiological fitness in

adolescent females with depressive symptoms. Metode: Empat puluh sembilan

sukarelawan perempuan (usia 18 - 20 tahun, mean 18,8 ± 0,7 tahun) dengan gejala

depresi ringan sampai sedang, seperti yang telah diukur dengan Centre for

Epidemiologic Studies Depression (CES-D) scale, secara acak subyek kemudian

diberikan program latihan jogging training dengan intensitas ringan selama

delapan minggu yang terdiri dari lima kali per minggu dan 50 menit tiap sesinya.

Hasil: Setelah sesi latihan skor depresi CES-D keseluruhan menunjukkan

penurunan yang signifikan.

Penelitian (Lubis & Simanjuntak, 2007): Perbedaan Mood Ditinjau dari

Kebiasaan Berolahraga. Metode: Melibatkan 120 orang dewasa muda di Medan.

Para responden berpartisipasi dalam penelitian ini adalah orang-orang yang

(44)

digunakan untuk memilih responden adalah non-probability incidental sampling.

Data yang dikumpulkan dalam Penelitian diuji dengan menggunakan Analisis

Varians. Alat ukur yang digunakan adalah mood scale dan stages of exercise self

report. Hasil: Adanya perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau dari

kebiasaan berolahraga (dengan reliabilitas skala mood = 0,922), dimana subyek

yang berolahraga secara teratur selama enam bulan (lebih) mengalami mood yang

lebih positif dari subyek lainnya.

Penelitian (Greenwood & Fleshner, 2008): Exercise, Learned

Helplessness, and the Stress-Resistant Brain. Metode: peneliti menggunakan

model hewan untuk menjelaskan mekanisme potensial yang mendasari efek

protektif aktivitas fisik. Menggunakan konsekuensi perilaku stres tak terkendali

atau learned helplessness sebagai analog perilaku depresi dan kecemasan hewan

seperti pada tikus, peneliti menyelidiki faktor-faktor yang bisa menjadi penting

bagi antidepresan dan anxiolytic sifat latihan (yaitu, wheel running). Hasil: Wheel

running mencegah learned helplessness serta bisa menjelaskan neurobiologi

kompleks depresi dan kecemasan, berpotensi membimbing strategi baru untuk

pencegahan stres yang berhubungan dengan mood disorders.

Penelitian (Caroline, 2010): Gambaran Tingkat Stres pada Mahasiswa

Pendidikan Sarjana Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Metode penelitian ini

adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan studi cross sectional. Jumlah

sampel sebanyak 90 mahasiswa kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan

tingkat kesalahan absolut (d) sebesar 0,1. Teknik pengambilan sampel adalah

(45)

merata. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisis

data dilakukan dengan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS)

versi 17.0. Hasil penelitian menunjukkan persentase stres ringan, sedang, dan

berat adalah 26,7%, 22,2%, dan 22,2%. Sekitar 28,9% mahasiswa kedokteran

tidak mengalami stres.

Penelitian (Bahrul Ulumuddin A, 2011): Hubungan Tingkat Stres

Dengan Kejadian Insomnia Pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Diponegoro. Metode : penelitian ini menggunakan desain deskriptif

studi korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan jumlah

sampel sebanyak 145 responden , analisis data dengan menggunakan uji statistik

Fisher-Exact. Hasil: 34 responden (23,4%) mengalami stres ringan, 31 (21,4%)

responden mengalami stres sedang, 3 responden (2,1%) mengalami stres berat,1

responden (0,7%) mengalami stres sangat berat, dan 62 responden (42,8%)

mengalami insomnia. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara

tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Diponegoro.

C. Kerangka Berpikir

1. Hubungan antara pola tidur dengan tingkat stres.

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh

semua orang. Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup

agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh

(46)

dalam kondisi yang optimal. Pola tidur yang baik dan teratur memberikan efek

yang bagus terhadap kesehatan (Guyton & Hall, 1997). Menurut Lanywati (2001),

kebutuhan tidur yang cukup, ditentukan selain oleh jumlah faktor jam tidur

(kuantitas tidur), juga oleh kedalaman tidur (kualitas tidur). Kebutuhan waktu

tidur bagi setiap orang adalah berlainan, tergantung pada kebiasaan yang dibawa

selama perkembangannya menjelang dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, kondisi

kesehatan dan lain sebagainya. Kebutuhan tidur pada dewasa 6-9 jam untuk

menjaga kesehatan, usia lanjut 5-8 jam untuk menjaga kondisi fisik karena usia

yang semakin senja mengakibatkan sebagian anggota tubuh tidak dapat berfungsi

optimal, maka untuk mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan energi

yang cukup dengan pola tidur yang sesuai (Lumbantobing, 2004).

Waktu tidur yang kurang dari kebutuhan dapat mempengaruhi sintesis

protein yang berperan dalam memperbaiki sel–sel yang rusak menjadi menurun.

Kelelahan, meningkatnya stres, kecemasan serta kurangnya konsentrasi dalam

aktivitas sehari–hari adalah akibat yang sering terjadi apabila waktu tidur tidak

tercukupi. Hasil penelitian yang menunjukkan ada hubungan antara tingkat stres

dengan kejadian insomnia pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Diponegoro menggunakan desain deskriptif studi korelasi dengan

menggunakan pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 145

responden , analisis data dengan menggunakan uji statistik Fisher-Exact. Hasil:

34 responden (23,4%) mengalami stres ringan, 31 (21,4%) responden mengalami

stres sedang, 3 responden (2,1%) mengalami stres berat,1 responden (0,7%)

(47)

2. Hubungan antara intensitas berolahraga dengan tingkat stres.

Endorfin atau beta-endorfin merupakan neurotransmitter opioid endogen

yang memiliki efek analgesik dan adiktif (seperti halnya morphin dan kodein).

Selain itu endorfin juga dapat memberikan perasaan nyaman, tenang (relaksasi)

dan beberapa sumber mengatakan endorfin dapat meningkatkan sistem kekebalan

tubuh dan menekan pertumbuhan kanker (Abdilah & Nurhayati, 2008). Hormon

ini dikeluarkan salah satunya saat berolahraga. Inilah mengapa setelah melakukan

olahraga aerobik (renang, jogging, bersepeda) membuat merasa lebih fresh dan

menyenangkan (Jati, 2012).

Di samping itu, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga dapat

menurunkan insiden dan keparahan gangguan mood yang berkaitan dengan stres

termasuk ansietas dan depresi. Efek ini berhubung dengan peningkatan

neurotransmiter terutamanya serotonin dan dopamin dan juga sekresi endorfin

(Greenwood & Fleshner, 2008). Maka, olahraga adalah salah satu cara yang

sungguh bermanfaat untuk melawan efek stres terhadap kesehatan yang merugikan (Castro, Wilcox. O’Sullivan, Baumann, & King, 2002).

3. Hubungan antara pola tidur, intensitas berolahraga dengan tingkat stres.

Dari beberapa hasil penelitian tentang pola tidur dengan tingkat stres dan

intensitas berolahraga dengan tingkat stres maka peneliti bermaksud meneliti

hubungan antara intensitas berolahraga dan pola tidur terhadap tingkat stres.

Adapun hubungan antara intensitas berolahraga dan pola tidur dengan tingkat

stres dapat digambarkan sebagai berikut :

(48)

Gambar 2.1. Bagan Kerangka berpikir

Hubungan antara intensitas berolahraga dan pola tidur dengan tingkat stres

D. Hipotesis

Dari kerangka berpikir diatas sehingga bisa disimpulkan hipotesis sebagai

berikut :

a. Ada hubungan intensitas berolahraga dan tingkat stres.

b. Ada hubungan pola tidur dan tingkat stres.

c. Ada hubungan bersama intensitas berolahraga dan pola tidur dengan tingkat

stres.

Kepribadian

Hukum

Tingkat Stres

Pekerjaan

Kognitif

Lingkungan

Keuangan

Stressor

Uji korelasi

Perkembangan fisk mental

Kondisi Fisik

Kelelahan Pola tidur

Aktifitas olahraga

Aktifitas olahraga

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasi dengan pendekatan

cross-sectional yang bertujuan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi. Adapun

bentuk rancangan penelitian ini dapat digambarkan dengan pola sebagai berikut:

Gambar 3.1.

Desain penelitian

Keterangan gambar:

r1: hubungan antara intensitas berolahraga terhadap tingkat stres

r2: hubungan antara pola tidur terhadap tingkat stres

r1.2: hubungan antara intensitas berolahraga dan pola tidur terhadap tingkat stress

Intensitas Berolahraga

Tingkat Stres

Pola Tidur

r 1

r 1.2

r 2

(50)

B. Tempat dan Waktu

1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di institusi Prodi D III Fisioterapi Poltekkes

Surakarta.

2.Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Tingkat satu Prodi

D III Fisioterapi Poltekkes Surakarta tahun akademik 2013/2014 yang berjumlah

91 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dari total populasi mahasiswa tingkat

satu tahun ajaran 2013/2014 yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian

ini dengan mengisi informed consent.

D. Identifikasi Variabel

1. Identifikasi Variabel Penelitian

a. Variabel indenpen (bebas)

Variabel independen merupakan yang menjadi penyebab perubahan atau

timbulnya variabel dependen (terikat). (Aziz alimul,2007:35). Variabel

independen dalam penelitian ini adalah :

1) Intensitas berolahraga : X1

Gambar

Gambar 3.1 Desain Penelitian ...............................................................................31
Gambar  2.1. Bagan Kerangka berpikir
Gambar 3.1.
Tabel 3.1 Kisi-kisi kuisioner  Intensitas olahraga
+7

Referensi

Dokumen terkait

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Pengaruh Self Efficacy terhadap Tingkat Stres Tugas Akhir pada Mahasiswa

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Andriana Tahun 2013 yang berjudul Hubungan Antara Perilaku Olahraga, Stress dan Pola Makan dengan

Tesis yang berjudul: “HUBUNGAN POLIMORFISME GEN MTHFR DENGAN TINGKAT KEPARAHAN GEJALA PADA PASIEN BIPOLAR DI RSJD ARIF ZAENUDIN SURAKARTA” ini adalah karya

Penelitian yang berjudul hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kebutuhan cairan tubuh dengan pola konsumsi air minum pada mahasiswa tingkat I Akper Panti Kosala

Tingkatan stres dan kualitas tidur merupakan masalah yang muncul pada remaja dan dewasa muda khususnya dialami oleh mahasiswa tingkat akhir yang dapat mempengaruhi tekanan darah

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Andriana Tahun 2013 yang berjudul Hubungan Antara Perilaku Olahraga, Stress dan Pola Makan dengan

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul &#34;Perbedaan Tingkat Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah dan tidak Menikah di Kecamatan Ingin