• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSELING TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) TENTANG PERAWATAN KAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KONSELING TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) TENTANG PERAWATAN KAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUH"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH KONSELING TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU

PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) TENTANG

PERAWATAN KAKI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KABUH

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

Oleh:

Vendi Eko Kurniawan S540809131

PROGRAM PASCASARJANA

(2)

commit to user

PENGARUH KONSELING TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP DAN

PERILAKU PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) TENTANG PERAWATAN

KAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUH JOMBANG

Disusun Oleh:

Vendi Eko Kurniawan

S540809131

Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing Pada tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. DR. dr. Didik Gunawan Tamtomo , PAK, MM, M.Kes. Eti Poncorini P.dr.M.Pd

NIP : 194803131976101001 NIP.1975110151981111001

Mengetahui

Ketua Program Kedokteran Keluarga

(3)

commit to user

PENGARUH KONSELING TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP DAN

PERILAKU PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) TENTANG PERAWATAN

KAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUH JOMBANG

Disusun oleh:

Vendi Eko Kurniawan

NIM : S540809131

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Mengetahui

Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga

Prof. DR.dr. Didik Gunawan Tamtomo, PAK, MM, M.Kes.

NIP : 194803131976101001

……… ……….

Direktur Program Pascasarjana

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D NIP: 195708201985031004

………. ……….

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua DR. Nunuk Suryani, M.Pd NIP: 196611081990032001

……… ………

Sekretaris Dr.dr.Ir.Ruben Dharmawan,MSc,PhD NIP: 1951112019860111001

……… ………

Anggota

Penguji

1. Prof.DR.dr. Didik Gunawan Tamtomo, PAK, MM, M.Kes.

NIP: 194803131976101001

(4)

commit to user PERNYATAAN

Nama : Vendi Eko Kurniawan NIM : S540809131

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul PENGARUH KONSELING TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA DIABETES

MELLITUS (DM) TENTANG PERAWATAN KAKI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KABUH JOMBANG adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Desember 2010 Yang Membuat Pernyataan

(5)
(6)

commit to user ABSTRACT

Vendi Eko Kurniawan, S540809131. The Effect of counseling on knowledge, attitude and behavior of patients Diabetes Mellitus about foot care at the Work Area PHC Kabuh Jombang. Thesis Program Medical Family, Studies Program, Postgraduate Program Sebelas Maret University Surakarta, 2010.

Introduction: Diabetes Mellitus is still a problem serious enough health in Indonesia. Patients with Diabetes Mellitus have a tendency to 5 times easier to get non-diabetic gangrene of the foot and is one part of the body organ that is often attacked by diabetes.

Purpose: Find out is there any effect counseling on improving knowledge, attitudes and behavior of Diabetes Mellitus on foot care.

Method: This research. is true experimental. The population of this study are 125 persons Diabetes Mellitus in the working area with kabuh Health Center and sampel this study are 60 persons. Sampling was taken with purposive sampling techniques. Data collected by questionnaire using a questionnaire for the knowledge variables and checklist for the attitude and behavior. The result then analyzed using analytical testing t - test performed using SPSS version 17.

Result: Based the analysis indicate that counseling with a significant increase in the value of knowledge t = 78.89, t = 71 001 attitudes, and behavior with t = 42 809 significance value of p = 0.000.

Conclusion: This effect of counseling to increase knowledge, attitudes, and behavior of people with Diabetes Mellitus foot care. It is recommended to the Public Health Service Jombang Regency to use such approaches counseling for behavioral changes that can be obtained expected to reduce the complications of gangrene.

(7)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……… ii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS……….. iii

LEMBAR PERNYATAAN………. iv

KATA PENGANTAR……….. v

DAFTAR ISI……… vii

DAFTAR TABEL……… x

DAFTAR GAMBAR……… xi

DAFTAR LAMPIRAN……… xii

ABSTRAK……… xiii

ABSTRACT………. xiv

BAB I. PENDAHULUAN……… 1

A. Latar belakang masalah……… 1

B. Rumusan Masalah……… 3

C. Tujuan Penelitian……….. 3

D. Manfaat Penelitian……… 4

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA……… 5

A. KAJIAN TEORI……….. 5

1. Konsep Diabetes Mellitus……… 5

2. Konsep Konseling………... 27

3. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku………. 33

B. PENELITIAN YANG RELEVAN………. 35

C. KERANGKA PEMIKIRAN……… 36

D. HIPOTESIS……….. 36

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……… 37

(8)

commit to user

B. Tempat dan Waktu Penelitian……….. 37

C. Populasi Penelitian………... 37

D. Sampel dan Tehnik Sampling……….. 37

F. Variabel Penelitian……… 37

G. Definisi Operasional………. 38

H. Rancangan Penelitian………... 42

I. Rencana Analisis Data……….. 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 47

A. HASIL PENELITIAN………. 47

1. Karakteristik Responden………... 47

2. Analisis Data……….. 50

B. Pembahasan……….. 56

C. Keterbatasan Penelitian……… 58

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 59

DAFTAR PUSTAKA………... 61

LAMPIRAN

1. Ijin Penelitian

2. Pernyataan Kesediaan Responden

3. Kuisioner

4. Hasil test-retest Reliability

5. Data Sebelum dan Sesudah Konseling

6. Hasil Analisis Data

7. Modul Konseling

(9)
(10)

commit to user DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1: Pemeriksaan penunjang pada pasien Diabetes Melitus………12

Tabel 3.1: Distribusi skore pengetahuan………...39

Tabel 3.2: Distribusi skore sikap……...………...40

Tabel 3.3: Distribusi skore perilaku………..41

Tabel 3.4: Penskoran kuesioner rating scale pengetahuan ………....43

Tabel 3.5: Penskoran kuesioner rating scale sikap………44

Tabel 4.1: Distribusi responden berdasarkan kelompok umur…….…….……….47

Tabel 4.2: Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin………..48

Tabel 4.3: Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan………..48

Tabel 4.4: Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan………...49

Tabel 4.5: Distribusi responden berdasarkan jumlah orang serumah………49

Tabel 4.6: Diskripsi pengetahuan kelompok konseling dan kontrol ………50

Tabel 4.7: Ditribusi skore pengetahuan kelompok konseling dan kontrol ...……51

Tabel 4.8: Diskripsi sikap kelompok konseling dan kontrol ………51

Tabel 4.9: Ditribusi skore sikap kelompok konseling dan kontrol ………..52

Tabel 4.10: Diskripsi perilaku kelompok konseling dan kontrol ...………..53

Tabel 4.11: Ditribusi skore perilaku kelompok konseling dan kontrol...53

Tabel 4.12: Keefektifan konseling terhadap pengetahuan responden...53

Tabel 4.13:Keefektifan konseling terhadap sikap responden...54

(11)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Hal

(12)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes Mellitus atau penyakit kencing manis bukanlah sesuatu penyakit

baru yang diderita oleh masyarakat umum. Prevalensinya meningkat di

masyarakat hal ini berhubungan dengan peningkatan perkapita di kota-kota besar

dan perubahan gaya hidup. Diabates sudah dikenal sejak berabad abad sebelum

masehi. Pada naskah kuno dari mesir disebutkan adanya suatu penyakit aneh

dengan tanda-tanda banyak kencing hal ini terjadi 1500 tahun sebelum masehi,

cendikiawan cina dan India melukiskan air seni yang terasa manis pada pasien di

abad ke 3 sampai 6.

Di Indonesia penyakit Diabetes Mellitus sampai saat ini masih merupakan

masalah kesehatan yang cukup serius. DM merupakan kelainan endokrin yang

terbanyak dijumpai. Penderita DM mempunyai resiko untuk menderita komplikasi

yang spesifik yaitu retinopati, gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis, gangrene,

dan penyakit arteri koronaria (Anik, 2006). Penderita DM mempunyai

kecenderungan 5 kali lebih mudah mendapat gangrene daripada non diabetik.

Kaki merupakan salah satu bagian organ tubuh yang sering diserang oleh penyakit

diabetes. Gangrene diabetik merupakan komplikasi kronik dari penyakit DM yang

disebabkan karena adanya neuropati, mikro dan makro angiopati serta infeksi.

Komplikasi tersebut sampai saat ini merupakan problem yang sangat besar pada

penderita DM karena mempunyai angka kejadian yang sangat tinggi. Komplikasi

gangrene diabetik tersebut dapat menyebabkan amputasi. Akibat dari gangrene

(13)

commit to user

Jumlah penderita Diabetes Mellitus dari tahun ke tahun semakin

meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan bertambahnya usia

harapan hidup. Menurut laporan WHO jumlah penderita DM di duania pada tahun

1987 ± 30 juta. Menyusul kemudian laporan WHO 1993 ternyata jumlah

penderita DM di dunia meningkat tajam menjadi 100 juta lebih dengan prevalensi

sebesar 6 %. Laporan terakhir menurut McCarty et al 1994 jumlah penderita DM

1994 didunia 110,4 juta, tahun 2000 meningkat ± 1,5 kali lipat (±175 juta), tahun

2010 menjadi ± 2 kali lipat (239,3 juta) dan hingga tahun 2020 diperkirakan

menjadi 300 juta. Lima puluh hingga tujuh puluh lima persen amputasi

ekstremitas bawah dilakukan pada pasien-pasien yang menderita DM. Sebanyak

lima puluh persen dari kasus-kasus amputasi ini diperkirakan dapat dicegah bila

pasien diajarkan tindakan preventif untuk merawat kaki dan mempraktikannya

setiap hari (Brunner dan Suddarth , 2002).

Peningkatan angka kejadian diabetes itu seiring dengan meningkatnya

faktor resiko di antaranya obesitas atau kegemukan, kurang aktivitas fisik, kurang

mengonsumsi makanan berserat tinggi, tinggi lemak, merokok, dan kelebihan

kolesterol. Diabetes atau kencing manis ditandai tingginya kadar gula dalam

darah. Penyakit ini juga sering disebut dengan the great imitator karena dapat

menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan keluhan. Penyakit DM juga

ditandai dengan gejala antara lain banyak minum atau mudah haus, banyak

kencing dengan frekuensi 3-4 kali terutama pada malam hari, banyak makan atau

mudah lapar, mudah lelah serta kadang berat badan menurun drastis.

Sebagian besar penderita kaki diabetes biasanya baru ke dokter, jika

(14)

commit to user

maka sebaiknya perawatan kaki mendapat perhatian utama. Penderita perlu

menyadari bahwa merawat kaki harus menjadi kebiasaan sehari-hari. Pencegahan

agar tidak terjadi amputasi sebenarnya sangat sederhana, tetapi sering terabaikan,

kunci yang paling penting adalah mencegah terjadinya luka pada kaki.

Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan perawatan kaki pada

penderita DM (Nico. A. L, 2005). Dengan pengalaman yang baik, yaitu kerja

sama antara pasien dan petugas kesehatan, diharapkan komplikasi kronik DM

akan dapat dicegah.

Perawat sebagai orang yang dekat dengan penderita mempunyai peran

yang strategis dalam memotivasi dan memberikan konseling kesehatan dalam

membantu memberikan perawatan kaki pada penderita DM. Diharapkan dengan

pengetahuan yang benar tentang perawatan kaki komplikasi gangrene dapat

dikurangi.

Berdasarkan penemuan fakta di atas, maka perlu dilakukan penelitian

untuk mengetahui apakah ada pengaruh konseling terhadap peningkatan

pengetahuan, sikap dan perilaku penderita DM tentang perawatan kaki.

B. Rumusan Masalah

Adakah pengaruh konseling terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku

penderita DM tentang perawatan kaki?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adakah pengaruh konseling terhadap pengetahuan,

(15)

commit to user 2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap pengetahuan

penderita Diabetes Mellitus tentang perawatan kaki.

b. Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap sikap penderita

Diabetes Mellitus tentang perawatan kaki.

c. Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap perilaku penderita

Diabetes Mellitus tentang perawatan kaki.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris

tentang pengaruh konseling terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan

perilaku.

2. Manfaat praktis

Bagi responden hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

tambahan pengetahuan khususnya tentang perawatan kaki sehingga

komplikasi DM (gangrene) dapat dicegah.

Bagi institusi (Puskesmas): hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan acuan / referensi di Puskesmas dalam upaya pencegahan

(16)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORI

1. Konsep Diabetes Mellitus

a. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen

yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia.

Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.

Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi (Brunner dan

Suddarth, 2002).

Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolic (kebanyakan herediter)

sebagai akibat dari kurangnya insulin efekti baik oleh karena adanya disfungsi

sel beta pancreas atau ambilan glukosa di jaringan perifer atau keduanya (pada

DM Tipe 2) atau kurang nya insulin absolute dengan tanda – tanda

hiperglikemi dan glukosuria disertai dengan gejala klinis akut (poliuria,

polidipsi, penurunan berat badan), dan ataupun gejala kronik atau kadang –

kadang tanpa gejala. Gangguan primer terletak pada metabolism karbohidrat

dan sekunder pada metabolism lemak dan protein (Askandar, 2007 ).

b. Tipe Diabetes Mellitus

Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (1997) sesuai anjuran

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:

1. Diabetes Tipe 1:

(17)

commit to user

2. Diabetes tipe II: Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin, terjadi akibat

penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat

penurunan jumlah produksi insulin

3. Diabetes Mellitus tipe lain

a. Defek genetic fungsi sel beta

b. Defek genetic kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pancreas

d. Endokrinopati

e. Karen obat/zat kimia

f. Infeksi

g. Sebab imunologi yang jarang

h. Sindrom genetic yang lain yang berkaitan demngan DM

4. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus [GDM])

c. Etiologi Diabetes Mellitus

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes

Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan

relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya

kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan

perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak

mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi

defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya

sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa

bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas

(18)

commit to user

d. Patofisiologi Diabetes Mellitus (Brunner dan Suddarth, 2002)

1. Diabetes Tipe I

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena

sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang

berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap

berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah

makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak

dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya

glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan

disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini

dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam

berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

2. Diabetes Tipe II

Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,

yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin

akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi

dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin

menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya

(19)

commit to user

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat

sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada

tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel tidak

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar

glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri

khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk

mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu,

ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan,

diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut

lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik.

Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka

awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering

bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,

polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan

pandangan yang kabur.

Pada umumnya DM tipe ini sering ditemukan pada usia dewasa,

walaupun dapat juga terjadi pada anak – anak. Pasien dengan DM tipe 2

memiliki dua kelainan dasar yakni :

1. Resistensi terhadap ambilan glukosa yang dimediasi insulin.

2. Disfungsi sel beta (Soetarjo, 1991)

Abnormalitas metabolik pada DM tipe 2 yang berupa penurunan

ambilan glukosa dijaringan perifer, peningkatan produksi glukosa hepar

(20)

commit to user

ketidakseimbangan metabolik berupa penurunan ambilan dan penggunaan

glukosa dijaringan perifer, peningkatan lipolisis pada jaringan lemak dan

peningkatan produksi glukosa serta sintesis VLDL pada hepar. Keadaan ini

akan menyebabkan hiperglikemia dan dislipidemia makrovaskuler maupun

mikrovaskuler diabetika (Dwi S, 1995).

Kelainan Metabolisme

Terdapat tiga mekanisme yang telah diketahui memiliki

kemampuan untuk mengubah fungsi dan akhirnya perubahan struktural.

Mekanisme tersebut adalah : (1) glikasi makromolekul non enzimatik

terutama protein (2) peningkatan glucose flux melalui polyol pathway dan

(3) peningkatan oxidative stress

Glikasi non Enzimatik

Glikasi non enzimatik adalah suatu reaksi tanpa bantuan enzim

yang terjadi pada glukosa, α-oxoaldehydes, dan turunan sakarida lain

dengan protein, nukleotida, dan lipid. Melalui Maillard awalnya terbentuk

Schiff base yang reversibel, kemudian secara spontan akan mengalami

amadori rearregement. Misal kombinasi glukosa dan kelompok lisin

menghasilkan fruktoselisin. Glycated produc ini (Fruktoselisin) kemudian

akan diubah menjadi advanced glycation and products ( AGEST ) seperti

carboxymetyl lisin (CML), Pyrroline atau pentosidine.

Polyolpathway

Pada Polyolpathway hiperglikemia menimbulkan akumulasi

sorbitol pada saraf perifer Karena peningkatan konversi glukosa oleh

(21)

commit to user

sorbitol pada saraf diabetik. Pada keadaan euglikemi sintesa sorbitol kurang

dari 3 %, sedangkan pada keadaan diabetes 30% - 35% glukosa dikonversi

menjadi sorbitol.

Terdapat satu pendapat menyatakan bahwa glukosa bisa masuk

dengan mudah tanpa memerlukan insulin pada sel jaringan saraf. Akibatnya

bila terjadi hiperglikemia, banyak glukosa yang masuk kedalam saraf

sehingga jumlah sorbitol dan fruktosa akan meningkat. Sifat osmotic yang

dimiliki keduanya akan mengakibatkan air banyak tertarik ke dalam sel

sehingga schwan sel mengalami edema dan akson menjadi rusak. Hal ini

akan mengakibatkan terganggunya sel jaringan saraf terutama penghantar

impuls motorik (Askandar T, 1995).

Oxydative Stress

Oxydative Stress pada diabetes diakibatkan oleh kombinasi dari

berkurangnya aktifitas superoxide dismutase dan glutathione peroxidase,

dan peningkatan glucose flux dimana aldose reductase mengubah glukosa

menjadi sorbitol dengan deplesi dari NADPH, glutathione, dan taurine

bersamaan dengan glucose auto-oxidation dan atau glikosidasi.

3. Diabetes Gestasional

Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum

kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi

hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah

(22)

commit to user e. Manifestasi Klinis

Diagnosis DM tipe 2 ditandai dengan adanya gejala berupa polifagia,

poliuria, polidipsia, lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin

dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impoteni pada pria

serta pruritus vulva pada wanita.

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi

untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, tekanan

darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan bayi

> 4000 gr, riwayat DM pada kehamilan dan dislipidemia.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksan glukosa darah

sewaktu, kadar glukosa darah puasa. Kemudian dapat diikuti dengan Tes

Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar.

Cara pemeriksaan TTGO (WHO, 1985) adalah:

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.

2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.

3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.

4. Perikasa glukosa darah puasa.

5. Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam

waktu 5 menit.

6. Perikasa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.

7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

(23)

commit to user

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa

darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaaan TTGO

diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan

gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah

beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali

abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang alain atau TTGO

yang abnormal. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode

enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis (mg/dl)

Tabel 2.1 Pemeriksaan penunjang pada pasien Diabetes Mellitus

DM Bukan DM Belum pasti Kadar glukosa darah sewaktu

- Plasma vena < 110 110 – 199

> 200

- Darah kapiler < 90 90 – 199

> 200

Kadar glukosa darah puasa

- Plasma vena < 110 110 – 125

> 126

- Darah kapiler < 90 90 – 109

> 110

Kriteria Terbaru Diagnosis Diabetes 2010 (Kalbe,2010).

1. A1C > 6,5 %

2. FPG > 126 mg/dL (7 mmol/L), puasa didefinisikan tidak adanya ambilan

(24)

commit to user

3. 2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) selama OGTT dengan

asupan glukosa sebanding dengan 75 glukosa anhydrous yang dilarutkan

4. Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan

glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

5. Pemeriksaan diabetes pada pasien asimtomatik

6. Pemeriksaan untuk mendeteksi diabetes tipe 2 pada pasien asimtomatik

dilakukan pada setiap usia jika berat badan berlebih atau obesitas (BMI > 25

kg/m2) dan dengan satu atau lebih faktor risiko diabetes lainnya. Jika tanpa

risiko pemeriksaan dapat dimulai pada usia 45 tahun.

7. Jika pemeriksaan normal, pemeriksaan kembali dilakukan dalam interval 3

tahun.

8. Pemeriksaan deteksi diabetes asimtomatik adalah A1C, FPG atau OGTT 2

jam (75 g).

9. Deteksi dan Diagnosis Diabetes Gestasional

10.Skrining diabetes gestasional dengan analisa faktor risiko dan OGTT

11.Pasien diabetes gestasional dilakukan skrining diabetes 6-12 minggu pasca

kelahiran

Monitoring kadar glukosa

Monitoring kadar gula darah secara mandiri / self monitoring of blood

glucose (SMBG) harus dilakukan 3 atau beberapa kali sehari pada pasien yang

menggunakan injeksi suntikan multipel atau pompa terapi insulin. Pada pasien

yang menggunakan insulin dengan masa kerja panjang, terapi non insulin atau

(25)

commit to user

Untuk mencapai target glukosa darah postprandial, pemeriksaan SMBG

postprandial perlu dilakukan.

AIC

Lakukan pemeriksaan A1C sedikitnya 2 x/tahun pada pasien dengan

tujuan terapi yang telah dicapai, lakukan pemeriksaan A1C setiap 3 bulan pada

pasien yang mengalami perubahan terapi atau tujuan glikemik tidak tercapai.

Gunakan hasil pemeriksaan A1C untuk menentukan perubahan terapi yang

digunakan CVD (cerebrovascular disease), tetapi dalam follow up jangka panjang,

mencapai target A1C di bawah atau sekitar 7% segera setelah diagnosis diabetes

menurunkan risiko CVD. Hingga didapatkan bukti lebih lanjut, tujuan A1C di

bawah 7% menjadi alasan rasional menurunkan risiko komplikasi makrovasular.

g. Penatalaksanaan DM

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup

penderita DM. tujuan khususnya adalah :

1. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa

nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

2. Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan

adalah turunnya morbiditasdan mortalitas dini DM.

3. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,

tekanan darah, berat badan dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secar

holistik dengan mengajarkan perawatan diri dan perubahan perilaku

(26)

commit to user Adapun pilar penatalaksanaan DM meliputi :

1. Edukasi

2. Terapi gizi medis

3. Latihan jasmani

4. Intervensi farmakologis

Edukasi pada penderita DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya

hidup dan perilaku telah terbentuk. Keberhasilannya sangat membutuhkan

partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai perubahan

perilaku dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi (

Dwi S, 1995).

Terapi gizi medis ( TGM ) pada prinsipnya adalah pengaturan makan

pada diabetes yang hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum

yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi

masing – masing individu. Perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam

hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang

menggunakan obat penutun glukosa darah atau insulin (Dwi S, 1995).

Tujuan penatalaksanan diet pada penderita diabetes adalah:

1. Memberikan semua unsur makanan esensial (mis. Vitamin dan mineral)

2. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai

3. Memenuhi kebutuhan energi

4. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan

mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang

aman dan praktis

(27)

commit to user 6. Mencegah komplikasi akut dan kronik

7. Meningkatkan kualitas hidup

Prinsip dasar diit diabetes (PERKENI, 1997) :

Prinsip dasar diit diabetes adalah pemberian kalori sesuai dengan kebutuhan.

Cara sederhana untuk mengetahui kebutuhan dasar adalah sebagai berikut:

Untuk wanita : (Berat Badan Ideal x 25 kalori) ditambah 20 % untuk aktifitas

Untuk pria : (Berat Badan Ideal x 30 kalori) ditambah 20 % untuk aktifitas

Prinsip kedua adalah menghindari konsumsi gula dan makanan ynag mengandung

gula didalamnya. Sebaiknya juga menghindari konsumsi hidrat arang hasil dari

pabrik yang berupa tepung dengan segala produknya. Hidrat arang olahan ini akan

lebih cepat diubah menjadi gula di dalam darah.

Prinsip ketiga adalah mengurangi konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari.

Tubuh penderita diabetes akan lebih mengalami kelebihan lemak darah, kelebihan

lemak ini berasal dari gula darah yang tidak terpakai sebagai energi.

Prinsip keempat adalah memperbanyak konsumsi serat dalam makanan. Yang

terbaik adalah serat yang larut air seperti pectin (ada dalam buah apel), segala

jenis kacang-kacangan dan biji-bijian (asal tidak digoreng). serat larut air ini

terbukti dapat menurunkan kadar gula darah. Semua jenis serat akan memperbaiki

pencernaan, mempercepat masa transit usus, serta memperlambat penyerapan gula

dan lemak.

Perencanaan makan bagi penderita diabetes sesuai standar yang dianjurkan

adalah makanan dengan komposisi: Karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak

20-25%.makanan dengan komposisi KH sampai 70-75% masih memberikan hasil

(28)

commit to user

lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA, Mono Unsaturated

Fatty Acid) dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak

jenuh. Jumlah kandungan serat 25 gr/hari, diutamakan serat larut. Pemanis buatan

yang tidak bergizi, yang aman dan dapat diterima untuk digunakan pasien diabetes

termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin, aspartame, acesulfame, potassium

dan sucralose (PERKENI, 2002). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan,

status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.

Latihan jasmani atau olah raga diberikan secara teratur selain untuk

menjaga kebugaran, juga dapat menurunkan berat badandan memperbaiki

sensitivitas insulin, sehingga akam memperbaiki kendali glukosa darah (

PERKENI, 2006).

Intervensi farmakologis diberikan bila sasaran glukosa darah belum

tercapai dengan TGM dan latihan jasmani, meliputi obat hipoglikemik oral

(OHO), insulin, terapi kombinasi (OHO dan Insulin) ( PERKENI, 2006).

h. Komplikasi Diabetes Mellitus

1. Komplikasi acut

Ada tiga komplikasi acut pasda Diebetes yang penting dan berhubuingan

dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga

komplikasi tersebut adalah : Hipoglikemia, Ketoacidosis Diabetik dan Sindrome

HHNK (Juga disebut Koma Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik atau

KHONK).

Hipoglikemia (Reaksi Insulin)

Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi kalau

(29)

commit to user

ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,

konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktifitas fisik yang berat.

Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini

bisa dijumpai sebelum makan khususnya jika waktu makan tertunda atau bila

pasien lupa makan camilan.

Gejala. Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :

Gejala adrenergic dan gejala system syaraf pusat.

Pada hipoglikemia ringan, ketika kadar glukosa darah turun, system

syaraf simpatis akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah

menyebabkan gejala seprti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan

rasa lapar. Pada hipoglikjemia sedang, penurunan kadar glukosa darah

menyebabkan sel – sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja

dengan baik. Tanda – tanda gangguan fungsi pada system syaraf pusat mencakup

ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya

ingat, patirasa didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi,

perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda dan

perasaan ingin pingsan. Kombinasi semua gejala ini (disamping gejala adrenergic)

dapat terjadi pada hipoglikemia sedang.

Pada hipoglikemia berat, fungsi system syaraf pusat mengalami gangguan

yang sangat berat sehingga pasien memerluka pertolongan orang lain untuk

mengatasi hipoglikemia. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami

disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan

(30)

commit to user Penanganan hipoglikemia berat.

Bagi pasien yang tidak sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi,

preparat glucagon 1 mg dapat disuntikkan secara subcutan atau intra muskuler.

Glucagon adalah hormone yang diproduksi oleh sel alfa pancreas yang

menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa (melalui pemecahan glikogen, yaitu

simpanan glukosa).

Diabetes Ketoacidosis

Patofisiologi. Diabetes ketoacidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin

atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan

gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran

klinis yang penting pada Diabetes Ketoacidosis : Dehidrasi, Kehilangan elektrolit,

acidosis.

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel

akan berkurang pula. Disampnig itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidsak

terkendali. Kedua factor ini akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk

menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan

mengekskresikan glukosa bersama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium).

Diuresis osmotic yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (Poliuria) ini akan

menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita Ketoacidosis yang

berat dapat kehilangan kira kira 6,5 liter air dan sampai 400 – 500 meq natrium,

kalium serta klorida selama peride 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)

menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi

(31)

commit to user

yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan

mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila

bertumpuk dalam sirkulasi darah, keton akan menimbulkan acidosis metabolic.

Manifestasi Klinik

Ketosis dan acidosis yang merupakan ciri khas Diabetes Ketoacidosis

menimbulkan gejala gastrointetital seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri

abdomen. Nyeri abdomen dan gejala – gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu

berat sehingga tampaknya terjadi suatu proses intra abdominal yang memerlukan

tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton. Sebagai akibat dari

meningkatkan badan keton. Selain itu, hiperventilasi (disertai pernafasan yang

sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi. Pernafasan kusmaul ini

menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi acidosis guna melawan efek

badan keton.

Koma Hiperosmolar Non Ketotik

Patofisiologi dan manifestasi Klinis. Sindrome hiperglikemia

hiperosmolar non ketotik (KHONK) merupakan keadaan yang didominasi oleh

hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.

Pada saat yang sama tidak ada atau terjadi ketosis ringan. Kelainan dasar biokimia

pada syndrome ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia

persisten menyebabkan dieresis osmotikum, sehingga kehilangan cairan dan

elektrolit. Untuk mempertimbangkan keseimbangan osmotic cairan akan

berpindah dari ruang intrasel kedalam ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria

(32)
[image:32.595.112.514.241.491.2]

commit to user

Gambaran klinis syndrome HHNK terdiri atas gejala hipertensi, dehidrasi

berat (membrane mukosa kering, turgor kulit jelek) takikardi, dan tanda – tanda

neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejang, hemiparesis). Keadaan ini

makin serius dengan angka mortalitas yang berkisar dari 5 – 30 % dan biasanya

berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya.

Komplikasi Kronis

Penyakit Makrovaskuler

Penyakit arteri koroner. Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh

arteri koroner menyebabkan peningkatan insiden Infark Miocard pada penderita

Diabetes lebih sering pada laki – laki dan 3 kali lebih sering pada wanita. Pada

penyakit Diabetes terdapat peningkatan kecenderungan untuk mengalami

komplikasi akibat Infark Miocard dan kecenderungan untuk mendapatkan

serangan Infark yang kedua. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penyakit

arteri coroner menyebabkan 50 % - 60 % dari semua kematian pada pasien

Diabetes.

Penyakit Cerebro Vaskuler. Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh

darah cerebral atau pembentukan embolus ditempat lain dalam system pembuluh

darah yang kemuadian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh

darah cerebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas (TIA) dan stroke.

Penyakit cerebrovaskuler pada pasien Diabetes serupa dengan yang terjadi pada

pasien non Diabetes, kecuali dalam hal bahwa pasien Diabetes beresiko 2 kali

lipat untuk terkena penyakit cerebro vaskuler. Beberapa penelitain juga

menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya kematian akibat penyakit

(33)

commit to user

dari serangan stroke dapat terhalang pada pasien yang kadar glukosa darahnya

sudah tinggi dan segera sesudah diagnosis serebrovaskuler accident dibuat.

Penyakit Vaskuler Perifer. Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh

darah besar pada ekstremitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insiden 2

atau 3 kali lebih tinggi pada pasien non Diabetes. Penyakit oklusi arteri perifer

pada pasien Diabetes. Tanda dan gejala penyakit vaskuler perifer dapat mencakup

berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudicatio intermitten (nyeri pada pantat

atau betis ketika berjalan). Bentuk penyakit oklusif arteri yang parah pada

ekstremitas bawah ini merupakan penyebab utama meningkatnya insiden

gangrene dan amputasi pada pasien Diabetes.

Penyakit Mikrovaskuler

Retinopati Diabetic

Kelainan petologis mata yang disebut retinopati Diabetic disebabkan oleh

perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina mata. Retina merupakan

bagian mata yang menerima bayangan dan mengirimkan informasi tentang

bayangan tersebut ke otak. Bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah

dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol, venula

dan kapiler.

Nefropati.

Penyakit Diabetes turut menyebabkan 25 % dari pasien – pasien dengan

penyakit ginjal stadium terminal yang memerlukan dialysis atau transplantasi

setiap tahunnya. Penyandang diabetes memiliki resiko sebesar 20 – 40 % untuk

(34)

commit to user

Penyandang diabetes tipe 1 sering memperlihatkan tanda – tanda

permulaan penyakit renal setelah 15 – 20 tahun kemudian, sementara pasien

Diabetes tipa 2 dapat terkena penyakit renal dalam waktu 10 tahun sejak penyakit

Diabetes ditegakkan. Banyak penyakit Diabetes tipe 2 ini yang sudah menderita

Diabetes selama bertahun – tahun sebelum penyakit tersebut didiagnosis dan

diobati (Suzanne, 2002 ).

Neuropati Diabetic

Pada perjalanan penyakit DM dapat terjadi penyulit akut dan penyulit

menahun. Penyulit akut seperti ketoacidosis diabetik, hiperosmolar non ketotik,

dan hipoglikemi. Sedangkan penyulit yang menahun seperti makroagiopati dan

mikroagiopati serta neuropati. Neuropati merupakan penyulit atau komplikasi

yang tersering. Penyebeb pasti dari neuropati diabetik tidak diketahui. Para

peneliti mempercayai bahwa proses kerusakan syaraf berhubungan dengan

konsentrasi glukosa yang tinggi didalam darah yang dapat menyebabkan

perubahan kimia pada saraf, merusak kemampuan saraf menghantarkan pesan

secara efektif. Tingginya kadar glukosa dalam darah juga diketahui merusak

pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrient lain ke saraf (Asakandar T,

1995).

Gejala umum dari neuropati perifer difus meliputi : rasa tebal dan rasa

kesemutan atau terbakar, insensitivitas terhadap nyeri, nyeri seperti tertusuk

jarum, sensitifitas berat terhadap perabaan, hilangya keseimbangan dan

koordinasi. Sedangkan gejala umum dari neuropati otonomik difus meliputi :

(35)

commit to user

lambung, Karena gangguan kemampuan pengosongan lambung (statis gastric),

mual, muntah dan kembung, hilangnya nafsu makan ( Hendromartono, 2002).

Pada neuropati diabetic berat, hilangnya sensasi dapat menyebabkan

cedera yang tidak diketahui, berkembang menjadi infeksi, ulcerasi dan

kemungkinan amputasi (Soetardjo, 1991).

Neuropati diabetic disebabkan oleh factor yang beragam. Menurut

Diabetes Control and Complication Trial ( DCCT) dan United Kingdom

Prospective Diabetic Study (UKPDS) glukosa yang terkontrol atau euglikemia

mencegah onset atau memperlambat progresifitas neuropati diabetic.

Kelainan metabolisme dan vaskuler akan menggangu fungsi neural dan

neurotrophic support, yang dalam jangka lama akan menimbulkan apoptosis

neuron, sel schwan pada system saraf perifer (Askandar T, 1995 ).

Neuropati dalam Diabetes mengacu pada sekelompok penyakit yang

menyerang semua tipe syaraf, termasuk syaraf perifer, autonom dan spinal.

Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel

syaraf yang terkena.

Prevalensi neuropati meningkat bersamaan dengan usia penderita dan

lamanya penyakit tersebut, angka prevalensi dapat mencapai 50 % pada pasien –

pasien yang sudah menderita Diabetes selama 25 tahun kenaikan kadar glukosa

darah selama bertahun – tahun telah membawa implikasi pada etiologi neuropati

(36)

commit to user

Perawatan kaki

Perawatan kaki adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga kebersihan

kaki. Perawatan kaki ini salah satu dari tindakan preventif yang paling mendasar

dalam mencegah terjadinya gangrene diabetic. Oleh sebab itu, perawatan kaki

pada penderita dibetes mellitus sangat dianjurkan guna memperlancar peredaran

darah ke perifer khususnya pada tungkai bawah. Dari hasil penelitian didapatkan

bahwa penderita DM yang melakukan pemeriksaan dan perawatan kaki dengan

baik mengalami masalah gangrene lebih sedikit dan sekaligus menurunkan angka

kejadian amputasi.

Manfaat perawatan kaki pada penderita diabetic :

1) Mengetahui lebih dini adanya kelainan-kelainan yang muncul pada kaki.

2) Menjaga kelenturan dan elastisitas cartilago sendi dan jaringan kulit.

3) Melancarkan aliran darah ke perifer.

4) Meningkatkan masa otot melalui senam kaki.

5) Menjaga kebersihan kaki guna mencegah terjadinya infeksi bakteri dan

jamur.

6) Mencegah kekeringan pada jaringan kulit kaki. (Rosdahl : 1999).

Tidak ada ketentuan atau aturan yang baku terhadap frekuensi perawatan

kaki tetapi dari hasil survai National Health Interview Survey penderita DM yang

melakukan perawatan kaki setiap hari secara rutin dapat masalah gangrene

diabetic dari 46 % menjadi 22 %. Luka diabetes merupakan salah satu luka kronis

yang sering ditemukan selain luka decubitus. 75 % pasien Diabetes Mellitus

(37)

commit to user

Perawatan kaki diabetes merupakan modalitas utama dalam pencegahan amputasi

diabetes (Widasari : 2008).

Perawatan kaki yang ideal adalah sebagai berikut :

1) Periksa kaki 2 kali sehari dan segera perikasa ke dokter atau petugas

kesehatan bila ada perubahan warna kulit atau tanda-tanda infeksi.

2) Cuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan menggunakan

sabun yang berlemak serta keringkan kaki dengan kain yang lunak secara

cermat dan teliti.

3) Gunakan cream atau lotion, tetapi tidak pada sela-sela jari.

4) Pakai sepatu dan stocking yang benar-benar pas atau cocok dan ganti

stocking setiap hari.

5) Periksa sepatu sebelum dipakai, jangan sampai ada terselip kerikil atau

paku yang dapat melukai kaki.

6) Gunakan sepatu dari kulit dan jangan dari karet.

7) Potong kuku jari dengan rata atau jangan terlalu dalam, untuk penderita

yang mengalami gangguan penglihatan atau mata kabur tidak dianjurkan

memotong kuku.

8) Jangan berjalan tanpa alas kaki.

9) Lakukan senam kaki secara rutin guna meningkatkan aliran darah.

10)Jangan memakai bahan kimia untuk menghilangkan callus.

(38)

commit to user 2. Konsep Konseling

Beberapa definisi konseling yang dipandang cukup penting adalah

menurut Sadli, 1988 bahwa konseling adalah suatu bentuk wawancara untuk

membantu orang lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya

dalam usahanya untuk memahami dan mengatasi permasalahan yang sedang

dihadapinya. Sedangkan menurut AVSC, 1995 konseling adalah suatu komunikasi

tatap muka untuk membantu penderita menetapkan pilihan atas dasar pemahaman

yang lengkap tentang dirinya serta masalah kesehatan yang dihadapai secara

mandiri.

Dari dua definisi diatas terlihat bahwa konseling meskipun dilaksanakan

dalam bentuk komunikasi tatap muka, tetapi konseling bukanlah suatu komunikasi

biasa. Komunikasi pada konseling tidak sekedar menyampaikan pesan-pesan yang

diperlukan oleh pasien saja, melainkan sekaligus dalam rangka membantu

penderita untuk secara mandiri dapat mengambil keputusan yang terbaik bagi

dirinya sendiri.

Meskipun konseling dilakukan dalam bentuk wawancara, tetapi konseling

tidaklah sama dengan wawancara biasa. Wawancara pada konseling tidak hanya

sekedar untuk mengetahui keadaan penderita, sepeti biasanya pada waktu

anamnesis penderita diruang praktek, melainkan sekaligus dalam rangka

membantu penderita untuk lebih memahami keadaan dirinya. Keberhasilan

konseling dapat dilihat dari terbentuknya sikap dan perilaku tertentu dalam

menghadapi suatu masalah tertentu, tetapi konseling tidak sama dengan motivasi.

(39)

commit to user

keputusan yang mandiri, sedangkan pada motivasi diputuskan secara sepihak oleh

dokter (Mc.Leod, 2003).

Kata “konseling” mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungan

yang mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis,

psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah, tugas konseling adalah

memberikan kesempatan kepada klien untuk mengeksplorasi, menemukan dan

menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dan cerdas dalam menghadapi sesuatu

(BAC, 1984).

Konseling mengindikasikan hubungan professional antara konselor dengan

klien. Hubungan ini biasanya bersifat individu ke individu, walaupun terkadang

melibatkan lebih dari satu orang. Konseling di disain untuk menolong klien dalam

menghadapi dan menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan, dan untuk

membantu mencapai tujuan penentuan diri (self determination) mereka melalui

pilihan yang telah diinformasikan dengan baik serta bermakna bagi mereka dan

melalui pemecahan masalah emosional atau karakter interpersonal (Burks dan

Steffre, 1979).

Hubungan baik yang ditandai dengan pengaplikasian satu atau lebih teori

psikologi dan satu set ketrampilan komunikasi yang dikenal, dimodifikasi melalui

pengalaman, intuisi dan faktor interpersonal lainnya, terhadap perhatian, problem

atau inspirasi klien yang paling pribadi. Etos terpentingnya adalah bersifat

memfasilitasi ketimbang memberi saran atau menekan. Konseling dapat terjadi

dalam jangka waktu yang pendek atau panjang, mengambil tempat baik di seting

organisasional maupun pribadi dan dapat atau tidak dapat tumpang tindih dengan

(40)

commit to user

Kedua aktivitas yang berbeda tersebut dilaksanakan oleh individu yang setuju

untuk melakoni peran sebagai konselor dan klien, konseling merupakan profesi

yang nyata. Konseling adalah sebuah profesi yang dicari oleh orang yang berada

dalam tekanan atau dalam kebingungan, yang berhasrat berdiskusi dan

memecahkan semua itu dalam sebuah hubungan yang lebih terkontrol dan lebih

pribadi dibanding pertemanan dan mungkin lebih simpatik / tidak memberikan

cap tertentu dibandingkan dengan hubungan pertolongan dalam praktek medis

tradisional atau setting psikiatrik (Feltham dan Dryden, 1993).

Karasu (1986) telah melaporkan adanya 400 model konseling dan

psikoterapi. Terdapat pula keragaman dalam praktek konseling, ada yang

melakukannya dengan bertatap muka, dalam grup, dengan pasangan dan keluarga,

lewat telepon dan bahkan melalui materi tertulis seperti buku dan panduan

mandiri.

Berikut ini adalah beberapa tujuan konseling yang didukung secara

eksplisit maupun implisit oleh para konselor:

1. Pemahaman

Adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan

emosional, mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih

kontrol rasional ketimbang perasaan dan tindakan.

2. Berhubungan dengan orang lain

Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang

bermakna dan memuaskan dengan orang lain misalnya dalam keluarga atau di

(41)

commit to user 3. Kesadaran diri

Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini

ditahan atau ditolak atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat

berkenaan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri.

4. Penerimaan diri

Pengembangan sikap positif terhadap diri yang ditandai oleh

kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subyek kritik diri

dan penolakan.

5. Aktualisasi diri

Pergerakan kearah pemenuhan potensi atau penerimaan integrasi bagian

diri yang sebelumnya saling bertentangan.

6. Pencerahan

Membantu klien mencapai kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi.

7. Pemecahan masalah

Menemukan pemecahan masalah problem tertentu yang tak bisa

dipecahkan oleh klien seorang diri.

8. Pendidikan psikologi

Membuat klien mampu menangkap ide dan tehnik untuk memahami dan

mengontrol tingkah laku.

9. Memiliki ketrampilan sosial

Mempelajari dan menguasai ketrampilan sosial dan interpersonal seperti

mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif atau

(42)

commit to user 10. Perubahan kognitif

Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tak rasional atau pola

pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah

laku penghancuran diri.

11. Perubahan tingkah laku

Modifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang maladaptive atau

merusak.

12. Perubahan sistem

Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial

(contoh: keluarga)

13. Penguatan

Berkenaan dengan ketrampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang akan

membuat klien mampu mengontrol kehidupannya.

14. Restitusi

Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak.

15. Reproduksi dan aksi sosial

Menginspirasikan dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas untuk peduli

terhadap orang lain, membagi pengetahuan dan mengkontribusikan kebaikan

bersama melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas.

Ada empat hal yang perlu ditekankan dalam konseling yaitu: (1) konseling

sebagai proses, berarti konseling tidak dapat dilakukan sesaat, (2) konseling

sebagai hubungan yang spesifik, hubungan yang dibangun konselor selama proses

(43)

commit to user

tanpa syarat dan empati, (3) konseling adalah membantu klien, konselor

memotivasi klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam

mengatasi masalahnya, (4) konseling untuk mencapai tujuan hidup (Latipun,

2003).

Dalam konseling menggunakan pola untuk menyelesaikan permasalahan

melalui beberapa tahap yaitu: tahap (1) mencari akar permasalahan, tahap (2)

mencari potensi / sumber yang mungkin dapat digunakan untuk memecahkan

masalah, tahap (3) mencari alternatif pemecahan masalah, tahap (4) membuat

suatu keputusan, tahap (5) implementasi dari keputusan, dan tahap (6) evaluasi

yang membahas tentang bagaimana pelaksanaan solusi yang telah diputuskan, ada

3 kemungkinan yang dapat terjadi yaitu berhasil, sebagian berhasil sebagian tidak

berhasil dan gagal. Apabila gagal kembali ketahap awal lagi demikian seterusnya

sampai masalah itu terpecahkan (Sudyanto, 2007).

Menurut Azwar (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

konseling diantaranya adalah: (1) sarana konseling, (2) suasana konseling, (3)

pelaksanaan konseling. Sedangkan sebagai konselor yang baik harus memiliki

persyaratan khusus yaitu: (a) mempunyai minat untuk menolong orang lain, (b)

bersikap terbuka dan bersedia menjadi pendengar yang baik, (c) mampu

menunjukan empati dan menumbuhkan kepercayaan serta peka terhadap keadaan

dan kebutuhan klien, (d) mempunyai daya pengamatan yang tajam serta memiliki

kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah yang dihadapi klien.

Apabila konseling dapat dilaksanakan dengan efektif akan diperoleh

beberapa manfaat yang mempunyai peranan yang cukup penting antara lain

(44)

commit to user

masalah kesehatan yang sedang dihadapinya. Hal ini penting karena klien akan

dapat menyesuaikan sikap dan perilakunya terhadap masalah yang dihadapi, (2)

dapat lebih meningkatkan kepercayaan diri klien dalam menghadapi suatu

masalah, (3) dapat lebih meningkatkan kemandirian klien dalam membuat

keputusan terhadap suatu masalah (Azwar, 1995).

3. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

Konseling merupakan salah satu cara pendekatan keluarga untuk

membantu orang lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya

dalam usahanya untuk memahami dan mengatasi permasalahan yang sedang

dihadapinya. Dalam hal ini dengan konseling diharapkan dapat memberikan

pengetahuan yang lebih baik tentang pemberantasan demam berdarah. Dengan

pengetahuan yang baik akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang tentang

perawatan kaki.

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang atau

individu melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Notoatmojo,

1997). Pengetahuan merupakan proses kognitif dari seseorang atau individu untuk

memberikan arti terhadap lingkungan, sehingga masing-masing individu

memberikan arti sendiri - sendiri terhadap stimuli yang diterima walaupun stimuli

itu sama (Winardi, 1996). Pengetahuan merupakan aspek pokok untuk

menentukan perilaku seseorang maupun untuk mengatur perilakunya sendiri

(Simons et al, 1995).

Sikap adalah respon seseorang yang masih tertutup tentang suatu objek

atau stimulan dan merupakan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap obyek

(45)

commit to user

adalah perasaan mendukung maupun perasaan tidak mendukung pada obyek

tersebut (Rumijati, 2002). Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

akan tetapi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk berperilaku

(Simon et al, 1995).

Sikap bukan dibawa sejak lahir, namun dapat dibentuk dari adanya

interaksi sosial. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan sebagai individu maupun

anggota kelompok sosial yang saling mempengaruhi. Interaksi sosial ini meliputi

hubungan antara individu dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun

lingkungan biologis yang ada di sekitarnya (Hasanah, 2006).

Struktur sikap terdiri dari 3 (tiga) komponen yang saling berinteraksi,

yaitu komponen kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif meliputi

kepercayaan orang yang berlaku dan yang benar dari obyek sikap, komponen

afektif merupakan emosional subyektif seseorang terhadap suatu sikap dan

komponen konatif meliputi kecenderungan perilaku yang ada pada diri seseorang

berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya (Azwar, 1997).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap

stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan,

makanan, serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif

(pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata

atau practice) (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku ditentukan oleh individu yang meliputi motif, nilai-nilai, dan

sikap yang saling berinteraksi dengan lingkungan. Perilaku dipengaruhi oleh

(46)

commit to user

seseorang tentang sesuatu dan faktor afektif merupakan sikap seseorang tentang

sesuatu (Simon et al, 1995).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif,

maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (Long lasting). Sebaliknya apabila

perilaku itu sendiri tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran yang tinggi

maka akan tidak berlangsung lama (Simon et al, 1995).

B. PENELITIAN YANG RELEVAN

1. Penelitian oleh Nugroho (2008) dengan judul Keefektifan konseling keluarga terhadap pemberantasan demam berdarah dengue di kabupaten sragen, dan hasilnya terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku dengan tingkat significan pengetahuan ƿ =0,001, sikap ƿ = 0,000 dan perilaku ƿ = 0,000

(47)

commit to user C. KERANGKA PEMIKIRAN

D. HIPOTESIS

1. Konseling berpengaruh meningkatkan pengetahuan tentang perawatan kaki.

2. Konseling berpengaruh memperbaiki sikap tentang perawatan kaki . 3. Konseling berpengaruh memperbaiki perilaku tentang perawatan kaki.

Sikap thd perawatan kaki

Gangrene diabetic

Perubahan

Perilaku ↑

Konseling Pendidikan

Amputasi ¯

Pengetahuan perawatan kaki

Perawatan kaki

Keluarga Pelayanan

kesehatan

(48)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah True Eksperimen menggunakan

pendekatan” Posttest-only Control Design”.

B. Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Kerja Puskesmas Kabuh dan dilaksanakan

pada bulan Oktober sampai Desember 2010.

C. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Diabetes Mellitus di

wilayah kerja Puskesmas Kabuh Jombang dengan jumlah 125 orang.

D. Sampel dan tekhnik sampling

Tekhnik sampling adalah purposive sampling. Sampel dari penelitian ini

diambil secara acak sesuai kriteria peneliti. Jumlah sampel dalam penelitian 60

orang (30 orang sebagai kelompok perlakuan dan dan 30 orang sebagai kelompok

kontrol).

Dalam penentuan jumlah sampel dengan memilih yang sesuai kriteria inklusi dan

eklusi.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Responden yang bersedia menjadi responden

2. Responden yang menderita penyakit diabetes militus

Kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah :

(49)

commit to user

2. Responden yang menderita komplikasi diabetes mellitus (gangren).

3. Responden yang berada di luar wilayah kerja puskesmas Kabuh Jombang

E. Variabel Penelitian

1. Variabel independen: Konseling

2. Variabel dependen : - Pengetahuan tentang perawatan kaki

- Sikap terhadap perawatan kaki

- Perilaku tentang perawatan kaki

F. Definisi Operasional

1. Konseling adalah suatu proses komunikasi interpersonal / dua arah untuk

membantu orang lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai

dirinya dalam usahanya untuk memahami dan mengatasi permasalahan yang

sedang dihadapinya. Konseling dilakukan pada bulan Oktober sampai

Nopember sebanyak 5 kali, setiap pasien selama 30-45 menit dengan jarak

waktu 3 hari.

2. a. Pengetahuan tentang perawatan kaki adalah pengetahuan penderita

Diabetes Mellitus tentang pengertian Diabetes Mellitus, manfaat

perawatan kaki, frekuensi dan cara perawatan kaki pada penderita

Diabetes Mellitus.

Data tentang pengetahuan dikumpulkan dengan kuisioner yang berisi

pertanyaan dengan dua kemungkinan jawaban. Bila jawaban benar dinilai

1 dan bila jawaban salah diberi nilai 0. Kemudian total skor yang didapat

(50)

commit to user

maksimal dan minimal dan didapatkan nilai range sehingga di

kelompokkan menjadi skala ordinal dengan rumus sebagai berikut

(Sutrisno Hadi, 2001).

Kategori pengetahuan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam 3

kategori yaitu baik, cukup dan rendah, untuk mengelompokan kategori

terebut terlebih dahulu dicari kelas interval dengan rumus sebagai berikut

(Sutrisno Hadi, 2001):

i = Nilai tertinggi – nilai terendah Jumlah kelas

[image:50.595.138.514.249.506.2]

Selanjutnya distribusi skore pengetahuan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Distribusi skor pengetahuan

Kategori Nilai

Baik Cukup

13 – 14 11- 12

Kurang 9 – 10

b. Sikap terhadap perawatan kaki adalah sikap penderita Diabetes Mellitus

terhadap perawatan kaki.

Data tentang sikap dikumpulkan dengan kuisioner yang berisikan

pertanyaan dengan lima kemungkinan jawaban menurut skala likert.

- Pada pernyataan positif: nilai 4 bila sangat setuju, nilai 3 bila setuju,

nilai 2 bila ragu-ragu, nilai 1 bila tidak setuju dan nilai 0 bila sangat

tidak setuju.

- Pada penyataan negatif: nilai 4 bila sangat tidak setuju, nilai 3 bila

tidak setuju, nilai 2 bila ragu-ragu, nilai 1 bila setuju dan nilai 0 bila

(51)

commit to user

Skala pengukuran dengan dengan penghitungan dengan likert yaitu

sikap Positif dan Negatif dengan 5 tingkatan skala yaitu sangat setuju,

setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju. Kemudian total skor

yang didapatdianalisis frequensi dengan SPSS 17 kemudian didapatkan

nilai maksimal dan minimal dan di dapatkan nilai range sehingga di

kelompokkan menjadi skala ordinal dengan rumus sebagai berikut

(Sutrisno Hadi, 2001).

Kategori siakp dalam penelitian ini dikelompokkan dalam 2 kategori

yaitu baik, positif dan negatif, untuk mengelompokan kategori terebut

terlebih dahulu dicari kelas interval dengan rumus sebagai berikut

(Sutrino Hadi, 2001):

i = Nilai tertinggi – nilai terendah Jumlah kelas

Kemudian untuk menentukan sikap positif atau negatif tentunya

dengan cara total skor yang didapat akan dikategorikan dengan

[image:51.595.155.510.249.492.2]

perhitungan sebagai berikut :

Tabel. 3.2 Distribusi skor sikap

Kategori Nilai

Negatif 35 – 44

Positif 45 – 54

c. Perilaku tentang perawatan kaki adalah perilaku penderita Diabetes

Mellitus tentang perawatan kaki.

Data tentang perilaku dikumpulkan dengan observasi dengan panduan

(52)

commit to user

menggunakan instrument checklist yang berupa 14 pernyataan. Kunjungan

dilakukan 5 kali yaitu hari pertama datang dan dilakukan konseling tentang

perawatan kaki. Kemudian datang setiap tiga hari sekali sampai hari ke

lima belas. Kunjungan ke 2,3,4,5 melakukan konseling. Skore atau hasil

observasi pada kunjungan ke 15 dianalisa dan dikategorikan menjadi skala

ordinal. Kemudian total skor yang didapat di analisis frequensi dengan

SPSS 17 kemudian didapatkan nilai maksimal dan minimal di dan di

dapatkan nilai range sehingga di kelompokkan menjadi skala ordinal

dengan rumus sebagai berikut (Sutrisno Hadi, 2001).

Kategori perilaku dalam penelitian ini dikelompokkan dalam 2 kategori

yaitu positif dan negatif, untuk mengelompokan kategori terebut terlebih

dahulu dicari kelas interval dengan rumus sebagai berikut (Sutrisno Hadi,

2001) :

i = Nilai tertinggi – nilai terendah Jumlah kelas

Kemudian untuk menentukan perilaku positif atau negatif tentunya dengan cara

[image:52.595.150.512.249.494.2]

total skor yang didapat akan dikategorikan dengan perhitungan sebagai berikut :

Tabel 3.3 Distribusi skor perilaku

Kategori Nilai

Negatif 19 – 36

(53)

commit to user H. Rancangan Penelitian

Populasi : seluruh penderita DM di wilayah kerja Puskesmas Kabu

Gambar

Gambar 2:  Rancangan penelitian……………………………………………...42
Tabel 2.1 Pemeriksaan penunjang pada pasien Diabetes Mellitus
Gambaran klinis syndrome HHNK terdiri atas gejala hipertensi, dehidrasi
Tabel 3.1 Distribusi skor  pengetahuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

A. Ijazah untuk MI, MTs, dan MA hanya diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. Ijazah dan hasil ujian/daftar nilai ujian dicetak bolak-balik, Ijazah di halaman depan

X1.3 Ketersediaan informasi pertanian.. Program pembangunan pertanian baru dengan paradigma yang baru menuntut partisipasi aktif petani sebagai prioritas utama dalam

hubungan motivasi orang tua adalah upaya yang telah di berikan oleh orang tua dalam memberikan stimulus terhadap anak mereka sehingga organisme mereka tergerak dan

Berbagai macam model pembelajaran, salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif di antaranya Numbered Heads (kepala bernomor), Index Card Match (mencari pasangan),

Barometer gizi dapat diartikan sebagai gambaran informasi terkait situasi gizi masyarakat, yang menyajikan data dan informasi terkini tentang kesehatan dan gizi

Menurut Ibu Purnawati menyatakan bahwasanya kegiatan awal ini bersifat pemanasan dan pembiasaan, artinya secara tidak langsung mengajarkan anak memahami

From table 1, it can be observed if the P2KM Program in Bandar Lampung City becomes a program that already has good implementation capacity, while the Home Care

[r]