on transsexual transvestite in Bandung. Devito (2011) reveals that self-disclosure is a form of communication where someone shares and reveals the things or an information which is privacy or secret and where someone tells their feeling to others that he or she believes. Koeswinarno (2004), who reveals that in a context of psychological of transsexual transvestite that is an individual who is physically has sex obviously, but psychologically tends to show themselves as opposite gender.
The purpose of this research is for knowing the dimensions and the reasons of self-disclosure on transsexual transvestites that affect them when doing self-disclosure. Using qualitative research with analysis content method involves three transsexual transvestites who have the difference of behavior in self-disclosure and using snowball sampling. The technique of collecting data is using interview.
Based on the results of the study, founded that the image of behavior of self-disclosure is where the fifth dimension and the fifth reason is connecting each other and founded several reasons and dimensions which is prominent from self-disclosure which is done by each respondents. The similarities of these three subjects are seen from valence and intimacy dimension, and from reason of relationship development and social control. The differences of these three subjects are seen from amount, honesty, and intention dimension, and from reason of social validation, social control, expression, and self clarification.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran perilaku self disclosure pada waria transeksual di kota Bandung. Devito (2011) mengungkapkan bahwa pengungkapan diri adalah suatu bentuk komunikasi taktakala seseorang membagi dan mengungkapkan hal-hal atau informasi yang sifatnya pribadi dan rahasia dan kesediaan seseorang meceritakan perasaannya kepada orang lain yang ia percayai. Koeswinarno (2004) yang menyatakan bahwa, dalam konteks psikologis waria transeksual, yakni individu yang secara fisik memiliki jenis kelamin yang jelas, namun secara psikis cenderung untuk menampilkan diri sebagai lawan jenis.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dimensi dan alasan pengungkapan diri apa saja yang memengaruhi waria transeksual dalam melakukan pengungkapan diri. Penelitian kualitatif dengan metode analisa konten ini melibatkan tiga orang waria transeksual yang memiliki perbedaan perilaku pengungkapan diri dan dengan menggunakan snowball sampiling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan gambaran perilaku self disclosure dimana kelima dimensi dan kelima alasan saling berhubungan dan terdapat beberapa alasan dan dimensi yang menonjol dari pengungkapan diri yang dilakukan oleh masing-masing responden. Kesamaan dari ketiga subyek terlihat dari dimensi valence, intimacy , dan dari alasan relationship development, social control. Perbedaan dari ketiga subyek terlihat dari dimensi amount, honesty, intention, dan dari alasan social validation, social control, expression, self clarification.
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ABSTRAK
LEMBAR ORISINALITAS LAPORAN
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
1.1Latar Belakang Masalah... 1
1.2Identifikasi Masalah... 13
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian... 13
1.4Kegunaan Penelitian... 14
1.4.1. Kegunaan Teoretis………... 14
1.4.2. Kegunaan Praktis………... 14
1.5Kerangka Pemikiran... 15
1.6Asumsi... ………... 22
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 23
2.1 Komunikasi Interpersonal ………...……… 23
2.2 Self Disclosure... 24
2.2.1. Pengertian Self Disclosure .………...…. 24
2.2.2. Alasan Self Disclosure ...………...… 25
2.2.3. Dimensi Self Disclosure………..………... 27
2.2.4. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Self Disclosure……...……. 28
2.2.5. Tingkatan-Tingkatan Self Disclosure ………...……. 32
2.2.6. The Relation of Loneliness & Self Disclosure………..….. 33
2.3 Waria………...………....………... 36
2.3.1. Pengertian Waria ………...... 36
2.3.2. Kriteria Diagnostik Waria ……….………... 38
2.3.3. Ciri - Ciri Waria …………...... 40
2.3.4. Faktor Penyebab Terjadinya Waria ………..………...…… 41
2.3.5. Jenis –Jenis Waria ………. 45
2.4 Psikologi Perkembangan ………...……… 47
2.4.1 Penyesuaian Sosial ………...... 47
2.4.1 Penilaian tentang Penyesuaian Sosial Usia Madya ……...... 48
2.5 Masyarakat Jejaring ………...……….. 49
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 51
3.1Rancangan dan Prosedur Penelitian ………...……… 51
3.2Bagan Rancangan Penelitian ………...….. 53
3.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional …………...……. 53
3.4 Alat Ukur ... 54
3.4.1. Wawancara ………...………….. 54
3.4.2. Kisi –Kisi Alat Ukur ………...……….. 55
3.4.2. Data Pribadi ………... 58
3.4.3. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ………...…… 58
3.5 Sasaran Subyek Penelitian dan Teknik Penarikan Sampel …………... 58
3.5.1. Sasaran Subyek Penelitian ………….………...……….. 58
3.5.2.Teknik Penarikan Sampel ………...………. 59
3.6 Teknik Analisis ………...………. 59
BAB IV. PEMBAHASAN ………...... 62
4.1.3. Tabel Content Analysis ……… 70
4.1.4. Skema Content Analysis ………. 86
4.1.5. Pembahasan ………... 86
4.2 Data Hasil Penelitian Subyek H ……….. 96
4.2.1. Identitas Subyek H ……… 96
4.2.2. Anamnesa ……….. 97
4.2.3. Tabel Content Analysis ……….. 101
4.2.4. Skema Content Analysis ……… 115
4.2.5. Pembahasan ……….. 115
4.3. Data Hasil Penelitian Subyek D……… 124 4.3.1. Identitas Subyek D ……… 124
4.3.2. Anamnesa ……….. 126
4.3.3. Tabel Content Analysis ……….. 129
4.3.4. Skema Content Analysis ……… 145
4.3.5. Pembahasan ……….. 146
4.4. Perbedaan dan Persamaan Antar Responden……… 155 4.4.1. Perbedaan Antar Responden ……… 159 4.4.2. Persamaan Antar Responden ……… 162
BAB V. KESIMPULAN & SARAN ………...... 164
5.1 Kesimpulan ……….……… 164
5.2 Saran ……….. 165
5.2.1. Saran Teoritis ……… 165
5.2.2. Saran Praktis……….. 166
DAFTAR PUSTAKA………...…… 167
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Komunikasi antar manusia mengalami kemajuan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kehidupan sehari-hari, individu bekomunikasi
dengan individu lain lewat beragam cara. Bisa melalui kehidupan nyata, seperti berbincang dengan tatap muka, perbincangan yang hanya sekadar basa basi, membicarakan orang lain, menyatakan pendapat dan perasaan dimana setiap
individu bisa saja memiliki perasaan atau pendapat yang sama tentang suatu hal, dan untuk menghayati perasaan yang dialami individu lainnya. Selain itu melalui
kehidupan maya, seperti lewat surat, telepon dan internet.
Menurut Nasrullah (2012), saat ini, hampir semua individu mempunyai alat komunikasi yang disertai dengan internet. Pada bulan Mei 2013, dalam ajang
D11 Conference yang diadakan oleh situs AllThingsD, Mary Meeker yang berasal dari firma Kleiner Perkins Caufield & Byers Meeker, mengungkapkan bahwa
pengguna internet di seluruh dunia telah menyentuh angka 2,4 miliar orang (www.tekno.kompas.com). Pada tanggal 7 November 2013, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna
internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95% menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial (kominfo.go.id).
Universitas Kristen Maranatha
bahwa identitas individu dalam dunia maya adalah identitas atau penggambaran seutuhnya dalam kehidupan nyata sedangkan komunikasi dalam dunia nyata dan dunia maya merupakan sarana individu untuk melakukan self disclosure. Oleh
karena itu, bisa terdapat perbedaan dalam perilaku self disclosure lewat kehidupan sehari-hari dan lewat kehidupan maya (jejaring sosial).
Devito (2011) mengartikan self disclosure sebagai salah satu tipe komunikasi yaitu, informasi tentang diri yang biasa dirahasiakan diberitahu
kepada orang lain. Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti, informasi perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dan pengungkapan
diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Self disclosure dibedakan menjadi lima dimensi (Devito, 1986): amount
(kuantitas dan durasi self disclosure), valence (hal yang positif atau negatif dari pengungkapan diri), accuracy/honesty (ketepatan dan kejujuran individu dalam mengungkapkan diri), intention (seluas apa individu mengungkapkan tentang apa
yang ingin diungkapkan), dan intimacy (individu dapat mengungkapkan detail yang paling intim dari hidupnya).
Upaya mengungkapkan diri tentunya bergantung pada alasan-alasan yang melatarbelakanginya. Menurut Derlega & Grzelak (dalam Sears, dkk., 1988, dalam Hidayat, 2012), terdapat lima alasan pengungkapan diri, yaitu : expression
Universitas Kristen Maranatha
Pengungkapan diri terjadi pada seluruh individu termasuk waria. Oleh karena itu, dalam penelitian ini difokuskan pada waria transeksual, waria transeksual berbeda dengan waria trasvertisme, yaitu mendapat kepuasan jika
menggunakan atribut dari lawan jenisnya dan yang menjadi waria yang dikarenakan alasan ekonomi dan pekerjaan. Waria transeksual menurut
Koeswinarno (2004), adalah individu yang secara fisik memiliki jenis kelamin yang jelas, namun secara psikis cenderung menampilkan diri sebagai lawan jenis.
Sejak lahir waria secara fisik berjenis kelamin laki-laki, akan tetapi dalam proses berikutnya ada keinginan untuk diterima sebagai jenis kelamin yang berbeda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa waria transeksual adalah seseorang
yang memiliki ketidaksesuaian antara fisik, psikis, dan jenis kelamin. Dalam arti secara fisik, dia adalah laki-laki tetapi secara psikologis adalah perempuan.
Saat sesama waria transeksual mengungkapkan diri, masing-masing akan berbeda-beda perilaku pengungkapan dirinya, ada yang berperilaku terbuka, tertutup, dan terbuka-tertutup. Waria yang berperilaku terbuka, yaitu yang
menampilkan dirinya sebagai sosok wanita dalam kehidupan sehari-hari, baik dari pakaian, cara berbicara, pembawaan, dan sebagainya. Waria yang berperilaku
tertutup, yaitu tidak menampilkan dirinya sebagai sosok wanita dalam kehidupan sehari-hari, ia berpenampilan, cara berbicara, seperti layaknya lelaki normal dalam rutinitas sehari-harinya. Lalu ada pula waria yang perilakunya tidak terlalu
Universitas Kristen Maranatha
Dalam melakukan pengungkapan diri , waria tidak jarang baik dalam kehidupan sehari-hari atau dalam tatap muka dan para pengguna jejaring sosial akan mengejek atau menggunakan kata banci yang menggambarkan sesuatu hal
yang buruk, menolak, mendiskriminasi, dan menyakiti perasaan bila dibaca oleh individu dengan jenis kelamin ketiga ini lewat tulisan-tulisan. Hal ini disebabkan
karena keberadaan individu dengan jenis kelamin ketiga di tengah masyarakat yang masih kerap mengundang kontroversi. Sebenarnya sejak tahun 1999, kaum
waria di Indonesia telah mendapat jaminan perlindungan dengan disahkannya UU No 39/1999 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 3 ayat (2) undang-undang tersebut menyebutkan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum” dan ayat (3) berbunyi ,”Setiap orang berhak atas
perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa
diskriminasi”. Bahkan Pasal 5 ayat (3) menyebut,”…berhak memeroleh
perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya”.
Berdasar aturan ini, kelompok waria oleh Komnas HAM kini ditempatkan sebagai kelompok minoritas dalam Subkomisi Perlindungan Kelompok Khusus.
Kaum transeksual di bagian dunia manapun umumnya didiskriminasi dan tidak diakui hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya oleh negara. Dede Oetomo menyatakan hak-hak biologis waria selalu dianggap patologis, anomali,
Universitas Kristen Maranatha
sosial dan budaya (dalam Kompas,16-9-2004).
Beberapa fakta perlakuan tidak adil pada waria di Indonesia seperti penembakan 3 Waria di Taman Lawang, Jakarta Pusat pada 4 Maret 2011 yang
menewaskan satu orang Waria bernama Faisal Harahap alias Shakira Lopes. Sampai sekarang pelaku pembunuhan masih berkeliaran karena belum pernah
dihukum. Kasus lainnya adalah yang dialami oleh waria bernama ayu basamalah yang ditemukan terbunuh di salonnya di Kotamobagu, Sulawesi Utara, pada
tanggal 17 Juni 2013 yang lalu. Sebelum ditemukan terbunuh, Ayu mengalami penculikan dan penganiayaan oleh oknum pemerintah daerah. Belum lagi kasus pengusiran paksa atas dasar kebencian yang terjadi di kelurahan Duri Selatan,
Kecamatan Tambora, Jakarta Barat pada Februari 2013 lalu, kasus-kasus penolakan untuk mendapatkan akses layanan publik, sulitnya menjangkau akses
pekerjaan dan pendidikan yang layak, berbagai bentuk stigma dan lain sebagainya (kalyanamitra.or.id). Lalu pada Oktober 2012, pengadilan Malaysia menolak permohonan empat waria yang berprofesi sebagai perias artis memperjuangkan
hak untuk mengenakan pakaian perempuan namun Pengadilan Tinggi di Seremban, Negara Bagian Negeri Sembilan, yang menjadi tempat mengadu,
menolak mentah-mentah permohonan mereka. (viva.co.id).
Disisi lain, pengakuan terhadap waria dan transeksual kembali diperlihatkan, misalnya tanggal 20 November setiap tahunnya diperingati sebagai
Hari Transgender Internasional atau International Transgender Day of Remembrance (TDor). Selain itu, perusahaan PC Air di Thailand pada bulan
Universitas Kristen Maranatha
Mereka direkrut dengan kualifikasi yang sama seperti perekrutan pramugari lain. Hanya, ada syarat tambahan buat mereka yaitu, harus bertindak sepenuhnya seperti perempuan. Artinya, cara berjalan dan bicara serta suara yang dikeluarkan
harus feminin. Selain itu terdapat universitas yang bernama Suan Dusit University yang dibangun khusus untuk waria yang ingin menimba ilmu di Thailand. Ada
banyak mata kuliah yang diajarkan di sini, antara lain pengembangan kepribadian, tata boga, tata busana, tata rias, kesehatan, bahkan teknologi.
Kampus ini diklaim sebagai perguruan tinggi untuk waria pertama di dunia (noeivan.blogspot.com).
Peneliti melakukan wawancara kepada 10 orang dengan latar belakang
yang berbeda-beda, baik dalam pekerjaan, jenis kelamin, usia, dan pendidikan. Hasilhya, dari 8 dari 10 orang memiliki pandangan bahwa waria adalah sampah
masyarakat dan diasosiasikan sebagai biang penularan penyakit seksual, manusia yang sangat memalukan, terjadi karena kesalahan dalam pola asuh orangtua, salah pergaulan (bukan bawaan pribadi), bermasalah dari sisi agama, suatu aib, dan
penyakit menular. Pandangan miring ini berkembang dikalangan masyarakat, sehingga perlakuan diskriminatif, ejekan dan penolakan, penganiayaan secara
verbal maupun fisik masih sering terjadi. Berikutnya 2 dari 10 orang tersebut berpandangan bahwa waria adalah orang yang harus dikasihani karena berada dalam kondisi kehidupan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Didasari
Universitas Kristen Maranatha
Waria yang pertama, A menyadari bahwa dirinya berada di tubuh yang salah sejak sekolah menengah pertama. A lebih senang bergaul dengan perempuan, bermain alat rias milik ibunya, bermain boneka, dan tidak suka
permainan-permainan yang dilakukan anak lelaki pada umumnya. Seiring pertambahan usia, A menjadi waria transeksual dan A mendapat dukungan dari
keluarga bahkan lingkungan tempat tinggalnya pun menerimanya. Penyebabnya karena A menampilkan diri secara berbeda dengan pandangan yang dimiliki oleh
masyarakat umum, tidak dekat dengan dunia malam atau tidak dekat dengan dunia prostitusi. Pekerjaan sehari-hari A adalah menyanyi dan merias wajah. Setelah menyanyi A akan pulang ke rumah atau berkumpul di padepokan tempat
ia belajar hampir 13 tahun ke belakang ini. Oleh karena tingkah laku A yang baik maka ia mendapat dukungan untuk menjadi dirinya sendiri.
Di satu sisi, dalam kehidupan nyata jika A berjalan-jalan ke lingkungan luar misalnya mall dan rumah makan yang belum mengenal dirinya banyak orang yang ketika melewatinya akan berbisik-bisik, mencibir, mengejek, dan melihat
dengan pandangan jijik namun A tidak memedulikan mereka dan tetap bertingkah laku apa adanya. Disisi lain, terdapat orang-orang yang menerima A bahkan
sampai tertawa karena candaan AW dan menganggap A menarik karena tingkah lakunya atau perkataannya.
Dalam kehidupan maya, A aktif menggunakan Facebook dan Blackberry
Messenger. A menggunakan Blackberry Messenger agar memermudah relasinya
Universitas Kristen Maranatha
mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Di Facebook, A mempunyai 2 akun Facebook yang bernama Y F dari tahun 2012 dengan jumlah teman 285 orang dan
A W dari tahun 2010 dengan jumlah teman 3875 orang.
Pada akun Y F, ia menyantumkan informasi tentang dirinya, yaitu tanggal lahir, jenis kelamin pria, alamat email, pekerjaan, dan pendidikan. Ia mengupload
foto yang didalamnya terkandung foto dirinya, foto ia bersama teman-temannya, dan quotes. Dalam jarak satu minggu, ia menuliskan status mengenai keadaan
dirinya dan pendapat dirinya mengenai suatu hal. Ia juga melakukan wall to wall dengan temannya, menulis comment di foto baik foto dirinya maupun foto temannya, menuliskan di status dirinya atau status temannya. Pada akun A W, ia
menyantumkan informasi tentang dirinya, yaitu tanggal lahir, jenis kelamin wanita, keluarga, dan quotes tentang dirinya, yaitu “walaupun aku kelihatan binal
tp aku jinak ko...jgn di lihat dari luar nya...”. Dalam akun ini, ia lebih banyak mengupload foto dan menuliskan comment di foto dirinya maupun temannya. Semua aktivitasnya di kedua akun tersebut tidak dibuat secara pribadi
sehingga orang lain baik yang sudah berteman maupun yang belum berteman dengannya melihat hal-hal tersebut.
Pada kedua akun tersebut, ia sering mengomentari foto-foto dirinya dan temannya dengan konteks humor. Teman-teman yang mengomentari dirinya ada yang dengan konteks memuji, mendukung, dan humor namun ada juga yang
mengomentari yang arahnya berbau humor seksual. Dalam bersosialisasi, A
senang melakukan percakapan “chatting” dengan teman-teman di Facebooknya,
Universitas Kristen Maranatha
mengabaikan dan berhenti berinteraksi dengan orang tersebut.
Dari survei di atas terlihat bahwa alasan yang menonjol dalam diri A adalah expression dan dimensi yang menonjol adalah amount dan honesty, yaitu
A tetap dan selalu menunjukkan jati dirinya baik di dunia nyata dan dunia maya untuk mengekspresikan perasaannya walaupun terdapat pro dan kontra.
Pada waria kedua B, dalam kehidupan nyata, B berpenampilan dan bicara sebagaimana layaknya pria. Pada orang yang belum mengenal dekat dengan B
maka ia tidak akan tahu bahwa B sebenarnya waria namun pada orang yang sudah kenal dekat dengan B, B akan memperlihatkan perilaku selayaknya wanita, dari cara bicara, pembawaan, dan saat sedang berkumpul dengan teman-teman B bisa
mengenakan daster atau pakaian wanita lainnya. Sebelumnya B pernah bekerja di bank dan selama bekerja, para pelanggan tidak pernah tahu bahwa B sebenarnya
waria. B berperilaku selayaknya pria, B mengatakan bahwa alasan ia berperilaku seperti itu agar pekerjaannya dapat terlaksana secara profesional dan tidak menimbulkan masalah. Saat ini B bekerja sebagai asisten pribadi, orang yang
memperkerjakan B menerima B sebagai asisten pribadi dikarenakan B memberi tahu bahwa dirinya waria dan hal ini membuat orang tersebut merasa B cocok
untuk menjadi asisten pribadi istrinya.
Dalam bekerja, B bisa menjadi dua sosok. Saat diperlukan ketegasan atau bertukar pikiran maka B berperilaku sebagai pria dan B pun bisa berperilaku
Universitas Kristen Maranatha
rumah, B memberitahukan keponakannya tersebut untuk tidak memanggil tante ditempat umum melainkan om saja.
Pada kehidupan maya, B memiliki akun di jejaring sosial Blackberry
Messenger dan Facebook. Pada Blackberry Messenger, B tidak pernah
memperlihatkan dirinya sebagai waria dikarenakan terdapat keluarga besar B.
Lalu setelah B bekerja sebagai asisten pribadi, B mendapat 1 handphone Blackberry, pada Blackberry ini B sering menggunakan aplikasi Blackberry
Messenger untuk menulis status tentang perasaan dan pikirannya, serta
keberadaannya. B juga sering mengganti foto profilnya dengan foto dirinya atau gambar yang mengekspresikan pikiran dan perasaannya serta tempat-tempat yang
ia datangi dengan bebas.
Di Facebook, B sengaja membuat akun dengan nama yang akan sulit
ditemukan oleh keluarga besarnya sehingga B dapat dengan bebas mengkomunikasikan dirinya sebagai waria. Di Facebook B hanya mempunyai 1 akun dan setiap hari B akan mem-post tentang keberadaan dirnya, melakukan
perbincangan dengan teman-temannya, dan mengunduh foto-foto. Dalam akunnya ini B tidak menjadikan akunnya tertutup sehingga saat mencari nama B
maka orang yang belum menjadi teman B sudah bisa melihat segala aktivitas, foto, dan sebagainya pada akun B ini. B mencamtumkan informasi tentang pendidikan B, tempat tinggal, agama, ketertarikan seksual B, dan ulang tahun B.
Universitas Kristen Maranatha
Dari survei diatas terlihat bahwa alasan yang menonjol dalam diri B adalah social control dan dimensi yang menonjol adalah honesty dan intention dimana B menjaga jati dirinya agar tidak diketahui oleh keluarganya dan
masyarakat baik di dunia nyata maupun dunia maya, jati diri H hanya diketahui oleh teman terdekat B.
Pada waria ketiga, dalam kehidupan nyata, ia berpenampilan selayaknya wanita namun ia cenderung menutup diri dan merasa tidak nyaman saat bertemu
dengan orang baru atau ketika berada ditempat umum. Saat bertemu dengan orang baru, C cenderung diam dan tidak mengungkapkan dirinya, hanya tersenyum dan mendengarkan namun saat C sudah dekat dengan orang tersebut,
C akan berperilaku ceria, mudah dan tidak segan-segan dalam mengungkapkan dirinya, Dalam kesehariannya C sering tidak mendengarkan apa yang dibicarakan
orang lain, terutama jika bertemu di tempat umum karena C merasa orang-orang tersebut akan mengatakan hal-hal yang dapat membuat dirinya terluka. C berkata, “ngapain dengerin komentar orang yang belum kenal kita ,bakal seenaknya mereka mah”. Dalam berinteraksi dengan orang lain, C lebih senang jika orang
lain yang memulai perbincangan karena C merasa kesulitan dan canggung jika
harus C yang memulai.
Pada kehidupan maya, C menggunakan jejaring sosial Blackberry Messenger dan Facebook. C menggunakan jejaring sosial Blackberry Messenger
Universitas Kristen Maranatha
perasaannya, ia hanya menanggapi status orang lain atau foto orang lain. Akun Facebook C dibuat tidak privat sehingga orang dapat melihat kegiatan C tanpa
harus menjadi temannya dan C juga menampilkan dirinya sebagai wanita di
Facebook. Saat mengungkapkan diri, C berusaha untuk memperlihatkan dirinya
tanpa melebih-lebihkan atau mengurangi sehingga orang lain dapat merasa dekat
dan nyaman dengan C. C tidak suka berkomunikasi dengan orang yang sudah terlebih dulu mencela, mengejek atau memberikan mimik wajah aneh kepada
dirinya. C pun termasuk orang yang memperhatikan penampilannya, Ia memperhatikan kesehatan dan kondisi rambut, wajah, kulitnya, dan penampilannya karena C akan merasa nyaman untuk berkomunikasi dengan
orang lain.
Dari survei diatas terlihat bahwa alasan yang menonjol dalam diri C
adalah social control dan dimensi yang menonjol adalah honesty, C menjaga perilakunya agar tidak berlebihan dalam mengungkapkan dirinya dan tidak suka berinteraksi dengan orang yang tidak memiliki niat tulus atau jujur.
Dengan adanya perilaku pengungkapan diri yang berbeda-beda yang dilakukan oleh ketiga waria diatas lewat media pengungkapan diri, yaitu lewat
dunia nyata dan dunia maya (jejaring sosial) yang terkandung dimensi self disclosure dan dipengaruhi alasan-alasan self disclosure yang beraneka ragam dan
dengan adanya respon dari lingkungan yang bervariatif (ada yang menolak dan
Universitas Kristen Maranatha
pada waria transeksual di Kota Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran perilaku self disclosure pada waria transeksual di Kota Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Masalah 1.3.1. Maksud
Maksud penelitian ini untuk memperoleh gambaran perilaku self
disclosure pada waria transeksual di Kota Bandung.
1.3.2. Tujuan
1. Mengetahui gambaran dimensi-dimensi self disclosure pada waria
transeksual di kota Bandung.
2. Mengetahui gambaran alasan - alasan self disclosure pada waria
transeksual di kota Bandung.
Universitas Kristen Maranatha
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis
1. Memberikan informasi mengenai gambaran self disclosure bagi bidang
ilmu psikologi sosial.
2. Memberikan informasi tambahan bagi peneliti lain yang berminat
melakukan penelitian penelitian yang berkaitan dengan self disclosure dan waria.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Menjadi informasi bagi waria transeksual tentang gambaran perilaku self disclosure dirinya sehingga dapat mengantisipasi dampak buruk yang
muncul saat melakukan perilaku self disclosure.
2. Menjadi informasi bagi waria transeksual lainnya dan juga bagi yang masih baru menjalani hidup sebagai waria transeksual tentang dimensi dan
alasan self disclosure untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan self disclosure di masa yang akan datang.
3. Menjadi informasi kepada masyarakat umum mengenai perilaku self disclosure pada waria transeksual, yang dapat digunakan untuk membuka
mata masyarakat umum sehingga tidak sembarangan dalam memberikan
Universitas Kristen Maranatha
transeksual.
4. Menjadi informasi kepada masyarakat umum mengenai tipe perilaku self disclosure pada waria transeksual sehingga dapat menyesuaikan diri saat
menanggapi perilaku self disclosure dari waria transeksual.
1.5 Kerangka Pikir
Pada awalnya jenis kelamin manusia dibedakan menjadi pria dan wanita namun seiring waktu muncul jenis kelamin ketiga yang disebut sebagai waria. Koeswinarno (2004) yang menyatakan bahwa, dalam konteks psikologis waria
termasuk transeksual, yakni individu yang secara fisik memiliki jenis kelamin yang jelas, namun secara psikis cenderung untuk menampilkan diri sebagai lawan
jenis. Atmojo (dalam Kurniawati, 2011) menyatakan bahwa waria terbagi dalam kelompok kecil salah satunya yaitu kaum transeksual yang memiliki pengertian sebagai kelompok waria yang mengalami ketidakserasian pada jenis kelamin
biologis.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa menurut Koeswinarno (2004),
faktor penyebab waria adalah biologis (kromosom dan hormon), psikologis (heterophobia, oedipal conflict, dan pola asuh), sosial dan budaya (hidup sebagai
waria dalam konteks kebudayaan terdiri dari tiga aspek, yakni ekternalisasi,
Universitas Kristen Maranatha
tekanan. Kemudian objektivitas dapat dilihat dalam interaksi sosial yang dilakukan waria untuk merespon tekanan itu sehingga mereka mampu bertahan hidup sebagai waria. Internalisasi adalah ketika seorang waria melakukan
identifikasi diri dengan lingkungan sosial sehingga memperoleh makna dan pemahaman hidup “sebagai waria” dalam suatu ruang sosial).
Dengan adanya penyebab menjadi waria transeksual yang berbeda-beda, hal ini membuat waria transeksual memiliki perilaku yang berbeda-beda dalam
melakukan self disclosure. Pada dasarnya, menurut Devito, (2011) self disclosure adalah salah satu tipe komunikasi yaitu, informasi tentang diri yang biasa dirahasiakan diberitahu kepada orang lain. Pengungkapan diri melengkapi
berbagai topik seperti, informasi perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang terdapat di dalam diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dan
pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi itu menyenangkan dan memunculkan rasa aman serta dapat membangkitkan semangat, kemungkinan individu untuk
lebih membuka diri amatlah besar. Sebaliknya, berinteraksi dengan orang-orang yang tidak terlalu akrab dapat menutup diri karena merasa kurang percaya.
Perilaku yang berbeda-beda disebabkan oleh adanya alasan-alasan pengungkapan diri, menurut Derlega & Grzelak (dalam Sears, dkk., 1988, dalam Hidayat,2012), terdapat lima alasan pengungkapan diri, yaitu : expression,
Universitas Kristen Maranatha
perasaan atau pengalaman dengan orang lain, waria transeksual mungkin mendapat self-awareness dan pemahaman yang lebih baik. Bicara kepada teman mengenai masalah dapat membantu waria untuk mengklarifikasi pikirannya
tentang situasi yang ada dan dapat memperoleh penjelasan dan pemahaman orang lain akan masalah yang dihadapi sehingga pikiran akan menjadi lebih jernih dan
dapat melihat duduk persoalannya dengan lebih baik.
Ketiga, social validation (keabsahan sosial), dengan melihat bagaimana
reaksi pendengar pada pengungkapan diri yang dilakukan, waria mendapat informasi tentang kebenaran dan ketepatan pandangannya. Dari hal ini juga waria dapat memperoleh dukungan dari orang lain atau sebaliknya. Keempat, social
control ( kendali sosial), waria dapat mengungkapkan atau menyembunyikan
informasi tentang keadaan dirinya yang dimaksudkan untuk mengadakan kontrol
sosial, misalnya orang akan mengatakan sesuatu yang dapat menimbulkan kesan baik tentang dirinya. Kelima, relationship development (perkembangan hubungan), saling berbagi rasa dan informasi tentang diri waria kepada orang lain
serta saling memercayai merupakan saran yang paling penting dalam usaha merintis suatu hubungan sehingga akan semakin meningkatkan derajat keakraban.
Self disclosure sendiri terbagi menjadi lima dimensi (Devito, 1986), yaitu
amount, kuantitas dari pengungkapan diri dapat diukur dengan mengetahui
frekuensi dengan siapa waria mengungkapkan diri dan durasi dari pesan
self-disclosing atau waktu yang diperlukan untuk mengutarakan statemen self
disclosure waria tersebut terhadap orang lain. Seperti dalam kehidupan nyata,
Universitas Kristen Maranatha
sering waria melakukan pengungkapan diri kepada orang yang baru dikenal atau yang sudah lama kenal, seberapa sering waria melakukan pengungkapan diri kepada orang yang belum dekat atau yang sudah dekat. Pada kehidupan maya,
seberapa sering waria mengunduh foto dirinya, aktivitasnya, teman-temannya, dan keluarganya di jejaring sosial, seberapa sering waria membuat status,
seberapa sering waria berinteraksi dengan orang lain lewat jejaring sosial.
Kedua adalah valence, valensi merupakan hal yang positif atau negatif dari
penyingkapan diri. Faktor nilai juga mempengaruhi sifat dasar dan tingkat dari pengungkapan diri. Seperti pada kehidupan maya, waria dalam membuat status, membuat comment, membuat wall to wall, dan mengunduh foto di Facebook dan
Blackberry Messenger dapat terlihat jenis status yang dibuat, apakah mengandung
hal positif (dukungan,keceriaan, kata-kata motivasi, dan lain-lain) atau
mengandung hal negatif (mengejek, mengunpat, dan lain-lain). Pada kehidupan nyata, saat waria sedang berbincang dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari apakah isi dari perkataan waria tersebut mengandung hal positif atau negatif.
Ketiga adalah accuracy/honesty, ketepatan dan kejujuran waria dalam mengungkapkan diri. Ketepatan dari pengungkapan diri waria dibatasi oleh
tingkat dimana waria mengetahui dirinya sendiri. Pengungkapan diri dapat berbeda dalam hal kejujuran. Waria dapat saja jujur secara total atau dilebih- lebihkan, melewatkan bagian penting atau berbohong. Seperti pada kehidupan
Universitas Kristen Maranatha
menutupi dirinya dan tidak jujur dalam mengungkapkan diri (menggunakan akun palsu, nama samaran, dan lain-lain) dan hanya menampilkan sisi yang baik saja atau waria membuka dirinya dan jujur dalam mengungkapkan diri (menggunakan
nama asli, menampilkan diri apa adanya, dan lain-lain).
Keempat adalah intention, seluas apa waria mengungkapkan tentang apa yang
ingin diungkapkan, seberapa besar kesadaran waria untuk mengontrol informasi-informasi yang akan dikatakan pada orang lain. Seperti pada kehidupan maya,
dalam membuat status, membuat comment, membuat wall to wall, dan mengunduh foto di Facebook atau di Blackberry Messenger, dan dalam kehidupan nyata saat bertemu dan berkomunikasi dengan orang lain, apakah
waria memberikan informasi yang umum atau yang detail, apakah waria memilih informasi mana yang rahasia dan mana yang boleh diketahui umum atau langsung
memberikan seluruh informasi tentang dirinya baik yang rahasia maupun yang tidak.
Kelima adalah intimacy, waria dapat mengungkapkan detail yang paling intim
dari hidupnya, hal-hal yang dirasa sebagai periperal atau impersonal atau hal yang hanya bohong. Seperti pada kehidupan maya dalam membuat status, membuat
comment, membuat wall to wall, dan mengunduh foto di Facebook atau di
Blackberry Messenger, dan dalam kehidupan nyata saat bertemu dan
berkomunikasi dengan orang lain, apakah waria dapat mengungkapkan hal-hal
baik dalam tulisan, foto, atau notes yang paling intim dalam hidupnya atau hanya mengungkapkan hal-hal yang tidak benar tentang dirinya kepada orang lain.
Universitas Kristen Maranatha
membuat hampir semua orang saat ini mempunyai akun dalam jejaring sosial di dunia internet seperti, Facebook, Twitter, Instagram, Blackberry Messenger, dan sebagainya karena jejaring sosial membuat manusia termasuk waria melakukan
self disclosure (pengungkapan diri). Perilaku-perilaku self disclosure waria
ditampilkan melalui dunia nyata atau kehidupan sehari-hari, misalnya lewat
pertemuan tatap muka dan melalui dunia siber atau maya yang memiliki pengaruh dalam kehidupan sosial manusia sehari-hari, misalnya menggunakan jejaring
sosial. Internet memberikan tempat bagi waria untuk melakukan self disclosure dengan individu lainnya, mengetahui informasi-informasi dari segala penjuru dunia, dan dapat digunakan oleh waria untuk menyatakan pendapat mereka
mengenai suatu hal. Dalam penelitian ini terfokus pada jejaring sosial Facebook dan Blackberry Messenger dikarenakan subjek penelitian menggunakan kedua
jejaring sosial tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud untuk meneliti tentang gambaran perilaku self disclosure pada waria transeksual dalam berbagai sarana yang
digunakan baik di kehidupan nyata maupun di kehidupan siber atau maya, dalam hal ini di jejaring sosial Facebook dan Blackberry Messenger. Ada pun skema
Universitas Kristen Maranatha
Waria
Transseksual Self Disclosure
Dimensi Self Disclosure : 1. Amount
2. Valence
3. Accuracy/Honesty 4. Intention
5. Intimacy
Gambaran Perilaku Self Disclosure di Kehidupan
Nyata dan Kehidupan Maya Alasan Self Disclosure :
1. Expression 2. Self Clarification 3. Social Validation 4. Social Control
5. Relationship Development
Data Pribadi : 1. Usia
2. Pendidikan Formal 3. Lama menjadi waria 4. Pekerjaan
5. Status marital
6. Urutan dalam keluarga 7. Agama
8. Suku Bangsa 9. Komunitas /
Organisasi
Universitas Kristen Maranatha
1.6 Asumsi
1. Self disclosure adalah jenis komunikasi yang dilakukan waria transeksual
untuk mengungkapkan informasi tentang dirinya sendiri yang biasa dirahasiakan kemudian diberitahukan kepada orang lain lewat kehidupan
nyata dan maya.
2. Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti, informasi
perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan ide.
3. Dalam perilaku self disclosure waria terkandung alasan-alasan self disclosure dan dimensi self disclosure yang beraneka ragam.
4. Melalui aktivitas dalam kehidupan nyata dan maya, dapat terlihat gambaran perilaku yang dilakukan waria transeksual dalam kaitannya dengan
alasan-alasan dan dimensi-dimensi dari self disclosure.
5. Perilaku self disclosure dalam kehidupan nyata belum tentu sama dengan perilaku self disclosure di kehidupan maya.
6. Perilaku self disclosure di kehidupan maya dipengaruhi oleh media yang digunakan sehingga perilaku di Facebook belum tentu sama dengan
Universitas Kristen Maranatha
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan data yang diperoleh mengenai gambaran perilaku self disclosure pada waria transeksual di kota
Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1) Pengungkapan diri subyek A didasari oleh 2 alasan yang menonjol, yaitu expression dan social control sehingga memenuhi dimensi honesty, amount,
dan intention.
2) Pengungkapan diri subyek H didasari oleh 2 alasan yang menonjol, yaitu
social control dan relationship development sehingga memenuhi dimensi
amount, intimacy, dan honesty.
3) Pengungkapan diri subyek D didasari oleh 1 alasan yang menonjol, yaitu
social control sehingga memenuhi dimensi honesty, amount, dan intention.
4) Berdasarkan temuan diatas, terdapat perbedaan antara ketiga responden
terlihat dari dimensi amount, honesty, intention, dan dari alasan social validation, social control, expression, self clarification.
5) Berdasarkan temuan diatas, terdapat persamaan antara ketiga responden
terlihat dari dimensi valence, intimacy , dan dari alasan relationship development, social control.
Universitas Kristen Maranatha
5.2. Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan dan dengan menyadari adanya keterbatasan pada hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti
merasa perlu untuk mengajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu :
5.2.1. Saran Teoritis
1) Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan teori belief agar dapat melihat belief apa yang dimiliki oleh para waria transeksual
dan apakah belief tersebut mempengaruhi perilaku pengungkapan diri waria transeksual.
2) Bagi peneliti lain yang ingin meneliti mengenai self disclosure pada waria transeksual dapat melakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat apakah terdapat kaitan atau hubungan antara self disclosure dengan loneliness,
attachment, intimacy, private self-consciousness, marriage, dan relationship
disengagement.
3) Bagi peneliti lain yang ingin meneliti mengenai self disclosure, disarankan untuk melakukan penelitian pada subyek penelitian waria dengan jenis kelamin yang berbeda atau pada subjek penelitian yang bukan waria untuk
Universitas Kristen Maranatha
5.2.2. Saran Praktis
1) Bagi subyek penelitian, disarankan agar dapat menggunakan informasi tentang gambaran perilaku self disclosure dirinya dan memahami tentang
konsekuensi dari self disclosure dan dapat mengantisipasi dampak buruk yang mungkin muncul dari perilaku self disclosure.
2) Bagi waria transeksual lainnya, terutama yang masih baru menyadari kepastian pilihan hidupnya dan juga bagi yang masih baru menjalani hidup
sebagai waria transeksual untuk mengetahui tentang dimensi dan alasan yang mempengaruhi self disclosure, serta disarankan untuk menjadikan informasi tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan self disclosure di masa
yang akan datang.
3) Bagi masyarakat, disarankan sebagai bahan pertimabangan dalam
167 Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association Staff. 2000. DSM-IV-TR Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Washington, DC : American Psychiatric Association.
Derlega, Valerian J., & John H. Berg. 1987. Self-Disclosure. New York : Plenum Press.
Devito, Joseph A. 1986. The Interpersonal Communication Book (fourth edition). New York: Harper & Row Publisher.
Devito, Joseph A. 2011. Komunikasi Antar Manusia : Kuliah Dasar. Tangerang : KARISMA Publishing Group.
Hidayat, Dasrun. 2012. Komunikasi Antarpribadi dan Medianya. Yogyakarta : GRAHA ILMU.
Hurlock, Elizabeth B. 2001. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Koeswinarno. 2004. Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta : LKiS.
Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology A STEP-BY-STEP GUIDE FOR BEGINNERS. London : SAGE Publications.
Nasrullah, Rulli. 2012. Komunikasi Antarbudaya Di Era Budaya Siber. Jakarta Kencana Prenada Media Group.
Santrock, John W. 2004. Life-span Development. New York : McGraw-Hill.
Universitas Kristen Maranatha
Aurora, Nia. 2011. “Waria : warga negara yang tersisihkan dalam pelayanan
publik”. http://wariajawatimur.blogspot.com/2011/11/waria-warga-negara-yang-tersisihkan.html . Diakses pada Selasa, 14 Januari 2014.
Berg, Bruce. L. 2006. Qualitative Research Methods for the Social Sciences (6th Edition). Boston, MA: Allyn and Bacon. (Online).
(http://depts.washington.edu/uwmcnair/chapter11.content.analysis.pdf).
Busha and Harter. 1980. Research Methods in Librarianship - Techniques and Interpretation. New York: Academic Press. https://www.ischool.utexas.edu/~palmquis/courses/content.html , diakses 10 November 2013).
Deliusno. 2013. “Pengguna Internet Dunia Capai 2,4 Miliar”. http://tekno.kompas.com/read/2013/05/31/14232198/. Diakses pada Rabu, 20 November 2013.
Ivan, Noe. 2011. “Pesawat Ini Terbang Dengan Para Pramugari Waria” http://noeivan.blogspot.com/2011/12/pesawat-ini-terbang-dengan- para.html. Diakses pada Selasa, 14 Januari 2014.
Ivan, Noe. 2012. “Universitas Waria Pertama Di Dunia”
http://noeivan.blogspot.com/2012/01/universitas-waria-pertama-di-dunia.html. Diakses pada Selasa, 14 Januari 2014.
Kominfo. 2013. “Kominfo : Pengguna Internet di Indonesia 63 Juta Orang”. http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+%3A+Pengg una+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker#.UowYnie 1-So. Diakses pada Rabu, 20 November 2013.
Kurniawati, M. (2010). Latar Belakang Kehidupan Laki - Laki Yang Menjadi Waria : Sebuah Kegagalan Dalam Proses Pendidikan Pembentukkan
Universitas Kristen Maranatha
Identitas Gender. Skripsi Sarjana Strata 2 (tidak diterbitkan). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara.
S. Elo & Helvi Kyngas. 2007. The Qualitative Content Analysis Process. The Authors. Journal compilation, 107-115.
Viva News. 2012. “Malaysia Larang Waria Berpakaian Wanita”.