Bidang Ungulan:Ketahanan Pangan 216/Produksi Ternak
LAPORAN
HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
CEMARAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PADA
ORGAN DALAM SAPI BALI YANG DIBERI SAMPAH KOTA
DENPASAR SEBAGAI PAKAN UTAMA
Tim Peneliti,
Drs. I Wayan Budiarta, M.Si (Ketua) NIDN: 0004055503
Dr. Ir.I Ketut Sukada,MS NIDN: 0021055712
Dibiayai Dari Dana PNBP Universitas Udayana Dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian
No: /UN14.2/PNL.01.03.00/2015, Tanggal 1 Juni 2015
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
Kualitas daging yangaman, sehat,utuh, dan halal (ASUH) merupakan salah satu produksi ternak yang dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Kesehatan daging yang berasal dari ternak yang sehat, termasuk daging yang bebas dari cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) yang masuk melalui makanan yang tercemar B3.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sampah yang berasal dari berbagai sumber diseputaran Kodya Denpasar dan sebagian daerah kota Mangupura (Kabupaten Tk.II Badung), terhadap tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3)pada organ dalam sapi sebabagi akibat dari pemberian sampah kota Denpasar sebagai sumber pakan utama selama pemeliharaan. Manejemen peternakan sapi bali, yang meliputi perkandangan, pemberikan pakan, maupun lingkungan yang memadai merupakan hal penting yang harus diperhatikan, sehingga proses produksi optimal dapat dipertanggung jawabkan. Pemeliharaan ternak sapi bali yang dilaksanakan oleh peternak di area tempat pembuangan akhir (TPA) di Banjar Pesanggaran- Desa Pedungan-Denpasar sangat jauh dari standar manejemen beternak sapi bali yang baik dan benar. Hal menarik adalah dugaan adanya bahan berbahaya dan beracun (B3) di dalam organ dalam sapi bali.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acal Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan yaitu sapi bali yang diberikan pakan sampah kota (T) dan sapi kntrol (K). Data dianalisa dengan Anova dan uji lanjut dengan “T test” Data yang yang diamati meliputi: Data postmortem yang dicari meliputi Jenis B3, cemaran B3, tingkat cemaran, dan cemaran B3 tertinggi diantara organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA yang diberi sampah kota sebagai pakan utama. Hasil penelitian menunjukkan cemaran B3 (Pb: 84%, Cd: 50%, Cu: 86%) pada saluran pencernaan nyata lebih tinggi dari kontrol. Pada Hati, Pb: 4,9%, Cd: 4,5%, Cu: 6% nyata lebih tinggi dari kontrol. Pada ginjal, Pb; 53%, Cd:44%, Cu; 38% nyata lebih tinggi dari kontrol. Pada jantung, Pb: 32,5%, Cd: 30%, Cu: 35,5% nyata lebih tinggi dari kontrol. Pada paru-paru, Pb:57%, Cd:42%, Cu: 36% nyata lebih tinggi dari kontrol. Semua data logam yang ditemukan pada setiap organ sapi (T) berada diatas LMR dari BPOM
Kesimpulan dari penelitian ini, semua organ dalam yang mulai dari saluran pencernaan, hati, ginjal, jantungn dan paru-paru sapi bali yang diberi pakan sampah kota sudah tercemar logam berbahaya dan beracun (B3), dan semua data berada di atas angka LMR (Limit Maksimal Rate) dari BPOM. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak, konsumen, dan pemerintah daerah yang berkompeten/pemegang kebijakan tentang dampak dari pemberian sampah kota Denpasar sebagai pakan di area TPA Suwung-Pesanggaran-Denpasar terhadap organ dalam sapi bali.
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Analisis keamanan pangan adalah sebagai bagian yag tidak terpisahkan dengan ketahanan pangan pada masyarakat itu sendiri. Berdasarkan Undang-Undang no. 18 Tahun 2012 tentang yang mengatur tentang keamanan pangan, dinyatakan bahwa kondisi dan upaya pencegahan pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Zat kimia yang tergolong berbahaya dan dinyatakan beracun jika ada di dalam bahan dengan dosis seperti, Mercury: 0,2 mg/L, Cupper: 10,0 mg/L, dan Cadmium (Cd): 1,0 mg/L (PP.no.85/1999). Kandungan timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) di dalambahan pangan tidak melebihi 1,0 ppm dan 0,3 ppm (BPOM.,2009).
Sumber pakan sapi bali yang digembalakan di area TPA Pesanggaran, desa Suwung-Denpasar adalah campuran sampah kota Denpasar yang mengandung berbagai macam bahan-bahan yang bersifat toksik. Sampah tersebut akan masuk ke dalam tubuh sapi bali sebagai ransum utama, yang selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh sapi. Dapat diasumsikan sapi bali tersebut memiliki resiko tinggi terpapar bahan toksik. Salah satu bahan toksik yang berpotensi menjadi faktor resiko adalah logam timbal (Frans PK, dkk.,2013). Tercemarannya daging, organ dalam, dan seluruh tubuh sapi bali oleh logam berat dapat menimbulkan bahaya kesehatan pada manusia (konsumen). Pengaruh logam berat terhadap kesehatan manusia tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yan terikat di dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh keracunan logam berat adalah anemia, gangguan pada berbagai organ tubuh, dan penurunan kecerdasan.
masuk ke saluran pencernaan, darah, organ dalam, dan jaringan tubuh sapi. Melihat fakta di area TPA, produksi organ sebagai daging konsumsi, dan adanya dugaan cemaran B3 pada organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA, maka sangat perlu diketahui kajian tingkat cemaran pada organ dalamnya.
1.2.Tujuan khusus penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengetahui jenis-jenis bahan berbahaya dan beracun (B3) yang ada didalam organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA.
b. Mengetahui tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) di dalam organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA.
c. Mengetahui dan menentukan tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tertinggi diantara organ dalam sapi bali yang dipelihara di TPA. d. Menghasilkan informasi ilmiah untuk peternak, konsumen, dan pemerintah
daerah yang berkompeten/pemegang kebijakan tentang pengaruh pakan sampah/limbah kota Denpasar di area TPA terhadap tingkat cemaran bahan berbhaya dan beracun (B3) pada organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA Pesangaran-Suwung-Denpasar.
1.3.Urgensi (keutamaan) Penelitian
Disisi lain konsumen sangat memperhatikan kualitas daging yang baik dalam arti luas, seperti kualitas fisik, kimia, keamanan pangan yang baik. Konsumen tidak mengetahui secara pasti tentang faktor-foktor yang berkontribusi langsung maupun tidak langsung terhadap parameter tersebut. Manajemen peternakan sapi sangat menentukan produksi yang dicapai, seperti (a) pakan, (b) faktor lingkungan misalnya, kepadatan kandang, penanganan yang kasar, temperatur lingkungan yang ekstrem), dan (c) faktor fisik (Soeparno, 2011). Secara umum kegiatan tersebut termasuk penanganan ternak sebelum pemotongan (preslaugter treatment). Dari aspek produksi, kualitas daging dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik beserta interaksi antara kedua faktor tersebut. Faktor intrinsik yang berpengaruh terhadap kualitas daging adalah bangsa (genetik), jenis kelamin, dan umur, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi ransum dan penanganan ternak sebelum dipotong serta penanganan daging pascamati (Lawrie, 2003; Forrest, 2011). Jadi faktor penanganan sebelum pemotongan ternak sangat perlu diperhatikan untuk menjaga atau meningkatkan kualitas hasil.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Sampah Kota dan TPA
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola makan, dan perubahan gaya hidup terutama prilak masyarakat di kota besar seperti kota Denpasar telah meningkatkan secara langsung volume tumpukan sampah kota dan di tempat pembuangan akhir (TPA) Suwung-Pesanggraran-Denpasar. Peningkatan volume sampah diikuti dengan peningkatan jenis, keberagaman, dan karakteristik sampah. Peningkatan jumlah sampah tersebut tidak diikuti dengan perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana untuk pengelolalaan sampah. Hal tersebut menyebabkan permasalahan sampah menjadi kompleks, tertundanya pengangkutan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, dan selanjutnya terjadi pembuangan sampah liar (Selintung M. dkk.,2013).
2.2.Limbah
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 19 tahun 1994 tentang pengolahan limbah berbahaya dan beracun (B3), dinyatakan Limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi; Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemari lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan kesehatan manusia; dan seterusnya, seperti yang tercantum pada Bab.I ayat 1. Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi (Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 Tentang : Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun):
1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik; 2. Limbah B3 dari sumber spesifik;
Penyediaan pangan yang bermutu, aman, dan layak dikonsumsi telah diatur dengan
UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Khusus untuk pangan asal hewan (daging, susu, dan telur)
diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan,
kemudian dijadikan kebijakan pemerintah terhadap daging yang harus memenuhi
konsep penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Pemkot
Semarang pun telah menerbitkan Perda Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kesehatan
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Kesehatan masyarakat veteriner adalah
segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.
Beberapa penyakit hewan yang bersifat zoonosis (penyakit yang dapat
ditularkan dari hewan kepada manusia) dapat ditularkan melalui daging (meat-borne
disease). Selain itu, daging juga dapat mengandung residu obat hewan dan hormon,
cemaran logam berat, pestisida atau zat-zat berbahaya lain, sehingga daging juga
dapat dikategorikan sebagai pangan yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan
manusia (potentially hazardous food/PHF). Agar daging tetap bermutu baik, aman,
dan layak untuk dikonsumsi, maka perlu penanganan daging yang aman dan baik
mulai dari peternakan sampai dikonsumsi. Konsep tersebut dikenal sebagai safe from
farm to table concepts.
Proses keamanan pangan daging ini harus dilakukan sedini mungkin, mulai
peternakan (farm) hingga daging dikonsumsi (di meja makan). Jadi, salah satu
permasalahan cukup penting dalam proses panjang ini adalah pola pemeliharaan
ternak apakah membawa penyakit yang bersifat zoonosis atau mengandung cemaran
logam berat yang dapat berakibat penyakit bagi yang mengonsumsinya. Sapi
merupakan ternak herbivora sehingga secara wajar sapi diberi makan hijauan pakan
ternak berupa rumput dengan makanan tambahan kosentrat sesuai potensi yang ada di
wilayah. Sapi yang dipelihara di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah merupakan
pemanfaat sampah organik yang terdapat di lokasi tersebut. Namun perlu kita ketahui
bahwa sampah di TPA merupakan kumpulan dari berbagai jenis sampah, dan sapi
tidak dapat memilah mana yang harus dikonsumsi dan mana yang mengandung logam
2.3.Sapi Bali
Eksistensi dan potensi ternak sapi sebagai produsen daging sampai saat kini masih diperhitungkan. Peningkatan kearah produksi/kualitas karkas dan daging terus dilakukan, baik dari segi teknis pemeliharaan ataupun peningkatan kualitas pakannya (Anon, 2012). Kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak relatif terhadap suatu kondisi pemasaran. Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan, dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak yang menghasilkan karkas, umur atau kedewasaan ternak, dan jumlah lemak intramuskular atau marbling di dalam otot. Faktor nilai karkas dapat diukur secara obyektif atau absolut, misalnya berat karkas dan daging, dan secara subjektif, misalnya dengan pengujian organoleptik atau metode panel (Soeparno, 2009). Berat hidup dan berat masing-masing komposisi tubuh akan berubah selama penanganan sebelum pemotongan hingga pemotongan berlangsung, tetapi yang terpenting adalah berat karkasnya. Parameter non karkas (offals), terutama hati perlu diperhatikan sebagai efek dari penanganan ternak sebelum pemotongan (Saka, 1983).
karkas. Nilai perkiraan terutama dipengaruhi oleh jumlah lemak yang dapat dipisahkan dari karkas dan perototan ( Soeparno, 2005 ).
Jumlah lemak pada sapi atau tingkat perlemakan pada karkas sapi sering disebut “ finish “. Faktor tunggal terbesar yang menentukan nilai potongan karkas adalah rasio daging terhadap lemak yang dapat dipisahkan (diiris). Satu cara yang banyak digunakan untuk mengukur tingkat perlemakan karkas adalah rata-rata dari tiga pengukuran ketebalan lemak subkutan (punggung) yang diukur pada rusuk ke 1 (satu), rusuk terakhir, dan vertebrae lumbar terakhir. Variasi tingkat perlemakan merupakan faktor yang paling penting yang mempengaruhi hasil daging. Ketebalan lemak punggung yang umumnya sekitar 1,0 inci (2,54 cm) dianggap optimum untuk karkas dengan berat kira-kira 140 pound (kira-kira 65,3 kg). Lemak sebaiknya padat dan tidak berminyak, terutama pada ujung loin atau pada paha .
Daging merupakan bahan pangan yag mengandung nilai gizi tinggi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, mineral, dan vitamin. Nilai suatu daging ditentukan oleh kandungan protein yang terdapat di dalamnya, sebab protein merupakan komponen bahan yang terdapat dalam daging. Di samping itu, nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino yang lengkap dan seimbang. Berdasarkan kondisi fisik, daging dapat diklasifikasikan menjadi 7, yaitu daging segar, daging segar layu, daging dingin, daging beku, daging masak, produk daging olahan, dan daging organ (Forrest et al. 1975; Soeparno, 2009). Jaworska et al. (2009) melaporkan korelasi antara kualitas penerimaan konsumen dengan teknik pemotongan dan nilai fisik karkas perlu dipertimbangkan. Kualitas visual daging (warna dan marbling ) yang tepat berasal dari karkas dengan meatiness (perdagingan) di atas 56,7 %.
Kriteria kualitas daging meliputi komposisi fisik, komposisi kimia, dan nilai organoleptik (aroma, keempukan, dan cita rasa) (Lawrie, 1979). Sementara itu, menurut Larmond (1982), penilaian kualitas daging secara objektif meliputi pH, dan komposisi kimia daging serta penilaian secara subjektif (uji sensoris ) oleh anggota panelis yang terlatih dengan mempergunakan panca indra, yaitu penglihatan, penciuman, perabaan, dan pencicipan daging yang sudah matang terhadap parameter yang telah ditentukan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Soeparno (2009) bahwa faktor yang menentukan kelezatan dan keterterimaan daging yang dikonsumsi adalah warna, daya ikat air oleh protein, kadar jus atau cairan daging, tekstur, keempukan, bau serta citarasa, dan pH daging. Penilaian kualitas daging dapat diukur secara objektif maupun subjektif. Penilaian kualitas daging secara obyektif meliputi pH daging, keempukan, daya ikat air, kadar air, dan susut masak, sedangkan penilaian kualitas daging secara subjektif meliputi warna daging, tekstur, aroma, dan citarasa.
peraturan yang telah ditentukan oleh agama dan peraturan pemerintah, agar ternak mati dalam kondisi otot yang tenang. Bila ternak mati dalam kondisi otot berkontraksi, oksigen pada myoglobin menurun dan metabolisme oksidatif sangat berkurang. Tanpa metabolisme oksidatif, maka pH otot meningkat, warna daging (otot) lebih merah tua dan dengan pH yang tinggi sehingga otot/daging mudah membusuk. Hal ini harus menjadi perhatian para jagal dan pengelola RPH dalam menangani pemotongan ternak. Pada pomotongan ternak yang dilakukan di luar RPH yang sudah ditentukan oleh peraturan pemerintah, sering terjadi perlakuan-perlakuan yang kasar terhadap ternak sebelum dipotong (Adriani et al., 2010).
BAB III.
METODE PENELITIAN
3.1. Materi dan Metode
Materi penelitian adalah ternak sapi bali dengan berat ± 270 kg umur 3-4 tahun (I2-I3) sebanyak ± 6 ekor, selanjutnya diambil rgan dalamnya (hati, ginjal, jantung, parum dan limpa) yang merupakan sampling dari jumlah sapi yang digembalakan di area TPA. Semua materi penelitian dipelihara oleh peternak di area tempat pembuangan akhir (TPA) desa Pesanggaran-Denpasar. Ternak sapi yang telah ditentukan sebagi sampel, selanjutnya diberi tanda/kode pada telinganya dengan “Ear Tag”.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), pengambilan sampel menggunakan metode purposive random sampling, yaitu mengambil sampel dari jumlah materi pada masing-masing grup yang dipergunakan pada peneletian. Tahapan pengambilan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1). Ternak sapi sebelum dipotong dilakukan pemuasaan selama 18-24 jam. 2). Setelah proses pemotongan, dilakukan pengambilan sampel organ dalam dan karakteristik organ dalam.
3). Pengambilan sampel organ dalam untuk uji laboratorim terhadap kandungan logam berbahaya pada masing-masing organ.
Peubah yang diamati adalah:
a. Menentukan jenis-jenis bahan berbahaya dan beracun (B3) yang ada didalam organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA.
b. Menentukan tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) di dalam organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA.
WHO.dan hasil-hasil penelitian, selanjut uji lanjutan dilakukan dengan Uji T (T-test) untuk dua sampel yang independent (bebas) (Steel dan Torie, 1989).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengamatan dan pengukuran terhadap penampilan ternak sapi bali dilakukan di area TPA selama 4 (empat). Pengukuran dan evaluasi karkas dilakukan di rumah potong hewan (RPH) di Pesanggaran, Denpasar selatan-Denpasar. Pengujian kualitas dan cemaran kandungan B3 pada organ dalam dilakukan di Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Bukit Jimbara Badung-Bali. Penelitian dilakukan selama 8 (delapan).
3.3. Luaran Penelitian
Target luaran kegiatan penelitian di tahun kedua adalah: 1. Laporan penelitian.
2. Publikasi di Jurnal/Majalah nasional atau internasional terakreditasi.
3. Informasi penting untuk peternak, konsumen daging sapi, dan data bagi pemerintah daerah/instansi pemegang kebijaksanaan tentang mamfaat sampah di area TPA untuk pakan sapi bali serta dampaknya bagi kesehatan dan keamanan pangan dari daging yang dihasilkan.
BAB. IV
HASIL PENELITIAN
Data antemortem/sebelum pemotongan merupakan data yang diambil pada saat ternak sapi sebelum dipotong. Data tersebut ditampilkan pada tabel 1. Materi penelititian menggunakan 6 (enam) ekor sapi sebagai kontrol (K.1 – K.6) dan 6 (enam) ekor sapi yang berasal dari TPA) (T.1 – T.6). Parameter yang diukur seperti : Bobot badan (kg), Tinggi gumba (cm), Lingkar dada (cm), Panjang badan (cm), Lebar dada (cm), dan lebar pinggul (cm). Rataan data yang diperoleh pada setiap parameter selanjutnya dibandingkan seperti materi dan metode yang telah diuraikan di depan.
Tabel 1. Data Antemortem (sebelum pemotongan) Sapi bali sebagai Kontrol (K) dan Sapi yang Berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA): (T).
Keterangan: K: Sapi Kontrol, T: Sapi TPA
Rekapitulasi data cemaran logam berbahaya dan beracun (B3) yang ada pada organ saluran pencernaan, hati, ginjal, jantung, dan paru seperti yang ditampilkan
pada Tabel 2. Selanjutnya data rataan dari masing-masing parameter ang diukur ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 2. Uji Kandungan Logam Berbahaya pada Daging dan Organ Sapi Kontrol (K) dan TPA (T). (Masing-masing sampel diulang sebanyak 3 kali).
NO Kode
Keterangan: *) Analisa Lab. Analitik Unud. 2015
Tabel 3. Nilai Rataan Uji Kandungan Logam Berbahaya pada Daging dan Organ
Nilai dengan subskrip yang berbeda pada kolom yang sama dan pada parameter yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05).
*). Analisa Laboratorium Analitik Universitas Udayana (2015). ISP:isi sal.pencernaan. HT:hati, GJ:ginjal, JT:jantung, PR:paru, K:sapi kontrol, T:sapi TPA
Sapi bali yang diberi pakan sampah kota sebagai pakan utama diemukan kandungan logam Pb, Cd, dan Cu pada isi saluran pencernaan masing-masing 84%, 50%, dan 86% nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol (P<0,05). Nilai tersebut berada di atas LRM (Limit Residu Maksimum) yang direkomendasikan BPOM. Hal tersebut/ tingginya cemaran logam berbahaya pada isi saluran pencernaan disebabkan pakan yang dimakan sapi sudah tercemar oleh lgam tersebut. Sehingga kandungan lgamtertinngi ditemukan pada isi saluran pencernaan. Pada organ hati ditemukan kandungan logam Pb, Cd, dan Cu masing-masing 4,9%, 4,5%, dan 6% nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol (P<0,05). Kandungan logam yang nyata lebih tinggi dari kontrol, karena hati merupakan organ kedua setelah makanan dicerna dan diserap oleh usus. Proses keamanan pangan daging ini harus dilakukan sedini mungkin, mulai peternakan (farm) hingga daging dikonsumsi (di meja makan).
Jadi, salah satu permasalahan cukup penting dalam proses panjang ini adalah pola
mengandung cemaran logam berat yang dapat berakibat penyakit bagi yang
mengonsumsinya. Sapi merupakan ternak herbivora sehingga secara wajar sapi diberi
makan hijauan pakan ternak berupa rumput dengan makanan tambahan kosentrat
sesuai potensi yang ada di wilayah. Sapi yang dipelihara di tempat pembuangan akhir
(TPA) sampah merupakan pemanfaat sampah organik yang terdapat di lokasi tersebut.
Namun perlu kita ketahui bahwa sampah di TPA merupakan kumpulan dari berbagai
jenis sampah, dan sapi tidak dapat memilah mana yang harus dikonsumsi dan mana
yang mengandung logam berat.
Ginjal merupakan organ internal yang memfiltrasi semua sisa metabolism.
Mungkin karena fungsi fisilogis dari ginjal menyebabkan ditemukan kandungan
logam seperti Pb, Cd, dan Cu masing-masing 53%, 44%, dan 38% yang nyata lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kontrol (P<0,05). Jumlah lemak pada sapi atau tingkat perlemakan pada karkas sapi sering disebut “ finish“. Faktor tunggal terbesar yang menentukan nilai potongan karkas adalah rasio daging terhadap lemak yang dapat dipisahkan (diiris). Satu cara yang banyak digunakan untuk mengukur tingkat perlemakan karkas adalah rata-rata dari tiga pengukuran ketebalan lemak subkutan (punggung) yang diukur pada rusuk ke 1 (satu), rusuk terakhir, dan vertebrae lumbar terakhir. Variasi tingkat perlemakan merupakan faktor yang paling penting yang mempengaruhi hasil daging. Ketebalan lemak punggung yang umumnya sekitar 1,0 inci (2,54 cm) dianggap optimum untuk karkas dengan berat kira-kira 140 pound (kira-kira 65,3 kg). Lemak sebaiknya padat dan tidak berminyak, terutama pada ujung loin atau pada paha .
yang berkualitas tinggi seharusnya : (a) mempunyai potongan permukaan dinding yang padat keras, (b) bertekstur halus, (c) warnanya merah jambu keabu-abuan yang uniform, (d) daging (lean) nya mempunyai marbling yang uniform dan ekstensif dengan lemak putih padat, (e) lemak eksterior yang menyelimutinya adalah padat, putih, dan kering, (f) kulitnya halus dengan bagian dagingnya juga halus, dan (g) shanknya relatif halus dan bersih. Sebaliknya, ham yang relatif kurang baik berwarna abu-abu sampai merah gelap, otot yang berdekatan dengan tulang berwarna lebih gelap daripada lainnya, dan bertekstur kasar dengan sedikit atau tanpa marbling. Ham yang jelek berwarna pucat, sangat lunak, dan berair / basah (Judge,1989).
BAB V.
SIMPULAN DAN SARAN
5.1.Simpulan
Dari uraian hasil dan pembahasan dan mengacu pada tujuan penelitian, maka dapat diambil simpulan:
1. Jenis logam berbahaya dan beracun yang ditemukan pada organ dalam sapi adalah jenis Pb (timbal), Cd (Cadmium), dan Cu (tembaga).
2. Cemaran logam berbahaya dan beracun (B3) yang tertinggi ditemukan pada isi saluran pencernaan, selanjutnya pada pada rgan ginjal
3. Kadar cemaran logam berbahaya dan beracun pada organ sapi bali berada diatas MRL (maksimum residu limit) dari BPOM.
5.2. Saran
Dari hasil pembahasan dan simpulan di atas, dapat disarankan untuk menurunkan kandungan cemaran logam berbahaya dan beracun di dalam organ dalam, sebaiknya sapi diberi pakan yang seimbang dan tidak diberi pakan sampah kota selama 1 bulan sebelum pemtongan.
Ucapan Terima Kasih
DAFTAR PUSTAKA
Adriani. L., L.,E, Hermawan, K. A. Kamil dan A. Mushawwir. 2010. Fisiologi Ternak. Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, dan Interaksi Organ pada Hewan. Penerbit Widya Padjadjaran. Bandung
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).2009. Penetapan Batas Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan.
Anonymous. 2012. Informasi Data Peternakan Provinsi Bali Tahun 2011. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Provinsi Bali 2011. Denpasar
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Penetapan Batas Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan
Badan Standarisasi Nasional, 2004. Standar Nasional Indonesia 06-6989.16-2004 Tentang Cara Uji Kadmium (Cd) dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)-Nyala. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional, 2009. Standar Nasional Indonesia 6989.8:2009 Tentang Cara Uji Timbal (Pb) dengan Metode SpektrofotometriSerapan Atom (AAS)-Nyala. Jakarta.
Bahar, B. 2002. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoran Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Forrest, J. 2011. Meat Quality and Safety. Ag.ansc.purdue. edu/meat_qualty/maf _stress.html- Amerika Serikat.
Jaworska, D., W. Przybylski, K. Kajak-Siemaszko. and E. Czarniecka-Skubina. 2009. Sensory Quality of Culinary Pork Meat in Relation to Slaughter and Tecnological Value. Food Science and Technology Reserch. Vol. 15
(2009), No. 1 pp.65-74.
Kafier, F.P., P. Setyono, A.R. Handono. 2013. Analisis Cemaran Logam Berat (Pb dan Cd) pada Sapi Potong di TPA. Sampah Putri Cempo Surakarta. J. Ekosains. Vol. V/no.2/ Juli2013.
McDowell L.R. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. Academic Press,. New York
McGlone, J.J., J.L. Lumpkin, R.L. Nicholson, M. Gibson and R.L. Norman. 1993. Shipping Stress and Social Status Effects on Pig Oerformance, Plasma Cortisol, Natural Killer Cell Activity, and Leukocyte Numbers. J. Animal Science, Vol. 71.
Mudita, I M., T.I. Putri, T.G.B. Yadnya, dan B. R. T. Putri. 2010. Penurunan Emisi Polutan Sapi Bali Penggemukan Melalui Pemberian Ransum Berbasis Limbah Inkonvensional Terfermentasi Cairan Rumen. Prosiding Seminar Nasional, Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. ISBN: 978-979-25-9571-0
Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999. Tentang : Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun
Putri, T. I., T.G.B. Yadnya, I M. Mudita, dan Budi Rahayu T.P. 2009. Biofermentasi Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah Inkonvensional dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional. Universitas Udayana, Denpasar
Selintung, M., Achmad Zubair, dan Ellen Anneka. 2013. Studi Karakteristik Sampah pada Tempat Pembuangan Akhir di Kabupaten Maros. Jur. Teknik Sipil. Unhas. Makasar.
Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Gadjah Mada University Press. Cetakan Pertama. Yogyakarta.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1989. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia. Jakarta.
Tirta A.IN.,AA.Oka, Gd.Suranjaya. 2014. Penampilan Produksi dan Keamanan Pangan pada Daging Sapi bali yang Dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir Desa Pesanggaran, Denpasar-Bali. Senastek.LPPM.Unud. Denpasar
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Tentang Pengelolaan Sampah.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012. Tentang Pangan.
Lampiran 1. Jastifikasi Anggaran Penelitian
Kuantitas Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
Analisa Lab. Uji kualitas daging, frofil mikroba,
frofil lipida, kand.
Kuantitas Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
handycam, cetak foto Cetak buku ajar
Pembuatan buku ajar
- - -
Sub Total 3.400.000,- TOTAL 25.000.000,00
Lampiran 2.
CATATAN HARIAN PELAKSANAAN PENELITIAN (LOGBOOK)
CEMARAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PADA ORGAN DALAM SAPI BALI YANG DIBERI SAMPAH KOTA DENPASAR
CATATAN HARIAN PELAKSANAAN PENELITIAN (LOGBOOK)- 2015
NO TANGGAL.2015 U R A I A N KETERANGAN
1 3 Maret Finalisasi Proposal Tim Peneliti
2 5 Maret Konsolidasi dengan peternak di
area TPA, Rumah Potong Hewan
Tim Peneliti,
Sewa mobil untuk trasnportasi ke TPA: Rp. 150.000,-/rate
Bengkel besi. Transport
5 12 Maret Pemasangan kandang fiksasi/jepit Tim peneliti
7 13 Maret Pinjam/sewa 1 uni timbangan sapi
kap. 1000 kg : Rp. 200.000,-
UPT.Pembibitan ternak Baturiti-Tabanan
8 15 Maret Pendataan ternak sapi yang dibagi
menurut lakasi menjadi 3 kelompok (A, B, C). dengan berat badan: 200-300 kg/ umur: 2-3 tahun.
Tim peneliti bersama peternak
9 16 Maret Pendataan ternak sapi yang dibagi
menurut lakasi menjadi 3 kelompok (A, B, C).
11 20 Maret Pengamatan tingkah laku makan
dan aktivitas lainnya pada sapi selama sehari
Tim peneliti
berat badan sapi. Pemberian kontribusi/sewa ternak sapi kepada peternak
14 26 Juni Penimbangan ternak sapi dan
pengukuran dimensi tubuh sapi dari kelompok A: 2 ekor, B: 2 ekor, dan C: 2 ekor
Tim peneliti dan peternak
15 26 Juni Penimbangan dan pengukuran
dimensi ternak sapi dari kelompok A: 2 ekor, B: 2 ekor, dan C: 2 ekor
Tim peneliti dan peternak
16 27 Juni Penimbangan ternak sapi dari
kelompok A: 2 ekor, B: 2 ekor, dan C: 2 ekor
Tim peneliti dan peternak
17 28 Juni Persiapan pemindahan materi
penelitian dari TPA ke RPH-Darmasaba Kab. Badung
Tim Peneliti
18 15-20 Juli Pemotonan ternak sapi dilakukan,
selanjutnya persiapan pengambilan sampel organ dalam
Tim Peneliti
19 21 Juli Pengambilan sampel organ dalam sapi untuk dibawa ke Labratorium Analitik Unud. Untuk uji
kandungan logam berbahaya.
Tim Peneliti
20 22 Juli-5 Agustus Menunggu hasil uji Laboratorium -
21 5 Agustus- Tabulasi data sementara Peneliti
Denpasar, 28 Nopember 2015 Ketua Peneliti,
Abstrak Paper Senastek II
CEMARAN BAHAN B3 PADA ORGAN DALAM SAPI BALI
YANG DIGEMBALAKAN DI AREA
TEMPAT SAMPAH
Budiarta IW1., I K. Sukada1
PS.Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana Hp.085338488285, E-mail: budiarta_wayan55@yahoo.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sampah yang berasal dari berbagai sumber diseputaran Kodya Denpasar dan sebagian daerah kota Mangupura (Kabupaten Tk.II Badung), terhadap tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) pada organ dalam sapi sebabagi akibat dari pemberian sampah kota Denpasar sebagai sumber pakan. Rancangan penelitian menggunakan RAL dengan dua macam perlakuan, yaitu membandingkan antara data sampel dengan kontrol. Data yang yang diamati meliputi: Jenis B3, cemaran B3, tingkat cemaran, dan cemaran B3 tertinggi diantara organ dalam sapi bali yang digembalakan di area tempat sampah. Analisis data dilakukan dengan Uji “T”, selanjutnya dilakukan perbandingan dengan standar nasional.
Hasil penelitian menemukan kandungan logam Pb, Cd, dan Cu nyata lebih tinggi pada isi saluran pencernaan sapi yang diberi pakan sampah jika dibandingkan dengan kontrol. Kandungan tersebut ada diatas ambang batas standar BPOM, kecuali kandungan Cu masih berada dibawah standar BPM. Pada organ hati, jantung, dan organ paru-paru pada kedua perlakuan ditemukan kandungan logam Pb, Cd, dan Cu yang hampir sama (P> 0,05), namun pada sapi yang maka n sampah kandungan logam berada di atas standar BPOM. Untuk organ ginjal ditemukan kandungn logan Pb dan Cd yang lebih tinggi pada sapi yang diberi pakan sampah. Nilai tersebut berada diatas standar dari BPOM. Ditemukan pula logam Cu yang lebih tinggi pada ginjal sapi yang makan sampah dibandingkan dengan kontrol, namun nilai tersebut masih aman. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, sapi bali yang diberi sampah kota sebagai pakan utama menyebabkan cemaran logam Pb, Cd, dan Cu pada organ saluran pencernaan, jantung, ginjal, paru, dan hati. Yang paling tinggi tingkat cemarannya terjadi pada organ saluran pencernaan dan ginjal.
Kata kunci: Sapi bali, sampah, organ dalam, dan B3
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of sewage coming from various sources from Denpasar municipality and most areas of the city Mangupura (Tk.II Badung regency), the level of contamination of hazardous materials and toxic (B3) in the internal organs of cattle as a result of the provision of Denpasar municipa l waste as a source of feed. The study design used RAL with two kinds of treatment, comparing the sample data with the control. Data were observed: type B3, B3 contamination, the level of contamination, and contamination of the highest among the B3 organ in Bali cattle grazing in the area of trash. Data analysis was performed with the "T" Test, then compared with national standards.
and Cu in the organs of the digestive tract, heart, kidneys, lungs, and liver. The highest level of pollutant occurs in the digestive tract and kidney organs.
Keywords: Bali cattle, waste, internal organs, and B3
Lampiran 3.