• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI PENDAHULUAN: EFEKTIVITAS Bacillus sp. UNTUK PENINGKATAN NILAI NUTRISI BUNGKIL KELAPA SAWIT MELALUI FERMENTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI PENDAHULUAN: EFEKTIVITAS Bacillus sp. UNTUK PENINGKATAN NILAI NUTRISI BUNGKIL KELAPA SAWIT MELALUI FERMENTASI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian efektivitas Bacillus sp. untuk meningkatkan nilai nutrisi bungkil kelapa sawit melalui fermentasi dilakukan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas penggunaan Bacillus sp. sebagai inokulan dalam fermentasi untuk peningkatan nilai nutrisi bungkil kelapa sawit, sebagai bahan baku pakan ikan patin. Bahan pakan yang digunakan adalah bungkil kelapa sawit dan inokulan yang digunakan adalah jenis Bacillus sp. Perlakuan yang diberikan adalah lama waktu fermentasi bungkil sawit yaitu 2 hari (D-1), 4 hari (D-2), 6 hari (D-3), 8 hari (D-4), dan 10 hari (D-5) dengan dosis inokulum 2%. Penelitian dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap 5 perlakuan dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama waktu fermentasi selama 2 hari dapat menurunkan kadar serat kasar dari 17,74% menjadi 5,8%, menurunkan lemak bungkil sawit dari 14,09% menjadi 4,37% dan meningkatkan kadar protein dari 13,91% menjadi 15,37% setelah proses fermentasi.

KATA KUNCI: Bacillus sp., bungkil sawit, fermentasi, nutrisi, dan serat kasar PENDAHULUAN

Pemanfaatan bahan baku pakan alternatif telah banyak dilakukan untuk mengatasi masalah mahalnya bahan baku pakan sumber protein seperti tepung ikan dan bungkil kedelai. Upaya pemanfaatan bahan baku pakan alternatif banyak dilakukan dengan menggunakan bahan baku pakan lokal yang mudah didapat dan biasanya berupa limbah yang belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu bahan baku pakan lokal yang mempunyai potensi sebagai bahan baku pakan alternatif adalah yang berasal dari limbah industri pertanian seperti bungkil kelapa sawit (Hadadi et al., 2007). Bungkil kelapa sawit yang merupakan limbah dari industri minyak sawit telah banyak digunakan sebagai bahan pakan bagi hewan ternak. Analisis proksimat bungkil kelapa sawit menunjukkan bahwa bungkil sawit mempunyai kandungan protein antara 13,6%–17,45% (Sundu et al., 2003; Mathius et al., 2005; Orunmuyi et al., 2006; Hadadi et al., 2007). Kandungan lemak kasar berkisar antara 17,1%– 21,55% (Sundu et al., 2003; Hadadi et al., 2007). Akan tetapi, sebagai bahan pakan untuk ternak non-ruminansia, bungkil kelapa sawit memiliki keterbatasan nutrisi terutama kandungan karbohidrat bukan pati (non-starch polysaccarides, NSP) yang tinggi di dalam dinding sel (Ginting & Krisnan, 2006; Ng & Chong, 2002). Laelasari & Purwadaria (2004) menyatakan bahwa bungkil kelapa sawit mempunyai faktor pembatas yaitu kandungan serat kasar yang cukup tinggi dan daya cerna yang rendah. Kandungan serat kasar bungkil sawit mencapai 18,33%–21,3% (Sundu et al., 2003; Orunmuyi et al., 2006). Selain itu, bungkil kelapa sawit mengandung kadar protein yang lebih rendah dari bungkil kedelai dan kacang tanah yaitu sekitar 15,73%–17,19% (Chong et al., 1998). Kandungan serat kasar yang tinggi dan kualitas protein yang rendah pada bungkil sawit menyebabkan bahan baku tersebut perlu diolah lagi agar dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ikan.

Upaya untuk meningkatkan ketersediaan nutrien pada bungkil sawit dengan sasaran menurunkan kadar serat kasar dan meningkatkan kadar protein kasar telah dilakukan melalui fermentasi substrat padat menggunakan berbagai strain kapang, antara lain Aspergillus niger (Supriyati et al., 1999) dan Trichoderma koningii, Trichoderma viridae, serta Trichoderma harzianum (Ginting & Krisnan, 2006). Secara umum semua produk akhir fermentasi biasanya mengandung senyawa yang lebih sederhana dan mudah dicerna daripada bahan asalnya (Laelasari & Purwadaria, 2004). Lebih lanjut dinyatakan bahwa fermentasi juga berfungsi sebagai salah satu cara pengolahan dalam rangka pengawetan bahan dan cara untuk mengurangi bahkan

UJI PENDAHULUAN: EFEKTIVITAS

Bacillus

sp. UNTUK PENINGKATAN NILAI NUTRISI

BUNGKIL KELAPA SAWIT MELALUI FERMENTASI

Wahyu Pamungkas dan Ikhsan Khasani

Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Jl. Raya Sukamandi No. 2, Subang 41256

(2)

menghilangkan zat racun yang dikandung suatu bahan. Namun, menurut Wizna et al., (2005), pengolahan secara fermentasi dengan menggunakan kapang terhadap bahan pakan yang mengandung pati dan serat tinggi mempunyai suatu kelemahan di mana hifa dari kapang tersebut merupakan serat kasar sehingga kandungan serat kasar substrat tetap tinggi. Sedangkan Fardiaz (1988) menyatakan bahwa bakteri sebagai inokulum dalam proses fermentasi membutuhkan waktu lebih sedikit dibandingkan kapang karena waktu generatifnya lebih cepat yaitu berkisar 1 sampai 2 jam, sedangkan kapang 3 sampai 6 hari.

Bertolak dari hal-hal tersebut di atas maka dilakukan penelitian peningkatan nilai nutrisi bungkil kelapa sawit melalui fermentasi dengan menggunakan Bacillus sp. untuk mengevaluasi efektivitas penambahan Bacillus sp. dalam proses fermentasi untuk menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan protein kasar bungkil kelapa sawit.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Laboratorium dan hatcheri Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi. Fermentasi bahan pakan dengan menggunakan Bacillus sp. bertujuan untuk mengetahui efektivitas penambahan mikroorganisme tersebut pada proses fermentasi bahan baku pakan.

Pengamatan Pola Pertumbuhan Bacillus sp. Dalam Medium Cair (TSB)

Pengamatan pola pertumbuhan ini dilakukan untuk menentukan saat panen yang tepat terhadap Bacillus sp. yang nantinya akan digunakan sebagai inokulum dalam fermentasi bungkil kelapa sawit. Bacillus sp. yang diperoleh dari Balitnak Ciawi ditumbuhkan dalam media TSA yang akan digunakan sebagai stok bakteri. Bacillus yang tumbuh dalam TSA kemudian dikultur dalam media TSB dan diinkubasi selama 16 jam pada suhu 40°C (Wizna et al., 2008). Bacillus yang tumbuh dalam media TSB selanjutnya diinokulasikan lagi dalam media cair TSB untuk diamati pertumbuhannya. Pengamatan dilakukan setiap dua jam selama 24 jam dengan mengukur Optical Density (OD) menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 686 nm dan menghitung Total Plate Count (TPC) untuk mengetahui jumlah koloni bakteri.

Fermentasi Bungkil Kelapa Sawit

Bahan baku yang difermentasi adalah bungkil kelapa sawit. Fermentasi dilakukan dengan lama waktu berbeda, yaitu 2 hari (D-1), 4 hari (D-2), 6 hari (D-3), 8 hari (D-4), dan 10 hari (D-5). Dosis inokulum adalah 2% (Wizna et al., 2008). Parameter yang diamati adalah kandungan nutrisi bahan pakan sebelum dan sesudah fermentasi.

Kandungan nutrisi bahan pakan diketahui dengan analisis proksimat (Takeuchi, 1988). Analisis proksimat bahan pakan meliputi pengukuran serat kasar, kadar protein, lemak, abu, dan air. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN BAHASAN

Pola Pertumbuhan Bacillus sp. pada Medium Cair

Hasil pengamatan setiap dua jam terhadap pertumbuhan Bacillus sp. dalam medium cair (TSB) menunjukkan bahwa puncak pertumbuhan dari Bacillus sp. pada jam keenam dengan nilai absorban 1.125. Kurva pertumbuhan Bacillus sp. dapat dilhat pada Gambar 1.

Berdasarkan kurva pertumbuhan tampak bahwa Bacillus sp. mengalami kenaikan setelah dua jam masa inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa biakan mampu beradaptasi pada medium cair TSB sebagai sumber makanan bakteri yaitu dengan mensekresikan enzim-enzim ekstra-selluler hidrolitik sehingga dapat menghidrolisis senyawa kimia medium yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel (Wizna et al., 2005). Fase adaptasi berlangsung dalam waktu yang cepat, artinya Bacillus sp. sangat cepat menyesuaikan diri pada medium lingkungannya. Menurut Fardiaz (1988), jika mikroba dipindahkan ke dalam suatu medium, mula-mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan di sekitarnya. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa fase adaptasi dipengaruhi

(3)

oleh medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah inokulum. Cepatnya masa adaptasi dari Bacillus sp. disebabkan bakteri ini dipindahkan dari medium yang sama dengan medium tumbuh sebelumnya yaitu medium TSB.

Fase logaritmik terjadi setelah 2 sampai enam jam masa inkubasi. Pertumbuhan bakteri pada fase ini meningkat dengan cepat ditandai dengan absorban yang semakin tinggi (1,125). Hasil yang diperoleh lebih rendah dari hasil penelitian Wizna et al. (2005) yaitu nilai absorban 1,7202 dicapai pada jam ke-16 pada pH 6,56 dan suhu 40°C. Nilai absorban semakin menurun dengan semakin lama masa inkubasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Fardiaz (1988) bahwa pada saat tersebut sel bakteri sudah mulai masuk pada fase kematian.

Berdasarkan hasil pengamatan kurva pertumbuhan tersebut saat yang tepat untuk panen Bacillus sp. adalah pada jam keenam pada saat fase logaritmik. Pada saat ini aktivitas bakteri meningkat dan mengalami kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi daripada fase lainnya (Fardiaz, 1988). Setelah melalui fase logaritmik, bakteri akan mengalami fase statis dan fase kematian. Fase kematian terjadi karena nutrien dalam medium dan energi cadangan di dalam sel sudah habis.

Gambar 2. Jumlah koloni Bacillus sp. (transformasi log) selama masa inkubasi Gambar 1. Kurva pertumbuhan Bacillus sp.

(4)

Pengamatan terhadap jumlah koloni menunjukkan bahwa jumlah koloni pada awal inkubasi (jam ke-0) adalah 5x106 meningkat menjadi 2,99x1011 setelah enam jam inkubasi (Gambar 2). Penurunan populasi bakteri terjadi setelah delapan jam masa inkubasi. Menurut Wizna et al. (2005), penurunan populasi bakteri pada masa inkubasi terjadi kerena pada tahap tersebut sebagian bakteri sudah mengalami kematian. Fardiaz (1988) menyatakan bahwa pada fase tersebut jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati disebabkan kurangnya nutrien dalam medium dan kondisi lingkungan mikroorganisme itu sendiri. Hasil yang diperoleh berbeda dengan hasil penelitian Kompiang et al. (2002) yaitu jumlah koloni 3,5x109 diperoleh setelah 24 jam aerasi (waktu inkubasi).

Fermentasi Bungkil Kelapa Sawit

Hasil analisis proksimat bungkil kelapa sawit yang difermentasi menggunakan Bacillus sp. dengan kisaran pH 5,86–6,43 dan suhu inkubasi 37°C–40°C selama 2, 4, 6, 8, dan 10 hari menunjukkan adanya penurunan kandungan serat kasar dan lemak bungkil kelapa sawit serta kenaikan kandungan protein kasar yang difermentasi dengan Bacillus sp.. Penurunan kandungan serat kasar dan lemak terjadi sampai hari kesepuluh fermentasi sedangkan kenaikan protein

terjadi pada hari kedua fermentasi dan kemudian menurun sampai hari kesepuluh. Hasil analisis proksimat bungkil kelapa sawit disajikan pada Tabel 1.

Pola penurunan serat kasar dan lemak serta peningkatan protein selama proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan grafik pola penurunan serat kasar dan lemak serta

Tabel 1. Hasil analisis proksimat bungkil kelapa sawit

Protein Serat kasar Lemak Kadar air Kadar abu BETN

H0 13,91 17,74 14,09 6,40 3,81 45,75 H2 15,37 5,80 4,73 63,41 1,255 11,38 H4 14,26 4,06 3,98 62,165 1,275 15,28 H6 12,50 3,25 2,88 64,09 1,467 15,80 H8 10,48 2,10 2,06 60,083 2,023 23,25 H10 9,16 1,63 1,81 59,87 1,64 26,20 Kadar (%) Perlakuan (hari ke-)

Gambar 3. Pola penurunan serat kasar dan lemak serta peningkatan protein selama fermentasi

(5)

protein dapat dilihat bahwa pada hari kedua merupakan suatu saat di mana terjadi penurunan serat kasar (5,8%) dan lemak (4,73%) dan pada waktu tersebut merupakan saat di mana kadar protein tertinggi yaitu 15,37%. Sedangkan penurunan serat kasar dan lemak pada hari berikutnya diikuti pula dengan penurunan kadar protein bungkil sawit.

Dari hasil pengamatan tampak bahwa lama waktu fermentasi berpengaruh terhadap penurunan serat kasar dan lemak pada bungkil kelapa sawit. Selama masa fermentasi 2 sampai 10 hari kandungan serat kasar bungkil sawit turun dari 17,74% sebelum fermentasi menjadi 5,8%–1,63% setelah fermentasi. Sedangkan lemak dari 14,09% dalam bungkil sawit sebelum fermentasi turun menjadi 4,73%–1,81% selama waktu 2–10 hari fermentasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Ginting & Krisnan (2006) yang melakukan fermentasi bungkil sawit dengan menggunakan jenis Trichorderma bahwa fermentasi dengan T. koningii menyebabkan kadar lemak kasar bungkil menurun hingga 60,7%– 67,5% pada masa inkubasi antara 6–15 hari, dan sebesar 74,3%–76,5% pada masa inkubasi antara 18%–21% dibandingkan tanpa fermentasi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kandungan serat kasar pada proses fermentasi selama 6,9,12 atau 15 hari menurun sebesar 18,5%–26,9% setelah difermentasi dengan T. koningii. Akan tetapi, pada fermentasi bungkil sawit menggunakan kapang terjadi saat di mana kadar serat kasar naik kembali pada masa inkubasi yang semakin panjang. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan kandungan serat kasar pada substrat yang diduga sebagai akibat dari menurunnya kadar air substrat sehingga serat kasar semakin terkonsentrasi dan perkembangan kapang yang secara konsisten meningkat selama masa fermentasi dapat menyumbang serat kasar melalui dinding selnya (Wizna et al., 2005).

Kenaikan kadar protein bungkil sawit pada substrat fermentasi padat diakibatkan oleh penambahan protein yang diperoleh dari perubahan nitrogen anorganik menjadi protein sel selama pertumbuhan mikroba (Laelasari & Purwadia, 2004). Fermentasi campuran empulur sagu dan isi rumen dengan menggunakan Bacillus sebagai inokulan dapat menurunkan kandungan serat kasar sebesar 33% dan meningkatkan protein kasar 42% (Wizna et al., 2008a) sedangkan fermentasi onggok diperoleh penurunan kandungan serat kasar sebesar 32% dan peningkatan kandungan protein kasar sebesar 360% serta ditemukan spora Bacillus sp. 40x1010 CFU/g (Wizna et al., 2008b). Peningkatan populasi mikroba selama fermentasi menyebabkan kadar protein kasar juga tinggi karena sebagian besar sel mikroba terdiri atas protein (Wizna et al., 2008a). Laelasari & Purwadia (2004) juga menyatakan bahwa meningkatnya kadar protein selama fermentasi menggunakan kapang ada hubungannya dengan pertumbuhan kapang A. niger di mana makin subur pertumbuhan kapang makin tinggi pula kadar proteinnya, karena sebagian besar sel kapang merupakan protein.

KESIMPULAN

Fermentasi bungkil kelapa sawit menggunakan Bacillus sp.. efektif guna menurunkan kandungan serat kasar dan lemak kasar bungkil kelapa sawit, serta meningkatkan kandungan protein kasar dengan lama waktu inkubasi 2 hari.

DAFTAR ACUAN

Hadadi, A., Herry, Setyorini, Surahman, A., & Ridwan, E. 2007. Pemanfaatan limbah sawit untuk bahan pakan ikan. J. Budidaya Air Tawar, 4(1): 11–18.

Chong, C.H., Blair, R., Zulkifli, I., & Jelan, Z.A. 1998. Physical and chemical characteristics of Malaysian palm kernel cake (PKC). Proc.20th MSAP Conf. 27–28 July. Putrajaya, Malaysia.

Fardiaz, S. 1988. Fisiologi fermentasi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. 186 hlm. Ginting, S.P. & Krisnan, R. 2006. Pengaruh fermentasi menggunakan beberapa strain Trichoderma

dan masa inkubasi berbeda terhadap komposisi kimiawi bungkil inti sawit. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, hlm. 939-944.

Kompiang, I.P., Sinurat, A.P., Kompiang, S., Purwadaria, T., & Darma, J. 1994. Nutrition value of pro-tein enriched cassava: Cassapro. J. Ilmu Ternak dan Veteriner, 4(2): 107–112.

Kompiang, I.P., Supriati, Purwandana, T., & Pasaribu, T. 2002. Pengembangan teknologi produksi probiotik (Biovet). Balai Penelitian Ternak Ciawi. Pusat Pengembangan Peternakan. Balai Peneltian dan Pengembangan Peternakan Departeman Pertanian.

(6)

Laelasari & Purwadaria, T. 2004. Pengkajian nilai gizi hasil fermentasi mutan aspergillus niger pada subtrat bungkil kelapa dan bungkil inti sawit. Biodiversitas, 5(2): 48–51.

Mathius, I.W., Sinurat, A.P., Manurung, B.P., Sitompul, D.M., & Azmi. 2005. Pemanfaatan produk fermentasi lumpur bungkil sebagai bahan pakan sapi potong. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, hlm. 153–161.

Sundu, B., Kumar, A., & Dingle, J.G. 2003. Perbandingan dua products enzyme komersial pencerna beta mannan pada ayam pedaging yang mengkonsumsi bungkil kelapa sawit dengan level yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Sumberdaya Hayati berkelanjutan, hlm. 19–25. Supriyati, Pasaribu, T., Hamid, H., & Sinurat, A. 1999. Fermentasi bungkil inti sawit secara substrat

padat menggunakan Aspergillus niger, JITV, 3(2): 165–170.

Takeuchi, T. 1988. Laboratory Work-Chemical Evaluation of Dietary Nutrients, In Watanabe T. (ed): Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo. Departement of Aquatic Biosciences Tokyo Univercity of Fisheries. JICA, p. 179–233.

Wizna, Abbas, H., Rizal, Y., Kompiang, I.P., & Dharma, A. 2005. Potensi bakteri Bacillus amyloliquefaciens serasah hutan sebagai inokulum fermentasi pakan berserat tinggi. J. ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan, VIII(3): 212–220.

Wizna, Abbas, H., Rizal, Y., Kompiang, I.P., & Dharma, A. 2008a. Improving the quality of sago pith and rumen content mixture as poultry feed through fermentation by Bacillus amyloliquefaciens. Pakistan J. of Nutrition, 7(2): 249-254.

Wizna, Abbas, H., Rizal, Y., Kompiang, I.P., & Dharma, A. 2008b. Improving the quality of tapioca by product (onggok) as poultry feed through fermentation by Bacillus amyloliquefaciens. Makalah Semi-nar Internasional Bioteknologi The 4th Indonesian Biotechnology Conference.

Gambar

Gambar 2. Jumlah koloni Bacillus  sp. (transformasi log) selama masa inkubasiGambar 1
Gambar 3. Pola penurunan serat kasar dan lemak serta peningkatan protein selama fermentasi

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini membuktikan bahwa pasien hemodialisis yang menunjukkan kesiapan pernapasan dari awal sudah baik, pasien tersebut akan lebih adaptif terhadap proses

Sean"utn&a masu%%an UserI+ dan Pass*ord pada %ota% &ang disedia%an daam #a ini untu% userI+ guna%an Username Portal Akademik    dan Pass*ord guna%an

Porositas penyusutan dengan bentuk tidak teratur ini disebabkan oleh ketidakmampuan/kekurangan silikon eutektik untuk menetralkan penyusutan dan kontraksi

Menimbang, bahwa oleh karena pada saat didepan persidangan terdakwa Baya alias Nurbaya telah membantah atau tidak mengakui kalau terdakwa yang telah menghilangkan

Penelitian ini difokuskan pada penerapan metode problem solving dan media visual untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri

< α maka Ho ditolak dan menerima Ha, dengan Ha adanya pengaruh yang signifikan dari penerapan model pembelajaran VCT tipe analisis nilai dalam meningkatkan nilai

Dapat diinterpretasikan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel tayangan fashion dari internet dengan hasil belajar desain busana karena r hitung

[r]