• Tidak ada hasil yang ditemukan

HALAMAN PENGESAHAN. : 1 (Satu) Orang ; 4 Bulan : Mandiri. I GustiAyuAgung Ari Krisnawati, SH"MH NIP: / DEKAN FAKuLTA-1'HUKUM UNUD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HALAMAN PENGESAHAN. : 1 (Satu) Orang ; 4 Bulan : Mandiri. I GustiAyuAgung Ari Krisnawati, SH"MH NIP: / DEKAN FAKuLTA-1'HUKUM UNUD"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN PENGESAHAN

1. JUDUL PENELITIAN : IMPLEMENTASI KEKHUSUSAN PENGATURAN PEMBUKTIAN TERJADINYA MACAM·MACAM PERCERAIAN DALAM HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

2, KETUA PENELlTI:

a.

Nama Lengkap dengan gelar

b. JabatanFungsional

c.

Pangkat/GOL/NIP d. Program Studi

e. Alamat rumah

f, E-mail

3, JUMLAH PENELITI

4. JANGKA WAKTU PENELITI 5. BIAYA

Mengetahui

KetuaBagianHukum Acara

~

Nyp~an A Martana, SH.,MH NIP: 195505101986101001

/,~.~

, , /

"'

...

: I GustiAyuAgung Ari Krisnawati, SH"MH

; Lektor

:Penata/lllc/198108142003122001 : IlmuHukum

; JalanPudak gang PudakHarum 2 No.6 Batubula nG ianya r

: ary krislaw@yahoo.com

: 1 (Satu) Orang

; 4 Bulan : Mandiri

Denpasar, 16 Mei 2016 KetuaPeneliti

I GustiAyuAgung Ari Krisnawati, SH"MH NIP, 198108142003122001

/ DEKAN FAKuLTA-1'HUKUM UNUD

~

Prof. Dr.I·Gusti Ng~rah Wairocana, SH"MH

\ , NIP'.·1953G401198003 1004

\:_.

..

,

~

¥

(2)

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI

IMPLEMENTASI KEKHUSUSAN PENGATURAN

PEMBUKTIAN TERJADINYA MACAM.MACAM PERCERAIAN DALAM HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

O L E H :

I GUSTI AYU AGUNG ARI KRISNAWATI. SH. MH

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

20r6

(3)

ABSTRAK

Dalam Hukum Islam diatur tentang terjadinya macam-macam perceralan yang berlandaskan Agama Islam. Macam-macam terjadinya perceraian ini antara lain:

Talak, Khuluk, Syiqaq, Ila,Zhlhar, Li'an, Fasakh, Ta'liktalak, Murtad.

Macam-macam terjadinya perceraian ini mempunyai kekhususan pengaturan dan pembuktian, yang baru sedikit diatur secara khusus dan kurang jelas dalam uandang-undang peradilan agama. Oleh karena itu dikaji dan dianalisis secara normative tentang implementasi kekhususan pengaturan dan kekhususan pembuktian terjadinya macam-macam perceraian dalam hokum acara peradilan agama.

. Berdasarkan analisis konstruktif secara acontraria dan analisis evaluasi dan argumentasi, disimpulkan kekhususan pengaturan terjadinya maam-macam perceraian belum diimplementasikan sepenuhnya dalam undang-undang hukum acara peradilan agama. Namun alasan-alasan perceraian yang dimuat dalam Kompilasi Hukum Islam yang menurut ketentuan undang-undang peradilan agama secara alternative harus dimuat sesuai dengan dasar mengajukan perceraian. Pengertian perumusannya telah mencerminkan ketentuan terjadinya macam-macam perceraian menurut Hukum Islam.

Implementasi kekhususan pembuktian terj adinya perceraian dalam hukum acara Pengadilan Agama didasarkan pada asas lex specialis derogate generalis.

Hukum pembuktian peradilan umum sebagai lex generahs, hukum pembuktian yang diatur secara khusus.oleh Peradilan Agama yang berlandaskan hukum agama Islam sebagai lex specialis.

Kata kunci : kekhususan. imolementasi

(4)

KATA PENGANTAR

Berkat rachmat Tuhan Yang Maha Esa Ida Sang Hyang Widhi wasa, penelitian hukum normative tentang "Implementasi Kekhususan Pengaturan pembuktian Terjadinya Macam-Macam Perceraian Dalam Hukum Acara Peradilan Agama", telah selesai dilaksanakan

Atas keberhasilan selesainya penelitian ini, pertama-tama peneliti mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini. Tak lupa pula ucapan terimakasih peneliti sampaikan kepada semua pihak yang banyak membantu penelitian ini.

Peneliti menyadari. hasil penelitian ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran selalu peneliti terima dari semua pihak untuk kesempumaan hasil penelitian ini

Denpasar, Mei 2016 Peneliti

i i i

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Penegesahan. . . . Abstrak.

Kata Pengantar...

BAB I PENDAHULUAN

1 . 1 L a t a r B e l a k a n g M a s a l a h . . . . 1.2 Perumusan Masalah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.

2.1 Putusnya Perkawinan Karena Perceraian Dalam Islam.

2.2 Macam-Macam Perceraian dalam Islam.

2.3 Hukum Acara yang Berlaku dalam penyelesaian Perceraian di Pengadilan Agam

2.4 Hukum Pembuktian di Peradilan Agama

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian.

3.2 Manfaat Penelitian.

BAB IV METODE PENELITIAN

4 . 1 J e n i s P e n e l i t i a n . . . . . " . . . ' 1 3 4 . 2 J e n i s P e n d e k a t a n . . . 1 3

4.3 Sumber Bahan Hukum. 13

4.4 Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum. .. '....' 14 4.5 Tehnik Analisa Bahan Hukum. ... 14

i ii iii

IV

1 4

5 6

9 1 0

T2 12

I V

(6)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Implementasi Kekhususan Pengaturan Terjadinya macam-macam

Perceraian Dalam Hukum Acara Pengadilan Agama. . . . ... 15 5.2 Implementasi Kekhususan Pengaturan Pembuktian Terjadinya macam-

macam Perceraian Dalam Hukum Acara Pengadilan Agama. 18

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6 . 1 K e s i m p u l a n . . . .

6.2 Saran.

DAFTAR PUSTAKA

2 l 22

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara yang menganut sistem Negara Hukum wajib menjungjung tinggi hukum yang berlaku. Oleh karena itu semua tindakan negafa melalui pemerintahan maupun lembaga-lembaga negara yang lainnya harus berlandaskan hukum atau harus dapat dipertanggungj awabkan secara huk um

Lembaga peradilan adalah salah satu unsur dari sistem Negara Hukum yang bertugas menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran hokum yang terjadi demi untuk tegaknya hukum yang berlaku .

Di Indonesia lembaga peradilan menurut UUD 1945 diselenggarakan oleh Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana lebih lanjut terakhir diatur dalam UU RI No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam pertimbangan hukum UU No.48 Tahun 2009, disebutkan bahwa :

"Kekuasaan Kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Makamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Makamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukumdan keadilan".

Masing-masing lingkungan peradilan yang berada di bawah Makamah Agung ini mempunyai peraturan perUndang-Undangan dan wewenang sesuai dengan ruang lingkup lingkungan peradilannya sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal25 ayat (2) sampai dengan ayat (5) UU no.48 Tahun 2009, sebagai berikut :

(8)

aJ .

1. Peradilan Umum berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.

Peradilan Agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.

Peradilan Meliter berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.

Peradilan Tata Usaha Negara, berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan

Dari penguraian pengaturan ruang lingkup lingkungan badan- badan peradilan ini, yang dibahas dan dianalisis lebih lanjut adalah Pengadilan Agama sesuai topik penelitian ini.

Pengadilan Agama mendapat pengaturan khusus dalam UU No.7 Tahun 1989 yang telah diamandemen oleh uu RI No.3 Tahun2006, kemudian dirubah lagi dengan uu RI No.50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Berdasarkan pada pengaturan ini, dapat diketahui bahwa Peradilan Agama diberlakukan hanya bagi orang-orang yang beragama Islam, dan hanya menangani perkara-perkara perdata Islam tertentu menurut ajaran Islam sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No.3 tahun 2006 sebagai berikut :

"Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tingkat peftama antara orang yang beragama Islam di bidang :

a. Perkawinan b. Waris c. Wasiat d. Hibah 4 .

(9)

e. Wakaf f. Zakat g. Infaq

h. Sedekah, dan

i. Ekonomi Syari'ah".

Khusus dalam bidang perkawinan yang dimaksud oleh UU No.3 Tahun 2006, adalah tentang perkawinan yang diatur dalam UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Salah satu dari masalah perkawinan ini adalah putusnya perkawinan karena perceraian.

Masalah perceraian ini tunduk pada hukum Agama Islam dan menarik untuk dibahas, karena dilihat dari terjadinya terdapat bermacam- macam pbrceraian yang didalamnya mengandung nolrna-norma keimanan, keseimbangan kedudukan Suami-Istri dan penghargaan kepada perempuan (lstri).

Macam-macam perceraian yang mengandung norrna-norma ini dalam penyelesaiannya diatur secara khusus oleh hukum agama, sehingga pembuktian dalam pemutusan sengketanya diatur secara khusus pula.

Macam-macam terjadinya perceraian yang dimaksud antara lain : Tulak, Talak Ta'lik, Syiqaq, Ila, Zhihar, Khuluk, Fasakh, Ti'an, Murtad

" Pengadilan Agama yang mempunyai kekuasaan menanganimasalah perceraian, dilihat dari substansi pengaturannya belum Secara khusus dan jelas memuat Semua terjadinya macam-lnacam perceraian tersebut. Untuk menegaskan penegakan hukum dan keadilan dalam penyelesaian masalah perceraian ini diperlukan pengkajian secara normatif tentang implementasi kekhususan pengaturan terjadinya perceraian dan pembuktiannya menurut hukum Islam melalui Hukum Acara Peradilan Asama.

(10)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi kekhususan pengaturan terjadinya macam- macam pereraian menurut hukum Islam dalam hukum acara peradilan

agama?

2. Bagaimana implementasi kekhususan pengaturan pembuktian terjadinya macam-macam perceraian dalam hukum acara peradilan asama ?

(11)

2 . 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Putusnya Perkawinan Karena Perceraian Dalam Islam

Salah satu asas dari suatu perkawinan menurut Syari'at dalam Islam, adalah perkawinan untuk selama-lamanya. Oleh kerana itu agama Islam mengharamkan perkawinan yang tujuannya untuk sementara, dalarn waktu-waktu yang tertentu sekedar untuk melepaskan hawa nafsu saja, seperti nikah mut'ah, nikah mukhalil, nikah muwaqqat. Oleh karena itu untuk memelihara keutuhan suatu perkawinan agama Islam membenci suatu perceraian dan memandang perceraian sebagai sesuatu yang musykil (yang bertentarigan dengan asas perkawinan atau peraturan perUndang- Undangan). (Kamal Muchtar, 1974:145). Sebagai mana disabdakan oleh Rasullulah SAW, sebagai berikut : "Yang halal yang paling dibenci Allah ialah penceraian". (H.R. Abu Daud dan dinyatakan Shaheh oleh Al Hakim).

Suatu perceraian hanya tery'adi jika terjadi pertengkaran terus menerus antara suami istri dan tidak dapat diselesaikan atau didamaikan serta dikhawatirkan menimbulkan perpecahan yang lebih besar dan meluas diantara anggota-anggota keluarga yang telah terbentuk. Oleh karena itu untuk' terjadinya perceraian harus disertai alasan, sebagaimana Rasullulah SAW bersabda :

"Apakah yang menyebabkan salah seorang kamu memperrnainkan hukum Allah, Ia menyatakan : Aku sesungguhnya mentalak (Istriku) dan sungguh Aku telah merujuk(nya)". (H.R An Nasaa-I dan Ibnu Hibban) (Kamal Muchtar, 1974:146).

Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan untuk terjadinya perceraian, harus ada alasan-alasan sebagai berikut :

a. Salah satu pihak berbuat Zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

(12)

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya selama 2 (dua) tahun berlurut-turut tanpa ijin pihak lainnya dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5(lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung ( d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak yang lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menj al ankan kewaj ibannya s ebagai suami-istri.

f. Antara Suami dan Istri terus-menerus terjadi perselisihan dan ' p6rtengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam

rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik-talak

h. Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah Iangga.

2.2 Macam-Macam Perceraian Dala Islam

Ditinjau dari segi orang yang berwenang menjatuhkan atau memutuskan perceraian, maka perceraian dapat diklasifikasikan, sebagai berikut :

1. Perceraian yang dijatuhkan oleh suami dinamakan : talak.

2. Perceraian yang diputuskan atau ditetapkan oleh Hakim, berdasarkan pada gugatan yang diajukan oleh pihak-pihak yang berhak terhadap

suatu perkawinan, seperti : khuluk, li'an, talak tak'lik, syiqaq.

3. Putusnya perkawinan dengan sendirinya, seperti : karena salah seorang dari suami atau istri meninggal dunia.

(Kamal Muchtar 197 4:l 46-1 47 )

Berdasarkan pada klasifikasi dari perceraian ini hukum Islam mengenal 9 (Sembilan) macam perceraian dengan pengaturan proses terjadinya, sebagai berikut :

(13)

Talak Khuluk Syiqaq Ila Zhrhar Ll'an Fasakh Ta'lik Talak Murtad

(Gatot Supramono 1993 :569)

Ad.1) Tilak

Talak adalah bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami kepada istrinya kapan saja dia kehendaki. Namun demikian untuk tertibnya dulu berdasarkan UU No,32 Tahun 1954, Tentang Pencatatan Nikah Talak dan Rujuk, dan sekarang diperlegas dalam UU No.l Tahun

1974 Yo PP No.9 Tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam, seorang suami yang akan mejatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tulisan kepada Pengadialan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan sefta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Ad.2) Khuluk

Yang dimaksud khuluk adalah bercerai dengan mengganti kerugian, umumnya diarlikan karena penebusan oleh pihak istri. Khuluk dilakukan bila suami istri tidak akan dapat bersatu kembali atau satu sama lainnya sudah saling membenci.

Ad.3) Syiqaq

perselisihan antara suami istri dengan jalan didamaikan melalui wakil-wakil (hakam) dari keluarga mereka.

(14)

Ad.4) Ila

Adalah bila seorang suami bertekad untuk tidak mau mencampuri istrinya dan melaknatinya

Ad.5) Zhihar

Zhlhar artinya punggung. Bila seorang suami memarahi atau memaki istri dengan istri dengan punggung ibunya. Di tanah Arab, rnenyamakan istri dengan punggung ibunya berarti sudah tidak mau lagi mencampurinya

Ad.6) Li?an

Li'an artinya kutukan, disebut li'an karena masing-masing pihak suami istri mengutuk pihak yg lain setelah masing-masing menyatakan persaksiannya 4 (empat) kali yang dikuatkan dengan sumpah. Contoh suami tidak mengakui anak yang dikandung atau dilahirkan oleh istrinya sebagai anaknya dan pihak istri menolak tuduhan tersebut, sedangkan masing- masing tidak memiliki alat bukti yang bisa diajukan kepada hakim.

Ad.7).Fasakh

Perceraian yang disebabkan kiarena suami atau istri cacad, salah satu pihak mendapatkan hukuman yang berat, suami tidak memberikan nafkah, meninggalkan tempat kediaman bersama, suamSi menganiaya berat.

Perceraian dengan cara fasakh pada asanya hak suami dan istri, tetapi dalam pelaksanaannya lebih banyak dilakukan oleh pihak istri dari pada pihak suami. Perceraian dalam bentuk fasakh merupakan perceraian yang diputuskan oleh Hakim.

Ad.8) Talak Ta'lik

Talak ta'lik artinya penggantunggan talak, yaitu adanya lkrar I perjanjian suami yang dicantumkan dalam surat nikah dan di ikrarkan

(15)

setelah akad nikah. Dalam ikrarnya, suami menggantungkan teq'adinya suatu talak atas istrinya, apabila dikemuadian hari suami melanggar salah satu atau semua yang telah diikrarkan, sebagai berikut :

1 . . M e n i n g g a l k a n l s t r i s e l a m 6 b u l a n b e r t u r u t - t u r u t , k e c u a l i m e n j a l a n k a n t u g a s N e g a r a

2 . S e n g a j a t i d a k m e m b e r n a f k a h s e l a m a 3 b u l a n b e r t u r u t - t u r u 3 . M e l a k u k a n p e n y i k s a a n b a d a n i a h d a n r o h a n i a h k e p a d a i s t r i 4 . M e n a m b a n g i s t r i d a l a m m a s a 6 b u l a n b e r t u r u t - t u r u t

( K a m a l M u c h t a r , 1 9 7 4 : h . 1 4 8 - 2 0 8 )

Ad.9) Murtad

- Salah seorang dari suami atau istri yang semula beragama Islam kemudian memeluk agama lain, mengakibatkan putusnya perkawinan.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No.1 Tahun l99l), tidak menyebutkan tentang macam-macam perceraian yang telah disebut dan telah diuraikan. Dari ketentuan pasal-pasal tentang perceraian hanya menyebut dan mengatur tentang macam-macam cerai talak, cerai gugat, khuluk, li'an dan taklik talak, seda alasan-alasan perceraian dari seluruh macam-macam perceraian (pasal 113 sd pasal 128 Kompilasi Hukum Islam). Namun baik dalam UU No.l tahun 1974 Tentang Perkawainan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam ditentukan perceraian sah apabila dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (pasal 39 UU No.l Tahun1974, Pasal 114 Kompilasi Hukum Islam)

2.3 Hukum Acara Yang Berlaku Dalam Penyelesaian Perceraian di Pengadilan Agama.

Peradilan Agama, sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, adalah peradilan bagi orang- orang yang beragama Islam. Dalam pasal 2 UU No.7 Tahun 1989

(16)

10

dinyatakan sebagai peradilan untuk tayat yang beragama Islam, hanya menangani perkara perdata tertentu yang diatur menurut Undang-Undang.

Peradilan Agama dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai penegak hukum dan keadilan, mempergunakan hukum acara sebagaimana disebutkan dalam pasal 54 dari UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang berbunyi : "Hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku dalam lingkungan Peradilan Umum kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini"'

Berdasarkan pasal di atas maka peraturan-peraturan hukum ' acarayang berlaku di Pengadilan Agama, adalah :

1. HIR (Het Herzeine Inlandche Reglemen) 2. RBG (Rechts Reglement Buitengewesten) 3. BW (Burgerlijke Wetboek)

4. RSU (Reglement Op de Burgerlijke Rechsvordering)

5. Undang - undang No.49 Tahun 2009 Tentang Peradilan umum 6. UU No.49 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

7. UU no.3 Tahun 2009 Tentang Makamah Agung

8. UU No.l Tahun 1914 dan PP No.9 Tahun 1975 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pelaksanaannya.

g. Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991)

10. Sumber-Sumber Hukum Acara Perdata Islam yang terdapat dalam Alqur'an, Sunnah Nabi dan ijtihad sebagai hukum yang tidak tertulis (Roihan A. RasYid, 1991 :h20-21)

2.4 llukum Pembuktian di Peradilan Agama

S u b e k t i d a l a m b u k u n y a . . H U K U M P E M B U K T I A N , ' menyatakan, membuktikan dalam hukum acara adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan (Subekti, 1 978:5)

(17)

L1,

Dari pengertian ini suatu pembuktian dalam hukum acara perdata mempunyai peranan yang penting, karena untuk dapat dikabulkannya apa yang menjadi tuntutan para pihak yang dilanggar haknya yang dicantumkan dalam petitum suatu gugatan,

peristiwa yang menjadi dasar tuntutan tersebut (posita) harus dibuktikan dan berhasil dibuktikan (Gatot Supramono, 1993:18)

Pasal 163 HJR, Pasal 283 RBG, menyebutkan sebagai berikut :

"Barang siapa mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang itu harus membuktikan adanya hak atau adanya kejadian itu".

Dalam hukum acara perdata, untuk membuktikan peristiwayang menjadi dasar tuntutan (gugatan) dilakukan dengan menggunakan alat-alat bukti, yang diakui sah menurut Undang-Undang. Hakim dalam menjatuhkan putusan terikat oleh alat-alat bukti yang diatur oleh Undang-Undang ini, dan wajib mempertimbangkan alat-alat bukti sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang.

Alat-alat bukti yang dimaksud, antara lain yang telah diatur dalam Pasal 164 HJR, Pasal 284 RBG, Pasal 866 KUH Perdata, yang berupa:

a. Bukti dengan surat, baik berupa surat yang autentik maupun surat di bawah tangan

b. Saksi

c. Persangkaan-Persangkaan d. Pengakuan

e. Sumpah

Peraturan-peraturan tentang pembuktian dan alat-alat bukti yang terdapat dalam HJR, RBG dan KUH Perdata ini karena merupakan bagian dari hukum acara perdata, maka sesuai dengan Pasal 54 UU Peradilan Agama No.7 Tahun 1989, juga berlaku di Pengadilan Agama, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam UU Peradilan Agama.

alasan-alasan atau '

(18)

1.2

3 . 1

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIA

Tujuan Penelitian

l. Untuk mengkaji peraturan-peraturan yang berkaitan dengan hukum acara dan tentang terjadinya macam-macam perceraian yang ada dalam hukum Islam, sehingga dapat lebih jelas diketahui pembuktian yang harus diimplimentasikan dalam Undang-Undang Peradilan Agama.

2. Untuk memberi masukan kepada pembuat Undang-Undang dalam . melengkapi penjelasan-penjelasan tentang pembuktian terjadinya

macam-macam perceraian menurut Islam, sehinga bisa lebih menegakkan hukum dan keadilan dalam terjadinya perceraian bagi pihak-pihak yang bercerai.

Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum kususnya dibidang hukum acara peradilan agam4 mengingat mayoritas penduduk indonesia beragama Islam dan perceraian sering terjadi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pembuat Undang-Undang dalam merumuskan pelaksanaan peraturan- peraturan peradilan agam4 sehinga penegakan hukum meteril khususnya penegakan hukum perceraian menrut Hukum Islam yang berlandaskan sendi-sendi Hukum Agama dapat ditegakkan

3.2

(19)

1 3

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, karena penelitian ini tidak menyangkut masalah pelaksanaan hukum, tetapi meneliti nonna hukum yang memerlukan penj elasan secara sistematik.

4.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perUndang-Undang,. pendekatan konsep dan pendekatan analisis.

4.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum dalam penelitian ini bersumber dari kepustakaan. Bahan-bahan hukum yang dibergunakan berupa :

a. Bahan hukum primer yang digunakan antara lain berupa peraturan perUndang-Undangan, yaitu :

1. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

3. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

- 4. UUNo. l Tahun T9l4TentangPerkawinan.

5. Peraturan pelaksanaan UU No.1 1974 Tentang Perkawinan (PP No. 9 Tahun 1915)

6. Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991) 7. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (terjemahan Burgerlijk

Wetboek)

(20)

I4

b .Bahan hukum sekunder, sebagai bahan penjelasan bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku hukum yang berhubungan dengan penelitian ini.

Bahan hukum tersier, yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, bahan tersier yang dipergunakan disini berupa kamus hukum

Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum

Tehnik pengumpulan bahan hukum ini digunakan dengan tehnik 'sistem

kartu, yaitu pertama dengan cara menginventarisasi bahan-bahan hukum -

yang relevan. Kemudian bahan-bahan hukum itu dikumpulkan melalui pencatatan dengan sistem karlu-kartu. Masing-masing kartu diberikan identitas sumber bahan hukum yang dikutip dan halaman dari sumber kutipan.

Tehnik Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian adalah dengan tehnik deskripsi, yaitu dengan menggambarkan kondisi nonna hukum yang ada. Selain itu digunakan tehnik konstruksi dengan cara acontrario, dan tehnik elaluasi serta tehnik argumentasi.

4.4

4.5

(21)

L 5

BAB V

TIASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Implementasi Kekhususan Pengaturan Terjadinya Macam-Macam Perceraian Menurut Hukum Islam Dalam Hukum Acara Peradilan Agama.

Hukum acara sebagai hukum formal mengutamakan bentuk atau cara yang sudah diatur oleh Undang-Undang dengan maksud untuk mewujudkan hukum material.

Oleh karena itu pengadilan agama sesuai dengan kekuasaan dan wewenangnya yang menangani perkara-perkara perdata dari orang-orang yang beragama Islam, harus juga menegakkan hukum materil perdata Islam.

Sekalipun peradilan agama memberlakukan hukum acara peradilan umum seperti HIR, RBG, dan BIS, sefta peraturan perundangan negara, disamping yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang peradilan agama ( Pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989 )

Dari Penggalian data bahan-bahan hukum, yang dimaksud dengan kekhususan pengaturan macam-macam perceraian dalam hukum acara peradilan agama adalah peraturan-peraturan yang berasal dari hukum acara Islam yang berpedoman pada syariat Islam berdasarkan Al quran , sunah nabi dan hasil rjtihad, yang diistilahkan hukum acara tidak tertulis ( Roihan A, Rasyid;1991;22 )

Kekhususan macam-macam perceraian dalam hukum acara perdata agama Islam, yang dimaksud antara lain : Talak, Talak ta'lik, Syiqaq, Ila, Zhlhar, Fahisyah, Khuluk Fasakh, Li'an, Murtad ( Gatot Supramono, 1993: 56 )

Tata cara terjadinya macam-macam perceraian ini tidak semua disebut dalam semua peraturan yang berkaitan dengan hukum acara peradilan agama. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 hanya menyebutkan

(22)

L6

putusnya perkawinan terjadi karena : a. Kematian, b. Perceraian ' c. Atas keputusan pengadilan. Selanjutnya dalam pasal 39 UU No.1 Tahun 7974 ditentukan:

l. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak'

2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

Bagaimana wujud tata cara perceraian khusus untuk yang beragama Islam, dalam PP No.9 Tahun I975 dan Kompilasi hukum Islam maupun dalam UU No.7 Tahun 1989 menyebutkan bahwa putusnya perkawinan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gUgatan perceraian. Ketentuan ini disimpulkan dari UU No.7 Tahun 1989 pasal 66 ayat (1) yang berbunyi : "seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya, mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak"

Kemudian dalam pasal 73 ayat (1) yang diulangi bunyinya dalam pasal 132 kompilasi hukum Islam menyatakan : " Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya melipuii tempat kediamap penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa rzinterg\tgat"

Berdasarkan pada bunyi pasal-pasal diatas dapat dinyatakan, bahwa cerai talak diajukan dengan permohonan oleh seorang suami, kareana seorang suami menurut hukum Islam mempunyai kekuasaan menjatuhkan talak. (Gatot Supramono,l993:60 ) Produk hukum dari permohonan ini berupa penetapan.

Adapun cerai gugat diajukan oleh seorang istri, untuk menimbangi kekuasaan suami. Produk hukum dari gugatan ini berupa putusan.

Pengaturan tala cara pengajuan perceraian yang selalu harus disertai alasan-alasan perceraian sebagaimana ditegaskan dalam pasal 116

(23)

1 7

kompilasi hukum Islam, nampaknya belum bisa dikatakan bahwa hukum acara peradilan agama sudah menegakkan hukum dan keadilan dari hukum materil Islam di bidang perceraian. Hal ini disebkan hukum acara peradilan

agama hanya mengatur beberapa macam terjadinya perceraian, seperti cerai talak, syiqaq dan li'an. Dalam kompilasi hukum Islam bahkan hanya memuat tentang talak (pasal 111) tentang khuluk ( pasal 124) dan li'an ( pasal 125 sldpasall2T)

Apabila dianalisis secara kontruksi dengan melakukan contrario, peraturan peradilan agana dengan mengharuskan setiap pengajuan perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat harus disertai alasa-alasan seperti yang ditegaskan dalam pasal 116 kompilasi hukum Islam, peradilan

agama su-dah mengimplementasikan penegakan hukum materil dan keadilan dalam hukum Islam, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Salah satu pihak berbuat zina sesuai dengan terjadinya li'an, salah satu . pihak jadi pemabuk, pemuda yang sukar disembuhkan adalah sesuai

dengan terjadinya fasakh

2. Salah satu meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sehat atau karena hal lain diluar kemampuannya, sesuai dengan terjadinya fasakh

3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung, adalah sesuai dengan terjadinya fasakh

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain, adalah sesuai dengan terjadinya fasakh dan terjadinya talak ta'lik

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menj alankan kewaj ibannya sebagai suami-isteri. Ketentuan ini sesuai dengan terjadinya fasakh

6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah

tangga, hal ini sesuai dengan terjadinya khuluk

(24)

1 8

l. Suami melanggar taklik-talak adalah merupakan gabungan dan terjadinya fasakh, Jla dan Zlhar

8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga, hal ini sesuai dengan terjadinya fasakh

5.2 Implementasi kekhususan pengaturan pembuktian terjadinya perceraian dalam hukum acara peradilan agama

Hukum pembuktian merupakan bagian dari hukum acara dan mempunyai peranan penting dalam penyelesaian perkara. Dikatakan mempunyai peranan penting, karena pembuktian memberikan dasar kepada hakim teptang kepastian kebenaran suatu peristiwa yang telah didalilkan ( Gatot Supramono,1993 :16)

Dengan mengamati peranan suatu pembuktian maka hal-hal yang harus dibuktikan dalam suatu perceraian adalah alasan-alasan atau peristiwa-peristiwa yang diuraikan dalam gugatan yang menjadi dasar dari tuntutan

Hukum Acara-peradilan Agama dalam membuktikan peristiwa- peristiwa terjadinya perceraian, mempunyai dua versi pengaturan, yaitu hukum pembuktian yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum sebagai.lex generalis, dan hukum pembuktian yang telah diatur secara khusus dalam UU No.7 Tahun 1989 sebagai lex specialis.

Sehingga implementasi kekhususan pengaturan terj adinya perceraian dalam pengadilan agama berpedoman pada "asas lex specialis derogat lex generalis" (ketentuan khusus dimenangkan dari ketentuan umum)

Dengan demikian, apabila Undang-Undang peradilan agama sudah mengatur khusus acara pembuktian terjadinya perceraian, dengan sendirinya hakim tidak akan memberlakukan acara pembuktian dalam HIR atau RBG sebaliknya apabila acara pembuktian terjadinya perceraian tidak diatur secafa khusus, hakim akan mempergunakan HIR atau RBG sebagai hukum umumnya ( Gatot Supramono , 1993:h 54)

(25)

1,9

Berikut ini diuraikan pembuktian terjadinya perceraian yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang peradilan agama No.7 Tahun

1989, sebagai berikut :

1. Pasal 70, pembuktian dalam permohonan cerai talak. Pembuktian dalam cerai talak disini berdasarkan pada kesimpulan hakim dari fakta-fakta yang diperoleh di persidangan dan alasan perceraian

Contoh.

. Pemah diusahakan perdamaian, tatapi tidak berhasil

o Selama proses berlangsung kedua belah pihak sudah tidak serumah lagi

o Istri pemboros o' Istri senang berjudi

o Istri banyak membuat hutang

2. Pasal74, pembuktian dalam gUgatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat pidana penjara.

Pembuktian disini, dengan petunjuk, bahwa penggugat cukup menyampaikan salinan putusan dari pengadilan yang berwenang dengan disertai keterangan yang menyatakan bahwa itu memperoleh kekuatan hukum tetap.

3. Pasal 75, pembuktian dalam gugatan perceraian didasarkan atas alasan tergugat mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami

Pembuktiannya disini, cukup dengan surat keterangan dokter tentang penyakit tergugat sebagai bukti yang sempurna' Untuk membuktikan peristiwanya dapat diajukan saksi-saksi dari keluarga dekat atau orang yang dekat dengan pihak yang bercerai. Misalnya anak, orang tua, mertua, pembantu rumah tangga atau tetangga

4. Pasal76, pembuktian dalam gugatan perceraian didasrkan alasan syiqaq Untuk membuktikan peristiwa syiqaqdipergunakan keterangan saksi- saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan

(26)

2 0

para pihak, misalnya : anak, orang tua, apar, mertua, pembantu dan tetangga

5. Pasal 87, pembuktian dalam gugatan perceraian didasarkan atas alasan zina

Perbuatan zina sulit dibuktikan dengan surat atau saksi-saksi, sehingga Undang-Undang memberi petunjuk, bahwa peristiwa zina dapat dibuktikan dengan sumpah. Apabila sumpah diberikan kepada suami maka penyelesaianya dengan cafa li'an, yang diatur dalam al-quran (surat an-nur), kemudian si istri diberi kesempatan untuk bersumpah sehingga terhindar dari hukuman, walaupun si istri telah terbebas dari tuduhan dan. ancaman hukuman, hubungan perkawinan tetap tetputus karena ada li'an.

(27)

21.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1 Kekhususan pengaturan terjadinya macam-macam perceraian menurut hukum Islam dalam hukum acara peradilan agama belum diimplementasikan spenuhnya dalam Undang-Undang hukum acara peradilan agama. Namun apabila dikontruksikan secara acontrario dari ketentuan peradilan agama yang menentukan setiap pengajuan perceraian baik melalui cerai talak atau cerai gugat harus diserlai alasan-alasan seperti yang ditegaskan dalam pasal 116 kompilasi hukum Islam. Maka hukum acara peradilan agama sudah mengimplementasi penegakan hukum materiil dan keadilan dalam perceraian. Hal ini dapat disimak dari alasan-alasan perceraian yang merupakan peristiwa terjadinya perceraian. Peristiwa-peristiwa ini rumusan pengertiannya sama dengan yang dimaksud dalam macam perceraian menurut hukum I s l a m

Implementasi kekhususan pengaturan pembuktian terjadinya perceraian dalam hukum acara peradilan agama berdasarkan asas lex specialis derogat lex generalis. Hal ini dapat didiskripsikan dari ketentuan pembuktian yang khusus di atur sendiri oleh UU peradilan agama anatara lain, pembuktian dalam permohonan cerai talak, pembuktian dalam gugatan perceraian di dasarkan alasan salah satu pihak mendapat pidana penjara, pembuktian dalam gugatan perceraian didasarkan alasan tergugat mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami, pembuktian gugatan perceraian didasrkan alasan syiqaq, pembuktian gugatan berdasarkan alasan zina.

Untuk macam-macam perceraian yang tidak diatur pembuktiannya oleh UU peradilan agama di berlakukan pembuktian dari HJR, RBG.

2 .

(28)

22

l .

6.2 Saran

Untuk menunjukan bahwa peradilan Agama adalah khusus diperuntukkan untuk umat Islam saja dan berlandaskan Agama Islam.

Alasan-alasan perceraian yang dimuat dalam pasal 116 kompilasi Hukum Islam dilengkapi dengan penjelasan nama-nama dari terjadinya macam-macam perceraian sesuai dengan syariat.

pembuktian dalam terjadinya perceraian yang diatur secara khusus oleh uu peradilan agama walaupun sudah jelas, namun diperlukan pengaturan lebih lanjut tentang pembuktian perceraian sesuai yang lainhya.

2 .

(29)

2 3

DAFTAR PUSTAKA

Gqtot Supramono, lgg3, Hukum Pembuktian Di Peradilan Agama, Alumni, Bandung.

Kamal Muchtar, 1974, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Bulan Bintang, Jakarta

Roihan A. Rasyid, 1991 , Hukum Acara Peradilan Agama, Rajawali Pers, Jakarta Subakti,1977,'Hukum Acara perdata, Bina Cipta, Bandung

Undang-Undang No.50 Tahun 2009 Tentang perubahan kedua atas Undang- Undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Undang-Undang No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Hakim Undang-Undang No. I Tahun I 97 4 T entang Perkawinan

Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun l9l4 Tentang Perkawinan

Instruksi President No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Terjemahan Subekti dan Tj i t r o s u di b i o, 200 4, P r adny a P a r ami t a, Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

3.500,- dengan rata-rata produksi yang dihasilkan per tahun sebanyak 16.000 Kg/tahun, sehingga total rata- rata penerimaan petani per tahun di Kecamatan Rimba

Dari gambar 2.1, suatu penampang beton bertulang dimana penampang beton yang diperhitungkan untuk memikul tegangan tekan adalah bagian di atas garis netral (bagian yang

Pemilihan dilakukan dengan menghitung indikator keuntungan berupa Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV), Benefit to Cost Ratio (B/C), Pay Out

Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 8 juga menyebutkan bahwa seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan

Meskipun tumbuhan tidak mempunyai sistem saraf, tetapi menunjukkan adanya kepekaan, yaitu adanya gerak respons terhadap beberapa bentuk rangsangan tertentu dengan menggerakkan

Zat uji direaksikan dengan 2 mL H2SO4 pekat kemudian dikocok, maka akan terbentuk: — Warna kuning: Streptomisin, Eritromisin, Oksitetrasiklin, Klortetrasiklin, Kloramfenikol —

Komponen-komponen ilmu di atas dipelajari agar mahasiswa mampu memahami dan menguasai teknik anestesi lokal, pencabutan gigi, infeksi oromaksilofasial serta tindakan bedah

bahasa Indonesia adalah PSK. Pada kartun kedua, kartunis menggambarkan kartun dengan genre komik. Informasi kartun dalam wujud gambar dan teks saling mendukung. Pesan yang ingin