• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: Bentonite, acid activation, titania pillared bentonite, adsorption, indigo carmine

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Keywords: Bentonite, acid activation, titania pillared bentonite, adsorption, indigo carmine"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TITANIA PILLARED ACID ACTIVATED BENTONITE FOR REMOVAL OF INDIGO CARMINE IN WASTEWATER BENTONIT TERAKTIVASI ASAM TERPILAR TITANIA UNTUK PENGHILANGAN INDIGO CARMINE DALAM AIR

LIMBAH

Surya Lubis, Sheilatina Vicky Praja Putra and Syahrinta Sepia Nika

Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh 23111

email: suryalubis@unsyiah.ac.id

ABSTRACT

Titania pillared acid activated bentonite has been synthesized and characterized and its adsorption capacity in the removal of indigo carmine (IC) dye was compared with the adsorption capacity of natural bentonite. Natural bentonite was activated by using hydrochloric acid and was modified by cation exchange into Na2- bentonite and H2-Bentonite, followed by pillarization using titanium tetraisopropoxide as titania precursor. The as prepared materials were characterized by X-Ray Diffraction, Scanning Electron Microscope and nitrogen adsorption-desorption isotherms. The removal of indigo carmine dye was found to be affected by pH, adsorbent dosage, initial dye concentration and contact time. The maximum dye sorption was found to be at a pH of 3.0, adsorbent dosage 0.2 g, initial dye concentration of 25 mg/L for 120 minutes contact time. The adsorption capacity for this dye was found to be 1.333 mg/g. Adsorption of indigo carmine onto titania pillared acid activation of bentonite followed the Freundlich isotherm with the correlation coefficient is 0.999.

Keywords: Bentonite, acid activation, titania pillared bentonite, adsorption, indigo carmine

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki sumber daya mineral yang tersebar di beberapa propinsi dengan jumlah yang cukup besar. Salah satu mineral tersebut adalah tanah lempung atau clay (mineral lempung) (Wijaya dkk., 2002). Berdasarkan kandungannya tanah lempung dibedakan atas montmorillonit, kaolinit dan illit (Vaecari, 1998). Propinsi Aceh memiliki sumber daya alam mineral bentonit yang tersebar di beberapa kabupaten. Di Kabupaten Aceh Utara, mineral bentonit banyak terdapat di beberapa lokasi antara lain di daerah Kuala Dewa (Jarot, 1986), Teupin Reusip dan Jamuan, Kecamatan Muara Batu, Blangkaring dan Blang Dalam, Kecamatan Nisam (Kaelani dkk., 2007) dan Sawang (Hasyim, 1996).

Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang memiliki kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95%. Bentonit dapat digunakan sebagai adsorben (Bath dkk, 2012), penyangga katalis dan lain-lain (Haerudin dan Rinaldi, 2002).

Bentonit memiliki sifat adsorpsi yang baik dan sisi adsorpsinya berada pada antar lapis, mempunyai luas permukaan dan kapasitas tukar kation yang besar (Eren, 2008, Dvininov et al, 2009). Namun bentonit alam umumnya memiliki kapasitas adsorpsi yang rendah sehingga perlu ditingkatkan sebelum digunakan sebagai adsorben.

(2)

Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan sifat adsorben bentonit adalah dengan cara aktivasi secara kimia (menggunakan asam, basa atau garam) atau secara fisika serta pilarisasi (pemilaran). Bentonit dipilarkan dengan berbagai senyawa organik, senyawa kompleks dan oksida-oksida logam yang diinterkalasikan ke dalam antar lapisnya.

Bentonit terpilar memiliki stabilitas termal yang lebih baik dan struktur pori yag stabil pada suhu tinggi (Vineente et al., 2013). Faghihian dan Mohammadi, 2014 melaporkan bahwa bentonit terpilar alumina yang disintesis dari bentonit yang sudah diaktivasi dengan asam sulfat memiliki luas permukaan dan total volume pori yang lebih besar daripada yang tidak diaktivasi dengan asam sulfat.

Gil, et al, 2011, telah mensintesis clay terpilar alumina (Al-PILC) dan zirkonia (Zr- PILC) yang digunakan untuk adsorpsi zat warna orange II dan metilen blue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis clay terpilar memiliki kapasitas adsorpsi yang sama terhadap orange II dan metilen blue, sedangkan pada adsorpsi metilen blue, Zr-PILC memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih besar dibanding Al-PILC.

Zat warna merupakan salah satu jenis polutan yang banyak terdapat pada air limbah yang berasal dari industri tekstil karena zat warna merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam proses pewarnaan. Limbah zat warna ini dibuang ke sungai-sungai tanpa adanya penanganan terlebih dahulu sehingga dapat mengakibatkan pencemaran air. Limbah yang dibuang ini dapat merusak biota yang ada disungai dan akan mengalir ke laut sehingga juga dapat merusak biota yang ada di lautan (Koay, et al., 2014). Limbah zat warna bersifat racun, produk penguraiannya bersifat karsinogenik, sangat stabil terhadap suhu dan cahaya, dapat menyebabkan alergi dan iritasi pada kulit. (Vahl dan Le marechal, 2009, Krishnakumar dan Swaminathan, 2013).

Pada penelitian ini dilakukan aktivasi bentonit alam menggunakan asam klorida dan kemudian dimodifikasi menjadi bentonit terpilar titania. Bentonit teraktivasi terpilar titania digunakan sebagai adsorben zat warna indigo carmine. Indigo carmine merupakan kelompok zat warna indigoid yang berwarna biru tua dan banyak digunakan untuk mewarnai serat poliester dan denim (celana jeans). Zat warna indigoid dalam limbah tekstil bersifat racun, mutagenik dan karsinogenik serta sulit didegradasi oleh mikroorganisme (Rashidi et al., 2012).

METODE PENELITIAN Material

Bentonit alam berasal dari daerah Kuala Dewa, Aceh Utara, Indonesia. Asam klorida, natrium hidroksida, ammonium klorida, (Ti(OCH(CH3)2)4 (titanium tetraisopropok-sida) dan indigo carmine (zat warna anionik dengan rumus molekul C16H8N2Na2O8S2 (C.I. = 73015, MW = 466.36 g/mol) dibeli dari Merck.

Preparasi Adsorben

Bentonit alam diaktivasi secara kimia menggunakan larutan asam klorida 1 M. Bentonit aktif kemudian dimodifikasi melalui pertukaran kation menggunakan larutan natrium klorida jenuh, diikuti dengan perlakuan dengan larutan ammonium klorida jenuh. Bentonit selanjutnya dipilarisasi menggunakan agen pemilar titaniun tetraisopropoksida dalam lingkungan asam klorida menghasilkan Bentonit teraktivasi terpilar titania.

Preparasi bentonit aktif terpilar titania dilakukan dengan menambahkan tetes demi tetes larutan titanium tetraisopropoksida 1 mM ke dalam larutan HCl 1 M dengan perbandingan molar HCl/Ti = 4:1. Campuran diaduk selama 3 jam pada suhu ruang hingga terbentuk sol titanium hidrat. Titanium hidrat kemudian ditambahkan tetes demi ke dalam suspensi

(3)

bentonit (10 gram dalam 500 mL aquades) sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer pada suhu ruang. Selanjutnya proses pengadukan dilanjutkan selama 12 jam. Campuran dipisahkan dengan cara sentrifugasi dan padatan yang diperoleh dibilas dengan aquades sampai bebas dari ion klorida (filtrat diuji dengan larutan AgNO3, sampai tidak terbentuk endapan putih AgCl). Padatan dikeringkan pada temperatur 105C selama 12 jam dan dikalsinasi pada temperatur 550C selama 5 jam.

Karakterisasi Adsorben

Bentonit aktif terpilar titania dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar-X (Shimadzu) yang dioperasikan menggunakan radiasi Cu K,  = 0,15401 nm pada sudut 2 = 5 - 80, adsorpsi gas nitrogen (metode BET) menggunakan Quantachrome Nova 3200E dan scanning electron microscope (SEM JEOL-JSM-6510LV).

Uji Adsorpsi

Uji adsorpsi dilakukan dalam labu Erlenmeyer dengan sistem batch menggunakan shaker. Adsorpsi dilakukan dengan mencampurkan volume larutan zat warna indigo carmine (IC) sebanyak 25 mL pada pH awal larutan 1, 3, 5, 7 dan 9 dengan jumlah adsorben 0,2: 0,4;

0,6; 0,8 dan 1,0 g serta konsentrasi awal larutan zat warna 5, 10, 15, 20 dan 25 mg/L selama variasi waktu 0, 30, 60, 90 dan 120 menit. pH awal larutan zat warna diatur menggunakan larutan NaOH 0,1 M atau HCl 0,1 M. Konsentrasi larutan zat warna ditentukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV mini 1240) pada panjang gelombang maksimum.

Jumlah zat warna IC yang teradsorpsi pada bentonit aktif terpilar titania dihitung menggunakan rumus:

= (1) qt V (Co-Ct)

M

Dimana qt adalah jumlah zat warna IC yang teradsorpsi (mg/g) pada waktu t, Co dan Ct adalah konsentrasi awal zat warna (sebelum adsorpsi) dan konsentrasi pada waktu t, M adalah massa adsorben (g) dan V adalah volume larutan zat warna (mL). Data yang diperoleh digunakan untuk menentukan kapasitas adsorpsi dan model isotherm adsorpsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi dan Karakterisasi Adsorben

Aktivasi bentonit alam dari Kuala Dewa, Aceh Utara bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan bentonit karena pada proses aktivasi ini terjadi penghilangan hidrogen, gas- gas dan air dari permukaan bentonit sehingga terjadi perubahan fisik pada permukaannya.

Pada proses aktivasi juga terbentuk gugus aktif akibat adanya interaksi radikal bebas pada permukan bentonit dengan atom-atom seperti oksigen dan nitrogen dan akan terbentuk pori- pori baru karena adanya pemanasan. Aktifasi dengan asam akan meningkatkan daya adsorpsi bentonit dengan meningkatnya sisi aktif pada permukaan bentonit (Min-yu and Su-Hsia, 2006).

Bentonit aktif kemudian dimodifikasi melalui pertukaran kation menjadi Na2- Bentonit, H2-Bentonit yang selanjutnya dilakukan proses pilarisasi menjadi bentonit terpilar titania. Ion Ca2+ dalam Ca-Bentonit dapat digantikan oleh Na+ atau ion lainnya karena ion-ion ini terikat lemah dalam strukturnya. Proses pilarisasi bentonit dilakukan dengan menukarkan kation-kation pada permukaan bentonit dengan kation Ti-polihidroksida yang mengalami dehidrasi dan dehidroksilasi pada proses kalsinasi membentuk oksida logam, TiO2 yang stabil. Oksida logam ini berfungsi sebagai pilar atau tiang antar lapis bentonit.

Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa kandungan bentonit alam dari Kuala Dewa Aceh Utara adalah montmorillonite, quartz, feldspar and calcite. Secara umum tidak ada

(4)

perbedaan signifikan antara pola difraksi bentonit alam dan bentonit teraktivasi terpilar titania (Gambar 2.). Difraktogram bentonit teraktivasi terpilar titania tidak menunjukkan adanya puncak yang disebabkan oleh TiO2 fasa anatase maupun rutile. Hal ini kemungkinan disebabkan TiO2 yang masuk ke dalam antar lapis bentonit cukup sedikit dan rendahnya homogenitas sampel.

Hasil uji BET (adsorbsi-desorbsi gas nitrogen) menunjukkan bahwa Ca-bentonit teraktivasi memiliki luas permukaan 32,97 m2/g dan setelah dipilarkan TiO2, luas permukaannya menjadi lebih kecil (19,67 m2/g). Hal ini disebabkan pada proses pilarisasi kemungkinan tidak semua TiO2 membentuk pilar pada antar lapis bentonit melainkan berada di permukaan dan menutupi pori-pori bentonit, sehingga luas permukaannya menurun. Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sumarian dkk, 2013 dan Fatimah, 2009, dimana partikel TiO2 masuk atau menutupi pori-pori bentonit (monmorillonit) sehingga menurunkan luas permukaan. Selain itu kecilnya luas permukaan yang didapatkan setelah proses pilarisasi TiO2 ke dalam antar lapis bentonit disebabkan karena rusaknya struktur lapisan silica dan alumina bentonit (delaminasi struktur).

Hasil karakterisasi bentonit alam dan bentonit teraktivasi terpilar titania menggunakan scanning electron microscope (SEM) menunjukkan bentonit teraktifasi terpilar titania memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dibanding bentonit alam (Gambar 3.) Hasil analisis SEM-EDX menunjukkan bahwa jumlah TiO2 yang terdapat pada bentonit alam adalah 0.36 wt% dan meningkat menjadi 4,31% pada bentonit teraktivasi terpilar titania.

Adsorpsi Zat Warna Indigo Carmine oleh Bentonit Teraktivasi Terpilar Titania a. Pengaruh pH

pH awal larutan zat warna sangat mempengaruhi proses adsorpsi karena dapat meningkatkan gaya tarik elektrostatik antara molekul zat warna dan adsorben. Pengaruh pH larutan terhadap kapasitas adsorpsi zat warna indigo carmine oleh bentonit teraktivasi terpilar titania diberikan pada Gambar 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin meningkatnya pH awal larutan zat warna mengakibatkan kapasitas adsorpsi zat warna menjadi menurun.

Kapasitas adsorpsi maksimum zat warna indigo karmin diperoleh pada kondisi pH asam (pH=3) yaitu 0,560 mg/g. Hal ini dapat dijelaskan karena sifat TiO2 yang merupakan senyawa amfoter sehingga permukaan TiO2 akan bermuatan positif dalam suasana asam dan dalam suasana basa akan bermuatan negatif. Zat warna indigo carmine merupakan zat warna anionik (karena adanya gugus sulfat yang bermuatan negative, Daneshavar, 2003), sehingga lebih mudah teradsorpsi pada permukaan TiO2 dalam suasana asam. Pada suasana basa, permukaan TiO2 akan menjadi bermuatan negatif sehingga akan meningkatkan gaya tolak antara molekul zat warna indigo carmine dengan TiO2.

b. Pengaruh Jumlah Adsorben

Jumlah adsorben merupakan salah satu faktor utama dalam proses adsorpsi karena mempengaruhi ketersediaan sisi aktif yang dapat digunakan untuk mengadsorpsi adsorbat.

Gambar 5 menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum zat warna indigo carmine oleh bentonit teraktivasi terpilar titania (0,544 mg/g) diperoleh dengan menggunakan jumlah adsorben 0,2 g.

c. Pengaruh Konsentrasi Awal Zat Warna

Konsentrasi awal zat warna sangat mempengaruhi kapasitas adsorpsi suatu adsorben.

Hal ini disebabkan akan mempengaruhi jumlah molekul zat warna yang teradsorpsi pada permukaan adsorben. Di samping itu juga dapat terjadi kompetisi antara molekul zat warna untuk menempati sisi aktif adsorben. Semakin besar jumlah molekul zat warna maka kompetisi yang terjadi juga semakin besar hingga permukaan adsorben menjadi jenuh dan tidak mampu lagi mengadsorpsi. Pengaruh konsentrasi awal zat warna terhadap kapasitas

(5)

adsorpsi indigo carmine menggunakan bentonit teraktivasi terpilar titania. menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi zat warna indigo carmine yang paling tinggi diperoleh dengan menggunakan konsentrasi awal zat warna 25 mg/L dengan kapasitas adsorpsi 1,333 mg/g.

Dengan demikian kondisi optimum adsorpsi zat warna indigo carmine menggunakan bentonit terpilar titania adalah pada kondisi pH =3, jumlah adsorben = 0,2 g, konsentrasi awal zat warna = 25 mg/L dengan waktu adsorpsi 120 menit. Kapasitas adsorpsi yang diperoleh lebih besar dibandingkan kapasitas adsorpsi indigo carmine oleh bentonit terpilar titania tanpa diaktivasi yang telah dilaporkan sebelumnya (Lubis et al, 2015).

Daya adsorpsi bentonit teraktivasi terpilar titania dibandingkan dengan daya adsorpsi bentonit alam (Ca-bentonit). Hasil yang diperoleh menunjukkan kapasitas adsorpsi zat warna indigo carmine menggunakan Ca-bentonit adalah 0,039 mg/g. Hal ini menunjukkan proses pilarisasi dapat meningkatkan daya adsorpsi bentonit menjadi hampir 35 kali lebih besar.

d. Isoterm Adsorpsi

Data kesetimbangan adsorpsi zat warna indigo carmine oleh bentonit teraktivasi terpilar titania dianalisis menggunakan model isotherm Langmuir dan Freundlich. Model isotherm Langmuir menggunakan persamaan:

= + CaL e (2) KL

Ce

qe

1 KL

Dimana, qe (mg/g) jumlah adsorbat yang diadsorpsi setiap unit massa adsorben, Co dan Ce (mg/L) adalah konsentrasi awal zat warna dan konsentrasi pada saat kestimbangan, V (L) adalah volume larutan dan m (g) adalah massa dari adsorben. KL (L/g) adalah konstanta kesetimbangan Langmuir dan KL/aL menghasilkan Qo (mg/g) yaitu kapasitas adsorpsi. Nilai KL dan aL dihitung dari intersep dan slope dengan memplotkan Ce/qe terhadap Ce (Bulut et al, 2008).

Model isoterm adsorpsi Freundlich dianalisis dengan menggunakan persamaan:

log qe = log KF + log C1 n e (3)

dimana KF (mg1-1/nL1/n/g) adalah konstanta Freundlich dan n (g/L) adalah eksponen Freundlich. Dengan memplotkan log qe terhadap log Ce maka konstanta KF dan eksponen n dapat ditentukan. Nilai konstanta Langmuir (KL, aL, Q0) serta konstanta Freundlich beserta koefisien korelasi pada adsorpsi zat warna indigo carmine menggunakan bentonit teraktivasi terpilar titania diberikan pada Tabel 1.

Tabel 1.

Konstanta isoterm Langmuir dan Freundlich untuk adsorpsi zat warna indigo carmine menggunakan bentonit teraktivasi pilar titania

Langmuir KL (L/g)

aL (L/mg)

Qo (mg/g)

RL r2

0.156 0.093 1.678 0.392-0.682 0.953

Freundlich KF

(mg1-1/nL1/n/g

n (g/L)

r2

0,165 1,377 0,997

(6)

Nilai-nilai konstanta isotherm Langmuir dan Freundlich pada Tabel 1. menunjukkan bahwa adsorpsi zat warna indigo carmine lebih mengikuti model isotherm adsorpsi Freundlich.dibanding isoterm Langmuir, karena koefisien korelasi (r2) isotherm Langmuir lebih rendah dibanding isotherm Freundlich. Hal ini menunjukkan bahwa adsorpsi yang terjadi adalah multi layer.

KESIMPULAN

Aktivasi, modifikasi dan pilarisasi bentonit alam Kuala Dewa Aceh Utara menjadi bentonit teraktivasi terpilar titania telah berhasil dilakukan. Kondisi optimum adsorpsi zat warna indigo carmine menggunakan bentonit teraktivasi terpilar titania diperoleh pada pH = 3, jumlah adsorben = 0,2 g, konsentrasi awal zat warna = 25 mg/L dan waktu kontak 120 menit dengan kapasitas adsorpsi 1,333 mg/g. Adsorpsi zat warna indigo carmine menggunakan bentonit teraktivasi terpilar titania mengikuti model isotherm adsorpsi Freundlich.

DAFTAR PUSTAKA

Bath, D. S., Siregar, J. M., dan Lubis, M.T. 2012. Penggunaan Tanah Bentonit Sebagai Adsorben Logam Cu. Jurnal Teknik Kimia USU 1(1): 1-4.

Bulut, E., M. Ozacar dan A. Sengil, 2008, Adsorption of Malachite Green onto Bentonite:

Equilibrium and Kinetic Studies and Process Design, Microporous and Mesoporous Materials, 115, 234–246.

Centi G, Santen R.A.V., 2007, Catalysis for Renewables. Wiley-VCH, Weimheim, Germany.

Dvininov, E., E. Popovici, R. Pode, L. Cocheci, P. Barvinschi, V. Nica, 2009, Synthesis and characterization of TiO2-pillared Romanian clay and their application for azoic dyes photodegradation, Journal of Hazardous Materials, 167, 1050–1056

Eren, E., 2008, Removal of copper ions by modified Unye clay, Turkey, Journal of Hazardous Material, 159, 235–244.

Faghihian, H. dan M.H. Mohammadi, 2014, Acid activation effect on the catalytic performance of Al-pillared bentonite in alkylation of benzene with olefins, Applied Clay Science, 93–94, 1–7.

Fatimah, I. 2009. Dispersi TiO2 ke dalam SiO2-Montmorillonit: Efek Jenis Prekursor. Jurnal Penelitian Saintek. 1 (1): 41-58.

Gil, A., F. C. C. Assis, S. Albeniz, dan S.A., Korili, 2011, Removal of Dyes from Wastewaters by Adsorption on Pillared Clays, Chemical Engineering Journal, 168, 1032-1040.

Haerudin, H., dan Rinaldi, N. 2002. Karakterisasi Bentonit Termodifikasi dengan Polikation Aluminium. Indonesian Journal of Chemistry 2(3): 173-176.

Hasyim, S. Dan Adriansyah, F. 1996. Peta Potensi Sumber Daya Mineral Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Tengah Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NAD. Banda Aceh.

Jarot, S. 1986, Penyebaran Endapan Lempung di Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi. Banda Aceh, Aceh.

(7)

Kaelani, M. S., Harahap, I. A., Muksin, I., Sunardi, A., Bakara, J., Fatah, A., dan Anggraeni, Y. 2007. Inventarisasi Mineral Non Logam Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. ProsidingPemaparan Hasil Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan Tahun 2007, Pusat Sumber Daya Geologi. Bandung, Indonesia.1-8.

Koay, Y.S., Intan S. A., M. M. Nourouzi., L. C. Abdullah, T. S. Y. Choong. 2014.

Development of Novel Low-Cost Quaternized Adsorbent from Palm Oil Agriculture Waste for Reactive Dye Removal. Bioresource, 9(1), 66-85.

Krishnakumar, B. dan M. Swaminathan, 2013, Solar photocatalytic degradation of Naphthol Blue Black, Desalination and Water Treatment, 51, 6572–6579.

Lubis, S., Sheilatina, Vicky, P. Syahrinta, S., 2015, Synthesis, Characterization of TiO2- Pillared Bentonite and Their Application for Indigo Carmine Adsorption, Proceedings The 5th AIC ChESA, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Min-yu, T., dan L. Su-Hsia. 2006. Removal of Basic Dye from Water Onto Pristine and HCl Actived Montmorillonite in Fixed Beds. Desalination. 194: 156-165.

Rashidi, H. R., N. M. Nik Sulaiman dan N. A. Hashim. 2012. Batik industry synthetic wastewater treatment using nanofiltration membrane. Procedia Engineering. 44:

2010-2012.

Sumarian, I., Fatimah, I., dan Wijaya, K. 2013. Synthesis, Characterization and Aplication of TiO2 Alumina Pillared Montmorillonite Photocatalyst. Jurnal Eksakta. 13(1-2): 22- 32.

Vaecari, A. 1998. Preparation and Catalytic Properties of Cationic and Anionic Clays, Catalysis Today, 41(1-3): 51-71.

Valh, J. V. dan A. M. Le Marechal, 2009, Decoloration of Textile Wastewater, dalam Dyes and Pigments : New Research, Editor Lang, A. R., Nova Science Publishers, New York.

Vineente, M. A., A. Gil., dan F-Bergaya. 2013. Chapter 105. Pillared Clay and Clay Minerals in Handbook of Clay Science. Devolopments in Clay Science, 5A, Elsevier Science, 523-557.

Wijaya, K., Tahir, I., dan Baikuni, A. 2002. Sintesis Lempung Terpilar Cr2O3 dan Pemanfaatannya sebagai Inang Senyawa p-nitroanilin. Indonesian Journal of Chemistry. 2 (1): 12-21.

Referensi

Dokumen terkait

3.5.5.1 Melalui WA grub dan pengamatan video animasi youtube tentang sistem pencernaan manusia, peserta didik dapat menguraikan fungsi organ sistem pencernaan manusia

1) Individu menghubungi konselor, keadaan individu baik. 2) Hubungan komunikasi individu kembali membaik dengan keluarganya. 3) Individu menyibukkan diri dengan pendidikannya,

Analisis cluster adalah proses pengelompokan data ke dalam kelas (cluster), sehingga objek dalam satu cluster memiliki kemiripan yang lebih tinggi dibandingkan

We haven't learned to live in peace with ocean, wind and trees The Lord, our God Almighty hears the song of our misery All His creatures great and small for delivery they call The

Dari pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa penataan pasar tradisional di Kota Denpasar khususnya Pasar Badung masih memerlukan proses yang bertahap untuk

keperluan lain misalnya untuk membeli makan-makanan.Sedangkan sebanyak 4 rumah tangga nelayan buruh yang tidak memiliki saldo akan menutup kekurangan mereka dengan

Oleh karena sifat khusus dari secara (peralatan) yang dipergunakan (suling, sirene, koran, kabut dan lain sebagainya) maka pengisyaratan dengan bunyi perlu sekali dilakukan

d) Letak meatus uretra : Hipospadia ada 3 tipe : glandular (meatus uretra pada corona glandis), penile (meatus pada batang penis sampai penoskrotalis), perineal (meatus