• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN MASKER GEL PEEL-OFF EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN MASKER GEL PEEL-OFF EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN MASKER GEL PEEL-OFF EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour)

SEBAGAI ANTI PENUAAN DINI PADA KULIT WAJAH

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

CHYNTHIA VERSILIA NIM 171501144

(2)

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN MASKER GEL PEEL-OFF EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour)

SEBAGAI ANTI PENUAAN DINI PADA KULIT WAJAH

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021 SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

CHYNTHIA VERSILIA NIM 171501144

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Evaluasi Sediaan Masker Gel Peel-Off Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai Anti Penuaan Dini pada Kulit Wajah” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu apt. Lia Laila, S.Farm., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran selama penulis melakukan penelitian sampai dengan menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Prof. Dr. apt. Anayanti Arianto, M.Si. dan Ibu apt. Dwi Lestari P., S.Si., M.Si. selaku Tim Dosen Penguji yang telah memberi masukan, kritik dan saran yang sangat membantu dan membangun penulis dalam menyempurnakan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu apt. Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D.

selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama perkuliahan dan kepada seluruh dosen serta staf pengajar Fakultas Farmasi atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama menjalani masa perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibunda Asna Sibarani, kakak Valeria Oktoviani, S.IP, adik Dewiranty serta abang Ronaldo Sihotang, Amd.Pel atas doa, dukungan, nasehat, dan pengorbanan baik moril maupun materil selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga

(5)
(6)
(7)

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN MASKER GEL PEEL-OFF EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour)

SEBAGAI ANTI PENUAAN DINI PADA KULIT WAJAH ABSTRAK

Latar Belakang: Penuaan dini kulit biasanya ditandai dengan kondisi kulit kering, bersisik, kasar dan disertai munculnya keriput dan noda hitam atau flek.

Senyawa flavonoid dan vitamin C yang terkandung dalam daun bangun-bangun memiliki kemampuan sebagai antioksidan untuk mencegah penuaan dini pada kulit wajah.

Tujuan: Memformulasi sediaan masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun- bangun dan mengevaluasi efektivitasnya sebagai anti penuaan dini pada kulit wajah.

Metode: Pengolahan daun bangun-bangun menjadi simplisia lalu dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi simplisia. Selanjutnya dibuat ekstrak etanol daun bangun-bangun dengan cara maserasi menggunakan etanol 96% hingga diperoleh ekstrak kental lalu dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi ekstrak. Pembuatan masker peel-off tanpa esktrak (F0) kemudian dengan penambahan ekstrak konsentrasi 1% (F1); 3% (F2); dan 5% (F3). Evaluasi masker gel peel-off meliputi uji mutu fisik, stabilitas selama 12 minggu, uji iritasi terhadap sukarelawan, dan efektivitas anti penuaan dini selama 4 minggu perawatan menggunakan skin analyzer. Data kemudian dianalisis dengan program SPSS 22 menggunakan metode Kruskal Wallis dan Mann Whitney.

Hasil: Hasil karakterisasi kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam dari simplisia secara berurutan adalah 9,32; 29,74; 12,26; 10,56; dan 0,98%. Hasil karakterisasi kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam dari ekstrak secara berurutan adalah 15,30; 75,81; 51,59; 27,90; dan 3,46%.

Rendemen ekstrak etanol daun bangun-bangun yang diperoleh dari 3 kali pengekstraksian sebesar 16,5 ± 0,5%. Serbuk dan ekstrak etanol daun bangun- bangun terbukti mengandung flavonoid, tanin, glikosida, dan steroid/triterpenoid.

Hasil uji mutu fisik sediaan yang dihasilkan memiliki tekstur semi padat bewarna cokelat kehitaman dengan aroma khas aromatis, homogen, pH 6,00-6,50, waktu kering 18,00-23,33 menit, daya sebar 5-7 cm, dan nilai viskositas 2448,6-2715,1 cP. Sediaan stabil selama 12 minggu pada suhu kamar, dan tidak mengiritasi kulit.

Hasil uji efektivitas anti penuaan dini sediaan F3 memberikan efektivitas anti penuaan dini yang paling baik ( p<0,05) pada parameter kelembapan (40,04%), kehalusan (23,45%), pori (23,14%) noda (26,78%), dan keriput (23,45%) dibandingkan sediaan F0 yang tidak memberikan hasil yang signifikan.

Kesimpulan: Ekstrak etanol daun bangun-bangun dapat diformulasikan sebagai sediaan masker peel-off yang memenuhi persyaratan uji mutu fisik, stabil, dan tidak mengiritasi kulit. Masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun-bangun konsentrasi 5% memiliki efektivitas anti penuaan dini yang paling baik dibandingkan dengan formula lain yang diujikan.

Kata kunci: Daun bangun-bangun, antioksidan, masker gel peel-off, anti penuaan dini

(8)

FORMULATION AND EVALUATION PEEL-OFF GEL MASK OF BANGUN-BANGUN LEAVES ETHANOL EXTRACT (Coleus amboinicus

Lour) AS ANTI AGING ON FACIAL SKIN ABSTRACT

Background: Premature skin aging is usually characterized by dry, scaly, rough skin conditions and the appearance of black spots or spots.The flavonoid compounds and vitamin C contained in bangun-bangun leaves have the ability as antioxidants to prevent premature aging on facial skin.

Purpose: To formulate a peel-off gel mask with ethanol extract of bangun-bangun leaves and to evaluate its effectiveness as an anti-aging on the facial skin.

Method: Bangun-bangun leaves processed into dried powder then carried out for phytochemical screening and characterization of the dried powder. Then, the ethanolic extract of bangun-bangun leaves was made by maceration using 96%

ethanol to obtain a thick extract and then the phytochemical screening and characterization were carried. The peel-off gel mask was made without extract (F0) then with the addition of extract concentration 1% (F1); 3% (F2); and 5%

(F3). The evaluation of the peel-off gel mask included physical quality test, stability during 12 weeks, irritation test on volunteers, and anti-aging effectiveness during 4 weeks of treatment using a skin analyzer. The data were then analyzed with the SPSS 22 program using the Kruskal Wallis and Mann Whitney method.

Results: The results of the characterization of water content, water soluble extract content, ethanol soluble extract content, total ash content, and acid insoluble ash content from the dried powder were 9.32, 29.74, 12.26, 10.56, and 0.98%

respectively. The results of the characterization of water content, water soluble extract content, ethanol soluble extract content, total ash content, and acid insoluble ash content from the extract were 15.30, 75.81, 51.59, 27.90, and 3.46%

respectively. The yield of the ethanolic extract of bangun-bangun leaves obtained from 3 times of extraction was 16.5 ± 0.5%. The dried powder and ethanol extract of bangun-bangun leaves were proven contained flavonoids, tannins, glycosides, and steroids/triterpenoids. The results of the physical quality test showed that the dosage form had a semi-solid texture, blackish brown color with a distinctive aromatic odor, homogeneous, pH 6.00-6.50, drying time 18.00-23.33 minutes, spreadability 5-7 cm, and viscosity 2448.6-2715.1 cP. Stable for 12 weeks at room temperature, and did not irritate the skin. The results of the anti-aging effectiveness test of the formula F3 gave the best anti-aging effect (p<0,05) on the parameters of moisture (40.04%), evenness (23,45%), pores (23,14%), spots (26,78%), and wrinkles (23,45%) compared to the formula F0 which did not give significant results.

Conclusion: The ethanol extract of bangun-bangun leaves can be formulated as a peel-off gel mask that meets the requirements of the physical quality test, stable, and did not irritate the skin. Peel-off gel mask contains 5% extract has the best anti-aging effect compared to other formulas tested.

Keywords: Bangun-bangun leaves, antioxidant, peel-off gel mask, anti aging.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis Penelitian ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1. 5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Morfologi Tumbuhan Bangun-Bangun ... 6

2.1.2 Sistematika Tumbuhan Bangun-Bangun ... 7

2.1.3 Nama Lain Tumbuhan Bangun-Bangun... 8

2.1.4 Nama Asing Tumbuhan Bangun-Bangun ... 8

2.1.5 Kandungan Tumbuhan Bangun-Bangun ... 8

2.1.6 Khasiat Daun Bangun-Bangun ... 9

2.2 Kulit ... 9

2.2.1 Fungsi Kulit ... 10

2.2.2 Struktur Kulit ... 11

2.2.2.1 Epidermis ... 11

2.2.2.2 Sel-Sel Epidermis ... 13

2.2.2.3 Hipodermis ... 14

2.3 Kosmetik untuk Kulit ... 14

2.4 Radikal Bebas ... 14

2.5 Antioksidan ... 17

2.6 Penuaan Dini ... 19

2.6.1 Karakteristik Utama Penuaan Kulit ... 19

2.6.2 Penuaan Kulit karena Paparan Matahari (Photoaging) ... 20

2.7 Anti-aging ... 21

2.8 Flavonoid sebagai Antioksidan dalam Menghambat Penuaan Dini ... 21

2.9 Masker ... 22

2.9.1 Fungsi Masker ... 23

2.9.2 Manfaat Masker ... 23

2.9.3 Jenis-Jenis Masker ... 23

2.9.4 Mekanisme Kerja Masker... 25

2.10 Masker Gel Peel-Off ... 25

2.10.1 Mekanisme Kerja Masker Gel Peel-Off ... 25

(10)

2.11.1 Mekanisme Kerja Masker Gel Peel-Off ... 25

2.12 Komponen Bahan Masker Gel Peel-Off ... 26

2.12.1 Polivinil Alkohol ... 26

2.12.2 Polivinil Pirolidon ... 26

2.12.3 Gliserin ... 27

2.12.4 Etanol... 27

2.12.5 Nipagin ... 28

2.12.6 Natrium Lauril Sulfat ... 28

2.12.7 Aquadest ... 28

2.13 Skin Analyzer ... 28

2.13.1 Pengukuran Kondisi Kulit dengan Skin Analyzer ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Alat, Bahan, dan Sampel Tanaman ... 32

3.1.1 Alat ... 32

3.1.2 Bahan ... 33

3.1.3 Sampel Tanaman ... 33

3.2 Sukarelawan ... 33

3.3 Teknik Pengumpulan dan Identifikasi Sampel ... 34

3.3.1 Teknik Pengumpulan Bahan ... 34

3.3.2 Identifikasi Sampel ... 34

3.4 Pembuatan Simplisia Daun Bangun-Bangun ... 34

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 35

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 35

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 35

3.5.3 Penetapan Kadar Air ... 35

3.5.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ... 36

3.5.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ... 36

3.5.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 37

3.5.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 37

3.6 Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia ... 37

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloid ... 37

3.6.2 Pemeriksaan Glikosida ... 38

3.6.3 Pemeriksaan Saponin ... 39

3.6.4 Pemeriksaan Flavonoid ... 39

3.6.5 Pemeriksaan Tanin ... 39

3.6.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... 39

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun ... 40

3.8 Pemeriksaan Karakterisasi Ekstrak Daun Bangun-Bangun ... 40

3.8.1 Penetapan Kadar Air Ekstrak ... 40

3.8.2 Penetapan Kadar Abu Total ... 40

3.8.3 Penetapan Kadar Abu tidak Larut dalam Asam ... 40

3.8.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air... 41

3.8.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ... 41

3.9 Skrining Fitokimia Ekstrak... 41

3.10 Formula Sediaan ... 41

3.10.1 Formula Standar Masker Peel-off ... 41

3.10.2 Formula Modifikasi Basis Masker Peel-off... 42

3.10.3 Formula Sediaan Masker Peel Off ... 42 3.11 Prosedur Pembuatan Sediaan Masker Gel Pell-off Ekstrak Etanol Daun

(11)

Bangun- Bangun ... 43

3.12 Uji Mutu Fisik Sediaan ... 43

3.12.1 Uji Organoleptis ... 43

3.12.2 Pemeriksaan Homogenitas ... 43

3.12.3 Pengukuran pH ... 44

3.12.4 Pengukuran Viskositas ... 44

3.12.5 Pengujian Waktu Kering Sediaan ... 44

3.12.6 Uji Daya Sebar Sediaan... 44

3.13 Pengamatan Stabilitas Sediaan ... 45

3.13.1 Uji Stabilitas Organoleptis ... 45

3.13.2 Pengukuran Stabilitas pH ... 45

3.13.3 Pengukuran Stabilitas Viskositas ... 46

3.14 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 46

3.15 Pengujian Efektivitas Anti Penuaan Dini Masker Gel Peel-Off ... 46

3.16 Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 48

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 48

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik ... 48

4.2.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik... 49

4.2.3 Hasil Penetapan Kadar Air, Kadar Sari Larut dalam Air, Kadar Sari Larut dalam Etanol, Kadar Abu, dan Kadar Abu tidal Larut Asam ... 50

4.3 Hasil Ekstraksi ... 51

4.4 Hasil Karakterisasi Ekstrak ... 51

4.5 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Bangun- Bangun... 52

4.6 Hasil Pembuatan Sediaan Masker Gel Peel-Off Ekstrak Etanol Daun Bangun- Bangun... 54

4.7 Hasil Uji Mutu Fisik Sediaan Masker Gel Peel-Off ... 54

4.7.1 Hasil Uji Organoleptis ... 54

4.7.2 Hasil Pemeriksaan Homogenitas ... 55

4.7.3 Hasil Pengukuran pH ... 56

4.7.4 Hasil Pengukuran Viskositas ... 57

4.7.5 Hasil Pengujian Waktu Kering Sediaan ... 58

4.7.6 Uji Daya Sebar Sediaan... 59

4.8 Hasil Pengamatan Stabilitas Sediaan pada Suhu Kamar ... 61

4.8.1 Hasil Uji Stabilitas Organoleptis ... 61

4.8.2 Hasil Pengukuran Stabilitas pH ... 63

4.8.3 Hasil Pengukuran Stabilitas Viskositas ... 64

4.9. Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 65

4.10 Hasil Pengujian Efektivitas Anti Penuaan Dini Masker Gel Peel-Off ... 66

4.10.1 Kelembapan (moisture) ... 66

4.10.2 Kehalusan (Evenness) ... 73

4.10.3 Pori (Pore) ... 77

4.10.4 Noda (Spot) ... 78

4.10.5 Keriput (Wrinkle) ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Saran ... 85

(12)

xi

DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN ... 94

(13)

DAFTAR TABEL

2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ... 29

3.1 Formula sediaan masker gel peel-off ekstrak daun bangun-bangun ... 42

4.1 Hasil karakterisasi simpisia daun bangun-bangun ... 50

4.2 Hasil karakterisasi ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 52

4.3 Hasil pemeriksaan skrining simplisia dan ekstrak etanol daun bangun- bangun... 53

4.4 Hasil uji organoleptis masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun- bangun... 55

4.5 Hasil pengukuran pH masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun- bangun... 56

4.6 Hasil pengukuran viskositas masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 57

4.7 Hasil pengukuran waktu kering masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 59

4.8 Hasil uji daya sebar masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun- bangun... 60

4.9 Hasil uji stabilitas organoleptis masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 62

4.10 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan... 65

4.11 Hasil pengukuran kelembapan (moisture) pada kulit wajah sukarelawan 66 4.12 Hasil pengukuran kehalusan kulit (evenness) pada kulit wajah sukarelawan ... 74

4.13 Hasil pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan ... 74

4.14 Hasil pengukuran noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan... 77

4.15 Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan ... 81

(14)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka pikir penelitian... 5 2.1 Daun bangun-bangun ... 8 2.2 Lapisan-lapisan dan apendiks kulit ... 11 4.1 Pemeriksaan makroskopik sampel tanaman dan simplisia daun bangun-

bangun... 49 4.2 Pemeriksaan mikroskopis simplisia daun bangun-bangun ... 49 4.3 Hasil uji homogenitas sediaan masker gel peel-off ekstrak etanol daun

bangun-bangun ... 56 4.4 Grafik hasil pengukuran stabilitas pH masker gel peel-off ekstrak

etanol daun bangun-bangun ... 63 4.5 Grafik hasil pengukuran stabilitas viskositas masker gel peel-off

ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 64 4.6 Peningkatan kelembapan pada kulit wajah sukarelawan ... 67 4.7 Grafik hasil pengukuran kelembapan (moisture) pada kulit wajah

sukarelawan setelah 4 minggu perawatan ... 68 4.8 Grafik persentase peningkatan kelembapan (moisture) pada kulit

wajah sukarelawan setelah 4 minggu perawatan ... 68 4.9 Peningkatan kehalusan pada kulit wajah sukarelawan ... 71 4.10 Grafik hasil pengukuran kehalusan kulit (evenness) pada kulit wajah

sukarelawan setelah 4 minggu perawatan ... 72 4.11 Grafik persentase peningkatan kehalusan (evenness) pada kulit wajah

sukarelawan setelah 4 minggu perawatan ... 72 4.12 Penurunan jumlah pori pada kulit wajah sukarelawan ... 75 4.13 Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan

setelah 4 minggu perawatan ... 75 4.14 Grafik persentase pengecilan pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan

setelah 4 minggu perawatan ... 76 4.15 Penurunan jumlah noda pada kulit wajah sukarelawan ... 78 4.16 Grafik hasil pengukuran noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan

setelah 4 minggu perawatan ... 79 4.17 Grafik persentase pemulihan noda (spot) pada kulit wajah

sukarelawan setelah 4 minggu perawatan ... 79 4.18 Penurunan jumlah keriput pada kulit wajah sukarelawan... 82 4.19 Grafik hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah

sukarelawan setelah 4 minggu perawatan ... 82 4.20 Grafik persentase pemulihan keriput (wrinkle) pada kulit wajah

sukarelawan setelah 4 minggu perawatan ... 83

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat identifikasi sampel... 91

2. Surat ethical clearance ... 92

3. Surat pernyataan sukarelawan ... 93

4. Perhitungan rendemen ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 94

5. Gambar sampel tanaman, simplisia, dan ekstrak etanol daun bangun- bangun... 95

6. Gambar alat yang digunakan ... 96

7. Perhitungan karakterisasi simpisia daun bangun-bangun ... 97

8. Perhitungan karakterisasi ekstrak daun bangun-bangun ... 100

9. Sediaan masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 103

10. 11. Hasil pengukuran stabilitas pH masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun-bangun ... Hasil pengukuran stabilitas viskositas masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun-bangun... 104 105 12. Bagan kerja penelitian ... 106

13. Pembuatan ekstrak etanol daun bangun-bangun... 107

14. 15. 16. Prosedur formulasi masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun- bangun ... Pemakaian formulasi masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun- bangun pada sukarelawan ... Hasil uji iritasi masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun- bangun pada sukarelawan ... 108 109 110 17. Hasil pengujian efektivitas anti penuaan dini ... 111

18. Data hasil statistika ... 132 .

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Proses menua atau aging merupakan proses biologis yang terjadi secara alami dan mengenai semua makhluk hidup, meliputi seluruh organ tubuh seperti jantung, paru, otak, ginjal, termasuk kulit. Penuaan kulit biasanya ditandai dengan kondisi kulit kering, bersisik, kasar dan disertai munculnya keriput dan noda hitam atau flek (Swastika, 2013). Proses menua dibedakan atas 2 yaitu pertama, proses intrinsik yakni proses menua alamiah yang terjadi sejalan dengan waktu.

Proses biologis yang berperan dalam menentukan jumlah multiplikasi pada setiap sel sampai sel berhenti membelah diri dan kemudian mati, diyakini merupakan penyebab penuaan intrinsik. Kedua, proses menua ekstrinsik yakni proses menua yang dipengaruhi faktor eksternal yaitu pajanan sinar matahari berlebihan, polusi, kebiasaan merokok, dan nutrisi tidak berimbang (Wahyuningsih, 2011).

Berdasarkan perkembangan peradaban manusia di zaman modern, ditemukan beberapa metode instan yang digunakan kaum hawa sebagai anti penuaan kulit, misalnya dengan penggunaan antioksidan dalam sediaan kosmetik untuk mencegah terjadinya penuaan dini pada kulit (Suhery dkk, 2016), menggunakan bedah kosmetik untuk mengencangkan kulit yang keriput, dengan teknologi laser untuk menghilangkan garis-garis keriput, dan dengan cara yang paling diyakini ampuh untuk menangkal penuaan dini dengan mengandalkan antioksidan yang bersumber dari makanan dan minuman.

Salah satu antioksidan alami yang telah diteliti adalah daun bangun- bangun. Hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Panjaitan (2009) terhadap

(17)

simplisia dan ekstrak etanol daun bangun-bangun menunjukkan bahwa daun bangun-bangun mengandung flavonoid, glikosida, tanin, dan steroid/terpenoid.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2019), aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol daun bangun-bangun dengan metode ABTS mempunyai nilai IC50 sebesar 57,80 ppm yang menunjukkan bahwa terdapat kandungan antioksidan yang kuat dalam tumbuhan bangun-bangun serta menurut penelitian yang dilakukan oleh Wadikar dan Patki (2016) menunjukkan persentase kandungan vitamin C dalam daun bangun bangun mempunyai nilai sebesar 3 mg per 100 gram sampel daun (3%).

Dalam mengoptimalkan upaya memperlambat dan mengatasi penuaan yang diakibatkan oleh radikal bebas, diperlukan suatu formulasi kosmetik yang dapat digunakan secara mudah dan nyaman. Kosmetik yang digunakan dapat berupa bentuk sediaan gel, krim, bedak, salep dan losion (Ardhie, 2011). Salah satu bentuk sediaan kosmetika yang banyak digunakan di pasaran adalah masker dalam bentuk gel, seperti masker peel-off (Harry, 1973). Penggunaan masker wajah peel-off bermanfaat untuk memperbaiki serta merawat kulit wajah dari masalah keriput, penuaan, jerawat dan dapat juga digunakan untuk mengecilkan pori (Grace dkk, 2015).

Masker gel peel-off memiliki keuntungan yaitu daya lekat yang tinggi, tidak menyumbat pori-pori kulit, daya sebar yang baik, pelepasan zat aktif yang baik, dan mudah dibersihkan (Izzati, 2014). Masker gel peel-off akan mengering dan membentuk lapisan film yang transparan dan elastis (Barnard, 2011). Dengan diformulasikannya daun bangun-bangun yang mengandung flavonoid dan vitamin C sebagai masker gel peel-off yang memiliki kemampuan daya lekat yang tinggi

(18)

3

serta daya sebar yang baik diharapkan dapat memberikan efek anti penuaan pada kulit wajah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengembangan formulasi dan evaluasi sediaan masker gel peel- off ekstrak etanol daun bangun-bangun sebagai anti penuaan dini pada kulit wajah.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah ekstrak etanol daun bangun-bangun dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan kosmetik masker gel peel-off yang memenuhi persyaratan mutu fisik, stabil, dan tidak mengiritasi kulit?

b. Apakah masker gel peel-off yang mengandung ekstrak etanol daun bangun- bangun mampu memberikan efek anti penuaan dini pada sukarelawan?

c. Bagaimana pengaruh konsentrasi ekstrak etanol daun bangun-bangun dalam sediaan masker gel peel-off terhadap efektivitas anti penuaan dini pada kulit wajah sukarelawan?

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Ekstrak etanol daun bangun-bangun dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan kosmetik masker gel peel-off yang memenuhi persyaratan mutu fisik, stabil, dan tidak mengiritasi kulit

b. Masker gel peel-off yang mengandung ekstrak etanol daun bangun-bangun

(19)

mampu memberikan efek anti penuaan dini pada sukarelawan.

c. Semakin besar konsentrasi ekstrak etanol daun bangun-bangun dalam masker gel peel-off akan meningkatkan efektivitas anti penuaan dini pada kulit wajah sukarelawan.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun bangun-bangun dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan kosmetik masker gel peel-off yang memenuhi persyaratan mutu fisik, stabil, dan tidak mengiritasi kulit.

b. Untuk mengetahui apakah masker gel peel-off yang mengandung ekstrak etanol daun bangun-bangun mampu memberikan efek anti penuaan dini pada sukarelawan.

c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh konsentrasi ekstrak etanol daun bangun-bangun dalam sediaan masker gel peel-off terhadap efektivitas anti penuaan dini pada kulit wajah sukarelawan.

1. 5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Meningkatkan daya dan hasil guna dari daun bangun-bangun.

b. Menambah pengetahuan dan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan dari ekstrak etanol daun bangun-bangun yang kaya antioksidan sebagai sediaaan masker gel peel-off yang dapat menghambat penuaan dini.

(20)

c. Sebagai alternatif sediaan anti penuaan dini dalam bentuk masker gel peel-off.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Mutu fisik sediaan

masker gel peel-off ekstrak etanol daun

bangun-bangun

- Organoleptis (warna, bau, konsistensi) -Homogenitas - pH

- Viskositas - Waktu kering - Daya sebar

- Kadar air - Kehalusan - Ukuran pori - Kerutan - Jumlah noda Efektivitas anti

penuaan dini masker gel peel-off ekstrak etanol daun bangun-

bangun Masker gel peel-

off ekstrak etanol daun bangun-

bangun 1%, 3%, 5%

Kemampuan mengiritasi sediaan masker gel peel-off ekstrak etanol daun

bangun-bangun Stabilitas sediaan masker gel peel-off ekstrak etanol daun

bangun-bangun selama 12 minggu

pada suhu kamar

- Kemerahan - Gatal-gatal - Bengkak

- Organoleptis (warna, bau, konsistensi) - pH

- Viskositas

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

Bangun-bangun (Plectranthus amboinicus) merupakan tanaman daerah tropis yang daunnya memiliki aroma tertentu sehingga dikenal sebagai tanaman aromatik. Tanaman ini banyak ditemukan di India, Ceylon, dan Afrika Selatan (Kaban dan Yusmarlisa, 2018)

Uraian tumbuhan meliputi morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, kandungan kimia, nama asing, nama daerah dan khasiat dari tumbuhan.

2.1.1 Morfologi Tumbuhan Bangun-Bangun

Plectranthus amboinicus yang dulu dinamakan sebagai Coleus amboinicus, merupakan herba sukulen semi semak tahunan dengan tinggi 100-120 cm dan tidak berumbi. Bercabang-cabang dan mempunyai bulu-bulu tegak yang halus. Batang berdaging, berdaun sederhana, lebar, berbentuk bulat telur/oval, dan tebal dengan bulu-bulu yang banyak. Bagian bawah daun mempunyai banyak rambut glandular yang menyebabkan tampilan berkilat. Bunga-bunga bertangkai pendek, berwarna keunguan dalam kumpulan yang padat, pada interval jarak menyatu pada sebuah raceme yang panjang dan ramping. Termasuk kedalam famili Lamiaceae, mempunyai bau harum seperti oregano yang menyegarkan.

Berasal dari bagian selatan dan timur Afrika. Plectranthus amboinicus atau Coleus amboinicus yang digunakan sebagai bumbu disebut daun jinten, yang mempunyai daun yang lebih tebal dan daun-daun yang lebih tegak. Bau harum seperti oregano yang dimiliki merupakan tambahan yang baik untuk membumbui daging dan ayam (Aziz, 2013).

(22)

Tumbuhan ini berdaun tunggal berwarna hijau, helaian daun berbentuk bulat telur, kadang-kadang agak membundar, panjang helaian daun 3,5 cm sampai 6 cm, lebar 2,5 cm, pinggir daun beringgit atau agak berombak, tangkai daun panjang 1,5 cm sampai 3 cm, tulang daun menyirip. Pada keadaan segar helai daun tebal dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol sehingga membentuk jala, permukaan atas berbingkul-bingkul, berwarna hijau muda, 3,5 cm permukaan atas dan permukaan bawah berambut halus berwarna putih. Pada keadaan kering helai daun tipis dan sangat berkerut, permukaan atas kasar, warna coklat sampai coklat tua, permukaan bawah berwarna lebih muda dari permukaan atas, tulang daun kurang menonjol, pada kedua permukaan terdapat rambut halus berwarna putih (Depkes, 1989).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan Bangun-Bangun

Tumbuhan bangun-bangun yang secara internasional dikenal dengan Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng dengan sinonim Coleus amboinicus Lour diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Lamiales Famili : Lamiaceae Genus : Plectranthus

Spesies : Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng

(BPOM RI, 2008)

(23)

Gambar 2.1 Daun bangun-bangun (Januarti dan Putri, 2021) 2.1.3 Nama Lain Tumbuhan Bangun-Bangun

Nama daerah tumbuhan bangun-bangun menurut Depkes RI (1989):

Sumatera : Bangun-bangun (Batak), Terbangun (Karo), Sukan (Melayu) Jawa : Ajiran (Sunda), Daun Jinten (Jawa Tengah), Daun Kambing

(Madura)

Bali : Iwak

Nusa Tenggara : Kunuztu

2.1.4 Nama Asing Tumbuhan Bangun-Bangun

Nama asing bangun-bangun yaitu cuban oregano, country borage, indian borage (Aziz, 2013).

2.1.5 Kandungan Tumbuhan Bangun-Bangun

Hasil skrining fitokimia menjelaskan bahwa tumbuhan bangun-bangun (Coleus amboinicus L.) memiliki metabolit sekunder pada beberapa bagian tumbuhan terutama pada akar dan daunnya. Pada bagian daun mengandung flavonoid, steroid, dan triterpenoid, di mana flavonoid merupakan senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi (Rahmawati dkk, 2015).

Analisis fitokimia terhadap ekstrak tanaman ini melaporkan bahwa dalam ekstrak tanaman mengandung senyawa metabolit sekunder seperti senyawa

(24)

flavonoid yang terdapat dalam daun bangun yaitu quercetin, apigenin, luteolin, salvigenin, genkwanin (Situmorang, 2018). Selain itu terdapat juga kandungan vitamin C, vitamin B1, vitamin B12, beta karotin, niasin, karvakrol, kalsium, asam-asam lemak, asam oksalat, dan serat (Duke, 2000). Persentase kandungan vitamin C dalam daun bangun bangun mempunyai nilai sebesar 3 mg per 100 gram sampel daun (3%) (Wadikar dan Patki, 2016).

2.1.6 Khasiat Daun Bangun-Bangun

Daun bangun-bangun sudah lama dimanfaatkan dan dikembangkan masyarakat Batak. Menurut masyarakat Batak yang mengkonsumsi daun bangun- bangun, berkhasiat dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuh dan meningkatkan produksi air susu ibu yang sedang menyusui anaknya. Daun bangun-bangun juga memiliki berbagai khasiat seperti mengatasi demam, influenza, batuk, sembelit, radang, kembung, sariawan, sakit kepala, alergi, diare (Fati dkk, 2018), diuretik, analgesik, mencegah kanker, antitumor, antivertigo, immunostimulan, antiinfertilitas, hipokolesterolemik, hipotensif (Santosa dan Triani, 2005), pengobatan untuk luka, infeksi, reumatik, hepatoprotective, lactatogum, luka bakar, luka gigitan serangga, haemorrhoids, sebagai obat internal untuk mengobati asma, bronchitis, dan dyspepsia (Aziz, 2013).

Disamping memiliki kandungan gizi juga memiliki farmakoseutika (pemanfaatan kandungan senyawa bioaktif). Manfaat farmakoseutika dari tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) antara lain sebagai antioksidan, antibakteri, pewarna, pelentur, dan penstabil (Gurning, 2015).

2.2 Kulit

Kulit merupakan organ tubuh terbesar manusia, dengan luas 18-000 cm2

(25)

dan berat sekitar 16 % dari berat badan seseorang. Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu dari luar ke dalam: kulit ari atau epidermis, kulit jangat atau dermis dan jaringan penyambung bawah kulit atau hypodermis (Yulia dan Ambarwati, 2015).

2.2.1 Fungsi Kulit

Menurut Yulia dan Ambarwati (2015), adapun fungsi-fungsi kulit adalah:

(1) Mencegah badan menjadi kering, karena air di dalam badan tidak mudah keluar dengan adanya lapisan-lapisan kulit (water prool).

(2) Menyaring zat-zat yang tidak diperlukan badan melalui keringat, seperti urea, asam urat, amoniak, dan asam laktat.

(3) Mengatur suhu tubuh, dengan cara jika kepanasan berkeringat sedangkan jika kedinginan pembu

(4) luh-pembuluh darah di dalam kulit akan mengecil (konstriksi) sehingga panas tertahan di dalam tubuh. Suhu tubuh diatur di dalam hipotalamus, yang dipengaruhi oleh suhu darah yang mengalir di dalamnya. Respon kulit terhadap kondisi dingin adalah dengan vasokonstriksi dan mengurangi aliran darah. Hal ini akan mengurangi transfer panas ke permukaan tubuh. Respon terhadap panas adalah dengan vasodilatasi, peningkatan aliran darah, dan pelepasan panas keluar tubuh.

(5) Melindungi badan dari ancaman luar seperti benturan fisih panas terik matahari, api, angin, kuman-kuman dan jamur.

(6) Kulit juga merupakan organ sekresi karena mengeluarkan sebum dari kelenjar sebasea untuk mempertahankan keasaman kulit meminyaki kulit dan rambut dan menahan air.

(7) Vitamin D atau kolekalsiferol dibentuk di kulit melalui aktivitas sinar

(26)

2.2.2 Struktur Kulit

Struktur kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis.

Epidermis merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis berupa jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis terdapat selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis, yang pada beberapa tempat terutama terdiri dari jaringan lemak (Kalangi, 2013).

Gambar 2.2 Lapisan-lapisan dan apendiks kulit (Khairunissa, 2018) 2.2.2.1 Epidermis

Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limfa; oleh karena itu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum.

a. Stratum basal (lapis basal, lapis benih)

(27)

Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya. Sel-selnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding ukuran selnya, dan sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel, proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan yang lebih superfisial. Pergerakan ini dipercepat oleh adalah luka, dan regenerasinya dalam keadaan normal cepat.

b. Stratum spinosum (lapis taju)

Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju-taju yang seolah-olah menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya.

c. Stratum granulosum (lapis berbutir)

Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula basofilik yang disebut granula kerato-hialin, yang dengan mikroskop elektron ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom. Mikro-filamen melekat pada permukaan granula.

d. Stratum lusidum (lapis bening)

Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini.

e. Stratum korneum (lapis tanduk)

Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti

(28)

serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Sel-sel yang paling permukaan merupakan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas (Kalangi, 2013).

2.2.2.2 Sel-sel epidermis

Menurut Kalangi (2013), terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu:

keratinosit, melanosit, sel langerhans, dan sel merkel.

a. Keratinosit

Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi, menghasilkan lapisan kedap air dan perisai pelidung tubuh. Proses keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari proliferasi mitosis, diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan (deskuamasi). Keratinosit merupakan sel induk bagi sel epitel di atasnya dan derivat kulit lain.

b. Melanosit

Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan cabang dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum basal dan spinosum. Terletak di antara sel pada stratum basal, folikel rambut dan sedikit dalam dermis. Pembentukan melanin terjadi dalam melanosom, salah satu organel sel melanosit yang mengandung asam amino tirosin dan enzim tirosinase. Melalui serentetan reaksi, tirosin akan diubah menjadi melanin yang berfungsi sebagai tirai penahan radiasi ultraviolet yang berbahaya.

c. Sel Langerhans

Sel langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler, dan ditemukan terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum. Sel ini berperan

(29)

dalam respon imun kulit, merupakan sel pembawa antigen yang merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada kulit.

c. Sel Merkel

Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan ditemukan pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang sitoplasma pendek. Serat saraf tak bermielin menembus membran basal, melebar seperti cakram dan berakhir pada bagian bawah sel merkel. Kemungkinan badan Merkel ini merupakan mekanoreseptor atau reseptor rasa sentuh.

2.2.2.3 Hipodermis

Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis.

Berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan yang dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya (Kalangi, 2013).

2.3 Kosmetik untuk Kulit

Pada kulit manusia dan adneksanya sering ditemukan kelainan misalnya kulit menua, jerawat, noda-noda hitam (hiperpigmentasi), ketombe (dandruff), seborrhea, rambut rontok, dan sebagainya yang tidak dapat disembuhkan oleh kosmetik biasa karena tidak mengandung bahan aktif atau obat, tetapi terlalu ringan untuk disembuhkan sepenuhnya lewat pengobatan. Jerawat misalnya, tidak akan sembuh jika hanya memakai kosmetik biasa, namun para wanita enggan menggunakan obat jerawat tanpa memakai kosmetik, terutama ketika akan keluar

(30)

rumah. Mereka menginginkan obat jerawat yang merangkap sebagai kosmetik atau kosmetik yang mengandung obat jerawat. Oleh karena itu, keberadaan kosmetik yang sekaligus dapat mengobati kelainan pada kulit tersebut diperlukan (Tranggono dan Latifah, 2007).

Menurut Tranggono dan Latifah (2007), ada beberapa penggolongan kosmetik yaitu :

1. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik di bagi dalam beberapa kelompok yaitu preparat untuk bayi, preparat untuk mandi, preparat untuk mata, preparat wangi-wangian, preparat untuk rambut, preparat make-up, preparat untuk kebersihan mulut, preparat untuk kebersihan badan, preparat kuku, dan preparat perawatan kulit

2. Menurut sifat dan cara pembuatan, yaitu kosmetik modern yang diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern, dan kosmetik tradisional. Kosmetik tradisonal terbagi lagi menjadi dua kelompok yakni betul-betul tradisional seperti mangir dan semi tradisional yang diolah secara moderen dan diberi bahan pengawet agar tahan lama.

3. Penggolongan menurut kegunaannya bagi kulit : a. Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics).

Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Adapun jenis kosmetik perawatan kulit yaitu kosmetik pelembap (moisturizer) misalnya moisturizing cream, kosmetik pembersih (cleanser) misalnya sabun, penyegar kulit, kosmetik pelindung misalnya sunscreen, cream, dan kosmetik pengampelas (peeling) seperti scrubcream, dan masker.

b. Kosmetik riasan (dekoratif).

(31)

Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutupi cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik seperti percaya diri. Dalam kosmetik riasan, peran zat pewarna dan zat pewangi sangat besar

Secara garis besar, kosmetik pengobatan (cosmedics) yang dapat mengatasi kelainan kulit dan adneksanya adalah:

1. Kosmetik pengobatan untuk mengatasi penuaan kulit, terutama penuaan kulit yang belum waktunya atau penuaan dini (premature aging).

2. Kosmetik pengobatan untuk mengatasi kelainan kulit, terutama jerawat dan noda noda hitam (hiperpigmentasi).

3. Kosmetik pengobatan untuk mengatasi kelainan kulit kepala dan akar rambut misalnya ketombe (dandruff), kulit kepala berminyak (seborrhea), dan kerontokan yang abnormal (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.4 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul atau atom yang sifat kimianya sangat tidak stabil. Senyawa ini memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, sehingga senyawa ini cenderung reaktif menyerang molekul lain untuk mendapatkan elektron guna menstabilkan atom atau molekulnya sendiri. Serangan ini menyebabkan timbulnya senyawa abnormal yang memicu terjadinya reaksi berantai sehingga merusak sel dan jaringan-jaringan tubuh. Radikal bebas juga disinyalir sebagai penyebab penuaan dini pada kulit, karena serangan radikal bebas pada jaringan dapat merusak asam lemak dan menghilangkan elastisitas, sehingga kulit menjadi kering dan keriput (Mulyawan dan Suriana, 2013).

(32)

Radikal bebas terbentuk dari banyak faktor, antara lain adalah sinar UVA dan UVB. Kulit merupakan organ terluar tubuh sering sekali terpapar radikal bebas dari matahari. Radikal bebas mudah berikatan dengan senyawa dalam sel seperti DNA dan protein, contohnya berikatan dengan protein kolagen kulit sehingga kolagen rusak dan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis. Selain itu radikal bebas dapat berikatan dengan dengan DNA sehingga sel kulit akan rusak.

Sel kulit yang rusak/abnormal menimbulkan keriput. Kulit yang tidak elastis dan keriput tersebut merupakan tanda penuaan dini (Best, 2011).

2.5 Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat radikal bebas disebabkan oleh oksigen reaktif sehingga mampu mencegah berbagai penyakit degeneratif. Senyawa-senyawa yang mempunyai potensi sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa flavonoid, fenolik dan alkaloid (Hazimah dkk, 2013).

Menurut Kumalaningsih (2006), antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi 3 yakni:

a. Antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah pembentuk senyawa radikal baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contohnya adalah enzim super oksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel dalam tubuh dikarenakan radikal bebas.

b. Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi untuk menangkap

(33)

senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contohnya adalah vitamin E, vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah- buahan.

c. Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contohnya enzim metionin sulfoksi dan areduktase untuk memperbaiki DNA pada inti sel.

Antioksidan berperan aktif menetralkan radikal bebas, dimana pada jaringan senyawa radikal bebas ini mengorbankan dirinya teroksidasi menstabilkan atom atau molekul radikal bebas, sehingga sel-sel pada jaringan kulit terhindar dari serangan radikal bebas, oleh karena itu, produk-produk perawatan kulit selalu mengandung senyawa antioksidan sebagai salah satu bahan aktif. Termasuk produk-produk anti-aging, yang juga mengandalkan antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang menjadi salah satu faktor penyebab penuaan dini (Mulyawan dan Suriana, 2013).

Tubuh manusia memiliki sistem antioksidan untuk mengenal reaktivitas radikal bebas yang secara berkelanjutan dibentuk sendiri oleh tubuh, tapi dalam keadaan tertentu tubuh tidak dapat mengatasi sendiri sehingga perlu antioksidan dari luar tubuh untuk mencegah terjadinya reaksi reaktif dari radikal bebas (Sutarna dkk, 2013). Oleh karena itu, produk-produk perawatan kulit selalu mengandung senyawa antioksidan sebagai salah satu bahan aktif, termasuk produk-produk anti-aging yang juga mengandalkan antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang merupakan salah satu faktor penyebab penuaan dini (Mulyawan dan Suriana, 2013).

(34)

2.6 Penuaan Dini

Penuaan dini merupakan proses degeneratif yang melibatkan kulit dan juga sistem penyokong kulit meliputi tulang, kartilago, serta jaringan subkutaneus berupa perubahan stuktural dan elastilitas kulit yang ditandai dengan wrinkles/kerutan kulit (fine wrinkles, coarse wrinkles), kulit yang kasar, kulit kering, teleangiaektasi, lesi kanker, serta perubahan pigmentasi (Hikmawati dkk, 2017).

Perubahan ini terjadi di semua lapisan kulit. Mereka dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Perubahan karena proses penuaan alami.

Penuaan kulit adalah ekspresi alami dari usia seseorang. Namun, orang dengan usia kronologis yang sama mungkin tampak memiliki kulit yang tampak lebih muda atau lebih tua. Faktor genetik berdampak besar dalam menentukan kualitas kulit dari waktu ke waktu. Genetika menentukan laju dengan mengontrol faktor-faktor tertentu seperti daya tahan kulit, mekanisme hormonal, dan ketebalan kulit (kulit yang lebih tebal cenderung lebih sedikit keriput).

2. Perubahan karena faktor lingkungan.

Faktor utama di sini adalah radiasi matahari. Perubahan ini tentu saja muncul di area tubuh yang terpapar sinar matahari. Kontak yang terlalu lama dengan dingin, angin, maupun polutan lingkungan seperti kabut asap juga dapat menyebabkan kerusakan kumulatif pada kulit (Shai dkk, 2009).

2.6.1 Karakteristik Utama Penuaan Kulit

Degenerasi elastin dan serat kolagen terjadi baik dalam penuaan kulit kronologis dan photoaging. Perubahan ini menyebabkan munculnya:

(35)

a. Kerutan halus

Dengan penurunan kuantitas dan kualitas serat elastin, kulit mengendur. Ia kehilangan elastisitasnya dan kemampuannya untuk kembali ke keadaan semula setelah peregangan. Ketika serat elastin merosot, kulit secara bertahap memperoleh banyak kerutan halus. Setiap orang yang berusia lebih dari 75 tahun memiliki kerutan di permukaan kulit (Shai dkk, 2009).

b. Kulit kendur

Kombinasi dari penurunan ketebalan dan kekuatan kulit, serta penurunan ketebalan lapisan lemak subkutan menyebabkan kulit mengendur dan kendur.

Gravitasi menarik kulit kendur lebih jauh. Selain itu, pengeroposan tulang dimulai pada usia sekitar 60 tahun. Resorpsi tulang rahang bawah dan tulang pipi, serta hilangnya ketegangan otot (hipotonia otot), selanjutnya berkontribusi pada munculnya kulit wajah yang kendur (Shai dkk, 2009).

2.6.2 Penuaan Kulit karena Paparan Matahari (Photoaging)

Paparan sinar matahari adalah penyebab lingkungan utama dari kerusakan kulit, bersama dengan faktor eksternal lainnya seperti kontak yang terlalu lama dengan dingin dan angin. Seperti disebutkan sebelumnya, faktor utama pembentukan kerutan dan hilangnya kekencangan kulit adalah rusaknya serat elastin. Degenerasi serat-serat ini, yang terjadi secara alami pada kulit yang menua secara bertahap, diperkuat dengan paparan sinar matahari yang berkepanjangan.

Elastin merosot karena paparan sinar matahari terus berlanjut (Shai dkk, 2009).

Penuaan kronologis, yang terjadi secara alami dengan berlalunya waktu, berbeda dalam presentasi dibandingkan dengan fotoaging. Misalnya, dalam fotoaging, lebih banyak sel terbentuk di epidermis, yang menebal dalam pola yang

(36)

tidak teratur. Ini sangat berbeda dengan penipisan epidermis, yang terjadi selama penuaan normal pada kulit yang tidak terpapar sinar matahari. Karakteristik tambahan dari photoaging adalah pigmentasi tidak merata, munculnya bintik- bintik penuaan yang istilah medisnya adalah kentingin surya, munculnya pembuluh darah yang membesar di kulit yang istilah medisnya adalah telangiectases (Shai dkk, 2009).

2.7 Anti-aging

Anti penuaan atau anti-aging adalah agen untuk mencegah proses degeneratif. Dalam hal ini, proses penuaan terjadi terlihat lebih jelas pada kulit seperti keriput, kulit kasar, serta noda gelap. Dalam hal ini, proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada kulit seperti timbulnya keriput, kelembutan kulit berkurang, menurunnya elastisitas kulit, tekstur kulit menjadi kasar, hiperpigmentasi, serta kulit berwarna gelap (Jaelani, 2009).

Penggunaan produk anti-aging dimaksudkan untuk memperlambat proses penuaan, membersihkan, melembabkan, memperindah penampilan, dan memperbaiki struktur dasar kulit yang rusak serta mempertahankan integritas kulit (Prianto, 2014).

2.8 Flavonoid Sebagai Antioksidan dalam Menghambat Penuaan Dini

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3-C6. Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid sebagai salah satu

(37)

kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran dan buah.

Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida (mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut aglikon (Rhedha, 2010).

Flavonoid sebagai antioksidan dapat menghambat peningkatan kadar MMP-1 (Matrix Metalloproteinase-1) sehingga akan menyebabkan peningkatan jumlah kolagen. Matriks metaloproteinase-1 adalah mediator kunci yang mendegradasi kolagen pada kulit yang mengalami photoaging. Hambatan terhadap MMP-1 adalah salah satu cara untuk mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar UV. Flavonoid berperan menghambat dan mencegah terjadinya kerusakan kulit oleh radikal bebas yang ditimbulkan oleh pajanan sinar ultra violet pada kulit, dengan mengikat singlet oksigen dan menghambat peroksidasi lipid. Dengan terjadinya hambatan tersebut, sintesis MMP-1 akan berkurang dan proses degradasi kolagen terhambat sehingga kulit terlindungi dari proses penuaan dini akibat pajanan sinar ultra violet B tersebut (Fisher dkk, 2001).

2.9 Masker

Masker merupakan salah satu jenis kosmetik perawatan yang cukup dikenal dan banyak digunakan. Masker bekerja mendalam dalam mengangkat sel- sel tanduk yang sudah mati pada kulit. Ia digunakan setelah massage (pengurutan) dengan cara dioleskan pada wajah kecuali alis, mata, dan bibir. Produk masker yang telah beredar di masyarakat adalah masker bubuk, masker gel, maseker krim, dan masker kertas (Mulyawan dan Suriana, 2013).

(38)

2.9.1 Fungsi Masker

Menurut Mulyawan dan Suriana (2013), fungsi masker antara lain:

 Memperbaiki dan merangsang aktivitas sel-sel kulit yang masih aktif

 Mengikat kotoran dan sel-sel tanduk yang masih terdapat pada kulit secara mendalam

 Memberi nutrisi, mengahaluskan, melembutkan dan menjaga kelembaban kulit

 Mencegah, mengurangi dan menyamarkan kerusakan-kerusakan pada kulit seperti gejala keriput dan hiperpigmentasi

 Memperlancar aliran darah dan getah bening pada jaringan kulit 2.9.2 Manfaat Masker

Menurut Mulyawan dan Suriana (2013), manfaat masker antara lain:

 Kulit yang rutin dirawat menggunakan masker wajah akan meningkatkan taraf kebersihan, kesehatan dan kecantikannya

 Kulit tampak lebih kencang, halus dan lembut

 Kulit yang rutin dirawat menggunakan masker wajah akan terhindar dari gejala penuaan dini

 Wajah tampak lebih cerah, segar dan sehat 2.9.3 Jenis-Jenis Masker

Menurut Basuki (2007), jenis-jenis masker yang beredar di pasaran yaitu:

a. Masker krim

Masker krim adalah gabungan untuk perawatan tertentu seperti facial. Masker krim baik untuk kulit kering, karena fungsi masker ini dapat mengangkat kulit mati dan melembapkan kulit.

(39)

b. Masker kertas/kain

Masker kertas biasanya berbentuk lembaran menyerupai wajah dengan beberapa lubang di bagian mata, lubang hidung, dan mulut. Sedangkan masker kain berupa gulungan kecil yang harus diuraikan. Masker kertas maupun kain harus dicelup atau dibasahi dengan cairan tertentu sesuai dengan kebutuhan kulit, antara lain berupa minyak esensial, pelembab berbentuk cairan, dan serum khusus untuk wajah yang dapat mengangkat kotoran, menghaluskan serta mencerahkan kulit.

c. Masker gel

Masker gel juga termasuk salah satu masker yang praktis, karena masker tersebut setelah kering dapat langsung diangkat tanpa perlu dibilas (biasa dikenal dengan sebutan masker gel peel-off). Manfaat masker gel antara lain dapat mengangkat kotoran dan sel kulit mati agar kulit bersih dan segar. Ketika dilepaskan, biasanya kotoran serta sel-sel kulit mati akan ikut terangkat.

d. Masker bubuk

Merupakan bentuk masker yang paling awal dan populer. Banyak produsen kosmetika baik tradisional maupun modern yang memproduksi jenis masker ini. Biasanya masker bubuk terbuat dari bahan-bahan yang dihaluskan dan diambil kadar airnya. Campur 1 sdm masker bubuk dengan air mawar atau air biasa secukupnya, aduk rata dan oleskan segera pada wajah dan leher. Biarkan hingga masker mengering. Saat akan diangkat, basahi bagian yang tertutup masker dengan air, setelah itu baru masker diangkat dengan menggunakan handuk yang telah dibasahi dengan air hangat.

(40)

2.9.4 Mekanisme Kerja Masker

Mekanisme kerja masker wajah adalah peningkatan suhu kulit wajah sehingga peredaran darah pada kulit meningkat, mempercepat pembuangan sisa metabolisme kulit, meningkatkan kadar oksigen pada kulit maka pori-pori secara perlahan membuka dan membantu penetrasi zat aktif ke dalam kulit sehingga kulit muka terlihat menjadi lebih segar. Akibat dari terjadi peningkatan suhu dan peredaran darah yang menjadi lebih lancar maka fungsi kelenjar kulit meningkat, kotoran dan sisa-sisa metabolisme dikeluarkan ke permukaan kulit kemudian diserap oleh lapisan masker yang mengering. Cairan yang berasal dari keringat dan sebagian cairan masker diserap oleh lapisan tanduk, meskipun lapisan masker mengering tetapi lapisan tanduk tetap kenyal, bahkan sifat ini menjadi lebih baik ketika lapisan masker dilepaskan yaitu terlihat keriput pada kulit menjadi berkurang dan kulit wajah tidak saja menjadi lebih halus tetapi juga menjadi lebih kencang. Setelah masker dilepaskan, bagian cairan yang telah diserap oleh lapisan tanduk akan menguap akibatnya akan terjadi penurunan suhu kulit wajah sehingga memiliki efek yang akan menyegarkan kulit (Lee, 2013).

2.10 Masker Gel Peel-Off

Masker gel peel-off merupakan masker yang praktis dan setelah kering masker tersebut dapat langsung diangkat tanpa perlu dibilas (biasa dikenal dengan sebutan masker peel-off). Selain itu efek dari zat aktif pada masker dapat lebih lama berinteraksi pada kulit wajah. Manfaat masker gel antara lain dapat mengangkat sel kulit mati agar kulit bersih dan segar. Masker ini juga dapat mengembalikan kesegaran kulit dan kelembutan kulit, bahkan dengan pemakaian teratur dapat mengurangi kerutan halus pada kulit wajah (Faradiba dkk, 2012).

(41)

Masker gel peel-off memiliki keuntungan yaitu daya lekat yang tinggi, tidak menyumbat pori-pori kulit, daya sebar yang baik, pelepasan zat aktif yang baik, dan mudah dibersihkan (Izzati, 2014). Masker gel peel-off akan mengering dan membentuk lapisan film yang transparan dan elastis. Bahan pembentuk gel yang digunakan yaitu, PVA dan HPMC. PVA sering digunakan sebagai basis, namun lapisan film yang terbentuk cenderung kaku (Barnard, 2011).

2.11 Komponen Bahan Masker Gel Peel-Off

2.11.1 Polivinil Alkohol

Polivinil alkohol memiliki sinonim alkoteks, lemol, gelvatol, polivinil alkohol primer dan airvol. Polivinil alkohol berupa serbuk granul berwarna putih dan tidak berbau. Larut dalam air panas, sedikit larut dalam etanol 95% dan tidak larut dalam pelarut organik. Polivinil alkohol merupakan polimer sintetis terutama digunakan untuk sediaan topikal berfungsi sebagai zat peningkat viskositas.

Polivinil alkohol umumnya dianggap sebagai bahan yang tidak beracun. Salah satu keunggulan PVA diantaranya dapat membuat gel yang dapat mengering secara cepat. Selain itu film yang terbentuk sangat kuat dan plastis sehingga memberikan kontak yang baik antar obat dan kulit (Rowe dkk, 2009).

2.11.2 Polivinil Pirolidon

Polivinil pirolidon atau disebut juga povidon adalah sebuah polimer sintetik yang struktur dasarnya terdiri dari kelompok 1 vinil-2-pyrrolidinone.

Derajat polimerisasi ditentukan oleh jumlah n dari unit-unit ulang per makromolekul atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa derajat polimerisasi ditentukan oleh bobot molekulnya. Semakin besar bobot molekulnya, maka

(42)

viskositasnya akan semakin besar dan nilai K juga semakin besar. Nilai K menunjukkan viskositas PVP dalam air relatif terhadap air. Pemeriannya adalah povidon terbentuk sebagai fines, berwarna putih atau putih kekuningan, tidak berbau atau hampir tidak berbau, serbuk yang higroskopis (Rowe dkk, 2009).

2.11.3 Gliserin

Gliserin adalah cairan kental bening, tidak berwarna dan tidak berbau.

Gliserin dengan nama lain Croderol, glycon G-100, Pricerine, 1,2,3-Propanetriol, trihidroksipropan glikol memiliki rumus empiriss C3H8O3. Fungsinya adalah sebagai antimikroba preserfatif, emolien, humektan, plasticizer, pelarut, sweetening agent, tonicity agent. Dalam formulasi dan kosmetik farmasi topikal, gliserin digunakan terutama untuk humektan dan emoliennya properti. Dalam larutan oral, gliserin digunakan sebagai pelarut, pemanis agen, pengaset antimikroba, peningkatan viskositas agen, juga sebagai plasticizer dan lapisan film. Gliserin juga digunakan dalam formulasi topikal seperti krim dan emulsi (Rowe dkk, 2009).

2.11.4 Etanol

Etanol memiliki sinonim etil alkohol, etil hidroksida, metal karbinol yang digunakan sebagai disinfektan, antimikroba, dan pelarut. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Etanol memiliki bentuk cairan tidak bewarna, bau khas, rasa seperti terbakar pada lidah, mudah menguap pada suhu rendah, mendidih pada 78o celcius, dan mudah terbakar. Etanol 96% dapat bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organic (Rowe dkk, 2009).

(43)

2.11.5 Nipagin

Nipagin digunakan secara luas sebagai pengawet antimikroba dalam formulasi kosmetika, produk makanan, dan bidang farmasi. Khasiat pengawet dari nipagin juga ditingkatkan dengan penambahan gliserin sebanyak 2-5%.

Konsentrasi nipagin yang biasa digunakan dalam sediaan topikal berkisar antara 0,2-0,3%. Nipagin memiliki bentuk kristal atau bubuk kristal, tidak berwarna atau putih, berbau atau hampir tidak berbau, dan memiliki rasa terbakar sedikit (Rowe dkk, 2009).

2.11.6 Natrium Lauril Sulfat

Natrium Lauril Sulfat adalah surfaktan anionik yang digunakan dalam sediaan farmasetik dan kosmetik yang berfungsi sebagai pembersih dan zat pembasah. Natrium Lauril Sulfat berbentuk kristal berwarna putih hingga kuning pucat (Rowe dkk, 2009).

2.11.7 Aquadest

Aquadest adalah air yang memenuhi persyaratan air minum, yang dimurnikan dengan cara destilasi, penukar ion, osmosis balik atau proses lain yang sesuai. Tidak mengandung zat tambahan lain. Catatan air murni digunakan untuk pembuatan sediaan-sediaan. Bila digunakan untuk sediaan steril, selain untuk sediaan parenteral, air harus memenuhi persyaratan, atau gunakan air murni steril yang dilindungi terhadap pengaruh kontaminasi mikroba (Depkes RI, 1979).

2.12 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk dapat mendiagnosa keadaan kulit. Skin analyzer dapat mendukung diagnosa dokter yang

(44)

tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas namun mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit, dengan menggunakan mode pengukuran normal dan polarisasi, dilengkapi dengan rangkaian sensor kamera pada skin analyzer menyebabkan alat ini dapat menampilkan hasil lebih cepat dan akurat.

Pengukuran yang dapat dilakukan menggunakan skin analyzer yaitu moisture (kadar air), evenness (kehalusan), pore (pori), spot (noda), wrinkle (keriput), dan kedalam keriput (Aramo, 2012).

2.12.1 Pengukuran Kondisi Kulit dengan Skin Analyzer

Parameter hasil pengukuran dengan menggunakan skin analyzer dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Parameter Interpretasi Hasil

Moisture (% kadar air)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 30-50 51-100

Evenness (Kehalusan)

Halus Normal Kasar

0-31 32-51 52-100

Pore (Pori)

Kecil Beberapa besar Sangat besar

0-19 20-39 40-100

Spot (Noda)

Sedikit Beberapa noda Banyak noda

0-19 20-39 40-100

Wrinkle (Keriput)

Tidak berkeriput Berkeriput Banyak keriput

0-19 20-52 53-100

(Aramo, 2012).

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan skin analyzer, yaitu:

1. Kadar air (moisture)

(45)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.

2. Kehalusan (evenness)

Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar computer.

3. Pori (pore)

Pengukuran perbesaran pori pada kulit secara otomatis akan muncul pada saat melakukan pengukuran pada kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto pada pengukuran kehalusan kulit juga akan muncul pada kotak bagian pori-pori kulit.

Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori akan secara otomatis keluar pada layar komputer.

4. Noda (spot)

Pengukuran banyaknya noda dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga (terpolarisasi).

Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur, kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan penentuan banyaknya noda yang didapatkan akan tampil pada layar computer.

5. Keriput (wrinkle)

Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa

(46)

perbesaran 10x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer. Pada pengukuran ini, tidak hanya jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalam keriput juga dapat terdeteksi dengan alat skin analyzer.

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental. Penelitian meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia, skrining dan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak etanol daun bangun-bangun, skrining dan karakterisasi ekstrak etanol daun bangun-bangun, formulasi sediaan masker gel peel off ekstrak etanol daun bangun-bangun, evaluasi mutu fisik sediaan (uji organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, waktu kering, dan daya sebar), uji stabilitas sediaan (uji organoleptis, pH, dan viskositas), uji iritasi terhadap kulit sukarelawan (kemerahan, gatal, bengkak- bengkak), serta uji efektivitas sediaan sebagai anti penuaan dini (kadar air, kehalusan, keriput, noda, dan pori).

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kosmeseutika, Laboratorium Fitokimia, dan Laboratorium Teknologi Sediaan Non Steril I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat, Bahan, dan Sampel Tanaman 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah dalam penelitian ini meliputi: alat-alat gelas laboratorium, alat maserasi, alat penetapan kadar air, alumunium foil, batang pengaduk, blender, botol kaca, cawan porselen, deck glass, kertas perkamen, lampu pijar, lemari pengering, mikroskop (Boeco-Germany), moisture checker (Aroma Huvis), mortir, neraca analitik (Dickson), objek glass, penangas air, pipet tetes, pH meter (Hanna Instruments), plat kaca 15 cm x 9 cm, pot plastik, rotary evaporator (Haake D), skin analyzer (Aroma Huvis), spatula,

Gambar

Gambar 2.2 Lapisan-lapisan dan apendiks kulit (Khairunissa, 2018)  2.2.2.1  Epidermis
Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer
Tabel 3.1 Formula sediaan masker gel peel-off ekstrak daun bangun-bangun  Bahan
Gambar 4.1 Pemeriksaan makroskopik sampel tanaman dan simplisia daun  bangun-bangun
+7

Referensi

Dokumen terkait

perangkat kerja daerah yang terkait dengan bidang Cipta Karya. Apa saja faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi

Cover depan produk terdiri dari judul Perangkat Pembelajaran Inovatif Dalam Sub Tema 2 Kegiatan Siang Hari Mengacu Kurikulum 2013 Untuk Siswa Kelas I Sekolah Dasar;

Sementara itu, pihak RSUD Tjitrowardoyo yang diwakili oleh Kepala Bidang (Kabid) pelayanan, dr Eko Setiawan didampingi Wakil Direktur Pelayanan (Wadir Pelayanan), dr

Melihat pemikiran pendidikan pada gerakan Muhammadiyah saat itu memang telah mengadakan integrasi antara ilmu agama dengan ilmu umum, Ahmad Dahlan telah mampu

kemudian dari Purnama (2013) penelitian menunjukkan bahwa budaya orgnisasi dan kepuasan kerja dan komitmen organisasi memengaruhi organizational citizenship behavior

Keperluan yang paling biasa untuk bahan anodik SOFC adalah kekonduksian elektrik yang sangat baik, aktiviti elektrokimia yang baik untuk mengoksidakan fuel,

1. Untuk daerah perkotaan, lakukan penilaian terhadap biaya operasional riil dari PISK dan keuntungan yang mereka dapat dengan menggunakan air PDAM. Tetapkan batas yang tidak

Sebagai tenaga profesional, guru dituntut memvalidasi ilmunya baik melalui belajar sendiri maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh